Anggota Kelompok FG 2:
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
karunia-Nya yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan
Gerontik. Makalah membahas “Perubahan dan Pengkajian Pada Sistem Pendengaran
Lansia”. Makalah ini kami buat sebagai syarat tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gerontik pada semester genap 2018-2019.
Makalah ini disusun berdasarkan studi literatur. Penyusunan makalah ini,
penulis tentu memiliki banyak kekurangan, baik dari penulisan makalah ini maupun
dari segi isinya. Oleh karena itu, kritik dan saran akan penulis terima dengan senang
hati untuk perbaikan tugas yang akan datang.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang membantu menyusun
makalah ini. Terima kasih juga kami berikan kepada Ns. Widyatuti, SKp., MKes.,
Sp.Kom sebagai fasilitator Keperawatan Gerontik Kelas C. Akhir kata, kami
mengharapkan agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
` Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
lama, perokok pasif maupun aktif serta zat kimia. Sehingga faktor gaya hidup dan
lingkungan tersebut dapat merusak saraf-saraf pendengaran dan organ pendengaran.
Selain itu faktor-faktor lain yang dapat menurunkan fungsi pendengaran yaitu
penumpukan cerumen, medikasi, dan patologis (Korotky, 2012; Miller, 2015). Apabila
faktor-faktor tersebut hingga menyebabkan gangguan pendengaran, berbagai aspek
dapat dialami lansia sebagai dampak terjadinya gangguan fungsi pendengaran. Aspek
tersebut antara lain aspek komunikasi, aspek kualitas hidup, aspek psikososial, dan
aspek kognitif.
5
8. Apa saja pengkajian yang diperlukan untuk menilai fungsi pendengaran pada
lansia?
9. Bagaimana cara berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan
pendengaran?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perubahan fisiologis sistem pendengaran yang terjadi pada lansia.
2. Mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi fungsi
pendengaran lansia.
3. Mengetahui gangguan patologis pada sistem pendengaran yang sering terjadi
pada lansia.
4. Mengatahui dampak yang dialami lansia akibat penurunan pendengaran yang
dialaminya.
5. Mengetahui jenis pengkajian yang dapat dilakukan untuk menilai fungsi
pendengaran pada lansia.
6. Mengetahui cara berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan
pendengaran.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
gendang telinga menjadi lebih tipis dan kaku. Membran timpani juga dapat mengalami
atropi sehingga menyebabkan otosklerosis (Aspiani, 2014). Selain itu, pada tiga tulang
pendengaran terjadi kalsifikasi tulang osikular yang berdampak pada terganggunya
transmisi vibrasi suara dari membran timpani ke jendela oval. Sedangkan pada otot dan
ligamen telinga tengah menjadi lemah dan kaku. Hal ini akan berefek pada penurunan
fungsi refleks akustik (Miller, 2012).
Perubahan juga dapat terjadi pada telinga dalam dan sistem saraf auditori. Pada
telinga bagian dalam terjadi penurunan suplai darah, produksi endolimfa dan
fleksibilitas membran basal serta hilangnya sel rambut. Perubahan selanjutnya yaitu
terjadinya degenerasi pada sel ganglio spiral dan hilangnya neuron dalam nuklei
koklea. Perubahan pada telinga bagian dalam ini mengakibatkan gangguan
pendengaran degeneratif yang disebut presbikusis. Presbikusis adalah hilangnya
kemampuan atau daya pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas. Sebanyak 50% gangguan ini terjadi pada
orang dengan usia diatas 65 tahun (Aspiani, 2014). Sedangkan pada sistem saraf
auditori juga terjadi perubahan kecepatan menghantar impuls yang mengakibatkan
terjadinya gangguan pendengaran. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang berkaitan
dengan usia seperti perubahan degeneratif di telinga bagian dalam, penyempitan
meatus pendengaran dari aposisi tulang, berkurangnya suplai darah, dan perubahan
sistem saraf pusat (contohnya berkurangnya kecepatan pemprosesan informasi)
(Miller, 2012).
8
suara bising seperti, pekerjaan band, lapangan udara, pengemudi truk dan
sebagainya.
b. Perokok pasif maupun aktif
c. Zat kimia beracun
Zat kimia tersebut meliputi mercury, carbon monoxide, fuel yang dapat merusak
saraf-saraf termasuk juga saraf pada sistem pendengaran (Tabloski, 2014).
d. Kebiasaan menggunakan earphone terlalu lama
2. Impacted Cerumen
Cairan serumen pada area telinga lansia memiliki kecenderungan mudah mengeras,
hal ini dapat mengakibatkan akumulasi dalam telinga yang menghambat getaran
gelombang suara, sehingga menghambat proses mendengar (Miller, 2015).
3. Medikasi
Medikasi yang dapat mempengaruhi pendengaran antara lain quinine, furosemide,
aspirin, dan salisilat bersifat ototoksik dan dapat merusak saraf vestibular koklea
(Miller, 2015). Penggunaan obat dapat berefek sama pada orang dewasa tetapi
memiliki dampat yang lebih berat pada lansia dalam jangka panjang.
4. Patologis
Faktor patologis dipengaruhi juga dengan faktor keturunan memiliki resiko yang
tinggi dalam penurunan fungsi dengar pada usia lebih dari 65 tahun (Adams-
Wendling & Pimple, 2012). Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan patologis
otosklerosis. Otosklerosis merupakan kelainan yang dapat turun temurun, yang
diakibatkan ankilosis (kekakuan) pada tulang yang menghubungkan stapes dan
ovals yang mengakibatkan penuruna kemampuan mendengar suara lembut dan
rendah (Miller, 2015).
9
bagian tengah sehingga mengganggu mekanisme konduksi suara diklasifikasikan
sebagai gangguan pendengaran konduktif (conductive hearing losses), sedangkan
kerusakan yang terjadi pada bagian dalam telinga sehingga mengganggu struktur saraf
dan sensori dapat diklasifikasikan sebagai gangguan pendengaran sensori neural
(sensorineural hearing losses) (Miller, 2012; Tabolski, 2014).
10
Gangguan pendengaran ini berhubungan dengan faktor risiko seperti faktor usia
pada lansia yang menyebabkan adanya perubahan pada telinga bagian dalam sehingga
menyebabkan gangguan degeneratif yang disebut Presbycubis (Tabloski, 2014).
Ketika seorang lansia menderita gangguan prebyscubis ini, ia akan mengalami
kesulitan dalam memahami ucapan yang diutarakan oleh orang lain. Hal ini disebabkan
oleh tidak terdengarnya bunyi konsonan, sehingga kalimat yang didapat pun sulit untuk
dipahami, seperti yang sering terjadi pada perempuan maupun anak-anak yang
memiliki frekuensi suara yang tinggi sehingga akan sulit untuk di dengar oleh lansia.
Adapun dalam Miller (2012), gangguan prebyscubis ini dapat diklasifikasikan menjadi
4 jenis berdasarkan gangguan pada struktur spsifik, yaitu sebagai berikut:
Tinnitus adalah masalah kesehatan yang banyak dialami oleh lansia. Tinnitus
didefinisikan sebagai sebuah persepsi suara berdenging pada salah satu atau kedua
telinga (Miller, 2012). Keadaan ini seringkali merujuk pada “ringing in the ears” atau
11
kuping berdengung. Tinnitus diklasifikasikan ke dalam dua kategori: objektif dan
subjektif (Tabloski, 2014).
Lansia dengan Tinnitus objektif mendengar suara berdenyut yang disebabkan oleh
turbulensi aliran darah dalam telinga; mengklik atau berdengung dengan nada rendah
yang mengindikasikan otot-otot dalam telinga kejang (Miller, 2012).
Lansia dengan Tinnitus subjektif mempersepsikan suara ketika tidak ada stimulus
suara yang sebenarnya, umumnya disebabkan oleh penggunaan obat, infeksi, kondisi
neurologis, dan gangguan yang berkaitan dengan gangguan pendengaran (McPhee &
Papadakis, 2011 dalam Tabloski, 2014). Menurut Tabloski (2014) obat-obatan yang
dapat memicu Tinnitus terdiri dari 1) Aminoglycoside antibiotics
(gentamicin&erythromycin): ototoxic, tinnitus, 2) Antineoplastics (cisplatin): ototoxic,
3) Loop diuretics (furosemide): ototoxic, 4) Baclofen: tinnitus, 5) Propranolol
(Inderal): tinnitus dan hearing loss. Riwayat menyeluruh termasuk deskripsi lengkap
dari suara sangat penting dikaji untuk membantu menentukan penyebab Tinnitus.
Kondisi yang mungkin menyebabkan Tinnitus harus ditangani (misalnya,
menghentikan obat yang diduga sebagai sumber Tinnitus atau mengobati infeksi).
12
3. Wearable sound generators adalah sebuah alat yang digunakan di telinga
dengan suara lembut yang membantu mengatasi Tinnitus, namun dengan
masking sound yang cukup rendah dibandingkan alat lainnya. Umummnya
masking sound pada Wearable sound generators diatur sedikit lebih keras dari
suara Tinnitus yang timbul.
4. Tabletop sound generators digunakan untuk membantu klien Tinnitus
berelaksasi atau tidur. Alat ini ditempatkan di dekat tempat tidur, klien dapat
mengatur suara yang diinginkan seperti suara gelombang, air terjun, dan suara
menyenangkan lainnya. Alat ini akan sangat membantu klien dengan Tinnitus
ringan untuk tidur dengan nyaman.
13
2.5 Pengkajian Pada Sistem Pendengaran Pada Lansia
Menurut Miller (2012), pengkajian keperawatan yang dilakukan untuk menilai
penurunan fungsi dengar pada lansia harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi kemampuan pendengaran
2. Kondisi penurunan pendengaran saat ini
3. Dampak dari penurunan pendengaran terhadap keamanan dan kualitas hidup
4. Peluang meningkatkan kemampuan pendengaran
5. Penghalang implementasi intervensi
Faktor-faktor di atas perlu untuk diperhatikan dalam membantu lansia
mengimbangi penurunan pendengarannya. Pengkajian yang dapat dilakukan perawat
untuk menilai kualitas pendengaran lansia dapat dilakukan dengan wawancara,
mengamati perilaku isyarat, dan melakukan tes pendengaran dengan alat bantu (Miller,
2012).
1. Wawancara
Pertanyaan wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang faktor
risiko saat ini dan masa lalu, kesadaran lansia dan pengakuan gangguan pendengaran,
dampak psikososial dari penurunan pendengaran, dan sikap yang mungkin
mempengaruhi intervensi promosi kesehatan. Wawancara untuk menilai pendengaran
dapat dimulai dengan pertanyaan tentang riwayat keluarga dengan gangguan
pendengaran dan riwayat lansia kontak dengan suara keras yang telalu lama. Perawat
juga perlu identifikasi riwayat obat-obatan ototoksik sebagai faktor risiko. Perawat
dapat berdiskusi dengan lansia hal-hal apa saja yang mempengaruhi penurunan
pendengaran, apabila pasien tidak menyadari bahwa lansia mengalami penurunan
pendengaran padahal lansia didapati penurunan ketajaman pendengaran. Instruksikan
pasien untuk menengok ke arah kanan atau kiri dan menanyakan apakah lansia mampu
mendengar lebih baik di salah satu telinga (Miller, 2012).
Perawat dapat menanyakan kegiatan sosial apa yang dijalani oleh klien untuk
menggali informasi mengenai dampak psikososial, apabila tidak didapati tanda-tanda
penurunan fungsi dengar ajukan pertanyaan mengenai gaya hidup untuk mengkaji
masalah pendengarannya. Lansia yang tidak menyadari adanya penurunan fungsi
14
dengar perawat dapat mengajukan pertanyaan perubahan yang terjadi dalam hubungan
sosial dan pekerjaan. Selama wawancara, perawat perlu melihat respon klien terhadap
penurunan pendengaran dan alat bantu pendengaran (Miller, 2012). Respon ini
diperlukan untuk mengkaji penerimaan klien terhadap intervensi yang diberikan.
Perawat juga perlu mengkaji perilaku atau pandangan klien yang dapat
menghalangi intervensi agar perawat dapat merencanakan intervensi edukasi kesehatan
untuk menangani kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat. Sebagai contoh,
lansia mungkin menganggap alat bantu dengar itu mahal dan minim penggunaan serta
manfaatnya atau lansia merasa malu menggunakannya. Selain itu, klien juga mungkin
tidak tahu bagaimana cara merawat alat bantu dengar. Penolakan penggunaan alat
bantu dengar biasanya karena permasalahan biaya atau motivasi lansia untuk
berkomunikasi (Miller, 2012).
Metode pengkajian HHIE-S (Hearing Handicap Inventory for the Elderly)
adalah kuisioner yang berisi 10 item pertanyaan yang diberikan kepada lansia dalam
waktu sekitar 5 menit. Kuisioner ini digunakan oleh lansia dengan kognitif yang utuh
dan penelitian menemukan bahwa kuisioner ini adalah alat yang valid untuk mengukur
hasil klinis. Pertanyaan tersebut membantu mengkaji kondisi penurunan pendengaran
dan akibat yang ditimbulkannya. Berikut merupakan daftar pertanyaan HHIE-S yang
diambil dari Miller (2012):
2. Pengamatan Isyarat Perilaku
Isyarat perilaku terkait dengan gangguan pendengaran memberikan informasi
penting tentang adanya gangguan pendengaran, konsekuensi psikososial akibat
gangguan fungsi dengar, dan sikap lansia terhadap alat bantu. Lansia yang menyangkal
defisit pendengaran yang telah diperhatikan orang lain, maka tingkah laku lansia
menjadi sumber penting untuk mendapat informasi penilaian. Menurut Miller (2012)
arahan pengkajian tingkah laku lansia dapat dilihat di bawah ini:
Perilaku isyarat Perilaku isyarat
Perilaku isyarat akibat defisit
akibat dampak mengenai penggunaan
pendengaran
psikososial alat bantu dengar
15
Tidak merespon pertanyaan, Upaya Tidak
terlebih jika tidak ada gerakan menghindar dari menggunakan alat
bibr yang jelas kelompok yang telah dibeli
Tidak mampu mengikuti Kurangnya Tidak
arahan secara verbal dan tanpa ketertarikan mengusahakan
isyarat terhadap aktivitas penggantian baterai
Waktu konsentrasi singkat dan jika sudah mati
mudah terdistraksi Ekspresi malu
Sering meminta pengulangan ketika
atau penjelasan lebih ketika menggunakan alat
berkomunikasi verbal tersebut
Mengamati orang yang
berbicara
Mengamati gerak bibir orang
yang berbicara
Mendekatkan salah satu
telinga ke arah orang yang
sedang bicara
Jarak yang sangat dekat
dengan orang yang bicara
Respon minim terhadap suara-
suara dari lingkungan sekitar
Perkataan keras dan artikulasi
tidak jelas
Karakter suara yang tidak
normal, seperti monoton
Mispersepsi, terkadang
mengira bahwa orang lain
16
sedang berbicara tentang
dirinya
17
keras di satu telinga, ini mungkin menunjukkan penurunan pendengaran
konduktif unilateral di telinga tersebut. Lansia dengan gangguan neurosensori
tidak akan mendengar suara apa pun, dan suara hanya terdengar di telinga
kontralateral (Tabolski, 2014; Miller, 2012).
c. Tes Rinne
Tes Rinne melibatkan penempatan garpu tala pada tulang mastoid untuk
menilai konduksi tulang. Klien diminta untuk menutup satu telinga memberi
tahu perawat ketika klien tidak dapat lagi mendengar suara, dan garpu tala
kemudian ditempatkan di sebelah telinga untuk mengukur konduksi udara.
Suara yang dapat didengar ketika garpu tala di udara maka hasil tes dikatakan
positif. Dapat disimpulkan bahwa, konduksi udara lebih baik daripada konduksi
tulang. Tes negatif terjadi apabila klien tidak mendengar garpu tala di udara,
hal ini menunjukkan adanya gangguan konduksi pada telinga (Tabolski, 2014;
Miller, 2012).
18
Komunikasi pada lansia yang tidak menggunakan alat bantu pendengaran dapat
menggunakan beberapa strategi. Perawat dapat memperhatikan penggunaan strategi
seperti tidak mengejutkan lansia saat memulai percakapan, berkomunikasi ketika
pasien sudah siap, mengeliminasi gangguan dan suara bising, berfokus pada
kemampuan pasien, memilih topik yang menarik untuk pasien, gunakan berbagai
macam kata untuk mendeskripsikan sesuatu sehingga arti dari kalimat dapat dipahami
dan jelas, bertanya dengan satu pertanyaan yang jelas dan spesifik dalam satu waktu,
gunakan gambar dan gestur untuk kalimat tertentu atau penting, memperhatikan
emosional pasien saat berkomunikasi, menyampaikan pesan dengan sederhana dan
ulangi jika diperlukan, tidak menyela pasien saat mengutarakan perasaannya, berbicara
perlahan, serta menyakinkan apakah pasien membutuhkan hal lain ketika selesai
berbicara atau saat perawat akan meninggalkan ruangan (Williams, 2016).
Komunikasi yang sudah efektif dapat diintegrasikan dalam peran perawat yang
meliputi peran sebagai pemberi asuhan, advokat, edukator, koordinator, kolaborator,
konsultan, peneliti, dan pembaharu (Masters, 2018). Peran yang dilakukan tersebut
meliputi kegiatan menjelaskan prosedur, inform consent, memberikan edukasi
kesehatan, memberikan informasi pilihan yang disesuaikan dengan kemampuan fisik
atau ekonomi pasien, melakukan koordinasi sesama teman sejawat untuk mencegah
error, dan melakukan kolaborasi dengan bidang profesi kesehatan lain untuk
meningkatkan kualitas kesehatan pasien. Salah satu contoh, perawat dalam
menjalankan peran sebagai advokat dan konsultan dalam menjelaskan dan memberikan
informasi pilihan pengobatan pada lansia dengan gangguan pendengaran dapat
mengupayakan agar lansia dapat memahami informasi dengan menuliskan catatan
kecil untuk lansia serta melibatkan keluarga pasien agar informasi yang disampaikan
menjadi lebih jelas.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendengaran merupakan salah satu indra yang penting, tak terkecuali bagi lansia.
Seiring dengan bertambahnya usia terjadi banyak perubahan pada lansia, termasuk juga
perubahan dalam sistem sensori khususnya pendengaran. Pendengaran lansia akan
mengalami penurunan, dan hal tersebut bias terjadi secara fisiologis, maupun patologis.
Berdasarkan fisiologis terdapat perubahan sturuktur dimana gendang telinga tidak
seelastis pada orang dewasa, dan penumpukan serosa yang mana dapat mengakibatkan
obstruksi yang menghambat proses mendengar. Adapun beberapa hal yang dapat
mengakibatkan penurunan fungsi dengar seperti paparan akan suara berintensitas
tinggi, juga gaya hidup seperti merokok yang dapat merusak saraf.
Banyaknya dampak yang dapat diakibatkan oleh kehilangan fungsi dengar pada
lansia maka perlulah perawat sebagai tenaga kesehatan untuk mengkaji fungsi
pendengaran lansia. Pengkajian dengar pada lansia dapat dilakukan dengan
wawancara, analisa prilaku, ataupun dengan alat bantu seperti garpu tala. Mengetahui
penurunan yang tinggi kemungkinan terjadi pada lansia, maka dalam berkomunikasi
dengan lansia seorang perawat yang baik harus menggunakan teknik yang tepat dengan
suara yang cukup keras, intonasi yang lebih lambat, serta artikulasi yang jelas. Dengan
mengenali perubahan pada pendengaran lansia maka perawat dapat memahami serta
20
membantu lansia menyesuaikan dengan keadaannya sehingga menghindari dampak
negatif yang tidak diharapkan.
3.2 Saran
Makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca khususnya mahasiswa calon
perawat masa depan untuk lebih memahami perubahan sistem sensori pendengaran
pada lansia. Peningkatan serta pemahaman akan perubahan pada lansia harus digali
sehingga mahasiswa dapat memperbanyak ilmu dan dapat meningkatkan
keterampilannya. Dengan demikian perawat dapat menjadi role model yang baik pada
klinnya khusunya pasien lansia. Semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa
dalam mempelajari perubahan sensori pada lansia, kritikdan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan sehingga kedepan kami dapat menghasilkan
makalah yang lebih baik lagi.
21
DAFTAR PUSTAKA
22