1.1.5 Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002).
1.1.6 Pemekrisaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
1.1.7 Teknik Pelaksanaan
1. Persiapan alat
1) Instrument operasi
a. Instrument Dasar
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Scalp blade&handle (handvat mess) no 4 1
2 Dissecting forceps (pinset anatomis)+manis 3
3 Tissue forceps (pinset sirurgis) 2
4 Medzenbaum scissor (gunting mebzembaum) 1
5 Surgical scissor mayo (gunting mayo) 1
6 Gunting benang 1
7 Washing & dressing forceps (desinfeksi klem) 1
8 Towel clems (duk klem) 5
9 Delicate hemostatic forcep (musquito klem) 2
10 Klem Pean Bengkok sedang 2
11 Klem Kokher Bengkok sedang 2
12 Nissen forceps (Klem pean manis) panjang 1
13 Peritonium klem 4
14 Kochker lurus sedang 2
15 Langenback 2
16 Nald foeder (needle holder) 2
b. Instrument tambahan
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Hak sectio 1
2 Canul Suction 1
3 Surgical needle (round dan cutting) 1/1
4 Ring kleam 4
c. Instrument penunjang
1. Instrumen penunjang steril
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Handpiece Couter 1
2 EMP (Selang saction) 1
3 Bengkok 2
4 Cucing 1
5 Kom 1
6 Mangkok 1
2. Instrumen penunjang on steril
NO NAMA ALAT JUMLAH
1 Mesin Couter 1
2 Mesin saction 1
3 Lampu Operasi 2
4 Meja Operasi + penunjang pengaman 1
5 Meja Instrument 1
6 Meja Mayo 1
7 Troli Waskom 1
8 Tempat Sampah 1
2) Persiapan linen
2. Teknik Instrumentasi
1) Sign In
Pasien datang di ruang Premed, melakukan sign in yang meliputi: Identitas pasien,
Apakah pasien sudah tahu dengan tindakan yang akan dilakukan, Persetujuan
tindakan, Penandaan area operasi, Riwayat alergi
Pada anesthesi ditanyakan: Persiapan mesin dan obat anesthesia, Fungsi pulse
oksimetri, Faktor penyulit dan resiko aspirasi
2) Menulis identitas pasien di buku register dan buku kegiatan
3) Bantu memindahkan pasien ke meja operasi
4) Tim anesthesi melakukan induksi dilanjutkan dengan pembiusan tekhnik
spinal anesthesia
5) Perawat sirkuler dibantu anesthesi mengatur posisi supine, menempelkan
plate diatermi di tungkai kanan pasien
6) Perawat sirkuler mencuci area operasi dengan cairan hibiscrub + air + kassa,
keringkan dengan duk kecil steril
7) Perawat instrument melakukan cuci tangan, memakai gaun operasi, dan
memakai sarung tangan steril
8) Perawat instrument memakaikan gaun operasi dan sarung tangan steril
kepada tim operasi.
9) Antisepsis area operasi oleh asisten operator dengan povidon iodine 10%
dengan menggunakan desinfeksi klem
10) Letakkan under ped steril diatas simpisis, lelakukan drapping:
a. Pasang duk tebal 2 pada bagian bawah dan atas
b. Pasang 2 buah duk panjang untuk drapping bagian samping kanan dan kiri,
fiksasi dengan towel klem
c. Pasang 1 panjang untuk bagian bawah lapisan paling atas
11) Dekatkan meja mayo dan meja instrument ke dekat area operasi, pasang
kabel couter, slang suction, ikat dengan kasa lalu fiksasi dengan towel klem.
Pasang canule suction, cek fungsi kelayakan couter dan suction
12) Time Out
(konfirmasi nama klien, umur, ruangan, diagnosa, rencana tindakan, antibiotik
profilaksis, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus selama pembiusan,
sterilisasi instrumen bedah, jumlah instrumen, jumlah kasa, jumlah deppers dan
jumlah jarum) Dilanjutkan berdoa yang dipimpin oleh operator
13) Berikan handvast mess no 24 dalam bengkok pada operator untuk insisi,
berikan kassa, pinset cirugis pada asisten untuk merawat perdarahan
14) Perdalam insisi, insisi fat sampai fasia dengan memberikan couter pada
operator, berikan pinset cirugis dan kassa pada asisten untuk merawat perdarahan
15) Berikan pinset cirurgis pada asisten, gunting kasar, pinset cirurgis pada
operator untuk membuka fasia dan di lebarkan sampai ke otot.
16) Pada lapisan otot, di buka dengan tangan operator secara tumpul
17) Berikan double pinset anatomis & gunting metzenboum pada operator dan
asisten untuk membuka Peritoneum
18) Setelah rongga abdomen terbuka tampak uterus gravidarium berikan hak besar
dan bighas
19) Berikan pincet cirugis dan gunting metzenboum pada operator dan berikan
kokher pada asisten untuk melakukan bladder flap.( dengan cara menjepit pada 1
cm diatas plica vesika urinaria lalu dilebarkan dengan gunting metzenboum kearah
kanan dan kiri)
20) Berikan handvast mess no. 22 pada operator untuk menginsisi uterus dan
suction perdarahan, perlebar insisi secara tumpul dengan tangan, sampai terlihat
kantong amnion yang masih utuh
21) Berikan klem kocker pada operator untuk membuka kantong amnion perlebar
kantong amnion dengan tangan operator
22) Perawat instrumen menyingkirkan semua alat dan kassa kecil di sekitar
lapangan operasi sebelum bayi dilahirkan
23) Suction perdarahan dan cairan ketuban, operator meluksir kepala, tangan kiri,
kanan, bokong, kaki kiri dan kanan dan asisten mendorong fundus uteri.
24) Setelah bayi dilahirkan lap muka bayi dengan bigkaas basah dan berikan 2
klem pean pada operator untuk menjepit tali pusat setelah itu berikan gunting kasar
untuk memotong tali pusat diantara kedua klem.
25) Operator memberikan bayi kepada petugas perinatologi
26) Operator melakukan peregangan dengan memegang klem pean pada tali pusat
hingga plasenta dapat dikeluarkan, berikan ring klem untuk menarik sisa plasenta
27) Berikan 1 still deppers atau bighas pada operator untuk membantu
mengeluarkan sisa plasenta dan eksplorasi cavum uteri terdapat perdarahan dan sisa
placenta
28) Meletakkan plasenta pada bengkok dan pindahkan pada tempat plasenta
29) Berikan still deppers pada operator untuk evaluasi perdarahan, lakukan hingga
bersih
30) Berikan 4 ring klem untuk menjepit uterus atas, bawah, kanan, kiri.
31) Berikan nald voder + pinset chirurgis + benang T-Chromic no.2 pada operator
untuk menjahit sudut uterus dan berikan klem pean untuk menggantung jahitan
sudut, operator melanjutkan menjahit mnutup uterus
32) Memberikan steel deepers secukupnya untuk rawat perdarahan
33) Setelah selesai menjahit uterus,operator mengidentifikasi tuba untuk tindakan
MOW
34) Berikan pada operator bebcook untuk memegang tuba dextra, klem pean untuk
menjepit tuba dibawah bebcook.
35) Berikan nald voeder + benang T plain no.1 untuk menjahit tuba pada sisi
sebelah klem. Lepaskan klem dan gunting tuba dengan gunting metzembaum pada
daerah bekas klem (daerah yang avaskuler, lakukan pada sisi yang lain serta
pastikan tidak ada perdarahan pada ujung yang dipotong, bila tidak ada perdarahan
benang boleh dipotong)
36) Berikan peritoneum klem 4 pada operator untuk menjepit peritoneum atas,
bawah, kanan dan kiri.
37) Berikan suction kepada asisten, steel deep pada operator dan berikan kom
berisi NaCL 0,9% hangat untuk mencuci rongga perut dan untuk mengecek adanya
perdarahan. Jika sudah diyakini tidak ada perdarahan,
38) Lakukan SIGN OUT, meliputi:
Jenis tindakan
Kecocokan jumlah instrumen, kassa, dan jarum sebelum dan sesudah operasi
Label pada spesimen
Permasalahan pada alat yang digunakan
Perhatian khusus pada masa pemulihan
39) Jahit luka abdomen lapis demi lapis, berikan spatula besar untuk melindungi
usus dan organ di dalam abdomen selama proses penjahitan:
Peritonium dengan T-plain 1, dengan pinset anatomi
Otot dengan T-plain 2.0 dengan pinset anatomi
Berikan 2 kocher untuk menjepit kedua sudut fasia, jahit Fasia dengan T-vio 1,
dengan pinset cirugis
Berikan kassa betadine + NS untuk mengusap fat, lalu jahit fat dengan plain 1,
dengan pinset cirugis
Kulit dengan T-mono 3/0, dengan pinset cirugis
40) Bersihkan luka bekas sayatan dan sekitarnya dengan kassa basah lalu
keringkan dengan kasa kering. Tutup luka dengan sufratul dan tutup lagi dengan
kasa steril, fiksasi dengan hypafik.
41) Berikan cucing berisi povidon iodin & deppers pada operator untuk
membersihkan vagina pasien (VT : untuk memastikan adanya pembukaan porsio
untuk mengeluarkan sisa-sisa perdarahan/ locea)
42) Operasi selesai, pasien dibersihkan dan dirapikan dengan memasang underpad,
gurita dan kain panjang, dan pasien dibawa ke RR
43) Inventarisasi alat-alat yang telah dipakai dan hitung bahan habis pakai
44) Catat pemakaian alat dan bahan habis pakai pada lembar depo
45) Rapikan dan cuci alat instrumen yang telah dipakai,set alat dan bersihkan
ruangan
Penyelesaian
Dekontaminasi Alat dan Pengepakan
1. Alat yang sudah dipergunakan dirapikan dan dibawa semua ke ruang
pencucian alat
2. Alat-alat yang kotor (terkontaminasi cairan tubuh pasien) direndam dengan
larutan DTT, larutan pertama dengan Alcazym dengan takaran 1 bungkus : 5L air
selama 10 - 15 menit, gosok – gosok, lakukan penyemprotan untuk alat berongga
lalu bilas denga air mengalir
3. Lalu rendam kembali dengan larutan kedua dengan larutan cidezym selama 5 –
10 menit lalu angkat bilas dengan air mengalir kemudian di keringkan
4. Lakukan pengepakan alat kemudian diberi indicator dan keterangan isi dari
alat
5. Lakukan sterilisasi
6. Dokumentasi atau inventaris alat dan bahan habis pakai pada depo farmasi.
1.1.8 Indikasi
Indikasi sectio caesaria secara garis besar terdiri dari : Power, passage dan passanger.
1. Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu
berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga, mempunyai
riwayat hipertensi.
2. Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak lintang, primi gravida diatas 35
tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak
menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
3. Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada
anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak, seperti herpes kelamin
(herpes genitalis)
Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau relative. Setiap keadaan yang membuat
kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk sectio
abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang
menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi
keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi
ibu, anak ataupun keduanya.
1.1.11 Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap
30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7
hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 -
48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10.Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-
obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak.
Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4
jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post
op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan
nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan
terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik
sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan
pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan
kateter fole
1.2 Metode Operasi Wanita
MOW ( Medis Operasi Wanita ) atau Tubektomy atau juga dapat disebut sterilisasi
adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan
sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak akan bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan ( BKKBN, 2006)
Tubektomy adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokilasi tuba falopii ( mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum ( Noviawati dan
Sujiatini, 2009)
Tubektomi (Metode Operasi Wanita/ MOW) adalah metode kontrasepsi mantap yang
bersifat suka rela bagi seorang wanita bila tidak ingin hamil lagi dengan cara mengoklusi
tuba falupii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum.
Waktu Penggunaan
3. Jika tidak dapat dikerjakan dalam 1 minggu setelah persalinan, ditunda 4 – 6 minggu.
Manfaat dan keterbatasan MOW
Manfaat Keterbatasan
Kontrasepsi
o Efektivitasnya tinggi 99,5% (0,5
kehamilan per 100 perempuan selama
tahun pertama penggunaan)
o Tidak mempengaruhi proses menyusui
2. Intra Operasi
a. Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : - potensial kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil : - Jumlah perdarahan < 500cc
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda kekurangan cairan
Intervensi :
a. Monitor tanda – tanda vital
b. Observasi kelancaran infus
c. Berikan tranfusi darah sesuai kebutuhan
d. Monitor produksi urine (0,5cc/kg BB/ jam)
e. Monitor jumlah perdarahan dengan melaporkan jumlah pemakaian
kassa
b. Potensial injury (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit)
berhubungan dengan tindakan operasi, pemasangan arde yang tidak adekuat
Tujuan : potensial injuri (ketinggalan instrumen, kassa dan injury kulit)
tidak terjadi
Kriteria Hasil : - tidak ada instrumen atau kassa yang tertinggal dalam abdomen
- Jumlah instrumen dan kassa sebelum dan setelah operasi
sesuai
- Tidak ada cidera / luka bakar pada tempat pemasangan arde
Intervensi :
a. Atur posisi pasien sesuai dengan jenis operasi
b. Pasang arde secara adekuat pada posisi sesuai dengan jenis operasi
c. Menghitung jmlah instrumen dan kassa sebelum dan sesudah operasi
3. Post Operasi
Diagnosa post operasi juga tergantung pada tindakan pembiusan yang dilakukan
pada operasi secti caesaria seperti general anestesi, SAB dan epidural
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan :- Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil : - Tidak tersedak
- Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
- Tidak ditemukan tanda cyanosis
Intervensi :
a. Kaji pola nafas pasien
b. Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastic
c. Kaji adanya cyanosis
d. Bersihkan sekret dijalan nafas
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman
f. Amati fungsi otot pernafasan
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan dan otot
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi :
a. Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
f. Monitor status mental klien
c. Resiko injuri (jatuh, atau terlepasnya alat infus) berhubungan dengan
kesadaran yang menurun, gelisah dan brontak
Tujuan : resiko injuri (jatuh, atau terlepasnya alat infus) tidak terjadi
Kriteria Hasil : - tidak ada cidera pada asien
- Alat infus tidak jatuh dan tetesan infus adekuat
Intervensi :
- Menjaga pasien dari jatuh dan bila perlu lakukan restrain
- Mengobservasi TTV dan tetesan infus
- Memasang pelindung pada tempat tidur supaya pasien tidak jatuh
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Kusuma dr. SpOG. 2015. PPT Teknik Operasi Sesar. Materi Perkulihan semester
VII Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
Cunningham, F.Gary, dkk. 2006. Obstetri Williams Ed.21 Cet.I. Jakarta : EGC
Errol norwiz. 2011. Anatomi dan Fisiologi Obstetric dan Ginekologi,Jakarta: EGC
Hipkabi Pusat. 2010. Buku Dasar Pelatihan Bagi Perawat Bedah. Jakarta: Hipkabi Press
Instalasi Bedah Sentral. 2015. Manajemen Kamar Bedah.RSUD Dr Saiful Anwar Malang:
Malang
Laporan pendahuluan sectio caesaria. 2014.http://firwanintianur93.blogspot.com. diakses
tanggal 20/10/2014
Muttaqin,A dan Kumala sari. 2008. Buku pre operatif , Jakarta: EGC
Myles textbook for midwives. 2011. Buku ajar bidan Edisi :14. Jakarta: EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika
Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)