Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH


IMPECUNITY/POVERTY (PENURUNAN/TIADA PENGHASILAN)

STASE GERONTIK

Disusun Oleh :

RIYANTO

NIM: 2022207209019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TA. 2022/2023

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian

Impecunity atau yang dalam bahasa Indonesia berarti kemiskinan merupakan

suatu kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata

pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan

dirinya (Suryawati, 2005). Pada konteks kemiskinan yang dialami oleh lansia maka hal

penting yang harus dipertanyakan adalah mengapa lansia bisa sampai mengalami

kemiskinan.

Berbagai teori telah menyebutkan dan fakta telah membuktikan bahwa ketika

seseorang memasuki usia lanjut maka akan terjadi proses penurunan fungsi tubuh.

Penurunan fungsi tubuh tersebut dapat memengaruhi produktivitas lansia ketika

bekerja. Sehingga fenomena yang terjadi pada lansia adalah adanya fase pension baik

bagi pekerja formal maupun informal. Pada lansia pekerja formal terdapat sistem

batasan usia maksimum seseorang dipekerjakan sehingga ia akan diberhentikan dari

pekerjaanya. Sedangkan orang dengan pekerjaan informal (misal berdagang) memang

tidak ada pensiun atau pemberhentian bekerja namun penurunan fungsi tubuh seiring

bertambahnya usia pasti akan memaksa seseorang untuk menurunkan intensitas

pekerjaannya atau justru menghentikannya sendiri.

Ditarik kesimpulan bahwa impecunity pada lansia adalah suatu kondisi dimana

lansia mengalami penurunan atau bahkan kehilangan pendapatan dikarenakan

ketidakmampuan lansia untuk bekerja secara produktif karena perubahan fungsi tubuh

yang terjadi.

2. Etiologi

Perubahan Fisik Lansia yang Berhubungan dengan Impecunity, Miller (2009)

mengemukakan bahwa fase berhenti kerja atau pensiun pasti akan dialami oleh seluruh

lansia dan pada saat itu mengakibatkan pendapatan (uang) menurun serta perubahan

peran dan status sosial. Pada fase tersebut tugas lansia adalah harus mampu
beradaptasi dengan masa pensiun dan penurunan pendapatan yang terjadi (Rosdahl

dan Kowalski, 2012).

3. Manifestasi Klinis

Berikut beberapa perubahan pada lansia serta dampak yang terjadi yang

karenanya lansia dapat dikatakan sudah tidak memenuhi lagi kriteria untuk bekerja

secara produktif sehingga terjadi penurunan pendapatan :

1) Penurunan penglihatan akan mengakibatkan kesulitan dalam beraktivitas

sehari-hari, berisiko jatuh, dan kecelakaan/insiden lainnya (Wang, C.W., et al.,

2014).

2) Demensia/penurunan daya ingat, akan menyebabkan lansia butuh

pendampingan dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan instrumental

(bepergian, mencuci, menelepon, dan lain sebagainya) dan pemenuhan

kebutuhan dasar (Ananta & Wulan, 2011).

3) Penurunan kekuatan otot, akan menyebabkan lansia kesulitan melakukan

kegiatan fungsional seperti kemampuan mobilitas dan aktivitas perawatan diri

(Utomo, 2010).

4) Penurunan pendengaran, berisiko tinggi terjadi kesalahan dalam berkomunikasi

(Ciorba, et al., 2012).

4. Patofisiologi

Faktor lain penyebab ketidaklayakan bekerja pada lansia, menurut Turner dan Helms

(1995) lansia sudah tidak layak dipekerjakan karena :

1) Pekerja lanjut usia adalah pekerja yang lambat dalam bekerja, kurang (bahkan

tidak dapat) memenuhi persyaratan standar produktivitas yang ditentukan

perusahaan.

2) Pekerja lanjut usia banyak yang tidak fleksibel, sulit dilatih dan

dikembangkan karena mereka sulit untuk dapat menerima perubahan.

3) Gaji pekerja lanjut usia akan menambah beban perusahaan yang rasionya

sudah tidak realistis lagi dengan peningkatan kinerjanya.


Dampak Impecunity pada Lansia

1) Dampak bagi lansia itu sendiri

Penurunan penghasilan bagi lansia akan menyebabkan stres dan depresi

(Kurniasih, 2013). Selain itu lansia yang cenderung benar-benar tidak

melakukan kegiatan apa-apa setelah pensiun juga berisiko tinggi mengalami

depresi (Hayati dan Nurviyandari, 2013). Bahkan pada lansia laki-laki dapat

terjadi gangguan konsep diri dikarenakan perannya sebagai kepala keluarga

yang mencari nafkah tidak lagi berjalan optimal (Lee & Smith, 2009).

2) Dampak Bagi Pembangunan Sosial-Ekonomi

Orlicka (2015) dalam studinya menjelaskan bahwa peningkatan populasi usia

lanjut dan kemiskinan yang terjadi pada lansia dapat berdampak pada

pembangunan ekonomi bagi pemerintah. Selain itu penelitian yang dilakukan

oleh Dethier et al. (2011) turut endukung dengan menjabarkan terdapat

korelasi antara berapa jumlah uang pensiun yang didapat seorang lansia dengan

tingkat kemiskinan dan kesejahteraan suatu wilayah.

5. Penatalaksanaan

Peran Perawat pada Lansia yang Mengalami Impecunity

1) Memberikan Pelayanan Konseling

Lansia yang mengalami penurunan pendapatan cenderung akan mudah stres

dan depresi. Ketika hal itu terjadi maka perawat harus menggunakan teknik

komunikasi terapeutik yang tepat untuk memberikan intervensi keperawatan.

Perawat harus menjadi pendengar yang baik, menunjukkan sikap empati,

menggali kemampuan yang masih dimiliki lansia, memotivasi, dan memberi

pujian pada kegiatan tercapai yang dilakukan.

2) Mengadakan Pelatihan/Terapi Okupasi

Perawat di era globalisasi dituntut untuk dapat terampil dan kreatif dalam

berbagai bidang. Karena keterampilan dan tingkat kreativitas seorang perawat


dapat menjadi role model dan ditularkan pada kliennya. Pada kasus ini,

perawat dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan yang masih bisa

dilakukan oleh lansia untuk kemudian dijadikan sebuah wirausaha guna

menambah penghasilan. Selain itu terapi okupasi juga dapat meningkatkan

persepsi kebermaknaan hidup, mengurangi stres, meningkatkan keterampilan,

dan meningkatkan produktivitas lansia (Kaharingan et al., 2015; Ponto et al.,

2015; Umah, 2012). Contoh: pemberdayaan lansia untuk membuat anyaman,

crafting, atau pembudidayaan TOGA.

3) Advokasi Asuransi Kesehatan Pemerintah

Bagi lansia-lansia yang tidak memiliki asuransi ia dalam kondisi miskin, maka

perawat wajib mengadvokasi dari mulai memberikan penyuluhan hingga

membantu pendaftaran asuransi kesehatan pemerintah tersebut agar jika lansia

sakit maka tidak akan terlalu dibebani secara finansial.


6. Pathway
7. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Fokus

Data Demografi

1) Jenis Kelamin

Laki-laki yang mengalami penurunan pendapatan cenderung berisiko depresi lebih tinggi

dibandingkan perempuan karena laki-laki merupakan kepala keluarga yang mempunyai

peran besar dalam keluarga (Lee dan Smith, 2009).

2) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan lansia dapat mempengaruhi pendapatan uang pensiunan dan mekanisme

koping yang dilakukan (Hayati, 2014).

3) Anggota Keluarga

4) Kaji berapa jumlah anggota keluarga inti dan berapa orang yang sekiranya masih dalam

masa pembiayaan klien.

5) Pekerjaan Terdahulu dan Penghasilan

Pekerjaan lansia sebelum pensiun/berhenti bekerja perlu dikaji. Tidak semua pekerjaan

apalahi yang bukan pegawai akan dapat uang pensiun. Selain itu jumlah uang pensiunan juga

dapat memengaruhi tingkat stress dan depresi lansia (semakin rendah jumlah uang pensiun

yang diterima maka semakin tinggi tingkat stress dan depresi) (Kurniasih, 2013).

b. Riwayat Kesehatan Dahulu dan Sekarang

Perlu dikaji terkait penyakit yang pernah diderita untuk memprediksi apakah lansia tersebut dapat

terserang penyakit yang sama lagi dikemudian hari atau justru menderita komplikasi akibat

penyakit primernya terdahulu. Hal tersebut berkaitan dengan pembiayaan yang mungkin akan

dibebankan pada lansia apalagi jika lansia tersebut tidak memiliki keanggotaan Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).


c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik secara komprehensif (head to toe/per sistem) wajib dilakukan meski tidak ada

keluhan berarti yang dirasakan lansia guna mengantisipasi penyakit degeneratif.

1) Fungsional klien

a) Indeks Barthel yang dimodifikasi

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas

fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet,

mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defikasi dan

berkemih.

Cara penilaian :

Tabel 2.1 Indeks Barthel

No. Kriteria Bantuan Mandiri


1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau 5-10 15
Sebaliknya
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5
menggosok gigi)
5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, 5 10
menyeka tubuh)
6 Mandi 5 15
7 Berjalan di tempat datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol bladder (BAK) 5 10
Total Skor
Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri
b) Pengkajian index katz
Tabel 2.2 Index Katz
Skor INTERPRETASI
A Kemandirian dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK), berpindah,
kekamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan.
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,
kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, kekamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat diklasifikasikan
lain sebagai C,D dan E.

c) Pengkajian status kognitif


SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi intelektual
lansia.
Tabel 2.3 Status Kognitif

No. Pertanyaan Benar Salah

1 Tanggal berapa hari ini?

2 Hari apa sekarang?

3 Apa nama tempat ini?

4 Dimana alamat anda?

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir? (minimal tahun)

7 Siapa presiden Indonesia sekarang?

8 Siapa nama presiden sebelumnya?

9 Siapa nama ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetapkan pengurangan 3 dari setiap angka


baru, semua secara menurun.

Total Nilai
Analisis hasil :
Skor salah 0-2 : fungsi intelektual utuh
Skor salah 3-4 : kerusakan intelektual ringan
Skor salah 5-7 : kerusakan intelektual sedang
Skor salah 8-10 : kerusakan intelektual berat

d) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi,
registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
Tabel 2.4 Mini Mental State Exam

Nilai Pertanyaan Pasien


maksimum
Orientasi (5) Tahun, musim, tanggal, lahir, bulan, negara,
wilayah, daerah
Registrasi (3) Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan masing-
masing) tanyakan pada lansia ke 3 obyek setelah
Anda katakan. Beri point untuk jawaban benar,
ulangi sampai lansia mempelajari ke 3 - nya dan
jumlahkan skor yang telah dicapai
Perhatian dan Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata “panduan”,
kalkulasi (5) berhenti setelah 5 huruf, beri 1 point tiap jawaban
benar, kemudian dilanjutkan, apakah lansia masih
ingat huruf lanjutannya
Mengingat (3) Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di atas, beri 1
point untuk tiap jawaban benar
Bahasa (9) Nama pensil dan melihat (2 point)

Skor 25

Analisis hasil :

Skor salah 0-2 : fungsi intelektual utuh.

Skor salah 3-4 : kerusakan intelektual ringan.

Skor salah 5-7 : kerusakan intelektual sedang.

Skor salah 8-10 : kerusakan intelektual berat. (Kholifah, S.N., 2016)

d. Diagnosa Keperawatan yang Dapat Muncul


1) Koping Tidak Efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan sistem pendukung/ strategi

koping

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, D.0096, Kategori : Psikologis, Subkategori:

Integritas Ego

2) Penampilan Peran Tidak Efektif berhubungan dengan faktor Ekonomi

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Relasional, Subkategori: Interaksi Sosial

D.0125, Kategori:

3) Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan kesulitan ekonomi

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, D.0115, Kategori: Perilaku, Subkategori :

Penyuluhan dan Pembelajaran

e. Intervensi Keperawatan

Referensi Berdasarkan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi NIC/Evidence Based
Keperawatan Hasil/NOC Keperawatan Practice
Koping Setelah dilakukan tindakan 1) Bina hubungan Intervensi nomor 1, 2, 3,
Tidak keperawatan selama …..x…. saling percaya dengan 4: merupakan standar
Efektif b.d. jam, klien mampu klien intervensi yang ada pada
ketidakade- Menghadapi permasalahan dan/atau keluarga NIC.
kuatan sistem yang dihadapi dengan 2) Berikan kesempatan Intervensi nomor 5:
pendukung/ Menggunakan mekanisme klien untuk studi yang dilakukan
strategi koping adaptif yang mengungkapkan oleh Surbakti (2008)
koping ditunjukkan dengan: perasaannya, bantu mengungkapkan bahwa
1) Ekspresi wajah klien identifikasi lansia pensiun yang
klien tampak tenang, stressor mempunyai tingkat
tidak cemas 3) Berikan dukungan depresi rendah ternyata
2) Klien pada klien apabila menggunakan strategi
mengungkapkan telah koping adaptif yang
dengan verbal mengungkapkan berorientasi ego yaitu
tentang perasaan perasaanya dengan rutin
yang lebih baik 4) Ajarkan alternatif melaksanakan dan
3) Klien menunjukkan koping yang menjadwalkan hobi/
perilaku yang konstruktif kesukaannya dan
konstruktif dalam 5) Ajarkan klien untuk berupaya untuk
kegiatan sehari-hari menggunakan meningkatkan
strategi religiusitas dengan
koping berorientasi membiasakan diri selalu
ego yaitu dengan mengadu dan berdoa
memfasilitasi dan kepada Tuhan YME
menjadwalkan apabila ada masalah.
secara Intervensi nomor 6:
berkala klien Suprapto (2013) dalam
melakukan hobinya studinya memaparkan
serta membantu bahwa konseling
klien logoterapi dapat
untuk meningkatkan meningkatkan
religiusitas, latih kebermakanaan hidup
klien pada lansia.
untuk senantiasa
berdoa dan mengadu
kepada Tuhan YME
setiap kali ada
masalah.
6) Gunakan pendekatan
konseling logoterapi

Penampilan Setelah dilakukan 1) Diskusikan dengan Intervensi nomor 1 dan


Peran Tidak tindakan keperawatan klien hal-hal apa saja 2:
Efektif b.d. selama…..x….jam, yang masih dapat merupakan standar
faktor klien mampu menerima dilakukan dan intervensi yang ada pada
ekonomi diri terhadap peran sekiranya NIC. Intervensi nomor
yang diembannya karena menghasilkan 2) 3:
kondisinya yang Bangun kepercayaan Penelitian yang
sekarang ditunjukkan diri klien dengan dilakukan oleh
dengan: memberi motivasi Kaharingan et al. (2015)
1) Klien dan menunjukkan bahwa
mengungkapkan pujian kegiatan terapi okupasi
secara verbal tentang 3) Ajarkan suatu yang diajarkan kepada
kepuasannya keterampilan lansia membuat lansia
sekarang menjalani okupasi semakin memaknai dan
peran dalam pada lansia menghargai hidup.
keluarga
2) Klien mampu
menjalani perannya
saat ini dengan
strategi koping yang
adaptif

Manajemen Setelah dilakukan 1) Anjurkan keluarga Intervensi nomor 1:


Kesehatan tindakan keperawatan untuk mendukung penelitian yang
Keluarga selama…..x….jam, lansia senantiasa dilakukan
Tidak klien mampu memeriksakan Wulandhani, et al.
Efektif menunjukkan kesehatannya secara (2014)
b.d. kesulitan kemampuan mengatur rutin menunjukkan bahwa
ekonomi kesehatan keluarga 2) Advokasi klien untuk semakin tinggi
dengan efektif mendapatkan dukungan
menggunakan pembiayaan apabila keluarga maka semakin
kemampuan/sumber belum mempunyai termotivasi lansia untuk
daya yang tersedia yang keanggotaan memeriksakan
ditunjukkan dengan: asuransi kesehatannya.
1) Klien dan keluarga kesehatan Intervensi nomor 2:
menunjukkan pemerintah merupakan standar
perilaku hidup 3) Berikan pendidikan intervensi yang ada di
bersih dan sehat kesehatan terkait NIC.
secara rutin pemanfaatan Intervensi nomor 3:
2) Klien dan keluarga pelayanan posyandu hasil
berpartisipasi aktif dalam lansia, risiko studi Yuliani (2015)
kegiatan kesehatan di kesehatan lansia dan menunjukkan bahwa
masyarakat (posyandu, kerja pencegahannya, pendidikan kesehatan
bakti, senam, dan lain serta penyakit umum berpengaruh terhadap
sebagainya) yang sering terjadi di peningkatan partisipasi
masyarakat klien lansia ke posyandu
lansia

i. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan kedalam tindakan selama fase implementasi

ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun

harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan dapat dilakukan oleh

perawat yang bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada

saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai

dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.

(Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma 2015).

j. Evaluasi Keperawatan

Menurut Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma (2015). Evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan untuk mngukur keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi

kebutuhan klien, bila masalah tidak dapat dipecahkan atau timbul masalah baru amak perawat

harus bersama untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Pusat Pendidikan Sumber Daya

Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia Kesehatan. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 1.

Jogyakarta: Mediaction

Nurarif dan Kusuma, 2016. Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan

Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jilid 1.

Jakarta: Mediaction.

Kunaifi, A., 2009. Hubungan Tingkat Kepuasan Interaksi Sosial dengan

Tingkat Depresi Lansia di Panti Werdha Surabaya. Surabaya: Skripsi

Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai