Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN


MASALAH IMPECUNITY/POVERTY
(PENURUNAN/TIADA PENGHASILAN)

Oleh:

Mohamad Toha Mansur


NIM. 3720190043

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
LANJUT USIA (LANSIA) DENGAN MASALAH IMPECUNITY/POVERTY
(PENURUNAN/TIADA PENGHASILAN)

A. Definisi Impecunity pada Lansia


Impecunity atau yang dalam bahasa Indonesia berarti kemiskinan merupakan suatu
kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata
pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan dirinya
(Suryawati, 2005). Pada konteks kemiskinan yang dialami oleh lansia maka hal penting
yang harus dipertanyakan adalah mengapa lansia bisa sampai mengalami kemiskinan.
Berbagai teori telah menyebutkan dan fakta telah membuktikan bahwa ketika
seseorang memasuki usia lanjut maka akan terjadi proses penurunan fungsi tubuh.
Penurunan fungsi tubuh tersebut dapat memengaruhi produktivitas lansia ketika bekerja.
Sehingga fenomena yang terjadi pada lansia adalah adanya fase pension baik bagi
pekerja formal maupun informal. Pada lansia pekerja formal terdapat sistem batasan
usia maksimum seseorang dipekerjakan sehingga ia akan diberhentikan dari
pekerjaanya. Sedangkan orang dengan pekerjaan informal (misal berdagang) memang
tidak ada pensiun atau pemberhentian bekerja namun penurunan fungsi tubuh seiring
bertambahnya usia pasti akan memaksa seseorang untuk menurunkan intensitas
pekerjaannya atau justru menghentikannya sendiri.
Miller (2009) mengemukakan bahwa fase berhenti kerja atau pensiun pasti akan
dialami oleh seluruh lansia dan pada saat itu mengakibatkan pendapatan (uang) menurun
serta perubahan peran dan status sosial. Pada fase tersebut tugas lansia adalah harus
mampu beradaptasi dengan masa pensiun dan penurunan pendapatan yang terjadi
(Rosdahl dan Kowalski, 2012).
Dari uraian diatas maka dapat penulis tarik kesimpulan bahwa impecunity pada
lansia adalah suatu kondisi dimana lansia mengalami penurunan atau bahkan kehilangan
pendapatan dikarenakan ketidakmampuan lansia untuk bekerja secara produktif karena
perubahan fungsi tubuh yang terjadi.

B. Perubahan Fisik Lansia yang Berhubungan dengan Impecunity


Berikut beberapa perubahan pada lansia serta dampak yang terjadi yang karenanya
lansia dapat dikatakan sudah tidak memenuhi lagi kriteria untuk bekerja secara produktif
sehingga terjadi penurunan pendapatan:
1. Penurunan penglihatan, akan mengakibatkan kesulitan dalam beraktivitas
sehari-hari, berisiko jatuh, dan kecelakaan/insiden lainnya (Wang, C.W., et
al., 2014).
2. Demensia/penurunan daya ingat, akan menyebabkan lansia butuh
pendampingan dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan instrumental
(bepergian, mencuci, menelepon, dan lain sebagainya) dan pemenuhan
kebutuhan dasar (Ananta & Wulan, 2011).
3. Penurunan kekuatan otot, akan menyebabkan lansia kesulitan melakukan
2

kegiatan fungsional seperti kemampuan mobilitas dan aktivitas perawatan


diri (Utomo, 2010).
4. Penurunan pendengaran, berisiko tinggi terjadi kesalahan dalam
berkomunikasi (Ciorba, et al., 2012).

C. Faktor Lain Penyebab Ketidaklayakan Bekerja pada Lansia


Menurut Turner dan Helms (1995) lansia sudah tidak layak dipekerjakan karena:
1. Pekerja lanjut usia adalah pekerja yang lambat dalam bekerja, kurang
(bahkan tidak dapat) memenuhi persyaratan standar produktivitas yang
ditentukan perusahaan.
2. Pekerja lanjut usia banyak yang tidak fleksibel, sulit dilatih dan
dikembangkan karena mereka sulit untuk dapat menerima perubahan.
3. Gaji pekerja lanjut usia akan menambah beban perusahaan yang rasionya
sudah tidak realistis lagi dengan peningkatan kinerjanya.

D. Dampak Impecunity pada Lansia


1. Dampak Bagi Lansia itu Sendiri
Penurunan penghasilan bagi lansia akan menyebabkan stres dan depresi
(Kurniasih, 2013). Selain itu lansia yang cenderung benar-benar tidak melakukan
kegiatan apa-apa setelah pensiun juga berisiko tinggi mengalami depresi (Hayati
dan Nurviyandari, 2013). Bahkan pada lansia laki-laki dapat terjadi gangguan
konsep diri dikarenakan perannya sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah
tidak lagi berjalan optimal (Lee & Smith, 2009).
2. Dampak Bagi Pembangunan Sosial-Ekonomi
Orlicka (2015) dalam studinya menjelaskan bahwa peningkatan populasi
usia lanjut dan kemiskinan yang terjadi pada lansia dapat berdampak pada
pembangunan ekonomi bagi pemerintah. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Dethier et al. (2011) turut mendukung dengan menjabarkan terdapat korelasi
antara berapa jumlah uang pensiun yang didapat seorang lansia dengan tingkat
kemiskinan dan kesejahteraan suatu wilayah.

E. Peran Perawat pada Lansia yang Mengalami Impecunity


1) Memberikan Pelayanan Konseling
Lansia yang mengalami penurunan pendapatan cenderung akan mudah stres
dan depresi. Ketika hal itu terjadi maka perawat harus menggunakan teknik
komunikasi terapeutik yang tepat untuk memberikan intervensi keperawatan.
Perawat harus menjadi pendengar yang baik, menunjukkan sikap empati,
menggali kemampuan yang masih dimiliki lansia, memotivasi, dan memberi
pujian pada kegiatan tercapai yang dilakukan.
2) Mengadakan Pelatihan/Terapi Okupasi
Perawat di era globalisasi dituntut untuk dapat terampil dan kreatif dalam
berbagai bidang. Karena keterampilan dan tingkat kreativitas seorang perawat
dapat menjadi role model dan ditularkan pada kliennya. Pada kasus ini, perawat
3

dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan yang masih bisa dilakukan oleh


lansia untuk kemudian dijadikan sebuah wirausaha guna menambah penghasilan.
Selain itu terapi okupasi juga dapat meningkatkan persepsi kebermaknaan hidup,
mengurangi stres, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan produktivitas
lansia (Kaharingan et al., 2015; Ponto et al., 2015; Umah, 2012). Contoh:
pemberdayaan lansia untuk membuat anyaman, crafting, atau pembudidayaan
TOGA.
3) Advokasi Asuransi Kesehatan Pemerintah
Bagi lansia-lansia yang tidak memiliki asuransi kesehatan sedang ia dalam
kondisi miskin, maka perawat wajib mengadvokasi dari mulai memberikan
penyuluhan hingga membantu pendaftaran asuransi kesehatan pemerintah tersebut
agar jika lansia sakit maka tidak akan terlalu dibebani secara finansial.
4

Usia lanjut: perubahan fungsi tubuh pada lansia

Penurunan penglihatan: Demensia/penurunan daya ingat: Penurunan kekuatan otot dan tulang Penurunan pendengaran: risiko
kesulitan beraktifitas, mudah lupa, sulit fokus rapuh: risiko jatuh, tidak kuat berdiri miss komunikasi dalam bekerja
kesulitan membaca, risiko lama, tidak kuat mengangkat barang
jatuh, mata mudah lelah berat, gerakan lamban

Penurunan produktivitas bekerja

Kejadian sakit pada diri


sendiri/keluarga

Pembiayaan tidak optimal,


tidak ada asuransi

Pengobatan/terapi tidak efektif

MK: Manajemen Kesehatan


Keluarga Tidak Efektif MK: Koping Tidak Efektif
5

F. WOC Impecunity pada Lansia

Pensiun/pemberhentian kerja

Penurunan pendapatan, kebutuhan sehari-hari kurang Lansia laki-laki sebagai kepala


terpenuhi keluarga tidak dapat memenuhi
kebutuhan keluarga

Kemiskinan/Impecunity/Poverty
MK: Gangguan Konsep Diri:
Penampilan Peran Tidak Efektif

Ketidakadekuatan sistem pendukung


dan strategi koping
6

F. Konsep Teori Carol A. Miller (Alligood, 2014; Miller, 2012)


1. Filosofi Teori
Model teori yang diperkenalkan oleh Carol disebut teori konsekuensi fungsional
untuk promosi kesehatan bagi lansia (Functional Consequences Theory for Promoting
Wellness in Older Adults). Perawat dapat menggunakan model keperawatan ini di berbagai
situasi dimana tujuan dari keperawatannya ialah promosi kesehatan bagi lansia. Teori ini
dikembangkan untuk menjelaskan pertanyaan seperti: apakah keunikan dari promosi
kesehatan untuk lansia? dan bagaimana penerapan keperawatan untuk kebutuhan
kesehatan bagi lansia?.
2. Terminologi dalam Teori
The Functional Consequences Theory terdiri dari teori tentang penuaan, lansia, dan
keperawatan holistik. Konsep domain keperawatan adalah orang, lingkungan, kesehatan,
dan keperawatan dihubungkan bersama secara khusus dalam kaitannya dengan lansia.
a. Functional Consequence
Mengobservasi akibat dari tindakan, faktor risiko, dan perubahan terkait usia
yang mempengaruhi kualitas hidup atau aktivitas sehari-hari dari lansia. Efek
tersebut berhubungan dengan semua tingkat fungsi, termasuk tubuh, pikiran, dan
semangat. Konsekuensi fungsional yang positif atau negatif adalah efek-efek yang
bisa diamati dari tindakan, faktor risiko dan perubahan terkait umur yang
mempengaruhi kualitas hidup atau kegiatan sehari-hari dari lansia. Faktor-faktor
risiko bisa berasal dari lingkungan atau berasal dari pengaruh fisiologi dan
psikososial. Dampak-dampak fungsional positif ketika mereka membantu level
performa tertinggi dan jumlah ketergantungan yang paling kecil. Sebaliknya mereka
negatif ketika berinterferensi dengan level fungsi atau kualitas hidup seseorang.
b. Negative Functional Consequences
Hal-hal yang menghambat fungsi dari lansia atau kualitas hidup dari lansia.
Dampak-dampak fungsional negatif biasanya terjadi karena kombinasi perubahan
terkait usia dan faktor-faktor resiko yang dijelaskan dalam contoh gangguan
performa visual. Hal ini juga bisa disebabkan oleh intervensi, di mana kasus
intervensi menjadi faktor-faktor resiko. Misalnya, konstipasi yang berasal dari
penggunaan obat analgesik adalah contoh dari konsekwensi fungsional negatif yang
disebabkan oleh sebuah intervensi. Dalam kasus ini obat merupakan intervensi untuk
nyeri dan faktor resiko untuk gangguan fungsi pencernaan.
c. Positive Functional Consequences (Wellness Outcomes)
Hal-hal yang memfasilitasi tingkat tertinggi fungsi dari lansia secara baik, sedikit
ketergantungan, dan kualitas hidup terbaik. Konsekuensi fungsional positif bisa berasal dari
tindakan tooatmis atau intervensi sengaja. Seringkali lansia membawa dampak fungsional positif
ketika mereka mengompensasi perubahan-perubahan terkait usia dengan atau tanpa maksud
sadar. Misalnya seorang lansia mungkin meningkatkan jumlah cahaya untuk membaca atau
mulai menggunakan kacamata tanpa menyadari bahwa tindakan tersebut mengompensasi
perubahan-perubahan terkait umur. Misalnya seorang wanita mungkin memandang
ketidakmampuan post menopausal untuk menjadi hamil sebagai efek positif penuaan.
Akibatnya, hubungan seksual mungkin lebih memuaskan pada masa lansia.

View publication stats


7

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


PADA KLIEN LANSIA DENGAN IMPECUNITY

A. Pengkajian Fokus
1. Data Demografi
a. Jenis Kelamin
Laki-laki yang mengalami penurunan pendapatan cenderung berisiko depresi lebih tinggi
dibandingkan perempuan karena laki-laki merupakan kepala keluarga yang mempunyai
peran besar dalam keluarga (Lee dan Smith, 2009).
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan lansia dapat mempengaruhi pendapatan uang pensiunan dan
mekanisme koping yang dilakukan (Hayati, 2014).
c. Anggota Keluarga
Kaji berapa jumlah anggota keluarga inti dan berapa orang yang sekiranya masih dalam
masa pembiayaan klien.
d. Pekerjaan Terdahulu dan Penghasilan
Pekerjaan lansia sebelum pensiun/berhenti bekerja perlu dikaji. Tidak semua pekerjaan
apalahi yang bukan pegawai akan dapat uang pensiun. Selain itu jumlah uang pensiunan
juga dapat memengaruhi tingkat stress dan depresi lansia (semakin rendah jumlah uang
pensiun yang diterima maka semakin tinggi tingkat stress dan depresi) (Kurniasih, 2013).

2. Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang


Perlu dikaji terkait penyakit yang pernah diderita untuk memprediksi apakah lansia
tersebut dapat terserang penyakit yang sama lagi dikemudian hari atau justru menderita
komplikasi akibat penyakit primernya terdahulu. Hal tersebut berkaitan dengan pembiayaan yang
mungkin akan dibebankan pada lansia apalagi jika lansia tersebut tidak memiliki keanggotaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif (head to toe/per sistem) wajib dilakukan meski
tidak ada keluhan berarti yang dirasakan lansia guna mengantisipasi penyakit degeneratif.

B. Diagnosa Keperawatan yang Dapat Muncul


1. Koping Tidak Efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan sistem pendukung/strategi
koping (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, D.0096, Kategori: Psikologis,
Subkategori: Integritas Ego)
2. Penampilan Peran Tidak Efektif berhubungan dengan faktor ekonomi (Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia, D.0125, Kategori: Relasional, Subkategori:
Interaksi Sosial)
3. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan kesulitan ekonomi
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, D.0115, Kategori: Perilaku, Subkategori:
Penyuluhan dan Pembelajaran)

View publication stats


8

C. Tujuan, Kriteria Hasil, dan Intervensi Keperawatan

Referensi Berdasaekan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
NIC/Evidence Based
Keperawtan Hasil/NOC Keperawatan
Practice
Koping Tidak Setelah dilakukan 1) Bina hubungan Intervensi nomor 1, 2, 3,
Efektif b.d. tindakan saling percaya 4: merupakan standar
ketidakade- keperawatan dengan klien intervensi yang ada
pada NIC.
kuatan sistem selama…..x….jam, dan/atau keluarga
pendukung/ klien mampu 2) Berikan kesempatan Intervensi nomor 5:
strategi koping menghadapi klien untuk studi yang dilakukan
permasalahan yang mengungkapkan oleh Surbakti (2008)
dihadapi dengan perasaannya, bantu mengungkapkan
menggunakan klien identifikasi bahwa lansia pensiun
mekanisme koping Stressor yang mempunyai
tingkat depresi rendah
adaptif yang 3) Berikan dukungan
ternyata menggunakan
ditunjukkan pada klien apabila strategi koping adaptif
dengan: telah yang berorientasi ego
1) Ekspresi wajah mengungkapkan yaitu dengan rutin
klien tampak perasaanya melaksanakan dan
tenang, tidak 4) Ajarkan alternative menjadwalkan
cemas koping yang hobi/kesukaannya dan
berupaya untuk
2) Klien konstruktif
meningkatkan
mengungkapkan 5) Ajarkan klien untuk religiusitas dengan
dengan verbal menggunakan membiasakan diri
tentang perasaan strategi koping selalu mengadu dan
yang lebih baik. berorientasi ego berdoa kepada Tuhan
3) Klien yaitu dengan YME apabila ada
menunjukkan memfasilitasi dan masalah.
perilaku yang menjadwalkan Intervensi nomor 6:
konstruktif dalam secara berkala klien Suprapto (2013) dalam
kegiatan sehari- melakukan hobinya studinya memaparkan
hari serta membantu bahwa konseling
klien untuk logoterapi dapat
meningkatkan meningkatkan
kebermakanaan hidup
religiusitas, latih
pada lansia.
klien untuk
senantiasa berdoa
dan mengadu
kepada Tuhan
YME setiap kali
ada masalah.
Gunakan

View publication stats


9

pendekatan
konseling logo
terapi
Penampilan Setelah dilakukan 1) Diskusikan dengan Intervensi nomor 1 dan
Peran Tidak tindakan keperawatan klien hal-hal apa 2: merupakan standar
Efektif b.d. selama…..x….jam, saja yang masih intervensi yang ada pada
faktor ekonomi klien mampu dapat dilakukan NIC.
menerima diri dan sekiranya Intervensi nomor 3:
terhadap peran yang menghasilkan. Penelitian yang
diembannya karena 2) Bangun dilakukan oleh
kondisinya yang kepercayaan diri Kaharingan et al. (2015)
sekarang ditunjukkan klien dengan menunjukkan bahwa
dengan: memberi motivasi kegiatan terapi okupasi
1) Klien dan pujian yang diajarkan kepada
mengungkapkan 3) Ajarkan suatu lansia membuat lansia
secara verbal keterampilan semakin memaknai dan
tentang okupasi pada lansia menghargai hidup.
kepuasannya
sekarang
menjalani peran
dalam keluarga
2) Klien mampu
menjalani
perannya saat ini
dengan strategi
koping yang
adaptif
Manajemen Setelah dilakukan 1) Anjurkan keluarga Intervensi nomor 1:
Kesehatan tindakan keperawatan untuk mendukung lansia penelitian yang
Keluarga selama…..x….jam, senantiasa dilakukan Wulandhani,
Tidak Efektif klien mampu memeriksakan et al. (2014)
b.d. kesulitan menunjukkan kesehatannya secara menunjukkan bahwa
ekonomi kemampuan rutin semakin tinggi
mengatur kesehatan 2) Advokasi klien untuk dukungan keluarga
keluarga dengan mendapatkan maka semakin
efektif menggunakan pembiayaan apabila termotivasi lansia
kemampuan/sumber belum mempunyai untuk memeriksakan
daya yang tersedia keanggotaan asuransi kesehatannya.
yang ditunjukkan kesehatan pemerintah
dengan: 3) Berikan pendidikan Intervensi nomor 2:
1) Klien dan keluarga kesehatan terkait merupakan standar
menunjukkan pemanfaatan pelayanan intervensi yang ada di
perilaku hidup posyandu lansia, risiko NIC.
bersih dan sehat kesehatan lansia dan

View publication stats


10

secara rutin. pencegahannya, serta Intervensi nomor 3: hasil


2) Klien dan keluarga penyakit umum yang studi Yuliani
berpartisipasi aktif sering terjadi di (2015) menunjukkan
dalam kegiatan masyarakat bahwa pendidikan
kesehatan di kesehatan berpengaruh
masyarakat terhadap peningkatan
(posyandu, kerja partisipasi klien lansia ke
bakti, senam, dan posyandu lansia.
lain sebagainya)

View publication stats


11

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R., 2014. Nursing Theorist and Their Work. USA: Elsevier Health Sciences.

Ananta, L. A. W. & Wulan, R., 2011. Pola Aktivitas Sehari-Hari pada Pasien Demensia di Instalasi
Rawat Jalan RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS Baptis Kediri, 4(2).

Bulechek, G., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th ed. Missouri: Elsevier Mosby.

Ciorba, A., Bianchini, C., Pelucchi, S. & Pastore, A., 2012. The Impact of Hearing Loss on The
Quality of Life of Elderly Adults. Clinical Interventions in Aging, Volume 7, pp. 159-163.

Dethier, J. J., Pestieau, P. & Ali, R., 2011. The Impact of A Minimum Pension on Old Age Poverty
and Its Budgetary Cost: Evidence from Latin America. Revista de Economia del Rosario, 14(2),
pp. 135-163.

Ermawati & Sudarji, S., 2013. Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia.
Psibernetika Universitas Bunda Mulya, 6(1).

Hayati, R. & Nurviyandari, D., 2014. Depresi Ringan pada Lansia Setelah Memasuki Masa Pensiun.
Depok: Skripsi Universitas Indonesia.

Jayanti, Sedyowinarso & Madyaningrum, 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Depresi
Lansia di Panti Werdha Wiloso Wredho Purworejo. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2), pp. 133-
138.

Kaharingan, E., Bidjuni, H. & Karundeng, M., 2015. Pengaruh Penerapan Terapi Okupasi Terhadap
Kebermaknaan Hidup pada Lansia di Panti Werdha Damai Ranamuut Manado. ejournal
Keperawatan (e-Kp), 3(2).

Kane, R. L., Ouslander, J. G. & Abrass, I. B., 1999. Essentials of Clinical Geriatrics. 4th ed. New
York: McGraw-Hill, Health Professions Division.

Klatz, R. & Goldman, R., 2007. The Official Anti Aging Revolution: Stop the Clock, Time is on Your
Side for a Younger, Stronger, Happier You. 4th ed. United States: Basic Health Publications, Inc.

Kunaifi, A., 2009. Hubungan Tingkat Kepuasan Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi Lansia di
Panti Werdha Surabaya. Surabaya: Skripsi Universitas Airlangga.

Kurniasih, D., 2013. Stres dan Strategi Coping Lansia pada Masa Pensiun yang Berstatus Pegawai
Negeri Sipil di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Yogyakarta: Skripsi Universitas
Negeri Yogyakarta.
Lee, J. & Smith, J. P., 2009. Work, Retirement, and Depression. J Popul Ageing, Volume 2, pp. 57-71.

Maryam, R. S., 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

View publication stats


12

Menteri Negara Sekretaris Negara RI, 1998. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Miller, C. A., 2009. Nursing for Wellness in Older Adults. US: Lippincott Williams & Wilkins.

Moorhead, S., 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th
ed. Missouri: Elsevier Sounder.

Orimo, H. et al., 2006. Reviewing the Definition of Elderly. Geriatric Gerontol Int, Volume 6, pp.
149-158.

Orlicka, E., 2015. Impact of Population Ageing and Elderly Poverty on Macroeconomic Aggregates.
Procedia Economics and Finance, Volume 30, pp. 598-605.

Pangkahila, W., 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan Hidup. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.

Ponto, D. L., Bidjuni, H. & Karundeng, M., 2015. Pengaruh Penerapan Terapi Okupasi Terhadap
Penurunan Stres pada Lansia di Panti Werdha Dama Ranomuut Manado. ejournal Keperawatan
(e-Kp), 3(2).

PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI. Rosdahl, C. B. &
Kowalski, M. T., 2012. Textbook of Basic Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Septiningsih, D. S. & Na'imah, T., 2012. Kesepian pada Lanjut Usia: Studi tentang Bentuk, Faktor
Pencetus, dan Strategi Koping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 11(2).

Suprapto, H. U. H., 2013. Konseling Logoterapi untuk Meningkatkan Kebermaknaan Hidup Lansia.
Jurnal Sains & Prakti Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 1(2).

Surbakti, E. P., 2008. Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun Di Kelurahan Pardomuan Kec.
Siantar Timur Kotamadya Pematangsiantar. Medan: Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Suryawati, C., 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, 8(3).

Turner, J. S. & Helms, D. B., 1995. Lifespan Development. Columbia: Harcourt Brace College
Publishers.

Umah, K., 2012. Terapi Okupasi: Training Keterampilan Pengaruhi Tingkat Depresi pada Lansia.
Journal of Ners Community, 3(1).

Utomo, B., 2010. Hubungan antara Kekuatan Otot dan Daya Tahan Otot Anggota Gerak Bawah
dengan Kemampuan Fungsional Lanjut Usia. Surakarta: Tesis Universitas Sebelas Maret.

View publication stats


13

Wang, C.-W., Chan, C. L. & Chi, I., 2014. Overview of Quality of Life Research in Older People with
Visual Impairment. Advances in Aging Research, Volume 3, pp. 79-94.
Wulandhani, S. A., Nurcahayati, S. & Lestari, W., 2014. Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Motivasi Lansia Hipertensi dalam Memeriksakan Tekanan Darahnya. JOM PSIK, 1(2).

Yuliani, Agustina, R. & Rachmawati, K., 2015. Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Lansia
dalam Memanfaatkan Posyandu Lansia. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Unlam, 3(1).

View publication stats


14

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai