Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESARIA ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI

SECTIO CAESARIA

A. DEFINISI

Sectio caesaria adalah suatu cara mmelahirkan janin dengan membuat


sayatan pada dinding uterus melalui dinidng depan perut (Amru Sofian, 2012
dalam Nurarif, 2015).

Sectio caesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen


pada uterus dengan tujuan memelihara kesehatan dan kehidupan ibu dan janin
(Damayanti, 2017)

 Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan


membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B. JENIS – JENIS

1. Sectio cesaria transperitonealis profunda

Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen


bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:

▪ Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.

1
▪ Bahaya peritonitis tidak besar.

▪ Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian


hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.

2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal

Pada sectio caesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,


pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis
profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.

3. Sectio caesaria ekstra peritoneal

Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk


mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi
di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi
uterin berat.

4. Section cesaria Hysteroctomi

Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:

  Atonia uteri

  Plasenta accrete

  Myoma uteri

  Infeksi intra uteri berat

Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang ( longitudinal )
b. Sayatan melintang ( transversal )
c. Sayatan huruf T ( T incision )

2
Berdasarkan saat dilakukan SC

1. Seksio Sesarea Primer/Efektif


Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan  secara seksio
sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada
panggul sempit (CV kecil dari 8 cm).
2. Seksio Sesarea Sekunder
Mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan
persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.
3. Seksio Sesarea Ulang (Repeat Caecarean Section)
Ibu pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean
section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
4. Seksio Sesarea Postmortem (postmortem Caesarean Section)
Adalah seksio sesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal
tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

C. ETIOLOGI

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur


uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan

3
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara
alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan


oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan
dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu
diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu.

4. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir

4
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin

a. Kelainan pada letak kepala

1) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.

2) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.

b. Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak


memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).

D. KONTRA INDIKASI DILAKUKAN SECTIO CAESARIA

5
Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana SC tidak layak atau pun tidak
boleh dilakukan, pada umumnya kontraindikasi SC bilamana terdapat
keadaan seperti dibawah ini:

1. Bila pada pemeriksaan didapatkan janin yang dikandung telah mati.

2. Klien dalam keadaan syok.

3. Anemia berat yang belum diatasi.

4. Kelainan kongenital berat pada janin.

E. PATOFISIOLOGI

Sectio caesaria adalah suatu cara mmelahirkan janin dengan membuat


sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa


bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi
dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi
bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang
tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang

6
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan


terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di
lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial: kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi: ringan yaitu suhu meningkat dalam beberapa hari,
sedang yaitu suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung, berat yaitu peritonitis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan: perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan yang akan datang.
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain: luka kandung kemih, dan
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.

5. Risiko cedera janin.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
b. Test Nitrazin atau test lakmus

7
Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan,
kelainan janin
c. Test LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi
d. Laboratorium darah
Untuk mengetahui lekosit, trombosit, hemoglobin dan darah rutin.

H. PENATALAKSANAAN

1. Perawatan awal

a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan

b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar

c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

d. Transfusi jika diperlukan

e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,


segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan
pasca bedah.

2. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu


dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena
berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup. Ibu yang menyusui harus
mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup,

8
meminum sedikitnya 3 liter air setiap hari dan ibu sebaiknya minum
setiap kali menyusui, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat
gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, mengkonsumsi kapsul
vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya. Ibu post seksio sesarea harus menghindari
makanan dan minuman yang menimbulkan gas karena gas perut
kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah seksio sesarea.

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang


sedini mungkin setelah sadar

c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit


dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah


duduk (semifowler)

e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan


belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

Manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah


1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini. Dengan
bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal
sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat
mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan
membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, faal
usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan
merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga

9
membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti
semula.
2) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan
mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya
trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.

4. Fungsi gastrointestinal

Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya tidak terlalu berat
akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air besar secara
spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan
efek anastesi.
Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama setelah operasi, mulai
terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari ketiga. Rasa mulas
akibat gas usus karena aktivitas usus yang tidak terkoordinasi dapat
mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi. Untuk dapat
buang air besar secara teratur dapat dilakukan diet teratur, pemberian
cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olahraga atau ambulasi
dini. Jika pada hari ketiga ibu juga tidak buang air besar maka laksan
supositoria dapat diberikan pada ibu.

a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair

b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul

c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat

d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik

5. Perawatan fungsi kandung kemih

Berkemih hendaknya dapat dilakukan ibu nifas sendiri dengan


secepatnya. Sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dengan
analgesia spinal dan pengosongan kandung kencing terganggu selama

10
beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing
sering merupakan komplikasi masa nifas. Pemakaian kateter dibutuhkan
pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan lebih baik
mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin cepat melakukan
mobilisasi.

a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau


sesudah semalam

b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih

c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang


sampai minimum 7 hari atau urin jernih.

d. Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg


per oral per hari sampai kateter dilepas

e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

6. Perawatan Perineum
Perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan bayi bertujuan untuk
pencegahan terjadinya infeksi, mengurangi rasa tidak nyaman dan
meningkatkan penyembuhan.Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu
rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya bersifat universal yaitu
mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada
jaringan yang terkena trauma dan membersihkan semua keluaran yang
menjadi sumber bakteri dan bau.
7. Perawatan Payudara
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama
pada masa nifas (masa menyusui) untuk melancarkan pengeluaran ASI.
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini

11
mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Perawatan payudara
dilakukan 2 kali sehari.
Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara (1). Menjaga payudara tetap
bersih dan kering, terutama puting susu (2). Menggunakan bra yang
menyokong payudara (3). Mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar
sekitar puting susu apabila puting susu lecet dan menyusui tetap
dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet (4). Mengistirahatkan
payudara apabila lecet sangat berat selama 24 jam (5). Meminum
parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam untuk menghilangkan nyeri (6).
Melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI,
mengurut payudara dari pangkal menuju puting atau menggunakan sisir
untuk mengurut payudara dengan arah Z menuju puting, ASI sebagian
dikeluarkan dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi
lunak, bayi disusui setiap 2-3 jam dan apabila tidak dapat mengisap
seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan lalu meletakkan kain
dingin pada payudara setelah menyusui.
8. Kebersihan Diri
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan
perasaan kesejahteraan ibu. Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu
dapat mandi sendiri di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah
puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan payudara.
Pada hari ketiga setelah operasi, ibu sudah dapat mandi tanpa membahayakan
luka operasi. Payudara harus diperhatikan pada saat mandi. Payudara
dibasuh dengan menggunakan alat pembasuh muka yang disediakan
secara khusus.
9. Pembalutan dan perawatan luka

a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut

12
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan

c. Ganti pembalut dengan cara steril

d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC

10. Jika masih terdapat perdarahan

a. Lakukan masase uterus

b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin

11. Penatalaksanaan medis jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika


kombinasi sampai pasien bebas demam   selama    48 jam :

a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam

b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam

c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam

12. Penatalaksanaan medis analgesik dan obat untuk memperlancar kerja


saluran pencernaan

a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting

b. Supositoria       = ketopropen sup 2x/ 24 jam

c. Oral                  = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

d. Injeksi          = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

13. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan


caboransia seperti neurobian I vit. C

14. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan

13
a. Pasca bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi

b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya


hematoma.

c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut


ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.

d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.

e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi

f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.

g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat


menaikkan tekanan intra abdomen

h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila


terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik,
narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak.  Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap
10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.

i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri


dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.

j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,


frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan

k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional


atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio

14
caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian
oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan,
Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan
ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. DEFINISI

15
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes Before
theon setoflabour. Ketuban pecah prematur (KPD) didefenisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan
normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah
prematur (Prawirorahardjo, 2010). Ketuban yang pecah spontan 1 jam
sebelum dimulainya persalinan diartikan sebagai pecah dini. Ketuban pecah
dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur. Penatalaksanaan pasien bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration
Dystress Syndrome) (Prawirorahardjo, 2010).
Ketuban pecah dini  (Premature Rupture of Membranes/ PROM) 
mengacu kepada pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan
ditampilkan dengan adanya pecah ketuban (Rupture of  Membranes/ROM) 
sebelum awal persalinan. Sedangkan ketuban pecah dini preterm (Preterm
Premature Rupture of Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM)
sebelum kehamilan 37 minggu. Dan pecah  ketuban berkepanjangan adalah
setiap pecahnya ketuban yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih
dahulu pecah pada awal persalinan. Ketuban pecah dini premature (PPROM)
mendefinisikan ruptur spontan membran janin sebelum mencapai umur
kehamilan 37 minggu dan sebelum onset persalinan (American College of
Obstetricians dan Gynecologists, 2007). Pecah tersebut kemungkinan
memiliki berbagai penyebab, namun banyak yang percaya infeksi intrauterin
menjadi salah satu predisposisi utama (Gomez, dkk, 1997 dikutip dalam
Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini/ Premature Rupture of Membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang
dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah
pecahnya ketuban sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah
dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia

16
22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada
kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

B. ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauteri atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2. Peninggian tekanan intra uteri
Tekanan intra uteri yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
a. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli atau kehamilan kembar
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang

17
lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau
over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uteri bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000 mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion
terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja.
5. Kelainan letak janin dan rahim: letak sungsang, letak lintang.
6. Kemungkinan kesempitan panggul: bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
7. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaran organisme vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting
adalah pecahnya selaput ketuban >24 jam dan persalinan lama.
8. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

18
9. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik) 
10. Riwayat KPD sebelumya
11. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
12. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
13. Keadaan sosial ekonomi
14. Faktor lain, yaitu:
a. Faktor golongan darah
b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit
ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

C. FAKTOR RESIKO KETUBAN PECAH DINI


Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm, yaitu:
1. Kehamilan multipel: kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. Perdarahan pervaginam
4. Ph vagina di atas 4.5
5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
6. Fibronectin > 50 ng/ml
7. Kadar crh (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya
pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
8. Inkompetensi serviks (leher rahim)
9. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
10. Riwayat ketuban pecah dini sebelumya
11. Trauma

19
12. Servix tipis/kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek
(<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
13. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm:
1. Iatrogenik: hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik.
2. Maternal: penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis,
pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi
intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks,
servisitis/vaginitis akut, ketuban pecah pada usia kehamilan preterm.
3. Fetal: malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis,
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
4. Cairan amnion: oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban
pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
5. Plasenta: solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau
lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
6. Uterus: malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,
aktifitas uterus idiopatik

D. FISIOLOGI CAIRAN KETUBAN


Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan
amnion dan lapisan korion terdapat likuora amnii (air ketuban). Volume
likuor amnii pada hamil cukup bulan adalah 1.000-1.500 ml. Warna putih, 
agak keruh serta mempunyai bau yang khas yaitu bau amis dan berasa amis.
Reaksinya agak alkalis dan netral dengan berat jenis 1.008. Komposisinya
terdiri atas 98% air dan sisanya terdiri atas garam organik serta bahan organik
dan bila diteliti dengan benar terdapat rambut lanugo sel-sel epitel dan vernik
kaseosa, protein ditemukan rata-rata 2,6% gr/liter sebagian besar sebagai
albumen.
Peredaran cairan ketuban sekitar 500 cc/jam atau sekitar 1% terjadi
gangguan peredaran pada air ketuban melebihi 1.500 cc air ketuban dapat

20
digunakan sebagai bahan penelitian untuk kematangan paru-paru janin.
Fungsi air ketuban, yaitu:
1. Untuk proteksi janin
2. Mencegah pelengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Meratakan tekanan intra uteri dan membersihkan jalan lahir bila ketuban
pecah.
6. Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks membuka.
7. Sebagai pelicin saat persalinan.

E. PATOFISIOLOGI KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Dalam proses persalinan normal, ketuban akan pecah secara spontan
menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban tersebut terjadi
tekanan pada fleksus fraken hauser yang terletak pada pertemuan ligamentum
uterosakralis dan akan merangsang terjadinya reflek mengedan. Penyebab
dari ketuban pecah dini belum diketahui. Tetapi kemungkinan penyebab yaitu
infeksi pada vagina seperti oleh gonorrhoe dan streptococcus yang
menyebabkan teinfeksinya selaput amnion sehingga memudahkan selaput
tersebut untuk pacah secara dini. Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput
ketuban yang juga akan merusak selaput amnion sehinga bisa pula pecah.
Penyebab selanjutnya adalah peningkatan tekanan intrauteri seperti pada
kehamilan kembar dan polihidromnion, menyebabkan terjadinya intrumnion
meningkat akhirnya selaput amnion pecah. Trauma pada amniosintesis
menyebabkan cairan ketuban bisa pecah. Demikian juga halnya dengan
hipermotilitas uterus dimana kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat
yang menekan selaput amnion.
Semua hal diatas dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu
dengan ketuban pecah dini tetapi his (‑) sehinga pembukaan akan terganggu
dan terhambat sementara janin mudah kekeringan karena pecahnya selaput

21
amnion tersebut, maka janin harus segera untuk dilahirkan atau pengakhiran
kehamilan harus segera dilakukan. Tindakan yang dilakukan adalah
menginduksi dengan oksitosin, jika gagal lakukan persalinan dengan caesar.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
3. Banyak teori, yang menentukan hal-hal diatas seperti defek kromosom,
kelainan kolagen sampai infeksi.
4. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi
dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.
Akibat ketuban pecah dini pada janin yang preterm yaitu melahirkan
janin yang prematur dimana paru janin belumlah matur, akibatnya produksi
surfaktan berkurang, paru tidak mengembang sehingga beresiko terhadap
RDS (Rapirasi distiess syndrome). Ditandai dengan apgar score yang
abnormal, asfiksia, dan takipneu yang menyebabkan kerusakan pertukaran
gas pada janin. Pada ibu dengan ketuban pecah dini dan hisnya (+) persalinan
dapat segera dilakukan. Apabila adanya pemeriksaan dalam yang terlalu
sering dapat beresiko terhadap infeksi. Ketuban yang telah pecah dapat
menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin
Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering (dry labor). Akibatnya terjadi
persalinan yang lama.

22
Akibat persalinan yang lama terjadi pula penekanan yang lama pada
janin dijalan lahir dan jika terjadi fetal distress mengakibatkan untuk
melakukan persalinan atau ekstraksi vacum dan cuna, atau terjadi asfiksia
akibat penekanan yang lama pada jalan lahir inipun mengakibatkan iskemia
pada jalan lahir dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Hal ini beresiko
terhadap cidera pada ibu dan janin, dan juga beresiko tinggi terhadap infeksi.

G. DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS KETUBAN PECAH DINI


(KPD)
Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah ketuban benar
sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan kanalis servikal belum ada
atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD bisa dengan cara:
1. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di
vagina.
2. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa, rambut
lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada infeksi.
3. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan
servikalis.
4. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa)
bila ketuban sudah pecah.
5. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu
dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta
serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit
esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm3, kemungkinan adanya
infeksi.
Gejala dan Tanda Gejala dan Tanda Diagnosis
kadang-kadang ada Kemungkinan
selalu ada

- Keluar cairan ● Ketuban pecah tiba-tiba Ketuban pecah dini


ketuban ● Cairan tampak di introitus
● Cairan ada his dalam 1
jam

23
- Cairan vagina ● Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
berbau ● Uterus nyeri
- Demam/ ● Denyut jantung janin cepat
enggigil ● Perdarahan pervaginam
- Nyeri perut sedikit-sedikit
- Cairan vagina ● Gatal Vaginitis/servisitisb
berbau ● Keputihan
- Tidak ada ● Nyeri perut
riwayat ketuban ●  Disuria
pecah
- Cairan vagina ● Nyeri perut Perdarahan
berdarah ●  Gerak janin berkurang antepartum
●  Perdarahan banyak
- Cairan berupa ● Pembukaan dan Awal persalinan
darah lendir pendataran serviks aterm atau preterm
●  Ada his

H. PENGARUH KETUBAN PECAH DINI (KPD) TERHADAP IBU DAN


JANIN
1. Pada Janin
Karena janin telah terbuka maka dapat terjadi infeksi intrapratal,
apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai
infeksi puerperalis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry labour. Ibu
akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi
lama, maka suhu tubuh naik, nadi cepat dan tampak gejala-gejala infeksi.
2. Pada Ibu
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intra uteri lebih dahulu
terjadi (amnionitis, vaskulis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi
akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal.

I. PEMERIKSAAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan

24
ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan
tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau
khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his
belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3. Pemeriksaan dengan spekulum.


Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau
megadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan
tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik
anterior.
4. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak
ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya
dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan

25
induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan:
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH
nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin
juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
1) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahasilkan tes
yang positif palsu.
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG), Pemeriksaan melalui
ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah
air ketuban yang terdapat di dalam rahim. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

J. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu:
1. Infeksi 
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD. 

26
2. Partus peterm 
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang
terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 s.d. 37 minggu)
atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
3. Prolaps Tali pusat.
4. Tali pusat menumbung.
5. Distasia (partus kering). Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang
akan lama akan menyebabkan dry labour atau persalinan kering.
6. Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan
premature dan prematuritas janin. 
7. Risiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan
dilakukan setelah 24 jam onset.
8. Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada
kasus oligohidramnion.

K. PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)


Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi
dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh
karena itu, penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang
rinci, sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan
infeksi dalam rahim. Memberikan profilaksis antibiotik dan membatasi
pemeriksaan dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Disamping
itu makin kecil umur kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam
lahir yang dapat memicu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat
janin  kurang dari 1 kg.

1. Penanganan medis
a. Pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif:

27
1) Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu.
2) Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari.
3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sedian
terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2
hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa (-): beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan
induksi sesudah 24 jam
7) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi
8) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
b. Pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

28
2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi,
dan persalinan di akhiri:
a) Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian
induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.
b) Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.

L. Asuhan Keperawatan Ketuban Pecah Dini (KPD)


1. Anamnesa
Pengkajian yang dilakukan meliputi:
a. Biodata klien, berisi tentang: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan,
Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur,
Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian. 
b. Keluhan utama: keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning,
hijau / kecoklatan sedikit/banyak, pada periksa dalam selaput
ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air
ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering  
c. Riwayat haid: Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah
yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir,
perkiraan tanggal partus.
d. Riwayat Perkawinan: Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke
berapa. Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan
orang tua. 
e. Riwayat Obstetris: Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama kehamilan
termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan,
tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
f. Riwayat penyakit dahulu: Penyakit yang pernah di diderita pada
masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani nya, dimana

29
mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat
ini atau kambuh berulang – ulang.
g. Riwayat kesehatan keluarga: Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul
sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular,
kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita
oleh keluarga.
h. Kebiasaan sehari-hari   
1) Pola nutrisi: pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami
penurunan.
2) Pola istirahat dan tidur: klien dengan KPD mengalami nyeri
pada daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi
terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi
saat tidur (penekanan pada perineum).
3) Pola eliminasi: Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan,
adakah inkontinensia (hilangnya involunter pengeluaran urin),
hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau
retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu
bantuan saat BAK. Pola BAB, frekuensi, konsistensi,rasa takut
BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet. 
4) Personal Hygiene: Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan  pembalut dan kebersihan genitalia, pola
berpakaian, tata rias rambut dan wajah. 
5) Aktifitas: Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan KPD di anjurkan untuk istirahat total.
6) Rekreasi dan hiburan: Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks. 
i. Pemeriksaan Fisik 
1) Pemeriksaan umum: Suhu normal kecuali disertai infeksi.

30
2) Pemeriksaan abdomen: Uterus lunak dan tidak nyeri tekan.
Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi
yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun
cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung normal. 
3) Pemeriksaan pelvis: Pemeriksaan speculum steril pertama kali
dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina.
Karna cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina,
kertas nitrasin dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas
nitrasin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila
diagnose tidak pasti adanya skuama anukleat, lanugo, atau
bentuk Kristal daun pakis cairan amnion kering dapat
membantu. 
4) Pemeriksaan vagina steril: Menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengidentivikasi bagian
presentasi dan stasi bagian presentasi dan menyingkirkan
kemungkinan prolaps tali pusat. 
j. Pemeriksaan penunjang 
1) Pemeriksaan laboraturium. Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa: warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang
keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan
kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.  
2) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes
yang positif palsu.
3) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis. 

31
4) Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita
oligohidromnion. 

32
PATHWAY SC ATAS INDIKASI KPD

5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
23)
24)
25)
26)
27)
28)
29)

33
2. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1) Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks


2) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan/ informasi
Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
2) Resiko infeksi dengan faktor risiko  luka operasi
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembatasan gerak.
4) Risiko konstipasi dengan faktor risiko agens farmaseutikal,
penurunan motilitas trakts gastrointestinal.

34
3. Rencana Keperawatan

osa NOC NIC

Nyeri persalinan Pain level, Pain control Pain Management


berhubungan
dengan ekspulsi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lo
fetal keperawatan selama 1 x 15 menit kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
(pengeluaran nyeri teratasi dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
bayi) 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk men
1. Mampu mengontrol nyeri penerimaan klien terhadap respon nyeri
2. Menyatakan rasa nyaman 4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas
3. Mengungkapkan penurunan mood, hubungan sosial)
nyeri 5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri
4. Menggunakan tehnik yang 6. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain t
tepat untuk mempertahankan telah dilakukan
kontrol nyeri. 7. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab n
antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon k
cahaya dan suara)
9. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan
kurang pengetahuan)
10. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distrak

s berhubungan y Self-control Anxiety Reduction


dengan ancaman dilakukan tindakan keperawatan
status kesehatan selama 1 x 60 menit ansietas 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan.
saat ini teratasi dengan kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien
3. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien denga
1. Melaporkan berkurangnya
saat dilakukan tindakan
kecemasan
4. Berikan informasi tentang diagnose, prognosis dan tinda
2. Menggunakan teknik relaksasi
5. Dengarkan klien
untuk mengurangi kecemasan
6. Motivasi klien utnuk mengungkapkan perasaan, penghar
7. Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang memicu
8. Ajarkan klien tekhnik relaksasi
9. Anjurkan kepada keluarga selalu menemani klien

35
3. Nyeri akut Pain level, Pain control Perawatan pasca anastesi
berhubungan
dengan agen Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji ulang alergi pasien
cedera fisik keperawatan selama 2 x 60 menit
2. Berikan oksigen dengan tepat
(luka post nyeri teratasi dengan kriteria hasil:
3. Monitor oksigenasi
operasi SC) 4. Ventilasi dengan tepat
1. Mampu mengontrol nyeri
2. 5. Monitor kualitas dan jumlah pernafasan
Menyatakan rasa nyaman
3. 6. Dukung pasien bernafas dalam dan batuk
Mengungkapkan
penurunan nyeri 7. Dapatkan laporan dari perawat ruang operasi dan da
4. Menggunakan tehnik yang 8. Moniot dan catat tanda vial meliputi pengkajian
tepat untuk sering.
mempertahankan kontrol 9. Monitor suhu
nyeri. 10. Berikan berikan tindakan menghangatkan seperti m
11. Monitor urine output
12. Sediakan pereda nyeri yang nonfarmakologi atau far
13. Monitor kembalinya fungsi sensori dan motoric
14. Monitor tingkat kesadaran
15. Cek catatan pasien untuk menentukan tanda-tanda v
16. Bandingkan status saat ini dan sebelumnya untuk
memburuk dari klien
17. Sediakan stimulasi verbal atau taktil dengan tepat
18. Sediakan laporan pasien pada unit perawatan post o
19. Pindahkan pasien pada perawatan level berikutnya

Pain Management

1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lo


kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk men
penerimaan klien terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas
mood, hubungan sosial)
5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri
6. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan lain t
telah dilakukan
7. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab n
antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon k
cahaya dan suara)
9. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan
kurang pengetahuan)
10. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distrak
11. Kolaborasi pemberian analgesic

36
Risiko infeksi Risk Control : Infectious Control Infection Control
dengan faktor
luka operasi Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
keperawatan selama 6 x 60 menit 2. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berk
masalah risiko infeksi pada pasien 3. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
dapat teratasi dengan kriteria hasil : 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
5. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan
utuh
1. Tidak terjadi proses infeksi 6. Berikan terapi antibiotik bila perlu
7. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti ke
8. Kaji temperatur tiap 4 jam
9. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
10. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hat
11. Ajarkan keluarga bagaimana mencegah infeksi

Infection protection

1. Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan bau luka


2. Bersihkan luka dengan normal salin
3. Rawat luka dengan konsep steril
4. Ajarkan klien dan keluarga untuk melakukan perawatan l
5. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai t
6. Kolaborasi pemberian antibiotik

Hambatan Setelah dilakukan intervensi Pengaturan posisi


mobilitas fisik keperawatan selama 3X24 jam
berhubungan 1.
diharapkan masalah dapat teratasi Tempatkan pasien di atas tempat tidur terapeutik
dengan nyeri, dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan kepad apasien sebelum melakukan tindaka
program 3. Dorong latihan ROM aktif dan pasif
pembatasan 1. Memposisikan penampilan 4. Jangan menempatkan pasien pada posisi yang dapa
gerak. tubuh
2. Ambulasi : berjalan Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Amb
3. Menggerakan otot 1. Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana
4. Gerakan/mengkolaborasik kebutuhan
an gerakan 2. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian yang sesuai.
3. Dorong untuk duduk di sisi tempat tidur.
4. Bantu pasien untuk berpindah.
5. Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam

Bantuan perawatan diri

1. Pertimbangkan budaya pasien ketika menigkatkan p


2. Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri.
3. Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat k
berpakaian, eliminasi dan makan.
4. Berikan lingkungan yang terapeutik.
5. Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan p

37
6. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal se
pasien.
7. Dorong kemandirian pasien tetapi bantu saat pasien
8. Ajarkan keluarga untuk mendukung kemandirian pa
apabila pasien tidak mampu.
9. Ciptakan rutinitas perawatan diri.

Risiko Eliminasi usus Manajemen konstipasi


konstipasi
dengan faktor Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
risiko agens keperawatan selama 2 x 24 jam 2. Monitor tanda-tanda ruptur bowel.
konstripasi dapat teratasi dengan 3. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasie
farmaseutikal,
kriteria hasil: 4. Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan p
penurunan 5. Kolaburasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang me
motilitas 6. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terh
1. Mengenali keinginan untuk
gastrointestinal. 7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi m
defekasi.
2. Mengeluarkan feses
3. Tekanan sfingter memadai
untuk mengontrol BAB
4. Menggambarkan hubungan
asupan makanan dengan
konsistensi feses

38
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Emmelia AF. 2017. Bahan Ajar Kuliah Maternitas Sectio Caesaria.
Program Studi Ilmu Keperawatan. Banjarbaru: Fakultas Kedokteran.

Herdman, T. Heater dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc.


Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.
Nurjannah, Intansari. 2016. ISDA Intan’s Screening Diagnoses Assesment Versi
Bahasa Indonesia (2016). Yogyakarta: Mocomedia.

Nurjannah, Intisari. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) Pengukuran


Outcomes Kesehatan Edisi Keenam Edisi Bahasa Indonesia.
Indonesia: Elsevier.
Nurjannah, Intisari. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan Edisi Kelima Edisi Bahasa Indonesia.
Indonesia: Elsevier.
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC NOC Jilid 1.
Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka

39
LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESARIA ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI

DI RUANG NIFAS I RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH


BANJARMASIN

Tanggal 9 – 14 Juli 2018

Oleh :

Fitria Puspasari, S. Kep

NIM. 1730913320070

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

40
BANJARBARU
2018

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESARIA ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI

DI RUANG VK BERSALIN RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH


BANJARMASIN

Tanggal 9 – 14 Juli 2018

Oleh :

Fitria Puspasari, S. Kep

NIM. 1730913320070

Banjarmasin, Juli 2018

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Devi Rahmayanti, Ns., M. Imun. Nurdiana, S.Kep, Ns


NIP. 19780101 200812 2 002 NIP. 19811028 200903 2 005

41
42

Anda mungkin juga menyukai