Anda di halaman 1dari 56

KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER

“Asuhan Keperawatan ALO”

Oleh :

Dwinari Aulia Juwita

183110250

3.C

DosenPembimbing :

Ns. Hj. Defia Roza, M.Biomed

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia berupa kesehatan, sehingga kami dapat menyusun makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan ALO” terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah


Kegawatdaruratan Kardiovaskuler. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan
segala kemampuan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati
demi perbaikan makalah selanjutnya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih


kepada pihak-pihak yang membantu dan menyelesaikan makalah ini.Khususnya
dosen kami, ibu yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 11 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi ALO…………………………………………………………
B. Etiologi ALO………………………………………………………….
C. Patofisiolosi ALO…………………………………………………….
D. WOC ALO……………………………………………………………
E. Manifestasi Klinik ALO……………………………………………...
F. Komplikasi ALO……………………………………………………..
G. Pemeriksaan Penunjang ALO………………………………………...
H. Penatalaksanaan ALI………………………………………………...

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan…………………………………………….
B. Diagnosa Keperawatan………………………………………………
C. Intervensi Keperawatan……………………………………………...
D. Implementasi Keperawatan………………………………………….
E. Evaluasi Keperawatan……………………………………………….
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………....
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Edema paru kardio-genik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler  paru yang  paru yang dapat terj dapat terjadi akibat adi akibat perfusi
berlebihan perfusi berlebihan baik dari baik dari infus darah infus darah
maupun produk darah maupun produk darah dan cairan lainnya yang dapat
merusak alveoli. (Rampengan, 2014).
Edema paru akut merupakan penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa secara  berlebihan  berlebihan dalam ruang interstisial
interstisial dan alveolus alveolus paru-paru secara mendadak mendadak karena
adanya tekanan hidrostatik kapiler meningkat dan penurunan tekanan koloid
osmotik serta kerusakan dinding kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran
kapiler ke ruang interstisial dan menjadi edema alveolar.
Apabila berlanjut maka akan terjadi kerusakan pertukaran gas atau  proses
proses difusi tidak berjalan berjalan normal, respirati normal, respiration rate
(RR) meningkat, perfusi meningkat, perfusi dingin, sianosis dingin, sianosis
dan gelisah akibat terjadi peningkatan CO2 dan penurunan O2.
Penyebab terbanyak edema  paru akut adalah  paru akut adalah
kardiogenik, yang disebabkan kare kardiogenik, yang disebabkan karena
kegagalan ventr na kegagalan ventrikel kiri, seperti mitral ikel kiri, seperti
mitral stenosis, infark miokard akut dan berbagai penyakit jantung bawaan
(Pikir, 2006). Penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan kematian.
(Setyawan, Sukartini, Sriyono, & Kusmiati, 2014)
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di seluruh dunia. Di Inggris terdapat sekitar 2,1 juta
penderita edema paru memerlukan pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif.
Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema paru.
Di Jerman penderita edema paru sebanyak 6 juta penduduk. (Rampengan,
2014)
Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Sejak
itu penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun
1980 sudah mencakup seluruh  propinsi  propinsi di Indonesia. Indonesia.
Sejak pertama pertama kali ditemukan, ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi tersebar terjadi pada 1998
dengan incidence rate pada 1998 dengan incidence rate (IR) = 35,19 per 10
(IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 0.000 penduduk dan CFR = 2%.
Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahuntahun
berikutnya IR  berikutnya IR cenderung meningkat cenderung meningkat
yaitu 15,99 yaitu 15,99 % (tahun % (tahun 2000), 19,24 2000), 19,24 %
(tahun % (tahun 2002), dan 2002), dan 23,87 % (tahun 2003). (Rampengan,
2014)
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang
perlu  penanganan  penanganan medis secepat secepat mungkin mungkin
setelah setelah ditegakkan ditegakkan diagnosis. diagnosis. Karena bila tidak
segera dilakukan tindakan segera akan menimbulkan kematian. Edema paru
kardiogenik akut (Acute cardiogenic pulmonary edema/ACPE) sering terjadi,
dan berdampak merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10- 20%.
(Rampengan, 2014).
Penatalaksanaan utama meliputi pengobatan suportif yang ditujukan
terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi
organ), sedangkan penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati segera
bila memungkinkan. Prinsip penatalaksanaan meliputi sanaan meliputi
pemberian oksigen yang pemberian oksigen yang adekuat, restriksi cairan,
mempertahankan fungsi kardiovaskular. Pertimbangan awal yaitu evaluasi
klinis, EKG, foto toraks dan AGDA.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Defenisi ALO?
2. Apa saja Etiologi ALO
3. Bagaimana Patofisiolosi ALO?
4. Bagaimana WOC ALO?
5. Apa saja Manifestasi Klinik ALO?
6. Apa saja Komplikasi ALO?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang ALO?
8. Bagaimana Penatalaksanaan ALO?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami dan melaksanakan Askep ALO.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Defenisi ALO
b. Untuk mengetahui Etiologi ALO
c. Untuk mengetahui Patofisiolosi ALO
d. Untuk mengetahui WOC ALO
e. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik ALO
f. Untuk mengetahui Komplikasi ALO
g. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang ALO
h. Untuk mengetahui Penatalaksanaan AL)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi ALO
Edema paru didefisikan sebagai terkumpulnya cairan ekstravaskular yang
patologis didalam paru ( Tjokronogoro, 1999).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
intertisial maupun dalam alveoli. Edema merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding
kapiler, merembes keluar dari dan menimbulkan dispnu yang sangat berat
( Smeltzer, 2001).
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskuler dalam paru, yang disebabkan oleh dua keadaan, yaitu:
peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru.
(Muttaqin, 2013)
Jadi edema paru merupakan akumulasi cairan dalam rongga paru, cairan
abnormal dalam intertisial maupun alveoli dan merupakan komplikasi dari
gagal jantung kiri.

