Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CHEPALGIA

ITA JUWITA
5020031052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
TAHUN 2021
A. PENGERTIAN
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut
(Soemarmo, 2009)
Chepalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Nyeri
kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi dengan atau
tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nyeri
wajah/nyeri fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun pendapat lain ada yang
menganggap wajah itu sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut
kepala. (Lionel, 2007)

B. KLASIFIKASI
1. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
- Migrain
- Sakit kepala tegang
- Sakit kepala cluster
2. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
- Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
- Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
- Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
- Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis.
Tumor otak).
- Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
- Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
- Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
- Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala,
leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
- Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
C. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko
yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan
dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala
kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan
sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya
sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh
darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga
dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam
rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok,
alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di
leher atau bahkan tumor.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-
bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal,
kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka
nyeri. Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri
besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik
(seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat
vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti
pada spondiloartrosis deformans servikalis.

Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan otot
kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan stress.
E. PATHWAY

F. TANDA DAN GEJALA


1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih
sering didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher
bagian atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian
atau mendahului serangan.

G. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi
masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau
space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat
pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS,
adanya sel-sel abnormal dan infeksi.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :


-      Cidera serebrovaskuler / Stroke
-      Infeksi intrakranial
-       Trauma kranioserebral
-       Cemas
-       Gangguan tidur
-      Depresi
-      Masalah fisik dan psikologis lainnya

I. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis
yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan
lain : ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi Menghambat
pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenik Efikasinya setara
dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c) Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi
reseptor 5-HT1 presinapti.  Pemberian IV dpt dilakukan untuk
serangan yang berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan
15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate.
Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh:
atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik  Pilihan:
amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek
antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau
hiperplasia prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.
Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi
pada 80% penderita migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan
penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain

2. Sakit kepala tegang otot


a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai
30 menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau
naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek
analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti
mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan
obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil, Litium, 
Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat

J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHEPALGIA


1. PENGKAJIAN
Pengkajian meliputi :
a) Wawancara (identitas pasien, keluhaan utama, riwayat penyakit sekarang,
dahulu, keluarga dan genogram dan pengobatan yang sedang dijalani serata
pengkajian ADL)
b) Pemeriksaan fisik
Inspeksi kuantitas kesadaran menggunakan nilai GCS, Inspeksi adanya luka
pada kepala, wajah, cephal hematome, racoon eye, perdarahan telinga hidung
dan mulut
Inspeksi kesimetrisan penciuman (indikator fungsi nervus I)
Inspeksi kesimetrisan refleks pupil terhadap cahaya, pemeriksaan lapang
pandang (indikator fungsi nervus II)
Inspeksi simetrisitas pergerakan bola mata dan kemampuan menggerakkan bola
mata (indikator fungsi nervus III, IV dan VI)
Inspeksi wajah, apakah terdapat simetrisitas (jika ya terdapat gangguan nervus
VII fasialis)
Minta pasien membuka mulut, tersenyum. Lihat simetrisitasnya (jika tidak
simetris terjadi gangguan nervus V dan VII)
Lakukan pemeriksaan N VIII dengan tes Rinne- Webber dan tes
keseimbangan :hidung-jari atau tumit-kaki (jika ada tremor dan past pointing
indikasi penyakit cerebellar
Inspeksi adanya gangguan menelan atau tidak (,jika pasien tersedak, terdapat
gangguan nervus IX dan X)
Minta pasien menjulurkan lidahnya, lihat apakah lidah tertarik ke satu sisi (jika
ya, mengindikasikan gangguan nervus XII)
Minta pasien menjulurkan lidah, beri sensasi rasa pahit, manis, dan asin (jika
ada gangguan N VII maka sensasi di anterior lidah bermasalah, jika gangguan
nervus X maka gangguan di posterior lidah)
Inspeksi kemampuan mengangkat bahu dan menggerakkan leher (jika ada
masalah, indikasi gangguan nervus XI)
Inspeksi kemampuan bergerak secara mandiri dan rentang gerak lengan kanan
dan kiri
Inspeksi adanya luka pada ekstremitas atas, luka bisa disebabkan fraktur atau
trauma yang menyebabkan gangguan persarafan
Kaji kekuatan otot lengan : Minta pasien mengangkat tangan, jika langsung
terjatuh lagi kekuatan otot 3. Jika bisa melawan gravitasi beri beban, Jika tidak
mampu menahan beban kekuatan otot 4, jika mampu menahan kekuatan 5.
Kajikekuatan otot kaki, kaji reflek bisep trisep, patella Achilles, Kaji refleks
patologis seperti : Babinski, kaku kuduk, Brudzinsky I dan II, Laseq atau
Kernig. Hasil pemeriksaan (+) menunjukkan infeksi intraserebral

ANALISA DATA
No Data Analisa Data & Patoflow Diagnosa Keperawatan
1 DS Penggunaan obat berlebih Nyeri akut b,d agen
- Pasien mengeluh nyeri pencedera fisologis
DO Kontriksi pembuluh darah
- Pasien tampak
meringgis Vasodilatasi pembuluh darah
- Skala nyeri 7
- Pasien bersikap Ketidakadekuatan suplai
protektif menghindari darah oksigen ke otak
nyeri
- Pasien kesulitan untuk Otak mengalami hipoksia
tidur
- Nafsu makan berkurang Merespon reseptor nyeri
- Pola nafas berubah
Nyeri akut

2 DS Penggunaan obat berlebih Gangguan pola tidur b.d


- Pasien mengeluh sulit gangguan (nyeri)
tidur Kontriksi pembuluh darah
- Pasien mengeluh pola
tidur berbeda Vasodilatasi pembuluh darah
- Pasien mengeluh
istirahat tidak cukup Ketidakadekuatan suplai
DO darah oksigen ke otak
- Pasien mengeluh
menurunya kemampuan Gangguan pola tidur
aktivitas

Faktor risiko Penggunaan obat berlebih Risiko Perfusi Serebral


- hipertensi, Tidak Efektif
- embolisme, Kontriksi pembuluh darah
- penurunan kinerja
ventrikel kiri, Vasodilatasi pembuluh darah
- aterosklerosis aorta
Ketidakadekuatan suplai
darah oksigen ke otak

Hipoksia

Risiko jatuh

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (infeksi)
2. Gangguan pola tidur b.d gangguan (nyeri, kurang control tidur)
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif dibuktikan dengan hipertensi, embolisme,
penurunan kinerja ventrikel kiri, aterosklerosis aorta
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Kriteria Hasil/Tujuan INTERVENSI AKTIVITAS
Keperawatan (SLKI) (SIKI) (SIKI)
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Observasi
agen pencedera intervensi keperawatan nyeri - Identifikasi
fisiologis selama 3x24 jam maka “ lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
ditandai oleh : tingkat nyeri menurun” kualitas,intensitas nyeri
- Pasien dengan kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
mengeluh - Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri non verbal
nyeri berkurang - Identifikasi factor yang memperberat
- Pasien - Skala nyeri dan memperingan nyeri
tampak berkurang - Monitor efek samping pemberian
meringgis - Kesulitan tidur analgetik
- Skala nyeri 7 berkurang Terapeutik
- Pasien - Pola tidur membaik - Berikan teknik non farmakologis
bersikap - Pola nafas membaik untuk mengurangi rasa nyeri
protektif - Meringgis - Fasilitasi istirahat dan tidur
menghindari berkurang - Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri - Nafsu makan nyeri dalam pemilihan strategi
- Pasien meningkat meredakan nyeri
kesulitan Edukasi
untuk tidur - Jelaskan penyebab,periode,dan
- Nafsu makan pemicu nyeri
berkurang - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Pola nafas - Anjurkan memonitor nyeri secara
berubah mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara cepat
- Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan Observasi
tidur b.d intervensi keperawatan tidur - Identifikasi pola aktivitas tidur
gangguan (nyeri) selama 3x24 jam maka - Identifikasi factor pengganggu tidur
ditandai oleh : “pola tidur meningkat” Terapeutik
- Pasien teratasi dengan kriteria - Fasilitasi menghilangkan stress
mengeluh sulit hasil : sebelum tidur
tidur - Keluhan sulit tidur - Lakukan prosedur untuk
- Pasien sudah berkurang meningkatkan kenyamanan
mengeluh pola - Keluhan tidak puas Edukasi
tidur berbeda tidur sudah - Jelaskan pentingnya tidur cukup
- Pasien berkurang selama sakit
mengeluh - Keluhan istirahat - Anjurkan menghindari
istirahat tidak tidak cukup sudah makanan/minuman yang
cukup berkurang mengganggu tidur
- Pasien - Ajarkan relaksasi otot autogenic atau
mengeluh nonfarmakologis lainnya
menurunnya
kemampuan
aktivitas
Risiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen Observasi
Serebral Tidak intervensi keperawatan peningkatan  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Efektif b.d 3x24 jam maka tercapai tekanan  Monitor tanda gejala peningkatan TIK
penurunan O² ke "perfusi serebral intrakranial  Monitor CVP
otak akibat meningkat" dengan  Monitor status pernapasan
iskemik dan kriteria hasil :
 Monitor intake dan output cairan
infark pada  Tingkat kesadaran
 Monitor cairan werbeo spinalis
jaringan serebral meningkat
Teraupetik
 Sakit kepala
 Cegah terjadinya kejang
menurun
 Hindari penggunaan PEEP
 TIK menurun
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Kesadaran membaik
 Pertahankan suhu tubuh normal
 TD sistolik
Kolaborasi
120mmHg
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
 TD diastolik
konvulsan, jika perlu
80mmHg
Refleks saraf membaik  Kolaborasi pemberian diuretik osmosis,
jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu

DAFTAR PUSTAKA

Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan. EGC:
Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2008. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai