CHEPALGIA
Oleh:
2. Klasifikasi Chepalgia
Menurut Soemarmo (2009), Nyeri kepala dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
a. Nyeri Kepala (Cephalgia) Primer
1) Migrain
Migrain sering digambarkan sebagai nyeri berdenyut berulang dari
intensitas sedang sampai berat, berlokasi unilateral atau satu sisi yang
berlangsung 4-72 jam dengan dengan durasi episodik.
Nyeri kepala pada migrain bisa menimbulkan mual, muntah atau
sensitivitas terhadap cahaya, suara atau bau. Biasanya pasien lebih suka
berbaring diam di ruangan yang gelap dan tenang, serta menghindari
aktivitas fisik.
2) Sakit Kepala Tegang (Tension)
Cephalgia Tipe tegang (tension) sering digambarkan sebagai sakit
kepala seperti tertekan, terlilit, dan sebagai perasaan seolah-olah kepala
berada di posisi yang buruk.
Sakit kepala tipe tegang umumnya bersifat episodik dan jarang
berdampak pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Varian kronis jarang
terjadi dan mungkin terkait dengan penggunaan obat yang berlebihan.
3) Sakit Kepala Cluster
Cephalgia cluster merupakan subtipe sakit kepala primer yang
ditandai dengan nyeri kepala yang berdurasi pendek, unilateral dan
disertai gejala otonom seperti lakrimasi, rinorea, injeksi konjungtiva, dan
ptosis.
Nyeri kepala cluster lebih sering terjadi pada pria muda terutama
yang merokok (65%). Rasa sakit muncul dengan intensitas tinggi dan
menyiksa, berlangsung antara 15 menit sampai 3 jam dan bisa terjadi dari
sekali setiap hari. Biasanya Pasien sangat gelisah bahkan sampai
bercucuran keringat.
b. Nyeri Kepala (Cephalgia) Sekunder
1) Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
2) Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
3) Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
4) Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler
(mis. Tumor otak).
5) Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia atau putus obat.
6) Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
7) Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
(hipoglikemia).
8) Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan
kepala, leheratau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
9) Neuralgia Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial).
3. Etiologi
Menurut Papdi (2012) sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor
resiko yang umum yaitu:
a. Penggunaan obat yang berlebihan yaitu mengkonsumsi obat berlebihan
dapat memicu sakit kepala bertambah parah setiap diobati.
b. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, stress bias
menyebabkan pembuluh darah di bagian otak mengalami penegangan
sehingga menyebabkan sakit kepala.
c. Masalah Tidur
Masalah tidur merupakan salah satu faktor terjadinya sakit kepala,
karenasaat tidur seluruh anggota tubuh termasuk otak dapat beristirahat.
d. Kegiatan Berlebihan
Kegiatan yang berlebihan dapat mengakibatkan pembuluh darah di kepala
dan leher mengalami pembengkakan, sehingga efek dari pembengkakan
akan terasa nyeri.
e. Rokok
Kandungan didalam rokok yaitu nikotin yang dapat mengakibatkan
pembuluh darah menyempit sehingga menyebabkan sakit kepala.
4. Manifestasi Klinis
1) Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral
2) Nyeri terasa dibagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih
sering didaerah fronto temporal.
3) Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher
bagian bawah
4) Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher
bagian atas menjalar ke depan.
5) Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka
6) Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah
sesuai dengan pulsasi dan selanjutnya konstan
7) Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bwah mata
8) Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit
9) Kaki atau tangan berkeringat dan dingin
10) Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan
11) Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah dan lain-lain.
12) Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul
kemudian atau mendahului serangan.
5. Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian-bagian
diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit
kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka
nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-
arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka
nyeri. Perangsangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa:
a. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
b. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak ibarat pada perdarahan subdural atau
sesudah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
c. Peregangan selaput otak akhir proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
d. Vasodilatasi arteri intrakranial akhir keadaan toksik (seperti pada abuh
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian
obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
e. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, contohnya vasodilatasi (migren dan
cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
f. Gangguan terhadap otot-otot yang memiliki relasi dengan kepala, ibarat pada
spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (galukoma, iritis),
sinus (sinusitis), baseol karani (ca nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar
III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman
servikalis). Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko
organik pada keadaan depresi dan stress.
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Rontgen Kepala
Mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2) Rontgen Sinus
Mengkonfirmasi diagnose sinusitis dan mengidentifikasi masalah-masalah
struktur, malformasi rahang.
3) Pemeriksaan Visual
Ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam menentukan
diagnosa banding.
4) CT Scan Otak
Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau hemoragi
Intracranial.
5) Sinus
Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6) MRI
7) Ekoensefalografi
9) HSD
a. Migren
1. Terapi Profilaksis
a. Menghindari pemicu
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan upaya napas d.d penggunaan otot
bantu pernapasan, pola napas abnormal, fase ekspirasi memanjang
Diagnosis
NO Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L01004) Manajemen Jalan Napas
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119)
Status Nutrisi
Observasi
Setelah dilakukan tindakan
1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan dalam1 X 8 jam status
2. Identifikasi alergi dan
nutrisi pasien dapat membaik
intoleransi makanan
dengan kriteria hasil sebagai
3. Identifikasi makanan yang
berikut :
disukai
No Kriteria A T
4. Identifikasi kebutuhan kalori
1. Frekuensi 2 4
dan jenis makanan
Makanan
5. Monitor asupan makanan
2. Nafsu Makan 2 5
Teraupetik
3. Membran Mukosa 2 3 1. Lakukan oral hygiene
Keterangan: sebelum makan, jika perlu
1. Menurun 2. Sajikan makanan secara
2. Cukup menurun menarik dan suhu yang sesuai
3. Sedang 3. Berikan makanan tinggi
4. Cukup meningkat serat untuk mecegah
5. Meningkat konstipasi
4. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
diperlukan.
3. Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan dalam1 x 8 jam nyeri 1. Identifikasi lokasi,
pasien dapat berkurang dengan karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil sebagai berikut : kualitas, intensitas nyeri
No Indikator A T 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non
1. Keluhan 3 5
verbal
Nyeri
4. Identifikasi faktor yang
2. Meringis 3 5
memperberat dan
3. Sikap 3 5 memperingan nyeri
Protektif 5. Identifikasi pengetahuan dan
4. Gelisah 3 5 keyaninan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
Keterangan:
terhadap respon nyeri
1. Meningkat
7. Identifikasi pengaruh nyeri
2. Cukup meningkat
pada kualitas hidup
3. Sedang
8. Monitor keberhasilan terapi
4. Cukup menurun
komplementer yang sudah
5. Menurun
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Gangguan Pola Tidur Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan yang intelektual untuk digunakan
memperbaiki proses selama perawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana akan tindakan dan pelaksanaannya apakah sudah berhasil
dicapai (Nursalam, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan.
EGC: Jakarta.
Roza, R., Mulyadi, B., Nurdin, Y., & Mahathir, M. (2019). Pengaruh Pemberian
Akupresur oleh Anggota Keluarga terhadap Tingkat Nyeri Pasien Nyeri Kepala
(Chephalgia) di Kota Padang Panjang. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 19(3), 714-717.
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2, Jakarta:
Salemba Medika