Oleh:
Fharida Yuniar
202010461011038
BAB I
PENDAHULUAN
1. CHEPALGIA
A. PENGERTIAN
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Soemarmo,
2009)
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal.
Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi dengan atau
tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nyeri wajah/nyeri
fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun pendapat lain ada yang menganggap wajah itu
sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut kepala. (Lionel, 2007)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit kepala
adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya
adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau
penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala
tegang) atau kombinasi respon tersebut (Weiner& Levitt, 2005).
B. KLASIFIKASI
1. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
- Migrain
- Sakit kepala tegang
- Sakit kepala cluster
2. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
- Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
- Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
- Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
- Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis. Tumor
otak).
- Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
- Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
- Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
- Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher
atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
- Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial) (Soemarmo, 2009)
C. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko yang
umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan dapat
menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala
kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan sehingga
menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh darah di
kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika ditambahkan
kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat
memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga dapat menciptakan efek
rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam rokok
dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok, alkohol
juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher atau
bahkan tumor.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala,
arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-
bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan
meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak.
Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-
bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak
gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan otot kepala, leher
bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan stress.
E. TANDA DAN GEJALA
F. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala: mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus: Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi masalah-
masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual: ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak: Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau hemoragi
Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI: Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang biokimia,
fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi: mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau space
occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi: mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat episode
sakit kepala.
9. Angeografi serebral: Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD: leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi: Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat pada
inflamasi.
12. Elektrolit: tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal: Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya sel-
sel abnormal dan infeksi.
E. KOMPLIKASI
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang
tengkorak. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ
lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut
tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002)
4. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan.
Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya
sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor
gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak
dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada
tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai
darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami,
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan
oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan
tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul
bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya
kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser
ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
5. Tanda dan gejala
Menurut lokasi tumor
:
- Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku
aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia, dan
gangguan bicara.
- Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
- Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
- Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
- Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
- Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan
- Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas esndi
- Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk
- Kejang
- Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual,
muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
- Perubahan kepribadian
- Gangguan memori
- Gangguan alam
Pengkajian :
1. Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2. Riwayat kesehatan :
- keluhan utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat Kesehatan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik :
Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori,
afek tidak sesuai, berdesis
Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
Pendnegaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
Jantung : bradikardi, hipertensi
Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas,
disfungsi neuromuskuler
Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi
Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot
pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan
nafas, aspirasi.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi
Tindakan :
Tindakan :
Tindakan :
Tindakan :
Tindakan :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk, untah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
6. Cemas b.d kurang informasi tentang
prosedur Tujuan : rasa cemas berkuang
Tindakan :
DATA KHUSUS
1) Subyektif:
Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan pusing terus
menerus, lemas, kejang pada tangan
Keluhan utama saat MRS
kiri dan pasien berbicara sangat pelan
2) Obyektif
Keadaan umum Lemah, kesadaran somnolen, GCS 334
Tanda-tanda vital BP: 98/59mmHg N: 64x/menit
RR: 11 x/menit T: 36,9 ºC
Body system Pergerakan dada: simetris
Penggunaan otot bantu napas: tidak
B1 (breathing/pernapasan)
Suara nafas: normal
Alat bantu nafas: Nasal kanul 4Lpm
Pemeriksaan Penunjang
A. Analisa Data
8
banyak , Pasien - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
belum bisa melakukan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
aktivitas rutin berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejalan
kelemahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3 Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN PENINGKATAN INTRAKRANIAL (I. 08238)
Tidak Efektif (D. 0017) selama 1x24 jam maka Perfusi Serebral Observasi
d.d Tumor Otak Meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran meningkat (5) -Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, CPP, status pernafasan, intake
- Kesadaran membaik (5) dan output cairan, cairan serebrospinalis
9
- Tekanan darah siastolik membaik (5)
- Tekanan darah diastolik membaik (5) Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari Manuver Valsava
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
10
DAFTAR PUSTAKA
Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan.
EGC: Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2008. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika
Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.
11
12