B. Etiologi ALO
1. Edema paru kardiogenik
Penyebab terbanyak edema paru adalah gagal jantung kiri.
Penyebab tersering adalah aterosklerotik, hipertensi, kelaianan katup,
miopati.

2. Sindrom kongesti vena


Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi
pada penderita dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran
jantung normal.
Sindrome ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan
kristaloid atau darah intavena dalam jumlah besar, terutama pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal.

3. Edema paru non-kardiak


a) Sepsis
Infeksi ekstrapulmonal merupakan factor penyebab karena adanya
peningkatan permeabilitas kapiler paru.
b) Gangguan neurogenik
Terjadi pada penderita dengan gangguan sistem saraf. Adanya
rangsangan hipotalamus yang menyebabkan rangsangan pada sistem
adrenergic, yang menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi
sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan komplians paru.

C. Patofisiologi ALO
Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik.
Karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi
arteriol paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini
akan memberi dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan
hubungan tekanan pada struktur tersebut.
Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran nafas kecil yang telah
dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderita dengan gagal
jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbullah dalam
distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan hipoksemia
ringan. Terkenanya arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran
radiologis dini pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari
basis ke apek paru pada penderita dalam posisi tegak.
Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem limfatik,
akan terjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan)
paru bekurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan
tanda klinik dini penderita edema paru.
Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan
pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dioksida tidak
terganggu, dan penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan
alkalosis respiratori. Selain hal yang telah disebutkan diatas, defek fungsi juga
mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan pintas
kanan ke kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat,
compliance akan menurun dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan,
sementara aliran darah ke daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke
kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksemia yang
rentan terhadap peningkatan konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen
yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan
alkalosis respiratori akan tetap berlangsung. Secara radiologis akan tampak
infiltrat alveolar tersebar diseluruh paru, terutama didaerah perihilar dan basal.
Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima darah yang berlebihan
dari ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung
kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran
keluar pada sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat.
Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat
tidak adekuat, peningkatan tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan
peningkatan tekanan vena pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan tekanan
hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes keluar.
Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih akibat
ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa, tidak mampu lagi
mempertahankan zat yang terkandung didalamnya. Cairan, mula-mula serous
dan kemudian mengandung darah, lolos kejaringan alveoli disekitarnya
melalui hubungan antara bronkhioli dan brnkhi. Cairan ini kemudian
bercampur dengan udara dan terkocok selama pernafasan, dan dikeluarkan
melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku
dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah
hipoksia berat.
D. WOC ALO
Faktor kardiogenik Faktor nonkardiogenik

Gagal jantung kiri jantung kiri


sepsis Gangguan Limfatik
Aliran balik arteri pulmonal
Pe aliran limfatik pada arteriola paru

Kongesti paru Terganggunya kapiler paru


Edema saluran limfatik
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler paru
Pe tekanan hidrostatik
Pe tekanan hidrostatik

Cairan merembes dalam rongga intertisial dan alveoli

EDEMA PARU

Cairan bercampur udara Kontraktur paru Edema dinding alveolar

ekspansi paru inefektif


Napas basah Dispnea mendadak
Cairan intertisial berlebih
Perfusi inadekuat
Ronkhi, wheezing
Gagal ventilasi

Hipoksemia, takipnea
Inefektif bersihan jalan napas
Sianosis
Pola Napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
hiperventilasi

Kelebihan volume cairan

Alkalosis respiratorik
E. Manifestasi Klinik ALO
1. Dispnae mendadak
2. Napas basah
3. Takipnea
4. Takikardi
5. Ronkhi dan wheezing diseluruh lapang paru
6. Gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur
7. Asfiksia (seperti kehabisan nafas)
8. Tangan menjadi dingin dan basah
9. Bantalan kuku sianotik
10. Warna kulit menjadi abu-abu
11. Nadi cepat dan lemah
12. Distensi vena jugularis
13. Batuk hebat (peningkatan jumlah sputum mukoid)
14. Kesadaran stupor

Alo dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium) :

1. Stadium 1  
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat
melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal.
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih
mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang
dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami
gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita
tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih
kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata.

F. Komplikasi ALO
1. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)
Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia
berat.
2. Gagal napas akut
Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas
tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).
3. Atelektasis paru
4. Kematian
Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Pasien dapat
mengalami komlikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat

G. Pemeriksaan Penunjang ALO


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu:
(Rampengan, 2014)
1. Pemeriksaan foto toraks 
Menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan adanya
edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral dengan pola
butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut serta adanya
garis-garis Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang berhubungan
dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri sering
dijumpai. Efusi pleura unilateral juga sering dijumpai dan berhubungan
dengan gagal  jantung kiri.
2. EKG 
Menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium
kiri,  pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark.
3. Ekokardiografi 
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi dari
ventrikel kiri dan adanya ke ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-
katup jant lainan katup-katup jantung.
4. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung 
Perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis infark
miokard. Peningkatan kadar brain natriuretic  peptide  peptide (BNP) di
dalam darah sebagai sebagai respon terhadap terhadap peningkatan
peningkatan tekanan tekanan di ventikel; kadar BNP >500 pg/ml dapat
membantu menegakkan diagnosis edema  paru kardiogenik.
5. Analisis gas darah (AGDA) 
Dapat memperlihatkan penurunan PO2 dan PCO2  pada keadaan
keadaan awal tetapi pada perkembangan perkembangan penyakit penyakit
selanjutnya selanjutnya PO2 semakin menurun sedangkan PCO2
meningkat. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai hiperkapnia dan
asidosis respiratorik.
6. Kateterisasi jantung kanan
Pengukuran P pw (pulmonary capillary wedge  pressure) melalui
kateteri  pressure) melalui kateterisasi jantung kanan merup sasi jantung
kanan merupakan baku emas untuk pasien akan baku emas untuk pasien
edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan pada
pasien ARDS P pw 0-18 mmHg.
7. Kadar protein cairan edema
Pengukuran rasio konsentrasi protein cairan edema dibandingkan
protein plasma dapat di edema dibandingkan protein plasma dapat
digunakan u gunakan untuk membedakan edema ntuk membedakan
edema  paru kardiogenik kardiogenik dan non-kardiogenik. non-
kardiogenik.
Bahan pemeriksaan pemeriksaan diambil diambil dengan
pengisapan  pengisapan cairan edema paru melalui melalui pipa
endotrakeal endotrakeal atau bronkoskop bronkoskop dan  pengambilan
pengambilan plasma. plasma. Pada edema paru kardiogenik, kardiogenik,
konsentrasi konsentrasi protein protein cairan edema relatif rendah
dibanding plasma (rasio 0,7) karena sawar mikrovaskular  berkurang

H. Penatalaksanaan ALO
1. Medis
a) Pemberian oksigen tambahan

Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk


menghilangkan hipoksia dan dispnea.

b) Farmakoterapi
(1) Diuretik
C. Furosemide (lasix)

Diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik cepat.


Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan
darah di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya
mengurangi jumlah darah yang kembali kejantung, bahkan
sebelum terjadi efek diuretic.

(b) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai pengganti


furosemide)
(2) Digitalis
(a) Digoksin
(b) Digokain

Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah ventrikel


kiri.Perbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah
jantung, memperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan diastole,
jadi tekanan kapiler paru dan transudasi atau perembesan cairan ke
alveoli akan berkurang.

(3) Aminofilin

Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang


berarti untuk merelaksasi bronco spasme.
Aminofilin diberikan secara IV secara terus menerus dengan dosis
sesuai berat badan.

c) Pemasangan Indelwing catheter

Kateter dipasang dalam beberapa menit karena setelah diuretic


diberikan akan terbentuk sejumlah besar urin.

d) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik

Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu


diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan
Ekspirasi Akhir Positif)

e) Pemantauan hemodinamika invasif

Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan CVP, tekanan arteri


pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat
dipergunakan untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan
contoh darah vena dan arteria pulmonalis, dan untuk pemberian obat.
Jalur vena ini dapat digunakan untuk pemberian cairan. Asupan cairan
selalu terpantau.

f) Pemantauan hemodinamika

Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup


dengan penggunaan kateter arteri pulmonal multi-lumen.
Kateter dipasang melalui vena cava superior dan dikaitkan ke atrium
kanan. Balon pada ujung kateter lalu dikembangkan, sehingga kateter
dapat mengikuti aliran darah melalui katup trikuspidalis, ventrikel
kanan, katup pulmonal, ke arteri pulmonalis komunis dan kemudian
ke arteri pulmonal kanan atau kiri, akhirnya berhenti pada cabang
kecil arteri pulmonal. Balon kemudian dikempiskan begitu kateter
telah mencapai arteri pulmonal, kemudian diplester dengan kuat.
Tekanan direkam dengan balon pada posisi baji pada dasar pembuluh
darah pulmonal. (tekanan baji kapiler rata-rata 14 dan 18 mmHg
menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang optimal). Pembacaan bentuk
gelombang dan tekanan dicatat selama pemasangan untuk
mengidentifikasi letak kateter dalam jantung.

2. Keperawatan
a) Berikan dukungan psikologis
(1) Menemani pasien
(2) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons
terhadap pengobatan.
b) Atur posisi pasien

Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki


dibawah, sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur, untuk
membantu arus balik vena ke jantung.

c) Auskultasi paru
d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan
darah, nadi, frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
e) Pembatasan asupan cairan pada klien.
f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter arteri pulmonal
multi-lumen pada posisi baji pada pembuluh darah pulmonal.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Identitas penderita penderita Identitas penderita meliputi nama, unsur
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku /
bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas
3. Riwayat
Riwayat penyakit penyakit sekarang sekarang Adanya sesak nafas (+)
dan kelemahan
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien biasanya pada riwayat penyakit yang sama dengan yang dialami
sekarang atau kadang-kadang punya riwayat hipertensi, DM, infeksi paru,
TB paru dan lain-lain
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit
lain seperti hipertensi.
6. Riwayat psiko sosio spiritual
spiritual Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat kelemahan
dan penyakit yang diderita, pada riwayat spiritual klien mengalami
perubahan dalam melaksanakan ibadah sehari hari dan merasa ketakutan
dengan kematian yang disebabkan oleh yang disebabkan oleh
penyakitnya.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi persepsi dan tatalaksana tatalaksana hidup sehat Terjadi
perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan dan pemeliharaan
sehingga dapat menimbulkan perawatan diri
b. Pola nutrisi nutrisi dan metabolisme metabolisme Terjadi karena
perubahan adanya keluhan pasien berupa mual-muntah, kehilangan
nafsu makan
c. Pola aktivitas aktivitas dan latihan latihan Pola pasien Alo akan
terjadi kelemahan pada seluruh anggota badan sehingga aktivitasnya
di bantu
d. Pola eliminasi eliminasi Pada klien Alo biasanya terjadi penurunan
produksi urine
e. Pola tidur dan istirahat istirahat Terjadi perubahan yang disebabkan
sesak, nyeri, mual-muntah, gelisah, cemas
f. Pola persepsi persepsi dan kognotif kognotif Pada kx ini mengalami
penurunan kesadaran yang disebabkan suplay O2 yang ke otak
menurun
g. Pola persepsi persepsi diri Kx merasa dirinya tidak berdaya dan
menarik diri karena tidak bisa merasa apa-apa
h. Pola hubungan hubungan dan peran Kx menarik diri dari lingkungan
karena menganggap dirinya tidak berarti
i. Pola produksi produksi dan sexual Biasanya terjadi perubahan karena
adanya kelelahan dan penurunan kesadaran
j. Pola penanggulangan penanggulangan stress Adanya kegelisahan,
kecemasan dan ketakutan atau depresi yang disebabkan  penyakit
yang diderita cara Kx dalam mengatasi masalah tesebut.
k. Pola tata Pola tata nilai dan nilai dan kepercayaan kepercayaan
Biasanya Kx tidak bisa mengerjakan ibadahnya seperti biasanya
karena disebabkan penyakit
1. Airway

Gejala : - Batuk produktif atau non produktif

- Dyspne saat aktivitas


- Tidur sambil duduk
- Riwayat penyakit paru kronis

Tanda : produksi sputum

· Frekuensi napas meningkat


· suara stridor
· wheezing dan ronchi pada lapang paru
· dyspnea
· nafas cepat dan dalam
· takipnea
2. Breathing

Gejala : - Penggunaan otot bantu pernafasan

- Pernapasan diafragma meningkat

Tanda : - Dyspnea

- Takipnea
- Bradipnea
- penurunan bunyi napas
- Nafas cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- RR meningkat
3. Sirkulasi

Gejala: - Keletihan / kelelahan terus menerus

- pembuluh darah vasokonstriksi


Tanda : - Gelisah

- TD rendah (gagal pemompaan)


- Nadi cepat dan lemah
- Aritmia
- Bunyi jantung tambahan (S3 dan S4)
- Takikardi
- Pucat
- Sianosis
4. Disability

Gejala : - perubahan status mental

- Lemah/ lesu

Tanda : - gelisah

- penurunan kesadaran:

Somnolen

Apatis
Delirium
Stupor
Soporokoma
Koma
letargi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan akumulasi cairan pada rongga
intertisial dan alveoli paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
sekunder.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolus.

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan , maka Observasi
dengan akumulasi diharapakan Keseimbangan 1) Periksa tanda dan gejala
cairan pada rongga cairan meningkat dengan hipervolemia
intertisial dan Kriteria hasil : 2) Identifikasi penyebab
alveoli paru. 1) Asupan cairan hipervolemia
(SDKI, 62) meningkat 3) Monitor status
2) Output urin meningkat hemodinamik
3) Membran mukosa 4) Monitor intake dan output
lembap meningkat cairan
4) Asupan makanan Terapeutik
meningkat 1) Timbang berat badan
5) Edema menurun setiap hari pada waktu
6) Dehidrasi menurun yang sama
7) Tekanan darah membaik 2) Batasi asupan cairan dan
8) Frekuensi nadi membaik garam
9) Kekuatan nadi membaik Edukasi
10) Turgor kulit membaik 1) Anjurkan melapor jika
(SLKI, 41) haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2) Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam
sehari
3) Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
diuretic
(SIKI, 181)
2. Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung Akut
jantung keperawatan , maka di Observasi
berhubungan dapatkan kriteria : 1) Identifikasi karakteristik
dengan perubahan Curah Jantung : nyeri dada
kontraktilitas 1) Kekuatan nadi perifer 2) Monitor EKG 12 sadapan
miokardial ( 5 : Meningkat ) untuk perubahan ST dan T
(SDKI, 34) 2) Ejection fraction ( 5 : 3) Monitor aritmia
Meningkat ) 4) Monitor enzim jantung
3) Palpitasi ( 5 : Menurun ) 5) Monitor saturasi oksigen
4) Bradikardi ( 5 : Terapeutik
Menurun ) 1) Pertahankan tirah baring
5) Gambaran EKG aritmia minimal 12 jam
( 5 : Menurun ) 2) Berikan terapi relaksasi
6) Tekanan darah ( 5 : untuk mengurangi ansietas
Membaik ) dan stress
7) Pengisian kapiler ( 5 : 3) Berikan dukungan
Membaik ) emosional dan spiritual
(SLKI, 20) Edukasi
1) Anjurkan segera
melaporkan nyeri dada
2) Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
3) Ajarkan teknik
menurunkan kecemasan
dan ketakutan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
antiangina
2) Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
4) Kolaborasi pemeriksaan x-
ray dada, jika perlu
(SIKI, 318)
3. Pola napas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan keperawatan , maka Observasi
dengan penurunan diharapakan Pola nafas 1) Monitor pola napas
ekspansi paru membaik dengan Kriteria (frekuensi, kedalaman,
(SDKI, 26) hasil : usaha napas)
1) Dispnea menurun (skala 2) Monitor bunyi napas
5) tambahan (mis. Gurgling,
2) Bunyi nafas tambahan mengi, wheezing, ronkhi
menurun (skala 5) kering)
3) Takikardia menurun 3) Monitor Sputum (jumlah,
(skala 5) warna, aroma)
4) Pusing menurun (skala Terapeutik
5) 1) Posisikan semi fowler atau
5) Diaforesis menurun fowler
(skala 5) 2) Berikan minum hangat
6) Gelisah menurun (skala 3) Lakukan fisioterapi dada,
5) jika perlu
7) Nafas cuping hidung 4) Berikan oksigen, jika perlu
(skala 5) Edukasi
8) PCO2 membaik (skala 1) Anjurkan asupan cairan
5) 2000 ml/hari, jika tidak
9) PO2 membaik (skala 5) kontraindikasi
10) Pola napas membaik 2) Ajarkan teknik batuk
(skala 5) efektif
11) Warna kulit membaik Kolaborasi
(skala 5) 1) Kolaborasi pemberian
(SLKI, 95) bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
(SIKI, 186)

D. Implementasi Keperawatan
Penatalaksanaan dari Intervensi keperawatan yang telah disusun.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari keberhasilan dan ketidakberhasilan implementasi
keperawatan yang diberikan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Edema paru kardio-
genik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat
terjadi akibat  perfusi  perfusi berlebihan berlebihan baik dari infus darah maupun
produk darah dan cairan lainnya, lainnya, (Rampengan, 2014). Penyebab dari
edema paru akut kardiogenik disebabkan oleh Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), Gagal jantung kiri, Volume overload, Obstruksi mekanik
aliran kiri , Insufisiensi limfatik, Penatalaksanaan pada penderita edema paru akut
menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi yang khususnya untuk
mengurang edema paru yang mempengaruhi alveolus paru.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis mengharapkan agar dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penuis menyarankan untuk pembaca agar
dapat melaksanakan proses keperawatan secara optimal. Dan juga penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E and Marry Frances Moorhouse. (2001). Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien edisi 2. Jakarta:
EGC.
Huldani, d. (2014). EDEMA PARU Huldani, d. (2014). EDEMA PARU
AKUT. referat  .
Setyawan, S., Sukartini, T., Sriyono, & Kusmiati. (2014). OKSIGENASI
DENGAN BAG AND MASK 10 LPM MEMPERBAIKI ASIDOSIS
RESPIRATORIK.  Fakultas  Kedokteran Unair  .
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner and Suddart Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soeparman, dkk. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
Rampengan, S. H. (2014). EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT.  Jurnal
Jurnal Biomedik Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3 .

KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER
“Asuhan Keperawatan ALI”

Oleh :

Dwinari Aulia Juwita

183110250

3.C

DosenPembimbing :

Ns. Hj. Defia Roza, M.Biomed

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia berupa kesehatan, sehingga kami dapat menyusun makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan ALI” terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok mata kuliah


Kegawatdaruratan Kardiovaskuler. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan
segala kemampuan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan senang hati
demi perbaikan makalah selanjutnya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih


kepada pihak-pihak yang membantu dan menyelesaikan makalah ini.Khususnya
dosen kami, ibu yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 11 Januari 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

D. Latar Belakang………………………………………………………
E. Rumusan Masalah……………………………………………………
F. Tujuan Penulisan……………………………………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Defenisi ALI…………………………………………………………
J. Etiologi ALI………………………………………………………….
K. Klasifikasi ALI………………………………………………………
L. Patofisiolosi ALI…………………………………………………….
M. WOC ALI……………………………………………………………
N. Manifestasi Klinik ALI……………………………………………...
O. Komplikasi ALI……………………………………………………..
P. Pemeriksaan Penunjang ALI………………………………………...
Q. Penatalaksanaan ALI………………………………………………...

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

F. Pengkajian Keperawatan…………………………………………….
G. Diagnosa Keperawatan………………………………………………
H. Intervensi Keperawatan……………………………………………...
I. Implementasi Keperawatan………………………………………….
J. Evaluasi Keperawatan……………………………………………….

BAB IV PENUTUP

D. Kesimpulan………………………………………………………………
E. Saran……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………....

BAB I

PENDAHULUAN
D. Latar Belakang
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri
istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir
dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang
sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai
kritis.
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari
Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun
jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari
kategori terparah dari gangguan arteri ini.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu
masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi
jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko
tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama
lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.

E. Rumusan Masalah
9. Apa itu Defenisi ALI?
10. Apa saja Etiologi ALI?
11. Apa saja Klasifikasi ALI?
12. Bagaimana Patofisiolosi ALI?
13. Bagaimana WOC ALI?
14. Apa saja Manifestasi Klinik ALI?
15. Apa saja Komplikasi ALI?
16. Apa saja Pemeriksaan Penunjang ALI?
17. Bagaimana Penatalaksanaan ALI?

F. Tujuan Penulisan
3. Tujuan Umum
Untuk memahami dan melaksanakan Askep ALI.
4. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Defenisi ALI
b. Untuk mengetahui Etiologi ALI
c. Untuk mengetahui Klasifikasi ALI
d. Untuk mengetahui Patofisiolosi ALI
e. Untuk mengetahui WOC ALI
f. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik ALI
g. Untuk mengetahui Komplikasi ALI
h. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang ALI
i. Untuk mengetahui Penatalaksanaan ALI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I. Defenisi ALI
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri
istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir
dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang
sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai
kritis.
Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba
yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau
tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya
iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya
aterosklerosis.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan
penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang
menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil
dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan
perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel
pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah
iskemia akut.
Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio
intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses
aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat dan akan timbul
tanda/gejala dari iskemia kritikal.
Pasien dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain
yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau
kelainan kardiovaskular lainnya.
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari
Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun
jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari
kategori terparah dari gangguan arteri ini.

J. Etiologi ALI
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis.
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi,
malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma
vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft,
trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat
nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan
menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi
atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli
adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada
endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrialmyxoma.
Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus
yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.

Faktor Resiko menurut Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009)


mengatakan bahwa beberapa faktor resiko untuk penyakit arteri perofer dapat
diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan faktor resikonon
tradisional
1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a.Usia
b. Merokok
c.Diabetes Melitus
d. Hiperlipidemia
e.Hipertensi
2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a.Ras/etnis
b. Inflamasi
c.Gagal ginjal kronik
d. Genetik
e.Hiperkoagulasi

K. Klasifikasi ALI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas
yaitu :
1. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat
diperlukan atau tidak diperlukan.
2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.

Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan


sebagai berikut:
1. Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan
arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat
ditangani dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika
berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien
istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan
pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan
penyebab oklusi.
3. Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot
ekstremitas dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan
intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi.
4. Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis,
kerusakan syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas,
kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan
lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.

Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:


1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
a. Incomplit : tidak dapat ditangani
b. Complit : dapat ditangani.
c. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal

L. Patofisiologi ALI
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang
mengalami penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah
satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti usia, gaya hidup
tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi kolesterol)
dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang
sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat
menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler
akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan
pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan
menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel.
Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik.
Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan
sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal
(yang kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti
paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang
masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent).
Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang
tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang
sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan
biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan
pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang
menyertai proses kronik umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu
masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi
jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko
tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama
lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.
M. WOC ALI
N. Manifestasi Klinik ALI
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri): terjadi nyeri yang hebat, terlokalisasi di daerah ekstrimitas
dan muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya
iskemia karena pasien yang mengalamineuropathy dimana sensasi
terhadap nyeri menurun.
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas)
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas): adanya
parasthesia dan paralysis merupakan pertanda yang buruk dan
membutuhkan penanganan segera
4. Pallor (pucat) : tampak putih. pucat, dan dalam beberapa jam dapat
menjadi kebiruan atau ungu/mottled
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi): denyut nadi tidak
teraba dibandingkan pada kedua ekstrimitas.
6. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).

Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang
disebabkan oleh thrombus dan emboli.
1. Manifestasi klinik ALI disebabkan karena emboli:
a. Tanda dan gejala yang muncul tiba-tiba dalam beberapa menit.
b. Tidak terdapat klaudiokasi
c. Ada riwayat atrial fibrilasi
d. Ekstremitas yang terkena tampak kekuningan.
e. Pulsasi pada kolateral ekstrimitas normal.
f. Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan
g. pemberian walfarin atau embolectony.

2. Manifestasi ALI disebabkan karena thrombus:


a. Tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi dalam beberapa jam
sampai berhari-hari.
b. Ada klaudikasio
c. Ada riwayat ateroskerotik kronik
d. Ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam
e. Pulsasi pada kolateral ekstrimitas tidak ada
f. Dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan
bypass
g. pemberian obat-obatan fibrinolitik.

O. Komplikasi ALI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak
mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak
teraba).
Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi
menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan,
penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30
mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi
trombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan
reperfusi anggota gerak secara berangsurangsur.

P. Pemeriksaan Penunjang ALI


Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut
tungkai adalah:
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan
kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti
pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard. Pemeriksaan
untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok,
riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid
darah.
2. Pemeriksaan Tungkai
Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut
tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila
tergantung). Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea,
tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif.
Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held
Doppler.

3. Exercise challenge
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada
pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa
gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang
periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit.
Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila
ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat
dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang
lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan

4. Ankle-Brachial Pressure Index


Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri
pedis dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI
diperoleh dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan
darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9
kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range
normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.

5. Waveform assessment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler
merupakan pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan
pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan
dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan.

6. Duplex Imagine
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan
visualisasi dan pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan
pencitraan grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity
profiles. Pencitraan greyscale akan menggambarkan anatomi arteri dan
adanya plaque ekhogenik. Colorflow Doppler akan menampilkan aliran
darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung
kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.

7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar"
dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan
pengembangan dari angiografi konvensional yaitu teknik digital
subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang
sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin
pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh
radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi
memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena
menggunakan zat kontras.

8. Computed Tomography Angiography


Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui
pemeriksaan CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk
pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak
potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan
yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan
menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa
keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang
dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan
sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan
khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang
memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta.
Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan
angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal
ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.

9. Magnetic Resonance Angiography


Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama
dengan CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA
dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-
arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA
dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup
prostesis metal.

Q. Penatalaksanaan ALI
1. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan
dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh
trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-
obatan seperti fibrinolitik.

2. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan
saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen
100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1
liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya
sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung
jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim
jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.

3. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung.
Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan
perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian
opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.

Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam
ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon
catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa,
dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya).
Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana
hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat
lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan
hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik
yang diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi
sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan
trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna
sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologictelah di klaim
untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia.
Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap
pemberian terapi glukosa, insulin dancairan pengganti ion. Lactic
academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara
bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk
embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang
sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli
atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk
meminimalisasikan penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal
yang penting, karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan
dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka
amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut
limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam,
20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk
mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan
intervensi.
9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak
menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan
strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga
amitigasi melawan embolus lain
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

F. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah
saat beraktifitas.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.

2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi ; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural ; hipertensi. Nadi
yang menurun / tak ada Distritmia. Krekels ; DVJ (GJK). Kulit panas,
kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.

3. Integritas ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.

4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih , nokturia. Diare/konstipasi.
Tanda : Urine pekat, kuning pekat hingga kecoklatan, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat).
Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
5. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet ;
peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari / minggu. Haus. Penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering / bersisik, tugorjelek. Kekakuan / distensi abdomen,
muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah). Bau halItosis/manis, bau buah (napas aseton).

6. Neurosensori
Gejala : Pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemhan pada
otot. Parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : Disoreantasi; mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri (sedang / berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hatI.

8. Pernapasan
Gejala : Merasakekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi / tidak).
Tanda : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi
pernapasan.

9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal ; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi / ulserasi. Menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak. Parestesia /paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria ;
kesulitan orgasme pada wanita.

11. Penyuluhan / pembelajaran


Gejala : Faktor resiko keluarga, penyakitjantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik
(tiazid); Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai pesanan.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah
jantung, hipoksia, thrombus dan embolisme.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis iskemik
jaringan.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen miokard dan kebutuhan.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
ekstrimitas.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.

H. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi :
efektif berhubungan keperawatan , maka Observasi
dengan penurunan diharapkan Perfusi perifer 1) Periksa sirkulasi perifer
curah jantung, meningkat dengan criteria 2) Identifikasi faktor risiko
hipoksia, thrombus hasil : gangguan sirkulasi
dan embolisme. 1) Kekuatan nadi perifer Terapeutik
(SDKI, 37) meningkat (skala 5) 1) Hindari pemasangan
2) Warna kulit pucat infuse atau pengambilan
menurun (skala 5) darah di area keterbatasan
3) Pengisian kapiler perfusi
membaik (skala 5) 2) Lakukan perawatan kaki
4) Akral membaik (skala dan kuku
5) Edukasi
5) Turgor kulit membaik 1) Anjurkan berhenti
(skala 5) merokok
(SLKI, 84) 2) Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
3) Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
(SIKI, 345)
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajeman Nyeri
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam Observasi
agen pencedera maka diharapkan Tingkat 1) Identifikasi lokasi,
fisiologis iskemik Nyeri menurun dengan karakteristik, durasi,
jaringan. kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
(SDKI, 172) 1) Keluhan nyeri ( skala intensitas nyeri
5) 2) Identifikasi skala nyeri
2) Meringis (skala 5) 3) Identifikasi repons nyeri
3) Gelisah (skala 5) non verbal
4) Kesulitan tidur (skala 4) Identifikasi faktor yang
5) memperberat dan
5) Frekuensi nadi (skala memperingan nyeri
5) Terapeutik
6) Pola napas (skala 5) 1) Berikan teknik non
7) Tekanan darah (skala farmakologis untuk
5) mengurangi rasa nyeri
8) Proses berpikir (skala 2) Kontrol lingkungan yang
5) memperberat rasa nyeri
9) Fungsi berkemih (skala 3) Fasilitasi istirahat dan
5) tidur
10) Nafsu makan (skala 5) Edukasi
11) Pola tidur (skala 5) 1) Jelaskan penyebab,
(SLKI, 145) periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
anlgetik jika perlu
(SIKI, 201)
3. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi :
berhubungan dengan keperawatan , maka Observasi :
ketidakseimbangan diharapkan Toleransi 1) Identifikasi gangguan
antar suplai oksigen aktivitas meningkat fungsi tubuh yang
miokard dan dengan criteria hasil : mengakibatkan kelelahan
kebutuhan. 1) Kemudahan 2) Monitor kelelahan fisik
(SDKI, 128) melakukan aktivitas dan emosional
sehari-hari meningkat 3) Monitor pola dan jam
(skala 5) tidur
2) Keluhan lelah Terapeutik
menurun (skala 5) 1) Sediakan lingkungan
3) Dispnea saat aktivitas yang nyaman dan rendah
menurun (skala 5) stimulus
4) Dispnea setelah 2) Lakukan latihan rentang
aktivitas menurun gerak pasif dan atau aktif
(skala 5) 3) Berikan aktivitas
5) Perasaan lemah distraksi yang
menurun (skala 5) menenangkan
6) Frekuensi nadi Edukasi
membaik (skala 5) 1) Anjurkan tirah baring
7) Warna kulit membaik 2) Anjurkan melakukan
(skala 5) aktivitas secara bertahap
8) Tekanan nadi membaik 3) Ajarkan strategi koping
(skala 5) untuk mengurangi
9) Frekuensi napas kelelahan
membaik (skala 5) Kolaborasi
(SLKI, 149) 1) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
(SIKI, 176)
4. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi :
fisik berhubungan keperawatan 1x24 jam Observasi
dengan rasa nyeri pada maka diharapkan 1) Identifikasi adanya nyeri
ekstrimitas Mobilitas Fisik meningkat atau keluhan fisik lainnya
(SDKI, 124) dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi toleransi fisik
1) Pergerakan ekstremitas melakukan ambulasi
meningkat (skala 5) 3) Monitor frekuensi
2) Kekuatan otot jantung dan tekanan
meningkat (skala 5) darah sebelum memulai
3) Rentang gerak (ROM) ambulasi
meningkat (skala 5) 4) Monitor kondisi umum
4) Nyeri menurun (skala selama melakukan
5) ambulasi
5) Kecemasan menurun Terapeutik
(skala 5) 1) Fasilitasi aktivitas
6) Kaku sendi menurun ambulasi dengan alat
(skala 5) bantu (mis. Tongkat,
7) Gerakan terbatas kruk)
menurun (skala 5) 2) Fasilitasi melakukan
8) Kelemahan fisik mobilitas fisik, jika perlu
menurun (skala 5) 3) Libatkan keluarga untuk
(SLKI, 65) membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2) Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3) Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan
(SIKI, 22)
5. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas :
dengan kurangnya keperawatan , maka Observasi
pengetahuan tentang diharapkan Tingkat 1) Identifikasi saat tingkat
penyakitnya. ansietas menurun dengan ansietas berubah
(SDKI, 180) criteria hasil : 2) Monitor tanda-tanda
1) Verbalisasi khawatir ansietas
akibat kondisi yang Terapeutik
yang dihadapi 1) Pahami situasi yang
menurun (skala 5) membuat ansietas
2) Perilaku gelisah 2) Gunakan pendekatan
menurun (skala 5) yang tenang dan
3) Perilaku tegang meyakinkan
menurun (skala 5) 3) Motivasi
4) Konsentrasi membaik mengidentifikasi situasi
(skala 5) yang memicu kecemasan
5) Pola tidur membaik Edukasi
(skala 5) 1) Jelaskan prosedur,
(SLKI, 19) termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2) Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan.
(SIKI, 387)

I. Implementasi Keperawatan
Penatalaksanaan dari Intervensi keperawatan yang telah disusun

J. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari keberhasilan dan ketidakberhasilan implementasi
keperawatan yang diberikan.
BAB IV

PENUTUP

C. Kesimpulan
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari
Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun
jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir
dari kategori terparah dari gangguan arteri ini.

D. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis mengharapkan agar dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penuis menyarankan untuk pembaca agar
dapat melaksanakan proses keperawatan secara optimal. Dan juga penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khaffaf, Haytham &Dorgan Sharon.2005. Vascular Disease: A Handbook for

Nurses. UK. Cambridge University

Alonso, Alvaro., Mc Manus, D.David & Fisher, Z.Daniel. 2011. Peripheral

Vascular Disease. USA. Jones & Bartlett Publisher, LLC.

Creager, A Mark, et al. 2012. Acute Limb Ischemia, The New England Journal of

Medicine, vol. 366;23, p 2198-2206

Zainal Abidin, Bt Izza. 2013. Referat Acute Limb Ischemic. Jakarta. Universitas

Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai