Anda di halaman 1dari 101

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA DI KELURAHAN BONTOBIRAENG
SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO
KABUPATEN GOWA

OLEH:

DORKAS MAKDALENA BEAY


NIM : 120241831

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN ( STIK )
FAMIKA MAKASSAR
2022
SKRIPSI

HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA DI KELURAHAN BONTOBIRAENG
SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO
KABUPATEN GOWA

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Dalam Program Studi Ilmu Keperawatan Pada

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Famika Makassar

OLEH:

DORKAS MAKDALENA BEAY


NIM : 120241831

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN ( STIK )
FAMIKA MAKASSAR
2022

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah karya saya sendiri dan belum

pernah di buat dan dikumpukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari

berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.

Sungguminasa, 15 Juli 2022

Yang Menyatakan

DORKAS M. BEAY
NIM : 120411807

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA DI KELURAHAN BONTOBIRAENG
SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO
KABUPATEN GOWA
Disusun dan di ajukan oleh :

DORKAS MAKDALENA BEAY


NIM : 120241831

Dinyatakan telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diajukan dalam


seminar skripsi

Sungguminasa, 25 Juli 2022

Disetujui Oleh :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Ns. Ambo Anto, S.Kep,.M.M Ns. Wiwiek Hidayati Jaya, S.Kep.,M.Kes


NIDN:9909913589 NIDN: 0915129001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA DI KELURAHAN BONTOBIRAENG SELATAN
KECAMATAN BONTONOMPO
KABUPATEN GOWA
Disusun dan di ajukan oleh :

DORKAS MAKDALENA BEAY


NIM : 120241831

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji dalam seminar skripsi

Pada Hari : Jumat


Tanggal : 15 Juli 2022
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Tim Penguji :

1. Ns. Abd Rahman, S.Kep ( )


2. Dr. Risman Wanci, S.Pd.,M.Hum ( )
3. Ns. Ambo Anto, S.Kep,.M.M ( )
4. Ns. Wiwiek Hidayati Jaya,.S.Kep.,M.Kes ( )

Mengetahui,

KETUA STIK FAMIKA KETUA PRODI S1

Dr. Ns. Yudit Patiku,S.Si, S.Kep.,M.Kes Ns. Ambo Anto,S.Kep.,M.M


NIDN: 0916096903 NIDN:0913029103

iv
MOTTO

AKU TAHU BAHWA ENGKAU SANGGUP MELAKUKAN SEGALAH

SESUATU DAN TIDAK ADA RANCANGANMU YANG GAGAL

AYUB 42:2

Kupersembahkan hasil karya ini kepada :

Tuhan Yesus , Orang tua tercinta, sudara-sudaraku tersayang dan sahabat


sahabatku, sebagai sumber motivasi dan inspirasi

BY : OKHA BEAY

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan segala hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus

Kristus karena atas berkat, rahmat dan anugerah-NYA sehingga segala

sesuatu yang berkaitan dengan persiapan, penyusunan serta pelaksanaan

v
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN

PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA

BALITA DI KELURAHAN BONTOBIRAENG SELATAN KECAMATAN

BONTONOMPO KABUPATEN GOWA ”. Merupakan salah satu tugas yang

disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk melakukan penelitian dan

menempuh ujian akhir S-1 Keperawatan pada STIK FAMIKA Makassar.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini dapat selesai karena

adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua orang tua tercinta Bapak

Simon Beay dan Mama Susi Beay, Oma Au terkasih serta sudara-sudariku

tersayang kakak Thomi, Sri, Lin, Dimas , semua keluarga besar yang telah

memberikan motivasi, doa, serta nasehat, sehingga penulis bisa sampai

pada tahap ini. Penulis juga ingin mengucapan terima kasih dan

penghormatan yang sebesar-besarnya kepada kepada :

1. Tabita Nazara, Selaku Ketua Yayasan Fani Mitra Karya Makassar.

2. Dr. Yudit Patiku, S.Si., S.Kep., Ns., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar

3. Ns. Septi Hendy Telambanua, S.Kep Selaku ketua bidang akademik

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar.

vi
4. Ns. Ambo Anto S.Kep.,M.M Selaku ketua program studi Sekolah Tinggi

Ilmu Keperawatan (STIK) Famika Makassar.

5. Ns. Robertus Masyhuri, S.Kep., M.M selaku pembimbing akademik

6. Ns. Ambo Anto S.Kep.,M.M Selaku pembimbing I dan Ns. Wiwiek

Hidayati Jaya, S.Kep., M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis

selama penyusunan skripsi ini.

7. Ns. Abd Rahman S.Kep selaku penguji I dan Dr. Risman Wanci,

S.Pd.,M.Hum selaku penguji II, yang telah memberikan saran dan

kritikan demi perbaikan proposal ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Serta Staf STIK FAMIKA Makassar yang telah

membantu penulis selama menempuh pendidikan di STIK FAMIKA

Makassar.

9. My Bestiee kk Tin, kk Mia, Fera, kk Mina, kk Endang, Ana, Sinta yang

selama telah mendoakan, meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan

memberikan motivasi bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Proposal ini dengan baik.

Dalam penulisan Skripsi ini penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis

bersedia menerima kritikan dan saran yang konstruktif demi sempurnanya

Skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas segala Doa,

vii
dukungan dan bantuan yang diberikan semoga Tuhan memberikan balasan

yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sunggguminasa, 15 Juli 2022

Penulis

DORKAS M.BEAY

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

SURAT PERNYATAAN................................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................iii

viii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iv

MOTTO..........................................................................................................v

KATA PENGANTAR...................................................................................vi

DAFTAR ISI..................................................................................................ix

DAFTAR TABEL..........................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................8
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................9

BAB II TINJAUAN MASALAH....................................................................11

A. Tinjauan Umum Tentang Pengasuhan Keluarga..................................11


B. Tinjaun Umum Tentang Stunting ..........................................................22
C. Tinjauan Umum Tentang Balita.............................................................33

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN ............................................41

A. Kerangka Konsep .................................................................................41


B. Variabel Penelitian.................................................................................42
C. Hipotesis Penelitian ..............................................................................45

BAB IV METODE PENELITIAN..................................................................46

A. Desain Penelitian ..................................................................................46


B. Populasi Dan Sampel............................................................................47

ix
C. Pengumpulan Data ...............................................................................48
D. Etika Penelitian .....................................................................................49

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................51

A. Hasil Penelitian......................................................................................51
B. Pembahasan .........................................................................................63

BAB VI PENUTUP......................................................................................72

A. Kesimpulan ............................................................................................72

B. Saran .....................................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi Frekuensi Umur Responden keluarga Yang


Mempunyai Balita Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan Kec.
Bontonompo Kab. Gowa

x
Tabel 5.2 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Kelurahan Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.3 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik


Pendidikan Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan Kec.
Bontonompo Kab Gowa.

Tabel 5.4 : Distribusi Frekuensi Umur Balita Stunting Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa.

Tabel 5.5 : Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita Stunting Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec.Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.6 : Distribusi Frekuensi Pola Asuh Makan Anak Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa.

Tabel 5.7 : Distribusi Frekuensi Pola Asuh Kesehatan Anak Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.8 : Distribusi Frekuensi Pola Asuh Psikososial Anak Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.9 : Distribusi Frekuensi Pola Asuh Psikososial Anak Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.10 : Distribusi Frekuensi Kejadian stunting Di Kelurahan


Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.11 : Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh Makan


dengan Kejadian Stunting pada balita di kelurahan
Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

xi
Tabel 5.12 : Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh Kesehatan
dengan Kejadian Stunting pada balita di kelurahan
Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.13 : Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh


Psikososial dengan Kejadian Stunting pada balita di kelurahan
Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Tabel 5.14 : Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh


Psikososial dengan Kejadian Stunting pada balita di kelurahan
Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa.

Tabel 5.15 : Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh kebersihan


Diri Dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Stunting pada
balita di kelurahan Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab.
Gowa

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Lembar Penjelasan Penelitian

xii
Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4 : Instrumen Penelitian

Lampiran 5 : Uji Validitas

Lampiran 6 : Hasil Uji Rehabilitas

Lampiran 7 : Master Tabel

Lampiran 8 : Hasil Olah Data Program SPSS

Lampiran 9 : Surat Izin Penelitian Dari PTSP

Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 11 : Dokumentasi Penelitian

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


STIK FAMIKA MAKASSAR JULI 2022,

ABSTRAK
HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN STUNTING
PADA BALITA DI KELUARAHAN BONTOBIRAENG SELATAN
KEC. BONTONOMPO KAB. GOWA

Oleh :
¹Dorkas Beay ²Ambo Anto ³Wiwiek hidayati
(373 word + xiv +71 halaman + 15 tabel + 11 lampiran)

xiii
Stunting merupakan gagal tumbuh anak atau tinggi badan anak tidak sesuai
dengan anak seusianya. Pengasuhan keluarga sangat berperan besar dalam
munculnya masalah stunting, hal ini karena kondisi kesehatan, gizi dan
perkembangan anak masih sangat tergantung pada kehadiran dan perhatian dari
orang tua.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
pengasuhan keluarga dengan kejadian Stunting di Kelurahan Bontobiraeng selatan
Kecamatan Bontonompo Kab.Gowa.
Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross
sectional study. Hasil penelitian ini di peroleh menggunakan lembar kuesioner dan
lembar observasi dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden. Penggambilan
sampel menggunakan tehknik purposive sampling. Penelitian ini di laksankan di
kelurahan Bontobiraeng Selatan pada tanggal 27 mei-27 juli 2022. Setelah
melakukan penelitian, data kemudian di olah menggunakan perangkat lunak
komputer.
Hasil penelitian dari 30 responden di peroleh pola asuh makan kurang
dengan stunting sebanyak 9 (100,0%) responden, dan pola asuh makan kurang
dengan tidak stunting 0 (0,0%). Dan pola asuh makan yang baik dengan stunting
sebanyak 2 (9,5%) responden, pola asuh makan baik dengan tidak stunting
sebanyak 19 (90,5%) responden. Dan pola asuh kesehatan kurang dengan kejadian
stunting sebanyak 8 (100,0%), pola asuh kesehatan kurang dengan tidak stunting
sebanyak 0 (0,0%) responden, dan pola asuh kesehatan baik dengan stunting
sebanyak 3 (13,6%) responden, pola asuh kesehatan baik dengan tidak stunting
sebanyak 19 (86,4%) responden. Sedangkan pola asuh psikososial baik dengan
stunting 11 (36,7%), pola asuh psikososial baik dengan tidak tidak stunting 19
(63.3%) respondan. Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan baik dengan
stunting 11 (36,7%), pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan baik dengan
tidak tidak stunting 19 (63.3%) respondan.
Hasil uji statistik menggunakan penilaian Chi-square test with fisher’s extact
test di temukan ada hubungan antara pola asuh makan dan pola asuh kesehatan
dengan kejadian stunting pada balita. dimana ρ<ɑ maka dinyatakan Ho ditolak dan
Ha di terima. Tidak ada hubungan antar pola asuh psikososial dan kebersihan diri
dan sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting pada balita.

Kata kunci : pengasuhan keluarga, stunting, balita


Pustaka : 21 (1997-2022)

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesejahteraan anak dalam aspek kesehatan terlihat pada tingkat

pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Fikawati, Syafiq dan

Veratamala (2017), pertumbuhan adalah proses pertambahan dimensi atau

ukuran tubuh, bersifat kuantitatif ditandai dengan perubahan pada berat badan,

panjang atau tinggi badan, lingkar lengan dan lingkar kepala. Pertumbuhan

dalam keadaan normal akan mengikuti grafik kurva pertumbuhan sesuai usia.

Sedangkan fase perkembangan merupakan pematangan pada fungsi sistem

organ tubuh, ditandai dengan perkembangan kemampuan misalnya motorik

halus dan motorik kasar, perkembangan inteligensi serta perilaku.

Fase pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (0-5 tahun)

merupakan fase golden age (keemasan) sekaligus fase kritis yang menentukan

aspek fisik, psikis dan intelegensi anak serta sangat berperan dalam

pertumbuhan dan perkembangan tahap selanjutnya (Suyadi & Ulfah, 2013).

Fase pertumbuhan terlihat pada status gizi anak. Status gizi baik berarti

pertumbuhan anak berjalan optimal. Keadaan sebaliknya, apabila status gizi

tidak baik artinya terdapat gangguan pada pertumbuhan anak.

Menurut WHO (2013), stunting berdampak pada kelangsungan hidup

anak baik jangka pendek maupun jangka panjang. Stunting dalam jangka

pendek berdampak pada peningkatan angka morbiditas dan mortalitas anak,

perkembangan motorik, kognitif dan bahasa anak yang menurun serta

15
peningkatan pembiayaan kesehatan. Dampak jangka panjang dari stunting

berupa perawakan tubuh yang pendek, menurunnya prestasi belajar,

meningkatnya risiko obesitas serta menurunnya kapasitas dan produktivitas

kerja.

Stunting atau sering disebut perawakan pendek (kerdil) merupakan

sebuah keadaan balita yang mempunyai tinggi badan atau panjang badan yang

kurang dari standar usianya. Keadaan ini didasarkan pada hasil ukur panjang

badan atau tinggi badan menurut WHO yaitu <-2SD median standar WHO

(WHO, 2018).

Pada tahun 2018, terdapat 149 juta (21,9%) anak stunting di seluruh

dunia, dan lebih dari 94 persen dari anak tersebut (140,5 juta) berasal dari

negara berkembang, termasuk Asia dengan 81,7 juta balita dan Afrika. 58,8 juta

balita muda di seluruh dunia (UNICEF, WHO & World Bank, 2019). Kondisi ini

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017. Menurut WHO (2018), angka

prevalensi stunting tahun 2017 sebesar 150,8 juta anak usia di bawah lima tahun

(22,2 %).

Prevalensi stunting di Kawasan Asia tertinggi pada Asia Selatan yaitu 32,7

persen (57,9 juta anak) balita, disusul Asia Tenggara sebesar 25 persen atau

14,4 juta anak balita (WHO, 2019). Angka prevalensi stunting Indonesia

dibandingkan negara lain dalam kawasan Asia Tenggara lebih tinggi seperti

dengan Negara Myanmar (29,4%), Vietnam (24,6%), Malaysia (20,7%) dan

Brunei Darussalam (19,7%). Jumlah anak stunting di Indonesia berada pada

posisi kelima di Asia Tenggara. Satu dari tiga anak Indonesia yang berusia di

bawah lima tahun memiliki tinggi badan lebih rendah dari rata-rata tinggi badan

anak global (United Nations Children’s Fund [UNICEF], 2019).

16
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2018, prevalensi stunting

di Indonesia pada bayi baru lahir dengan panjang badan pendek tercatat 22,7%,

pada baduta sebesar 29,9% dan pada balita sebesar 30,8%. Provinsi dengan

prevalensi stunting balita terendah yaitu provinsi DKI Jakarta (17,7%), Provinsi

dengan prevalensi stuntingnya tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur sebesar

42,6%. Provinsi Aceh berada pada posisi ketiga sebesar 35,7%, dan Sulawesi

Selatan sekitar 35% (Kementerian kesehatan RI, 2019).

Kota Makassar yang memiliki prevelensi stunting dengan persentase

sebesar 25,5% memiliki setidaknya 15 kecamatan yang memiliki kasus stunting

pada tahun 2019 dengan kasus tertinggi berada pada kecamatan Biringkanaya

sebanyak 1193 balita dengan persentasi 16,4%, kasus tertinggi kedua pada

kecamatan Rappocini sebanyak 794 balita dengan persentasi sebesar 10,9 %

dan kasus tertinggi ketiga pada kecamatan Panakkukang sebanyak 784 balita

dengan persentasi 10,8 % (Halimah & Suntin, 2020).

Berdasarkan data pemantauan Februari 2020 yang diperoleh Puskesmas

Bontonompo II dari Dinas Kesehatan Gowa, Puskesmas dengan angka stunting

tertinggi adalah Puskesmas Bontonompo II. Dengan target nyata 4.200 anak

balita, TB/U sangat pendek terjadi pada 208 (4,9%), TB pendek terjadi pada 501

(11,9%), dan TB normal terjadi pada 2.288 (54,4%). lima, Puskesmas ini memiliki

angka stunting tertinggi Dari 14 desa yang berada di wilayah pelayanan

Puskesmas Bontonompo II, Desa Bonto Langkasa Selatan memiliki angka

stunting terbesar, dengan total 150 balita berusia 0 sampai 5 tahun, dan 40 di

antaranya balita terhambat (Kemenkes 2019).

Berdasarkan data riset kesehatan dasar 2018 dan pemantauan status gizi

2017 terdapat perbedaan prevalensi stunting antara masing-masing kategori usia

17
baduta dan balita, dimana semakin bertambah kelompok usia anak kejadian

stunting semakin meningkat. Kondisi ini sesuai dengan hasil studi Aryastami dan

Tarigan (2017) yang menganalisis hasil studi longitudinal Indonesian Family Life

Survey (IFLS) 1993–1997–2000. Penelitian ini menjelaskan perkembangan

dalam status gizi pendek pada anak, dari umur nol sampai dua tahun ke umur 4 -

5 tahun sebagai proyeksi status gizi pendek pada umur pra pubertas (7-9 tahun).

Pertumbuhan stunting pada usia dini dapat terus berlangsung sehingga pada

usia remaja berisiko tetap pendek. Anak dengan pertumbuhan yang pendek

pada nol sampai dua tahun dan tetap pendek di umur 4 - 5 tahun akan berisiko

27 kali tetap pendek sebelum menempuh usia pubertas. Pertumbuhan dari

pendek (0-2 tahun) ke normal (4-5 tahun) maka 84,3 persen akan tetap normal

saat usia pra pubertas.

Besarnya prevalensi stunting dan dampak yang ditimbulkannya telah

meningkatkan perhatian global dalam upaya menurunkan prevalensi stunting di

seluruh dunia. Pengurangan stunting anak menjadi tujuan pertama dari enam

tujuan Target Nutrisi Global tahun 2025 (WHO, 2014). Stunting merupakan target

kedua Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yaitu menghapuskan

kelaparan dan semua bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta dapat meraih

ketahanan pangan (BAPPENAS & UNICEF, 2017).

Upaya Pemerintah Indonesia dalam menurunkan prevalensi stunting di

Indonesia hingga saat ini belum berhasil dengan optimal. Keadaan ini terlihat

pada sejumlah provinsi dengan prevalensi stunting di atas 30 persen

(Kementerian kesehatan RI, 2019), salah satunya Provinsi Sulawesi Selatan.

Kondisi ini tentunya menjadi perhatian banyak pihak terkait, mengingat faktor

penyebabnya sangat beragam. WHO (2013), telah menjabarkan penyebab

18
stunting yang meliputi empat kategori yaitu: penyakit infeksi (infeksi klinis dan

subklinis), pemberian asi (praktik yang kurang tepat), tindakan dalam pemberian

makanan yang tidak adekuat (buruknya kualitas makanan, praktik yang tidak

memadai dan keamanan pangan dan air), serta aspek keluarga dan rumah

tangga.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyimpulkan setidaknya

ada empat kelompok besar faktor yang menjadi penyebab stunting pada anak.

Faktor tersebut yaitu: (1) Kurang baiknya praktik pengasuhan; (2) Layanan

kesehatan yang masih terbatas bagi ibu hamil dan setelah melahirkan, kualitas

pendidikan usia dini masih terbatas; (3) Akses keluarga masih kurang terhadap

makanan yang bergizi; serta (4) Kurang teraksesnya air bersih dan sanitasi

lingkungan oleh masyarakat (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan [TNP2K], 2017).

Berdasarkan uraian tersebut, pengasuhan keluarga berperan besar dalam

munculnya masalah stunting. Hal ini karena kondisi kesehatan, gizi dan

perkembangan anak masih sangat tergantung pada kehadiran dan perhatian

orang tuanya. Engle, Lhotska dan Armstrong (1997) mengemukakan empat

aspek penting dalam pengasuhan keluarga yang berhubungan dengan status

gizi anak yaitu pemberian makanan, praktik kesehatan, stimulasi psikososial dan

praktik kebersihan. Keempat aspek ini sangat berpengaruh dalam mendukung

optimalnya pertumbuhan anak.

Kejadian stunting banyak ditemukan pada anak usia 4 - 5 tahun

(Aryastami & Tarigan, 2017) dimana umumnya anak-anak ini telah disekolahkan

di taman kanak-kanak. Anak di kelompok usia ini sangat aktif bereksplorasi dan

kebutuhan akan nutrisi (energi, protein, lemak, vitamin serta mineral) semakin

19
meningkat. Namun pemantauan pertumbuhan dan kecukupan nutrisinya

seringkali terabaikan, terlebih bila telah memiliki adik (Santoso & Ranti, 2013).

Selain itu, pada usia ini otak masih mengalami perkembangan. Artinya kondisi

malnutrisi yang memicu stunting dapat menyebabkan perkembangan otak tidak

optimal dan bila tidak ditangani dengan baik akan berlanjut ke usia berikutnya

(Suyadi & Ulfah, 2013).

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan awalnya di desa Bontobiraeng

Selatan di Kecamatan Bonto Nompo Kabupaten Gowa. Didapatkan kejadian

stunting di bonto nompo 372 orang, dan jumlah anak balita 4-5 tahun 20

sedangkan kejadian stunting 2-6 tahun 55 orang.

Fokus perhatian pemerintah dalam program penurunan stunting lebih

besar pada anak usia nol sampai lima tahun (usia balita) melalui kerangka

intervensi spesifik dan kerangka intervensi sensitif (TNP2K, 2019), sementara

perkembangan otak anak masih berlangsung hingga anak berusia enam tahun.

Kondisi ini tentu akan merugikan anak karena dapat mempengaruhi tingkat

perkembangan kognitif dan prestasi belajar anak kelak.

Berdasarkan hasil uraian dalam latar belakang diatas maka calon peneliti

tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Pengasuhan Keluarga Dengan

Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian ringkas dalam latar belakang memberikan dasar bagi

peneliti untuk merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah ada

hubungan pengasuhan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di

Desa Bontobiraeng Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa”.

20
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengasuhan keluarga dengan kejadian

stunting pada balita di Desa Bontobiraeng Kecamatan Bontonompo

Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengindentifikasi asuhan keluarga di Kecamatan Bontonompo

Desa Bontobiraeng Selatan Kabupaten Gowa

b. Untuk mengidentifikasi asuhan keluarga di Kecamatan Bontonompo

Desa Bontobiraeng Selatan Kabupaten Gowa

c. Untuk menganalisis hubungan pengasuhan keluarga dengan kejadian

stunting pada balita di Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi pengalaman atau bahan masukan

bagi penelitian selanjutnya tentang “Hubungan pengasuhan keluarga dengan

kejadian stunting pada balita di Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan

Bontonompo Kabupaten Gowa”

2. Secara Praktis/klinis

a. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam proses belajar

mengajar khususna dalam bidang metedologi penelitian.

21
b. Bagi Institusi

Sebagai bahan masukan/referensi untuk mahasiswa STIK FAMIKA

Makassar dan peneliti selanjutnya

c. Bagi keluarga

Sebagai masukan kepada keluarga untuk meningkatkan pengasuhan

keluarga kepada anak agar terhindar dari stunting

22
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengasuhan Keluarga

1. Pengertian Pengasuhan Keluarga

Nilai-nilai keluarga sangat mempengaruhi pola asuh atau pengasuhan

anak. Tujuan parenting adalah untuk membesarkan anak, dan proses ini

dimulai selama kehamilan (Supartini & Septiani, 2012).

Peningkatan kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai

agama dan budaya yang dianutnya melalui pembinaan dan

dorongan.Kemampuan orang tua atau keluarga menjalankan peran

pengasuhan ini tidak dipelajari secara formal melainkan berdasarkan

pengalaman dalam menjalankan peran tersebut secara trial dan error atau

mempengaruhi orang tua/ keluarga lain terdahulu (Supartini & Septiani,

2012).

Menurut Wiyono (2016), pola asuh meliputi aspek pemenuhan gizi,

perawatan kesehatan dan kasih sayang. Pola pengasuhan ini dipengaruhi

oleh ketersediaan sumber daya dalam rumah tangga yaitu pendidikan dan

pengetahuan orang tua, kesehatan ibu serta dukungan sosial. Pola asuh ini

dimanifestasikan dalam kegiatan stimulasi perkembangan psikososial anak,

praktik pemberian makan, praktik perawatan anak dan praktek sanitasi.

Dimensi kontrol dan dimensi kehangatan merupakan dua dimensi yang

membentuk pola asuh (Tridhonanto & Agency, 2014). Dimensi kontrol dimana

orang tua menginginkan kematangan dan perilaku bertanggung jawab anak

melalui pembatasan/ larangan hal-hal yang tidak boleh anak lakukan,

23
tuntutan akan perilaku tertentu, sikap ketat akan aturan yang diberikan orang

tua, ikut campur dan kekuasaan orang tua yang terlihat sewenang-wenang

misalnya dengan menggunakan hukuman bagi anak. Dimensi kehangatan

yaitu suasana yang menyenangkan bagi anak melalui perhatian orang tua

akan kesejahteraan anak, pemenuhan kebutuhan anak, menyediakan waktu

bersama anak, menunjukkan ketertarikan terhadap perilaku anak serta peka

terhadap sisi emosional anak.

2. Jenis Pengasuhan Keluarga

Peran ibu sangat dominan dalam tumbuh kembang anak yaitu dalam

memberikan pengasuhan dan membimbing anak sehingga dapat tumbuh dan

berkembang dengan sehat dan cerdas. Engle dkk. (1997) mengemukakan

bahwa terdapat empat komponen penting dalam pengasuhan yang berkaitan

dengan keadaan gizi anak yaitu pemberian makanan, stimulasi psikososial,

praktik kebersihan serta kesehatan. Keempat komponen ini sangat berperan

dalam optimalnya proses pertumbuhan anak.

a. Pola asuh makan

Menurut Rusilanti, Dahlia dan Yuliati (2015) pola asuh makan

adalah praktik-praktik pengasuhan yang diterapkan ibu atau pengasuh

bagi seorang anak yang berhubungan dengan kebiasaan dan situasi

makan. Kebutuhan anak akan makanan yang cukup dari segi kualitas

dan kuantitas sangat penting diperhatikan, direncanakan serta

diterapkan oleh ibu. Hal ini karena pola asuh makan sangat menentukan

status gizi seorang anak.

Konsumsi makanan menjadi faktor penyebab langsung gangguan

pertumbuhan anak jika jumlah dan keragaman komposisi zat gizi dalam

24
makanan tidak terpenuhi, makanan yang dikonsumsi tidak aman dan

tidak bergizi seimbang (WHO, 2013). Kebutuhan zat gizi adalah

konsumsi energi yang sangat diperlukan tubuh bersumber dari makanan

guna menyeimbangkan pengeluaran energi sesuai ukuran, komposisi

dan tingkat aktivitas tubuh seseorang sehingga kondisi fisik terpelihara

(Almatsier dkk, 2011).

Pola asuh makan dapat terlihat pada jenis atau keragaman

makanan yang dikonsumsi, frekuensi serta perilaku dalam memberikan

makanan anak dimana menunjukkan kebiasaan makan anak. Upaya

mencukupi kebutuhan gizi anak pada masa ini bisa terlaksana dengan

baik apabila ibu atau pengasuh anak mengetahui kebutuhan gizi, cara

pemenuhan asupan gizi, upaya perbaikan asupan, serta berperan aktif

dalam mendukung kebiasaan makan anak (Fikawati dkk, 2017).

b. Pola asuh kesehatan

Masa anak usia 4 - 5 tahun anak belum sepenuhnya mandiri,

ketergantungan anak-anak akan pemeliharaan dan pengasuhan ibunya

masih besar. Oleh sebab itu pengasuhan makanan dan kesehatan dari

ibu atau pengasuh sangat penting bagi perkembangan anak (Santoso &

Ranti, 2013).

Menurut Apriyanto dkk (2016) pola asuh kesehatan merupakan

hal-hal yang dilakukan untuk mempertahankan keadaan gizi anak,

menghindarkan dan mencegah penyakit serta hal-hal yang dapat

menurunkan kesehatan anak. Kesungguhan perhatian pengasuh

diperlukan dalam perawatan kesehatan anak sebab anak belum mampu

untuk merawat diri sendiri, masih lemahnya kondisi fisik dan kepekaan

25
yang tinggi akan serangan penyakit. Status kesehatan anak dipengaruhi

oleh pengasuhan yang diterapkan ibu dimana turut berpengaruh

terhadap status gizi anak secara tidak langsung. Pola asuh kesehatan

antara lain dalam bentuk: pemantauan kesehatan anak, status imunisasi

anak, upaya menjaga kesehatan anak, frekuensi dan jenis sakit dalam

satu bulan terakhir, lokasi pencarian pengobatan saat anak menderita

sakit serta praktik dalam pemberian makan ketika anak sakit.

c. Pola asuh psikososial

Menurut Soetjiningsih (2016) stimulasi adalah perangsangan yang

diberikan oleh lingkungan di sekitar individu anak. Kegiatan memberikan

stimulasi pada anak bertujuan untuk membangun kemampuan dasar

anak, upaya mencegah keterlambatan dan meningkatkan

perkembangan anak. Stimulasi dalam pembentukkan kemampuan dasar

yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan umur anak.

Kegiatan stimulasi terdiri dari stimulasi kecakapan gerak halus dan gerak

kasar, stimulasi kemampuan bahasa, berbicara dan kecerdasan serta

kesanggupan untuk mandiri dan bergaul.

Stimulasi psikososial merujuk pada kemampuan lingkungan

dalam menyediakan stimulasi fisik dan emosi sehingga ikatan antara

orang tua/ pengasuh dengan anak terbentuk (Peter & Kumar, 2014).

tumbuh kembang anak dilakukan dengan prinsip- prisip sebagai

berikut:

1) Sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayang dimana saat bermain

dengan anak sambil merasakan kebahagiaan bersama anak

26
2) Bertahap dan berkesinambungan serta mencakup empat aspek

kemampuan perkembangan

3) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah digapai anak

4) Selalu memberikan pujian atas keberhasilan anak

5) Dilakukan secara wajar, bila anak tidak mau diapaksa atau diberikan

hukuman maupun bentakan

6) Dapat menggunakan alat bantu stimulasi yang mudah didapat dan

sederhana

d. Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

Pola asuh ini mencakup perilaku ibu dalam menjaga atau

memelihara kebersihan diri/ perseorangan, kebersihan rumah dan

higiene makanan (Anwar,2015). Hal-hal terkait rumah dan lingkungan

yaitu kebutuhan ruangan (tempat bermain), adanya sirkulasi udara,

masuknya sinar matahari, akses air bersih dan air minum, penerangan,

saluran pembuangan air limbah, pembuangan sampah, asap dari dapur,

WC dan kamar mandi serta pekarangan rumah. Kebersihan diri/

perseorangan dan lingkungan sekitar rumah penting dalam tumbuh

kembang anak. Kurangnya kebersihan diri berkaitan dengan munculnya

penyakit kulit dan penyakit pada saluran pencernaan seperti diare dan

cacingan. Sedangkan munculnya penyakit pada saluran pernafasan,

penyakit akibat vektor dan penyakit pada saluran pencernaan berkaitan

dengan aspek kebersihan lingkungan. Oleh karenanya penting untuk

menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar anak aman dari ancaman

penyakit infeksi sehingga secara optimal dapat tumbuh dan berkembang

dan bebas mengeksplorasi lingkungan (Widaninggar, 2014).

27
Supariasa dkk. (2016) dalam bukunya menguraikan bahwa

buruknya kondisi sanitasi lingkungan berpotensi menimbulkan berbagai

penyakit seperti kecacingan, diare dan infeksi pada saluran pencernaan.

Gangguan penyerapan zat-zat gizi pada anak yang tengah mengalami

infeksi saluran pencernaan sehingga menimbulkan kekurangan gizi.

Anak yang mengalami kemunduran zat gizi akan lebih mudah terjangkit

penyakit dan proses pertumbuhannya dapat terhambat.

3. Bentuk pengasuhan

Menurut Tarmudji ( 2011 ) ada tiga bentuk pola asuh orang tua, yaitu :

a. Pola Asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi

dan menuntut anak untuk mengikuti perintah - perintah orang tua. Anak

dipaksa oleh orang tuanya untuk menjunjung tinggi moral dan norma.

Tidak ada upaya yang dilakukan untuk menjelaskan kepada anak

mengapa dia harus mematuhi aturan ketika diberikan. Anak dari orang tua

yang otoriter seringkali memiliki prestasi akademik yang rendah

dibandingkan dengan anak lain, curiga terhadap orang lain, merasa tidak

nyaman dengan dirinya sendiri, merasa canggung di sekitar orang lain,

dan sulit menyesuaikan diri dengan sekolah. Adapun dampak dari

perkembangan motorik terhadap pola asuh otoriter adalah anak

cenderung agresif, impulsive, pemurung dan kurang mampu konsentrasi.

(Septiani, 2012).

b. Pola asuh demokratis

28
Pola asuh demokratis adalah salah satu gaya pengasuhan yang

memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak -

anak, tetapi mereka juga bersikap responsif (Desmita & Septiani, 2012).

Menurut Tarmudji (2011) orang tua yang demokratis memandang

sama kewajiban dan hak antara anak dan orang tua. Secara bertahap

orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak - anaknya terhadap

segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka dewasa. .

Ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Baumrind (Santrock, 2013),

adalah sebagai berikut :

1) Memutuskan aturan dan disiplin dengan memperhatikan dan

mempertimbangkan alasan yang diakui.

2) Memberi petunjuk tentang perbuatan baik yang harus dilanjutkan dan

yang tidak boleh dihentikan.

3) Perhatikan baik-baik saat membimbing.

4) Dapat memupuk keharmonisan dalam keluarga.

5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antar orang tua dan anak

serta sesama keluarga.

Bagaimana pola asuh demokratis mempengaruhi kebiasaan belajar

anak-anak: Jika orang tua mempraktikkan pola asuh demokratis, anak-

anak mereka akan menjadi lebih mandiri, tegas dengan diri mereka

sendiri, dan memiliki kapasitas untuk introspeksi dan pengendalian diri.

1) Mudah untuk mengikuti aturan dan bekerja dengan orang lain.

2) Lebih yakin akan kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas.

3) Menikmati dan bersemangat tentang tugas-tugas belajar.

29
4) Memiliki kemampuan interpersonal yang kuat dan kemampuan

memecahkan masalah.

5) Pamerkan kreativitas Anda dan dorongan untuk sukses..

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif menurut Tarmudji (2011) memiliki hak yang

sama dengan pola asuh orang dewasa dengan kewajiban yang sangat

sedikit. Orang tua tidak memberikan banyak kendali atas anak-anak

mereka, dan anak-anak diberi kebebasan untuk mengendalikan diri

mereka sendiri. Karena orang tua cenderung membiarkan anak-anak

mereka melakukan apa pun yang mereka inginkan, gaya pengasuhan ini

dikaitkan dengan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan untuk

mengendalikan diri karena anak-anak selalu berharap keinginan mereka

dikabulkan. Pola asuh permisif bimbingan terhadap anak kurang dan

semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak dari pada orang tuanya.

Dampak dari perkembangan motorik terhadap pola asuh permisif

yaitu kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk dan rasa harga diri

yang rendah. Pola asuh dipengaruhi oleh faktor budaya, agama,

kebiasaan dan kepercayaan serta kepribadian orang tua, selain itu

dipengaruhi pola asuh yang dirasakan orang tua saat kecil. Proses

pengasuhan dimasa bayi, akan mendasari kepibadian dimasa remaja, dan

seterusnya, Proses tersebut akan berlanjut seumur hidupnya. Dengan

demikian tampaklah bahwa kepribadian seseorang tidak dapat lepas

begitu saja dari proses pengasuhan pada fase - fase sebelumnya (Yusuf

& Teviana, 2012).

Menurut Santrock (2013), Ciri-ciri pola asuh permissive adalah :

30
1) Adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai

dengan keinginannya.

2) Anak terkadang egois.

Dampak pola asuh permisif terhadap perilaku belajar anak. Adapun

dampak yang akan terjadi apabila orang tua menerapkan pola asuh

permisive, adalah:

1) Anak menjadi tampak responsive dalam belajar, namun kurang

matang, impulsive dan mementingkan diri sendiri, kurang percaya diri

maupun cengeng

2) Anak mudah menyerah dalam menghadapi hambatan atau kesulitan

dalam tugas-tugasnya.

3) Tidak jarang perilakunya di sekolah menjadi agresif.

B. Tinjauan Umum Tentang Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting adalah gangguan di mana anak di bawah usia lima tahun

(bayi di bawah usia lima tahun) gagal tumbuh sebagai akibat dari kekurangan

gizi kronis, membuat anak terlalu kecil untuk usianya. Stunting tidak dimulai

sampai bayi berusia 2 tahun, tetapi kekurangan gizi dimulai saat bayi masih

dalam kandungan dan beberapa hari pertama setelah lahir. Akibatnya, 1000

hari pertama kehidupan seseorang diberikan pertimbangan khusus karena

mempengaruhi tingkat perkembangan fisik, kecerdasan, dan produktivitas

orang tersebut di masa depan (TNP2K, 2017).

Anak stunting seringkali terlihat memiliki tubuh yang proporsional,

namun pada kenyataannya panjang tubuhnya kurang dari rata-rata anak

31
seusianya. Stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan

oleh asupan gizi yang tidak memadai dalam jangka panjang sebagai akibat

dari pemberian makanan yang tidak memenuhi kebutuhan gizi (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

2. Tanda Dan Gejala Stunting Pada Anak

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2016) ciri-ciri anak mengalami

stunting yaitu :

a. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

b. Pertumbuhan gigi terlambat

c. Wajah tampak lebih muda dari usianya

d. Pertumbuhan melamba

e. Tanda pubertas melambat

f. Pada usia 8 hingga 10 tahun, anak-anak menjadi pendiam dan

menghindari kontak mata, yang merupakan tanda-tanda pubertas yang

terhenti..

3. Dampak Stunting Pada Anak

Dampak Stunting Dampak buruk yang ditimbulkan oleh stunting ada dua,

yaitu: (Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,

2017; h.8)

a. Dalam jangka pendek dampak buruknya adalah :

1) Perkembangan otak terganggu

2) Terganggunya kecerdasan

3) Gangguan perkembangan fisik

4) Gangguan metabolisme tubuh.

b. Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah:

32
1) Kemampuan kognitif menurun

2) Prestasi Belajar menurun

3) Kekebalan tubuh menurun dan mudah sakit

4) Resti PTM.

4. Faktor - Faktor Resiko Stunting

Adapun faktor-faktor resiko stunting adalah sebagai berikut :

a) Status gizi ibu hamil

Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan

perkembangan janin. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat

menyebabkan berat lahir rendah. Kekurangan Energi Kronis pada ibu

hamil dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi protein dan energi

(KEK). Jika Lingkar Lengan Atas (LILA) ibu hamil adalah 23,5 cm atau

lebih, ia berisiko mengalami KEK. Ibu hamil dengan KEK berisiko

melahirkan bayi berat lahir rendah yang jika tidak segera di tangani

dengan baik akan berisiko mengalami stunting (Ni’mah dan Nadhiroh,

2015).

b) BBRL

Bayi dengan berat lahir rendah juga mengalami gangguan saluran

pencernaan, karena saluran pencernaan belum berfungsi, seperti tidak

dapat menyerap lemak dan mencerna protein sehingga mengakibatkan

kurangnya cadangan zat gizi dalam tubuh, Jika pola makan tidak

mencukupi ini terus berlanjut, pertumbuhan bayi BBLR akan terhambat.

Mereka sering tertular infeksi sebagai akibat dari skenario ini (Paudel, R.

et al 2012).

33
c) ASI eksklusif

ASI sangat penting untuk kebutuhan nutrisi bayi. Konsumsi ASI

juga memperkuat sistem kekebalan bayi, menurunkan risiko infeksi

menular. Disarankan agar bayi hanya mengonsumsi ASI eksklusif sampai

usia enam bulan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012,

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi selama enam bulan

pertama kehidupannya tanpa ditambah atau diganti dengan makanan

atau minuman lain (kecuali obat-obatan, vitamin dan mineral). Setelah

usia 6 bulan, di samping ASI diberikan makanan tambahan. Penelitian di

Ethiopia Selatan membuktikan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif selama 6 bulan berisiko tinggi mengalami stunting (Fikadu, T.,

Assegid, S. & Dube, 2014).

d) Sosial dan ekonomi

Salah satu masalah gizi yang saat ini banyak menimbulkan

kekhawatiran adalah stunting. Menurut WHO 1997, secara populasi

stunting berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk dan

peningkatan risiko seringnya anak terkena penyakit serta praktek

pemberian makan yang kurang baik. Kondisi sosial sangat terkait dengan

praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap

pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan),

serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih

dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan

gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat

faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik

kekurangan maupun kelebihan gizi (Bappenas, 2018).

34
e) Kondisi sanitasi dan akses air minum

Ketersediaan layanan sanitasi dan cara masyarakat

menggunakannya mempengaruhi status gizi anak, yang dapat

menyebabkan infeksi kecacingan dan diare. Infeksi penyakit ini dapat

melemahkan sistem kekebalan tubuh anak dan menimbulkan masalah

pencernaan serta masalah penyerapan nutrisi (Torlesse, et al 2016). Jika

fasilitas sanitasi dilengkapi dengan leher angsa, tangki septik, atau sistem

pengolahan air limbah (SPAL), di antara kriteria kesehatan lainnya, maka

rumah tangga memiliki akses terhadap sanitasi yang layak (Kemenkes,

2016).

5. Diagnosa Stunting

Saat anak berusia dua tahun, stunting sendiri akan mulai terlihat (TNP2K,

2017). Bila status gizi anak yang diukur dengan TB/U memiliki Zscore antara

3,0 SD dan 2,0 SD (pendek) dan 3,0 SD, kondisi tersebut disebut stunting

(sangat pendek). Dengan mengurangkan Nilai Individu Subjek (NIS) dari Nilai

Median Standar Rujukan (NMBR) pada usia yang relevan, Skor Standar

Deviasi (Z-score) dihitung. Temuan tersebut kemudian dibagi dengan Nilai

Standar Deviasi Rujukan (NSBR). NSBR dihitung dengan mengambil median

dan mengurangkannya dengan -1 SD jika tingginya kurang dari nilai median.

NSBR dihitung dengan mengurangi + 1 SD dari median jika tinggi lebih dari

median. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Z-Score = (NIS-NMBR)/NSBR

35
Gambar 1. Perhitungan Nilai Standar Deviasi (Z-score) Sumber: 2017 TPNK

Keterangan:

NIS : Subyek, Nilai, Individu (tinggi badan anak)

NMBR : Nilai Standar Rujukan Median

NSBR : Nilai Standar Deviasi Rujukan

Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U dan TB/U Anak umur 0-60

Bulan

Indeks Status Gizi Ambang Batas


(Z-Score)
Panjang Badan Sangat Pendek < - 3 SD
atau Tinggi Badan (Severely Stunted)
Menurut Umur Pendek (Stunted) - 3 SD sd < - 2 SD
(PB/U atau TB/U) Normal -2 SD sd + 3 SD
anak usia 0-60 Tinggi > + 3 SD
bulan.

Sumber : Standar Antropometri Anak (Menkes RI, 2020)

6. Pencegahan Stunting

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting, sesuai dengan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016), meliputi :

a. Pada ibu hamil

1) Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik

dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang

baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau

telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan

makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.


36
2) Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90

tablet selama kehamilan.

3) Agar ibu tidak jatuh sakit, kesehatan ibu harus dijaga

b. Pada saat bayi lahir

1) Bidan atau dokter yang memenuhi syarat membantu persalinan pada

saat bayi lahir dan prosedur dimulai segera setelah anak dilahirkan

2) Menyusu Dini (IMD).

3) Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI

Eksklusif)

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

1) Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2

tahun atau lebih.

2) Anak-anak dan bayi mengonsumsi suplemen vitamin A dan

menyelesaikan vaksin yang diperlukan.

d. Upaya yang sangat hati-hati dilakukan untuk melacak perkembangan

anak usia dini di posyandu guna mengidentifikasi kelainan tumbuh

kembang secara dini.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh

setiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih

dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. Prevalensi

penyakit diturunkan oleh PHBS, terutama gangguan virus yang dapat

mengalihkan energi pemacu pertumbuhan ke pertahanan tubuh terhadap

infeksi, mempersulit tubuh menyerap nutrisi, dan menghambat

pertumbuhan.

37
Standar Berat Badan menurut umur

Anak laki-laki Umur 48-60 Bulan

Umur (Bulan) Berat badan (kg)

-3 SD - 2 SD -1 SD Median + 1 SD +2 SD + 3 SD

48 11.2 12.7 14.4 16.3 18.6 21.2 24.2

49 11.3 12.8 14.5 16.5 18.8 21.4 24.5

50 11.4 12.9 14.7 16.7 19.0 21.7 24.8

51 11.5 13.1 14.8 16.8 19.2 21.9 25.1

52 11.6 13.2 15.0 17.0 19.4 22.2 25.4

53 11.7 13.3 15.1 17.2 19.6 22.4 25.7

54 11.8 13.4 15.2 17.3 19.8 22.7 26.0

55 11.9 13.5 15.4 17.5 20.0 22.9 26.3

56 12.0 13.6 15.5 17.7 20.2 23.2 26.6

57 12.1 13.7 15.6 17.8 20.4 23.4 26.9

58 12.2 13.8 15.8 18.0 20.6 23.7 27.2

59 12.3 14.0 15.9 18.2 20.8 23.9 27.6

60 12.4 14.1 16.0 18.3 21.0 24.2 27.9

38
Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Anak Laki-Laki Umur 48-60 Bulan

Umur (bulan) Berat badan (kg)

-3 SD - 2 SD -1 SD Median + 1 SD +2 SD + 3 SD

48 90.7 94.9 99.1 103.3 107.5 111.7 115.9

49 91.2 95.4 99.7 103.9 108.1 112.4 116.6

50 91.6 95.9 100.2 104.4 108.7 113.0 117.3

51 91.1 96.4 100.7 105.0 109.3 113.6 117.9

52 92.5 96.9 101.2 105.6 109.9 114.2 118.6

53 93.0 97.4 101.7 106.1 110.5 114.9 119.2

54 93.4 97.8 102.3 106.7 111.1 115.5 119.9

55 93.9 98.3 102.8 107.2 111.7 116.1 120.6

56 94.3 98.8 103.3 107.8 112.3 116.7 121.2

57 94.7 99.3 103.8 108.3 112.8 117.4 121.9

58 95.2 99.7 104.3 108.9 113.4 118.0 122.6

59 95.6 100.2 104.8 109.4 114.0 118.6 123.2

60 96.1 100.7 105.3 110.0 114.6 119.2 123.9

39
Standar Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Anak perempuan umur 49-60

Umur (Bulan) Berat badan (kg)

-3 SD - 2 SD -1 SD Median + 1 SD +2 SD + 3 SD

48 10.9 12.3 14.0 16.1 18.5 21.5 25.2

49 11.0 12.4 14.2 16.3 18.8 21.8 25.5

50 11.1 12.6 14.3 16.4 19.0 22.1 25.9

51 11.2 12.7 14.5 16.6 19.2 22.4 26.3

52 11.3 12.8 14.6 16.8 19.4 22.6 26.6

53 11.4 12.9 14.8 17.0 19.7 22.9 27.0

54 11.5 13.0 14.9 17.2 19.9 23.2 27.4

55 11.6 13.2 15.1 17.3 20.1 23.5 27.7

56 11.7 13.3 15.2 17.5 20.3 23.8 28.1

57 11.8 13.4 15.3 17.7 20.6 24.1 28.5

58 11.9 13.5 15.5 17.9 20.8 24.4 28.8

59 12.0 13.6 15.6 18.0 21.0 24.6 29.2

60 12.1 13.7 15.8 18.2 21.2 24.9 29.5

Standar Tinggi Badan menurut umur (TB/U)


40
Anak perempuan Umur 48-60 Bulan

Umur (Bulan) Berat badan (kg)

-3 SD - 2 SD -1 SD Median + 1 SD +2 SD + 3 SD

48 89.8 94.1 98.4 102.7 107.0 111.3 115.7

49 90.3 94.6 99.0 102.1 103.3 112.0 116.4

50 90.7 95.1 99.5 102.7 103.9 112.7 117.1

51 91.2 95.6 100.1 103.3 104.5 113.3 117.7

52 91.7 96.1 100.6 103.9 105.0 114.0 118.4

53 92.1 96.6 101.1 104.5 106.2 115.2 119.8

54 92.6 97.1 101.6 105.6 106.7 115. 120.4

55 93.0 97.6 102.2 106.7 111.3 115.9 120.4

56 93.4 98.1 102.7 107.3 111.9 116.5 121.1

57 93.9 98.5 103.2 107.8 112.5 117.1 121.8

58 94.3 99.0 103.7 108.4 113.0 117.1 122.4

59 94.7 99.5 104.2 108.9 113.6 118.3 123.1

60 95.2 99.9 104.7 109.4 114.2 118.9 123.7

41
42
43
c. Tinjauan umum tentang balita

1. Defenisi

Balita adalah anak-anak antara usia 0 dan 59 bulan, dan periode ini

ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat,

serta perubahan yang menuntut makanan yang lebih bergizi dengan kualitas

tinggi. Namun karena tidak mendapat cukup makanan, balita merupakan

populasi yang sangat rentan terhadap masalah gizi. Keadaan gizi anak

sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang berdampak signifikan

terhadap perkembangan fisik dan kapasitas intelektual anak (Ariani,

2017).).Kebutuhan Gizi Balita

Energi dan protein merupakan dua zat gizi yang dibutuhkan balita dalam

menu makanannya. Untuk tahun pertama, rata-rata 100-200 kkal/kg berat

badan dibutuhkan setiap hari. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat

gizi karbohidrat, lemak dan protein. Protein dalam tubuh merupakan sumber

asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk

pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum serta mengganti sel-sel

yang telah rusak dan memelihara keseimbangan cairan tubuh.

Sebagai sumber kalori dengan konsentrasi tinggi, lemak memiliki tiga

tujuan: sebagai pemasok lemak vital, melarutkan vitamin A, D, E, dan K, dan

memberikan rasa pada makanan. Jumlah karbohidrat yang tepat adalah 60-

70% dari total kalori dari serat pangan, beras, jagung, dan singkong. Untuk

menjaga keseimbangan fungsi tubuh dan kesehatan umum pada masa bayi,

diperlukan vitamin dan mineral (Dewi, 2013).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

a. Ketersediaan dan Konsumsi Pangan

44
Metode observasi langsung yang dapat digunakan untuk menilai

asupan makanan rumah tangga atau individu dapat menggambarkan pola

konsumsi penduduk menurut wilayah, status sosial ekonomi, dan

kelompok budaya. Konsumsi makanan semakin sering digunakan sebagai

metode untuk meningkatkan status gizi. Sedikitnya dua pertiga penduduk

dunia menderita masalah gizi akibat tidak memiliki cukup makanan untuk

mendukung pola makan sehat, pertumbuhan normal, dan aktivitas sehari-

hari. Ketersediaan pangan dalam rumah tangga berdampak pada jumlah

pangan yang tersedia. Malnutrisi akan terjadi akibat kurangnya pasokan

makanan yang berkelanjutan dari keluarga.

Malnutrisi, yang diakibatkan oleh tidak makan cukup makanan

untuk sementara waktu, adalah kondisi yang buruk. Status gizi dapat

diturunkan dengan cara mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak

mencukupi baik kualitas maupun kuantitasnya. Jika kebutuhan nutrisi

seseorang tidak terpenuhi, sistem kekebalan tubuh akan terganggu dan

lebih rentan terhadap penyakit.

b. Infeksi

Status diet anak dan penyakit infeksi merupakan dua faktor yang

saling berinteraksi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan

mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat

gizi ke dalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan

mengakibatkan kehilangan zat gizi. Infeksi yang menyebabkan diare pada

anak dapat mengakibatkan cairan dan zat gizi di dalam tubuh berkurang.

Terkadang orang tua juga melakukan pembatasan makan akibat infeksi

yang diderita sehingga menyebabkan asupan zat gizi sangat kurang

45
sekali bahkan bila berlanjut lama dapat mengakibatkan terjadinya gizi

buruk.

c. Pengetahuan Gizi

Berpengetahuan tentang gizi berarti mampu mengolah unsur

makanan dan memilih makanan yang menjadi sumber zat gizi. Kesehatan

setiap orang, termasuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak mereka,

bergantung pada pola makan yang sehat. Memahami nutrisi sangat

penting untuk memilih dan menggunakan makanan dengan benar untuk

mencapai status gizi seimbang.

d. Higiene Sanitasi Lingkungan

Anak-anak akan lebih rentan terhadap infeksi infeksi di lingkungan

yang tidak higienis, yang pada akhirnya dapat merusak kesehatan gizi

mereka. Aksesibilitas jamban, jenis lantai di rumah, kebersihan peralatan

makan di setiap keluarga, dan ketersediaan air bersih merupakan faktor

penting dalam penyehatan lingkungan. Kemungkinan gizi buruk pada

anak berkurang dengan tersedianya air bersih untuk kebutuhan sehari-

hari (Soekirman, 2012).

46
BAB III

KERANGKA KERJA PENELITIAN

A. Kerangaka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas dapat disimpulkan bahwa faktor

lingkungan rumah yakni pengasuhan yang buruk memiliki peran besar dalam

terjadinya stunting. Hal ini karena kondisi kesehatan, gizi dan perkembangan

anak usia empat sampai enam tahun (prasekolah) masih sangat tergantung

pada kehadiran dan perhatian dari orang tuanya. Artinya adanya penyakit infeksi

dan kesalahan dalam pemberian makanan yang tidak memadai sangat terkait

dengan pengasuhan keluarga yang diberikan kepada anak yaitu tindakan

pemberian makan, perawatan kesehatan, rangsangan psikososial serta praktik

kebersihan diri dan sanitasi lingkungan. Penulis tidak memasukkan komponen

pengasuhan keluarga dalam perawatan bagi wanita/ ibu dan pemberian ASI/ MP

ASI bagi anak dengan pertimbangan bahwa kemungkinan terdapat bias

informasi dari responden terkait kondisi ibu saat hamil dan menyusui karena

waktu dan keadaan yang sudah berlalu dimana peneliti ingin fokus pada

pengasuhan yang masih berlangsung sampai saat ini untuk melihat hubungan

pengasuhan dengan kejadian stunting pada anak umur empat sampai lima

tahun.

Kerangka konsep penelitian dapat dirumuskan dengan : variabel

dependen yaitu stunting pada balita dengan usia empat sampai lima tahun,

sedangkan variabel independen dari penelitian ini adalah pengasuhan keluarga

yang mencakup pola asuh makan, pola asuh kesehatan, parenting yaitu

47
psikososial, sanitasi lingkungan, dan personal hygiene. Gambar berikut

menunjukkan bagaimana kerangka konseptual untuk penelitian ini diatur :

Kejadian Stunting Pada


Pengasuhan Keluarga
Balita

KETERANGAN :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Garis Penghubung Variabel

B. Variabel Penelitian

1. Klasifikasi variabel penelitian

a. Variabel independen : Pengasuhan Keluarga

b. Variabel independen : Kejadian Stunting Pada balita

2. Defenisi operasional dan kriteria objektif

a. Pengasuhan Keluarga

Pengasuhan keluarga adalah sikap merawat, menjaga, dan memberikan

eduksi pada anak dalam proses pertumbuhan dan perkembanganan

anak.

1) Pola asuh makan

Pola asuh makan merupakan praktik pengasuhan yang diterapkan

orang tua kepada anak yang berhubungan dengan cara dan situasi

makan

Kriteria Objektif :

Baik : jika responden menjawab dengan total skor > 8

Kurang : Jika responden menjawab dengan total skor < 8

48
2) Pola Asuh Kesehatan

Pola asuh kesehatan merupakan praktik pengasuhan orang tua kepada

anak yang berhubungan dengan cara menjaga kesehatan anak agar

terhindar dari penyakit dan yang dapat menyebabkan turunnya

keadaan kesehatan anak

Kriteria Objektif :

Baik : jika responden menjawab dengan total skor > 8

Kurang : Jika responden menjawab dengan total skor < 8

3) Pola asuh psikososial

Pola asuh psikosial merupakan praktik pengasuhan orang tua pada

anak dengan memberikan kasih sayang yaitu dengan cara memberikan

pujian, memeluk dll. Kejadian Stunting Pada balita.

Kriteria Objektif :

Baik : jika responden menjawab dengan total skor > 3

Kurang : Jika responden menjawab dengan total skor < 3

4) Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan merupakan praktik

pengasuhan orang tua pada anak yaitu menjega kebersihan diri anak

dan merawat lingkungan sekitar agar anak terhindar dari infeksi atau

penyakit.

Kriteria Objektif :

Baik : jika responden menjawab dengan total skor > 5

Kurang : Jika responden menjawab dengan total skor < 5

b. Kejadian stunting

49
Kejadian stunting dalam penelitian ini adalah anak yang tinggibadannya

tidak sesuai umur dan hasil pengukuran antropemetri menunjukan Zscore

kurang -2 SD sampai dengan -3 (pendek) dan kurang -3 SD (sangat

pendek).

Kriteria Objektif :

Stunting : jika hasil Z score <-2 SD

Tidak stunting : Jika hasil pada antropometri nilai Z score sesuai dengan

tinggi badan dan usia

C. Hipotesis penelitian

1. Hipotesis Alternative (Ha)

Ada hubungan pengasuhan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di

Desa Bontobiraeng Selatan.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada hubungan dengan kejadian stunting pada balita di Desa

Bontobiraeng Selatan.

50
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang di gunakan adalah desain penelitian analitik

dengan pendekatan Cross sectional study yaitu untuk mengetahui “Hubungan

pengasuhan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di Desa

Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Istilah "populasi" mengacu pada kategori hal atau individu yang peneliti pilih

untuk dipelajari dan kemudian dibuat kesimpulannya karena mereka memiliki

sifat dan atribut tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang

tua yang memiliki balita di Desa Bontobiraeng Selatan

2. Sampel

Sampel merupakan jumlah kelompok kecil yang mewakili populasi untuk

dijadikan sebagai objek penelitian (Nursalam 2014). Sampel dalam penelitian

ini adalah orang tua yang memilikim balita 4-5 Tahun dengan menggunakan

Teknik purvosive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan keinginan

peneliti dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Keluarga yang yang mempunyai anak balita 4-5 tahun yang berada di

desa bontobiraeng

2) Keluarga yang bersedia menjadi reponden

b. Kriteria Ekslusi

51
1) Keluarga yang tidak koperatif

2) Keluarga yang menderita penyakit

3) Keluarga yang tidak bersedia menjadi responden

C. Pengumpulan Data Dan Analisa Data

1. Instrument Pengumpulan Data

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk variabel

Pengasuhan Keluarga yaitu menggunakan instrument kuesioner yang dibuat

oleh peneliti untuk melihat hubungan antara variabel pengasuhan keluarga

dengan kejadian stunting. Dengan 20 point pertanyaan untuk varibel

pengasuhan keluarga menggunakan skala likert dan skala gutmen.

Sedangkan variabel dependen Kejadian stunting menggunakan lembar

observasi yaitu dengan mengukur Tinggi badan balita dengan melihat standar

antropometri anak

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Mei 2022 di desa

bontobiraeng kec. Bontonompo kab gowa.

3. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari responden

dengan menggunakan kuesioner.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai

sumber untuk membantu peneliti dalam menyimpulkan hasil penelitian.

D. Cara Analisa Data

1. Analisa Univariat

52
Untuk mengetahui distribusi dan proporsi masing-masing variabel yang

diteliti, maka dilakukan analisis univariat terhadap masing-masing variabel

dalam temuan pengumpulan data.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariate dilakukan untuk melihat hubungan variabel

independen dengan variabel dependen dalam bentuk tabulasi silang antara

kedua variabel tersebut. Menggunakan uji statistic dengan tingkat kemaknaan

α = 0,05 (5%) dengan menggunakan rumus Chi-Square, yaitu :

X2 = ∑¿ ¿

Keterangan :

X2 = Chi-Square

O = Nilai observasi

E = Nilai yang diharapkan

∑ = Jumlah data

Penilaian :

a. Apabila x2 hitung > X2 tabel, maka Hº ditolak atau H a diterima, artinya ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila X2 hitung ≤ dari X2 tabel, maka Hº diterima atau Ha ditolak, artinya

tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

E. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat rekomendasi dari

institusinya dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau lembaga

tempat penelitian. Setelah menerima persetujuan, mulailah penelitian Anda

sambil berfokus pada pertimbangan etis berikut :

1. Informant Consent (lembar persetujuan)

53
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian. Bila subjek, maka

peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak

subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Konfedentiality ( kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PENELITIAN

54
A. Hasil penelitian

1. Pengantar

Penelitian ini telah di laksanakan di Kelurahan Bontobiraeng Selatan

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa pada tanggal 8 juni – 18 juni 2022.

Hasil penelitian ini di peroleh dengan menggunakan lembar kuesioner untuk

variabel independen dan lembar Observasi untuk variabel dependen.

Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel dalam

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling

sebanyak 30 responden. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan

komputer program SPSS versi 22 dengan uji statistik Chi Square.

2. Gambaran Lokasi Penelitian

Desa Bontobiraeng Selatan berada 24 Km 24 KM dari ibu Kota Provinsi

atau 21/18 KM dari kota Sungguminasa ibu Kota Kabupaten Gowa atau 3 KM

Ibu Kota Kecamatan Bontonompo

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bontobiraeng Utara Kecamatan

Bontonompo

b. Desa Bontonompo dan Kecamatan Bontonompo berbatasan di sebelah

timur.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Romanglasa Kecamatan

Bontonompo

Penduduk desa Bontobiraeng Selatan pada tahun 2021 berjumlah 3044

jiwa, yang terdiri dari laki-laki dengan jumlah 1502 jiwa dan perempuan 1541

55
jiwa. Penduduk desa Bontobiraeng Selatan terhimpun dalam keluarga dengan

jumlah sebanyak 890 kepala keluarga.

3. Karakteristik Responden

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Umur Responden

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Umur Responden keluarga Yang
Mempunyai Balita Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa

Umur Frekuensi Presentase (%)


25-30 11 36,7
31-35 8 26,7
36-40 5 16,7
> 40 6 20,0
Total 30 100,0
Sumber : Data primer

Berdasarkan pada tabel 5.1 menunjukan bahwa dari 30 responden di

peroleh umur paling banyak adalah 25-30 tahun sebanyak 11 (36,7%)

responden, dan paling sedikit adalah umur 36-40 tahun yaitu 5 (16,7%)

responden.

b. Distribusi Frekunsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Kelurahan Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


Laki-laki 1 3,3
Perempuan 29 96,7
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer

56
Berdasarkan pada tabel 5.2 menunjukan bahwa dari 30 responden di

peroleh jenis kelamin laki-laki adalah 1 (3,3%) responden, dan jenis

kelamin perempuan yaitu 29 (96,7%) responden.

c. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
Pendidikan Keluarga Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan Kec.
Bontonompo Kab Gowa.

Pendidkan Frekuensi Presentase (%)


SD 6 20,0
SMP 8 26,7
SMA 16 53,3
Total 30 100.0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan pada tabel 5.3 dari 30 responden di peroleh pendidikan

tertinggi adalah SMA sebanyak 16 (53,3%) responden, dan pendidikan

terendah yaitu SD sebanyak 6 (20,0%) responden

d. Distribusi Frekuensi Balita Stunting Berdsarkan Umur Dan Jenis Kelamin

Balita

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Umur Balita Stunting Di Kelurahan
Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo
Kab. Gowa

Umur Frekuensi Presentase


> 48 4 13,3
< 49 26 86,7
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer

57
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukan bahwa dari 30 responden di peroleh

umur balita paling banyak adalah > 49 bulan yaitu 26 (86,7%) responden,

dan umur balita paling sedikit adalah < 48 bulan yaitu 4 (13,3%) responden.

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita Stunting Di Kelurahan
Bontobiraeng Selatan Kec.Bontonompo
Kab. Gowa

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


Laki-laki 20 66,7
Perempuan 10 33,3
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 30 responden di peroleh

jenis kelamin balita laki-laki sebanyak 20 (66,7%) responden, dan jenis

kelamin balita perempuan sebanyak 10 (33,3%) responden.

4. Data Khusus
a. Analisa Univariat
1) Pola Asuh Makan
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Makan Anak
Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan
Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Pola Asuh Makan Frekuensi Presentase (%)


Kurang 9 30,0
Baik 21 70,0
Total 30 100,0
Sumber : Data primer

Pada tabel 5.6 menunjukan bahwa dari 30 responden di peroleh

pola asuh makan anak yang kurang sebanyak 9 responden (30,0%),

58
sedangakan pola asuh makan anak yang baik sebanyak 21 responden

(70,0%).

2) Pola Asuh Kesehatan

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Kesehatan Anak
Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan
Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Pola Asuh Kesehatan Frekuensi Presentase (%)


Kurang 8 30,0
Baik 22 70,0
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer

Pada tabel 5.7 menunjukan bahwa dari 30 responden di peroleh

pola asuh kesehatan anak yang kurang sebanyak 8 responden

(30,0%), sedangkan pola asuh kesehatan yang baik sebanyak 22

responden (70,0%).

3) Pola Asuh Psikososial

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Psikososial Anak
Di Kelurahan Bontobiraeng Selatan
Kec. Bontonompo Kab. Gowa
Pola asuh psikososial Frekuensi presesentase
Baik 30 100,0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukan bahwa dari 30 responden di

peroleh pola asuh psikososial anak yang baik sebanyak 30 (100,0%)

4) Pola Asuh Kebersihan Diri Dan Sanitasi Lingkungan


Tabel 5.9

59
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Psikososial Bal Di Kelurahan
Bontobiraeng Selatan
Kec. Bontonompo Kab. Gowa
Pola asuh kebersihan diri Frekuensi presesentase
dan sanitasi lingkungan
Baik 30 100,0
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukan bahwa dari 30 responden di

peroleh pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan anak yang

baik sebanyak 30 (100,0%)

5) Kejadian Stunting

Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Kejadian stunting Di Kelurahan
Bontobiraeng Selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa
Kejadian Stunting Frekuensi Presentase (%)
Stunting 11 36,7
Tidak Stunting 19 63,3
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer

Pada tabel 5.8 menunjukan bahwa dari 30 balita yang mengalami

stunting adalah 11 (36,7%) balita, sedangkan yang tidak stunting

adalah 19 (63,3%) balita

60
b. Analisa Bivariat

1) Hubungan pengasuhan keluarga pola asuh makan dengan kejadian

stunting

Tabel 5.11
Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh Makan dengan
Kejadian Stunting pada balita di kelurahan Bontobiraeng selatan
Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Kejadian stunting Jumlah


Pola asuh Stunting Tidak Nilai P
makan Stunting
F % F % F %
Kurang 9 100,0 0 0,0 9 100,0 0,000
Baik 2 9,5 19 90,5 21 100,0
Jumlah (n) 11 36,7 19 63,3 30 100,0
Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh makan dengan

kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bontobiraeng Selatan

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa pada tabel 5.11 di peroleh

data bahwa dari 30 responden diperoleh pola asuh makan yang kurang

dengan stunting sebanyak 9 anak (100,0%), pola asuh makan yang

kurang dengan tidak stunting sebanyak 0 anak (0,0%). Dan pola asuh

makan yang baik dengan stunting sebanyak 2 anak (9,5%), pola asuh

makan yang baik dengan tidak stunting sebanyak 19 anak (90,5%).

Hasil uji statistik Chi Square dengan menggunakan fisher Extact Test

diperoleh nilai ρ (0,000) < α (0,05), berarti Ho ditolak dan Ha di terima.

Dengan demikian ada hubungan pengasuhan keluarga pola asuh makan

61
dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bontobiraeng selatan

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

2) Hubungan pengasuhan keluarga pola asuh kesehatan dengan kejadian

stunting pada balita.

Tabel 5.12
Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh Kesehatan
dengan Kejadian Stunting pada balita di kelurahan Bontobiraeng
selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Pola Asuh Kejadian stunting Jumlah Nilai P


Kesehata Stunting Tidak Stunting
n F % F % F %
Kurang 8 100,0 0 0,0 8 100,0 0,000
Baik 3 13,6 19 86,4 22 100,0
Jumlah 11 36,7 19 63,3 30 100,0
(n)
Sumber :Data primer

Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh kesehatan dengan

kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bontobiraeng Selatan

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa pada tabel 5.12 di peroleh

data bahwa dari 30 responden diperoleh pola asuh kesehatan yang

kurang dengan stunting sebanyak 8 anak (100,0%), pola asuh kesehatan

yang kurang dengan tidak stunting sebanyak 0 anak (0.0%). Dan pola

asuh kesehatan yang baik dengan stunting sebanyak 3 anak (13,6%),

pola asuh kesehatan yang baik dengan tidak stunting sebanyak 19 anak

(86,4%).

Hasil uji statistik Chi Square dengan menggunakan fisher Extact Test

diperoleh nilai ρ (0,000) < α (0,05), berarti Ho ditolak dan Ha di terima.

62
Dengan demikian ada hubungan pengasuhan keluarga pola asuh

kesehatan dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan

Bontobiraeng selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.

3) Hubungan pengasuhan keluarga pola asuh psikososial dengan kejadian

stunting pada balita.

Tabel 5.13
Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh Psikososial
dengan Kejadian Stunting pada balita di kelurahan Bontobiraeng
selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Pola asuh Kejadian Stunting


psikososi Stunting Tidak stunting Total
al F % F % F %

Baik 11 36,7 19 63,3 30 100

Jumlah 11 36,3 19 63,3 30 100


(n)

Sumber : Data Primer


Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh psikososial dengan

kejadian stunting pada balita di Kelurahan Bontobiraeng Selatan

Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa pada tabel 5.13 di peroleh

data bahwa dari 30 responden diperoleh pola asuh kesehatan yang yang

baik dengan stunting sebanyak 11 balita (36,7%), pola asuh kesehatan

yang baik dengan tidak stunting sebanyak 19 balita (63,3%).

Hasil uji statistik Chi Square menunjukan tidak ada nilai siknifikan

terkait apakah ada hubungan atau tidak ada hubungan pola asuh

psikososial dengan kejadia stunting di kelurahan bontobiraeng selatan.

Karena tidak ada tabel Chi-Square yang tersedia untuk melihat nilai

signifikan..

63
4) Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola asuh Psikososial dengan kejadia
Stunting Pada balita

Tabel 5.14
Analisis Hubungan Pengasuhan Keluarga Pola Asuh kebersihan
diri dan sanitasi lingkungan dengan Kejadian Stunting pada
balita di kelurahan
Bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab. Gowa

Pola asuh kebersihan Kejadian Stunting


diri & sanitasi Stunting Tidak stunting Total
lingkungan
F % F % F %
Baik 11 36,7 19 63,3 30 100

Jumlah (n) 11 36,3 19 63,3 30 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil analisis hubungan pola asuh kebersihan diri dan

sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan

Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa pada

tabel 5.13 di peroleh data bahwa dari 30 responden diperoleh pola asuh

kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang baik dengan stunting

sebanyak 11 balita (36,7%), pola asuh kesehatan yang baik dengan tidak

stunting sebanyak 19 balita (63,3%).

tidak ada nilai sknifikan terkait apakah ada hubungan atau tidak ada

hubungan pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan dengan

64
kejadia stunting di kelurahan bontobiraeng selatan. Karena tidak terdapa

tabel Chi-Square untuk melihat nilai siknifikan.

B. Pembahasan

Pola makan dalam penelitian ini mengacu pada strategi parenting yang

digunakan oleh orang tua dengan memperhatikan cara dan konteks makan. Pola

asuh kesehatan dalam penelitian ini adalah praktik pengasuhan orang tua

kepada anak yang berhubungan dengan cara menjaga kesehatan anak agar

terhindar dari penyakit dan yang dapat menyebabkan turunnya keadaan

kesehatan anak. Pola asuh psikosial dalam penelitian ini adalah praktik

pengasuhan orang tua pada anak dengan memberikan kasih sayang yaitu

dengan cara memberikan pujian, memeluk dll. Kejadian Stunting Pada balita.

Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan dalam penelitian ini adalah

praktik pengasuhan orang tua pada anak yaitu menjega kebersihan diri anak dan

merawat lingkungan sekitar agar anak terhindar dari infeksi atau penyakit

sedangkan Kejadian stunting dalam penelitian ini adalah anak yang tinggi

badannya tidak sesuai umur dan hasil pengukuran antropemetri menunjukan

Zscore kurang -2 SD sampai dengan -3 (pendek) dan kurang -3 SD (sangat

pendek).

1. Hubungan pola asuh makan dengan kejadian stunting pada balita 4-5 tahun

Dari hasil Analisa Crosstab Chi-Square ditemukan bahwa pola asuh

makan kurang dengan 9 balita stunting dan polah asuh makan yang baik

dengan 2 balita stunting dengan niali siknifikan 0.000 < 0,05, maka dapat

dinyatakan bahwah ada hubungan pengasuhan keluarga pola asuh makan

dengan kejadian stunting pada balita.

65
Pola asuh makan sangat berpengaruh dengan kejadian stunting

pada balita. Menurut asumsi peneliti hal tersebut disebapkan adanya salah

satu faktor yang mempengaruhi yaitu asupan gizi. Asumsi tersebut sejalan

dengan penelitian Novita Nining Dkk (2018) dengan hasil penelitian

menujukan bahwah asupan gizi anak berhubungan denga stunting (p =

0,003).

Rendahnya pola asuh makan menyebabkan buruknya status gizi

balita Jika hal ini terjadi pada masa golden age maka akan menyebabkan

otak tidak dapat berkembang secara optimal dan kondisi ini sulit untuk dapat

pulih kembali. Pola asuh yang kurang dalam penelitian ini adalah pada

indikator praktek pemberian makan. Ibu yang memiliki anak stunting memiliki

kebiasaan menunda ketika memberikan makan kepada balita. Selain itu, ibu

memberi makan balita tanpa mempertimbangkan kebutuhan gizi mereka.

Balita yang memiliki sindrom ini mengkonsumsi lebih sedikit makanan secara

keseluruhan dan dalam hal kualitas dan kuantitas, yang meningkatkan risiko

stunting.

Pola asuh makan yang baik sangat berpengaruh dalam mencegah

stunting pada balita. Menurut asumsi peneliti yaitu polah asuh makan yang

diterapkan oleh ibu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan balita karena kekurangan gizi pada masa balita akan bersifat

irreversible (tidak dapat pulih), Oleh karena itu, balita perlu makan makanan

sehat pada periode ini. Balita diberikan asupan makanan yang lebih baik

sebagai hasil pola asuh pola makan yang baik. Asumsi tersebut sejalan

dengan penelitian Sari & Ratnawati (2018) dengan hasil penelitian

66
menujukan Semakin baik pola asuh makan maka semakin baik pula status

gizin balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

WHO (2013), telah menjabarkan penyebab stunting yang meliputi empat

kategori yaitu: penyakit infeksi (infeksi klinis dan subklinis), pemberian asi

(praktik yang kurang tepat), tindakan dalam pemberian makanan yang tidak

adekuat (buruknya kualitas makanan, praktik yang tidak memadai dan

keamanan pangan dan air), serta aspek keluarga dan rumah tangga.

2. Hubungan pola asuh kesehatan dengan kejadian stunting pada balita 4-5

tahun

Hasil Dari Analisa Crosstab Chi-Square ditemukan bahwa pola asuh

kesehatan kurang dengan total 8 balita stunting dan pola asuh kesehatan

baik dengan total 3 balita stunting dengan nilai sinifikan 0,000 < 0.05. maka

dinyatakan bahwa ada hubungan pola asuh kesehatan dengan kejadian

stunting balita

Pola asuh kesehatan yang kurang berhubungan dengan kejadian

stunting. anak usia 4-5 tahun anak belum sepenuhnya mandiri.

Ketergantungan anak-anak akan pemeliharaan dan pengasuhan ibunya

masih besar. Oleh sebap itu pengasuhan kesehatan dari orang tua sangat

penting bagi sehatan anak belum mampu untuk merawat diri sendiri, masih

lemahnya kondisi fisik dan kepekaan yang tinggi akan seranga penyakit.

Pola asuh kesehatan merupakan hal-hal yang dilakukan untuk

mempertahankan status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit

serta yang dapat menyebabkan menurunnya keadaan kesehatan anak

(Apriyanto dkk, 2016). Pola asuh kesehatan dari orang tua terlihat dari

67
keaktifan orang tua dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan anak. Salah satu upaya dalam pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan anak melalui SDIDTK merupakan bagian dari kegiatan

pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap bayi, anak balita dan anak

prasekolah yang ditujukan untuk meningkatkan kelangsungan dan kualitas

hidup anak

Status kesehatan anak dipengaruhi oleh pengasuhan yang

diterapkan ibu dimana sangat berpengaruh terhadap status gizi anak secara

tidak langsung. Ada beberapa bentuk pola asuh kesehatan antara lain :

pemantauan kesehatan anak, status imunisasi anak, upaya menjaga

kesehatan anak, frekuensi dan jenis sakit dalam satu bulan terakhir, lokasi

pencarian pengobatan saat anak skit serta praktik dalam pemberian makan

ketika anak sakit. Semua hal tersebut dapat mempengarik kejadian stunting

pad anak.

Asumsi ini sejalan dengan penelitian Hasil penelitian Netty (2015)

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh

kesehatan dengan kejadian stunting pada anak dengan nilai p = 0,03

Pola asuh kesehatan baik dengan berhubungan dengan stunting.

pola asuh kesehatan yang positif akan menurunkan resiko anak terkena

penyakit melalui menurunkan tingkat stres anak, mencegah anak terpapar

infeksi, atau menurunkan peluang anak terkena penyakit. Menurut hasil

penelitian, responden telah menerapkan pola asuh yang baik ketika anak

sakit yaitu tetap membujuk anak dan meluangkan waktu lebih lama agar mau

makan ketika sakit, memberikan tindakan pertama untuk mencegah

memburuknya kondisi anak dengan mengompres atau memberi obat penurun

68
panas saat anak demam serta memberi larutan gula garam/ oralit dan air

putih yang lebih banyak saat anak terkena diare. Saat kondisi anak tidak juga

membaik, para orang tua akan membawa anak ke petugas kesehatan

terdekat. asumsi peneliti sejalan dengan penelitian Bustami (2018),

menyimpulkan bahwa ibu yang memberikan pola asuh kesehatan yang baik

dapat mengurangi risiko stunting pada anak.

3. Pola asuh psikososial dengan kejadian stunting pada balita 4-5 tahun

Dari Hasil Analisa Crosstab ditemukan bahwa pola asuh Psikososial

baik dengan total 11 balita stunting dan pola asuh psikososial baik dengan

total 19 balita tidak stunting. Berdasarkan hasil olah data bahwa tidak ada

hubungan pola asuh psikososial dengan kejadian stunting.

Asumsi peneliti hal ini dikarenakan lebih stunting disebabkan karena

adanya salah satu faktor yang mempengaruhi yaiitu pola asuh makan.

Asumsi tersebut sejalan dengan penelitian zeitlin (2018) dengan penelitian

menunjukan bahwah faktor pola asuh makan sangat berperan penting

dalam pemenuhan status gizi balita berhubungan dengan kejadian stunting

pada balita. (< 0,05)

Teori ini sejalan dengan Almatsier dkk, (2011). Konsumsi makanan

menjadi faktor penyebab langsung gangguan pertumbuhan anak jika jumlah

dan keragaman komposisi zat gizi dalam makanan tidak terpenuhi, makanan

yang dikonsumsi tidak aman dan tidak bergizi seimbang. Kebutuhan zat gizi

adalah konsumsi energi yang sangat diperlukan tubuh bersumber dari

makanan guna menyeimbangkan pengeluaran energi sesuai ukuran,

komposisi dan tingkat aktivitas tubuh seseorang sehingga kondisi fisik

terpelihara (Almatsier dkk, 2011).

69
4. Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan dengan kiejadian stunting

pada balita 4-5 tahun

Dari Hasil Analisa Crosstab ditemukan bahwa pola asuh kebersihan

diri dan sanitasi lingkungan baik dengan total 11 balita stunting dan pola

asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan baik dengan total 19 balita

tidak stuntin. Berdasarakan hasil olah data bahwa tidak ada hubungan antara

kebersihan diri dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian stunting.

Menurut asumsi peneliti hal ini dikarenakan lebih stunting

disebapkan karena adanya salah satu faktor yang mempengaruhi yaiitu

status ekonomi keluarga. Asumsi tersebut sejalan dengan penelitian

Setiawan dkk (2018) dengan hasil penelitian menujukan bahwa faktor

ekonomi keluarga berhubungan denga stunting (0,000). Sehingga

kebersihan diri dan sanitasi lingkungan tidak memberikan pengaruh terhadap

kejadian stunting balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di lakukan oleh

Bapenas (2018) bahwa sosial ekonomi yang buruk dan peningkatan risiko

seringnya anak terkena penyakit. Akses terhadap pelayanan kesehatan

untuk pencegahan dan pengobatan, serta kebiasaan memberi makan bayi

baru lahir dan anak (caregiving), sangat berkorelasi dengan situasi sosial

(kesehatan). Semakin baik sosial ekonomi keluarga akan berdampak baik

bagi kesehtan balita dalam pemenuhan status gizi balita dan semua kebutuh

balita dapat terpenuhi.

Pola asuh makan dan polah asuh kesehatan sangat mempengaruhi

pertumbuhan balita dan dapat menyebapkan stunting pada balita. Menurut

asumsi peneliti pola asuh makan dan polah asuh kesehatan sangat berperan

70
penting dalam menetukan status Gizi balita dimana ada beberapa faktor

yang dapat ditimbulkan akibat kekurangan gizi seperti, keterlambatan

pertumbuhan badan, keterlambatan perekembangan otak dan penurunan

daya tahan tubuh terhadap penyakit. Asumsi ini sejalan dengan teori Ami

Margawati (2012) menjelaskan stunting merupakan gangguan pertumbuhan

linier yang disebapkan adanya mall nutrisi asupan zat gizi kronis. Polah asuh

psikososial dan polah asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan tidak

berpengaruh terhadap stunting. menurut asumsi peneliti adalah status

ekonomi keluarga. Asumsi tersebut sejalan dengan penelitian Setiawan dkk

(2018) dengan hasil penelitian menujukan bahwa faktor ekonomi keluarga

berhubungan denga stunting (0,000). Sehingga kebersihan diri dan sanitasi

lingkungan tidak memberikan pengaruh terhadap kejadian stunting balita.

71
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ada hubungan pengasuhan keluarga pola asuh makan dengan

kejadian stunting pada balita di desa bontobiraeng selatan Kec.

Bontonompo Kab. Gowa.

2. Ada hubungan pengasuhan keluarga pola asuh kesehatan dengan

kejadian stunting pada balita di desa bontobiraeng selatan kec.

Bontonompo Kab. Gowa.

3. Tidak ada hubungan pola asuh psikososial dengan kejadian

stunting pada balita 5-4 tahun di desa bontobiraeng seltan kec.

Bontonompo kab. gowa

4. Tidak ada hubungan pola asuh kebersihan diri dan sanitasi

lingkungan dengan kejadian stunting pada balita 4-5 tahun di desa

bontobiraeng selatan kec. Bontonompo kab. Gowa

B. Saran

Setelah melaukan penelitian didapatkan hasil ada hubungan

variabel bebas terhadap variabel terikat. dengan demikian perlu

meningkatkan pengetahuan keluarga setempat bagaimana cara

1
memberikan pengasuhan yang baik bagi anak agar bisa mencegah

terjadinya stunting pada anak. Dan bagi peneliti selanjutnya agar bisa

mengkaji faktor” lain yang dapat mempengaruhi kejadian stunting pada

balita di desa bontobiraeng selatan Kec. Bontonompo Kab Gowa.

2
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soe, M. (2011). Gizi seimbang dalam daur
kehidupan. Jakarta: Gramedia.

Aryastami, N.K., & Tarigan, I. (2017). Kajian kebijakan dan penanggulangan


masalah gizi stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan,
45(4), 233–240. doi: http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i4.7465.233-
240

Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah. (2019). Kabupaten Aceh


Tengah Dalam Angka 2019. Diakses dari
https://acehtengahkab.bps.go.id/publikasi.html

Desmita. septiani.(2012) Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:


Remaja Rosdakarya

Engel, P., Lhotska, L., Armstrong, H. (1997). The Care Initiative: Assessment,
Analysis and Action to Improve Care for Nutrition. New York: UNICEF
Nutrition Section. Diakses dari https://www.semanticscholar.org/paper/
The-Care-Initiative-%3A-Assessment-%2C-AnalysisAndto

Halimah, N. & Suntin, 2020. Proyeksi dan Pemetaan Wilayah Sebaran Balita
Stunting Di Kota Makassar Berbasis Sistem Informasi Geografi (SIG).
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 10.

Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2017). Gizi anak dan remaja.
Depok: Rajawali Pers.

Kemenkes RI. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Stunting di


Indonesia. Germas. 2019;2(2):41–52

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta :


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Diakses dari
http://labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD/
201 8/Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

Peter, R., & Kumar, K.A. (2014). Mothers’ caregiving resources and practices
for children under 5 years in the slums of Hyderabad, India: a cross-

3
sectional study. WHO South-East Asia Journal of Public Health, 3(3-4),
254-265.

Rusilanti., Dahlia, M., & Yulianti, Y. (2015). Gizi dan kesehatan anak
prasekolah. Bandung: Rosda.

Santoso, S., & Ranti, A.L. (2013). Kesehatan dan gizi. Jakarta : Rineka Cipta.

Soetjiningsih. (2016). Tumbuh kembang anak (Edisi ke-2). Jakarta : EGC

Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :


EGC.

Suyadi., & Ulfah, M. (2013). Konsep dasar paud. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Tarmudji, T. 2011. Penelitian Tentang “Pola Asuh Orangtua Dengan


Agresivitas Remaja”. http://www.Dep.Dik.Nas/Go.Id

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan [TNP2K] RI. (2017).


100 Kabupaten / Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil ( Stunting)
Volume 1. Diakses dari http://www.tnp2k.go.id

Tridhonanto, A., & Agency, B. (2014). Mengembangkan pola asuh


demokratis. Jakarta: Elex Media Komputindo.

United Nations Children’s Fund (UNICEF), World Health Organization, &


International Bank for Reconstruction and Development/The World
Bank. (2019). Levels and trends in child malnutrition: key findings of
the 2019 Edition of the Joint Child Malnutrition Estimates. Geneva:
World Health Organization. Diakses dari
https://www.who.int/nutrition/publications/jointchildmalnutrition-2019-
estimates/en/

Wiyono, S. (2016). Epidemiologi gizi: konsep dan aplikasi. Jakarta: Sagung


Seto.

World Health Organization. (2014). Comprehensive Implementation Plan On


Maternal, Infant and Young Child Nutrition. Diakses dari
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/113048/WHO_NMH_N
H D_14.1_eng.pdf?ua=1

World Health Organization. (2013). Childhood stunting; context, causes and


consequences. Diakses dari

4
https://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquiu
m _14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf

Widaninggar, W. (2003). Pola hidup sehat dan segar. Jakarta: Depdiknas


Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani.

5
Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth,
Bapak/Ibu……..
Di –
Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dorkas Makdalena Beay
Nim : 120031825
Alamat : Jalan Kenanga
Adalah mahasiswa S-1 keperawatan STIK FAMIKA Makassar yang
mengadakan penelitian tentang “HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA
DENGAN KEJADIAN STUNTING DI KELURAHAN BONTOBIRAENG
SELATAN KECAMATAN BONTONOMPO KABUPATEN GOWA” saya
sangat mengharapkan partisipasi sudara (i) dalam penelitian ini demi
kelancaran pelaksanaan penelitian.
Saya menjamin kerahasian dan segala bentuk informasi yang sudara
(i) berikan, dan apabila masih ada hal-hal yang ingin ditanyakan saya akan
memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk meminta penjelasan
dari peneliti. Demikian penyampaian dari saya atas perhatian dan kerja
samanya saya mengucapkan terima kasih
Sungguminassa, juni 2022

Peneliti

(Dorkas)

6
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya bertanda tangan dibawah ini menyatakan untuk berpartisipasi


sebagai responden pada penelitian yang dilaksanakan oleh :
Nama : Dorkas Makdalena Beay
Alamat : jalan kenanga no 30
Judul Penelitian : “HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI
KELURAHAN BONTOBIRANEG SELATAN
KECAMATAN BONTONOMPO KABUPATEN
GOWA”
saya menyadari bahwa saya menjadi bagian dalam penelitian ini dan
akan memberikan informasi yang sebenar-benarnya yang dibutuhkan oleh
peneliti.
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak merugikan saya dan saya
telah membberikan kesempatan oleh peneliti untuk meminta penjelasan
sehubungan dengan penelitian ini
Berdasarkan hal tersebut diatas,maka saya menyatakan bersedia
mendatangani lembar persetujuan ini untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya
Sungguminasa, juni 2022
Responden,

(.......)

7
KUESIONER

HUBUNGAN PENGASUHAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA BALITA DI DESA BONTOBIRAENG SELATAN KEC.

BONTONOMPO KAB. GOWA

A. Petunjuk Pengisian

1. Isilah terlebih dahulu biodata anda pada tempat yang telah di

sediakang

2. Bacalah dengan saksama setiap pernyataan sebelum anda

menjawabnya

3. Berilah tanda chek list (√) pada jawaban yang menurut anda

sesuai

4. Bila ada pernyataan yang kurang dimengerti, anda dapat

bertanya langsung pada peneliti

5. Mohon kuesioner ini dikembalikan pada peneliti setelah di isi

B. Identitas Responden

1. Identitas Keluarga

Jenis pernyataan : Ayah / Ibu

Nama (inisial) :

Umur :

Jenis kelamin :

8
Pendidikan :

2. Identitas Anak

Nama anak :

Jenis kelamin :

Umur :

Berat badan sekarang : Kg

Tinggi badan : Cm

3. Pola asuh makan

No Pertanyaan Jawaban skor

1 Anak makan 3 kali sehari a. Ya

b. Sering

c. Kadang-kadang

d. Tidak pernah

2 Anak sarapan setiap hari a. Ya

b. Sering

c. Kadang-kadang

d. Tidak pernah

3 Anak makan pagi jam 06.00-08.00 a. Ya

b. Sering

c. Kadang-kadang

d. Tidak pernah

9
4 Anak makan siang jam 12.00-01.00 a. Ya

b. Sering

c. Kadang-kadang

d. Tidak pernah

5 Anak makan malam jam 18.00-20.00 a. Ya

b. Sering

c. Kadang-kadang

d. Tidak pernah

4. Pola asuh kesehatan

No Pertanyaan Jawaban skor

1 Kapan anak ibu mengukur tinggi a. Tidak ingat

badan anak ? b. 4-6 bulan yang lalu

c. 2-4 bulan yang lalu

d. 1-2 bulan yang lalu

2 Kapan ibu menimbang berat badan a. Tidak ingat

anak ? b. 4-6 bulan yang lalu

c. 2-4 bulan yang lalu

d. 1-2 bulan yang lalu

3 Kapan anak ibu mendapatkan Vitamin a. Tidak ingat

A b. 4-6 bulan yang lalu

10
c. 2-4 bulan yang lalu

d. 1-2 bulan yang lalu

4 Apakah anak ibu diberikan obat cacing a. Tidak ingat

? b. 4-6 bulan yang lalu

c. 2-4 bulan yang lalu

d. 1-2 bulan yang lalu

5 Kapan anak ibu terakhir a. Tidak ingat

mengkonsumsi obat cacing ? b. 4-6 bulan yang lalu

c. 2-4 bulan yang lalu

d. 1-2 bulan yang lalu

5. Pola asuh psikososial

No Pertanyaan Jawaban Skor

1 Sering memuji anak misalnya bersikap a. Ya

baik dan patuh b. Tidak

2 Ibu sering memberikan sentuhan a. Ya

kepada anak untuk menjalin b. Tidak

komunikasi

11
3 Ibu suka mendengarkan anak a. Ya

bernyanyi dan kadang-kadang ikut b. Tidak

bernyanyi bersama anak

4 Ibu memiliki jadwal mendongeng atau a. Ya

bercerita bagi anak? b. Tidak

5 Apakah Ibu memberikan hukuman a. Ya

pada anak saat melakukan kesalahan b. Tidak

(misalnya mencubit/ memukul anak dll)

6. Pola asuh kebersihan dri dan sanitasi lingkungan

No Pertanyaan Jawaban Skor

1 Berapa kali anak ibu/keluarga mandi a. Jika kotor

dalam 1 hari ? b. 1 kali sehari

c. 2 kali sehari

2 Berapa kali ibu/keluarga memotong a. Tidak teratur

kuku anak ? b. 1 kali dalam 2 minggu

c. ≥ 1 kali seminggu

3 Berapa kali ibu/keluarga a. 1 kali sehari

membersihkan rumah ? b. 2 kali sehari

c. > 2 kali sehari

4 Apakah ibu/keluarga memperhatikan a. Sangat jarang

12
kebersihan lingkungan sekitar ? b. Kadang-kadang

c. Selalu

5 Apaka ibu/keluarga selalu menjaga a. Sangat jarang

kebersihan anak ? b. Kadang-kadang

c. Selalu

7. Lembar Observasi Kejadian Stunting

N Pengukuran Hasil Hasil Antropometri nilai Z

O score

1. Tinggi badan /panjang badan balita Cm

2. Berat Badan balita KG

3. Usia Balita

13
Lampiran 2

Uji Validitas

A. Pola asuh makanan

Correlation

14
B. Pola asuh kesehatan

Correlation

15
C. Pola asuh Piskososial

Correlation

16
D. Pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

Correlation

17
Uji Reliabiliti

A. Pola Asuh Makanan

18
B. Pola Asuh Kesehatan

19
C. Pola Asuh psikososial

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 96.8
Excludeda 1 3.2
Total
31 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

20
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.808 .913 6

Inter-Item Correlation Matrix


X1 X2 X3 X4 X5 TOTAL
X1 1.000 .934 .816 .667 .339 .940
X2 .934 1.000 .874 .714 .223 .940
X3 .816 .874 1.000 .680 .000 .852
X4 .667 .714 .680 1.000 .277 .835
X5 .339 .223 .000 .277 1.000 .437
TOTAL
.940 .940 .852 .835 .437 1.000

A. Pola Asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 96.8
Excludeda 1 3.2
Total 31 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics

21
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.749 .783 6

Inter-Item Correlation Matrix


X1 X2 X3 X4 X5 TOTAL
X1 1.000 .169 .339 .698 .353 .865
X2 .169 1.000 -.096 .054 .148 .403
X3 .339 -.096 1.000 .112 .275 .498
X4 .698 .054 .112 1.000 .439 .724
X5 .353 .148 .275 .439 1.000 .651
TOTAL .865 .403 .498 .724 .651 1.000

Frekuensi

22
23
Uji bivariat

A. Variabel Pola Asuh Makan

24
B. pola Asuh Kesehatan

25
c. Pola Psikososial

26
D. pola asuh kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

27
28
lampiran 11

29

Anda mungkin juga menyukai