SECTIO CAESARIA
A. DEFINISI
B. JENIS – JENIS
1
▪ Bahaya peritonitis tidak besar.
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang ( longitudinal )
b. Sayatan melintang ( transversal )
c. Sayatan huruf T ( T incision )
2
Berdasarkan saat dilakukan SC
C. ETIOLOGI
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan
3
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara
alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
4
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
b. Letak Sungsang
5
Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana SC tidak layak atau pun tidak
boleh dilakukan, pada umumnya kontraindikasi SC bilamana terdapat
keadaan seperti dibawah ini:
E. PATOFISIOLOGI
6
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial: kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi: ringan yaitu suhu meningkat dalam beberapa hari,
sedang yaitu suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung, berat yaitu peritonitis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan: perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan yang akan datang.
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain: luka kandung kemih, dan
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan
b. Test Nitrazin atau test lakmus
7
Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan,
kelainan janin
c. Test LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi
d. Laboratorium darah
Untuk mengetahui lekosit, trombosit, hemoglobin dan darah rutin.
H. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
2. Diet
Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena
berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup. Ibu yang menyusui harus
mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup,
8
meminum sedikitnya 3 liter air setiap hari dan ibu sebaiknya minum
setiap kali menyusui, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat
gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, mengkonsumsi kapsul
vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya. Ibu post seksio sesarea harus menghindari
makanan dan minuman yang menimbulkan gas karena gas perut
kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah seksio sesarea.
3. Mobilisasi
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
9
membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti
semula.
2) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan
mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya
trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.
4. Fungsi gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya tidak terlalu berat
akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air besar secara
spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan
efek anastesi.
Bising usus biasanya belum terdengar pada hari pertama setelah operasi, mulai
terdengar pada hari kedua dan menjadi aktif pada hari ketiga. Rasa mulas
akibat gas usus karena aktivitas usus yang tidak terkoordinasi dapat
mengganggu pada hari kedua dan ketiga setelah operasi. Untuk dapat
buang air besar secara teratur dapat dilakukan diet teratur, pemberian
cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olahraga atau ambulasi
dini. Jika pada hari ketiga ibu juga tidak buang air besar maka laksan
supositoria dapat diberikan pada ibu.
10
beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing
sering merupakan komplikasi masa nifas. Pemakaian kateter dibutuhkan
pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan lebih baik
mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin cepat melakukan
mobilisasi.
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Perawatan Perineum
Perawatan khusus perineum bagi wanita setelah melahirkan bayi bertujuan untuk
pencegahan terjadinya infeksi, mengurangi rasa tidak nyaman dan
meningkatkan penyembuhan.Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu
rumah sakit lainnya, prinsip-prinsip dasarnya bersifat universal yaitu
mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada
jaringan yang terkena trauma dan membersihkan semua keluaran yang
menjadi sumber bakteri dan bau.
7. Perawatan Payudara
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama
pada masa nifas (masa menyusui) untuk melancarkan pengeluaran ASI.
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini
11
mungkin yaitu 1 – 2 hari sesudah bayi dilahirkan. Perawatan payudara
dilakukan 2 kali sehari.
Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara (1). Menjaga payudara tetap
bersih dan kering, terutama puting susu (2). Menggunakan bra yang
menyokong payudara (3). Mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar
sekitar puting susu apabila puting susu lecet dan menyusui tetap
dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet (4). Mengistirahatkan
payudara apabila lecet sangat berat selama 24 jam (5). Meminum
parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam untuk menghilangkan nyeri (6).
Melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI,
mengurut payudara dari pangkal menuju puting atau menggunakan sisir
untuk mengurut payudara dengan arah Z menuju puting, ASI sebagian
dikeluarkan dari bagian depan payudara sehingga puting susu menjadi
lunak, bayi disusui setiap 2-3 jam dan apabila tidak dapat mengisap
seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan lalu meletakkan kain
dingin pada payudara setelah menyusui.
8. Kebersihan Diri
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan
perasaan kesejahteraan ibu. Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu
dapat mandi sendiri di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah
puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan payudara.
Pada hari ketiga setelah operasi, ibu sudah dapat mandi tanpa membahayakan
luka operasi. Payudara harus diperhatikan pada saat mandi. Payudara
dibasuh dengan menggunakan alat pembasuh muka yang disediakan
secara khusus.
9. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
12
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
13
a. Pasca bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
14
caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian
oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan,
Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan
ditandatangani. Pemasangan kateter fole.
A. DEFINISI
15
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes Before
theon setoflabour. Ketuban pecah prematur (KPD) didefenisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan
normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah
prematur (Prawirorahardjo, 2010). Ketuban yang pecah spontan 1 jam
sebelum dimulainya persalinan diartikan sebagai pecah dini. Ketuban pecah
dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur. Penatalaksanaan pasien bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration
Dystress Syndrome) (Prawirorahardjo, 2010).
Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/ PROM)
mengacu kepada pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan
ditampilkan dengan adanya pecah ketuban (Rupture of Membranes/ROM)
sebelum awal persalinan. Sedangkan ketuban pecah dini preterm (Preterm
Premature Rupture of Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM)
sebelum kehamilan 37 minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah
setiap pecahnya ketuban yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih
dahulu pecah pada awal persalinan. Ketuban pecah dini premature (PPROM)
mendefinisikan ruptur spontan membran janin sebelum mencapai umur
kehamilan 37 minggu dan sebelum onset persalinan (American College of
Obstetricians dan Gynecologists, 2007). Pecah tersebut kemungkinan
memiliki berbagai penyebab, namun banyak yang percaya infeksi intrauterin
menjadi salah satu predisposisi utama (Gomez, dkk, 1997 dikutip dalam
Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini/ Premature Rupture of Membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang
dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah
pecahnya ketuban sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah
dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia
16
22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada
kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
B. ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauteri atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2. Peninggian tekanan intra uteri
Tekanan intra uteri yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
a. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli atau kehamilan kembar
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
17
lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau
over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uteri bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000 mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion
terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja.
5. Kelainan letak janin dan rahim: letak sungsang, letak lintang.
6. Kemungkinan kesempitan panggul: bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
7. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaran organisme vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting
adalah pecahnya selaput ketuban >24 jam dan persalinan lama.
8. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
18
9. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik)
10. Riwayat KPD sebelumya
11. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
12. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
13. Keadaan sosial ekonomi
14. Faktor lain, yaitu:
a. Faktor golongan darah
b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit
ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
19
12. Servix tipis/kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek
(<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
13. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm:
1. Iatrogenik: hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik.
2. Maternal: penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis,
pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi
intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks,
servisitis/vaginitis akut, ketuban pecah pada usia kehamilan preterm.
3. Fetal: malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis,
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
4. Cairan amnion: oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban
pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
5. Plasenta: solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau
lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
6. Uterus: malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,
aktifitas uterus idiopatik
20
digunakan sebagai bahan penelitian untuk kematangan paru-paru janin.
Fungsi air ketuban, yaitu:
1. Untuk proteksi janin
2. Mencegah pelengketan janin dengan amnion.
3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
5. Meratakan tekanan intra uteri dan membersihkan jalan lahir bila ketuban
pecah.
6. Menyebarkan kekuatan his sehingga serviks membuka.
7. Sebagai pelicin saat persalinan.
21
amnion tersebut, maka janin harus segera untuk dilahirkan atau pengakhiran
kehamilan harus segera dilakukan. Tindakan yang dilakukan adalah
menginduksi dengan oksitosin, jika gagal lakukan persalinan dengan caesar.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
3. Banyak teori, yang menentukan hal-hal diatas seperti defek kromosom,
kelainan kolagen sampai infeksi.
4. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi
dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.
Akibat ketuban pecah dini pada janin yang preterm yaitu melahirkan
janin yang prematur dimana paru janin belumlah matur, akibatnya produksi
surfaktan berkurang, paru tidak mengembang sehingga beresiko terhadap
RDS (Rapirasi distiess syndrome). Ditandai dengan apgar score yang
abnormal, asfiksia, dan takipneu yang menyebabkan kerusakan pertukaran
gas pada janin. Pada ibu dengan ketuban pecah dini dan hisnya (+) persalinan
dapat segera dilakukan. Apabila adanya pemeriksaan dalam yang terlalu
sering dapat beresiko terhadap infeksi. Ketuban yang telah pecah dapat
menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin
Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering (dry labor). Akibatnya terjadi
persalinan yang lama.
22
Akibat persalinan yang lama terjadi pula penekanan yang lama pada
janin dijalan lahir dan jika terjadi fetal distress mengakibatkan untuk
melakukan persalinan atau ekstraksi vacum dan cuna, atau terjadi asfiksia
akibat penekanan yang lama pada jalan lahir inipun mengakibatkan iskemia
pada jalan lahir dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Hal ini beresiko
terhadap cidera pada ibu dan janin, dan juga beresiko tinggi terhadap infeksi.
23
- Cairan vagina ● Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
berbau ● Uterus nyeri
- Demam/ ● Denyut jantung janin cepat
enggigil ● Perdarahan pervaginam
- Nyeri perut sedikit-sedikit
- Cairan vagina ● Gatal Vaginitis/servisitisb
berbau ● Keputihan
- Tidak ada ● Nyeri perut
riwayat ketuban ● Disuria
pecah
- Cairan vagina ● Nyeri perut Perdarahan
berdarah ● Gerak janin berkurang antepartum
● Perdarahan banyak
- Cairan berupa ● Pembukaan dan Awal persalinan
darah lendir pendataran serviks aterm atau preterm
● Ada his
24
ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan
tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau
khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his
belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari
vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
25
induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan:
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH
nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin
juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
1) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahasilkan tes
yang positif palsu.
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG), Pemeriksaan melalui
ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah
air ketuban yang terdapat di dalam rahim. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
26
2. Partus peterm
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang
terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 s.d. 37 minggu)
atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
3. Prolaps Tali pusat.
4. Tali pusat menumbung.
5. Distasia (partus kering). Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang
akan lama akan menyebabkan dry labour atau persalinan kering.
6. Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan
premature dan prematuritas janin.
7. Risiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan
dilakukan setelah 24 jam onset.
8. Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada
kasus oligohidramnion.
1. Penanganan medis
a. Pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif:
27
1) Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu.
2) Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari.
3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sedian
terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2
hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa (-): beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan
induksi sesudah 24 jam
7) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi
8) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
b. Pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
28
2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi,
dan persalinan di akhiri:
a) Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian
induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.
b) Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.
29
mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat
ini atau kambuh berulang – ulang.
g. Riwayat kesehatan keluarga: Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul
sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular,
kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita
oleh keluarga.
h. Kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi: pada umum nya klien dengan KPD mengalami
penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami
penurunan.
2) Pola istirahat dan tidur: klien dengan KPD mengalami nyeri
pada daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi
terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi
saat tidur (penekanan pada perineum).
3) Pola eliminasi: Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan,
adakah inkontinensia (hilangnya involunter pengeluaran urin),
hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau
retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu
bantuan saat BAK. Pola BAB, frekuensi, konsistensi,rasa takut
BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene: Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola
berpakaian, tata rias rambut dan wajah.
5) Aktifitas: Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien
dengan KPD di anjurkan untuk istirahat total.
6) Rekreasi dan hiburan: Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
i. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum: Suhu normal kecuali disertai infeksi.
30
2) Pemeriksaan abdomen: Uterus lunak dan tidak nyeri tekan.
Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi
yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun
cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung normal.
3) Pemeriksaan pelvis: Pemeriksaan speculum steril pertama kali
dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina.
Karna cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina,
kertas nitrasin dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas
nitrasin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila
diagnose tidak pasti adanya skuama anukleat, lanugo, atau
bentuk Kristal daun pakis cairan amnion kering dapat
membantu.
4) Pemeriksaan vagina steril: Menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengidentivikasi bagian
presentasi dan stasi bagian presentasi dan menyingkirkan
kemungkinan prolaps tali pusat.
j. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboraturium. Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa: warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang
keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan
kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
2) Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes
yang positif palsu.
3) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
31
4) Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita
oligohidromnion.
32
PATHWAY SC ATAS INDIKASI KPD
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
23)
24)
25)
26)
27)
28)
29)
33
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
34
3. Rencana Keperawatan
35
3. Nyeri akut Pain level, Pain control Perawatan pasca anastesi
berhubungan
dengan agen Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji ulang alergi pasien
cedera fisik keperawatan selama 2 x 60 menit
2. Berikan oksigen dengan tepat
(luka post nyeri teratasi dengan kriteria hasil:
3. Monitor oksigenasi
operasi SC) 4. Ventilasi dengan tepat
1. Mampu mengontrol nyeri
2. 5. Monitor kualitas dan jumlah pernafasan
Menyatakan rasa nyaman
3. 6. Dukung pasien bernafas dalam dan batuk
Mengungkapkan
penurunan nyeri 7. Dapatkan laporan dari perawat ruang operasi dan da
4. Menggunakan tehnik yang 8. Moniot dan catat tanda vial meliputi pengkajian
tepat untuk sering.
mempertahankan kontrol 9. Monitor suhu
nyeri. 10. Berikan berikan tindakan menghangatkan seperti m
11. Monitor urine output
12. Sediakan pereda nyeri yang nonfarmakologi atau far
13. Monitor kembalinya fungsi sensori dan motoric
14. Monitor tingkat kesadaran
15. Cek catatan pasien untuk menentukan tanda-tanda v
16. Bandingkan status saat ini dan sebelumnya untuk
memburuk dari klien
17. Sediakan stimulasi verbal atau taktil dengan tepat
18. Sediakan laporan pasien pada unit perawatan post o
19. Pindahkan pasien pada perawatan level berikutnya
Pain Management
36
Risiko infeksi Risk Control : Infectious Control Infection Control
dengan faktor
luka operasi Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
keperawatan selama 6 x 60 menit 2. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berk
masalah risiko infeksi pada pasien 3. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
dapat teratasi dengan kriteria hasil : 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
5. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan
utuh
1. Tidak terjadi proses infeksi 6. Berikan terapi antibiotik bila perlu
7. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti ke
8. Kaji temperatur tiap 4 jam
9. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
10. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hat
11. Ajarkan keluarga bagaimana mencegah infeksi
Infection protection
37
6. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal se
pasien.
7. Dorong kemandirian pasien tetapi bantu saat pasien
8. Ajarkan keluarga untuk mendukung kemandirian pa
apabila pasien tidak mampu.
9. Ciptakan rutinitas perawatan diri.
38
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, Emmelia AF. 2017. Bahan Ajar Kuliah Maternitas Sectio Caesaria.
Program Studi Ilmu Keperawatan. Banjarbaru: Fakultas Kedokteran.
39
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh :
NIM. 1730913320070
40
BANJARBARU
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh :
NIM. 1730913320070
Mengetahui,
41
42