Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN CEPALGIA + TU CEREBRI POST


CRANIOTOMY BIOPSI DETULKING H-1

Oleh:

Fharida Yuniar

202010461011038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021

BAB I
PENDAHULUAN

1. CHEPALGIA
A. PENGERTIAN
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Soemarmo,
2009)
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal.
Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi dengan atau
tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nyeri wajah/nyeri
fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun pendapat lain ada yang menganggap wajah itu
sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut kepala. (Lionel, 2007)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit kepala
adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya
adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau
penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala
tegang) atau kombinasi respon tersebut (Weiner& Levitt, 2005).

B. KLASIFIKASI
1. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
- Migrain
- Sakit kepala tegang
- Sakit kepala cluster
2. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
- Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
- Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
- Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
- Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis. Tumor
otak).
- Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
- Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
- Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
- Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher
atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
- Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial) (Soemarmo, 2009)
C. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko yang
umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan dapat
menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala
kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan sehingga
menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh darah di
kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika ditambahkan
kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat
memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga dapat menciptakan efek
rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam rokok
dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok, alkohol
juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher atau
bahkan tumor.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala,
arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-
bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan
meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak.
Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-
bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.

Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak
gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan otot kepala, leher
bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan stress.
E. TANDA DAN GEJALA

1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.


2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih sering
didaerah fronto temporal.
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher bagian
atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian atau
mendahului serangan.

F. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala: mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus: Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi masalah-
masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual: ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak: Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau hemoragi
Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI: Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang biokimia,
fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi: mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau space
occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi: mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat episode
sakit kepala.
9. Angeografi serebral: Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD: leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi: Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat pada
inflamasi.
12. Elektrolit: tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal: Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya sel-
sel abnormal dan infeksi.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :


-      Cidera serebrovaskuler / Stroke
-      Infeksi intrakranial
-       Trauma kranioserebral
-       Cemas
-       Gangguan tidur
-      Depresi
-      Masalah fisik dan psikologis lainnya
F. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis yang
mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau vasokonstriktor.
Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan pelepasan
5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen,
ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi Menghambat
pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenik Efikasinya setara
dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c) Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi
reseptor 5-HT1 presinapti.  Pemberian IV dpt dilakukan untuk serangan yang
berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan 15-30
min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate. Contoh :
butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh:
atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik  Pilihan:
amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek
antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau hiperplasia
prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.  Asam/Na
Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi pada 80% penderita
migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan
penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain

2. Sakit kepala tegang otot


a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau
saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri Contoh :
Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium.
Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit
kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya
karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti
amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis
memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil, Litium,  Ergotamin,
Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
A. TUMOR OTAK
1. Pengertian

Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang
tengkorak. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ
lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut
tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002)

2. Klasifikasi tumor otak


 Berdasarkan jenis tumor
a. Jinak
1. Acoustic neuroma
2. Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi
jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien
usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki.
Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu
menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3. Pituitary adenoma
4. Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
1. Astrocytoma (grade 2,3,4)
2. Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat
muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan
simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan
merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
3. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada
ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi
tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering
terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang
adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin
buruk progmosisnya.
 Berdasarkan lokasi
1. Tumor supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1. Glioma :
i) Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak
dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
ii) Astroscytoma
iii) Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari
sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami
klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
2. Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater
yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari
membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%,
terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa
hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut
sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%),
Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%),
Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-
Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga
berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor
atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio
frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis
kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial
sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan
gangguan visus yang progresif.
2. Tumor infratentorial
1. Schwanoma akustikus
2. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor
otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling
sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran
kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke
otak.
a. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-
sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
b. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling
sering dijumpai dalam serebelum.
3. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi
virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-
ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
f. Trauma Kepala

4. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan.
Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya
sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor
gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak
dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada
tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai
darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami,
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan
oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan
tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul
bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya
kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser
ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
5. Tanda dan gejala
Menurut lokasi tumor
:
- Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku
aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia, dan
gangguan bicara.
- Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
- Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
- Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
- Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
- Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan
- Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas esndi

Tanda dan Gejala Umum :

- Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk
- Kejang
- Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual,
muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
- Perubahan kepribadian
- Gangguan memori
- Gangguan alam

perasaan Trias Klasik ;


- Nyeri kepala
- Papil oedema
- Muntah
6. Pemeriksaan diagnostic

1. Rontgent tengkorak anterior-posterior


2. EEG
3. CT Scan
4. MRI
5. Angioserebral

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian :

1. Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2. Riwayat kesehatan :
- keluhan utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat Kesehatan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik :
 Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori,
afek tidak sesuai, berdesis
 Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
 Pendnegaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
 Jantung : bradikardi, hipertensi
 Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas,
disfungsi neuromuskuler
 Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
 Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi
Diagnosa Keperawatan :

1. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot
pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan
nafas, aspirasi.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi

Tindakan :

- Bebaskan jalan nafas


- Pantau vital sign
- Monitor pola nafas, bunyi nafas
- Pantau AGD
- Monitor penururnan gas darah
- Kolaborasi O2
2. Gangguan rasa nyaman, nyer kepla b.d peningkatan TIK, ditndai dengan : nyeri kepala
terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, mengejan,
membungkuk
Tujuan : rasa nyeri berkurang

Tindakan :

- pantau skala nyeri


- Berikan kompres dimana pada area yang sakit
- Monitor tanda vital
- Beri posisi yang nyaman
- Lakukan Massage
- Observasi tanda nyeri non verbal
- Kaji faktor defisid, emosi dari keadaan seseorang
- Catat adanya pengaruh nyeri
- Kompres dingin pada daerah kepala
- Gunakan teknik sentuham yang terapeutik
- Observasi mual, muntah
- Kolaborasi pemberian obat : analgetik, relaksan, prednison, antiemetik
3. Resiko tinggi cidera b.d disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan :
kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tujuan : tidak terjadi cidera

Tindakan :

- Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien


- Pantau tingkat kesadaran
- Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
- Observasi saat kejang, lama kejang, antikonvulsi,
- Anjurkan klien untuk tidak beraktifitas
4. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologi, ditandai dengan disorientasi, penurunan
kesadaran, sulit konsentrasi
Tujuan : mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya

Tindakan :

- kaji rentang perhatian


- Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma
dengan respon klien sekarang
- Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf, keberadaan staf sebanyak mungkin
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
- Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif
- Dengarkan klieen dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan
klien/keluarga
- Instruksikan untuk melakukan rileksasi
- Hindari meninggalkan klien sendiri
5. Gangguan perfusi serebral b.d hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK,
nekrosis jaringan, pembengkakakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang

Tindakan :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk, untah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
6. Cemas b.d kurang informasi tentang
prosedur Tujuan : rasa cemas berkuang

Tindakan :

- kaji status mental dan tingkat cemas


- Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
- Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
- Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan piiran dan perasaan takut
- Libatkan keluarga dalam perawatan
BAB II
PENGKAJIAN
(Intensive Care Unit)
DATA UMUM
Nama : Ny. S Tanggal MRS : 06/01/2021
Umur : 47 Thn Tanggal pengkajian : 07/01/2021
Jenis Kelamin : Perempuan No. Registrasi : 450418
Pendidikan : (Tidak terkaji)
Alamat : Karanganyar, Kab. Malang
Dx. Medis : Chepalgia + Tumor Otak post craniotomy biopsy detulking H-1

DATA KHUSUS
1) Subyektif:
Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan pusing terus
menerus, lemas, kejang pada tangan
 Keluhan utama saat MRS
kiri dan pasien berbicara sangat pelan

pasien terlihat lemah, kebingungan,


 Keluhan utama saat pengkajian dan belum paham jika di ajak
PQRST (bila keluhannya nyeri) berbicara
- Provoke
- Quality
- Regio
- Severity
- Time

Riwayat kesehatan sebelum sakit Tumor otak, operasi trepanasi 2 tahun


yang lalu
 Penyakit yang pernah diderita
 Obat-obatan yang biasa dikonsumsi
 Kebiasaan berobat
 Riwayat alergi
 Lain lain
Riwayat kesehatan keluarga

2) Obyektif
Keadaan umum Lemah, kesadaran somnolen, GCS 334
Tanda-tanda vital BP: 98/59mmHg N: 64x/menit
RR: 11 x/menit T: 36,9 ºC
Body system  Pergerakan dada: simetris
 Penggunaan otot bantu napas: tidak
B1 (breathing/pernapasan)
 Suara nafas: normal
 Alat bantu nafas: Nasal kanul 4Lpm

B2 (bleeding/cardiovascular)  Irama jantung: regular/irregular


 CRT: >3detik
 Edema: pada tangan kanan
B3 (brain/persyarafan)  GCS: E3V3M4
 Reaksi cahaya pupil: kanan/kiri

B4 (bladder/perkemihan)  Urine: jumlah 400 cc


 warna : Kuning teh
 Kateter: terpasang,hari ke-2
 Gangguan BAK: tidak
B5 (bowel)  Mukosa bibir: kering
 Lidah: sedikit kotor
 Abdomen: supel
 Mual: tidak
 Muntah: tidak
 Terpasang NGT: tidak
B6 (bone/musculoskeletal)  Turgor: baik
 Perdarahan eksternal: Tidak
 Icterus: tidak ada
 Akral: hangat
 Pergerakan sendi: lemah
 Fraktur: tidak ada
 Luka terbuka: kepala

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium Sebutkan jenis dan hasilnya


 Diagnostik lain
Terapi Sebutkan jenis dan dosisnya
Lain-lain
Tanda tangan

Ardhia Ayu P,S.Kep. :


I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium :
Tanggal : 01/07/2021

N Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


O
1. Eclia - ≤1,00
2 Hematologi
eritrosit 2.940.000 3jt-6jt
Hemoglobin 8,7 12,0-18,0
hematokrit 27,0 37-47
MCV 91,8 80-93
MCH 29,6 27-31
MCHC 32,2 32-36
Trombosit 253.000 150.000-400.000
Leukosit 17.870 4.800-10.800
 Neutrofil 83,9 51-67

 Limfosit 8,8 25-33

 Monosit 7,2 2-5

 Eusinofil 0,0 0-4

 Basofil 0,1 0-1

II. TERAPI (Advi ce Dokter, dll, sebutkan) :


- Terapi Infus
IUVD NS 1500/24 JAM
- Nasal kanul 4Lpm
- Terapi medik :
 Ceftriaxone 3x1
 Kalnex 3x10
 Phenytoin 3x100
 Piracetam 3x3
 Ketorolac 3x30
 Tamoliv 3x1
 OMZ 1x40
 Ondancentron 3x8
 Tromedol 3x100
 Primperon 10mg
 Syringe Fentonyl 10mcg/jam
 PCT 3x500
 Inj. Dexametason 3x2 amp
 Inj. Ranitidine 2x1 amp
 Inj. Fenitoin 2x100
 Inj. Mecobalamin 3x500
 Inj. Genitidin 50mg
 Inj. Teranol 30mg
 Inj. Ceftriaxone 2gr

Malang, 5 Juli 2021

(Fharida Yuniar., S.Kep.)

A. Analisa Data

DATA MASALAH DIAGNOSA


PENYEBAB
(Tanda mayor & minor) KEPERAWATAN KEPERAWATAN
DS: Penyakit Keletihan (D.0067) Keletihan (D.0067)
- Tidak terkaji kronis dan b/d Penyakit kronis
program dan program
DO: perawatan perawatan d.d Pasien
- Pasien tampak sangat tampak sangat
lemah lemah, Pasien
- Pasien tampak tampak
membutuhkan membutuhkan
istirahat yang sangat istirahat yang sangat
banyak banyak , Pasien
- Pasien belum bisa belum bisa
melakukan aktivitas melakukan aktivitas
rutin rutin
DS: Tirah baring Intoleransi Aktivitas Intoleransi Aktivitas
- Tidak terkaji dan (D.0056) (D.0056) b/d Tirah
kelemahan baring dan
DO:
kelemahan d.d
- Pasien berada dalam
Pasien berada dalam
kondisi tirah baring
kondisi tirah baring,
- Pasien merupakan
Pasien merupakan
pasien post op
pasien post op
craniotomy h-1
craniotomy h-1,
- Keadaan umum Keadaan umum
pasien lemah pasien lemah,
- Kesadaran somnolen Kesadaran somnolen
- GCS 334
GCS 334
DS: Tidak terkaji Tumor Otak Risiko Perfusi Risiko Perfusi
Serebral Tidak Serebral Tidak
DO: Tidak terkaji Efektif (D. 0017) Efektif (D. 0017)
d.d Tumor Otak

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Intoleransi Aktivitas (D.0056) b/d Tirah baring dan kelemahan d.d Pasien berada dalam
kondisi tirah baring, Pasien merupakan pasien post op craniotomy h-1, Keadaan umum
pasien lemah, Kesadaran somnolen, GCS 334
2. Keletihan (D.0067) b/d Penyakit kronis dan program perawatan d.d Pasien tampak sangat
lemah, Pasien tampak membutuhkan istirahat yang sangat banyak , Pasien belum bisa
melakukan aktivitas rutin
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D. 0017) d.d Tumor Otak
7
N
Diagnosa Kep. Luaran Intervensi
O
1. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Energi (1.05178)
(D.0056) b/d Tirah 1x8 jam diharapkan “Toleransi Aktivitas
baring dan kelemahan (L.05047) meningkat dengan kriteria hasil : Observasi:
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
d.d Pasien berada kelemahan
dalam kondisi tirah - Kemudahan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari meninkat (5) - Monitor kelelahan fisik dan emosional
baring, Pasien - Kekuatan tubuh bagian bawah - Monitor pola dan jam tidur
merupakan pasien meningkat (5) Terapeutik
post op craniotomy h- - Keluhan lelah menurun (5) - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Perasaan lemah menurun (5) - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
1, Keadaan umum berpindah atau berjalan
- Tekanan darah membaik (5)
pasien lemah, Edukasi
Kesadaran somnolen, - Anjurkan tirah baring
GCS 334 - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejalan
kelemahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2 Keletihan (D.0067) Tingkat Keletihan (L. 05046) Manajemen Energi (1.05178)


b/d Penyakit kronis Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam maka
dan program Tingkat Keletihan menurun, dengan kriteria hasil : Observasi:
perawatan d.d Pasien - Kemampuan melakukan aktifitas rutin - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
tampak sangat lemah, (5) kelemahan
Pasien tampak - letih menurun (5) - Monitor kelelahan fisik dan emosional
membutuhkan - Monitor pola dan jam tidur
- lesu menurun (5)
istirahat yang sangat Terapeutik

8
banyak , Pasien - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
belum bisa melakukan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
aktivitas rutin berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejalan
kelemahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

3 Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN PENINGKATAN INTRAKRANIAL (I. 08238)
Tidak Efektif (D. 0017) selama 1x24 jam maka Perfusi Serebral Observasi
d.d Tumor Otak Meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran meningkat (5) -Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, CPP, status pernafasan, intake
- Kesadaran membaik (5) dan output cairan, cairan serebrospinalis

9
- Tekanan darah siastolik membaik (5)
- Tekanan darah diastolik membaik (5) Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari Manuver Valsava
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

10
DAFTAR PUSTAKA

Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan.
EGC: Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2008. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika
Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.

11
12

Anda mungkin juga menyukai