Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ABSES

DEWA PUTU ARISTA PUTRA


2014901004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020/2021
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik. Penyakit infeksi dapat terjadi dan berkembang
di bagian tubuh mana saja, yang sebagian besar dapat berlanjut menjadi penyakit
saluran pencernaan (diare) yang kerap kali mengganggu aktivitas penderita (Jawets et
al, 2012).
Abses adalah ingeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus
(bakteri, jaringan nekrotik) yang biasanya meeerupakan titik/mata yang kemudian
pecah, rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan
jaringan parut yang kecil (Dongoes, 2010).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan abses adalah infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri atau parasite dan mengandung nanah yang merupakan
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh ensim autolitik.
2. Etiologi

Menurut (Dongoes, 2010) abses dapat disebabkan karena adanya:


1. Infeksi Microbial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah
infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi
intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis
kimiawi yang secara sesifik mengawali proses radang atau melepaskan
endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.
2. Reaksi Hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi
mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan
merusak jaringan.
3. Agen Fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik,
ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan
merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang.
Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik
yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
5. Nekrosis Jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan
oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan
terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang
kuat untuk terjadinya infeksi.

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri menyebabkan abses melalui beberapa
cara:
1. Bakteri masuk ke dalam kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril.

2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain.

3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya abses akan meningkat jika:


1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2. Daerah yang terinfeksi mendapakan aliran darah yang kurang.
3. erdapat gangguan sistem sistem kekebalan.

3. Patofisiologi

Menurut Guyton (2012), patofisiologi abses sebagai berikut:


Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Cedera jaringan yang
disebabkan oleh Infeksi Microbial, Reaksi Hipersentivitas, Agen Fisik, Bahan kimia
iritan dan korosif dan Nekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga
oleh jaringan dilepaskan histamin, bradikinin, serotinin ke cairan sekitarnya. Zat-zat
ini khususnya histamin meningkatkan aliran darah lokal dan juga meningkatkan
permeabilitas kapiler, vena dan vanula, memungkinkan sejumlah besar cairan dan
protein, termasuk fibrinogen, bocor masuk kedalam jaringan. Terjadi edema eksternal
lokal serta cairan ekstrasel dan cairan limfe keduanya membeku karena efek
koagulasi eksudat jaringan atas fibrinogen yang bocor. Jadi terjadi edema hebat dalam
ruang sekitar sel yang cedera. Hal ini mengakibatkan regangan dan distorsi jaringan
yang menyebabkan nyeri (dolor) dan memperlihatkan tanda rubor dan kalor. Masalah
keperawatan yang muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan kenyamanan
(Nyeri). Setalah peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh neutrofil dan
makrofag serta memulai melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari
agen infeksi atau toksik. Makrofag yang telah berada dalam jaringan mulai kerja
fagositiknya. Akibatnya leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan pirogen.
Pirogen endogen akan mengalir dalam darah dan akan bergerak dari tempat
produksinya menuju pusat termoregulator di hipotalamus. Pirogen endogen yang
sudah berada pada hipotalamus, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk
mensekresikan asam arakhidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi
pengeluaran prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan
yang muncul adalah Hipertermi.
Makrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak bakteri dari pada neutrofil dan
mereka dapat juga memakan banyak jaringan nekrotik. Bila neutrofil dan makrofag
menelan bakteri dan jaringan nekrotik dalam jumlah besar maka neutrofil dan
makrofag akan mati, menyebabkan terbentuknya rongga dalam jaringan yang
meradang yang berisi berbagai bagian jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan
makrofag yang mati. Campuran ini disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini,
maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di
sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit
menyebabkan abses pecah dan menyebabkan kerusakan pada kulit. Masalah
keperawatan yang muncul Kerusakan Integritas Kulit.
4. Manifestasi Klinis

Abses biasa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk di kaki. Menurut Smeltzer &
Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap
fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bias berupa:
a) Nyeri (Dolor)
Nyeri merupakan respon yang bersifat subyektif terhadap adanya stressor fisik dan
psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan. Nyeri
disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena
tekanan pus di dalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut
termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotinin, diketahui juga dapat
mengakibatkan nyeri.
b) Nyeri tekan
Nyeri yang timbul bila ditekan di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.
c) Pembengakakan (Tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema merupakan suatu akumulasi cairan di
dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam
jumlah sedikit, kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tersebut.
d) Kemerahan (Rubor)
Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, sebagau contoh kulit yang
terkena sengatan matahari. Warna kemerahan ini terjadi akibat adanya dilatasi
pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
e) Panas (Calor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer/tepi tubuh, seperti pada kulit.
Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran darah (hiperemia) yang
hangat pada daerah tersebut, mengakibatkan sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan
darah yang hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik sebagai hasil dari beberapa
mediator kimiawi proses radang juga ikut meningkatkan temperatur lokal.
f) Hilangnya Fungsi
Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu nproses radang.
Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun
secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit. Pembengkakan yang hebat
secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.
5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

1. Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan laboraturium akan dilihat peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan Rontgen,
Ultrasonography, CT Scan, dan Magnetik Resonance Imaging.

6. Penatalaksanaan Medis
a. Tindakan pembedahan untuk mengeluarkan puss atau penyebab abses
b. Pemberian antibiotic atau anti imflamasi untuk mengurangi peradangan

B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2009).
a. Pre Operatif
1. Data Subjective
- Pasien mengatkan nyeri pada bagian di daerah abses
- Pasien mengatakan teraba hangat pada bagian abses
- Pasien mengatakan badan terasa hangat
- Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan tindakan pembedahan
2. Data Objektif
- Pasien tampak meringis saat dilakukan pemeriksaan nyeri tekan
- Kulit pasien tampak kemerahan
- Kulit pasien teraba hangat
- Pasien tampak khawatir dan menanykan tentang penyakit dan pembedahan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
c. Ansietas berhungan dengan krisis situasional (tindakan yang akan dilakukan)
b. Post Operatif
1. Data subjektif
- Pasien mengatakan nyeri pada bagian operasi
- Pasien mengatakan nyeri setiap bergerak
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaan setelah operasi dan tidak tahu
mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk dirumah
2. Data Objektif
- Pasien tampak meringis
- Vital sign meningkat
- Terdapat luka insisi atau pembedahan pada area abses
- Pasien tampak bertanya-tanya tentang kondisinya
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik ( mis.abses,
amputasi,terpotong,prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan )
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasif/ peningkatan
paparan organisme pathogen lingkungan.
d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi / kekhawatiran
mengalami kegagalan dalam tindakan operasi

2. Perencanaan

NO DIAGNOSA/MASALAH TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KOLABORASI
1 Nyeri Akut NOC : NIC :
o Pain Level, Pain Management
o Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
o Comfort level komprehensif termasuk lokasi,

Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,

1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi


2. Observasi reaksi nonverbal dari
(tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
mampu menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
tehnik nonfarmakologi terapeutik untuk mengetahui
untuk mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
2. Melaporkan bahwa nyeri respon nyeri
berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
menggunakan manajemen lampau
nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
3. Mampu mengenali nyeri kesehatan lain tentang
(skala, intensitas, frekuensi ketidakefektifan kontrol nyeri masa
dan tanda nyeri) lampau
4. Menyatakan rasa nyaman 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
setelah nyeri berkurang mencari dan menemukan dukungan
5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

2 Resiko Infeksi NOC: NIC:


o Immune status Infection control:
o Knowledge: infection 1. Bersihkan lingkungan setelah
control dipakai pasien lain
o Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu

Kriteria Hasil: 4. Instruksikan pada pengunjung untuk

1. Klien bebas dari tanda dan mencuci tangan saat berkunjung dan

gejala infeksi setelah berkunjung meninggalkan

2. Mendeskripsikan proses pasien

penularan penyakit, factor 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk

yang Mempengaruhi cuci tangan

penularan serta 6. Cuci tangan setiap sebelum dan

penatalaksanaannya setelah tindakan keperawatan

3. Menunjukkan kemampuan 7. Gunakan baju, sarung tangan

untuk mencegah timbulnya sebagai pelindung

infeksi 8. Pertahankan lingkungan aseptic

4. Jumlah leukosit dalam selama pemasangan alat

batas normal 9. Ganti letak IV perifer dan line

Menunjukkan perilaku hidup central dan dressing sesuai dengan

sehat petunjuk umum


10. Gunakan kateter intermitten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotic bila perlu
infection protection (proteksi
terhadap infeksi)
13. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
14. Monitor hitung granulosit, WBC
15. Monitor kerentanan terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Pertahankan teknik asepsis pada
pasien yang beresiko
18. Pertahankan teknik isolasi
19. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
20. Inspeksi kulit dan membrane
mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
21. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
22. Dorong masukan nutrisi yang cukup
23. Dorong masukan cairan
24. Dorong istirahat
25. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
26. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
27. Ajarkan cara menghindari infeksi
28. Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
3 Hipertermia NOC: NIC:
Termoleregulation Fever treatment
Criteria hasil 1. monitor suhu sesering mungkin
1. suhu tubuh dalam tentan 2. monitor IWL
normal 3. monitor warna dan suhu kulit
2. nadi dan RR dalam rentan 4. monitor tekanan darah, nadi , dan ,
normal RR
3. tidak ada perubahan warna 5. monitor penurunan tingkat
kulit dan tidak ada pusing kesadaran
6. monitor WBC, HB , dan HCT
7. monitor intake dan output
8. berikan antifiretik
9. berikan pengobatan untuk
mengobati demam
10. selimuti pasien
11. lakukan tapiid sponge
12. kolaborasi
13. pemberian cairan intravena
14. kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
15. tingkatkan sirkulasi udara
16. berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil
temperature regulation
1. monitor suhu minimal setiap 2 jam
2. rencanakan monitoring suhu secara
continue
3. monitor TD, nadi dan RR
4. monitor warna dan suhu kulit
5. monitor tanda- tanda hipertermi dan
hipotermi
6. tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. selimuti pasien mencegah
kehangatan tubuh
8. ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. diskusikan tentang peningnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negative dari kedinginan
10. peritahukan tentang idikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergensi yang diperlukan
4 Kerusakan Integritas Kulit NOC : NIC:
o Tissue integrity: skin and Pressure Management
mucous membranes 1. Anjurkan pasien untuk
o Hemodyalis akses menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria Hasil:
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Integritas kulit yang baik
bersih dan kering
bisa dipertahankan
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
(sensasi, elastisitas,
pasien) setiap 2 jam sekali
temperature, hidrasi,
5. Monitor kulit akan adanya
pigmentasi)
kemerahan
2. Tidak ada luka / lesi pada
6. Oleskan lotion atau minyak / baby
kulit
oil pada daerah yang tertekan
3. Perkusi jaringan baik
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
4. Menunjukkan pemahaman
pasien
dalam proses perbaikan
8. Monitor status nutrisi pasien
kulit dan mencegah
9. Memandikan pasien dengan sabun
terjadinya cedera berulang
dan air hangat
5. Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan Insision Site Care
kelembapan kulit dan 1. Membersihkan, memantau dan
perawatan alami meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan
jahitan, klip atau straples
2. Monitor proses kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau
straples, menggunakan lidi kapas
steril
5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai
program
6. Ganti Balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka(tidak dibalut) sesuai
program

Dyalisis acces maintenance

5 Ansietas NOC : NIC :


o Anxiety self control Anxiety reduction
o Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
o Coping menenangkan

Kriteria Hasil 2. Jelaskan tentang prosedur dana pa

1. Klien mampu yang akan dialami selama prosedur

mengindentifikasi dan 3. Pahami perspektif pasien terhadap

menunjukan tehnik untuk situasi stress

mengontrol kecemasan 4. Temani pasien untuk mengurangi

2. Vital sign dalam batas kecemasan

normal 5. Dorong keluarga untuk menemani

3. Postur tubuh, ekpresi pasien

wajah, Bahasa tubuh dan 6. Dorong pasien untuk

tingkat aktivitas mengungkapkan perasaan

menunjukan berkurangnya 7. Instruksikan penggunaan teknik

kecemasan relaksasi

3. Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang buat berdasarkan
diagnose yang tepat, intervensi, diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang
diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan
memonitor kondisi klien serta mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilakukan,
evaluasi juga digunakan memeriksa semua proses keperawatan.

Pre Operasi

Nyeri Akut
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
Hipertermia

1. suhu tubuh dalam tentan normal


2. nadi dan RR dalam rentan normal
3. tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Ansietas
1. Klien mampu mengindentifikasi dan menunjukan tehnik untuk mengontrol
kecemasan
2. Vital sign dalam batas normal
3. Postur tubuh, ekpresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan
berkurangnya kecemasan

Post Operasi
Nyeri Akut
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal

Resiko Infeksi

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang Mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Kerusakan intergritas kulit

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,
pigmentasi)
2. Tidak ada luka / lesi pada kulit
3. Perkusi jaringan baik
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera berulang
5. Mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami

DAFTAR PUSTAKA
Adila, R., et al. 2013. Uji Antimikroba Curcuma spp. Terhadap Pertumbuhan Candida albicans,
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.).
Vol : 3 No :1
Doenges, Marilynn E.dkk.2010.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made
Kriasa.EGC.Jakarta
Guyton. 2012. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Edisi Revisi. Jakarta: Buku
Kedokteran.
Keliat, dkk. 2016. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2016. Edisi 10. Jakarta: EGC
Oswari. 2005. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: FKUI
Prince & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi: 6. Jakarta:
EGC
Nursing Outcames Classification. 2016
Nursing Intervention Classification. 2016

WOC (NANDA, 2013)

Faktor predisposisi :
Infeksi bakteri Bakteri mengadakan duplikasi dan Tubuh bereaksi terhadap
Benda asing menyebabkan luka merusak jaringan yang ditempati perlindungan
Reaksi hypersensitivitas
Agen fisik
Abses terbentuk yang
terlokasi (dari matinya Terjadi proses peradangan
jaringan nikrotik, bakteri dan
sel darah putih

Operasi Penyebaran infeksi Dilepasnya zat pirogen


leukosit pada jaringan

Resiko Infeksi
Ansietas Kerusakan integritas Panas
kulit

Hipertermia
Lembar Pengesahan

Mengetahui,

CI Mahasiswa

( ) (Dewa Putu Arista Putra)

Pembimbing Akademik

(Ns. I Gst Kade Adi Widyas, S.Kep.,MNS)

Anda mungkin juga menyukai