Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA SEBAGAI INDIVIDU

DENGAN OSTEOPOROSIS

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu :
Ulum Mabruroh, M.Kep

Disusun Oleh :
Ainnur Lailatul Firda 18.1.181
Bella Villia Gita 18.1.184
Kiki Pramitasari 18.1.195
Meilenia Laras Andhini 18.1.198
Mochamad Fayreza Naufaldi 18.1.200
Tiatania Claudia Irmawanti 18.1.214
Tiko Frista Yuliankoko 18.1.215
Yolanda Fitria Maharani 18.1.220
Ghivari Irzya Allif 18.1.227

3D KEPERAWATAN

INSTITUSI TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN


PRODI DIII KEERAWATAN
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kami mampu menyelesaikan
Asuhan Keperawatan Lansia Sebagai Individu dengan Osteoporosis ini dengan
Ridho-Nya serta dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan-Nya tugas ini mampu
kami selesaikan sesuai tempo yang telah diberikan. Segala kesulitan, kepenatan,
kejenuhan, dan kemalasan telah mampu kami perangi dalam menyusun Laporan ini
dengan harapan hasil baik yang akan kami peroleh nantinya. Laporan ini ditulis
untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan
Dalam penyusunan Laporan ini tentunya penyusun tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga penyusun mengucapkan terimakasih terhadap
segala bantuan yang diberikan kepada penyusun. Tidak lupa penyusun
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ns. Apriyani Puji Hastuti, M.Kep selaku Dosen mata kuliah
Manajemen Keperawatan.
2. Kedua orangtua penulis yang seanntiasa memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis
3. Dan semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
penyusunan makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu jika terdapat kekurangan, penulis memohon
maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 26 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem
muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang,
termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55
tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971.
Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur
diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa
tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca
menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi
RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya
menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah
kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang
teratur ( Sudoyo, 2009 ).
Ada beberapa faktor risiko osteoporosis daiantaranya genetic, jenis kelamin
dan masalah kesehatan kronis, defisiensi hormone, kurang olah raga, serta
rendahnya asupan kalsium, Bila dalam suatu keluarga mempunyai riwayat
osteoporosis maka kemungkinan peluang anak mengalami hal yang sama adalah
60-80%. Dilihat dari jenis kelamin 80% wanita mengidap osteoporosis. Risiko
osteoporosis juga akan meningkat apabila mengidap penyakit kronis. Sedangkan
hubunga antara perempuan osteoporosis karena menaupose akibat penurunan
hormone esterogen , (Siswono, 2003).
Osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis massa
yang membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat dikatakan keropos.
Struktur pengisi tulang antara lain berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga
kalsium, berfungsi bagaikan semen cor-an nya tulang. Ketika massa ini menjadi
berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan
ringan sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.Di luar
dari mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos
hampir tak bergejala sama sekali, silent disease. Jadi Keduanya memang dekat
dengan wanita usia post menopause dikarenakan proses metabolisme di tulang
memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang lazimnya menurun
saat wanita post menopause.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi Osteoporosis
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi Osteoporosis
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Osteoporosis
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik Osteoporosis
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik Osteoporosis
6. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan Osteoporosis
7. Mahasiswa mampu memahami komplikasi Osteoporosis
8. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan Osteoporosis
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan
gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).

2.2 Jenis Osteoporosis


Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca
menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1
pada usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis primer adalah kehilangan massa
tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan, sedangkan osteoporisis
sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses
ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari
osteoporosis primer.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar
tulang. Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis
tertentu termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada
osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk
menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid,
artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis
sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-
lain.

2.3 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut :
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa
tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istirahat di tempat
tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar
beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa
tulang di samping faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan
yang berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya
serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang
yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih
mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun
dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi
beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause
ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya
kurang serta ekskresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium
yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang
jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-
75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen
produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4
tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak
1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis
berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita.
Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder
yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti
kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan
dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki
kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
2.4 Patofisiologi
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor
genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras
keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok,
alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa
dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya
daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran
kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih
banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa
tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi
suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu
proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan
dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada
proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan
keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau
penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang
bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang
bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun
pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5%
setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa
pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut
pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause,
proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause
massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita
penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini
berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan
massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut:
metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang
lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses
tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan
mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks
serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal.
Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah
sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang
sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian
prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai
sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.

2.5 Manifestasi Klinis


Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya
tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur.
Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan
gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang
mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra
menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini
mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra
abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang
sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan
karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist
jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan
secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien
osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam
serum.
Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh
yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
5. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah
7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini
terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah tulang
lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut
fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami
secara perlahan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun
yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula
transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam
ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao
nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

2.7 Penatalaksanaan
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang
hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan
dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D
susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis,
brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan
asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium
karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT=hormone replacemenet
therapy) dengan estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Wanita yang telah mengalami pengangkatan ovarium atau telah menjalani
menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup
muda;penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan
resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam
jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen tidak akan mengurangi kecepatan
kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit
pengingkatan insidensi kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien
harus diperiksa payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk
masukan papanicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua
kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis
termasuk kalsitonin, natrium fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer
menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau intra
muscular. Efek samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas, frekuensi
urin) biasanya ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki
aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang ; namun,kualitas tulang yang baru
masih dalam pengkajian. Natrium etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang
osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi penggunaannya sebagai terapi
osteoporosis.

2.8 KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh
dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

2.9 Asuhan Keperawatan


PENGKAJIAN
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese
a. Identitas
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan
jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya :
1) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan
pinggang
2) Berat badan menurun
3) Biasanya diatas 45 tahun
4) Jenis kelamin sering pada wanita
5) Pola latihan dan aktivitas
6) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet.
Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa
lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan
gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility
( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.

PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
2. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.
3. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
1) Kepala dan wajah : ada sianosis
2) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
3) Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan
halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi
vertebra
4. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
5. B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
6. B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan
dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra
biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya
trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya
korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus
pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3  ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.

DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat yang
cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara
sederhana.
Intervensi :
1. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau menyebar pada
abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
2. Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi
rasa nyerinya.
3. Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri (Aspirin, Phenyl-butazone, Naproxen,
Ibuprofen, Diclofenac, Piroxicam, Tenoxicam, Celecoxib, Lumiracoxib)
4. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring
dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
Rasional :
1. Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular, pembatasan gerak spinal.
2. Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat dan
sebagainya.
3. Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang adekuat atau tidak
adekuat untuk mengatasi nyerinya.
4. Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat


perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan klien mampu
melakukan mobilitas fisik.
Kriteria hasil :
Klien dapat meningkatan mobilitas fisik, klien mampu melakukan aktivitas hidup
sehari hari secara mandiri.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
2. Rencanakan tentang pemberian program latihan
(Bantu klien jika diperlukan latihan, Ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari hari yang dapat dikerjakan, Ajarkan pentingnya latihan)
3. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari
hari.
4. Peningkatan latihan fisik secara adekuat :
(Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan, Instruksikan
klien untuk latihan selama kurang lebih 30menit dan selingi dengan istirahat
dengan berbaring selama 15 menit, Hindari latihan fleksi, membungkuk tiba–
tiba,dan penangkatan beban berat)
Rasional :
1. Dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
2. Latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
3. Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
4. Dengan latihan fisik :
(Masa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada
osteoporosis, Program latihan merangsang pembentukan tulang, Gerakan
menimbulkan kompresi vertical dan fraktur vertebra)

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan


ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera tidak terjadi
Kreteria Hasil :
Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat menghindari aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman :
(Tempatkan klien pada tempat tidur rendah, Amati lantai yang
membahayakan klien, Berikan penerangan yang cukup, Tempatkan klien
pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi, Ajarkan klien
tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan)
2. Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
(Kaji kebutuhan untuk berjalan, Konsultasi dengan ahli therapist, Ajarkan klien
untuk meminta bantuan bila diperlukan, Ajarkan klien untuk berjalan dan
keluar ruangan)
3. Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati.
4. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tanggga, dan
mengangkat beban berat.
5. Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah osteoporosis :
(Rujuk klien pada ahli gizi, Ajarkan diet yang mengandung banyak kalsium,
Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi)
6. Ajarkan tentang efek rokok terhadap pemulihan tulang
7. Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
Rasional :
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan.
2. Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
3. Penarikan yang terlalu keras akan menyebabkan terjadinya fraktur.
4. Pergerakan yang cepat akan lebih memudahkan terjadinya fraktur kompresi
vertebra pada klien osteoporosis.
5. Diet kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan kalsium serum, mencegah
bertambahnya kehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan
kalsium dalam urine. Alcohol akan meningkatkan asidosis yang meningkatkan
resorpsi tulang
6. Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
7. Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh

4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang


berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan klien memahami
tentang penyakit osteoporosis dan program terapi.
Kriteria hasil :
Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program
terapi yang diberikan, klien tampak tenang.
Intervensi :
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
2. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
osteoporosis
3. Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
Rasional :
1. Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
2. Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang
penyakitnya
3. Suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi
abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan
asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu
ginjal

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ASKEP GERONTIK

Kasus : Osteoporosis
Tempat : Ruang Pavilliun Anggrek

Tanggal Pengkajian : 17 Oktober 2020

Waktu : 09.00 WIB

I. PENGKAJIAN
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. S

Jenis kelamin : 60 Tahun

Golongan darah :A

Tempat & tanggal lahir : Malang, 1 Januari 1960

Pendidikan terakhir : SMA

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Tinggi badan/berat badan : 155 cm / 65 cm

Penampilan : Baik

Alamat : Jalan Terbaik Blok A No. 1 Malang

Orang yang mudah dihubungi : Anak Kandung

Alamat & telepon : Jalan Terbaik Blok A No. 2 Malang

B. Riwayat Keluarga
Genogram :
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Ibu Rumah Tangga

Alamat pekerjaan : Jalan Terbaik Blok A No. 1

Berapa jarak dari rumah :-

Alat transportasi :-

Pekerjaan sebelumnya : Ibu Rumah Tangga

Berapa jarak dari rumah :-

Alat tranpoertasi :-

Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : Pensiunan


Suami

D. Riwayat Lingkungan Hidup


Type tempat tinggal : Rumah Gedung/tembok
Kamar : 2 Kamar
Kondisi tempat tinggal : Baik
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : 2 Orang (Ny. S dan Suaminya)
Derajat privasi :-
Tetangga terdekat : Ny. Y
Alamat dan telepon : Jalan Terbaik Blok A No. 1 Malang

E. Riwayat Rekreasi
Hobbi/minat : Berkebun dan Membuat kerajinan
Keanggotaan dalam organisasi : Mengikuti kegiatan posyandu lansia
Liburan/perjalanan : Klien jarang bepergian jauh, namun setiap tahun
pulang kampung halaman suami di Tuban

F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisiotherapi : Dokter
Jarak dari rumah : 2Km
Rumah Sakit : RSUD Mawar jaraknya 12km
Klinik : Klinik Elisa jaraknya 2km
Pelayanan kesehatan di rumah : Klien mengatakan apabila sakit biasanya
klien sering berobat di Puskemas dan
kontrol kesehatan tiap bulan di Posyandu
Lansia di sekitar rumahnya.
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : -
Lain-lain : Tidak ada

G. Diskripsi kekhususan
 Kebiasaan ritual : Klien mengatakan sholat 5 waktu dan Membaca
al-qur’an serta mengikuti pengajian rutin
 Yang lainnya : Tidak ada

H. Status Kesehatan
Penyakit/masalah kesehatan saat ini :
Klien mengatakan dalam 3 hari ini merasakan nyeri punggung dan pinggang
bagian kiri, lalu rasa nyeri tersebut sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu.
Namun Ny. S tidak mempedulikannya. Ketika Ny. S memeriksakan diri ke dokter,
dianjurkan untuk tes darah dan rontgen punggung dan pinggang bagian kiri. Hasil
dari rontgen tersebut menunjukan bahwa Ny. S menderita Osteoporois.

Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu :

Klien mengatakan belum pernah menderita penyakit yang berat. sakit yang
diderita adalah pusing, batuk dan pilek. Hal yang pertama kali dilakukan jika sakit
adalah membeli obat diwarung jika tidak sembuh baru di bawa ke puskesmas.

Keluhan utama :

1. Provokative/Paliative :
Apa penyebabnya : Ny.S mengatakan nyeri timbul pada saat tubuhnya di
gerakkan dan saat melakukan aktivitas
Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Ny.S Hal-hal yang memperbaiki keadaan
klien yaitu dengan berbaring di tempat tidur atau duduk bersandar serta
mengurangi banyak aktivitas

2. Quality/Quantity :
Bagaimana dirasakan : Nyeri yang dirasakan klien pada daerah punggung dan
pinggang seperti tertusuk-tusuk.
Bagaimana dilihat : Ketika nyeri muncul klien tampak memejamkan mata
menahan nyeri, memegangi area yang sakit dan wajah tampak meringis.

3. Region :
Dimana lokasinya : Klien mengatakan nyeri yang dirasakan pada daerah
punggung dan pinggang sebelah kiri
Apakah menyebar : Klien mengatakan tidak menyebar.

4. Severity scale :
Klien mengatakan derajat nyeri pada angka 8 diukur dengan menggunakan
numerik rating scale (0-10) dan nyeri yang dirasakan sangat mengganggu
aktivitas.

5. Time :
Klien mengatakan nyeri muncul ketika klien menggerakkan tubuhnya

6. Merokok/minum kopi/alcohol :
Klien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, namun klien terkadang
mengkonsumsi kopi.

7. Suka makan asin, makan manis, tinggi purin, atau makanan berlemak :
Klien mengatakan senang mengkonsumsi makanan manis, asin, tinggi purin
dan berlemak.

8. Obat-obatan :
NO NAMA OBAT DOSIS KET
Tidak Ada Tidak Ada Tidak ada

Status imunisasi : Klien mengatakan imunisasi lengkap


Alergi : Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
a. Obat-obatan : Tidak ada
b. Makanan : Tidak ada
c. Faktor lingkungan : Tidak ada
d. Penyakit yang diderita : Tidak ada
Alat Bantu : Klien dibantu oleh anak anaknya

I. Aktivitas Hidup Sehari-hari


Indeks Katz :
Indek Katz klien adalah A yang artinya klien mandiri dalam hal makan, kontinen,
berpindah, ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi
Nutrisi :
Pola makan dan minum
 Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari
 Nafsu/selera makan : Selera makan baik
 Nyeri ulu hati : Tidak ada nyeri pada ulu hati
 Alergi : Tidak ada alergi
 Waktu pemberian makan : Pagi, siang, dan malam
 Jumlah dan jenis makanan : Nasi, lauk pauk, sayuran, dan buah
 Waktu pemberian : Sering mengkonsumsi air putih cairan/minum
yang
banyak setiap hari
 Masalah makan dan minum : Tidak ada masalah ketika makan maupun minum

Eliminasi :
BAB
 Pola BAB : 1 kali sehari.
 Karakter fases : Lembek, kekuning-kuningan.
 Riwayat perdarahan : Tidak pernah mengalami pedarahan.
 Penggunaan laksatif : Tidak pernah menggunakan laksatif.
BAK
 Pola BAK : 7-8 kali sehari.
 Karakter urin : Kuning jernih dan sedikit berbau.
 Nyeri/kesulitan BAK : Tidak ada rasa nyeri/tidak kesulitan ketika BAK

Aktivitas :
 Pemenuhan aktivitas : Semua dilakukan secara mandiri.
 Pola kegiatan diwaktu luang : Mengaji, memasak, membuat kerajinan dan
berkebun
Istirahat dan tidur :
 Waktu tidur
Klien mengatakan selama sakit durasi tidur klien lebih kurang 4 jam dalam
semalam
 Waktu bangun
Tidak menentu, terkadang klien terbangun ketika nyeri timbul.
 Masalah tidur
Klien mengatakan sulit untuk istirahat atau tidur karena nyeri yang
dirasakannya, klien tidak merasakan kepuasan dalam tidurnya dikarenakan
sering terbangun yang disebabkan dan nyeri kadang muncul.
 Hal-hal yang mempermudah tidur
Jika klien minum obat anti asam urat maka nyeri yang dirasakan berkurang
dan tidur klien nyenyak
 Hal-hal yang mempermudah bangun
Saat nyeri muncul yang membuat klien merasa tidak nyaman untuk
beristrahat.

Personal hygiene :
 Kebersihan tubuh : Bersih dan tak berbau.
 Kebersihan gigi dan mulut : Gigi dan mulut bersih dan tidak berbau.
 Jumlah gigi : 30 gigi, 2 gigi geraham bawah sudah
tercabut
 Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku tampak bersih dan rapi.

Rekreasi :
Klien jarang bepergian jauh, namun setiap tahun pulang kampung halaman suami di
Tuban

Psikologis :
1. Persepsi klien :
Klien berpersepsi bahwa penyakit yang diderita pasien sudah biasa pada usia
lanjut dan tidak terlalu menghawatirkan penyakitnya.
2. Konsep diri :
 Gambaran diri : Klien menerima seluruh bagian tubuhnya, tanpa merasa
ada yang kurang
 Ideal diri : Idealnya klien ingin sembuh, agar bisa melaksanakan
semua aktivitas.
 Harga diri : Klien cukup dihargai dilingkungan sekitar dan dalam
pengambilan keputusan.
 Peran diri : Klien berperan sebagai ibu yang memiliki empat anak,
dan
sebagai nenek bagi cucunya.
 Identitas : Klien sebagai ibu rumah tangga.
3. Emosi :
Keadaan emosi klien stabil, mampu memecahkan masalah dengan berdiskusi
pada suami, anak dan menantunya.
4. Hubungan sosial :
 Orang yang berarti :
Klien mengatakan orang yang berarti adalah suami, anak dan cucunya
 Hubungan dengan keluarga :
Hubungan klien dengan keluarga baik terlihat ketika klien sakit suami, anak
dan menantu sangat membantu klien
 Hubungan dengan orang lain :
Hubungan klien dengan orang lain baik, tampak teman klien datang kerumah
sakit klien bercerita-cerita
 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien tidak memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
5. Spiritual
 Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa Allah Yang Maha Esa atas segalanya dan hanya
kepada-Nya tempat memohon, berdoa dan sholat 5 waktu

 Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sholat 5 waktu dan membaca al-qur’an serta mengikuti
pengajian rutin setiap malam kamis

J. Tinjauan Sistem
Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis

GCS : 456

Tanda-tanda vital :

1. Tekanan darah : 130/90 mmHG


2. Nadi : 80x/menit
3. Suhu : 36,5 °C
4. Respirasi : 20x/menit
5. Tinggi badan : 155 cm
6. Berat badan : 65 Kg
Pengkajian :

1. Kepala :
 Bentuk : Simetris
 Massa : Tidak ada massa
 Distribusi rambut : Jarang
 Warna kulit kepala : Sawo matang
 Keluhan : Tidak ada keluhan
2. Mata-Telinga-Hidung :
a) Penglihatan :
 Bentuk : Simetris
 Konjungtiva : Tidak anemis
 Sklera : Putih
 Riwayat katarak : Tidak ada
 Pupil : ( ) reaksi terhadap cahaya ( + ) isokor ( ) miosis ( ) pin point
( ) midriasis

 Tanda radang : Tidak ada


 Fungsi penglihatan : Kurang baik
 Penggunaan alat bantu : Ya, Kacamata (+)

b) Pendengaran :
 Bentuk : Simetris
 Warna : Sawo matang
 Lesi : Tidak ada
 Massa : Tidak ada
 Nyeri : Tidak ada
 Nyeri tekan : Tidak ada
c) Penciuman :
 Bentuk : Simetris
 Warna : Sawo matang
 Pembengkakan : Tidak ada
 Nyeri tekan : Tidak ada
 Perdarahan : Tidak ada
 Sinus : Tidak ada
3. Mulut & Tenggorokan :
 Warna bibir : Pucat
 Mukosa : Lembab
 Warna lidah : Merah muda
 Perdarahan gusi : Tidak ada
 Karies : Tidak ada
 Gangguan bicara : Tidak ada
 Kesulitan mengunyah : Tidak ada
4. Leher :
 Kekakuan: Tidak ada kekakuan leher
 Pembesaran kelenjar thyroid : Tidak ada
 Kaku kuduk : Tidak ada
 Vena jugularis : Tidak tampak
 Keterbatasan gerak : Tidak ada
 Keluhan lain : Tidak ada
5. Jantung & Dada :
a) Jantung
 Inspeksi: Tidak tampak pulsasi ictus cordis
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL S
 Perkusi : Pekak di ICS I-V
 Auskultasi : Bunyi lub dub tunggal S1&S2
b) Paru
 Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan rongga dada simetris, tidak
ada penggunaan otot bantu
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, simetris bilateral sama kanan kiri
 Perkusi : Suara sonor
 Auskultasi : Normal Vesikuler
1. Abdomen :
 Inspeksi : Bentuk flat, tidak ada massa, tidak ada bayangan vena abdomen
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak acites
 Perkusi : Bunyi tympani
 Auskultasi : Bising usus 12x/menit
2. Ektremitas atas dan bawah (kekuatan otot, kontraktur, deformitas, edema, luka,
nyeri/nyeri tekan, pergerakan) :
 Atas : Kekuatan otot 3/3, terdapat kekakuan sendi, tidak ada pergerakan,
tidak
ada deformitas, ada edema, ada nyeri
 Bawah : Kekuatan otot 2/2, terdapat kekakuan sendi, tidak ada pergerakan,
tidak ada deformitas, ada edema, ada nyeri
3. Genetalia & Anus :
 Inspeksi : Tidak terkaji
 Palpasi : Tidak terkaji
4. Kulit & Kuku
 Kulit :
Warna kulit sawo matang, tidak ada jaringan parut, integritas kulit utuh,
acral hangat, turgor kulit <2 detik
 Kuku : (warna, lesi, bentuk, CRT)
Warna kuku merah muda, bentuk normal, CRT <2 detik

K. PENILAIAN STATUS MENTAL


1. Indeks Barthel :
Indeks Barthel klien adalah berjumlah 80 artinya Memerlukan bantuan
minimal/ringan
2. Indeks Katz :
Indek Katz klien adalah A yang artinya klien mandiri dalam hal makan,
kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi
3. Short Porteble Mental Status Questionaire (SPSMSQ) :
SPSMQ klien adalah benar berjumlah 10 dan salah 0 artinya Fungsi
intelektual utuh
4. Mini - Mental State Exam (MMSE) :
MMSE klien adalah berjumlah 29 artinya Tidak ada gangguan kognitif
5. Inventaris Depresi Beck :
Inventaris Depresi Beck klien adalah berjumlah 0 artinya klien tidak diindikasi
depresi
6. APGAR Keluarga :
APGAR klien adalah berjumlah 9 artinya Fungsi sosial lansia baik

L. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium, USG, Rontgen, MRI)

1. Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Remarks Nilai Normal

N 14 gr% Normal 14-16


Hb 11 ribu/ul Normal 4-11
Leukosit 4,76 juta/ul Normal 4,5-5,5
Eritrosit 350 ribu/ul Normal 150-450
Trombosit 42,4 gr% Normal 42-52
HMT 2,74 mg/dl Normal 3,5-5,5
Albumin 137,2 mmol/l Normal 135-148
Natrium 4,32 mmol/l Normal 3,5-5,3
Kalium 102,0 mmol/l Normal 98-107
95 gr/dl <105

2. Foto polos sendi (Rontgen)


a. Pemeriksaan cairan sendi : Dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi
b. Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density) : T-Score-3 (Penyusutan
jumlah mineral tulang dalam jaringan tulang)

No Indicators score
1. Have an illness or condotion that made change the kind and/or amount of food eat 2

2. Eat fewer than 2 meals per day 3

3. Eat few fruits or vegetables or milk products 2

4. Have 3 or more drink of beer, liquor or wine almost every day 2

5. Have tooth or mouth problems that make it hard for to eat 2

6. Not always have enough money to buy the food 4

7. Eat alone most of the time 1

8. Take 3 or more different prescribed or over the counter drugs a day 1

9. Without anting to, have lost or gained 10 pounds in the last 6 month 2

10. Not always physically able to shop, cook and/or feed myself 2
Total score
American Dietetic Association and National Council on the Aging Interpretations:
0–2 : Good
3–5 : Moderate nutritional risk
6≥ : High nutritional risk
II. ANALISA DATA
NO DATA INTERPRETASI MASALAH

(SIGN/SYMPTOM) (ETIOLOGI) (PROBLEM)


III. DIAGNOSA PRIORITAS MASALAH

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


NAMA KLIEN :
NO.REG :

NO TANGGAL DIAGNOSA TANGGAL TANDA


MUNCUL TANGAN
KEPERAWATAN TERATASI
IV. PROSES KEPERAWATAN

NO DX. KEPE- RENCANA KEPERAWATAN

RAWATAN
TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL

1 2 3 4 5
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama / Usia : Dx / No.Reg


:

No Tgl Dx Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama : __________________Ruangan : ______________________RM No. :


_____________________Dx medis : ___________________

No. Tanggal/
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dx Jam
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif


dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang
memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia.
Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih
mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian,
kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan
meningkat ( Sodoyo, 2009 ).

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut


:

1. Determinan Massa Tulang


2. Determinan penurunan Massa Tulang

Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic
dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk
tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi,
defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian
obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin,
tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih
cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada
pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut
osteoporosis.

Manifestasi osteoporosis : Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata, Rasa
sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak, Nyeri timbul mendadak.
Pemeriksaan Diagnostik : Radiologis, CT-Scan. Penatalaksanaannya dengan Diet kaya
kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon
kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang
mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat).

Diagnosa yang timbul : Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra spasme otot, deformitas tulang, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru,
Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh, Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan
program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

4.2 Saran

Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya


kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon
kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang
mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga
dan pola hidup sehat. Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013/05.  www.debyrahmad.blogspot.com

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT


Bhuana Ilmu Populer

Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal,

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai