Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

MATERNITAS POSTPARTUM DENGAN SECTIO


CAESAREA

Disusun oleh:
RIZKA PUJILESTARI
P1337420616045

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG
2018
A. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi
A. Pengertian Sectio Caesarea
Istilah caesarea berasal dari kata kerja latin caedere yang berarti memotong atau
menyayat. Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan bayi melalui insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010). Sectio caesarea dilakukan sebagai pilihan
terakhir setelah persalinan normal tidak dapat dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan
janin. (Oxorn, 2010). Penyebab dilakukan section caesarea diantaranya disebabkan oleh
faktor janin, faktor ibu, riwayat persalinan. Indikasi sectio caesarea antara lain adalah
disproposi panggul (CPD), disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin, eklamsia,
hipertensi, riwayat pernah sectio caesarea sebelumnya (Prawirohardjo, 2010).
Ada beberapa penyebab yang sering terjadi dan harus dilakukan caesarea yaitu partus
lama, partus tak maju, panggul sempit, dan janin terlalu besar, jika tidak dilakukan caesarea
akan membahayakan nyawa ibu dan dan janin (Wiknjosastro, 2007). Sedangkan menurut
(Sarwono, 2010), indikasi persalinan SC yaitu panggul sempit, tumor jalan lahir, stenosis
serviks, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, rupture uteri, kelainan letak, dan gawat
janin. Namun kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesarea yaitu adanya
komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesarea. Antara lain, nyeri gangguan
mobilisasi, cedera kandung kemih, cedera rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada
usus dan infeksi, yaitu infeksi rahim, endometritis, dan ifeksi akibat luka operasi. (Depkes
RI, 2013).

B. Jenis-jenis Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis) terdiri dari:
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan
teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio caesarea klasik atau corporal
Dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat
sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

 Kelebihan :

1. Mengeluarkan janin lebih memanjang

2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

 Kekurangan :

1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada


reperitonial yang baik.

2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi


dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.

4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu


yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

3. Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen bawah


uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm

 Kelebihan :

1. Penjahitan luka lebih mudah

2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum

4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil

 Kekurangan :

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat


menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.

2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

4. Sectio caesarea ekstraperitonealis merupakan sectio caesarea tanpa membuka


peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

5. Vagina (sectio caesarea vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian)


a. Insisi caesarea klasik yaitu insisi vertikal kedalam korpus uterus diatas segmen
bawah uterus dan mencapai fundus uteri

b. Insisi caesarea transversal yaitu insisi dengan menyayat bagian segmen bawah
uterus yang harus dilakukan dengan hati-hati agar sayatan dapat memotong seluruh
ketebalan dinding uterus tetapi tidak melukai janin dibawahnya.

2. Etiolog

Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan
relative. Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan lahir
merupakan indikasi absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah panggul sempit
yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran
pervaginam bisa terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran lewat
sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Indikasi ibu
dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulangtulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (PreEklamsi Berat)
Preeklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan
dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin


a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).

Faktor-faktor yang menyebabkan perlunya tindakan sectio caesarea yaitu :

1. Faktor ibu

a. Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.

b. Disfungsi uterus, mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inersia,


ketidakmampuan dilatasi cervix, partus menjadi lama.

c. Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak mungkin


dilakukan. Kanker invasif yang didiagnosa pada trimester ketiga dapat diatasi dengan
sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan radikal atau
keduanya.

d. Riwayat sectio caesarea sebelumnya

Meliputi riwayat jenis insisi uterus sebelumnya, jumlah sectio caesarea


sebelumnya dan indikasi sectio caesarea sebelumnya. Pada sebagian negara besar ada
kebiasaan yang dilakukan akhir-akhir ini yaitu setelah prosedur sectio caesarea
dilakukan maka persalinan mendatang juga harus diakhiri dengan tindakan sectio
caesarea juga. Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi
untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan mengalami robekan
jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur
uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk
dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat
buruk bagi ibu dan janin.
2. Faktor janin

a. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi berat atau
takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi utama dalam peningkatan angka
sectio caesarea. Stimulasi oxytocin menghasilkan abnormalitas pada frekuensi denyut
jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu yang
kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau kejang pada
rahim dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah
dan oksigen kepada janin menjadi terganggu. Kondisi ini dapat mengakibatkan janin
mengalami gangguan seperti kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka
dapat menyebabkan kematian janin (Oxorn, 2010).

c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan disebabkan
sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran
yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih berat daripada bayi
normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak bisa bertahan dengan
baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).

d. Cacat atau kematian janin sebelumnya. Ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang
cacat atau mati dilakukan sectio caesarea elektif.
e. Malposisi dan malpresentasi bayi

f. Insufisiensi plasenta
g. Inkompatibilitas rhesus, jika janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh
(-) yang menjadi peka dan bila induksi dan persalinan pervaginam tidak berhasil maka
tindakan sectio caesarea dilakukan.

h. Post mortem caesarean yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja meninggal bilamana
bayi masih hidup.

3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan klien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang
akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah
insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
4. Pathways
5. Komplikasi
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
1. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
3. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama.
a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri. Perdarahan disebabkan karena :
1. Atonia Uteri

2. Pelebaran insisi uterus

3. Kesulitan mengeluarkan plasenta

4. Hematoma ligament latum (broad ligament)

b. Komplikasi-komplikasi lain seperti : Luka kandung kemih, emboli paru dan


keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
d. Thrombophlebitis
e. Cidera, dengan atau tanpa fistula
1. Traktus urinaria
2. Usus
3. Obstruksi usus
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
2. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
3. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
4. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
5. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
6. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
3. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
4. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
5. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
6. Obat-obatan lain untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SECTIO CAESAREA


1. Pengkajian Fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara
masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
a. Provocative : adanya indikasi section caesaria , menyebabkan klien dilkukan
operasi SC  trauma pembedahan  discontinuiras jaringan menimbulkan
nyeri.
b. Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek anestesi secara perlahan
hilang, nyeri akan timbul jika efek pemberian analgetika berakhir ( 4 jam setelah
pemberian) dan akan hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri bersifat
subyektif tergantung bagaimana klien mempersepsikan nyeri tersebut.
c. Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat pada
abdomen. Insisi pada SC klasik di Midline Abdomen antara pusat dan simpisis
pubis, pada SC Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka insisi
melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai bokong dan terkadang
adanya after pain ( nyeri alihan) yang dirasakan klien sampai ke pinggang.
d. Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat, dengan skala numeric
1-10, berada pada rentang 5-10.
e. Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section caesaria, dan 1-3 hari
pertama SC.

2. Riwayat kesehatan dahulu


a. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
1. Kehamilan sekarang
2. HPHT
3. Keluhan saat hamil
4. Penyakit Yang di derita ibu saat hamil dan penanganan penyakit
5. Riwayat imunisasi TT ( sudah/ belum )
6. Status imunisasi TT
7. ANC berapa kali dan tempat pemeriksaan bidan/perawat/DSOG
b. Riwayat Intra natal
1. Riwayat Persalinan terdahulu : cara persalinan ( spontan, buatan (SC, induksi)),
penolong persalinan, tempat kelahiran, umur kehamilan ( aterm/preterm)
2. Plasenta ( spontan/ dibantu)
3. Jumlah darah yang keluar
4. Riwayat pemberian obat ( suntikan sebelum dan sesudah lahir)
5. Riwayat Intranatal saat ini, kaji etiologi/ indikasi SC antara lain : partus lama,
partus tak maju dan rupture uteri mengancam serta adanya gawat janin, gagal
induksi, KPD, CPD, atau adanya tumor pelvic yang menghambat persalinan.
c. Riwayat post natal
1. Pengkajian pada nifas yang lalu tanyakan apakah adanya gangguan /
komplikasi pada nifas yang lalu
2. Pengkajian pada post Sectio Caesaria
a. Sirkulasi darah : periksa kadar Hb dan Ht
b. Eliminasi : urin : pemasangan kateter indwelling; kaji warna, bau,
jumlah. Bila kateter sudah di lepas observasi vesika urinaria
c. Eliminasi : Faeces : pengosongan sistem pencernaan pada saat pra
operasi dan saat operasi menyebabkan tidak adanya bising usus
menyebabkan penumpukan gas  resiko infeksi
d. Pencernaan : kaji bising usus, adanya flatus
e. Neurosensori : kaji sensasi dan gerakan klien setelah efek anestesi
menghilang
f. Nyeri : rasa nyeri yang di nyatakan klien karena insisi Sectio caesaria
g. Pernafasan : kaji jumlah nafas dalam 1 menit, irama pernafasan,
kemampuan klien dalam bernafas ( pernafasan dada/ abdomen), serta
bunyi paru.
h. Balutan insisi : kaji kebersihan luka, proses penyembuhan luka, serta
tanda- tanda infeksi.
i. Cairan dan elektrolit : kaji jumlah / intake cairan (oral dan parenteral) ,
kaji output cairan, kaji adanya perdarahan.
j. Abdomen : letak fundus uteri, kontraksi uterus, serta tinggi fundus uteri.
k. Psikis ibu : kecemasan, kemampuan adaptasi,support system yang
mendukung ibu.
d. Riwayat pemakaian kontrasepsi. Kapan , jenis / metode kontrasepsi, lama
penggunaan, keluhan, cara penanggulangan, kapan berhenti serta alasannya.
e. Riwayat pemakaian obat-obatan
1. Pemakaian obat-obat tertentu yang sering di gunakan klien
2. Pemakaian obat sebelum dan selama hamil.
f. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah
keluarga klien ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta
previa).
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan klien
tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme. Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan
nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas. Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi. Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering /
susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema, yang
menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur. Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran. Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain.
g. Pola penagulangan stress. Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h. Pola sensori dan kognitif. Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat
luka jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi
uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri. Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan sosial . Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam
hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya
proses persalinan dan nifas.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna rambut, ada
atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan
apakah ada benjolan.
b. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing.
c. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
d. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung.
e. Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
f. Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng usus atau tiak
ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae
dan papila mamae
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Sisrem Reproduksi
1. Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
2. Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
3. Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan/ tidak
4. Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
5. Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam pemberian ASI /
menyusui, kemampuan bayi menghisap
i. Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.
j. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur, adanya hemoroid.
k. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
5. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu post SC yaitu :
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d kurangnya
sumber informasi
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

3. Perencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN(NOC) INTERVENSI(NIC)
KEPERAWATAN
1. Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan Health Education:
berhubungan dengan keperawatan klien menunjukkan 1. Berikan informasi mengenai :
kurangnya respon breast feeding adekuat dengan a. Fisiologi menyusui
pengetahuan ibu indikator: b. Keuntungan menyusui
tentang cara menyusui 1. Klien mengungkapkan puas c. Perawatan payudara
yang benar dengan kebutuhan untuk d. Kebutuhan diit khusus
menyusuI e. Faktor-faktor yang menghambat
2. Klien mampu proses menyusui
mendemonstrasikan perawatan 2. Demonstrasikan breast care dan
payudara pantau kemampuan klien untuk
melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI
dengan benar, cara menyimpan, cara
transportasi sehingga bisa diterima oleh
bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada
ibu untuk melaksanakan pemberian Asi
eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan
gejala bendungan payudara, infeksi
payudara
6. Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan mendukung klien
dalam pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber
yang dapat memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain Management
injuri fisik (luka insisi
keperawatan diharapkan nteri 1. Lakukan pengkajian nyeri
operasi)
berkurang dengan indicator: secara komprehensif termasuk
a. Pain Level, Pain control, lokasi, karakteristik, durasi,
Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor
b. Mampu mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri pasien
c. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
berkurang dengan respon nyeri
menggunakan manajemen 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri lampau
d. Mampu mengenali nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
(skala, intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang
dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri
e. Menyatakan rasa nyaman masa lampau
setelah nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
f. Tanda vital dalam rentang mencari dan menemukan
normal dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
Setelah dilakukan asuhan
3. Kurang pengetahuan keperawatan diharapkan pengetahuan Teaching : Disease Process
tentang perawatan ibu klien meningkat dengan indicator: 1. Berikan penilaian tentang
nifas dan perawatan 1. Pasien dan keluarga tingkat pengetahuan pasien
post operasi b/d menyatakan pemahaman tentang proses penyakit yang
kurangnya sumber tentang penyakit, kondisi, spesifik
informasi prognosis dan program 2. Jelaskan patofisiologi dari
pengobatan penyakit dan bagaimana hal ini
2. Pasien dan keluarga mampu berhubungan dengan anatomi
melaksanakan prosedur yang dan fisiologi, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat.
3. Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala
menjelaskan kembali apa yang biasa muncul pada
yang dijelaskan perawat/tim penyakit, dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya. 4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
Setelah dilakukan asuhan
dengan cara yang tepat
keperawatan ADLs klien meningkat
4. Defisit perawatan diri dengan indicator: Self Care assistane : ADLs
b.d. Kelelahan. Self care : Activity of Daily Living 1. Monitor kemempuan klien
(ADLs) untuk perawatan diri yang
1. Klien terbebas dari bau mandiri.
badan 2. Monitor kebutuhan klien untuk
2. Menyatakan kenyamanan alat-alat bantu untuk kebersihan
terhadap kemampuan untuk diri, berpakaian, berhias,
melakukan ADLs toileting dan makan.
3. Dapat melakukan ADLS 3. Sediakan bantuan sampai klien
dengan bantuan mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
5. Risiko infeksi b.d Setelah dilakuakan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
tindakan invasif, keperawatan diharapkan resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah
paparan lingkungan infeksi terkontrol dengan indikator: dipakai pasien lain
patogen 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Pertahankan teknik isolasi
gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Mendeskripsikan proses 4. Instruksikan pada pengunjung
penularan penyakit, faktor untuk mencuci tangan saat
yang mempengaruhi berkunjung dan setelah
penularan serta berkunjung meninggalkan
penatalaksanaannya pasien
3. Menunjukkan kemampuan 5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk mencegah timbulnya untuk cuci tangan
infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
4. Jumlah leukosit dalam batas sesudah tindakan keperawtan
normal 7. Gunakan baju, sarung tangan
5. Menunjukkan perilaku sebagai alat pelindung
hidup sehat 8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (Proteksi


Terhadap Infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan


Dasar Indonesia. Jakarta : Depkes RI

Oxorn. (2010). Patologi & Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta

Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Professional. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta: Med Action Publishing

Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka.

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu bedah Kebidanan.Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawiroraharjo

Anda mungkin juga menyukai