Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA (SC)

A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,
2009)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
Jadi sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan sehat
B. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
C. KLASIFIKASI
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan
ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada
halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis
profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
D. MANIFESTASI KLINIS
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post
partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara
lain :
a. Nyeri akibat luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di
umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang
berlebihan (lokhea tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan
kira-kira 600-800 ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan
mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan
muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka
biasanya kurang paham prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru
dilahirkan

E. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini
juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

F. Pathway
G. PENATALAKSANAAN
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a. Buatlah insisi  membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah
korpus uteri diatas  segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan
gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan
dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I        
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II       
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III     
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara
jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan
samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang
lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian
diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit  secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum
kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika
urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal
demikian juga cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2)
pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas
kedua klem tersebut.
e. Uterus  kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan
pada tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang
sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic
catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul
serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
I. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan dan nama penanggung jawab/suami,
umur, suku bangsa dll.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan section
caesaria
2. Riwayat kesehatan sekarang

a) Provocative : adanya indikasi section caesaria , menyebabkan


klien dilkukan operasi SC  trauma pembedahan 
discontinuiras jaringan menimbulkan nyeri.
b) Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek
anestesi secara perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek
pemberian analgetika berakhir ( 4 jam setelah pemberian) dan
akan hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri bersifat
subyektif tergantung bagaimana klien mempersepsikan nyeri
tersebut.
c) Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang
terdapat pada abdomen. Insisi pada SC klasik di Midline
Abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada SC
Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka
insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai
bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang
dirasakan klien sampai ke pinggang.
d) Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat,
dengan skala numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
e) Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section
caesaria, dan 1-3 hari pertama SC.

c. Riwayat kesehatan Dahulu


1. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
a. Kehamilan sekarang
G…P…..A…..H…..mg
b. HPHT :
tgl….bln….th…..HPL : tgl….bln…..th……
c. Keluhan saat hamil ;\:
……………………..
d. Penyakit Yang di
derita ibu saat hamil , penanganan penyakit
e. Riwayat imunisasi TT
( sudah/ belum )
f. Status imunisasi TT
( TT1,TT2,TT3,TT4.TT5)
g. ANC berapa
kali.......tempat pemeriksaan bidan/perawat/DSOG
1. Trimester I ……..X
2. Trimester II …….X
3. Trimester II……...X
2. Riwayat Intra natal
a. Riwayat Persalinan terdahulu : cara persalinan ( spontan, buatan
(SC, induksi)), penolong persalinan, tempat kelahiran, umur
kehamilan ( aterm/preterm)
1. Plasenta ( spontan/ dibantu)
2. Jumlah darah yang keluar
3. Riwayat pemberian obat
( suntikan sebelum dan sesudah lahir)
4. Riwayat Intranatal saat ini,
kaji etiologi/ indikasi SC antara lain : partus lama, partus tak
maju dan rupture uteri mengancam serta adanya gawat janin,
gagal induksi, KPD, CPD, atau adanya tumor pelvic yang
menghambat persalinan
3. Riwayat post natal
a. Pengkajian pada nifas yang lalu:
Tanyakan apakah adanya gangguan / komplikasi pada nifas
yang lalu
b. Pengkajian pada post Sectio Caesaria
Pada 4 jam sampai dengan 5 hari post partum kaji :
1. Sirkulasi darah : periksa kadar Hb dan Ht
2. Eliminasi : urin : pemasangan kateter indwelling; kaji warna,
bau, jumlah. Bila kateter sudah di lepas observasi vesika
urinaria
3. Eliminasi : Faeces : pengosongan sistem pencernaan pada
saat pra operasi dan saat operasi menyebabkan tidak adanya
bising usus menyebabkan penumpukan gas  resiko infeksi
4. Pencernaan : kaji bising usus, adanya flatus
5. Neurosensori : kaji sensasi dan gerakan klien setelah efek
anestesi menghilang
6. Nyeri : rasa nyeri yang di nyatakan klien karena insisi Sectio
caesaria
7. Pernafasan : kaji jumlah nafas dalam 1 menit, irama
pernafasan, kemampuan klien dalam bernafas ( pernafasan
dada/ abdomen), serta bunyi paru.
8. Balutan insisi : kaji kebersihan luka, proses penyembuhan
luka, serta tanda- tanda infeksi.
9. Cairan dan elektrolit : kaji jumlah / intake cairan (oral dan
parenteral) , kaji output cairan, kaji adanya perdarahan.
10. Abdomen : letak fundus uteri, kontraksi uterus, serta tinggi
fundus uteri.
11. Psikis ibu : kecemasan, kemampuan adaptasi,support
system yang mendukung ibu.
4. Riwayat pemakaian kontrasepsi
a. Kapan , jenis / metode kontrasepsi, lama penggunaan, keluhan,
cara penanggulangan, kapan berhenti serta alasannya.
5. Riwayat pemakaian obat-obatan
a. Pemakaian obat-obat tertentu yang sering di gunakan klien
b. Pemakaian obat sebelum dan selama hamil.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit herediter, ada tdaknya keluarga yang
menderita tumor atau kanker

2. Pemeriksaan Fisik
1) Sisrem Reproduksi
a. Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
b. Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
c. Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan/
tidak
d. Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
e. Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam
pemberian ASI / menyusui, kemampuan bayi menghisap
2). System Gastrointestinal
Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC
3). System Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit
4). System Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau

5). System Muskuloskeletal

Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi


dini, kaji Howman sign.
6). Sietem Respirasi

Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.

7). System Panca Indra


Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.
8). Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini
( IMD).
9). Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir
Penilaiian APGAR SCORE

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
perawatan pasca persalinan SC
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitus jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001).
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
- Klien merasa nyeri berkurang /hilang
- Klien dapat istirahat dengan tenang

Intervensi

a. Kaji skala nyeri dan karakteristik alokasi karakteristik termasuk


kualitasnya frekuensi, kwalitasnya
Rasional : Untuk mengetahui tingkatan nyeri dan menentukan
tindakan selanjutnya
b. Monitor tanda –tanda vital
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah
dan nadi meningkat
c. Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler ,miring
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
d. Dorong penggunaan teknik relaksasi misal latihan nafas dalam
Rasional : Merileksasikan otot, mengalihkan perhatian dan sensori
nyeri
e. Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang
Rasional :Untuk mengurangi nyeri

f. Kolaborasi pemberian anal getik sesuai indikasi


Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mempercepat proses
penyembuhan
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi resmi pembedahan
dan nyeri (Doenges,2001)
Tujuan :
klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan
tanpa di sertai nyeri
Kriteria Hasil.:
Klien dapat mengidentivikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi
aktvitas
Intervensi :
a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam
keluhan kelemahan,keletihan yang berkenaan dengan aktivitas
b. Catat tipe anestesi yang di berikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien
c. Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenega
untuk beraktivitas, klien dapat rileks
d. Bantu dalam pemenuhan aktivitas sesuai kebutuhan
Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena
kebutuhan klien terpenuhi
e. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional : Dapat meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan
koping emosional
3). Kurang pengetahuan berhubunbgan dengan kurang informasi tentang
perawatan pasca persalinan (Doenges, 2001)
Tujuan : Klien dapat mengerti dan memahami cara perawatan post partum
SC

Kriteria hasil :
Klien dapat belajar dan menyerap informasi yang di berikan dapat melakukan
perawatan post portum,
Intervensi :
a. Kaji Kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional : Pendidikan kesehatan diberikan untuk membantu
mengembangkan pengetahuan ibu,kemandirian serta kemampuan
merawat dirinya
b. Kaji keadaan fisik klien
Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam
menerima penyuluhan
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang
normal
Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal
d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan membantu tonus otot
e. Demonstrasikan tekhnik perawatan diri
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC)  Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana,Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC.


Yogyakarta : mocaMedia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka

Doenges, M E. 2000. Rencana Askep Pedoman Untuk Perencanaan Dan


Pendokmentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai