Anda di halaman 1dari 24

1.

1 Konsep Sectio Caesarea


1.1.1 Pengertian
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caesere yang berarti memotong
atau menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu pada tindakan
pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan
rahim ibu ( Lia et al.,2010)
Persalinan dengan operasi sectio caesaria ditujukan untuk indikasi medis
tertentu, yang terbagi atas indikasi untuk ibu dan indikasi untuk bayi. Persalinan sectio
caesari atau bedah ceasar harus dipahami sebagai alternatif persalinan ketika dilakukan
persalinan secara normal tidak bisa lagi (Lang,2011)
Sectiio caesaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah
anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding
abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya di lakukan setelah visibilitas tercapai, misal
usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles. 2011).
Sectio caesaria adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen.Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin.Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio
sesarea dapat merupakan prosedurelektif atau darurat .Untuk sectio caesarea biasanya
dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan
dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat
anestesi pada bayi .(Muttaqin, Arif .2010)
Gambar 2.3 Sectio Caesaria
1.1.2 Jenis – jenis Sectio Caesaria
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah :
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat
1.1.3 Klasifikasi Sectio Caesaria
Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
1. Abdomen (sectio caesaria abdominalis)
a. SC klasik atau corporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10
cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa
diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi
mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang
baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. SC ismika atau transperitonial profundal
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio
caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka
dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik
untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan
rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya
adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan
perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
c. SC ekstra peritonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum
abdominal. Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf T (T
insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).
1.1.4 Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah rupture uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).

1.1.5 Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002).
1.1.6 Pemekrisaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
1.1.7 Teknik Pelaksanaan
1. Persiapan alat
1) Instrument operasi
a. Instrument Dasar
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Scalp blade&handle (handvat mess) no 4 1
2 Dissecting forceps (pinset anatomis)+manis 3
3 Tissue forceps (pinset sirurgis) 2
4 Medzenbaum scissor (gunting mebzembaum) 1
5 Surgical scissor mayo (gunting mayo) 1
6 Gunting benang 1
7 Washing & dressing forceps (desinfeksi klem) 1
8 Towel clems (duk klem) 5
9 Delicate hemostatic forcep (musquito klem) 2
10 Klem Pean Bengkok sedang 2
11 Klem Kokher Bengkok sedang 2
12 Nissen forceps (Klem pean manis) panjang 1
13 Peritonium klem 4
14 Kochker lurus sedang 2
15 Langenback 2
16 Nald foeder (needle holder) 2

b. Instrument tambahan
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Hak sectio 1
2 Canul Suction 1
3 Surgical needle (round dan cutting) 1/1
4 Ring kleam 4
c. Instrument penunjang
1. Instrumen penunjang steril
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Handpiece Couter 1
2 EMP (Selang saction) 1
3 Bengkok 2
4 Cucing 1
5 Kom 1
6 Mangkok 1
2. Instrumen penunjang on steril
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Mesin Couter 1
2 Mesin saction 1
3 Lampu Operasi 2
4 Meja Operasi + penunjang pengaman 1
5 Meja Instrument 1
6 Meja Mayo 1
7 Troli Waskom 1
8 Tempat Sampah 1
2) Persiapan linen

NO NAMA ALAT JUMLAH


1 Duk Besar 4
2 Duk Sedang 4
3 Duk Kecil 3
4 Sarung Meja Mayo 1
5 Handuk Tangan 5
6 Scort/ Gaun Operasi 6

3) Persiapan bahan habis pakai

NO NAMA ALAT JUMLAH

1 Handscoon steril no.6.5 /7 /7.5 Secukupnya


2 Underpad steril/ on steril 2/1 buah
3 Mess no. 22 1
4 Kasa/deppers Secukupnya
5 Povidon Iodine 10% Secukupnya
6 Cairan NS 0,9% 1 liter
7 Sofratule 1 buah
8 T-Chromic no 2 1
9 T-mono no 1 1
10 T-Vio no 1 1
11 Plain no 1/ no 2.0 1/1
12 Towel 1
15 Hepavix Secukupnya
16 Kasa Big Gauze 2
17 Spuit 10cc 1
18 Aquades 1 liter 1
19 Alkohol 70% Secukupnya

2. Teknik Instrumentasi

1) Sign In
Pasien datang di ruang Premed, melakukan sign in yang meliputi: Identitas pasien,
Apakah pasien sudah tahu dengan tindakan yang akan dilakukan, Persetujuan
tindakan, Penandaan area operasi, Riwayat alergi
Pada anesthesi ditanyakan: Persiapan mesin dan obat anesthesia, Fungsi pulse
oksimetri, Faktor penyulit dan resiko aspirasi
2) Menulis identitas pasien di buku register dan buku kegiatan
3) Bantu memindahkan pasien ke meja operasi
4) Tim anesthesi melakukan induksi dilanjutkan dengan pembiusan tekhnik
spinal anesthesia
5) Perawat sirkuler dibantu anesthesi mengatur posisi supine, menempelkan
plate diatermi di tungkai kanan pasien
6) Perawat sirkuler mencuci area operasi dengan cairan hibiscrub + air + kassa,
keringkan dengan duk kecil steril
7) Perawat instrument melakukan cuci tangan, memakai gaun operasi, dan
memakai sarung tangan steril
8) Perawat instrument memakaikan gaun operasi dan sarung tangan steril
kepada tim operasi.
9) Antisepsis area operasi oleh asisten operator dengan povidon iodine 10%
dengan menggunakan desinfeksi klem
10) Letakkan under ped steril diatas simpisis, lelakukan drapping:
a. Pasang duk tebal 2 pada bagian bawah dan atas
b. Pasang 2 buah duk panjang untuk drapping bagian samping kanan dan kiri,
fiksasi dengan towel klem
c. Pasang 1 panjang untuk bagian bawah lapisan paling atas
11) Dekatkan meja mayo dan meja instrument ke dekat area operasi, pasang
kabel couter, slang suction, ikat dengan kasa lalu fiksasi dengan towel klem.
Pasang canule suction, cek fungsi kelayakan couter dan suction
12) Time Out
(konfirmasi nama klien, umur, ruangan, diagnosa, rencana tindakan, antibiotik
profilaksis, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus selama pembiusan,
sterilisasi instrumen bedah, jumlah instrumen, jumlah kasa, jumlah deppers dan
jumlah jarum) Dilanjutkan berdoa yang dipimpin oleh operator
13) Berikan handvast mess no 24 dalam bengkok pada operator untuk insisi,
berikan kassa, pinset cirugis pada asisten untuk merawat perdarahan
14) Perdalam insisi, insisi fat sampai fasia dengan memberikan couter pada
operator, berikan pinset cirugis dan kassa pada asisten untuk merawat perdarahan
15) Berikan pinset cirurgis pada asisten, gunting kasar, pinset cirurgis pada
operator untuk membuka fasia dan di lebarkan sampai ke otot.
16) Pada lapisan otot, di buka dengan tangan operator secara tumpul
17) Berikan double pinset anatomis & gunting metzenboum pada operator dan
asisten untuk membuka Peritoneum
18) Setelah rongga abdomen terbuka tampak uterus gravidarium berikan hak besar
dan bighas
19) Berikan pincet cirugis dan gunting metzenboum pada operator dan berikan
kokher pada asisten untuk melakukan bladder flap.( dengan cara menjepit pada 1
cm diatas plica vesika urinaria lalu dilebarkan dengan gunting metzenboum kearah
kanan dan kiri)
20) Berikan handvast mess no. 22 pada operator untuk menginsisi uterus dan
suction perdarahan, perlebar insisi secara tumpul dengan tangan, sampai terlihat
kantong amnion yang masih utuh
21) Berikan klem kocker pada operator untuk membuka kantong amnion perlebar
kantong amnion dengan tangan operator
22) Perawat instrumen menyingkirkan semua alat dan kassa kecil di sekitar
lapangan operasi sebelum bayi dilahirkan
23) Suction perdarahan dan cairan ketuban, operator meluksir kepala, tangan kiri,
kanan, bokong, kaki kiri dan kanan dan asisten mendorong fundus uteri.
24) Setelah bayi dilahirkan lap muka bayi dengan bigkaas basah dan berikan 2
klem pean pada operator untuk menjepit tali pusat setelah itu berikan gunting kasar
untuk memotong tali pusat diantara kedua klem.
25) Operator memberikan bayi kepada petugas perinatologi
26) Operator melakukan peregangan dengan memegang klem pean pada tali pusat
hingga plasenta dapat dikeluarkan, berikan ring klem untuk menarik sisa plasenta
27) Berikan 1 still deppers atau bighas pada operator untuk membantu
mengeluarkan sisa plasenta dan eksplorasi cavum uteri terdapat perdarahan dan sisa
placenta
28) Meletakkan plasenta pada bengkok dan pindahkan pada tempat plasenta
29) Berikan still deppers pada operator untuk evaluasi perdarahan, lakukan hingga
bersih
30) Berikan 4 ring klem untuk menjepit uterus atas, bawah, kanan, kiri.
31) Berikan nald voder + pinset chirurgis + benang T-Chromic no.2 pada operator
untuk menjahit sudut uterus dan berikan klem pean untuk menggantung jahitan
sudut, operator melanjutkan menjahit mnutup uterus
32) Memberikan steel deepers secukupnya untuk rawat perdarahan
33) Setelah selesai menjahit uterus,operator mengidentifikasi tuba untuk tindakan
MOW
34) Berikan pada operator bebcook untuk memegang tuba dextra, klem pean untuk
menjepit tuba dibawah bebcook.
35) Berikan nald voeder + benang T plain no.1 untuk menjahit tuba pada sisi
sebelah klem. Lepaskan klem dan gunting tuba dengan gunting metzembaum pada
daerah bekas klem (daerah yang avaskuler, lakukan pada sisi yang lain serta
pastikan tidak ada perdarahan pada ujung yang dipotong, bila tidak ada perdarahan
benang boleh dipotong)
36) Berikan peritoneum klem 4 pada operator untuk menjepit peritoneum atas,
bawah, kanan dan kiri.
37) Berikan suction kepada asisten, steel deep pada operator dan berikan kom
berisi NaCL 0,9% hangat untuk mencuci rongga perut dan untuk mengecek adanya
perdarahan. Jika sudah diyakini tidak ada perdarahan,
38) Lakukan SIGN OUT, meliputi:
 Jenis tindakan
 Kecocokan jumlah instrumen, kassa, dan jarum sebelum dan sesudah operasi
 Label pada spesimen
 Permasalahan pada alat yang digunakan
 Perhatian khusus pada masa pemulihan
39) Jahit luka abdomen lapis demi lapis, berikan spatula besar untuk melindungi
usus dan organ di dalam abdomen selama proses penjahitan:
 Peritonium dengan T-plain 1, dengan pinset anatomi
 Otot dengan T-plain 2.0 dengan pinset anatomi
 Berikan 2 kocher untuk menjepit kedua sudut fasia, jahit Fasia dengan T-vio 1,
dengan pinset cirugis
 Berikan kassa betadine + NS untuk mengusap fat, lalu jahit fat dengan plain 1,
dengan pinset cirugis
 Kulit dengan T-mono 3/0, dengan pinset cirugis
40) Bersihkan luka bekas sayatan dan sekitarnya dengan kassa basah lalu
keringkan dengan kasa kering. Tutup luka dengan sufratul dan tutup lagi dengan
kasa steril, fiksasi dengan hypafik.
41) Berikan cucing berisi povidon iodin & deppers pada operator untuk
membersihkan vagina pasien (VT : untuk memastikan adanya pembukaan porsio
untuk mengeluarkan sisa-sisa perdarahan/ locea)
42) Operasi selesai, pasien dibersihkan dan dirapikan dengan memasang underpad,
gurita dan kain panjang, dan pasien dibawa ke RR
43) Inventarisasi alat-alat yang telah dipakai dan hitung bahan habis pakai
44) Catat pemakaian alat dan bahan habis pakai pada lembar depo
45) Rapikan dan cuci alat instrumen yang telah dipakai,set alat dan bersihkan
ruangan
Penyelesaian
Dekontaminasi Alat dan Pengepakan
1. Alat yang sudah dipergunakan dirapikan dan dibawa semua ke ruang
pencucian alat
2. Alat-alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien) direndam dengan
larutan DTT, larutan pertama dengan Alcazym dengan takaran 1 bungkus : 5L air
selama 10 - 15 menit, gosok – gosok, lakukan penyemprotan untuk alat berongga
lalu bilas denga air mengalir
3. Lalu rendam kembali dengan larutan kedua dengan larutan cidezym selama 5 –
10 menit lalu angkat bilas dengan air mengalir kemudian di keringkan
4. Lakukan pengepakan alat kemudian diberi indicator dan keterangan isi dari
alat
5. Lakukan sterilisasi
6. Dokumentasi atau inventaris alat dan bahan habis pakai pada depo farmasi.
1.1.8 Indikasi
Indikasi sectio caesaria secara garis besar terdiri dari : Power, passage dan passanger.
1. Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu
berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga, mempunyai
riwayat hipertensi.

2. Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak lintang, primi gravida diatas 35
tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak
menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
3. Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada
anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak, seperti herpes kelamin
(herpes genitalis)
Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau relative. Setiap keadaan yang membuat
kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk sectio
abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang
menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi
keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi
ibu, anak ataupun keduanya.

1.1.9 Kontra Indikasi


1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga kemungkinan
hidup kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi
2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi
3. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas
4. Adanya kelainan kongenital berat
1.1.10 Komplikasi Sectio Caesaria
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
1. Pada ibu
a. Infeksi puerperal
 Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
 Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang–cabang arteri ikut
terbuka, atau karena atonia uteri
c. Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru– paru, dan
sebagainya sangat jarang terjadi
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri. Kemungkinan
peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak
tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,
kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 – 7 %. (Sugeng Jitowiyono : hal
44)

1.1.11 Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap
30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7
hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 -
48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10.Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-
obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak.
Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4
jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post
op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan
nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan
terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik
sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan
pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan
kateter fole
1.2 Metode Operasi Wanita
MOW ( Medis Operasi Wanita ) atau Tubektomy atau juga dapat disebut sterilisasi
adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan
sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak akan bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan ( BKKBN, 2006)
Tubektomy adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokilasi tuba falopii ( mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum ( Noviawati dan
Sujiatini, 2009)
Tubektomi (Metode Operasi Wanita/ MOW) adalah metode kontrasepsi mantap yang
bersifat suka rela bagi seorang wanita bila tidak ingin hamil lagi dengan cara mengoklusi
tuba falupii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum.
Waktu Penggunaan

1. Idealnya dilakukan dalam 48 jam pasca persalinan

2. Dapat dilakukan segera setelah persalinan atau setelah operasi SC

3. Jika tidak dapat dikerjakan dalam 1 minggu setelah persalinan, ditunda 4 – 6 minggu.
Manfaat dan keterbatasan MOW
Manfaat Keterbatasan
 Kontrasepsi
o Efektivitasnya tinggi 99,5% (0,5
kehamilan per 100 perempuan selama
tahun pertama penggunaan)
o Tidak mempengaruhi proses menyusui

o Tidak bergantung pada faktor sanggama  Harus dipertimbangkan sifat permanen


kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan
o Baik bagi klien apabila kehamilan akan
kembali, kecuali dengan operasi
menjadi risiko kesehatan yang serius.
rekanalisasi)
o Tidak ada efek samping dalam jangka
panjang  Dilakukan oleh dokter yang terlatih

o Tidak ada perubahan dalam fungsi


seksual
 Non Kontrasepsi
o Berkurangnya risiko kanker ovarium

1.3 Konsep Ketuban Pecah Dini


1.3.1 Pengertian
Ketuban pecah dini atau KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketubah pecah dini
terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak
terlalu banyak ( Manuaba 2009).
1.3.2 Patofisiologi
Mekanisme ktuban pecah dini (KPD) menurut Manuaba (2009) yaitu diawali
dengan terjadi pembukaan premature serviks lalu selaput ketuban menjadi tidak kuat
sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan
serviks, maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dan terjadi
pengeluaran air ketuban. Melemahnya daya tahan ketuban dapat dipercepat dengan
infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik dan kolegenase yang menurunkan
kekuatan tenaga kulit ketuban.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah
dan mudah pecah spontan.

1.4 Konsep Asuhan Keperawatan


1.4.1 Definisi
Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai pra, intra
dan pasca operative, dimana perawat mempunyai peran integral dalam rencana asuhan
kolaboratif dengan pembedahan.
1. Perawatan Preoperatif
Perawatan preoperatif meliputi :
1) Kelengkapan rekam medis dan status
2) Memeriksa kembali persiapan pasien
3) Informed concent
4) Menilai keadaan umum dan TTV
5) Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan emosional
klien, mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi berbagai
pemeriksaan diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang
mengambarkan kebutuhan klien dan keluarga, mempersiapkan kondisi fisik dan
mental klien untuk pembedahan.
2. Perawatan Intraoperatif
Perawatan intraoperatif meliputi :
1) Melaksanakan orientasi pada pasien
2) Melakukan fiksasi
3) Mengatur posisi pasien
4) Menyiapkan bahan dan alat
5) Drapping
6) Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
7) Memeriksa persiapan instrument
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama pembedahan
berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau perawat sirkulator.
Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama
pembedahan berlangsung dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan yang
ketat dan terbiasa dengan instrumen pembedahan.Sedangkan perawat sirkulator
adalah asisten instrumentator atau dokter bedah.
3. Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat menjadi
komplek akibat fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang mendapat anastesi
umum cenderung mendapat komplikasi yang lebih besar dari pada klien yang
mendapat anastesi lokal. Perawatan post operative meliputi :
1) Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
2) Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan perawat
anastesi
3) Mengukur dan mencatat produksi urine
4) Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
5) Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
6) Mengukur TTV setiap 15 menit sekali
1.4.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra operatif, dan
post operatif antara lain :
1. Pre Operasi :
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
operasi
b. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke meja
operasi
2. Intra Operasi :
a. Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Potensial injury (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit) berhubungan
dengan tindakan operasi, pemasangan arde yang tidak adekuat
3. Post Operasi :
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang dilakukan,
misalnya dengan general anestesi, SAB dan epidural
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan dan otot
1.4.3 Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
operasi
Tujuan : Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Kriteria Hasil : - Pasien tidak cemas
- Pasien dapat menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi
yang akan dilakukan
Intervensi :
a. Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti.
b. Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan empati.
c. Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
b. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke meja
operasi
Tujuan Tidak terjadi injuri saat perpindahan pasien
Kriteria Hasil : - Pasien dapat pindah dengan aman dari brancart ke meja operasi
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi atau angkat pasien
dari brancart ke meja operasi dengan bantuan 3 orang.
b. Pasang alat pengaman meja operasi

2. Intra Operasi
a. Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : - potensial kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil : - Jumlah perdarahan < 500cc
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda kekurangan cairan
Intervensi :
a. Monitor tanda – tanda vital
b. Observasi kelancaran infus
c. Berikan tranfusi darah sesuai kebutuhan
d. Monitor produksi urine (0,5cc/kg BB/ jam)
e. Monitor jumlah perdarahan dengan melaporkan jumlah pemakaian
kassa
b. Potensial injury (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit)
berhubungan dengan tindakan operasi, pemasangan arde yang tidak adekuat
Tujuan : potensial injuri (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit)
tidak terjadi
Kriteria Hasil : - tidak ada instrumen atau kassa yang tertinggal dalam abdomen
- Jumlah instrumen dan kassa sebelum dan setelah operasi
sesuai
- Tidak ada cidera / luka bakar pada tempat pemasangan arde
Intervensi :
a. Atur posisi pasien sesuai dengan jenis operasi
b. Pasang arde secara adekuat pada posisi sesuai dengan jenis operasi
c. Menghitung jmlah instrumen dan kassa sebelum dan sesudah operasi
3. Post Operasi
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang dilakukan
pada operasi secti caesaria seperti general anestesi, SAB dan epidural
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan :- Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : - Tidak tersedak
- Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
- Tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
a. Kaji pola nafas pasien
b. Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastic
c. Kaji adanya cyanosis
d. Bersihkan sekret dijalan nafas
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman
f. Amati fungsi otot pernafasan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan dan otot
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi :
a. Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
f. Monitor status mental klien
c. Resiko injuri (jatuh, atau terlepasnya alat infus) berhubungan dengan
kesadaran yang menurun, gelisah dan brontak
Tujuan : resiko injuri (jatuh, atau terlepasnya alat infus) tidak terjadi
Kriteria Hasil : - tidak ada cidera pada asien
- Alat infus tidak jatuh dan tetesan infus adekuat
Intervensi :
- Menjaga pasien dari jatuh dan bila perlu lakukan restrain
- Mengobservasi TTV dan tetesan infus
- Memasang pelindung pada tempat tidur supaya pasien tidak jatuh
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Kusuma dr. SpOG. 2015. PPT Teknik Operasi Sesar. Materi Perkulihan semester
VII Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang

Cunningham, F.Gary, dkk. 2006. Obstetri Williams Ed.21 Cet.I. Jakarta : EGC

Doenges, M.E. 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Dongoes, Marilyn.2004.Asuhan Keperawatan dan Pendokumentasian Pasien. EGC: Jakarta

Errol norwiz. 2011. Anatomi dan Fisiologi Obstetric dan Ginekologi,Jakarta: EGC

Gary,F C,2006,Williams obstetric edisi 21,Jakarta : EGC

Hipkabi Pusat. 2010. Buku Dasar Pelatihan Bagi Perawat Bedah. Jakarta: Hipkabi Press

Instalasi Bedah Sentral. 2015. Manajemen Kamar Bedah.RSUD Dr Saiful Anwar Malang:
Malang
Laporan pendahuluan sectio caesaria. 2014.http://firwanintianur93.blogspot.com. diakses
tanggal 20/10/2014

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin,A dan Kumala sari. 2008. Buku pre operatif , Jakarta: EGC

Myles textbook for midwives. 2011. Buku ajar bidan Edisi :14. Jakarta: EGC

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)

Syarifudin,drs.AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3. EGC:


Jakarta

Win Dejong,R,Syamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai