GAWAT DARURAT
CEDERA OTAK BERAT
Di susun
Oleh :
Kelompok I
1. Uly agustina panjaitan (1610039)
2.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus cedera otak.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian kegawatdaruratan pada kasus cedera otak.
b. Mengetahui diagnosa pada kasus cedera otak.
c. Mengetahui intervensi kegawatdaruratan pada kasus cedera otak.
d. Mengetahui implementasi pada kasus cedera otak.
e. Mengetahui evaluasi pada kasus cedera otak.
C. MANFAAT
a. Agar mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan
pada klien cedera otak.
b. Agar mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan cedera otak.
c. Agar mahasiswa mampu merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa
keperawatan.
d. Agar mahasiswa mampu melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah
ditentukan.
e. Agar mahasiswa mampu mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan.
f. Agar mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema
serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas.( Mansjoer, dkk, 2000 ).
2. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala antara lain :
1. Kecelakaan mobil
2. Perkelahian
3. Jatuh
4. Cedera olahraga
( Elizabeth J.Corwin, 2009 )
3. PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam.
Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau
lokal dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan
menyebar ke area sekitar cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda
tumpul lebih luas. Berat ringannya cedera tergantung pada lokasi benturan,
penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi saat cedera.
4. KLASIFIKASI
Cedera otak dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glascow Coma
Scale) yaitu:
1. Cedera Otak Ringan (COR)
GCS 13-15
Tidak terdapat kelainan pada CT Scan otak
Tidak emmerlukan tindakan operasi
Lama dirawat di rumah sakit < 48 jam
2. Cedera Otak Sedang (COS)
GCS 9-12
Ditemukan kelainan pada CT Scan otak
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial
Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam
3. Cedera Otak Berat (COB)
Nilai GCS <8
Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial.
Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <8
( George Dewanto, 2009 )
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinisnya yaitu:
Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun
Pola nafas menjadi abnormal secara progresif
Reson pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami deteriorasi
Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama peningkatan
tekanan intracranial
Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
Perubahan perilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara
dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat. Amnesia yang
berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi.
( Elizabeth J.Corwin, 2009 )
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi yaitu:
Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat
menyertai cedera kepala yang tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial meningkat,dan
sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada
hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.
Perubahan perilaku dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.
( Elizabeth J.Corwin, 2009 )
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiograf tengkorak dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan
atau bekuan darah yang terjadi.
CT Scan dan MRI dapat dengan tapat menentukan letak dan luas cedera. CT
Scan biasanya merupakan perangkat diagnostik pilihan diruang kedaruratan
walaupun hasil CT Scan mungkin normal yang menyesatkan. MRI adalah
perangkat yang leboh sensitif dan akurat, dapat mendiagnosis cedera akson
difus, namun mahal dan kurang dapat diakses disebagian besar fasilitas.
( Elizabeth J.Corwin, 2009 )
8. PENATALAKSANAAN
Cedera otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah
baring.
Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan
( pengeluaran benda asing dan sel yang mati ), terutama pada cedera kepala
terbuka.
Dekompresi melalui pengeboran lebang didalam otak, yang disebut burr hole,
mungkin diperlukan.
Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik.
Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.
Metode untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat mencakup pemberian
diuretik dan obat anti inflamasi.
( Elizabeth J.Corwin, 2009 )
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada ganguuan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. PENGKAJIAN AWAL
Airway : Klien terpasang ETT ukuran 7,5 dengan pemberian oksigen
15 liter permenit. FIO2 = 81 %, terdapat sumbatan atau penumpukan
sekret, adanya suara nafars tambahan yaitu ronchi +/+.
Breathing : Frekuensi nafas 20x/menit, irama nafas abnormal, nafas tidak
spontan.
Circulation:Perubahan frekuensi jantung (bradikardi), keluar darah dari
hidung dan telinga, perubahan tekanan darah
2. ANAMNESIS
Identitas klien meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia muda ),
jenis kelamin ( banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan dengan motor
tanpa pengaman helm ), pedidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa
medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
6. PENGKAJIAN PSIKO,SOSIO,SPIRITUAL
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketautan akan kesadaran, rasa
cemas. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klein harus menjalani rawat
inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi
kilen, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang
tidak sedikit. Cedera otak memerlukan dana pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya
ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klein dan keluarga.
7. PENGKAJIAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat bergguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem ( B1-B6 ).
Keadaan Umum
Pada keadaan cedera otak umumnya mengalami penurunan kesadran
( cedera otak ringan GCS 13-15, cedera otak sedang GCS 9-12, cedera
otak berat GCS <8 ) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
B1 ( Breathing )
Sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan
serebral akibat trauma kepala. Akan didapatkan hasil:
Inspeksi : Didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan.
Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, ronkhi pada
klein dengan pengingkatan produksi sekret dan kemampuan batuak
yang menuurn sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
B2 ( Blood )
Pada sisitem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering
terjadi pada klien cedera otak sedang sampa cedera otak berat. Dapat
ditemukan tekanan darah normal atau berubah, bradikardi, takikardi, dan
aritmia.
B3 ( Brain )
Cedera otak menyebabakan berbagai defisit neurologi terutama disebabkan
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural
hematoma. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS.
B4 ( Bladder )
Kaji keadaan urin meliputi waran, jumlah, dan karakteristik. Penurunan
jumlah urine dan peningkatan retensi urine dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin
mengalami inkontinensia urinw karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
B5 ( Bowel )
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
adanya peningkatan produksi asam lambung. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
B6 ( Bone )
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. ( Arif
Muttaqin, 2008 )
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah,
edema serebral.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler ( cedera
pada pusat pernafasan otak).
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif.( Doengose, 2000 )
Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu
mempertahankan pola pernafasan efektif melalui pemasangan ETT.
Kriteria Hasil :
Pola nafas kembali efektif
Nafas spontan.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan
pernafasan.
R/ : Perubahan daoat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau
menandakan lokasi / luasnya keterlibatan oyak. Pernafasan lambat, periode
apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik.
2. Diposisikan head up (300).
R/ : Untuk menurunkan tekanan vena jugularis
3. Berikan oksigen.
R/ : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien bebas dari tanda-
tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu kalor (panas), rubor (kemerahan), dolor (nyeri
tekan), tumor (membengkak), dan fungsi ulesa.
Intervensi :
1. Berikan perawatan aseptik,pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
R/ : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
R/ : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan peegahan teradap komplikasi selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur.
R/ : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan segera.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap penilaian dari tindakan yang telah direncanakan. Untuk
malsalah kegawatdaruratan hipoglikemi ini adalah kesadaran klien dapat kembali
seperti semula, cairan dalam tubuh terpenuhi dan tanda-tanda vital klien normal.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.D DENGAN CEDERA OTAK BERAT
1. Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama pasien : Tn D
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kampung Rawa Bambu RT 001/002, Bekasi Timur
Nama keluarga : Tn.A
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat rumah : Kampung Rawa Bambu RT 001/002, Bekasi Timur
Diagnosa medik : Cedera kepala berat
Datang ke RS tanggal : 30 Mei 2015 pukul 08.00
Kendaraan : Taksi
B. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway : Terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lendir.
b. Breathing
Look : Adanya pengembangan dinding dada, RR 32 x/menit
Listen : Terdengar suara nafas stidor.
Feel : Terasa hembusan nafas, terlihat otot bantu pernafasan.
c. Circulation
Akral dingin, kulit pucat, terdapat perdarahan di telinga, hidung, dan mulut, CRT
> 3 detik.
d. Disability : Kesadaran sopor, GCS 7 (E2M3V2), respon cahaya (+), ukuran pupil
isokor, penilaian ekstremitas sensorik (+), motorik (+).
C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Bekasi dibawa oleh keluarganya pada jam 08.00 WIB
tanggal 30 Mei 2015.
Pasien tabrakan dengan kendaraan bermotor dengan penurunan kesadaran, terdapat
hematome pada kepaladan krepitasi pada paha bagian kanan sepertiga medial dextra
dan wajah hematome, keluar darah dari mulut, telinga dan hidung, pasien sesak.
Kesadaran : Sopor
Keadaan umum : Jelek
GCS :7
TTV : TD : 100/60 mmHg
N : 102 x/menit
P : 32 x/menit
S : 37.8°C
2. Riwayat penyakit masa lalu :
Tidak ada
3. Riwayat penyakit keluarga :
Ayah mempunyai riwayat penyakit hipertensi.
4. Riwayat psikososial :
Keluarga mengatakan klien mempunyai banyak teman dan mudah berbaur dengan
siapa saja, hubungan dengan keluarga baik.
5. Riwayat kebiasaan :
Keluarga mengatakan klien jarang berolahraga karena sibuk bekerja.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi : bentuk simetris, rambut tampak kusam, terdapat hematome dibagian
wajah dan kepala
Palpasi : tidak ada ketombe, benjolan, terdapat nyeri tekan pada bagian oksipital.
b. Mata
Inspeksi : bentuk simetris, klien selalu memejamkan matanya karna mata terdapat
hematom, blue eyes dikedua mata.
Palpasi : ada nyeri tekan dikedua mata.
c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, keluar darah dari hidung
Palpasi : ada nyeri tekan.
d. Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : ada nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : keluarnya darah segar, dan lender
f. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, getah bening dan vena jugularis,
dicurigai adanya fraktur servikal.
g. Thorak
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, terdapat otot bantu pernapasan,
bentuk dada simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada benjolan
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas stridor, frekuensi 32 x/menit, tidak ada wheezing dan
ronkhi
h. Jantung
Perkusi : normal
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat jejas
Auskultasi : bising usus normal (10 x/menit)
Palpasi : turgor kulit elastis, ada nyeri tekan.
Perkusi : timpani (redup pada organ)
j. Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter
k. Kulit
Turgor kulit elastis, warna kulit sama dengan warna kulit lainnya
l. Ekstremitas
Atas : reflek bisep dan trisep normal, tidak ada kelainan, ada bekas luka ditangan
kanan, terpasang infus ditangan kanan, fleksi dan ekstensi(+)
Bawah : tidak ada kelainan, jari-jari lengkap
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratoorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 9,4 g/dL 13 – 17.5
2. Hematokrit 33% 40 – 54
3 Leukosit 21.200 ribu/uL 5 – 10
4 Trombosit 198000 ribu/uL 10 – 15
b. Pemeriksaan CT- Scan
Terdapat edema serebral pada daerah kepala
8. Therapi pengobatan
IVFD RL 30 tts/m
Dexametahson 3x1 ampul, injeksi (iv)
Citicolin 3x1 ampul, injeksi (iv)
Asam transamin 3x1 ampul, injeksi (iv)
Vit k 3x1 ampul, injeksi (iv)
Keterolac 3x1 ampul, injeksi (iv)
Cefotaxime 2x1 gr, injeksi ST (-) / IV
Kateter polay
NGT
Suction
2. ANALISA DATA
DO :
- Suara nafas stridor
- Terdapat sumbatan berupa darah
dan lendir
- Pasien terlihat sesak frekuensi
pernafasan 32 x/menit
2 30 Mei 2015 Melakukan pemasangan NGT 11. Kateter terpasang, urine keluar dengan jumlah urine 300 cc
Pukul 09.00
WIB
12. TD : 100/60 mmhg,
2 30 Mei 201511. Melakukan pemasangan kateter a. N : 102 x/menit
Pukul 09.20 b. S : 37,8°C
WIB c. RR : 32 x/menit
17.
6. Evaluasi Keperawatan