CHEFALGIA
A. PENGERTIAN
Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat
menunjukkan penyakit organik ( neurologi atau penyakit lain), respon stress,
vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi
respon tersebut (Brunner & Suddart).
B. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification
Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
a. Migren (dengan atau tanpa aura)
b. Sakit kepal tegang
c. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal
d. Berbagai sakit kepala yang dikatkan dengan lesi struktural.
e. Sakit kepala dikatkan dengan trauma kepala.
f. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
g. Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler ( mis.
Tumor otak)
h. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
i. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
j. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
k. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher
atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut)
l. Neuralgia kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
C. PATOFISIOLOGI
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan
diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit
kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka
nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-
arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka
nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan
intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan
paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti
pada spondiloartrosis deformans servikalis.
7. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis.
8. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada
keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing kepala.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Migren
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu
tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab
migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler
primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan
kuat dalam keluarga.
Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat
iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri
kulit kepala dam pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan
ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
Fase aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan
bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan
yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada
ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang
diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang,
dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
Fase sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu
yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini
bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan
sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat
tidur untuk waktu yang panjang.
2. Cluster Headache
Cluster Headache adalah beentuk sakit kepala vaskuler lainnya yang sering
terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau
berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah
wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan
berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri
ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin.
Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.
3. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot
leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang.
Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau
belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi
kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan
ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak
terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada
lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan, menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman untuk
menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
2. MRI Scan, dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis
dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.
3. Pungsi lumbal, dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan.
Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial
dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan
CSF.
F. KOMPLIKASI
1. Ruptur pembuluh darah otak
Adalah penyakit yang tergolong serius karena dapat menimbulkan kerusakan otak
atau bahkan kematian. Namunkondidiiniumumnyadiderita olehwanitaberusia
diatas 40 tahun
2. Kebutaan
G. PENGOBATAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis yang
mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor
Obat-obat untuk terapi abortif
Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
c. NSAIDS :
Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan pelepasan 5-HT.
Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen,
ketorolac
Golongan triptan
Agonis reseptor menyebabkan vasokonstriksi Menghambat pelepasan
takikinin, memblok inflamasi neurogenik Efikasinya setara dengan
dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
Ergotamin
Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi reseptor 5-HT1
presinapti. Pemberian IV dpt dilakukan untuk serangan yang berat
Metoklopramid
Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan 15-30 min sebelum
terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
Kortikosteroid
Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate. Contoh : butorphanol
d. Obat untuk terapi profilaksis
Beta bloker
Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh: atenolol,
metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik Pilihan: amitriptilin,
bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek antikolinergik, tidak
boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau hiperplasia prostat
Metisergid
Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2. Asam/Na
Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi pada 80%
penderita migraine
NSAID
Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan penggunaan
jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
Verapamil
Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
Topiramat
Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain
2. SakIt kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit,
2) perubahan posisi tidur,
3) pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain,
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah :
Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televise
Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri Contoh
: Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen
sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic.
Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah
antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari
penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache.
3. Cluster headache
Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis). Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
a. Obat-obat terapi abortif:
Oksigen
Ergotamin . Dosis sama dengan dosis untuk migraine
Sumatriptan
b. Obat-obat untuk terapi profilaksis:
Verapamil
Litium
Ergotamin
Metisergid
Kortikosteroid
Topiramat
H. ASUHAN KEPERAWTAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
b. Lelah, letih , malaiseKetegangan mataKesulitan membacaInsomnia
c. Sirkulasi
d. Denyutan vaskuler misalnya daerah temporalPucat, wajah tampak kemerahan
e. Integritas ego
f. Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
g. Makanan / Cairan
h. Mual / muntah , anoreksia selama nyeri
i. Neuro sensori
j. Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
k. Kenyamanan
Respon emosional/ perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
l. Interaksi social
Perubahan dalam tanggung jawab peran
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme,
peningkatan tekana intrakranial.
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, hospitalisasi
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia dan intake inadekuat
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang mengingat, tidak mengenal informasi, keterbatasab kognitif
3. Rencana asuhan keperawatan
a. Nyeri b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme,
peningkatan tekana intrakranial.
Tujuan : Rasa nyeri terkontrol atau dapat dikurangi
KH : Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan nyeri
menghilang, ekspresi wajah rileks, TTV dalam batas normal
Intervensi :
Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya ( dengan skala 0-10 ),
karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya,
faktor yang memperburuk atau meredakan.
Rasional :Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indikasi adanya nyeri yang hebat
Brunner & Suddarth, 2012, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Marlyn E. Doengoes, 2015, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Priguna Sidharta, 2014, Neurogi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta.
Susan Martin Tucker, 2013, Standar Perawatan Pasien : Proses Perawatan, Diagnosa
dan Evaluasi, Edisi V, Vol 2, EGC, Jakarta.
Sylvia G. Price, 2011, Patofisologi, konsep klinik proses – proses penyakit. EGC,
Jakarta
Agung. 2014. http://laporan-pendahuluan-sakit-kepala.htm diakses pada 2 Februari
2019