Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Oleh :

MUHAMMAD DANDY

NIM: PO.62.20.1.21.029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA

PRODI D III KEPERAWATAN REGULER XXIV

TAHUN 2022/2023
KONSEP DASAR

A. Pengertian

Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat
menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress,
vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi
respon tersebut (Soemarmo, 2009)

Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal.
Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa nyeri wajah/nyeri fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun pendapat lain
ada yang menganggap wajah itu sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi
rambut kepala. (Lionel, 2007)

Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang
mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit
kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit
organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut
(Weiner& Levitt, 2005).

B. Etiologi
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan
dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit
kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena
hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala,
termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh
darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga
dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam
rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok,
alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di
leher atau bahkan tumor.

C. Patofisiologi

Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan


terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital,
temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang
tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intracranial yang peka
nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi
sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan
otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat
berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian
obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren
dan clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,
seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan
otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan
stress.
D. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.


2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi
masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV
atau space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat
pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS,
adanya sel-sel abnormal dan infeksi.

E. Tanda dan Gejala


1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih sering
didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher bagian
atas menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian
atau mendahului serangan.

F. Penatalaksanaan Medis

1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses
fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine.
Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi
Menghambat pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenik
Efikasinya setara dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih
cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c) Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan
menstimulasi reseptor 5-HT1 presinapti.  Pemberian IV dpt
dilakukan untuk serangan yang berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah.
Diberikan 15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang
setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate.
Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine.
Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan
trisiklik  Pilihan: amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin,
nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk
pasien glaukoma atau hiperplasia prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-
HT2.  Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi
dan durasi pada 80% penderita migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak
disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan
gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain

2. Sakit kepala tegang otot


a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20
sampai 30 menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau
naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan
efek analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih
teliti mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi.
Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau
antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis
memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil, Litium, 
Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien / Klien

2. Status Kesehatan / Alasan Masuk / Keluhan Utama

3. Catatan Riwayat Kesehatan

4. Genogram

5. Pola / Kebiasaan Kegiatan sehari-hari

6. Personal Hygene

7. Aspek Psikologis

8. Aspek Sosial

9. Aspek Spiritual

10. Phisical Assessment


B. Diagnosa Keperawatan

Permasalahan atau diagnosa keperawatan yang dapat diangkat karena


berhubungan dengan kondisi cephalgia, antara lain adalah ;

1. Nyeri Akut
2. Gangguan Mobilitas Fisik
3. Gangguan Rasa Nyaman
4. Penurunan Kapasitas Adaftif Intrakranial
5. Resiko Konfusi akut

C. Perencanaan Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Nyeri akut b.d Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri
agen pencedera keperawatan selama Observasi
fisiologis 2x24 jam diharapkan ▪ lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri kualitas, intensitas nyeri
menurun dengan kriteria ▪ Identifikasi skala nyeri
hasil: ▪ Identifikasi respon nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri ▪ Identifikasi faktor yang memperberat
menurun dan memperingan nyeri
b. Tampak meringis ▪ Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
c. Sikap protektif ▪ Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
▪ Identifikasi pengaruh nyeri pada
d. Gelisah menurun
kualitas hidup
e. Kesulitan tidur
▪ Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah diberikan
f. Frekuensi nadi ▪ Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik
Tekanan darah Terapeutik
membaik ▪ Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
▪ Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
▪ Fasilitasi istirahat dan tidur
▪ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
▪ Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
▪ Jelaskan strategi meredakan nyeri
▪ Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
▪ Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
▪ Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Resiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan status nutrisi ▪ Identifikasi status nutrisi
membaik. ▪ Identifikasi alergi dan intoleransi
dengan faktor
Kriteria hasil: makanan
psikologis
a. Porsi makan yang ▪ Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan meningkat ▪ Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
b. Berat badan
▪ Identifikasi perlunya penggunaan
membaik
selang nasogastrik
c. Frekuensi makan ▪ Monitor asupan makanan
membaik ▪ Monitor berat badan
d. Nafsu makan ▪ Monitor hasil pemeriksaan
membaik laboratorium
Terapeutik
▪ Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
▪ Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
▪ Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
▪ Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
▪ Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
▪ Berikan suplemen makanan, jika perlu
▪ Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
▪ Anjurkan posisi duduk, jika mampu
▪ Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
▪ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
Defisit Setelah dilakukan Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan
Pengetahuan pendidikan kesehatan Observasi
b.d kurang diharapkan klien ▪ Identifikasi kesiapan dan kemampuan
terpapar memahami tentang menerima informasi
informasi penyakitnya. Terapeutik
Kriteria hasil : ▪ Sediakan materi dan media pendidikan
a. Klien menyatakan kesehatan
pemahaman tentang ▪ Jadwalkan pendidikan kesehatan
hipertensi sesuai kesepakatan
b. Mempertahankan ▪ Berikan kesempatan untuk bertanya
tekanan darah ▪ Gunakan variasi model pembelajaran
dalam batas normal ▪ Gunakan pendekatan promosi
kesehatan dengan memperhatikan
pengaruh dan hambatan dari
lingkungan, sosial serta budaya.
▪ Berikan pujian dan dukungan terhadap
usaha positif dan pencapaiannya
Edukasi
▪ Jelaskan penanganan masalah
kesehatan Informasikan sumber yang
tepat yang tersedia di masyarakat
▪ Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan
▪ Anjurkan menentukan perilaku spesifik
yang akan diubah (mis. keinginan
mengunjungi fasilitas kesehatan)
▪ Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang
akan dicapai
▪ Ajarkan program kesehatan dalam
kehidupan sehari hari
Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan
serebral tidak tindakan keperawatan Intrakranial
efektif ditandai 3x24 jam diharapkan Observasi
dengan cedera perfusi serebral ▪ Identifikasi penyebab peningkatan TIK
kepala. meningkat dengan (mis. Lesi, gangguan metabolisme,
kriteria hasil: edema serebral)
a. Sakit kepala ▪ Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
menurun (mis. Tekanan darah meningkat,
b. Gelisah menurun tekanan nadi melebar, bradikardia,
c. Kesadaran pola nafas irregular, kesadaran
membaik menurun)
d. Demam menurun ▪ Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
Kecemasan menurun ▪ Monitor CVP (Central Venous
Pressure), jika perlu
▪ Monitor PAWP, jika perlu
▪ Monitor PAP, jika perlu
▪ Monitor ICP (Intracranial Pressure),
jika tersedia
▪ Monitor CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
▪ Monitor gelombang ICP
▪ Monitor status pernapasan
▪ Monitor intake dan output cairan
▪ Monitor cairan cerebrospinalis (mis.
Warna, konsistensi)
Terapeutik
▪ Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
▪ Berikan posisi semi fowler
▪ Hindari maneuver Valsava
▪ Cegah terjadinya kejang
▪ Hindari penggunaan PEEP
▪ Hindari pemberian cairan IV hipotonik
▪ Atur ventilator agar PaCO2 optimal
▪ Pertahankan suhu tubuh
normal Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu

Literatur Rujukan

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

2. Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai