Oleh :
183110250
3.C
DosenPembimbing :
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia berupa kesehatan, sehingga kami dapat menyusun makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan ALO” terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………..
A. Defenisi ALO…………………………………………………………
B. Etiologi ALO………………………………………………………….
C. Patofisiolosi ALO…………………………………………………….
D. WOC ALO……………………………………………………………
E. Manifestasi Klinik ALO……………………………………………...
F. Komplikasi ALO……………………………………………………..
G. Pemeriksaan Penunjang ALO………………………………………...
H. Penatalaksanaan ALI………………………………………………...
A. Pengkajian Keperawatan…………………………………………….
B. Diagnosa Keperawatan………………………………………………
C. Intervensi Keperawatan……………………………………………...
D. Implementasi Keperawatan………………………………………….
E. Evaluasi Keperawatan……………………………………………….
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………....
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Edema paru kardio-genik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler paru yang paru yang dapat terj dapat terjadi akibat adi akibat perfusi
berlebihan perfusi berlebihan baik dari baik dari infus darah infus darah
maupun produk darah maupun produk darah dan cairan lainnya yang dapat
merusak alveoli. (Rampengan, 2014).
Edema paru akut merupakan penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa secara berlebihan berlebihan dalam ruang interstisial
interstisial dan alveolus alveolus paru-paru secara mendadak mendadak karena
adanya tekanan hidrostatik kapiler meningkat dan penurunan tekanan koloid
osmotik serta kerusakan dinding kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran
kapiler ke ruang interstisial dan menjadi edema alveolar.
Apabila berlanjut maka akan terjadi kerusakan pertukaran gas atau proses
proses difusi tidak berjalan berjalan normal, respirati normal, respiration rate
(RR) meningkat, perfusi meningkat, perfusi dingin, sianosis dingin, sianosis
dan gelisah akibat terjadi peningkatan CO2 dan penurunan O2.
Penyebab terbanyak edema paru akut adalah paru akut adalah
kardiogenik, yang disebabkan kare kardiogenik, yang disebabkan karena
kegagalan ventr na kegagalan ventrikel kiri, seperti mitral ikel kiri, seperti
mitral stenosis, infark miokard akut dan berbagai penyakit jantung bawaan
(Pikir, 2006). Penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan kematian.
(Setyawan, Sukartini, Sriyono, & Kusmiati, 2014)
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di seluruh dunia. Di Inggris terdapat sekitar 2,1 juta
penderita edema paru memerlukan pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif.
Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema paru.
Di Jerman penderita edema paru sebanyak 6 juta penduduk. (Rampengan,
2014)
Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Sejak
itu penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun
1980 sudah mencakup seluruh propinsi propinsi di Indonesia. Indonesia.
Sejak pertama pertama kali ditemukan, ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi tersebar terjadi pada 1998
dengan incidence rate pada 1998 dengan incidence rate (IR) = 35,19 per 10
(IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 0.000 penduduk dan CFR = 2%.
Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahuntahun
berikutnya IR berikutnya IR cenderung meningkat cenderung meningkat
yaitu 15,99 yaitu 15,99 % (tahun % (tahun 2000), 19,24 2000), 19,24 %
(tahun % (tahun 2002), dan 2002), dan 23,87 % (tahun 2003). (Rampengan,
2014)
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang
perlu penanganan penanganan medis secepat secepat mungkin mungkin
setelah setelah ditegakkan ditegakkan diagnosis. diagnosis. Karena bila tidak
segera dilakukan tindakan segera akan menimbulkan kematian. Edema paru
kardiogenik akut (Acute cardiogenic pulmonary edema/ACPE) sering terjadi,
dan berdampak merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10- 20%.
(Rampengan, 2014).
Penatalaksanaan utama meliputi pengobatan suportif yang ditujukan
terutama untuk mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi
organ), sedangkan penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati segera
bila memungkinkan. Prinsip penatalaksanaan meliputi sanaan meliputi
pemberian oksigen yang pemberian oksigen yang adekuat, restriksi cairan,
mempertahankan fungsi kardiovaskular. Pertimbangan awal yaitu evaluasi
klinis, EKG, foto toraks dan AGDA.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Defenisi ALO?
2. Apa saja Etiologi ALO
3. Bagaimana Patofisiolosi ALO?
4. Bagaimana WOC ALO?
5. Apa saja Manifestasi Klinik ALO?
6. Apa saja Komplikasi ALO?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang ALO?
8. Bagaimana Penatalaksanaan ALO?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami dan melaksanakan Askep ALO.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Defenisi ALO
b. Untuk mengetahui Etiologi ALO
c. Untuk mengetahui Patofisiolosi ALO
d. Untuk mengetahui WOC ALO
e. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik ALO
f. Untuk mengetahui Komplikasi ALO
g. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang ALO
h. Untuk mengetahui Penatalaksanaan AL)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi ALO
Edema paru didefisikan sebagai terkumpulnya cairan ekstravaskular yang
patologis didalam paru ( Tjokronogoro, 1999).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
intertisial maupun dalam alveoli. Edema merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding
kapiler, merembes keluar dari dan menimbulkan dispnu yang sangat berat
( Smeltzer, 2001).
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskuler dalam paru, yang disebabkan oleh dua keadaan, yaitu:
peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru.
(Muttaqin, 2013)
Jadi edema paru merupakan akumulasi cairan dalam rongga paru, cairan
abnormal dalam intertisial maupun alveoli dan merupakan komplikasi dari
gagal jantung kiri.
B. Etiologi ALO
1. Edema paru kardiogenik
Penyebab terbanyak edema paru adalah gagal jantung kiri.
Penyebab tersering adalah aterosklerotik, hipertensi, kelaianan katup,
miopati.
C. Patofisiologi ALO
Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik.
Karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi
arteriol paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini
akan memberi dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan
hubungan tekanan pada struktur tersebut.
Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran nafas kecil yang telah
dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderita dengan gagal
jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbullah dalam
distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan hipoksemia
ringan. Terkenanya arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran
radiologis dini pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari
basis ke apek paru pada penderita dalam posisi tegak.
Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem limfatik,
akan terjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan)
paru bekurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan
tanda klinik dini penderita edema paru.
Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan
pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dioksida tidak
terganggu, dan penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan
alkalosis respiratori. Selain hal yang telah disebutkan diatas, defek fungsi juga
mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan pintas
kanan ke kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat,
compliance akan menurun dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan,
sementara aliran darah ke daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke
kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksemia yang
rentan terhadap peningkatan konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen
yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan
alkalosis respiratori akan tetap berlangsung. Secara radiologis akan tampak
infiltrat alveolar tersebar diseluruh paru, terutama didaerah perihilar dan basal.
Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima darah yang berlebihan
dari ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung
kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran
keluar pada sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat.
Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat
tidak adekuat, peningkatan tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan
peningkatan tekanan vena pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan tekanan
hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes keluar.
Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih akibat
ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa, tidak mampu lagi
mempertahankan zat yang terkandung didalamnya. Cairan, mula-mula serous
dan kemudian mengandung darah, lolos kejaringan alveoli disekitarnya
melalui hubungan antara bronkhioli dan brnkhi. Cairan ini kemudian
bercampur dengan udara dan terkocok selama pernafasan, dan dikeluarkan
melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku
dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah
hipoksia berat.
D. WOC ALO
Faktor kardiogenik Faktor nonkardiogenik
EDEMA PARU
Hipoksemia, takipnea
Inefektif bersihan jalan napas
Sianosis
Pola Napas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
hiperventilasi
Alkalosis respiratorik
E. Manifestasi Klinik ALO
1. Dispnae mendadak
2. Napas basah
3. Takipnea
4. Takikardi
5. Ronkhi dan wheezing diseluruh lapang paru
6. Gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur
7. Asfiksia (seperti kehabisan nafas)
8. Tangan menjadi dingin dan basah
9. Bantalan kuku sianotik
10. Warna kulit menjadi abu-abu
11. Nadi cepat dan lemah
12. Distensi vena jugularis
13. Batuk hebat (peningkatan jumlah sputum mukoid)
14. Kesadaran stupor
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat
melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal.
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih
mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang
dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami
gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita
tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih
kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata.
F. Komplikasi ALO
1. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)
Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia
berat.
2. Gagal napas akut
Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas
tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).
3. Atelektasis paru
4. Kematian
Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Pasien dapat
mengalami komlikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat
H. Penatalaksanaan ALO
1. Medis
a) Pemberian oksigen tambahan
b) Farmakoterapi
(1) Diuretik
C. Furosemide (lasix)
(3) Aminofilin
f) Pemantauan hemodinamika
2. Keperawatan
a) Berikan dukungan psikologis
(1) Menemani pasien
(2) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons
terhadap pengobatan.
b) Atur posisi pasien
c) Auskultasi paru
d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan
darah, nadi, frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
e) Pembatasan asupan cairan pada klien.
f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter arteri pulmonal
multi-lumen pada posisi baji pada pembuluh darah pulmonal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Identitas penderita penderita Identitas penderita meliputi nama, unsur
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku /
bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas
3. Riwayat
Riwayat penyakit penyakit sekarang sekarang Adanya sesak nafas (+)
dan kelemahan
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien biasanya pada riwayat penyakit yang sama dengan yang dialami
sekarang atau kadang-kadang punya riwayat hipertensi, DM, infeksi paru,
TB paru dan lain-lain
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit
lain seperti hipertensi.
6. Riwayat psiko sosio spiritual
spiritual Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat kelemahan
dan penyakit yang diderita, pada riwayat spiritual klien mengalami
perubahan dalam melaksanakan ibadah sehari hari dan merasa ketakutan
dengan kematian yang disebabkan oleh yang disebabkan oleh
penyakitnya.
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi persepsi dan tatalaksana tatalaksana hidup sehat Terjadi
perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan dan pemeliharaan
sehingga dapat menimbulkan perawatan diri
b. Pola nutrisi nutrisi dan metabolisme metabolisme Terjadi karena
perubahan adanya keluhan pasien berupa mual-muntah, kehilangan
nafsu makan
c. Pola aktivitas aktivitas dan latihan latihan Pola pasien Alo akan
terjadi kelemahan pada seluruh anggota badan sehingga aktivitasnya
di bantu
d. Pola eliminasi eliminasi Pada klien Alo biasanya terjadi penurunan
produksi urine
e. Pola tidur dan istirahat istirahat Terjadi perubahan yang disebabkan
sesak, nyeri, mual-muntah, gelisah, cemas
f. Pola persepsi persepsi dan kognotif kognotif Pada kx ini mengalami
penurunan kesadaran yang disebabkan suplay O2 yang ke otak
menurun
g. Pola persepsi persepsi diri Kx merasa dirinya tidak berdaya dan
menarik diri karena tidak bisa merasa apa-apa
h. Pola hubungan hubungan dan peran Kx menarik diri dari lingkungan
karena menganggap dirinya tidak berarti
i. Pola produksi produksi dan sexual Biasanya terjadi perubahan karena
adanya kelelahan dan penurunan kesadaran
j. Pola penanggulangan penanggulangan stress Adanya kegelisahan,
kecemasan dan ketakutan atau depresi yang disebabkan penyakit
yang diderita cara Kx dalam mengatasi masalah tesebut.
k. Pola tata Pola tata nilai dan nilai dan kepercayaan kepercayaan
Biasanya Kx tidak bisa mengerjakan ibadahnya seperti biasanya
karena disebabkan penyakit
1. Airway
Tanda : - Dyspnea
- Takipnea
- Bradipnea
- penurunan bunyi napas
- Nafas cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- RR meningkat
3. Sirkulasi
- Lemah/ lesu
Tanda : - gelisah
- penurunan kesadaran:
Somnolen
Apatis
Delirium
Stupor
Soporokoma
Koma
letargi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan akumulasi cairan pada rongga
intertisial dan alveoli paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
sekunder.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolus.
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Penatalaksanaan dari Intervensi keperawatan yang telah disusun.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari keberhasilan dan ketidakberhasilan implementasi
keperawatan yang diberikan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Edema paru kardio-
genik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat
terjadi akibat perfusi perfusi berlebihan berlebihan baik dari infus darah maupun
produk darah dan cairan lainnya, lainnya, (Rampengan, 2014). Penyebab dari
edema paru akut kardiogenik disebabkan oleh Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), Gagal jantung kiri, Volume overload, Obstruksi mekanik
aliran kiri , Insufisiensi limfatik, Penatalaksanaan pada penderita edema paru akut
menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi yang khususnya untuk
mengurang edema paru yang mempengaruhi alveolus paru.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis mengharapkan agar dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penuis menyarankan untuk pembaca agar
dapat melaksanakan proses keperawatan secara optimal. Dan juga penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E and Marry Frances Moorhouse. (2001). Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien edisi 2. Jakarta:
EGC.
Huldani, d. (2014). EDEMA PARU Huldani, d. (2014). EDEMA PARU
AKUT. referat .
Setyawan, S., Sukartini, T., Sriyono, & Kusmiati. (2014). OKSIGENASI
DENGAN BAG AND MASK 10 LPM MEMPERBAIKI ASIDOSIS
RESPIRATORIK. Fakultas Kedokteran Unair .
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner and Suddart Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soeparman, dkk. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
Rampengan, S. H. (2014). EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT. Jurnal
Jurnal Biomedik Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 3 .
KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER
“Asuhan Keperawatan ALI”
Oleh :
183110250
3.C
DosenPembimbing :
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia berupa kesehatan, sehingga kami dapat menyusun makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan ALI” terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
D. Latar Belakang………………………………………………………
E. Rumusan Masalah……………………………………………………
F. Tujuan Penulisan……………………………………………………..
I. Defenisi ALI…………………………………………………………
J. Etiologi ALI………………………………………………………….
K. Klasifikasi ALI………………………………………………………
L. Patofisiolosi ALI…………………………………………………….
M. WOC ALI……………………………………………………………
N. Manifestasi Klinik ALI……………………………………………...
O. Komplikasi ALI……………………………………………………..
P. Pemeriksaan Penunjang ALI………………………………………...
Q. Penatalaksanaan ALI………………………………………………...
F. Pengkajian Keperawatan…………………………………………….
G. Diagnosa Keperawatan………………………………………………
H. Intervensi Keperawatan……………………………………………...
I. Implementasi Keperawatan………………………………………….
J. Evaluasi Keperawatan……………………………………………….
BAB IV PENUTUP
D. Kesimpulan………………………………………………………………
E. Saran……………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………....
BAB I
PENDAHULUAN
D. Latar Belakang
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri
istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir
dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang
sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai
kritis.
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari
Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun
jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari
kategori terparah dari gangguan arteri ini.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu
masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi
jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko
tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama
lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.
E. Rumusan Masalah
9. Apa itu Defenisi ALI?
10. Apa saja Etiologi ALI?
11. Apa saja Klasifikasi ALI?
12. Bagaimana Patofisiolosi ALI?
13. Bagaimana WOC ALI?
14. Apa saja Manifestasi Klinik ALI?
15. Apa saja Komplikasi ALI?
16. Apa saja Pemeriksaan Penunjang ALI?
17. Bagaimana Penatalaksanaan ALI?
F. Tujuan Penulisan
3. Tujuan Umum
Untuk memahami dan melaksanakan Askep ALI.
4. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Defenisi ALI
b. Untuk mengetahui Etiologi ALI
c. Untuk mengetahui Klasifikasi ALI
d. Untuk mengetahui Patofisiolosi ALI
e. Untuk mengetahui WOC ALI
f. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik ALI
g. Untuk mengetahui Komplikasi ALI
h. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang ALI
i. Untuk mengetahui Penatalaksanaan ALI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Defenisi ALI
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri
istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir
dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang
sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai
kritis.
Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba
yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau
tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya
iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya
aterosklerosis.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan
penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang
menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil
dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan
perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel
pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah
iskemia akut.
Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio
intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses
aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat dan akan timbul
tanda/gejala dari iskemia kritikal.
Pasien dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain
yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau
kelainan kardiovaskular lainnya.
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari
Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun
jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari
kategori terparah dari gangguan arteri ini.
J. Etiologi ALI
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis.
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi,
malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma
vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft,
trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat
nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan
menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi
atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli
adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada
endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrialmyxoma.
Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus
yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
K. Klasifikasi ALI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas
yaitu :
1. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat
diperlukan atau tidak diperlukan.
2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
L. Patofisiologi ALI
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang
mengalami penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah
satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti usia, gaya hidup
tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi kolesterol)
dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang
sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat
menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler
akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan
pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan
menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel.
Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik.
Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan
sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal
(yang kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti
paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang
masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent).
Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang
tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang
sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan
biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan
pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang
menyertai proses kronik umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu
masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi
jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko
tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama
lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.
M. WOC ALI
N. Manifestasi Klinik ALI
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri): terjadi nyeri yang hebat, terlokalisasi di daerah ekstrimitas
dan muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya
iskemia karena pasien yang mengalamineuropathy dimana sensasi
terhadap nyeri menurun.
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas)
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas): adanya
parasthesia dan paralysis merupakan pertanda yang buruk dan
membutuhkan penanganan segera
4. Pallor (pucat) : tampak putih. pucat, dan dalam beberapa jam dapat
menjadi kebiruan atau ungu/mottled
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi): denyut nadi tidak
teraba dibandingkan pada kedua ekstrimitas.
6. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang
disebabkan oleh thrombus dan emboli.
1. Manifestasi klinik ALI disebabkan karena emboli:
a. Tanda dan gejala yang muncul tiba-tiba dalam beberapa menit.
b. Tidak terdapat klaudiokasi
c. Ada riwayat atrial fibrilasi
d. Ekstremitas yang terkena tampak kekuningan.
e. Pulsasi pada kolateral ekstrimitas normal.
f. Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan
g. pemberian walfarin atau embolectony.
O. Komplikasi ALI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak
mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak
teraba).
Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi
menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan,
penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30
mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi
trombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan
reperfusi anggota gerak secara berangsurangsur.
3. Exercise challenge
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada
pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa
gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang
periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit.
Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila
ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat
dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang
lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan
5. Waveform assessment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler
merupakan pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan
pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan
dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan.
6. Duplex Imagine
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan
visualisasi dan pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan
pencitraan grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity
profiles. Pencitraan greyscale akan menggambarkan anatomi arteri dan
adanya plaque ekhogenik. Colorflow Doppler akan menampilkan aliran
darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung
kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.
7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar"
dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan
pengembangan dari angiografi konvensional yaitu teknik digital
subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang
sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin
pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh
radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi
memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena
menggunakan zat kontras.
Q. Penatalaksanaan ALI
1. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan
dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh
trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-
obatan seperti fibrinolitik.
2. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan
saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen
100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1
liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya
sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung
jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim
jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
3. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung.
Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan
perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian
opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam
ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon
catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa,
dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya).
Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana
hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat
lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan
hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik
yang diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi
sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan
trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna
sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologictelah di klaim
untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia.
Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap
pemberian terapi glukosa, insulin dancairan pengganti ion. Lactic
academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara
bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk
embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang
sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli
atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk
meminimalisasikan penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal
yang penting, karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan
dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka
amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut
limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam,
20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk
mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan
intervensi.
9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak
menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan
strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga
amitigasi melawan embolus lain
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
F. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah
saat beraktifitas.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi ; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural ; hipertensi. Nadi
yang menurun / tak ada Distritmia. Krekels ; DVJ (GJK). Kulit panas,
kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.
3. Integritas ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih , nokturia. Diare/konstipasi.
Tanda : Urine pekat, kuning pekat hingga kecoklatan, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat).
Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
5. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet ;
peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari / minggu. Haus. Penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering / bersisik, tugorjelek. Kekakuan / distensi abdomen,
muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah). Bau halItosis/manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
Gejala : Pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemhan pada
otot. Parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : Disoreantasi; mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri (sedang / berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hatI.
8. Pernapasan
Gejala : Merasakekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi / tidak).
Tanda : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi
pernapasan.
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal ; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi / ulserasi. Menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak. Parestesia /paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria ;
kesulitan orgasme pada wanita.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah
jantung, hipoksia, thrombus dan embolisme.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis iskemik
jaringan.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen miokard dan kebutuhan.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
ekstrimitas.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
H. Intervensi Keperawatan
I. Implementasi Keperawatan
Penatalaksanaan dari Intervensi keperawatan yang telah disusun
J. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari keberhasilan dan ketidakberhasilan implementasi
keperawatan yang diberikan.
BAB IV
PENUTUP
C. Kesimpulan
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari
Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun
jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir
dari kategori terparah dari gangguan arteri ini.
D. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis mengharapkan agar dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penuis menyarankan untuk pembaca agar
dapat melaksanakan proses keperawatan secara optimal. Dan juga penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Creager, A Mark, et al. 2012. Acute Limb Ischemia, The New England Journal of
Zainal Abidin, Bt Izza. 2013. Referat Acute Limb Ischemic. Jakarta. Universitas
Krida Wacana