CEPHALGIA
OLEH :
SINTIA DUELA KANONY, S.kep
7121441919
( ) ( )
CEPHALGIA
A. Pengertian
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang
mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit
kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada
kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit
organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migrain),
tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Weiner
& Levitt, 2005).
B. Etiologi
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor
resiko yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak dalam
keadaan tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang
berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap
diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk
sakit kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala.
Karena hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat
beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit
kepala, termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat
pembuluh darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan
juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin
dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti
rokok, alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi
Misalnya seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher
atau bahkan tumor.
C. Patofisiologi
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan
terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital,
temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium.
Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intracranial
yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang
mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak.
Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan terhadap
bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat
vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,
seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III
yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
Pathway :
D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kepala unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa dibagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih
sering didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian
bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher
bagian atas menjalar ke depan.Kadang pada seluruh kepala dan menjalar ke
bawah sampai muka.
5. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai
dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
6. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
7. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
8. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
9. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
10. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
11. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian
atau mendahului serangan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
1. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi
masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
2. Pemeriksaan visual : Ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
3. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
4. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
5. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang
biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
6. Ekoensefalografi : Mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau
space occupaying lesion.
7. Elektroensefalografi : Mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
8. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
9. HSD : Leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
10. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat
pada inflamasi.
11. Elektrolit : Tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
12. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS,
adanya sel-sel abnormal dan infeksi
E. Penatalaksanaan
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses
fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice)
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet,
dan pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari
ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi
Menghambat pelepasan takikinin, memblok inflamasi
neurogenik Efikasinya setara dengan dihidroergotamin, tetapi
onsetnya lebih cepat
Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan
menstimulasi reseptor 5-HT1 presinapti. Pemberian IV dpt
dilakukan untuk serangan yang berat
Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah.
Diberikan 15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang
setelah 4-6 jam
Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik
opiate. Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine.
Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan
trisiklik Pilihan: amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin,
nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk
pasien glaukoma atau hiperplasia prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-
HT2. Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi
dan durasi pada 80% penderita migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak
disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan
gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian
migrain
2. Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20
sampai 30 menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat
nyeri Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen
atau naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat
meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment
yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau
depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau
antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis
memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
Oksigen
Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil,
Litium, Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
DS ; - skala nyeri
Gerakan tidak
terkoordinasi
Keterbatasan gerak
(kondisi) fisik terlihat
lemah
3 (D.0056) Gangguan Tujuan : Manajemen Perawatan Kenyamanan Mandiri -
Rasa Nyaman :
Setelah dilakukan tindakan
disebabkan oleh gejala Observasi ;
keperawatan dalam rentang
penyakit
waktu 2 jam diharapkan - Identifikasi gejala yang tidak
Ditandai / gejala gangguan rasa nyaman pasien menyenangkan (mual, nyeri, gatal,
dengan ; DS ; dapat teratasi sesak, lapar, haus)
Keluhan tidak nyaman - Identifikasi pemahaman ttg kondisi,
Dengan Kriteria :
situasi dam perasaan pasien / klien
Keluhan sulit tidur
Pasien merasa nyaman - Identifikasi masalah emosional dan
(insomnia)
spiritual
Pasien dapat tidur dengan
Merasa tidak mampu
pola dan kualitas yang cukup Terapeutik ;
untuk bersikap rileks
Kolaborasi ;
Papiledema
5 (D.0068) Risiko -
Konfusi Akut
disebabkan oleh adanya
faktor risiko nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan. EGC:
Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.Papdi, Eimed.
2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal medicine).Interna
Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2008. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.