Anda di halaman 1dari 88

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI

DADA DI RUANG TULIP RSUD SYEKH YUSUF KAB.GOWA

OLEH

DORKAS M.BEAY, S.Kep


7120411807

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)

FAMIKA MAKASSAR

2023
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI

DADA DI RUANG TULIP RSUD SYEKH YUSUF KAB.GOWA

Penelitian Keperawatan Medika Bedah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan

Pendidikan Profesi Ners Pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

(STIK) FAMIKA Makassar

OLEH

DORKAS M.BEAY, S.Kep


7120411807

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)

FAMIKA MAKASSAR
2023

PERNYATAAN ORDINITAS

Yang bertanda tangan dibawa ini :

Nama Lengkap : Dorkas M. Beay, S.Kep

NIM : 7120411807

Pembimbing I : Dr. Ns. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., M.kes

Pembimbing II : Ns.Ideliriani, S.kep., m.Kep

Penguji I : Ns. Robertus Masyhuri, S.Kep., M.kes

Menyatakan bahwa yang sebenarnya Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-Ners)


yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila
dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikna bahwa sebagian atau keseluruhan
ini merupakan hasil karya orang lain maka saya bersedia mempertanggung
jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi atas perbuatan yang tidak terpuji
tersebut.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa atas
paksaan sama sekali.

Sungguminasa, Juli 2022

Yang menyatakan

DORKAS M. BEAY, S.KEP


NIM 7120411807
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI

DADA DI RUANG TULIP RSUD SYEKH YUSUF KAB.GOWA

Disusun dan diajukan oleh :

DORKAS M.BEAY, S.Kep


7120411807

Dinyatakan telah memenuhi syarat dan disetujui untuk


diajukan dalam ujian KIA-Ners

Disetujui oleh:

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Ns. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., M.kes Ns. Idelriani, S.Kep., M.Kep
NIDN : 0916096303 NIDN : 0901019012
HALAMAN PENGESAHAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun dan diajukan oleh :

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI

DADA DI RUANG TULIP RSUD SYEKH YUSUF KAB.GOWA

Dorkas M. Beay S.Kep


7120411807

Telah dipertahankan dihadapan penguji KIA-Ners

Pada Hari : Rabu

Tanggal : 26 Juli 2023

Dinyatakan telah memenuhui syarat dan disetujui sebagai tugas akhir Ners

Tamanlarea, Juli 2023

Disetujui Oleh Penguji :

1. Ns. Robertus Masyhuri, S.Kep., M.kes ( )

Disetujui Oleh Tim Pembimbing


1. Dr. Ns. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., M.kes ( )
2. Ns.Ideliriani, S.kep., m.Kep ( )
Mengetahui

KETUA STIK FAMIKA KETUA PRODI NERS

Dr. Ns. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., M.kes Ns. Wahyuni Wahab, S.Kep
NIDN : 0916096303 NIDN

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUBERKULOSIS PARU MENGGUNAKAN PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI

DADA DI RUANG TULIP RSUD SYEKH YUSUF KAB.GOWA

Dorkas M. Beay

Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh myobacterium


tubercuosis. tuberkulosis dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui
transmisi udara (droplet dahak pasien tuberkulosis). Masalah yang keperawatan
yang paling sering muncul pada TB Paru yaitu bersihan jalan napas tidak efektif.
Hal ini terjadi karena terjadi penumpukan sekret/atau sputum pada saluran jalan
napas. Salah satu intervensi non farmakologi yang dapat mengatasi bersihan
jalan napas ini yaitu fisioterapi dada. Tujuannya yaitu untuk mendiskripsikan
secara umum tentang asuhan keperawatan Tuberkulosis Paru dengan masalah
keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif menggunakan teknik
fisioterapdada. Metode yang digunakan yaitu pemeriksaan fisik, observasi dan
dokumentasi. Intervensi ini diberikan sebanyak 3 kali sehari selama 3 hari,
didapatkan hasil bahwa bersihan jalan napas tidak efektif sudah teratasi
ditandai dengan frekuensi napas menurun dari 32x/m menjadi 22x/m dan sudah
tidak terdengar adanya suara ronchy, intervensi fisioterapi dada sangat efektif
untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak efektif

Kata kunci : TB paru, Bersihan jalan napas, Fisioterapi Dada


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan, tuberkulosis dapat

menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet dahak

pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi

droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka batuk,

bersin, atau berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut dapat

menjadi terinfeksi Tuberkulosis (Marwanto, 2022).

Health Organization (WHO 2018), mengungkapkan bahwa penyakit TB paru

menjadi salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia. Pada

tahun 2017, terdapat 10 juta penderita Tb paru, dan 1,6 juta meninggal karena

penyakit ini. Jumlah terbesar kasus TB paru terjadi di Wilayah Asia Tenggara

dan Pasifik Barat, dengan 62% kasus baru, diikuti wilayah Afrika dengan 25%

kasus baru. Pada laporan terakhir, dari 87% kasus baru TB paru terjadi di 30

negara dan negara penyumbang dua pertiga (10.000/tahun) dari kasus tersebut

adalah India, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Afrika Selatan dan

Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki insiden penyakit

tuberkulosis terbanyak di dunia selain China, Pakistan, India, Filipina, Afrika

Selatan, dan Nigeria. Penyakit tuberkulosis yang paling banyak di Indonesia


adalah TB paru. Di Indonesia, perkiraan jumlah kasus TB sudah mencapai

842,000 kasus dan kematian 93,000 per tahun atau setara dengan 11 kematian

per jam. Berdasarkan jumlah kasus TB di Indonesia menempati urutan ketiga di

dunia setelah India dan China, pada tahun 2022 kementrian kesehatan bersama

tenaga kesehatan berhasil mendeteksi tuberculosis (TBC) sebanyak lebih dari

700 ribu kasus.angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak TBC menjadi

program prioritas nasional (Kemenkes RI, 2022).

Di Sulawesi Selatan, jumlah penderita TBC Paru perkabupaten/ Kota tahun

2019 sebanyak 19.071 kasus dengan Jumlah penderita laki-laki sebanyak

11.226 orang dan perempuan 7.845 orang.Jumlah BTA+ sebesar 11.476 orang

(60,17%) yang terdaftar dan diobati, dengan kesembuhan pada tahun 2019

berjalan sebanyak 5.366 orang (46.75%). Kota Makassar menempati peringkat

petama dalam jumlah kasus TBC di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 5.418

kasus (Dinkes Sulawesi selatan, 2019).

Berdasrkan data yang diperoleh dari bidang pengendalian dan

pembrantasan penyakit Dinas kesehatan Kota Makassar, kasus baru penderita

TB paru BTA positif di Puskesmas dan Rumah Sakit tahun 2018 sebanyak

23.570 penderita, dari 32.199 perkiraan sasaran kasus baru TB diperoleh angka

penemuan kasus baru (Case Datection rate) yaitu 73,2%. Tahun 2017 yaitu

sebanyak 1951 penderita dari 4117 perkiraan sasaran dan diperoleh angka

penemuan kasus baru (Case Datection rate) TB BTA positif yaitu 47,39%

(Dinkes Kota Makassar, 2018).

Data dinas Kabupaten Gowa pada januari hingga maret 2019 tecatat

sebanyak 420 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun lalu jumlah kasus di

tahun 2018 di triwulan pertama 328 kasus, sehingga ada peningkatan di tahun
2019 sebanyak 100 kasus baru. Pada 2019 masih tampak bahwa penyebaran

penduduk Kabupaten Gowa masih bertumpuk di Kecamatan Somba Opu yakni

sebesar 19,95% dengan jumlah sebanyak 194 kasus, kemudia diikuti olek

Kecamatan Palangga sebesar 15,12% dengan jumlah 134 kasu, Kecamatan

Bajeng sebesar 9,55% dengan jumlah 100 kasus (Dinas Kabupaten Gowa,

2019) .

Gejala umum pada pasien TB paru yaitu batuk selama 2-3 minggu atau

lebih, batuk dapat diukuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas dan nafsu makan menurun, berat

badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, dan

demam meriang lebih dari satu bulan, kuman tuberculosis yang masuk ke

saluran pernafasan akan menginfeksi saluran pernafasan bawah dan dapat

menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah. Hal ini akan menurunkan

fungsi kerja silia dan mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran

pernafasan, sehingga muncul masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan

jalan napas (Afifah & Sumarni, 2022).

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan

membersihkan sekresi atau penyumbatan pada saluran nafas untuk

mempertahankan bersihan jalan nafas. Obstruksi saluran napas disebabkan

oleh menumpuknya sputum pada jalan napas yang akan mengakibatkan

ventilasi menjadi tidak adekuat. Untuk itu perlu dilakukan tindakan memobilisasi

pengeluaran sputum agar proses pernapasan dapat berjalan dengan baik guna

mencukupi kebutuhan oksigen tubuh. Bentuk intervensi keperawatan yang bisa

diterapkan pada masalah bersihan jalan napas adalah fisioterapi dada dan batuk

efektif (Tahir, R dkk 2019).


Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna

bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun yang bersifat

kronik. Fisioterapi dada ini sangat efektif dalam upaya memperbaiki ventilasi

pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu Pemberian fisioterapi dada

dapat menyingkirkan sekret dari saluran napas kecil dan besar sehingga sekret

dapat dikeluarkan, tujuan dari fisioterapi dada juga dapat mengurangi sesak

napas, nyeri dada karena terlalu sering batuk, penurunan ekspansi thoraks, dan

jalan napas yang terganggu diakibatkan oleh sekresi yang berlebihan, sehingga

mampu meningkatkan kemampuan fungsional dan pasien akan merasa lebih

rileks (Meidiana, 2015, di dalam Antoninho coni 2019).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

membuat karya ilmiah akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.H

Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Dengan Masalah Bersihan

Jalan Napas Tidak Efektif Menggunakan Penerapan Teknik Fisio Terapi

Dada”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

membuat karya ilmiah akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.H

Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Dengan Masalah Bersihan

Jalan Napas Tidak Efektif Menggunakan Penerapan Teknik Fisio Terapi

Dada Di Rsud Syekh Yusuf Kab.Gowa”

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan secara umum tentang asuhan keperawatan

Tuberkulosis Paru pada Tn, H dengan masalah keperawatan bersihan jalan

napas tidak efektif menggunakan teknik fisioterapi dada.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Tn. H dengan tuberkulosis paru

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. H dengan tuberkulosis paru

c. Menyusun intervensi keperawatan pada Tn.H dengan tuberkulosis paru

d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada Tn.H dengan tuberkulosis

paru

e. Mengimplementasikan dan mengevaluasi pada Tn. H dengan bersihan

jalan napas tidak efektif menggunakan teknik fisio terapi dada

D. MANFAAT
Melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak :
1. Teoritis

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori-

teori kesehatan khususnya dalam upaya penerapan dan sumber informasi

terkait asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami tuberkulosis

paru dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

2. Praktis

a. Bagi Perawat

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan khususnya

dalam praktek pelayanan keperawatan yang mengalami tuberkulosis

paru dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

b. Bagi Rumah Sakit


Hasil studi ini bisa menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit agar

dapat meningkatkan mutu pelayanan dengan asuhan keperawatan pada

pasien tuberkulosis paru.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi dan menambah wawasan khususnya para mahasiswa

yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien yang

mengalami tuberkulosis paru.

d. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk

penelitian lebih lanjut terkait asuhan keperawatan pada pasien yang

mengalami tuberkulosis paru

e. Bagi Pasien Dan Keluarga Pasien

Sebagai sumber informasi mengenai penyakit tuberkulosis paru dengan

bersihan jalan napas tidak efektif sehingga keluarga pasien mampu

melakukan intervensi keperawatan mandiri di rumah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TUBERKULOSIS

1. Definisi Tuberkulosis

Tubercolosis (TB) Merupakan penyakit yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosis (Ramadhan et al., 2021).

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

organisme kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang meliputi M. africanum,

M. bovis, dan M. canetti (dan lainnya yang tidak memengaruhi manusia).

Penyakit ini ditularkan melalui saluran napas kecil yang terinfeksi (sekitar 1-5

mm) dan dikeluarkan berupa droplet nuklei dari pengidap TB dan dihirup

individu lain kemudian masuk sampai ke dalam alveolus melalui kontak dekat

(Wijaya et al., 2021).

TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobakterium Tuberkolosis yang telah menginfeksi sepertiga bagian

penduduk di dunia sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

juga mengenai oragan tubuh yang lainya. Cara penyebarannya sangat mudah

yaitu melalui droplet yang disebarkan melalui udara. TBC dapat menyerang
siapa saja dan semua golongan, segala kelompok umur serta jenis kelamin

(Ismaildin et al., 2020).

2. Etiologi Tuberkulosis

Agen penyebab penyakit TB paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis, penyakit ini menular langsung melalui droplet orang yang telah

terinfeksi. Bakteri penyebab tuberkulosis bisa hidup tahan lama di ruangan

berkondisi gelap, lembab, dingin, dan tidak memiliki ventilasi yang baik.

sehingga rentan terhadap sinar matahari langsung. Tidak hanya itu bakteri ini

bersifat dormant (tidak aktif atau tertidur) di dalam jaringan tubuh dalam waktu

yang sangat lama. TB paru dapat berkembang cepat di dalam tubuh karena

memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit

(Mathofani & Febriyanti, 2020).

3. Klasifikasi Tuberkulosis

Mardiah (2019) mengemukakan bahwa penentuan klasifikasi penyakit

dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan Suatu definisi kasus yang meliputi 4

hal , yaitu :

a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.

b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif

atau BTA negativ.

c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.

d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya,baru atau sudah pernah diobati.

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


a. Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim)

paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar limfa, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB

Paru:

a. Tuberkulosis paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2) Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3) Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Obat Anti

Tuberkulosis)

b. Tuberkulosis paru BTA negatif Kriteria diagnostik

TB paru BTA negatif harus meliputi:

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.

2) Foto toraks tidak menunjukkan gambaran tuberculosis

4. Patofisiologi Tuberkulosis
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberculosis. Bakteri

menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan

terlihat tertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau

sampai ke arah lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui

sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks

serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem

kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi

inflamasi.Neurotrofl dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan

bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan)

basil dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya

eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.Infeksi awal

biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri

(Soemantri, dalam Puspitarini 2018).

Bila bakteri Tuberkulosis terhirup dari udara melalui saluran pernapasan

dan mencapai alveoli atau bagaian terminal saluran pernapasan. Jika pada

proses ini, bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan

berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan

makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit

(makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancur

bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfoksin yang

dihasilkan limfosit T. Bakteri Tuberkulosis menyebar melalui saluran

pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid

granuloma.Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya

hipersensitivitas seluler terhadap bakteri Tuberkulosis. Hal ini terjadi sekitar 2-

4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler


terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag.(Muttaqin, dalam

Puspitarini 2018).

Peradangan terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan

tubuh alami berusaha melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organism itu,

lalu dibawa ke sel T. proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah

nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Dibagian tengah nodul

terdapat basil tuberkel.Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengahnya

kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal

sebagai perkijuan. Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur atau mencair.

(Puspitarini 2018).

5. Tanda dan gejala Tuberkolusis

Menurut Nuriyanto (2018) Bebrapa tanda dan gejala TB Paru antara lain :

a. Penurunan berat badan

b. kehilangan nafsu makan

c. lemas (malaise)

d. Sering berkeringat

e. Batuk disertai lendir atau darah

f. Sesak Nafas

g. Demam di malam hari.

Sedangkan menurut Mardiah (2019) gejala umum dari tuberkulosis yang

harus diketahui secara praktis adalah batuk terus menerus, berdahak atau

bercampur darah dan nyeri dada yang berlansung selama 2 minggu atau

lebih. Gejala lainnya adalah nafsu makan hilang, berat badan menurun,

berkeringat malam tanpa ada kegiatan, demam dan sesak nafas. Gejala-
gejala dari tuberculosis kelenjar adalah timbulnya pembengkakan pada

kelenjar getah bening yang terinfeksi jika mengenai selaput otak (meningen)

akan timbul gejala seperti meningitis yaitu sakit kepala, demam, kejang, kaku

kuduk, dan gangguan mental.

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Alisjahbana et al (2020) Pemeriksan penunjang pada pasien

Tubercolosis paru antara lain :

a. Pemeriksaan Fotot Thorax

Foto thorax berperan dalam mengevaluasi terduga TBC dengan hasil BTA

negaitif atau TCM negative. Foto thorax juga bermanfaat sebagai metode

skiring untuk TBC.

b. Pemeriksaan Bakteriologi

1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung/BTA

Untuk menegakan diagnosis, dahak pasien perlu diperiksa untuk

adanya BTA secara mikroskopis. Pasien diminta mengumpulkan 2

contoh uji dahak dengan kualitas yang baik berupa dahak sewaktu dan

pagi (PG) atau dahak sewaktu-waktu (SS). Dahak sewaktu (S)

ditampung di fasyenkes, sedangkan dahak pagi (P) ditampung pada

pagi segera setlah bangun tidur. Selain itu pemeriksaan BTA juga

dilakukan untuk menilai keberhasilan pengobatan.

Jika kedua contoh uji dahak menunjukan hasil BTA negatif maka

penegakan diagnosis TBC dapat dilakukan secara klinis yang sesuai.

Pasien dengan tanda, gejala dan foto thorax positif dapat didiagnosis

sebagai TB klinis.
2) Pemeriksaan kultur/biakan

Pemeriksaan kultur dapat dilakukan dengan media padat

(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator

Tube) untuk mengidentifikasi kuman M.tubercolosis.

c. Pemeriksaan Resistensi

1) Tes Cepat Molekuler (TCM) TBC

2) Uji Kepekaan obat/drug Susceptibility Testing (DST), bertujuan untuk

menentukan ada atau tidaknya kuman MTB yang resisten terhadap

OAT.

7. Komplikasi Tuberkulosis

Komplikasi tuberculosis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu komplikasi

dini dan komplikasi lanjut. Gangguan yang termasuk dalam komplikasi dini

diantaranya adalah: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s

arthropathy. Sedangkan Gangguan yang termasuk dalam komplikasi lanjut

diantaranya yaitu: obstruksi jalan napas hingga Sindrom Gagal Napas

Dewasa (ARDS), sindrom obstruksi pasca tuberkulosis, kerusakan parenkim

yang sudah berat, fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma pada

paru, dan komplikasi paling pada beberapa organ akibat TBC milier

komplikasi penderita yang termasuk stadium lanjut adalah hemoptisis berat

atau perdarahan dari saluran napas bagian bawah. Dikatakan stadium lanjut

karena dapat berakibat kematian yang disebabkan oleh adanya syok, kolaps

spontan akibat kerusakan jaringan paru, serta penyebaran infeksi ke organ

tubuh lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan lain sebagainya

(Pratiwi, 2020)
8. Pentalaksanaan Tuberkulosis

a. Pentalaksanaan Farmakologis

Pengobatan TB Paru dibagi menjadi dua tahap yakni:

1) Tahap intensif, dengan memberikan 4-5 macam obat anti tuberkulosis

per hari dengan tujuan menghilangkan keluhan dan mencegah efek

penyakit lebih lanjut serta mencegah timbulnya resistensi obat

2) Tahap lanjutan, dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari atau

secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri yang tersisa,

dan mencegah kekambuhan (Azwar et al, 2017).

Lama pengobatan tuberkulosis dibedakan menurut kategori

pengobatan. OAT yang digunakan adalah OAT Lini pertama yang dibagi

menjadi kategori 1 dan kategori 2:

1) Kategori 1

Panduan OAT ini diperuntukkan penderita tuberkulosis terkonfirmasi

bakteriologi, tuberkulosis terkonfirmasi klinis dan tuberkulosis ekstra

paru. Panduan OAT kategori I yang digunakan Indonesia adalah

2(HRZE)/4(HR)3 dalam jangka waktu 6 bulan. Pada tahap intensif,

diberikan OAT HRZE (Isoniazid (H), Rimfapisin (R), Pirazinamid (Z),

Etambutol (E)) setiap hari selama 2 bulan pertama. Sedangkan pada

tahap lanjutan, diberikan OAT (HR)3 (Isoniazid (H), Rimfapisin (R))

masing-masing diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan

selanjutnya

2) Kategori 2
Panduan OAT ini diperuntukkan penderita kambuh, gagal dengan

pengobatan kategori 1 dan pengobatan yang pernah putus. Panduan

OAT yang digunakan Indonesia adalah 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3

dalam jangka waktu 8 bulan, 3 bulan pertama merupakan tahap intensif

dan 5 bulan selanjutnya tahap lanjutan. Pada tahap intensif selama 3

bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES (Isoniazid (H), Rimfapisin

(R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), Streptomisin (S)) yang diberikan

setiap hari, dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE (Isoniazid (H), Rimfapisin

(R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E)) setiap hari. Sedangkan pada tahap

lanjutan, diberikan HRE sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 5

bulan (Isoniazid (H), Rimfapisin (R), Etambutol (E)) (Noveyani et al,

2014).

b. Penatalaksanaan Non farmakologis

Terdapat beberapa penatalaksanaan secara non-farmakologis yang dapat

meringankan gejala tuberkulosis.

1) Latihan batuk efektif

Batuk efektif merupakan tindakan keperawatan untuk membersihkan

sekresi pada jalan nafas sehingga pasien dapat mempertahankan

kepatenan jalan nafas serta mencegah resiko tinggi retensi sekresi

(Listiana et al, 2020).

2) Clapping dan vibrasi dada

Tindakan clapping dan vibrasi pada dada bermanfaat untuk

memperbaiki ventilasi dan meningkatkan kemampuan otot pernapasan

untuk membuang sekresi. Clapping merupakan tindakan yang dilakukan


dengan menepuk-nepuk dada secara ringan menggunakan tangan yang

membentuk mangkok. Vibrasi merupakan kompresi dengan memberikan

getaran pada dinding dada saat pasien ekshalasi (Tahir et al, 2019).

3) Postural drainase

Menurut Tahir et al (2019), salah satu tugas perawat yaitu

memposisikan pasien saat melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada

tidak hanya untuk membersihakan secret dari jalan nafas, tetapi juga

mencegah rusaknya saluran pernapasan dengan menggunakan teknik

postural drainase. Tindakan postural drainase berguna untuk

menghilangkan mukus yang kental pada paru.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Menurut Rohmah & Walid (2019) Pengkajian adalah proses melakukan

pemeriksaan atau penyelidikan oleh seorang perawat untuk mempelajari

kondisi pasien sebagai langkah awal yang akan dijadikan pengambilan

keputusan klinik keperawatan. Oleh karena itu pengakjian harus dilakukan

dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan keperawatan dapat

teridentifikasi. Pada pasien tuberculosis pengkajian meliputi :

a. Anamnesa

1) Identitas diri pasien dan penanggung jawab

Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lainlain

2) Keluhan utama

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta

pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 3 keluhan, yaitu :


a) Batuk

Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan,

apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur

darah, Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak,

berupa garis atau bercak-bercak darah.

b) Sesak Nafas

Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas

atau karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura,

pneumotoraks, anemia, dll.

c) Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB

3) Keluhan sistematis

Biasanya pasien tb paru akan mengalami demam yang bersifat hilang

timbul Subfebris, febris (40-410C). Keluhan lain yang timbul antara

lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan

Keadaan pernapasan (napas pendek), Nyeri dada, Batuk disertai

sputum

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh 2

b) Pernah berobat tetapi tidak sembuh

c) Pernah berobat tetapi tidak teratur

d) Riwayat kontak dengan penderita TB paru

e) Daya tahan tubuh yang menurun


f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur

g) Riwayat putus OAT

3) Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma,

alergi dan TB

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum & Tanda-tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan

peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat

disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama dengan

peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan darah.

2) Persistem

a) Kepala

Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis,

konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, hidung tidak

sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya

pergeseran trakea.

Palpasi : Apakah ada benjolan dan nyeri tekan atau tidak

b) Mata

Inspeksi : Melihat apakah kedua mata simteris atau tidak, apakah

ada peradangan pada mata, serta melihat fungsi indra

penglihatan

c) Mulut dan faring

Inspeksi : Mengamati bibir apakah ada kelainan congenital (bibir

sumbing) warna, apakah simetris, apakah lembab, ada


bengkak, luka, amati bentuk dan jumlah gigi, warna plak

dan lubang serta kecerahan gigi

Palpasi : Melihat apakah ada massa, tumor, bengkak atau nyeri

dengan cara pegang dan tekan darah pipi

d) Hidung

Inspeksi : Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak,ada secret/tidak

e) Telinga

Inspeksi : Kaji Telinga Luar bersih/tidak, membran tympani, ada

secret/tidak

Palpasi : Ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran

f) Leher

Inspeksi : Melihat mbentuk, warna kulit, jejaring parut, mengamati

pembesaran kelenjar tiroid, amati bentuk leher apakah

ada kelainan atau tidak.

Palpasi : Melihat apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dengan

cara meraba leher klien, intruksikan pasien menelan dan

merasakan adanya massa atau pembesaran pada

kelenjar tyroid

g) Dada/Thorax & Jantun

Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada,

biasanya pasien kesulitan saat inspirasi

Aukultasi : Memahami bunyi nafas, vesikuler, wheezing atau crecles,

pada jantung dengarkan bunyi jantung 1 dan 2

Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah, apakah ada

nyeri tekan
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak

h) Abdomen

Inspeksi : Lihat kesimetrisan abdomen, warna sekitar abdomen dan

apakah ada pembengkakan atau tidak

Auskultasi : Mendengarkan bising usus pasien, dengan nilai normal

10–12x/menit.

Palpasi : Mengidentifikasi massa dan reflek sakit saat ditekan

Perkusi : Biasanya terdapat suara tympani

i) Ekstermitas atas & bawah

Periksa CRT pasien,biasanya akral teraba dingin, tampak pucat,

tidak ada edema.

d. Pola fungsi kesehatan

1) Aktivitas dan istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja ,

kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari,

menggigil dan/atau berkeringat.

Tanda : Takikardi, takipnea/dispnea pada saat kerja , kelelahan otot,

nyeri, sesak (tahap lanjut).

2) Integritas Ego

Gejala : Adanya faktor stres lama, masalah keuangan, perasaan tidak

berdaya/putus asa.

Tanda : Menyangkal (khususnya pada tahap dini), ketakutan, ansietas,

mudah terangsang

3) Makanan dan cairan


Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan

berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang

lemak subkutan.

4) Nyeri dan kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,

gelisah.

5) Pernafasan

Gejala : Batuk, produktif atau tidak produktif , nafas pendek,

riwayat tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi.

Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan Penyakit luas atau

fibrosis parenkim paru dan pleura), Pengembangan

pernafasan tak simetris (effusi pleural). Perkusi pekak dan

penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan

pleural). Bunyi nafas menurun / tak ada secara bilateral

atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak). Bunyi nafas

tubuler dan / atau bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekel

tercatat diatas apek paru selama inspirasi cepat setelah

batuk pendek.

6) Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes

HIV positif.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut

7) Interaksi social
Gejala : Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular,

perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas

fisik untuk melaksanakan peran.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan

yang sering muncul pada kasus diare menurut PPNI (2017) sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)

b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

c. Hipertermia (D.0130)

d. Gangguan pertukaran gas (D.0003)

e. Defisit nutrisi (D0019)

f. Intoleran aktivitas (D.0056)

3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan

keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh

perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (PPNI, 2018).


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 (D.0001) L.01001 I.01011 (Manajemen Jalan Nafas)
Bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan Observasi :
tidak efektif keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi,kedalaman)
diharapkan bersihan jalan 2. Monitor bunyi nafas tambahan
napas meningkat dengan 3. Monitor sputum
Kriteria Hasil : Terapeutik :
1. Produksi sputum menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Mengi menurun dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust,
3. Whezing menurun dicurigai trauma servikal)
4. Frekuensi napas membaik 5. Posisikan Semi-Fowler atau fowler
5. Pola napas membaik 6. Lakukan fisioterapi, jika perlu
7. Keluarkan sumbatan benda pada dengan
focep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
9. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari,jika tidak kontraindikasi
10. Ajarkan teknik betuk efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2 (D.0005) (L.01004) (1.01011)


Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
diharapkan pola nafas kedalaman,usaha napas)
membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis,
1. Frekuensi napas membaik gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
2. Kedalaman napas membaik 3. Monitor
3. Ekskrusi dada membaik Terapeutik :
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
5. Posisikan semi fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Berikan oksiegen jika perlu
Edukasi :
9. Anjurkan asupan cairan 200ml/hari jika
tidak kontraindikasi
Kolaborasi :
10. kolaborasi pemberian bonkodilator,
ekspektoran, mukolitik , jika perlu
3. (D.0130) (L14134) (I.15506)Manajemen Hipertermia)
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam Identifikasi penyebab hipertermia (mis.
diharapkan termoregulasi Dehidrasi,terpapapr lingkungan panas)
membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh membaik 2. Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Suhu kulit membaik Terapeutik :
3. Tekanan darah membaik 3. Sediakan lingkungan yang dingin
4. Kadar glukosa darah 4. Longgarkan atau lepaskan pakaian
membaik 5. Berikan cairan oral
6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhirosis (keringat
berlebihan)
7. Lakukan pendinginan eksternal (Mis.
Kompres dingin pada dadhi, aksila,leher,
abdomen)
Edukasi :
8. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
9. kolaborasi pemberian cairan intravena
dan elektrolit
4 (0003) (01003) (I.01014) Pemantauan Respirasi
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
pertukaran gas keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
diharapkan pertukaran gas upaya napas
meningkat dengan kriteria hasil 2. Monitor pola napas (Mis.
1. Tingkat kesadaran Bradipnea,takipnea, hiperventilasi)
meningkat 3. Monitor adanya sputum
2. Bunyi napas tambahan 4. Monitor kemapuan batuk efektif
menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. PCO2 membaik 6. Monitor saturasi oksigen
4. PO2 membaik 7. Monitor nilai AGD
5. PH arteri membaik 8. Palpasi kesimetrisan paru
6. Takikardia membeik 9. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik :
10. Atur pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
11. Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi :
12. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
5 (D0019) (L.03030) I.03119) Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
maka status nutrisi membaik 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dengan kriteria hasil : nutrien
1. Porsi makan yang 3. Monitor asupan makanan
dihabiskan meningkat 4. Monitor berat bedan
2. Berat badan membaik 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3. Frekuensi makan membaik Terapeutik :
4. Nafsu makan membaik 6. Berikan makanan tinggi serat untuk
5. Indeks masa tubuh mencegah konstipasi
membaik 7. Berikan makanan yang tinggi kalori dan
tinggi protein
8. Berikan suplemen makan jika perlu
9. Berikan makanan pengganti karbohidrat
seperti roti
Kolaborasi :
10 kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis : pereda nyeri, antiemati) jika
perlu
6 (D.0056) (L.03030) (I.05178)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Label : Manajemen energi
keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
maka aktivitas meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
membaik dengan kriteria hasil mengakibatkan kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat 2. Monitor kelebihan fisik dan kelemahan
(5) 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Keluhan lelah menurun (5) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
3. Perasaan lemah menurun selama melakukan aktivitas
(5) Terapeutik :
5. Sedikan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (suara)
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau
aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
Edukasi :
8. Anjurkan tirah baring
9. Anjurkan lakukan secara bertahap
10. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
11. kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

4. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan

yang telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivvitas
perawat dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga

untuk mencapai hasil yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021)

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, di mana pada

dokumentasi ini akan membandingnkan secara sistematis dan terencana

tentang kesehatan pada pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan

dengan kenyataan yang dialami oleh pasien dengan melibatkan pasien dan

tenaga Kesehatan lainnya (Pangkey et al., 2021).


BAB III

METODE DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Metode

1. Desain Karya Ilmiah Akhir

Desain penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Studi kasus

deskriptif merupakan jenis penelitian yang hanya menggambarkan atau

memaparkan variabel yang diteliti tanpa menganalisa hubungan antar

variabel (Sedán et al., 2020). Pendekatan yang digunakan merupakan

pendekatan asuhan keperawatan pada Tn. H Dengan Diagnosa Medis

Tuberkulosis (TB). Dengan Intervensi Fisioterapi Dada Di Ruang Tulip RSUD

Syekh Yusuf Kab.Gowa yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2. Subjek Kasus

Penelitian yang dilakukan melibatkan 1 subjek yaitu pasien kelolaan Tn. H

dengan diagnosa medis Tuberkulosis (TB), di Ruang Tulip RSUD Syekh

Yusuf Kab.Gowa

3. Lokasi Waktu Studi Kasus

a. Lokasi

Penelitian ini di lakukan di ruang Tulip RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa

b. Waktu

Waktu pelaksanaan dilakukan selama 3 hari pada tanggal 3-5 Juni 2023

dengan waktu 3 kali kunjungan ke kamar pasien di Ruang Tulip RSUD

Syekh Yusuf Kab.Gowa


4. Fokus Studi Kasus

Karya Ilmiah Akhir ini berfokus kepada Asuhan Keperawatan Tuberkulosis

(TB) pada Tn.H dengan menggunakan intervensi teknik Fisioterapi Dada

untuk membantu mengeluarkan sekret pada gangguan bersihan jalan napas

pada pasien Di Ruang Tulip RSUD Syekh Yusuf Kab.Gowa.

5. Defenisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian menurut Sugiyono (2015) adalah

suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki

variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.

a. Tuberkulosis merupakan penyakit yang di sebabkan oleh myobacterium

tuberkulosis yang meyerang sistem pernapasan dan di tandai dengan

batuk berdahak di sertai darah, demam pada malam hari , kurang nafsu

makan, berat badan menurun, malaise, sesak napas.

b. Asuhan keperawatan klien dengan Tuberkoulosis adalah asuhan

keperawatan komprehensif yang diberikan melalui metode proses

keperawatan dari pengkajian, penegakan masalah keperawatan,

menentukan intervensi, melakukan intervensi, lalu evaluasi pada klien yang

mempunyai diagnose medis Tuberkulosis (TB).

6. Instrumen Studi kasus

Instrumen penelitian yang digunakan adalah SOP Fisioterapi dada, pada

buku laporan catatan keperawatan pasien Tn.H.

7. Metode pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah:

a. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap

informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya (Aprilia, 2020).

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan

menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung

kepada pasien. Dengan demikian akan memudahkan penulis untuk

mengetahui masalah keperawatan pasien

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan

pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk

mendapatkan data fisik pasien ecara keseluruhan (Aprilia, 2020). Penulis

melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada pasien dengan

Tuberkulosis.

c. Observasi Partisipasif

Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan pada pasien selama dirawat dirumah sakit dan lebih bersifat

objektif, yaitu dengan melihat respon pasien setelah dilakukan tindakan.

Penulis melakukan observasi partisipatif dengan cara melihat respon

pasien setelah penulis melakukan tindakan keperawatan (Hinestroza,

2018)

d. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah suatu teknik yang diperoleh dengan

mempelajari buku laporan, catatan medis serta hasil pemeriksaan yang

ada. Penulis mempelajari buku laporan, catatan yang mengenai data-data

pasien (Hinestroza, 2018)


8. Analisa Data

Analisa data penelitian berfokus pada kasus tentang pemberian teknik

fisioterapi dad pada Tn.H dengan Tuberkulosis (TB) menggunakan domain

analisis, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum

dan relative yang menyeluruh tentang apa yang tercakup pada fokus

penelitian. Domain penelitian berupa teknik fisioterapi dada. Data yang

terkumpul dilakukan penyederhanaan melalui pemfokusan dan seleksi

menjadi informasi yang bermakna. Kemudian disajikan dalam bentuk narasi

yang tersusun secara sistematis dan mudah dipahami. Setelah itu

dilakukanya penarikan sebuah kesimpulan dari keseluruhan penelitian.

9. Prinsip Etik

Sebuah penelitian harus memperhatikan prinsip etik penelitian sebagai

bentuk rasa tanggung jawab terhadap upaya untuk mengenal dan

mempertahankan hak asasi manusia sebagai bagian dari sebuah penelitian

(Ropyanto et al., 2013). Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi:

a. Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian. Bila subyek, maka

peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak

subyek.

b. Anonymity(tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

c. Confodentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data

yang telah dikumpul disimpan dalam disket dan hanya bisa diakses oleh

peneliti dan pembimbing.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. DATA UMUM

1. Identitas Klien

Nama : Tn.H

Umur : 43 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Suku : Makassar

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Palangga

No RM : 610114
Diagnosa Medis : Tuberkulosis (TB) Paru

2. Penanganggung Jawab/pengantar

Nama : Ny. N

Umur : 40 tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : IRT

Hubungan dengan Klien : Istri Klien

Alamat : Palangga
II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI

1. Keluhan Utama : Sesak Napas

2. Alasan Masuk RS : Klien mengatakan sesak napas batuk dan sulit

mengeluarkan dahak, nyeri dada, sejak 2 hari yang lalu dan memberat

sejak semalam, sehingga di antar oleh keluarganya ke rumah sakit.

Berdasarkan hasil pengkajian didaptkan hasil TTV : Td 98/75mmHg,

N.74x/m, S.36,8℃, RR.32x/m, SPO2. 98%, Terpasang O2/5L

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

1. Penyakit yang pernah dialami

a. Saat kecil / anak-anak

klien mengatakan penyakit yang pernah dialami demam, batuk, sakit

kepala dll.

b. Penyebab

Klien mengatakan tidak mengetahui penyebabnya

c. Riwayat Perawatan

klien mengatakan tidak pernah di rawat di rumah sakit

d. Riwayat Operasi

Klien mengatakan tidak pernah operasi

e. Riwayat pengobatan

Klien mengatakan saat sakit klien membeli obat di apotik / warung

untuk minum

2. Riwayat alergi

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi

3. Riwayat Imunisasi
Klien mengatakan sudah tidak ingat imunisasinya

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Genogram

43 ?
? ? 40 ?

27 24 19 15 12

Simbol genogram :

: Laki-Laki ? : Tidak di ketahui umur

: Perempuan X : Meninggal

: Pasien : Garis Keturunan

: Garis Perkawinan ....... : Tinggal serumah

Keterangan :

Generasi I : Ayah dari klien sudah meninggal dengan faktor yang tidak

diketahui, ibu klien masih hidup dan sehat

Generasi II : Klien anak ke dua dari 4 bersaudara dan semua saudara klien

masih hidup dan sehat


Generasi III : Pasien mempunyai lima anak, dua anak pasien sudah menikah

dan tiga anaknya masih sekolah dan tinggal bersama klien dan

isitri

V. RIWAYAT PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL

1. Pola koping

Pasien mengatakan jika ada masalah selalu bercerita kepada

keluarganya

2. Harapan klien terhadap penyakitnya

Pasien berharap penyakitnya cepat sembuh dan pulang ke rumah

3. Faktor Stressor

Klien mengatakan sesak napas membuatnya sulit tidur

4. Konsep diri

Klien mengatakan selama dirawat di RS aktivitasnya di bantu keluarga

5. Pengetahuan klien tentang penyakitnya

Klien mengatakan ia mengetahui tentang penyakitnya

6. Adaptasi

Klien mengatakan mampu beradaptasi dengan lingkungannya

7. Hubungan dengan anggota keluarga

Klien mengatakan hubungan dengan keluarganya baik

8. Hubungan dengan masyarakat

Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat baik

9. Perhatian terhadap orang lain dan lawan bicara

asien mengatakan selalu memperhatikan lawan bicaranya

10. Aktivitas sosial


Pasien mengatakan selama dirawat di RS segala aktivitas dibantu oleh

keluarga

11. Bahasa yang sering digunakan

Klien mengatakan bahasa yang sering digunakan bahasa indonesia dan

bahasa makassar

12. Keadaan lingkungan

Klien mengatakan keadaan lingkungannya bersih

13. Kegiataan keagamaan/pola ibadah

Klien mengatakan selama sakit klien hanya sembayang di tempat tidur

14. Keyakinan tentang kesehatan

Klien mengatakan yakin bahwa penyakitnya akan sembuh

VI. KEBUTUHAN DASAR / POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

1. Makan

Sebelum MRS : Klien mengatakan sebelum sakit nafsu makannya kurang,

klien makan 3 x sehari dengan nasi, sayur, ikan dll. Porsi

makan tidak di habiskan .

Setelah MRS : klien mengatakan makan 3x sehari sesuai yang di sediakan

oleh rumah sakit, porsi tidak dihabiskan

2. Minum

Sebelum MRS : Klien mengatakan minum 6-7 gelas per hari

Setelah MRS : Klien mengatakan minum jika haus 3-4 gelas perhari

3. Tidur

Sebelum MRS : klien mengatakan tidurnya baik kalau malam 8-9 jam dan

siang 2 jam
Seteleh MRS : Klien mengatakan sulit tidur karena batuk dan sesak napas

sehingga klien sering terjaga

4. Eliminasi Fekal / BAB

Sebelum MRS : Klien mengatakan BAB lancar 1-2x / hari setiap pagi,

konsistensi lunak dan berwarna kuning.

Setelah MRS : Pasien mengatakan BAB 1x selama masuk rumah sakit,

konsistensi lunak dan berwarna kuning.

5. Eliminasi Urin / BAK

Sebelum MRS : Klien mengatakan BAK 5-6 kali sehari dengan warna

kuning

Setelah MRS : Klien mengatakan BAK 7-8 kali sehari dengan warna

kuning

6. Aktivitas dan Latihan

Sebelum MRS : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas setiap hari

secara mandiri

Setelah MRS : Klien mengatakan selama dirawat di RS segala aktivitas

dibantu oleh keluarga. Klien tampak hanya terbaring di

tempat tidur , aktivitas klien tampak dibantu

7. Personal Hygiene

Sebelum MRS : Klien mengatakan mandi, menggosok gigi

secara rutin 2x/ hari, shampo 2x seminggu, memotong

kuku jika panjang

setelah MRS : Klien mengatakan belum mandi hanya di washlap


VII. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Lemah

2. Kesadaran : Composmetis GCS (E5, M6, V5)

3. BB :

4. Kehilangan BB :

5. Vital Sign :

TD : 98/75mmHg

N : 74x/m

S.36,8℃

RR : 32x/m

SPO2 : 98%

6. Head To Toe

a. Warna kulit

I : Warna kulit sawo matang, turgor kulit lembab, tidak ada udem, turgor

kulit baik

b. Kepala dan rambut

I : Bentuk kepala bulat, posisi kepala normal, warna rambut hitam ada

uban, kulit kepala dan rambut tampak bersih, tidak ada peradangan

di kepala

P : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada keluhan

c. Mata

I : Simetris kanan dan kiri, fungsi penglihatan normal, sclera tidak

ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor, kelopak mata tidak edema,

tidak menggunakan alat bantu penglihatan.

d. Hidung
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada peradangan, tidak ada polip, fungsi

penciuman baik, tidak ada keluhan

e. Telinga

I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada peradangan, tidak ada

perdarahan, fungsi pendengaran baik, tidak menggunakan alat

bantu pendengaran

f. Mulut dan gigi

I : Kebersihan mulut terjaga, mukosa bibir lembab, lidah bersih, gigi

bersih, tidak ada caries gigi, dan tidak ada perdarahan gusi, gigi

tampak ada yang tanggal

g. Leher

I : Tidak ada pembesaran kelenjar tyrohid, tidak ada pemebesaran

vena jugularis, gerekan leher baik, tidak ada keluhan yang

berhubungan

P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

h. Dada

Paru-paru

I : Bentuk dada simetris, ada retraksi otot dada, tidak ada lesi.

A : Terdengar suara tambahan ronchi

P : Sonor

P : Ekspansi dada sama dan tidak ada nyeri tekan.

Jantung

I : Icterus cordis tidak tampak

P : Icterus cordis teraba pada midclavikula sinistra

P : Tidak ada pembesaran jantung


A : Bunyi jantung normal lupdup

i. Abdomen

I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, abdomen tampak datar

P : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri

P : Suara perkusi tympani

A : Ada suara Peristaltik

j. Perineum dan genitelia : Tidak ada masalah khusus

k. Ekstermitas atas dan bawah

Ekstermitas Atas

I : - Tangan kanan, kekuatan otot 5, ROM aktif, capilary refil < 2 detik.

- Tangan kiri, terpasang infus RL 16 tpm tidak ada tanda-tanda

infeksi kekuatan otot 4, ROM aktif,

P : Tidak ada nyeri tekan, akral teraba hangat

Ekstermitas bawah

I : - Kaki kanan, pasien dapat menggerakkan kaki kanan secara

mandiri, kekuatan otot 4, capilary refile < 2 detik,

- Kaki kiri, pasien dapat menggerakkan kaki kiri secara mandiri,

kekuatan otot 4, capilary refile < 2 detik,

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 02-06-2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Darah rutin
WBC 16.24 4.0-10.0 10ˆ3/uL
Neut 13.97 37.0-72.0 10ˆ3/uL
Lym 1.48 1.00-3.70 10ˆ3/uL
Mon 0.78 0.00-0.70 10ˆ3/uL
Eos 0.00 0.0-6.0 10ˆ3/uL
Neu 86.0 37.0-72.0 %
RBC 3.55 4.00-6.20 10ˆ6/uL
HGB 9.2 11.0-18.0 g/dL
HCT 28.2 35.0-55.0 %
MCV 75.9 80.0-100.0 fL
MCH 25.9 26.0-34.0 pg
RDW-CV 17.4 10.0-16.0 %
PCT 0.0330 0.17-0.35 %
KIMIA DARAH
SGOT 16 <38 U/L
SGPT 10 <41 U/L
Ureum Darah 24 0-50 mg/dL
kreatinine Darah 0.7 <1.3 mg/dl
HbA1c 10.0 <6.5 %
KIMIA KLINIK
Test TCM MTB
DETECTED
MEDIUM
X-RAY  Pneumonia
bilateral
 Dilatation
aorta

IX. TERAPI SAAT INI

Jenis therapi Dosis Rute Indikasi


Ivfd Rl 16 Tpm untuk mengganti cairan yang
hilang dan untuk membantu
prosedur intravena tertentu
Cefotaxime 1 gr/12 jm IV Untuk mengatasi infeksi
bakteri
Omeprazole 40 mg/12 jam IV mengatasi asam lambung
berlebih dan keluahan yang
mengikutinya
N-Ace 200 mg 3x1 Oral Membantu mengeluarkan
dahak serta mengencerkan
dahak.
X. KLASIFIKASI DATA

Data Objektif Data Subjektif

1. Klien mengatakan sesak napas 1. Klien nampak sesak napas

2. Klien mengatakan batuk 2. Klien nampak batuk di sertai

3. Klien mengatakan sulit dahak

mengeluarkan dahak 3. Terdengar suara bunyi napas

4. Klien mengatakan sulit tidur tambahan ronchi

karena batuk dan sesak napas 4. Klien tampak lemas dan

sehingga klien sering terjaga mengantuk

5. Klien mengatakan aktivitasnya di 5. Wajah klien nampak lesu

bantu keluarga 6. Nampak aktivitas di bantu

keluarga

7. Nampak hanya berbaring di

tempat tidur

TD : 98/75mmHg

N : 74x/m S.36,8℃

RR : 32x/m

SPO2 : 98%
XI. Analisa Data

No DATA Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS : Microbacterium Tuberkulosis Bersihan jalan napas
- Klien mengatakan sesak tidak efektif
napas Droplet infeksion
- Klien mengatakan batuk
- Klien mengatakan sulit Masuk lewat jalan napas dan
mengeluarkan dahak menempel pada paru

DO :
- Klien tampak sesak napas Menetap di jaringan paru

- Klien nampak batuk


Terjadi proses peradangan
berdahak
- Terdengar bunyi napas
Terjadi proses peradangan
tambahan ronchi
- RR 32x/m
Tumbuh dan berkembang di
sitoplasma makrofag

menyebar keorgan lain (paru lain,


saluran pencernaan, tulang)

kerusakan membrane alveolar

Bersihan jalan napas tidak efektif

2. DS : Microbacterium Tuberkulosis Ganggun pola tidur


- Klien mengatakan sulit
tidur karena batuk dan Droplet infeksion
sesaak napas sehingga
klien sering terjaga Masuk lewat jalan napas dan

DO : menempel pada paru


- Klien tampak lemas dan
mengantuk Menetap di jaringan paru
- Wajah klien nampak lesu
- TD 98/75mmHg Terjadi proses peradangan

Terjadi proses peradangan

Tumbuh dan berkembang di


sitoplasma makrofag

menyebar keorgan lain (paru lain,


saluran pencernaan, tulang)

kerusakan membrane alveolar

Menurunnya permukaan efek


paru

Pembentukan sputum berlebihan

Bersihan jalan napas tidak efektif

Batuk berat

sering terjaga

Gangguan pola tidur


3. DS : Microbacterium Tuberkulosis Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan
aktivitasnya di bantu sama Droplet infeksion
keluarga
DO : Masuk lewat jalan napas dan

- Ku lemah menempel pada paru

- Nampak aktivitas klien


dibantu kelurga Menetap di jaringan paru
- Klien nampak hanya
berbaring di tempat tidur Terjadi proses peradangan

Terjadi proses peradangan

Tumbuh dan berkembang di


sitoplasma makrofag

menyebar keorgan lain (paru lain,


saluran pencernaan, tulang)

kerusakan membrane alveolar

Menurunnya permukaan efek


paru

Pembentukan sputum berlebihan

Bersihan jalan napas tidak efektif

Batuk berat

Lemah

Intoleransi Kativitas
XII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Hipersekresi d.d sputum
berlebih
2. Gangguan pola tidur b.d proses penyakit d.d klien tampak lemas
dan mengantuk
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d klien nampak tidak mampu
melakukan aktivitas

XIII. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Inisial Klien : Tn. H No. RM : 610114
Umur Klien : 43 Tahun Dx. Medis : TB Paru

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


(SDKI) ( SLKI ) (SIKI)
1 D.001 L.01001 1.01011 (Manajemen Jalan Nafas)
Bersihan jalan napas tidak setelah dilakukan tindakan Observasi :
efektif b.d Hipersekresi keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola nafas
d.d sputum berlebih diharapkan bersihan jalan (frekuensi,kedalaman)
napas meningkat dengan 2. Monitor bunyi nafas tambahan
Kriteria Hasil : 3. Monitor sputum
1. Produksi sputum menurun Terapeutik :
2. Ronchi menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan
3. Frekuensi napas membaik nafas dengan head-tilt dan chin-
4. Pola napas membaik lift (jaw-thrust, dicurigai trauma
servikal)
5. Posisikan Semi-Fowler atau
fowler
6. Lakukan fisioterapi, jika perlu
7. Keluarkan sumbatan benda pada
dengan focep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
9. Berikan minum hangat
Edukasi :
10. Ajarkan teknik betuk efektif
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. D.0055 L.05045 I. 05174 (Dukungan Tidur)
Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi :
proses penyakit d.d klien keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi pola aktivitas dan
tampak lemas dan pola tidur membaik dengan tidur
mengantuk kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor penghambat
1. Keluhan sulit tidur menurun tidur
2. Keluhan sering terjaga Terapeutik :
menurun 3. Modifikasi lingkungan misalnya
3. Keluhan istirahat tidak pencahayaan, kebisingan, suhu,
cukup menurun tempat tidur
4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
misalnya pijat, akupresure, atau
pengaturan posisi
5. Ajarkan cara nonfarmakologik
untuk mempermudah proses
tidur (Terapi Musik)
Edukasi :
6. Jelakan pentingnya tidur cukup
selama sakit
3. D.0056 (L.03030) (I.05178) Manajemen energi
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi :
kelemahan d.d klien keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi
nampak tidak mampu diharapkan aktivitas meningkat tubuh yang mengakibatkan
melakukan aktivitas membaik dengan kriteria hasil kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat 2. Monitor kelebihan fisik dan
2. Keluhan lelah menurun kelemahan
3. Perasaan lemah menurun 3. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik :
4. Sedikan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (suara)
5. Lakukan latihan rentang gerak
pasif atau aktif
6. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
Edukasi :
7. Anjurkan tirah baring
8. Anjurkan lakukan secara
bertahap
9. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
10. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
XIV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Inisial Klien : Tn. H No. RM : 610114
Umur Klien : 43 Tahun Dx. Medis : TB Paru

IMPLENTASI & EVALUASI H-1

DIAGNOSA TANGGAL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


Bersihan jalan napas 4 juni 2023 08 : 15 1. Memonitor pola nafas S:
tidak efektif (frekuensi,kedalaman) - Klien mengatakan masih sesak
Hasil : napas
- Pola napas abnormal - Klien mengatakan masih batuk
- Retraksi dada cepat dan dangkal berdahak
- RR : 28 x/i - Klien mengatakan masih sulit
08 : 25
2. Memonitor bunyi napas tambahan mengeluarkan dahak
Hasil : O:
Terdengar bunyi napas tambahan - Klien nampak masih sesak napas
(ronkhi) - Klien nampak masih batuk berdahak
3. Monitor sputum - Nampak masih terdengar bunyi napas
08 : 30 Hasil : tambahan ronchi
- Klien mengatakan batuk berdahak - RR 28x/m
- Sputum berwarna kuning kental A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum
4. Posisikan Semi-Fowler atau fowler teratasi
Hasil : P : Lanjutkan intervensi
08 : 35 Klien tampak posisi semifowler - Monitor pola naps
5. Melakukan fisioterapi dada - Monitor bunyi napas tambahan
Hasil : - Monitor sputum
08 : 40 Melakukan fisioterapi dada (Postural - Posiskan semi fowler
drainage, Clapping, Vibrasi) - Lakukan fisioterpai dada
6. Memberikan oksigen jika perlu - Berikan minum hangat
Hasil : - Berikan oksigen jika perlu
Terpasang O2 kanul nasal 5L - Ajarkan batik efektif
08 : 50
7. Memberikan minum air hangat - Lakukan kolaborasi
Hasil :
klien minum air hangat
08 : 55 - Mengajarkan batuk efektif
Hasil :
klien nampak mampu melakukan batuk
09 : 10 efektif
- Melakukan kolaborasi
Hasil :
- klien di berikan nebulizer ventolin 1
ampul
- N-Ace 3x1
- Cefotaxime 1 gr/12 jm
Gangguan pola tidur 09 : 20 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S:
Hasil : - Klien mengatakan masih sulit tidur
klien mengatakan tidur malam 4 jam, karena batuk dan sesaak napas
tidur siang 2 jam sehingga klien sering terjaga
2. Mengidentifikasi faktor penghambat O :
09 : 25
tidur - Klien nampak masih lemas dan
Hasil : mengantuk
Klien mengatakan sulit tidur karena - Wajah klien nampak masih lesu
batuk dan sesak napas sehinnga klien - TD 109/84mmHg
sering terjaga A : Gangguan pola tidur belum teratsi

09 : 30 3. Memodifikasi lingkungan misalnya P : Lanjutkan Intervensi


pencahayaan, kebisingan, suhu, tempat - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
tidur - Identifikasi faktor penghambat tidur
Hasil : - Modifikasi lingkungan misalnya
Pada malam hari lampu kamar pasien pencahayaan, kebisingan, suhu,
di matikan dan membatasi jumlah tempat tidur
09 : 35 pengunjung, penjanga pasien 2 orang. - Lakukan prosedur untuk
4. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan misalnya
meningkatkan kenyamanan misalnya pijat, akupresure, atau pengaturan
pijat, akupresure, atau pengaturan posisi
posisi - Ajarkan cara nonfarmakologik untuk
Hasil : mempermudah proses tidur (Terapi
Klien mengatakan lebih nyaman posisi Musik
semi fowler karena mengurangi - Jelaskan pentingnya tidur cukup
09 : 45 sesaknya selama sakit
5. Mengajarkan cara nonfarmakologik
untuk mempermudah proses tidur
(Terapi Musik)
Hasil :
Klien mengatakan sebelum tidur sering
09 : 54
di putarkan musik
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
Hasil :
Klien mengatakan mengerti dengan
penjelasan yang di sampaikan perawat

Intoleransi aktivitas 10 : 05 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh S :


yang mengakibatkan kelelahan - Klien mengatakan aktivitasnya masih
Hasil : di bantu sama keluarga
klien mengatakan sesak napas O :
membuat klien lemah dan tidak mampu - Ku lemah
beraktivitas - Nampak aktivitas klien masih
2. Memonitor kelebihan fisik dan dibantu kelurga
kelemahan - Klien nampak hanya masih
Hasil : berbaring di tempat tidur
10 : 10 klien mengatakan tidak mampu A : Intoleransi aktivitas belum teratsi
berjalan, dan saat tidur baring sesak P : Lanjutkan intervensi
napas makin bertambah - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
3. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan yang mengakibatkan kelelahan
selama melakukan aktivitas - Monitor kelebihan fisik dan
Hasil : kelemahan
klien mengatakan saat berjalan ke toilet - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
4. Menyedikan lingkungan nyaman dan selama melakukan aktivitas
10 : 15 rendah stimulus (suara) - Anganjurkan tirah baring
Hasil : - Anganjurkan lakukan aktivitas
Klien berada dalam kamar dimana secara bertahap
dalam ruangan tersebut hanya terdapat - Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi
10 : 20 klien dan 2 anaknya tentang cara meningkatkan asupan
5. Menganjurkan tirah baring makanan
Hasil :
Telah menganjurkan klien untuk tirah
baring, akan tetapi klien mengatakan
lebih nyaman posisi semi fowler
10 : 25
6. Menganjurkan lakukan aktivitas secara
bertahap
10 : 30 Hasil :
Telah menganjurkan klien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap,
akan bisa makan sendiri, bisa duduk,
akan tetapi saat berjalan sesaknya
10 : 35
makin bertambah
7. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

IMPLENTASI & EVALUASI H-2

DIAGNOSA TANGGAL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


Bersihan jalan napas 5 juni 2023 09 : 10 1. Memonitor pola nafas S:
tidak efektif (frekuensi,kedalaman) - Klien mengatakan sesak napas mulai
Hasil : berkurang
- Pola napas abnormal - Klien mengatakan masih batuk
- Retraksi dada (+) berdahak
- RR : 25x/i - Klien mengatakan dahak/putumnya
09 : 15
2. Memonitor bunyi napas tambahan mulai berkurang
Hasil : O:
Terdengar bunyi napas tambahan - Nampak sesak napas klien mulai
(ronkhi) berkurang
09 : 20
3. Monitor sputum - Klien nampak masih batuk berdahak
Hasil : - Nampak masih terdengar bunyi napas
- Klien mengatakan batuk berdahak tambahan ronchi
- Sputum berwarna kuning dan sedikit - RR 25x/m
09 : 25 encer A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum
4. Posisikan Semi-Fowler atau fowler teratasi
Hasil : P : Lanjutkan intervensi
09 : 30 Klien tampak posisi semifowler - Monitor pola napas
5. Melakukan fisioterapi dada - Monitor bunyi napas tambahan
Hasil : - Monitor sputum
Melakukan fisioterapi dada (Postural - Posiskan semi fowler
09: 45
drainage, Clapping, Vibrasi)
6. Memberikan oksigen jika perlu - Lakukan fisioterpai dada
Hasil : - Berikan oksigen jika perlu
09 : 50 Terpasang O2 kanul nasal 3L - Berikan minum hangat
7. Memberikan minum air hangat - Ajarkan batik efektif
Hasil : - Lakukan kolaborasi
klien nampak minum air hangat
10 : 05
8. Mengajarkan batuk efektif
Hasil :
klien nampak mampu melakukan batuk
efektif
9. Melakukan kolaborasi pemberian
pemberian Ventolin ½ respule + Nacl 1
ml
Hasil :
- klien di berikan nebulizer ventolin 1
ampul
- N-Ace 3x1
- Cefotaxime 1 gr/12 jm

Gangguan pola tidur 10 : 20 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S:


Hasil : - Klien mengatakan sudah mulai bisa
klien mengatakan tidur malam 5 jam, tidur nyenyak karena batuk dan
tidur siang 2 jam sesak mulai berkurang
2. Mengidentifikasi faktor penghambat O :
10 : 25 tidur - Klien nampak lemas dan mengantuk
Hasil : sudah mulai berkurang
Klien mengatakan sulit tidur karena - Klien nampak mulai segar
batuk dan sesak napas sehinnga klien - TD 115/84mmHg
sering terjaga A : Masalah gangguan pola tidur belum
3. Memodifikasi lingkungan misalnya teratsi
10 : 30
pencahayaan, kebisingan, suhu, tempat P : Pertahankan Intervensi
tidur - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Hasil : - Identifikasi faktor penghambat tidur
Pada malam hari lampu kamar pasien - Modifikasi lingkungan misalnya
di matikan dan membatasi jumlah pencahayaan, kebisingan, suhu,
10 : 35 pengunjung, penjanga pasien 2 orang. tempat tidur
4. Melakukan prosedur untuk - Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan misalnya meningkatkan kenyamanan misalnya
pijat, akupresure, atau pengaturan pijat, akupresure, atau pengaturan
posisi posisi
Hasil : - Ajarkan cara nonfarmakologik untuk
Klien mengatakan lebih nyaman posisi mempermudah proses tidur (Terapi
semi fowler karena mengurangi Musik
10 : 40
sesaknya
5. Mengajarkan cara nonfarmakologik
untuk mempermudah proses tidur
(Terapi Musik)
Hasil :
10 : 57
Klien mengatakan sebelum tidur sering
di putarkan musik
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
Hasil :
Klien mengatakan mengerti dengan
penjelasan yang di sampaikan perawat

Intoleransi aktivitas 10 : 00 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh S :


yang mengakibatkan kelelahan - Klien mengatakan sudah mulai
Hasil : melakukan aktivitasnya sendiri,
Klien mengatakan sesak napas sudah namun terkadang masih di bantu
10 : 05 mulai berkurang sehinnga klien sudah oleh keluarga
mulai dapat melakukan aktivitasnya O:
2. Memonitor kelebihan fisik dan - Ku sedang
kelemahan - Klien nampak sudah mulai
melakukan aktivitasnya sendiri
Hasil : ( makan, washlap, ke toilet)
10 : 10 klien mengatakan sudah mulai mampu A : Masalah Intoleransi aktivitas belum
berjalan ketoilet meskipun di bantu teratsi
sama keluarga P : Pertahankan intervensi
3. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
selama melakukan aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
Hasil : - Monitor kelebihan fisik dan
10 : 15
klien mengatakan saat berjalan ke toilet kelemahan
4. Menyedikan lingkungan nyaman dan - Anjurkan tirah baring
rendah stimulus (suara) - Anjurkan lakukan aktivitas secara

10 : 20 Hasil : bertahap
Klien berada dalam kamar dimana - Sediakan lingkungan yang nyaman
dalam ruangan tersebut hanya terdapat - Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi
klien dan 2 anaknya tentang cara meningkatkan asupan
5. Menganjurkan tirah baring makanan
10 : 25 Hasil :
klien tampak sudah bisa tirah baring
6. Menganjurkan lakukan aktivitas secara
bertahap
Hasil :
Telah menganjurkan klien untuk
melakukan aktivitas secara bertahap,
aklien bisa makan sendiri, bisa duduk,
10 : 30 akan tetapi saat berjalan sesaknya
makin bertambah
7. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan

IMPLENTASI & EVALUASI H-3

DIAGNOSA TANGGAL JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


Bersihan jalan napas 6 juni 2023 15 : 10 1. Memonitor pola nafas S:
tidak efektif (frekuensi,kedalaman) - Klien mengatakan sesak napas
Hasil : mulai berkurang
- Pola napas normal - Klien mengatakan masih batuk
- RR : 22x/i berdahak
15 : 15
2. Memonitor bunyi napas tambahan - Klien mengatakan dahak/sputum
Hasil : mulai encer
Terdengar bunyi napas tambahan O:
(ronkhi) - Nampak sesak napas klien mulai
15 : 20
3. Memonitor sputum berkurang
Hasil : - Klien nampak masih batuk berdahak
- Klien mengatakan batuk berdahak encer
15 : 25 - Sputum warna kuning encer - Nampak sudah tidak terdengar bunyi
4. Posisikan Semi-Fowler atau fowler napas tambahan ronchi
Hasil : - RR 22x/m
15 : 30 Klien tampak posisi semifowler A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum
5. Melakukan fisioterapi dada teratasi
Hasil : P : Pertahankan intervensi
Melakukan fisioterapi dada (Postural - Monitor pola naps
15 : 45 drainage, Clapping, Vibrasi) - Monitor bunyi napas tambahan
6. Memberikan oksigen jika perlu - Monitor sputum
Hasil : - Posiskan semi fowler
klien tampak sudah tidak menggunakan
15 : 50 oksigen - Lakukan fisioterpai dada
7. Memberikan minum air hangat - Berikan oksigen jika perlu
Hasil : - Berikan minum hangat
klien nampak nminum air hangat - Ajarkan batuk efektif
15 : 55 8. Mengajarkan batuk efektif - Lakukan kolaborasi
Hasil :
klien nampak mampu melakukan batuk
efektif
16 : 00
9. Melakukan kolaborasi pemberian
pemberian Ventolin ½ respule + Nacl 1
ml
Hasil :
- klien di berikan nebulizer ventolin 1
ampul
- N-Ace 3x1
- Cefotaxime 1 gr/12 jm

Gangguan pola tidur 16 : 10 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S:


Hasil : - Klien mengatakan sudah tidur
klien mengatakan tidur malam 7 jam, nyenyak
tidur siang 2 jam O:
2. Mengidentifikasi faktor penghambat - Klien nampak segar
16: 15 tidur - TD 120 /82 mmHg
Hasil : A : Masalah gangguan pola tidur teratsi
klien mengatakan sudah tidur nyenyak P : Hentikan Intervensi
16 : 20 3. Memodifikasi lingkungan misalnya
pencahayaan, kebisingan, suhu, tempat
tidur
Hasil :
Pada malam hari lampu kamar pasien
di matikan dan membatasi jumlah
pengunjung, penjanga pasien 2 orang.
16 : 25
4. Melakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan misalnya
pijat, akupresure, atau pengaturan
posisi
Hasil :
klien mengatakan lebih nyaman tirah
16 : 30 baring
5. Mengajarkan cara nonfarmakologik
untuk mempermudah proses tidur
(Terapi Musik)
Hasil :
Klien mengatakan sebelum tidur sering
16 : 35 di putarkan musik
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
Hasil :
Klien mengatakan mengerti dengan
penjelasan yang di sampaikan perawat

Intoleransi aktivitas 16: 40 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh S :


yang mengakibatkan kelelahan - Klien mengatakan mampu
Hasil : melakukan aktivitasnya sendiri
Klien mengatakan sesak napas O :
berkurang dan klien sudah mampu - Ku baik
melakukan aktivitasnya sendiri - Klien nampak mampu melakukan
2. Memonitor kelebihan fisik dan aktivitasnya sendiri
kelemahan A : Masalah Intoleransi teratasi
Hasil : P : Hentikan intervensi
16 : 45
klien mengatakan sudah dapat
berkativitas sendiri
3. Menyedikan lingkungan nyaman dan
16 : 50 rendah stimulus (suara)
Hasil :
Klien berada dalam kamar dimana
dalam ruangan tersebut hanya terdapat
klien dan 2 anaknya
4. Menganjurkan tirah baring
16 : 58 Hasil :
klien tampak sudah bisa tirah baring
5. Menganjurkan lakukan aktivitas secara
bertahap
Hasil :
Telah menganjurkan klien untuk
17 : 00
melakukan aktivitas secara bertahap,
aklien bisa makan sendiri, bisa duduk,
akan tetapi saat berjalan sesaknya
17 : 10 makin bertambah
6. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. RINGKASAN PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian di Lakukan pada tanggal 3 Juni 2023 Pukul 13 : 00 WITA Di

Ruang Tulip Rsud syekh Yusuf Kab. Gowa . Pasien bernama Tn. H, umur 43

tahun, status menikah, pekerjaan wiraswasta dengan Diagnosa Medis yaitu

Tuberkulosis (TB) paru. Penanggung Jawab Ny. N selaku istri pasien, umur

40 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga . Keluhan utama yaitu Pasien

mengatakan sesak napas. Alasan MRS yaitu Pasien mengatakan sesak

napas, batuk, sulit mengeluarkan lendir sejak 2 hari yang lalu dan memberat

sejak semalam. Riwayat penyakit saat ini, pasien mengeluh sesak napas dan

batuk berdahak. Pemeriksaan TTV : TD 98/75 mmHg, Nadi 74x/m, Suhu

36,8°C, RR 32x/m, SPO2. 98%, terpasang O2 kanul nasal 5L/m.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian, ditemukan masalah keperawatan prioritas

pada Tn. H yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif berbuhubungan

hipersekresi di tandai dengan sputum berlebih dengan data penunjang yaitu,

Data Subjektif: Pasien mengatakan sesak napas, batuk, sulit mengeluarkan

dahak. Data Objektif: pasien nampak sesak, nampak batuk berdahak, KU

lemah, terdengar bunyi napas tambahan (Ronchi). Terpasang O2 kanul nasal

5L/m, Pemeriksaan TTV, TD 98/75 mmHg, Nadi 74x/m, Suhu 36,8°C, RR

32x/m.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Setelah dilakukan penetapan diagnosa prioritas, ditemukan masalah

keperawatan pada Tn.H yaitu bersihan jalan napas tidak efektif dengan

rencana asuhan keperawatan yaitu manajemen jalan napas, Berdasarkan

(PPNI DPP SDKI SLKI SIKI Pokja Tim, 2018) :

Observasi :

a. Monitor pola nafas (frekuensi,kedalaman)

b. Monitor bunyi nafas tambahan

c. Monitor sputum

Terapeutik :

a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jawthrust,

dicurigai trauma servikal)

b. Posisikan Semi-Fowler atau fowler

c. Lakukan fisioterapi dada

d. Berikan minum hangat

e. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

Kolaborasi :

a. Lakukan kolaborasi pemberian pemberian Ventolin ½ respule + Nacl 1 ml

4. Implementasi

Implementasi asuhan keperawatan di mulai pada tanggal 4 juni 2023

sampai 6 juni 2023. Implemetasi berdasarkan rencana keperawatan pada

diagnosa prioritas Bersihan jalan napas tidak efektif yaitu :

a. Memonitor pola nafas (frekuensi,kedalaman)


b. Memonitor bunyi nafas tambahan

c. Memonitor sputum

d. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift

(jawthrust, dicurigai trauma servikal)

e. Posisikan Semi-Fowler atau fowler

f. Melakukan fisioterapi dada

g. Memberikan minum hangat

h. Memberikan oksigen, jika perlu

i. Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika

perlu

j. Lakukan kolaborasi pemberian pemberian Ventolin ½ respule + Nacl 1 ml

Penatalaksanan fisioterapi dada pada Tn.H di lakukan selama tiga hari,

sebelum penulis melakukan fisioterapi dada terlebih dahulu memonitor status

pernapasan, respon pasien, mengeluh sulit mengeluarkan dahak dan sesak

napas, pernapasannya 32x/menit. Kemudian melakukan auskultasi, pasien

mengatakan ketika batuk secretnya sulit untuk keluar dan terdengar ronchi di

bagian apex paru sinistra. Setelah itu kemudian berikan penjelasan kepada

pasien mengenai fisioterapi yang dilakukan dengan teknik postural drainage,

clapping/perkusi, dan vibrasi. Fisioterapi dada dilakukan sebelum makan pagi,

siang, sore atau sebelum tidur. Tindakan tersebut tidak boleh dilakukan pada

saat selesai makan karena dapat merangsang muntah pada pasien (Nurarif et

al., 2015).

5. Evaluasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 3 hari sesuai

dengan pengelolaan asuhan keperawatan serta berkolaborasi dengan tim


medis. Adapun hasil evaluasi yang sudah didapatkan mengenai masalah

bersihan jalan napas tidak efektif sudah mulai teratasi dan juga sudah

memenuhi kriteria hasil yaitu pasien dapat mengeluarkan sputum secara

efektif, tidak ada suara ronchi, serta sesak napas mulai berkurang. Sehingga

penulis dapat menyimpulkan bahwa pemberian terapi fisioterapi dada

(postural drainage, perkusi / clapping dan vibrasi) mampu mengatasi masalah

ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien yang mengalami TB Paru.

6. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan

Penerapan teknik fisioterapi dada bertujuan untuk mengeluarkan

sputum/dahak pada pasien Tn. H yang diberikan selama 3 hari, dimulai pada

tanggal 4 Juni 2023 pada pukul 08.00 WITA didapatkan hasil batuk berdahak

mulai berkurang, sesak napas berkurang. Pada tanggal 5 Juni 2022 pada

pukul 09.00 WITA didapatkan hasil adanaya pengenceran dan pengeluaran

dahak/sputum setelah dilakukan teknik fisioterapi dada pada Tn.F dan pada

tanggal 6 Juni 2022 pukul 14.00 WITA didapatkan hasil adanya pengeluharan

sputum dan sesak napas berkurang, tidak ada suara ronchi setelah

pemberian teknik fisioterapi dada. Pemeriksaan TTV, TD 120/82 mmHg, Nadi

86x/m, Suhu 36,6°C, RR 22xm.

Tindakan yang di lakukan penulis sejalan dengan penelitian yang di

lakukan oleh (Lumbantoruan, M. 2019) menunjukkan bahwa fisioterapi dada

terbukti efektif terhadap peningkatakan frekuensi pernafasan pasien TB paru

dimana pada hasil analisis didapatkan p value 0,000 (p<0,05).

B. Pelaksanaan Penerapan Fisioterapi Dada Pada Tn.H Dengan Tuberkulosis

paru
Pemberian tindakan fisioterapi dada pada pasien dengan Tuberkulosis

Masalah keperawatan yaitu bersihan jalan napas tidak efektif akan dijelaskan

sebagai berikut.

Tahap awal sebelum memberikan tindakan fisioterapi dada penulis

melakukan inform consent/persetujuan tindakan kepada Tn.H. Memberikan

edukasi kesehatan tentang tuberkulosis kemudian mendemonstrasikan tindakan

fisioterapi dada. Penulis menjelaksakan tujuan dan tindakan fisioterapi dada

pada Tn. H. Setiap kali proses Tindakan yang dilakukan oleh penulis , penulis

melakukan evaluasi terhadap kondisi pasien dan mengevalusi tindakan

fisioterapi dada yang sudah diberikan untuk melancarkan bersihan jalan nafas

dengan tujuan mengeluarkan dahak/sputum. Setelah dilakukan tindakan

fisioterapi dada selama 3x24 jam masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas

bisa teratasi sebagian. Penulis melakukan evaluasi dengan hasil pasien

mengatakan sesak mulai berkurang, batuknya sudah berkurang dan adanya

pengenceran dan pengeluaran dahak/sputum, tidak ada suara tambahan ronchy

pada pasien,

Penelitian ini sejalan dengan (Hidayanti 2014) yang mengatakan

Fisioterapi dada merupakan kumpulan teknik atau tindakan pengeluaran sputum

yang digunakan, baik secara mandiri maupun kombinasi agar tidak terjadi

penumpukan sputum yang mengakibatkan tersumbanya jalan nafas dan

komplikasi penyakit lain sehingga menurunkan fungsi ventilasi paru-paru.

Setelah dilakukan fisioterapi dada pasien dilakukan evaluasi tindakan,

diukur vital sign seperti laju pernafasan dan SpO2 post perkusi dada.

Berdasarkan tindakan fisioterapi dada yang telah dilakukan untuk meningkatkan

bersihan jalan nafas pada Tn.H dengan hasil frekuensi pernafasan (RR: 22 x/m),
irama pernafasan (reguler), dahak bisa berkurang, batuk berkurang, dan tidak

ada suara nafas tambahan yaitu ronki sehingga masalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas teratasi Sebagian, kemudian menganjurkan pasien untuk

tetap melakukan fisioterapi dada, dan batuk efektif .

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan

Puspitaningsih, dkk (2019) menyebutkan bahwa 2 responden anak sebelum

dilakukan tindakan fisioterapi dada rata-rata terdapat suara napas tambahan

(ronki), sesak napas, batuk produktif, demam, pergerakan dada tidak simetris,

pernapasan cepat dan dangkal, dan pernapasan cuping hidung. Kemudian

setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada 3 hari perawatan sudah tidak

terdapat suara napas tambahan, sesak napas menurun, batuk produktif

berkurang.

C. Keterbatasan Studi Kasus

Didalam penelitian studi kasus ini sangat banyaklah keterbatasan yang ada,

seperti terbatasnya waktu dalam melakukan studi kasus dan minimnya sumber

literature penelitian terkini mengenai Tuberkulosis Paru. Hanya beberapa

literatur terkini yang peneliti dapat untuk dijadikan sumber referensi dalam

menyusun studi kasus ini.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan kasus dan setelah dilakukan asuhan keperawatan pada

pasien Tn. H, peneliti mendapat hasil keimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian di Lakukan pada tanggal 4 Juni 2023 Pukul 13.00 WITA Di Ruang

Tulip Rsud Syekh Yusuf. Pasien bernama Tn.H umur 34 tahun, status sudah

menikah, pekerjaan wiraswasta dengan Diagnosa Medis yaitu Tuberkulosis

Paru. Keluhan utama yaitu seasak napas, keluhan saat di kaji klien

mengatakan sesak napas, batuk, sulit mengeluarkan dahak, klien

mengatakan sulit tidur dan tidak mampu melakukan aktivitas sendiri. KU

lemah Hasil TTV : TD.98/75 mmHg, N.74x/m, RR.32x/m, S.36,8°C,

SPO2,98%, terpasang O2 5L/m

2. Diagnosa keperawatan/masalah prioritas yang di dapat adalah bersihan jalan

napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi ditandai dengan sputum

berlebih

3. Rencana tindakan keperawatan prioritas yang diangkat adalah manajemen

jalan napas

4. Implementasi keperawatan prioritas yang dilakukan adalah manajeemen jalan

napas dengan terapi non farmakologis fisioterapi dada

5. Hasil evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan non framakologis

teknik fisioterapi dada selama 3 hari dengan waktu 5-10 menit yang di

lakukan pada pasien Tn.H didapatkan hasil klien mampu mengeluarkan

sputum (sputum berkurang), sesak berkurang, pernapasan dari 32x/m

menjadi 22x/m.
B. SARAN

1. Bagi Perawat

Studi kasus yang telah dilakukan diharapkan dapat menjadi referensi studi

bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan professional pada

pasien dengan diagnosa medis Tuberkulosis Paru

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi studi dalam

memberikan informasi dan ilmu pengetahuan baru untuk menambah

wawasan dalam mempelajari asuhan keperawatan dengan kasus

Tuberkulosis paru kepada mahasiswa Profesi Ners.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti sadar bahwa hasil studi kasus ini masih memiliki banyak kekurangan

dari berbagai aspek, diantaranya isi, penyampaian informasi, tata cara

penulisan, penggunaan bahasa maupun dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien dengan kasus Tuberkulosis Paru. Namun peneliti

mengharapkan studi kasus ini dapat digunakan sebagai referensi studi terkait

permasalahan yang akan diteliti selanjutnya dalam menerapkan asuhan

keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N., & Sumarni, T. (2022). Studi Kasus Gangguan Oksigenasi Pada Pasien
TB Paru Dengan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif. 2(1).

Alisjahbana, B., Panji Hadisoemarto, Lestari, B. W., Afifah, N., & Fatma, Z. H.
(2020). Diagnosis dan Pengelolaan Tubercolosis (cetakan I). Unpad Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Diagnosis_dan_Pengelolaan_Tuberkul
osis_u/d1crEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pemeriksaan+penunjang+tb+paru&printsec=frontcover

Azwar G, Noviana D, Hendriyono. 2017. Karakteristik Penderita Tuberkulosis


Paru dengan Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) Di RSUD Ulin
Banjarmasin. Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin: Berkala
Kedokteran, Vol.13, No.1

Dinas Kesehatan Kota Makassar. Profil Kesehatan Kota Makassar 2018.


Makassar ; 2018

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.


In: Profil Kesehatan Sulawesi Selatan 2019. ; 2019:11-16

Ismaildin, Puspita, S., & Rustanti, E. (2020). Hubungan Pengetahuan Tentang


Penyakit Tb Paru Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Puskesmas
Peteronganjombang. Literasi Kesehatan Husada, 4(1), 12–17.

Kemenkes RI. (2022). Tuberkulosis (TB).

Listiana, D. 2020. Pengaruh Batuk Efektif terhadap Pengeluaran Sputum pada


Pasien TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Lebong. CHMK Nursing
Scientific Journal, 4(2), 220-227

Lumbantoruan, M. (2019). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Frekuensi


Pernapasan pada Pasien TB Paru di RSU. Royal Prima Medan. Jurnal
Keperawatan, 9(2), 83–91.

Mardiah, A. (2019). Skrining Tuberkulosis (Tb) Paru Di Kabupaten Banyumas


Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kedokteran, 4(1), 694.
https://doi.org/10.36679/kedokteran.v4i1.62.

Marwanto. (2022). Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medistuberkulosis


Paru, Pneumonia, Diabetus Mellitus Di Ruang Icu Central Rspal Dr.
Ramelansurabaya. Braz Dent J., 33(1), 1–12.

Mathofani, P. E., & Febriyanti, R. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis ( TB ) Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Serang Kota Tahun 2019 The Factors Associated With The
Incidence Of Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of Serang City
Health Center 2019. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 12, 1–10.
https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/download/53/45.

Nurarif, A. H. & Kusuma, H., (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction

Nuriyanto, A. R. (2018). Manifestasi Klinis, Penunjang Diagnosis dan Tatalaksana


Tuberkulosis Paru pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 1(2), 62–
70. http://jknamed.com/jknamed/article/view/70.

Pangkey, B. C. ., Hutapea, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. (2021). Dasar-Dasar


Dokumentasi Keperawatan. Yayasan Kita Menulis

Pratiwi, R. D. (2020). GAMBARAN KOMPLIKASI PENYAKIT TUBERKULOSIS


BERDASARKAN KODE INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF DISEASE
10. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol XIII, XIII(2), 93–101.
http://ejurnal.stikesalirsyadclp.ac.id/index.php/jka/article/view/136

Puspitaningsih, D. & Rachma, S (2019, Desember). Studi Kasus. Penanganan


Bersihan Jalan Napas Pada Anak Dengan Bronchopneumonia di RSU Dr.
Wahidin Sudirohusodo Mojokerto. Seminar Nasional (pp. 115-120)

Ramadhan, N., Hadifah, Z., Manik, U. A., Marissa, N., Nur, A., & Yulidar. (2021).
Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Penderita TB di
Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Media Penelitian & Pengembangan
Kesehatan, 1(1), 51–62.

Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia) (Edisi I). AR-RUZZ Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_Berbasis_KKNI
_ Kerangk/2UXbDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Sedán, P., Nasional, B. A. Z., Dana, L. P. L. D. A. N., Keuangaii, L., Beraktiir, Y.,
… Eddy, S. A. (2020). Journal of Chemical Information and Modeling, 21(1),
1–9.

Tahir, R., Imalia, D. S. A., & Muhsinah, S. 2019. Fisioterapi Dada dan Batuk
Efektif sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada
Pasien TB Paru Di RSUD Kota Kendari. Health Information: Jurnal Penelitian,
11 (1), 20-25

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia.Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan

WHO. (2018). Global WHO report on tuberculosis 2018. Retrieved from


https://www.who.int/tb/public ations/global_report/en/

Wijaya, M. S. D., Mantik, M. F. J., & Rampengan, N. H. (2021). Faktor Risiko


Tuberkulosis pada Anak. E-CliniC, 9(1), 124–133.
https://doi.org/10.35790/ecl.v9i1.32117
Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth,

Saudara (i)........

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Program Studi

Ners Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar.

Nama : Dorkas M. Beay, S.Kep

NIM : 7120411807

Akan melakukan penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Pada Tn.H

Dngan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Dengan Intervensi Fisioterapi

Dada Di Ruang Tulip Rusd Syekh Yusuf Gowa” Saya sangat

mengharapkan partisipasi saudara(i) dalam penelitian ini demi kelancaran

penelitian.

Saya menjamin kerahasiaan dan segala bentuk informasi yang saudara

(i) berikan, dan apabila hal-hal yang masih ingin ditanyakan, saya

memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk meminta penjelasan

dari peneliti.

Demikianlah dari saya, atas perhatian dan kerjasamanya saya

mengucapkan banyak terima kasih.

Sungguminasa, Juni 2023

Dorkas M. Beay, S.Kep


Lampiran 2

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(Inform Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama (inisial) :

Umur :

Pendidikan :

Alamat :

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan

penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta

mengetahui tujuan dan manfaat dari penelitian, maka dengan ini saya secara

sukarela bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Demikian

pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran

dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Sungguminasa, Juni 2023

yang menyatakan

(…………………….)
Lampiran 3

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) FISITERAPI DADA

Pengertian Tindakan untuk melepaskan sekret dari saluran napas

bagian bawah

Tujuan 1. Membebaskan jalan napas dari akumulasi secret

2. Mengurangi sesak napas akibat akumulasi sekrert

Kebijakan Klien dengan akumulasi sekret pada saluran napas bagian

bawah

Petugas Perawat

Peralatan 1. Kertas tissue

2. Bengkok

3. Perlak/alas

4. Sputum pot berisi desinfektan

5. Stetoskop

6. Air minum hangat

Prosedur A. Tahap Prainteraksi

pelaksanaan 1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberi salam dan sapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien

2. Mengatur posisi sesuai daerah gangguan paru

3. Memasang perlak / alas dan bengkok (di pangkuan

pasien bila duduk atau di dekat mulut biar tidur

miring)

4. Melakukan clapping dengan cara tangan perawat

menepuk punggung pasien secara bergantian

5. Menganjurkan pasien inspirasi dalam, tahan

sebentar, kedua tangan perawat di punggung pasien

6. Meminta pasien untuk melakukan ekspirasi, pada

saat yang bersamaan tangan perawat melakukan

vibrasi

7. Meminta pasien menarik napas, menahan napas dan

membatukkan dengan kuat

8. Menampung lendir dalam sputum pot

9. Melakukan auskultasi paru

10. Menunjukan sikap hati-hati dan memperhatikan

respon pasien

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan
Sumber : Nurma 2022

Anda mungkin juga menyukai