Disusun oleh:
RIZKA PUJILESTARI
P1337420616045
Kelebihan :
Kekurangan :
Kelebihan :
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
b. Insisi caesarea transversal yaitu insisi dengan menyayat bagian segmen bawah
uterus yang harus dilakukan dengan hati-hati agar sayatan dapat memotong seluruh
ketebalan dinding uterus tetapi tidak melukai janin dibawahnya.
2. Etiolog
Menurut Oxorn (2010), indikasi sectio caesarea lebih bersifat absolute dan
relative. Setiap keadaan yang tidak memungkinkan kelahiran lewat jalan lahir
merupakan indikasi absolute untuk sectio caesarea. Diantaranya adalah panggul sempit
yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi, kelahiran
pervaginam bisa terlaksana tetapi dengan keadaan tertentu membuat kelahiran lewat
sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Indikasi ibu
dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulangtulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (PreEklamsi Berat)
Preeklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan
dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
1. Faktor ibu
a. Disporporsi fetopelvic, mencakup panggul sempit, fetus terlalu besar, atau adanya
ketidakseimbangan antara ukuran bayi dan ukuran pelvic.
a. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b. Gawat janin
Disebut gawat janin, bila ditunjukkan dengan adanya bradikardi berat atau
takikardi. Namun gawat janin tidak menjadi indikasi utama dalam peningkatan angka
sectio caesarea. Stimulasi oxytocin menghasilkan abnormalitas pada frekuensi denyut
jantung janin. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter
memutuskan untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu yang
kurang mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau kejang pada
rahim dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusar yaitu aliran darah
dan oksigen kepada janin menjadi terganggu. Kondisi ini dapat mengakibatkan janin
mengalami gangguan seperti kerusakan otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka
dapat menyebabkan kematian janin (Oxorn, 2010).
c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan disebabkan
sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran
yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi yang lebih berat daripada bayi
normal karena sifatnya masih seperti bayi prematur yang tidak bisa bertahan dengan
baik terhadap persalinan yang lama (Oxorn, 2010).
d. Cacat atau kematian janin sebelumnya. Ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang
cacat atau mati dilakukan sectio caesarea elektif.
e. Malposisi dan malpresentasi bayi
f. Insufisiensi plasenta
g. Inkompatibilitas rhesus, jika janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh
(-) yang menjadi peka dan bila induksi dan persalinan pervaginam tidak berhasil maka
tindakan sectio caesarea dilakukan.
h. Post mortem caesarean yaitu dilakukan pada ibu yang baru saja meninggal bilamana
bayi masih hidup.
3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan klien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang
akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah
insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
4. Pathways
5. Komplikasi
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
1. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
3. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama.
a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri. Perdarahan disebabkan karena :
1. Atonia Uteri
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
2. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
3. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
4. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
5. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
6. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
3. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
4. Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
5. Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
6. Obat-obatan lain untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ibu post SC yaitu :
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d kurangnya
sumber informasi
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Perencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN(NOC) INTERVENSI(NIC)
KEPERAWATAN
1. Menyusui tidak efektif Setelah diberikan tindakan Health Education:
berhubungan dengan keperawatan klien menunjukkan 1. Berikan informasi mengenai :
kurangnya respon breast feeding adekuat dengan a. Fisiologi menyusui
pengetahuan ibu indikator: b. Keuntungan menyusui
tentang cara menyusui 1. Klien mengungkapkan puas c. Perawatan payudara
yang benar dengan kebutuhan untuk d. Kebutuhan diit khusus
menyusuI e. Faktor-faktor yang menghambat
2. Klien mampu proses menyusui
mendemonstrasikan perawatan 2. Demonstrasikan breast care dan
payudara pantau kemampuan klien untuk
melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI
dengan benar, cara menyimpan, cara
transportasi sehingga bisa diterima oleh
bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada
ibu untuk melaksanakan pemberian Asi
eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan
gejala bendungan payudara, infeksi
payudara
6. Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan mendukung klien
dalam pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber
yang dapat memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain Management
injuri fisik (luka insisi
keperawatan diharapkan nteri 1. Lakukan pengkajian nyeri
operasi)
berkurang dengan indicator: secara komprehensif termasuk
a. Pain Level, Pain control, lokasi, karakteristik, durasi,
Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor
b. Mampu mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri pasien
c. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
berkurang dengan respon nyeri
menggunakan manajemen 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri lampau
d. Mampu mengenali nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
(skala, intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang
dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri
e. Menyatakan rasa nyaman masa lampau
setelah nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
f. Tanda vital dalam rentang mencari dan menemukan
normal dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
Setelah dilakukan asuhan
3. Kurang pengetahuan keperawatan diharapkan pengetahuan Teaching : Disease Process
tentang perawatan ibu klien meningkat dengan indicator: 1. Berikan penilaian tentang
nifas dan perawatan 1. Pasien dan keluarga tingkat pengetahuan pasien
post operasi b/d menyatakan pemahaman tentang proses penyakit yang
kurangnya sumber tentang penyakit, kondisi, spesifik
informasi prognosis dan program 2. Jelaskan patofisiologi dari
pengobatan penyakit dan bagaimana hal ini
2. Pasien dan keluarga mampu berhubungan dengan anatomi
melaksanakan prosedur yang dan fisiologi, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat.
3. Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala
menjelaskan kembali apa yang biasa muncul pada
yang dijelaskan perawat/tim penyakit, dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya. 4. Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang
tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
Setelah dilakukan asuhan
dengan cara yang tepat
keperawatan ADLs klien meningkat
4. Defisit perawatan diri dengan indicator: Self Care assistane : ADLs
b.d. Kelelahan. Self care : Activity of Daily Living 1. Monitor kemempuan klien
(ADLs) untuk perawatan diri yang
1. Klien terbebas dari bau mandiri.
badan 2. Monitor kebutuhan klien untuk
2. Menyatakan kenyamanan alat-alat bantu untuk kebersihan
terhadap kemampuan untuk diri, berpakaian, berhias,
melakukan ADLs toileting dan makan.
3. Dapat melakukan ADLS 3. Sediakan bantuan sampai klien
dengan bantuan mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
5. Risiko infeksi b.d Setelah dilakuakan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
tindakan invasif, keperawatan diharapkan resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah
paparan lingkungan infeksi terkontrol dengan indikator: dipakai pasien lain
patogen 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Pertahankan teknik isolasi
gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Mendeskripsikan proses 4. Instruksikan pada pengunjung
penularan penyakit, faktor untuk mencuci tangan saat
yang mempengaruhi berkunjung dan setelah
penularan serta berkunjung meninggalkan
penatalaksanaannya pasien
3. Menunjukkan kemampuan 5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk mencegah timbulnya untuk cuci tangan
infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
4. Jumlah leukosit dalam batas sesudah tindakan keperawtan
normal 7. Gunakan baju, sarung tangan
5. Menunjukkan perilaku sebagai alat pelindung
hidup sehat 8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Oxorn. (2010). Patologi & Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta