Anda di halaman 1dari 102

.......

.......
.......

.......
.......
.......

PEDOMAN UPAYA MEMPERTAHANKAN


ELIMINASI TETANUS MATERNAL DAN NEONATAL
.......
.......
.......

Pedoman Upaya Mempertahankan 1


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
2 Pedoman Upaya Mempertahankan
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke­hadirat Tuhan Yang Maha


Esa karena atas per­kenan, rahmat dan karunia-Nya buku
“Pedoman Upaya Mempertahankan Eliminasi Tetanus
Maternal dan Neonatal” selesai disusun oleh Direktorat
Pengelolaan Imunisasi, Ditjen P2P, Kementerian Kese­
hatan pada tahun 2022.

Eliminasi tetanus maternal dan neo­ natal atau Maternal


and Neo­natal Tetanus Elimination (MNTE) didefinisikan se­
bagai situasi dimana kejadian kasus Tetanus Neonatorum
(TN) <1 per 1000 kelahiran hidup di setiap kabupaten/kota
dalam 1 tahun. Untuk mempertahankan status eliminasi
tetanus maternal dan neonatal ada tiga kegiatan yang
berkontribusi yaitu KIA dengan indikator persalinan di
fasilitas kesehatan > 87%, Surveilans Tetanus Neonatorum
yang berkualitas dan cakupan status imunisasi T2+ > 80%.

Pemberian imunisasi tetanus pada Wanita Usia Subur


(WUS) sebagai bagian upaya mempertahankan status
MNTE di Indonesia memerlukan upaya pencapaian status
imunisasi T5 bagi semua WUS termasuk ibu hamil. Sebagai
rangkaian upaya mencapai status imunisasi T5 tersebut,
pemberian imunisasi tetanus harus didahului dengan
melakukan penapisan.

Buku ini memuat pedoman upaya mem­ pertahankan


eliminasi tetanus maternal dan neonatal dalam pelaksanaan
imunisasi tetanus pada WUS yang merupakan acuan bagi
petugas di setiap tingkatan mulai dari puskesmas, dinas
kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi,

Pedoman Upaya Mempertahankan 3


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
pemerintah, swasta serta semua pihak terkait. Selain itu,
buku ini juga dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
dukungan dari seluruh pihak terkait dalam pelaksanaan
imunisasi WUS di Indonesia.

Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan


buku pedoman ini, diucapkan terima kasih. Semoga Tuhan
YME senantiasa menaungi langkah kita semua untuk
dapat bersama-sama berkontribusi dalam menyehatkan
bang­s a Indonesia.

Jakarta, Januari 2023


Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS

4 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
TIM PENYUSUN BUKU
PEDOMAN UPAYA MEMPERTAHANKAN
ELIMINASI TETANUS MATERNAL NEONATAL

Pembina
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS ; Direktur
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Pengarah
dr. Prima Yosephine, MKM; Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi

Penulis & Kontributor


Direktorat Pengelolaan Imunisasi
dr. Endang Budi Hastuti
dr. Solihah Widyastuti, M.Epid
dr. Fristika Mildya, MKKK
Vivi Voronika, SKM, M.Kes
dr. Febry Immanuella
dr. Cornelia Kelyombar
Muammar Muslih, SKM, M.Epid
dr. Bie Novirenallia Umar, MARS
Berkat Putra, SKM
Anggun Pratiwi, SKM, M.Epid
Dini Surgayanti, SKM
dr. Sulistya Widada
Diany Litasari, SKM, M.Epid
dr. Eksi Wijayanti, M.Epid
Gestafiana, SKM, MKM

Pedoman Upaya Mempertahankan 5


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
dr. Gertrudis Tandy, MKM
dr. Sherli Karolina, MKM
Ananta Rahayu, MKM
dr. Lily Banonah Rivai, M.Epid
Reza Isfan, SKM, MKM
Edy Purwanto, SKM, M.Kes
dr. Ajie Mulia Avisena, M.Epid
drg. Retna Ayu Wiarsih, MPH.

Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak


Heny Purbaningsih, SKM
dr Bertharia Romauli Sinaga.

Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia


drg. Wara Pertiwi Osing, MA
dr. Yenni Yuliana
dr. Erni Risvayanti, M.Kes
Yosneli, SKM, MKM.

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan


Masyarakat
Bayu Aji, SE, MSc.PH.

Tim Kerja Hukormas Ditjen P2P


dr. Iqbal Djakaria
Ari Yuliandi, SH, MH.

6 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Komnas PP-KIPI
dr. Elcha Leonard
Putra Fajar Angkasa, SKM
Ade Putra, SKM
Adi Sutiono;

Kementerian Agama RI
Jajang Ridwan S.Ag, MA
FX. Rudy A
Levina P. Nuhumury.

BKKBN: dr. Popy Irawati, MPH

IBI: DR. Heru Herdiawati, SST, SH, MH

WHO - Indonesia
dr. Olivia Silalahi, MSc
dr. Mushtofa Kamal, MSc
Ni’mah Hanifah, S.Gz

Unicef - Indonesia
dr. Kenny Peetosutan, MPH
Rustini Floranita, SKM, MPH

CDC Indonesia: Dr. Jane Soepardi

Editor
dr. Solihah Widyastuti, M.Epid
Vivi Voronika, SKM, M.Kes
dr. Febry Immanuella

Pedoman Upaya Mempertahankan 7


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 3
Tim Penyusun Buku Pedoman Pedoman Upaya
Mempertahankan Eliminasi Tetanus Maternal 5
Neonatal

BAB I 10
1.1 Latar Belakang 11
1.2 Landasan Hukum 14
Tujuan, Sasaran dan Ruang
1.3 15
Lingkup
1.4 Kebijakan dan Strategi 16
1.5 Pengertian 17
BAB II 19
2.1 Epidemiologi dan Gambaran Klinis 20
2.2 Situasi Cakupan Imunisasi Rutin 24
Eliminasi Tetanus Maternal
2.3 26
Neonatal
BAB III 33
3.1 Mikroplanning (Perencanaan) 34
3.2 Tenaga Pelaksana Imunisasi 35
3.3 Pembiayaan 36
3.4 Pengawasan Kesiapan 36
3.5 Promosi Kesehatan 37
BAB IV 40
4.1 Mekanisme Pelaksanaan 41
Penapisan Status Imunisasi
4.2 42
Tetanus

8 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Tatalaksana Pada Ibu Dengan Bayi
4.3 47
Tetanus Neonatarum
4.4 Imunisasi Tambahan 47
4.5 Tempat Pelaksanaan 47
4.6 Peran Tenaga Pelaksana 48
Penyiapan Logistik Pelaksanaan
4.7 49
Imunisasi
Pengelolaan Vaksin Saat
4.8 51
Pelayanan
4.9 Cara Pemberian Imunisasi 53
4.10 Kontra Indikasi Vaksin Tetanus 54
4.11 Penyuntikan Aman 55
4.12 Penanganan Vaksin Sisa Pelayanan 55
4.13 Manajemen Limbah 56
4.14 Pencatatan dan Pelaporan 57
BAB V 59
BAB VI 66
KIPI yang Mungkin Terjadi dan
6.1 68
Antisipasinya
Pengenalan dan Penanganan
6.2 76
Anafilaktik
Mekanisme Pemantauan dan
6.3 82
Penanggulangan KIPI
6.4 Pelacakan KIPI 85
BAB VII 87
7.1 Monitoring 88
7.2 Evaluasi 89
BAB VIII 90
Lampiran 92

Pedoman Upaya Mempertahankan 9


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
I

BAB I
PENDAHULUAN

10 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
1.1 Latar Belakang
I
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh strain tok­
sigenik dari bakteri Clostridium tetani (C. tetani). Tetanus ditandai
dengan kaku otot atau nyeri yang disebabkan oleh neurotoxin yang
dihasilkan oleh C. tetani pada luka anaerob (tertutup). Spora C. tetani
terdapat di lingkungan (di dalam tanah, air liur hewan, debu dan
pupuk) dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka kulit yang
terkontaminasi atau cedera jaringan termasuk luka tusuk.

Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, mulai dari bayi baru
lahir (neonatus) yang dikenal dengan istilah tetanus neonatorum
(TN), dan usia selain neonatus yang dikenal dengan istilah tetanus
non-neonatorum, dimana salah satunya adalah tetanus maternal.
Permasalahan Tetanus Maternal dan Neonatal (TMN) merupakan
salah satu isu pemerataan kesehatan yang mempengaruhi kelompok
masyarakat tidak memiliki akses pelayanan kesehatan yang memadai.
TMN sering disebut sebagai “silent killer” mengingat kematian
penderita sering tidak tercatat secara resmi. Kasus tetanus banyak
yang terkait dengan kelahiran, antara lain terjadi sebagai akibat
dari persalinan dan praktik aborsi yang tidak higienis kepada para
ibu yang tidak diimunisasi secara memadai dan bayi yang baru saja
dilahirkannya. Selain itu, buruknya kondisi kebersihan masa nifas
dan praktik penanganan tali pusat juga memperbesar kemungkinan
terkena tetanus.

Keberhasilan eliminasi TMN dipengaruhi oleh 3 program dalam


sistem kesehatan masyarakat, yaitu program imunisasi rutin, pera­
watan antenatal, dan persalinan dan perawatan tali pusat yang bersih
dan aman serta surveilans TN. Tidak seperti polio dan cacar, tetanus
tidak dapat dieradikasi karena sporanya tersebar di lingkungan.
Namun, TMN dapat dieliminasi melalui imunisasi tetanus pada bayi,

Pedoman Upaya Mempertahankan 11


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
anak, wanita usia subur, dan meningkatkan perawatan persalinan
dengan penekanan pada praktik kelahiran dan perawatan tali pusat
I yang bersih dan aman.

Kejadian tetanus (attack rate) pada bayi yang lahir dari ibu yang
belum mendapatkan imunisasi tetanus secara lengkap sebesar 20 per
1000 kelahiran hidup dan case fatality rate antara 30% sampai 90%.
Kekebalan terhadap penyakit ini hanya diperoleh melalui imunisasi
tetanus minimal dua dosis. Perlindungan jangka panjang diperoleh
jika mendapatkan imunisasi tetanus sebanyak 5 dosis (status imunisasi
T5) dengan interval pemberian yang memenuhi syarat. Untuk
mempertahankan status eliminasi tetanus neonatorum kurang dari
1/1000 kelahiran hidup di tingkat Kabupaten/Kota dalam 1 tahun
sesuai ketentuan WHO, diperlukan upaya pencapaian status imunisasi
T5 bagi semua Wanita Usia Subur (WUS). Pemberian imunisasi DPT-
HB-Hib pada bayi dan baduta, serta pemberian imunisasi DT dan Td
pada anak usia sekolah dasar atau sederajat merupakan rangkaian
upaya mencapai status imunisasi T5 bagi setiap individu.

Eliminasi TMN didefinisikan sebagai situasi dimana kejadian kasus TN


<1 per 1000 kelahiran hidup di setiap kabupaten/kota. Inisiatif untuk
mencapai target ini dimulai pada tahun 1989 dalam World Health
Assembly ke-42 dimana dicanangkan target eliminasi TMN di tahun
1995. Melalui upaya pemberian imunisasi pada bayi, anak, WUS, dan
promosi serta edukasi pelaksanaan persalinan yang bersih dan aman,
maka per Desember 2020 tersisa 12 negara yang belum mencapai
target (Afganistan, Angola, Republik Afrika Tengah, Guinea, Mali,
Nigeria, Pakistan, Papua New Guinea, Somalia, Sudan, Sudan Selatan,
Yaman). Sebagai perbandingan, pada tahun 2018, jumlah kasus bayi
baru lahir yang me­ninggal akibat TN sebanyak 25.000, jumlah ini
berkurang 88% diban­ dingkan dengan tahun 2000. Hal ini tentu
menjadi gambaran positif dalam upaya mencapai status eliminasi.

12 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Sejak tahun 1980-an pemberian imunisasi pada WUS menjadi
program imunisasi rutin yang merupakan salah satu upaya penting
dalam mewujudkan eliminasi TMN. Cakupan imunisasi pada WUS I
terus mengalami peningkatan, yang menunjukkan tingginya peran
serta masyarakat untuk mewujudkan target eliminasi TMN ini.

Ada 4 strategi yang direkomendasikan oleh WHO untuk dapat


mempertahankan status eliminasi TMN, yaitu penguatan imunisasi
rutin, pemberian imunisasi tetanus tambahan (SIA/Supplementary
Immunization Activities) di wilayah-wilayah risiko tinggi dengan
menargetkan WUS, mempromosikan persalinan dan perawatan
tali pusat yang bersih dan aman, serta penguatan surveilans TN.
Setelah status eliminasi tercapai tetap diperlukan upaya untuk
mempertahankan status eliminasi tersebut.

Saat ini tantangan yang dihadapi dalam upaya mempertahankan


status eliminasi tersebut adalah menurunnya cakupan imunisasi.
Selama masa pandemi yang terjadi pada tahun 2020 - 2021 terjadi
penurunan cakupan WUS yang memiliki status imunisasi T2+ yang
cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2021
cakupan WUS yang memiliki status imunisasi T2+ hanya sebesar 47%,
dari target minimal 80%. Untuk itu diperlukan penguatan untuk
meningkatkan kembali cakupan imunisasi WUS dan mempertahankan
status eliminasi TMN.

Pedoman ini memuat langkah-langkah upaya mempertahankan


sta­tus eliminasi TMN merujuk pada peraturan perundangan atau
pedoman yang telah diterbitkan sebelumnya.

Pedoman Upaya Mempertahankan 13


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
1.2 Landasan Hukum
I
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun
2014.
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
8. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/
III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang
Upaya Kesehatan Anak.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

14 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
1.3 Tujuan, Sasaran dan Ruang Lingkup
I
Tujuan:

1. Tujuan umum
Tersedianya pedoman upaya mempertahankan status eliminasi
TMN sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan, pengelola
program dan petugas kesehatan lainnya.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya pedoman sebagai acuan dalam merencanakan
dan mempersiapkan kegiatan penyelenggaraan imunisasi
te­tanus pada WUS.
b. Tersedianya pedoman sebagai acuan dalam pelaksanaan
im­u­nisasi tetanus pada WUS.
c. Tersedianya pedoman dalam pencatatan dan pelaporan
imunisasi tetanus pada WUS.
d. Tersedianya pedoman dalam monitoring dan evaluasi

Sasaran dan Ruang Lingkup:


1. Sasaran
• Pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
• Pengelola program dan logistik Imunisasi dinas kesehatan
provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas.
• Tenaga kesehatan di puskesmas, rumah sakit, dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya baik pemerintah maupun
swasta.
2. Ruang Lingkup
Pedoman ini memuat penyelenggaraan imunisasi tetanus
pada WUS meliputi perencanaan, persiapan, pencatatan dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi.

Pedoman Upaya Mempertahankan 15


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
1.4 Kebijakan dan Strategi
I 1.4.1 Kebijakan
a. Mempertahankan eliminasi TMN yaitu kurang dari 1
kasus TN per 1000 Kelahiran Hidup di setiap kabupaten/
kota per tahun.
b. Mencapai dan mempertahankan status imunisasi T2+
lebih dari 80% pada WUS.
c. Meningkatkan koordinasi pemerintah dengan swasta
dan masyarakat untuk mempertahankan eliminasi TMN.
d. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan
imunisasi, per­­
salinan di fasyankes dan perawatan tali
pusat yang ber­sih dan aman, serta penguatan surveilans
TN dengan melibatkan berbagai sektor terkait.
e. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui
pe­ren­canaan program dan anggaran terpadu.
1.4.2. Strategi
a. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan atau
pengambil kebijakan terkait penyelenggaraan imunisasi
tetanus pada WUS.
b. Melakukan sosialisasi kepada petugas Kesehatan di dinas
Kesehatan provinsi/ kabupaten/ kota, puskesmas dan
fasi­litas Kesehatan lainnya.
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penye­leng­
garaan imunisasi tetanus pada WUS.
d. Melakukan komunikasi, dan edukasi serta penyebarluasan
informasi terkait penyelenggaraan imunisasi tetanus
pada WUS dengan metode dan media yang sesuai.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan
imuni­
s asi tetanus pada WUS setiap bulan secara
berjenjang.

16 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
f. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan imunisasi
tetanus pada WUS.
g. Memberikan imunisasi tetanus pada sasaran berdasarkan
I
hasil penapisan.

1.5 Pengertian
a. Wanita Usia Subur: Wanita yang memasuki usia 15 - 39 tahun
tanpa memperhitungkan status perkawinannya.

b. Tetanus: adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh


strain toksigenik dari bakteri Clostridium tetani (C. tetani).

c. Clostridium tetani: Bakteri gram positif anaerob yang di­


temukan di tanah dan kotoran binatang.

d. Neurotoksin: Toksin/ racun yang dikeluarkan oleh clostridium


tetani yang menyerang syaraf

e. Case Fatality Rate: Jumlah seluruh kematian akibat satu


penyebab dalam waktu tertentu dibagi jumlah seluruh pen­
derita pada waktu yang sama dalam persen.

f. Tetanus Neonatorum: Tetanus pada bayi usia hari ke 3 sampai


usia hari ke 28 setelah lahir.

g. Tetanus Maternal: Tetanus pada kehamilan dan dalam 6


minggu setelah melahirkan.

h. Eliminasi TMN: Situasi dimana kejadian kasus TN <1 per 1000


kelahiran hidup di setiap kabupaten/kota.

Pedoman Upaya Mempertahankan 17


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
i. Imunisasi: Suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit
I sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

j. Status T5: Status yang didapatkan oleh seorang WUS setelah


men­dapatkan 5 dosis imunisasi vaksin yang mengandung
tetanus toxoid (T) dengan interval waktu tertentu yang
diberikan sebelum dan atau saat hamil, dan berguna sebagai
kekebalan terhadap tetanus selama >25 tahun.

18 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
II

BAB II
GAMBARAN SITUASI

Pedoman Upaya Mempertahankan 19


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
2.1 Epidemiologi dan Gambaran Klinis
Tetanus merupakan penyakit infeksi oleh bakteri C. tetani. C. tetani
merupakan bakteri gram positif anaerobik berbentuk batang lurus,
berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. C. tetani
dapat mengeluarkan eksotoksin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.
II
Tetanospamin inilah yang dapat menyebabkan penyakit tetanus,
sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas fungsinya
hingga saat ini.

C. tetani resisten terhadap panas dan bahan kimia, seperti etanol,


phenol, dan formalin. Sporanya juga dapat bertahan pada autoklaf
pada suhu 249.80F (1210C) selama 10-15 menit, juga resisten terhadap
phenol dan agen kimia yang lainnya. Spora ini terdapat di tanah yang
tercemar tinja manusia dan binatang, seperti kotoran kuda, domba,
sapi, anjing, kucing, tikus, dan babi. Spora dari bakteri ini dapat
bertahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun di lingkungan.
Bakteri tersebut menginfeksi seseorang dengan cara masuk melalui
luka yang dalam, kemudian bakteri tersebut akan mengeluarkan
tetanospasmin yang nantinya akan menyebabkan munculnya gejala
klinis seperti yang terjadi pada Tetanus Neonatorum (TN).

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada


neonatus (bayi usia <28 hari) yang disebabkan oleh C.tetani, di mana
bakteri mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem saraf
pusat. Pada kasus TN, spora bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh
bayi melalui tali pusat, saat pemotongan tali pusat dan perawatan
tali pusat yang dilakukan dengan menggunakan alat dan/atau bahan
yang tidak steril.

Masa inkubasi TN adalah 3-10 hari. Tanda dan gejala biasanya muncul
pada hari ke-3 sampai 28 setelah kelahiran (rata-rata 7 hari setelah
kelahiran). Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, biasanya memiliki
prognosis penyakit lebih buruk dan mempunyai angka kematian yang
tinggi.

20 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Gejala awal TN ditandai dengan kesulitan minum karena terjadinya
trismus atau lock jaw (spasme otot pengunyah). Mulut mencucu
seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapat minum dengan
baik. Selain itu terdapat risus sardonicus atau wajah seperti senyum
terpaksa dan alis terangkat. Kemudian, dapat terjadi spasmus otot
yang luas dan kejang umum, seperti opisthotonus atau tulang
belakang seperti melengkung ke belakang.
II

Gambar 1. Manifestasi Klinis TN

Kejang terjadi terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara,


dan sentuhan. Leher bayi menjadi kaku, dinding perut kaku, dan
mengeras. jika terjadi kejang otot pernapasan, maka dapat terjadi
sianosis (wajah bayi membiru).

Data WHO global menunjukkan kasus TN yang dilaporkan mengalami


penurunan 90%, dari 17.935 kasus pada tahun 2000 menjadi 1.803
kasus pada tahun 2018. WHO memperkirakan telah terjadi penurunan
kematian akibat TN sebesar 85% dalam kurun waktu tahun 2000
- 2018, dari 170.829 kematian pada tahun 2000 menjadi 25.000
kematian pada tahun 2018, bahkan pada tahun 2018, 13 negara
(22% dari 59 negara prioritas) melaporkan kasus TN nihil.

Pedoman Upaya Mempertahankan 21


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Grafik 1. Tren Kasus TN dan Kematian di Indonesia Tahun 2017-2021

Tren Kasus TN dan Kematian di Indonesia


Tahun 2017 - Tahun 2021
30 90%
25 80% 82%
80%
25
70%
II 20
20
50%
17
50%
60%
14 50%
15
11 40%
24% 9
10 7 30%
4 4 20%
5 2 10%
0%
2017 2018 2019 2020 2021

Kasus TN Kematian CFR

Berdasarkan laporan bulanan surveilans TN di Indonesia, terlihat


kasus TN dilaporkan tertinggi pada tahun 2017 (25 kasus) dengan
case fatality rate (CFR) sebesar 80% dan kasus TN yang dilaporkan
terendah tahun 2020 (4 kasus) dengan CFR sebesar 50%. Sementara
ditahun 2021 tercatat kasus TN di Indonesia yang terlapor sebesar 11
kasus, mengalami peningkatan sebanyak 3 kali lipat dibanding laporan
kasus di tahuh 2020 dengan CFR tertinggi sebesar 82%. Peningkatan
penemuan kasus ini menunjukkan kinerja surveilans semakin baik
dimasa pandemi. Sebaran kasus TN di Indonesia Tahun 2017 - 2021
dapat dilihat pada gambar 2.

22 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Peta Sebaran Kasus TN per Kab./Kota di Indonesia
Tahun 2017 - Tahun 2021

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


Pedoman Upaya Mempertahankan
Gambar 2. Peta Sebaran Kasus TN di Indonesia tahun 2017-2021

23
II
2.2 Situasi Cakupan Imunisasi Rutin
Infeksi tetanus tidak menimbulkan kekebalan alamiah. Kekebalan ter­
hadap tetanus hanya diperoleh melalui kekebalan buatan, secara pasif
dengan suntikan anti tetanus serum dan atau secara aktif dengan
II pemberian imunisasi dengan vaksin yang mengandung tetanus toxoid.

Pemberian imunisasi dengan vaksin yang mengandung tetanus


toxoid (TTCV / Tetanus Toxoid Containing Vaccine) dimulai sejak bayi
dengan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib 1-3 pada bayi, DPT-HB-
Hib 4 pada anak usia dibawah dua tahun (baduta), DT pada anak
usia sekolah kelas 1 SD/MI/bentuk lain yang sederajat, Td pada
anak usia sekolah kelas 2 dan 5 SD/MI/bentuk lain yang sederajat,
serta imunisasi Td pada WUS. Untuk dapat mewujudkan target
program imunisasi, maka cakupan imunisasi harus dipertahankan
tinggi dan merata di seluruh wilayah. Adanya pandemi COVID-19
mengakibatkan pelaksanaan imunisasi rutin tidak dapat berjalan
optimal. Data lima tahun terakhir menunjukkan adanya penurunan
cakupan imunisasi rutin yang cukup signifikan selama masa pandemi
COVID-19, termasuk cakupan imunisasi yang mengandung tetanus
toxoid. Adapun cakupan imunisasi tetanus dalam lima tahun terakhir
dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 2 Cakupan Imunisasi DPT-HB-Hib 1 - 4, Tahun 2017 - 2021

120

100 TARGET
95%
98,2

80
95,9

95,7

97,1
97,1
94,5

94,4
93,5

93,5

90,7
88,9
87,7

85,9
81,4
80,1

60
75,9
72,3

68,2
63,7

40
56,7

20

0
2017 2018 2019 2020 2021
DPT-HB-Hib 1 DPT-HB-Hib 2 DPT-HB-Hib 3 DPT-HB-Hib 4

24 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Pada Grafik 2 di atas dapat dilihat bahwa cakupan imunisasi DPT-HB-
Hib bayi dan baduta (DPT-HB-Hib 1 - 4) pada tahun 2020 - 2021 tidak
mencapai target. Pada tahun 2020 - 2021 terjadi penurunan cakupan
imunisasi DPT-HB-Hib 1-4 yang cukup signifikan dibandingkan tahun-
tahun sebelum pandemi.

Selain terjadi penurunan cakupan imunisasi tetanus pada bayi dan


II
baduta, pada periode tersebut juga terjadi penurunan cakupan
imunisasi tetanus pada anak usia sekolah maupun WUS.

Grafik 3 Cakupan Imunisasi DT, Td BIAS, dan Td WUS Tahun 2017 - 2021

120

100 Target DT dan


TD BIAS 95%
80
Target WUS
95,9
98,9

92,4
93,6

90,4
92,5

80%
60
65,3

64

60,5

62,8
60,6
59,4

56,6
53,4

40

47
20

0
2017 2018 2019 2020 2021
DT Td BIAS Td WUS

Pada Grafik 3 di atas dapat dilihat bahwa cakupan imunisasi DT dan


Td pada anak usia sekolah tidak mencapai target pada tahun 2018 -
2021. Terjadi penurunan cakupan imunisasi DT dan Td pada anak usia
sekolah yang cukup signifikan pada tahun 2020 - 2021 dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Penerapan pembelajaran jarak jauh
(PJJ) pada masa pandemi COVID-19 merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya penurunan cakupan Imunisasi tetanus pada
anak usia sekolah. Pada grafik 3 juga memperlihatkan cakupan status
imunisasi T2+ pada WUS tahun 2017 - 2021 tidak mencapai target.

Pedoman Upaya Mempertahankan 25


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
2.3 Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal
Eliminasi TMN diawali pada Sidang Kesehatan Dunia 1989 yang
mendukung inisiasi elimi­nasi TN, yang kemudian inisiasi ini berganti
nama menjadi Eliminasi TMN pada 1999 dengan target 59 negara
II prioritas.

Eliminasi TN di Indonesia diinisiasi pada 1996 dengan target 105


kabupaten kota berisiko tinggi. Pada 2001 inisiasi diperbaharui menjadi
Eliminasi TMN dengan target 59 kabupaten kota berisiko tinggi.
Pada 2003 - 2004 dilakukan pemberian imunisasi TT tambahan pada
WUS sebanyak 2 kali di 72 kabupaten/kota di 18 provinsi, kemudian
pada 2007-2008 dilanjutkan di 27 kabupaten kota berisiko tinggi
lainnya. Kabupaten/kota dinyatakan Eliminasi TMN jika: 1). Insidens
rate tetanus neonatorum < 1/1000 kelahiran hidup per tahun yang
dibuktikan dengan meningkatnya sensitifitas kinerja surveilans TN; 2).
Cakupan bayi lahir terlindung dari TN yang dibuktikan dengan status
imunisasi T2+ pada ibu atau Protection at Birth (PAB) > 80%, dan 3)
Cakupan persalinan di fasilitas kesehatan > 87%.

Sejak tahun 1998, WHO merekomendasikan agar tetanus toxoid


(TT) diganti dengan vaksin tetanus-difteri (Td). Alasan penggantian
vaksin TT dengan vaksin Td adalah untuk menghindari ancaman KLB
difteri dan meningkatkan perlindungan terhadap difteri. Pada tahun
2010, ITAGI melakukan kajian dan merekomendasikan vaksinasi TT
diganti dengan vaksinasi Td untuk wanita usia subur berkaitan dengan
meningkatnya kejadian difteri di beberapa provinsi di Indonesia. Pada
tahun 2016 Indonesia menerapkan penggantian vaksin TT dengan Td
pada WUS.

Indonesia dinyatakan berhasil melakukan eliminasi TMN oleh


WHO­SEARO pada tahun 2016. Proses validasi tersebut dilakukan
secara bertahap dengan mengelompokkan beberapa provinsi ke
dalam beberapa wilayah: Regional 1 (Jawa dan Bali) dan Regional 2

26 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(Sumatera) pada tahun 2010, Regional 3 (Kalimantan, Sulawesi, NTT,
dan NTB) pada tahun 2011, dan Regional 4 (Papua dan Maluku) pada
tahun 2016.

Untuk menilai keberhasilan dalam mempertahankan status eliminasi,


Kementerian Kesehatan bersama UNICEF dan WHO melakukan pe­
ni­laian pasca validasi (post validation assessment/PVA) pada tahun
II
2020. Kegiatan ini terdiri dari desk review dokumen yang tersedia
yang relevan dengan eliminasi TMN, wawancara pengelola imunisasi
di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan fasilitas kesehatan serta survei
cepat kenyamanan (Rapid Convenience Assessment) masyarakat di
empat kabupaten/kota yang ditentukan berisiko tinggi untuk TN.
Hasil PVA eliminasi TMN menunjukkan bahwa Indonesia berhasil
mem­pertahankan eliminasi TMN dengan catatan beberapa populasi
masih rentan dan membutuhkan perlindungan terhadap tetanus
(contoh: provinsi Papua).

Pencegahan TMN dapat diawali dengan pelaksanaan ANC yang


diberikan sesuai dengan Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu.
Standar pelayanan antenatal terpadu diberikan pada saat petugas
kesehatan kontak dengan ibu hamil, termasuk di dalamnya adalah
skrining status imunisasi tetanus dan diberikan imunisasi tetanus bila
diperlukan.

Untuk memantau status imunisasi ibu hamil dapat dilihat dari pen­
catatan di Buku KIA. Buku KIA juga menjadi media komunikasi antara
petugas pelayanan dengan penanggungjawab wilayah puskesmas.

Layanan ANC ibu hamil oleh tenaga kesehatan dilakukan minimal 6


(enam) kali selama masa kehamilan meliputi :
a. 1 (satu) kali pada trimester pertama
b. 2 (dua) kali pada trimester kedua
c. 3 (tiga) kali pada trimester ketiga

Pedoman Upaya Mempertahankan 27


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Pelayanan antenatal sesuai standar dan secara terpadu sebagaimana
dimaksud dilakukan guna persiapan persalinan yang bersih dan aman.

Grafik 4 Cakupan Kunjungan Antenatal

II
Jumlah Ibu Hamil
yang Memperoleh
Pelayanan Antenatal
Sesuai Standar (K4) 87,46% 87,97% 88,51% 82,21% 88,73%

2017 2018 2019 2020 2021

Grafik 5 Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)

Persentase
Persalinan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
(PF) 83,7% 86,2% 88,7% 83,7% 90,9%

2017 2018 2019 2020 2021

Selain perawatan antenatal dan pertolongan persalinan sesuai


standar, harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat
dan upaya-upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat
lahir rendah, asfiksia, infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum,
sepsis), dan hipotermia. Sebagian besar kematian neonatal yang
terjadi pasca lahir disebabkan oleh penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dan diobati dengan biaya yang tidak mahal, mudah dilakukan,
bisa dikerjakan dan efektif. Intervensi imunisasi Tetanus pada ibu
hamil menurunkan kematian neonatal hingga 33-58% (The Lancet
Neonatal Survival 2005).

28 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Demikian juga pentingnya edukasi perawatan tali pusat pada bayi
baru lahir untuk mencegah terjadinya TN. Bayi usia kurang dari
satu bulan merupakan golongan umur yang paling rentan terkena
risiko ganggguan kesehatan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko tersebut adalah dengan memberikan pelayanan
kunjungan neonatal (KN). Kunjungan neonatal ini dimaksudkan
untuk melihat jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
II
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter / bidan / perawat,
dapat dilaksanakan di puskesmas atau melalui kunjungan rumah.
Perawatan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatus dasar
yaitu tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini
dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat,
kulit, dan pemberian imunisasi, pemberian Vitamin K, dan penyuluhan
perawatan neonatus di rumah.
Grafik 6 Kunjungan Neonatal (KN 1)

Cakupan
Kunjungan
Neonatal
92,78% 97,41% 94,77% 87,39% 96,30%

2017 2018 2019 2020 2021

Strategi lain dalam mempertahankan eliminasi TMN adalah


penguatan surveilans TN, dimana setiap suspek TN harus dilakukan
investigasi. Penentuan kriteria kasus konfirmasi TN tidak berdasarkan
pemeriksaan laboratorium tetapi berdasarkan gejala klinis dan
diagnosis dokter atau tenaga kesehatan terlatih.

Pedoman Upaya Mempertahankan 29


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Adapun definisi operasional dalam pelaksanaan surveilans TN adalah
sebagai berikut :
1. Kasus Suspek TN
a. Kasus atau kematian TN yang didiagnosa oleh bukan
dokter atau petugas kesehatan terlatih dan tidak
II dilakukan investigasi.
b. Kematian neonatus yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Kasus Konfirmasi adalah bayi lahir hidup dapat menangis
dan menyusu/minum dalam 2 hari pertama kemudian
muncul gejala seperti mulut mencucu (trismus) sehingga sulit
menyusu/minum disertai kejang rangsang, yang dapat ter­
jadi sejak umur 3-28 hari.
3. Bukan Kasus TN (discarded) adalah kasus yang setelah di­
lakukan investigasi tidak memenuhi kriteria klinis

Surveilans TN meliputi kegiatan investigasi, pencatatan dan pelaporan,


analisis data, pemantauan dan evaluasi serta respon kesehatan masya­
rakat yang harus dilakukan.

Penemuan kasus TN secara aktif melalui surveilans di masyarakat


dan surveilans di rumah sakit. Surveilans Aktif di Masyarakat dapat
dilakukan di­fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti
puskesmas, klinik swasta, bidan praktik mandiri (BPM) dan FKTP
lainnya oleh petugas surveilans dengan mereview register MTBM
setiap minggu. Penemuan kasus dapat juga melalui kegiatan
kunjungan neonatal (KN1, KN2 dan KN3).

Surveilans Aktif Rumah sakit dilaksanakan di Rumah sakit Pemerintah,


swasta dan Rumah Sakit Khusus (rumah bersalin, RS ibu dan anak,
klinik yang memiliki perawatan ibu dan anak), oleh petugas surveilans
dengan mereview register yang terintegrasi dengan kegiatan survei­
lans AFP dan PD3I lainnya setiap minggu.

30 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Dalam hal tidak ditemukan kasus dalam kunjungan ke puskesmas dan
rumah sakit maka laporan tetap dikirimkan dengan dituliskan NIHIL
(zero report) setiap minggu.

Dalam pelaksanaan surveilans TN terdapat pemetaan wilayah ber­


dasarkan tingkat risiko kejadian TN yaitu daerah risiko tinggi dan
daerah risiko rendah. Adapun kriteria masing-masing daerah adalah
II
sebagai berikut:
a. Daerah risiko tinggi adalah kabupaten/kota dimana:
1) Ditemukan kasus TN selama satu tahun terakhir > 1/­
1000 kelahiran hidup, atau
2) Jika insidensi <1/1000 kelahiran hidup tetapi surveilans
tidak sensitif, cakupan persalinan di fasiltas pelayanan
kese­hatan < 87%, dan cakupan status imunisasi T2+ pada
ibu hamil < 80% pada tahun yang sama.
b. Daerah risiko rendah adalah kabupaten/kota dimana:
1) Insidensi TN <1/1000 kelahiran hidup dan kinerja survei­
lans yang sensitif.
2) Insidensi TN <1/1000 kelahiran hidup dan cakupan per­
salinan di fasilitas pelayanan kesehatan ≥ 87%, atau
3) Insidensi TN <1/1000 kelahiran hidup dan cakupan status
imunisasi T2+ pada ibu hamil ≥ 80%.

Pedoman Upaya Mempertahankan 31


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Gambar 2 Alur pemetaan risiko wilayah (perbaiki tampilan alur)

TN <1/1000 kelahiran hidup

Resiko Tinggi Tidak Ya Surveilans


TN sensitif?

II
Cakupan Tidak Ya Resiko
Persalinan Rendah
Faskes
> 87% Ya Resiko
Rendah
Tidak

Cakupan T2+ Ya Resiko


> 80% atau Rendah
PAB > 80%

Tidak

Resiko Tinggi

Keterangan:
1. Surveilans TN sensitif adalah: a) sistem laporan nihil yang berjalan
dengan baik; b) kelengkapan laporan surveilans di fasilitas kese­
hatan di setiap kabupaten/kota ≥80%; c) Hospital Record Review
(HRR) dilakukan setidaknya setahun sekali.
2. Persalinan oleh tenaga kesehatan atau sebagaimana ditentukan
oleh kebijakan nasional.

Indikator surveilans TN meliputi : kelengkapan laporan bulanan, ke­


te­patan laporan bulanan, kelengkapan investigasi, ketepatan inves­
tigasi, pencapaian status eliminasi TMN, dan kecukupan respon kasus.
Pelaksanaan surveilans TN secara rinci merujuk kepada Petunjuk
Teknis Surveilans Tetanus Neonatorum yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan.

32 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
III

BAB III
PERSIAPAN

Pedoman Upaya Mempertahankan 33


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
3.1. Mikroplanning (Perencanaan)
3.1.1. Pendataan sasaran
Penentuan sasaran dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan
estimasi berdasarkan proyeksi data sasaran yang dikeluarkan
Kemen­kes atau pendataan langsung yang dilakukan oleh puskesmas.
Dalam penentuan data sasaran, lakukan koordinasi dengan pengelola
program Kesehatan Keluarga.
III WUS yang menjadi sasaran program imunisasi adalah semua wanita
usia 15 s.d 39 tahun, termasuk ibu hamil. Jumlah sasaran WUS
men­gacu pada data Pusdatin Kemenkes. Dari total WUS tersebut,
se­
banyak 7-10% akan menjadi sasaran untuk melengkapi status
imunisasi tetanus (status T).

3.1.2. Perencanaan Vaksin dan Logistik


• Perhitungan kebutuhan vaksin
Vaksin yang digunakan pada imunisasi tetanus pada WUS
adalah Td. Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin,
harus diperhatikan beberapa hal, yaitu jumlah sasaran,
jumlah pemberian, target cakupan dan indeks pemakaian
vaksin.
Jumlah Sasaran x Target Cakupan
Kebutuhan Vaksin Td =
Indeks Pemakaian Vaksin
Keterangan:
Indeks Pemakaian Jumlah Sasaran yang Diimunisasi
=
Vaksin (IP) Jumlah Vaksin yang Dipakai

Usulan kebutuhan vaksin memperhitungkan sisa stok yang ada


dan menyediakan buffer stok sebanyak 10%.
Usulan Vaksin Td =
(Total Kebutuhan Vaksin Td - Sisa Stok) + buffer stok 10%

34 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
• Perhitungan kebutuhan Auto Disable Syringe (ADS)
ADS 0,5 mL dihitung sejumlah sasaran yang akan diberikan
imunisasi Td.
Cara perhitungan kebutuhan Auto Disable Syringe (ADS)
adalah sebagai berikut:
Kebutuhan ADS 0,5 ml = ∑ sasaran + maks 5 % sebagai
cadangan
Perhitungan kebutuhan Safety Box (SB)
Terdapat 2 jenis ukuran Safety Box yaitu 2,5 L dan 5 L yang III
masing-masing mampu menampung ADS sebanyak 50 dan
100 buah.
Rumus menghitung kebutuhan Safety Box (SB) :

Safety box ukuran 2,5 L = Jumlah ADS : 50


Safety box ukuran 5 L = Jumlah ADS : 100

3.2 Tenaga Pelaksana Imunisasi


a. Provinsi:
• Pengelola program Imunisasi
• Pengelola logistik Imunisasi
• Pengelola program kesehatan keluarga
• Pengelola program promosi kesehatan
b. Kabupaten/Kota:
• Pengelola program Imunisasi
• Pengelola logistik Imunisasi
• Pengelola program kesehatan keluarga
• Pengelola program promosi kesehatan

Pedoman Upaya Mempertahankan 35


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
c. Puskesmas:
• Dokter, bidan, perawat yang ditunjuk sebagai pelak­
sana imunisasi.
• Pengelola program logistik Imunisasi
• Pengelola program kesehatan ibu dan anak
• Pengelola program promosi kesehatan
• Pengelola program kesehatan lingkungan
d. Tempat Praktek Mandiri
• Dokter praktik mandiri
III • Bidan praktik mandiri
e. Rumah Sakit
• Dokter, bidan, perawat yang ditunjuk sebagai pelak­
sana imunisasi.
• Pengelola logistik imunisasi.
• Pengelola keselamatan kesehatan kerja RS

3.3 Pembiayaan
Pembiayaan kegiatan imunisasi tetanus pada WUS ini bersumber dari
APBN (Dekonsentrasi, DAK non fisik/BOK), APBD dan sumber lain
yang sah.

3.4 Pengawasan Kesiapan


Kegiatan pengawasan kesiapan imunisasi tetanus pada WUS meliputi
penilaian terhadap:
1. Perencanaan, koordinasi dan pendanaan.
2. Advokasi, sosialisasi, komunikasi, dan mobilisasi.
3. Ketersediaan sumber daya manusia .
4. Ketersediaan dan rencana distribusi vaksin, rantai dingin, dan
logistik lain seperti kit anafilaktik dan APD.
5. Rencana monitoring dan supervisi.

36 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
3.5 Promosi Kesehatan
Perawatan bayi baru lahir merupakan hal yang harus diperhatikan
oleh seorang ibu karena masa ini merupakan fase penting yang akan
sangat berpengaruh pada perkembangan selanjutnya. Selama ini
masih banyak kaum ibu yang kurang memahami akan pentingnya
perawatan bayi baru lahir yang baik dan benar.

Dalam memberikan perawatan pada bayi, sebagian ibu dipengaruhi


oleh budaya atau tradisi tidak baik keluarga yang dapat merugikan III
dan berpengaruh buruk pada kesehatan dan perkembangan bayi,
misalnya tali pusat ditaburi campuran bedak dan kunyit agar cepat
lepas.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, maka perlu upaya promosi


Kesehatan, dengan pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE)
tentang perawatan bayi baru lahir yang tepat kepada ibu, keluarga
dan masyarakat. Diharapkan para ibu dan keluarga mampu merawat
bayi mereka secara mandiri dengan tepat sehingga kesehatan dan
kesejahteraan bayi baru lahir dapat terpenuhi pada masa hari-hari
pertama kehidupan.

Peran promosi kesehatan menjadi bagian penting dari upaya mem­


per­tahankan Eliminasi TMN. Petugas pro­mosi kesehatan berinteraksi
langsung dengan masyarakat dan mengetahui kondisi di lapangan
sebagai bagian dari layanan puskesmas.

Pedoman Upaya Mempertahankan 37


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Upaya-upaya berikut perlu dilakukan dalam rangka persiapan penye­
leng­garaan imunisasi tetanus pada WUS :

a. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan atau


pengambil kebijakan terkait penyelenggaraan imunisasi
tetanus pada WUS.

Advokasi merupakan upaya pendekatan kepada kelompok individu


yang berpengaruh (penentu kebijakan) agar mereka mendukung
program imunisasi tetanus pada WUS melalui dukungan regulasi,
III
kebijakan, perencanaan dan pembiayaan serta mobilisasi masyarakat.
Beberapa metode dalam advokasi antara lain seminar, sosialisasi, dan
workshop.

b. Melakukan sosialisasi kepada petugas Kesehatan di dinas


Kesehatan provinsi/ kabupaten/ kota, puskesmas dan
fasilitas Kesehatan lainnya.

Sosialisasi imunisasi tetanus pada WUS kepada petugas kesehatan


ter­­kait (pengelola imunisasi, pengelola program KIA, dokter, bidan,
perawat yang ditunjuk sebagai pelaksana imunisasi, dll) dilaksanakan
secara rutin dalam rangka meningkatkan pemahaman petugas.
Kegiatan sosialisasi ini menjadi bahan bagi petugas Kesehatan dalam
memberikan komunikasi, informasi dan edukasi pada WUS.

c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam


penyelenggaraan imunisasi Tetanus pada WUS.

Kegiatan kunci yang perlu dilakukan untuk meningkatkan peran serta


masyarakat, antara lain:
• Melibatkan kader untuk menggerakkan sasaran WUS datang
ke layanan imunisasi termasuk rencana untuk melakukan
kun­­jun­gan rumah.

38 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
• Melakukan sosialisasi tentang pesan-pesan kunci imunisasi
tetanus pada WUS kepada tokoh masyarakat/adat, tokoh
agama, PKK, guru, tokoh lainnya melalui pertemuan di tingkat
masyarakat.
• Menyebarluaskan materi KIE (baliho, poster, spanduk, sele­
baran, iklan layanan masyarakat, dll) di tempat-tempat
layanan publik atau melalui media sosial, media elektronik,
dan media cetak. Materi KIE sebaiknya dibuat dengan bahasa
se­tempat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat.
• Di wilayah dimana terjadi banyak penolakan perlu dilakukan III
pelatihan komunikasi antar pribadi yang melibatkan kader
serta tokoh masyarakat.

d. Meningkatkan peran serta lintas sektor, program dan


kemitraan dalam penyelenggaraan imunisasi tetanus pada
WUS

Rincian kegiatan dan peran serta lintas sektor, lintas program dan
kemitraan dijelaskan dalam BAB V

Pedoman Upaya Mempertahankan 39


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
BAB IV
IV

PELAKSANAAN

40 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.1 Mekanisme Pelaksanaan
Pelayanan imunisasi dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol
kesehatan. Ketentuan Ruang/Tempat Pelayanan Imunisas.

Ruang pelayanan:
a. Menggunakan ruang/tempat yang cukup besar dengan
sir­
kulasi udara yang baik (dapat juga mendirikan tenda
di­l­apangan terbuka). Apabila menggunakan kipas angin,
letakkan kipas angin di belakang petugas kesehatan
agar arah aliran udara kipas angin mengalir dari tenaga
kesehatan ke sasaran Imunisasi.
b. Memastikan ruang/tempat pelayanan imunisasi bersih
den­­
gan membersihkan sebelum dan sesudah pelayanan
IV
den­g­an cairan disinfektan.
c. Tersedia fasilitas mencuci tangan pakai sabun dan air
mengalir atau hand sanitizer.
d. Atur meja pelayanan antar petugas agar menjaga jarak
aman 1-2 meter.
e. Ruang/tempat pelayanan imunisasi hanya untuk melayani
sasaran imunisasi yang sehat.
f. Sediakan tempat duduk bagi sasaran imunisasi dengan
jarak aman antar tempat duduk 1-2 meter.

Waktu Pelaksanaan:
a. Waktu imunisasi rutin (ANC/pemeriksaan ibu hamil, calon
pengantin).
b. Waktu kunjungan Posyandu.
c. Waktu Puskesmas Keliling.
d. Waktu Imunisasi Tambahan (Supplementary Immunization
Activities/SIAs).

Pedoman Upaya Mempertahankan 41


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.2 Penapisan Status Imunisasi Tetanus
Sebelum dilaksanakan pemberian imunisasi Tetanus (Td), harus di­
lakukan penapisan (skrining) untuk mengetahui jumlah dosis serta
status imunisasi tetanus yang telah diperoleh seorang WUS.

Penapisan dilakukan berdasarkan riwayat imunisasi yang tercatat


mau­pun berdasarkan ingatan.

÷ Apabila data imunisasi saat bayi tercatat pada kartu imunisasi,


buku KIA, buku kohort atau register imunisasi lainnya,
maka riwayat imunisasi tetanus pada bayi dapat dihitung
sesuai dengan total imunisasi tetanus yang diterima dengan
IV memperhatikan interval minimal.

÷ Apabila hanya berdasarkan ingatan, penapisan dapat dimulai


dengan pertanyaan imunisasi saat bayi, baduta, usia sekolah,
catin dan saat kehamilan sebelumnya. Apabila sasaran WUS
terlihat ragu atas jawabannya atau petugas meragukan
jawaban dari WUS tersebut, maka dianggap status imunisasi
T0.

÷ Apabila WUS menyatakan pernah mendapatkan suntikan


tetanus pada waktu bayi sampai dengan usia sekolah, namun
tidak mengingat jumlah dan interval minimal, maka dianggap
status imunisasi T1.

42 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.2.1 Langkah Pertanyaan pada Penapisan
Untuk mengetahui status imunisasi T pada WUS maka petugas dapat
menan­yakan riwayat imunisasi tetanus sebagai berikut :

a. Pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantin:


1. Tanyakan riwayat dan waktu pemberian (bulan/tahun)
imunisasi tetanus pada saat sekolah.
Catat pada kartu bantu atau sistem pencatatan manual/
elektronik.
2. Tanyakan riwayat dan waktu pemberian (bulan/tahun)
imunisasi tetanus pada saat baduta dan bayi.
Catat pada kartu bantu atau sistem pencatatan manual/ IV
elektronik.

b. Pada Pelayanan ANC:


1. Tanyakan riwayat dan waktu pemberian (bulan/tahun)
imunisasi Tetanus pada kehamilan saat ini dan kehamilan
sebelumnya, catat pada kartu bantu atau sistem pencatatan
manual/elektronik.
2. Tanyakan riwayat dan waktu pemberian (bulan/tahun)
imunisasi tetanus pada saat catin, catat pada kartu bantu
atau sistem pencatatan manual/elektronik.
3. Tanyakan riwayat dan waktu pemberian (bulan/tahun)
imunisasi tetanus pada saat sekolah, catat pada kartu bantu
atau sistem pencatatan manual/elektronik.
4. Tanyakan riwayat dan waktu pemberian (bulan/tahun)
imunisasi tetanus pada saat baduta dan bayi, catat pada
kartu bantu atau sistem pencatatan manual/elektronik.

Pedoman Upaya Mempertahankan 43


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.2.2. Penilaian Hasil Penapisan
Untuk menentukan status imunisasi tetanus (T) pada WUS, terdapat
2 (dua) hal yang sangat penting yaitu:
÷ Jumlah imunisasi dihitung berdasarkan berapa kali
imunisasi tetanus yang diterima sejak bayi sampai pada
saat penapisan dilakukan.
÷ Imunisasi tetanus dihitung berdasarkan interval minimal
pemberian (tidak mengenal interval maksimal).
Ketentuan interval minimal imunisasi tetanus dan masa
perlindungan dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Status Imunisasi Tetanus dan Masa Perlindungannya


IV
Status Imunisasi Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan
T1 - -
T2 1 bulan setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 12 bulan setelah T3 10 tahun
T5 12 bulan setelah T4 > 25 tahun

Tetanus Toxoid tersedia dalam vaksin kombinasi sebagai berikut :


a. DPT-HB-Hib
b. DT
c. Td
Penentuan status T berdasarkan penapisan:
1. Seorang anak mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib sebanyak 3
kali (pada usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan atau selama usia
bayi) maka status imunisasi tetanus anak tersebut adalah T2.
2. Apabila poin 1 terpenuhi, kemudian pada saat usia 18 bulan
(baduta) anak tersebut mendapatkan booster DPT-HB-Hib 1
kali, maka status imunisasi tetanus menjadi T3 (interval antara
DPT-HB-Hib 3 dengan booster > 6 bulan).

44 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
3. Apabila poin 1 dan 2 terpenuhi, maka apabila pada waktu kelas
1 SD mendapatkan imunisasi DT 1 kali, maka status imunisasi
tetanus anak tersebut menjadi T4. Dan ketika kelas 2 dan 5 SD
masing-masing mendapatkan imunisasi Td 1 kali, maka status
imunisasi tetanus anak tersebut menjadi T5 (lengkap). Anak
tersebut akan memiliki perlindungan terhadap tetanus selama >
25 tahun sejak dosis yang terakhir dan tidak lagi membutuhkan
imunisasi tetanus.

÷ Jika dari penapisan sasaran menyatakan tidak ingat atau tidak


bisa membuktikan pernah mendapatkan imunisasi tetanus
maka dianggap status T0. Sebaiknya sasaran sesegera
mungkin diberikan imunisasi tetanus untuk mendapatkan
status T1 dan untuk imunisasi selanjutnya dapat diberikan IV
sesuai interval minimal.

÷ Jika dari penapisan sasaran membuktikan atau menyampaikan


pernah mendapatkan imunisasi tetanus 1 kali, maka dapat
diberikan 1 kali imunisasi tetanus dengan status T2.

÷ Pada ibu hamil yang tidak diketahui riwayat imunisasi tetanus


sebelumnya maka dapat diberikan 2 dosis imunisasi tetanus
dengan interval minimal 1 bulan, dimana suntikan ke-2
diberikan paling lambat 2 minggu sebelum waktu perkiraan
persalinan. (status imunisasi T2)

÷ Jika WUS menyatakan pernah mendapatkan suntikan


tetanus pada waktu bayi sampai dengan usia sekolah namun
tidak mengingat jumlah dan interval minimal maka dianggap
status T1.

Pedoman Upaya Mempertahankan 45


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Tabel 2. Panduan Pertanyaan Penapisan

Pernah/tidak
Riwayat Imunisasi Kesimpulan status
mendapat imunisasi
Tetanus imunisasi
tetanus? *
Riwayat saat bayi dan baduta
2 bulan Ya/Tidak T ...
3 bulan Ya/Tidak T ...
4 bulan Ya/Tidak T ...
18 bulan Ya/Tidak T ...
Riwayat BIAS*
Kelas 1 SD Ya/Tidak T ...
Kelas 2 SD Ya/Tidak T ...
Kelas 3 SD Ya/Tidak T ...
IV
Kelas 5 SD Ya/Tidak T ...
Saat Calon Pengantin (Catin)
Imunisasi pertama Ya/Tidak T ...
Imunisasi kedua Ya/Tidak T ...
Saat Hamil**
Hamil anak pertama Ya/Tidak T ...
Hamil anak kedua Ya/Tidak T ...
Hamil anak ketiga Ya/Tidak T ...
dst.
Imunisasi Tetanus Ya/Tidak T ...
Tambahan contoh saat
ORI/PIN/Kampanye
Penentuan Status T ...
Imunisasi berdasarkan
total Imunisasi T
yang sudah didapat
sesuai dengan interval
minimal
Catatan*: Program BIAS kelas 1, 2 dan 5 mulai dilaksanakan tahun 2017 sebelumnya
sasaran program BIAS untuk kelas 1,2 dan 3 SD.
** Penentuan status imunisasi T berdasarkan jumlah dan interval minimal pemberian pada
saat hamil

46 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.3 Tatalaksana Pada Ibu Dengan Bayi Tetanus
Neonatarum
• Jika kasus TN terkonfirmasi, ibu harus menerima tiga kali
imunisasi tetanus.
• Berikan imunisasi pertama sesegera mungkin, lanjutkan
imunisasi kedua tetanus dalam waktu minimal 1 bulan setelah
imunisasi pertama, dan imunisasi ketiga minimal 6 bulan setelah
imunisasi kedua.

4.4 Imunisasi Tambahan


Imunisasi tambahan 3 kali dengan jarak interval minimal (0-1-6 bulan)
diberikan pada semua WUS di daerah risiko tinggi dengan kriteria: IV
• Kasus TN > 1 per 1000 kelahiran hidup; atau
• Status Imunisasi T2+ <80% dan persalinan di fasilitas Kesehatan
< 87%.

4.5 Tempat Pelaksanaan


Kegiatan penjaringan dan penapisan WUS juga dapat diintegrasikan
dengan program kesehatan lain atau kegiatan yang melibatkan
masyarakat seperti layanan kesehatan untuk remaja, kegiatan
Germas, perayaan hari besar/nasional (Hari Ibu, Hari Kartini, dll).

Pemberian Imunisasi tetanus pada WUS dilaksanakan di fasilitas


pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas pembantu,
pukesmas, rumah sakit pemerintah/swasta, rumah sakit TNI/POLRI,
klinik, praktek dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.

Pedoman Upaya Mempertahankan 47


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.6 Peran Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
imunisasi tetanus kepada WUS adalah kader dan pelaksana vaksinasi
(bidan atau perawat atau dokter).
1. Kader
÷ Menyampaikan dan mengingatkan WUS untuk mendatangi
tempat pelayanan imunisasi (posyandu).
÷ Membantu menyiapkan ruang layanan.
÷ Membantu proses pendaftaran dan antrian layanan serta
pencatatan.
2. Petugas imunisasi
IV
÷ Memastikan kondisi diri sendiri, kader dan petugas kesehatan
lainnya dalam keadaan sehat untuk memberikan pelayanan
(tidak demam, batuk, pilek, dan lain-lain).
÷ Memastikan semua vaksin, logistik, dan peralatan/kit
anafilatik tersedia cukup dan dalam keadaan baik dan bersih
÷ Melakukan skrining status imunisasi tetanus serta kesehatan
sebelum pelaksanaan imunisasi.
÷ Menjelaskan imunisasi yang akan diberikan saat ini (jenis,
jad­wal, manfaat, serta kemungkinan efek simpang yang akan
ter­jadi dan bagaimana cara untuk mengatasinya).
÷ Memberikan imunisasi sesuai jadwal dengan prinsip
penyuntikan yang aman (safe injection).
÷ Memberikan penjelasan tindakan yang harus dilakukan
apabila terjadi keluhan setelah imunisasi, seperti harus
segera menghubungi petugas kesehatan.
÷ Mencatat hasil pelayanan imunisasi.

48 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Untuk melindungi kemungkinan terjadinya penularan penyakit selama
pelaksanaan imunisasi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Menggunakan alat pelindung diri sebelum memulai pelayanan
yaitu masker bedah/masker medis (1 buah masker medis dapat
dipakai maksimal 4 jam, atau diganti lebih sering apabila basah,
robek atau rusak).
2. Petugas dapat menggunakan APD tambahan (kondisi pada saat
pandemi) yaitu:
• Petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
atau dapat menggunakan handsanitizer setiap sebelum
dan sesudah imunisasi kepada setiap sasaran.
• APD lain apabila tersedia, seperti baju dinas atau gown/
apron, dan face shield
IV
• Baju dinas yang digunakan untuk pelayanan imunisasi
harus diganti setiap selesai sesi pelayanan apabila petugas
akan kembali ke Puskesmas

4.7 Penyiapan Logistik Pelaksanaan Imunisasi


Penyiapan logistik (terutama vaksin, alat suntik/ADS 0,5 mL dan safety
box) harus dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah sasaran
yang akan diberikan imunisasi sehingga tidak terjadi kekurangan
ataupun pemborosan.

1. Vaksin Td
Jumlah vaksin Td dihitung dengan cara jumlah sasaran dibagi dengan
indek pemakaian vaksin. Vaksin yang dipakai adalah kemasan 10 dosis
per vial. Kebutuhan vaksin untuk pelayanan di fasyankes adalah :

Vaksin (vial) = Jumlah sasaran/ IP

Pedoman Upaya Mempertahankan 49


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
2. ADS 0,5 mL
ADS 0,5 mL yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah sasaran
yang akan diberikan imunisasi. Bisa ditambahkan maksimal 5% se­
bagai cadangan apabila terjadi kerusakan.

ADS 0,5 mL = Jumlah sasaran

3. Safety box
Safety box digunakan untuk menyimpan jarum suntik bekas setelah
penyuntikan sebelum dilakukan pemusnahan. Meskipun jumlah alat
suntik yang dibutuhkan sedikit tetap harus disiapkan 1 buah safety
box.
Untuk menjamin kualitas vaksin, maka vaksin tersebut harus disimpan
IV dalam suhu antara 2-8oC dengan dimasukkan kedalam vaccine carrier
yang dilengkapi dengan coolpack dan alat pemantau paparan suhu
beku (freeze tag).

• Masukkan 6 buah coolpack dalam vaccine. carrier (atau disesuaikan


dengan ukuran vaccine carrier)
• Letakkan vaksin diatas coolpack
• Letakkan satu buah alat pemantau suhu beku dalam vaccine carrier
• Letakkan busa diatas tumpukan vaksin
• Tutup vaccine carrier dengan rapat

50 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.8 Pengelolaan Vaksin Saat Pelayanan
Pada saat pemberian imunisasi, harus dipastikan bahwa vaksin belum
mengalami kerusakan akibat melewati masa kadaluarsa, paparan
suhu panas, suku beku, maupun rusak oleh sebab yang lain.
1. Masa kadaluarsa
Perhatikan masa kadaluarsa vaksin yang tercantum pada se­
tiap vial. Vaksin bisa digunakan sampai dengan akhir bulan
masa Expired Date (ED) yang tercantum pada vial.
2. Paparan suhu beku
Vaksin Td merupakan vaksin yang sensitif pembekuan dan akan
rusak apabila terpapar suhu beku. Perhatikan alat pemantau
paparan suhu beku yang diletakkan pada vaccine carrier. IV

• Apabila alat pemantau paparan suhu beku memberikan tanda


√ maka vaksin tersebut belum terkena paparan suhu beku
sehingga aman untuk digunakan.
• Apabila tanda √ berubah menjadi X, maka vaksin tersebut
terpapar suhu beku dan tidak boleh untuk digunakan

Pedoman Upaya Mempertahankan 51


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
3. Paparan suhu panas
Selain vaksin dapat rusak oleh paparan suhu beku,
vaksin Td juga akan rusak apabila terpapar suhu panas
yang berlebihan. Untuk memantau paparan suhu panas,
perhatikan vaccine vial monitor (VVM) yang menempel
pada setiap vial vaksin. Bandingkan warna kotak yang
ada ditengah lingkaran dengan warna lingkaran. Warna
kotak akan berubah menjadi hitam secara perlahan sesuai
dengan paparan suhu panas yang diperoleh vaksin.


 
  
   
IV    


 


4. Rusak oleh sebab lain


Disamping beku dan panas, beberapa kondisi dibawah ini
dapat menyebabkan kerusakan vaksin:
• Label vaksin hilang/rusak dan tidak terbaca.
• Warna vaksin berubah.
• Vaksin terendam dalam air.
• Sudah melewati batas waktu pemakaian vaksin yang
telah dibuka (meskipun belum kadaluarsa).
Untuk tetap mempertahan suhu dan kualitas vaksin selama
pelayanan imunisasi, agar diperhatikan juga hal berikut:
1. Vaccine carrier yang berisi vaksin harus diletakkan
ditempat teduh dan terlindung dari sinar matahari
langsung.
2. Vaksin yang telah dibuka diletakkan diatas busa penutup
vaccine carrier.

52 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
• Vaksin yang belum dibuka tetap
diletakkan dalam vaccine carrier.
• Vaksin yang telah dibuka diletakkan
diatas busa.
• Tuliskan tanggal vaksin pertama kali
digunakan.

4.9 Cara Pemberian Imunisasi


Berikut langkah-langkah dalam melakukan pemberian imunisasi :
IV
1. Imunisasi Td diberikan pada sasaran WUS dengan terlebih dahulu
melihat status Imunisasi hasil penapisan.
2. Imunisasi dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai
(auto disable syringe/ADS) sesuai dosis yang direkomendasikan.
Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk menghindari
pemakaian berulang, sehingga dapat mencegah penularan
penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B dan Hepatitis C.
3. Pengambilan vaksin dengan cara memasukkan jarum ke dalam
vial vaksin dan pastikan ujung jarum selalu berada di bawah
permukaan larutan vaksin sehingga tidak ada udara yang masuk
ke dalam spuit.
4. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk ke dalam
spuit dan keluarkan udara yang tersisa dengan cara mengetuk
alat suntik atau mendorong torak sampai pada skala dosis yang
direkomendasikan kemudian cabut jarum dari vial.
5. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan kapas kering
sekali pakai atau kapas yang dibasahi dengan air matang, tunggu
hingga kering. Apabila lengan tampak kotor diminta untuk
dibersihkan terlebih dahulu.

Pedoman Upaya Mempertahankan 53


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
6. Dosis vaksin sebanyak 0,5 mL diberikan secara intramuskuler
pada lengan atas, pertengahan otot deltoid.
7. Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar, kemudian ambil
kapas kering lalu ditekan pada bekas suntikan, jika ada perdarahan
kapas tetap ditekan pada lokasi suntikan hingga darah berhenti,
buang ADS ke dalam safety box.
8. Setelah melakukan pemberian Imunisasi, catat jenis vaksin,
tanggal pemberian dan nomor batch vaksin pada kartu /catatan
Imunisasi, kohort atau register imunisasi.

• Pemberian imunisasi Td secara intramuskuler,


pada lengan atas.
IV
• Sudut pemberian sebesar 90o.

4.10 Kontra Indikasi Imunisasi Tetanus


Berdasarkan rekomendasi Strategic Advisory Group of Expert on
Immunization (SAGE) imunisasi tetanus aman dan dapat diberikan
pada wanita hamil sepanjang usia kehamilan sampai dengan 2 minggu
sebelum perkiraan persalinan. Meskipun demikian agar diperhatikan
beberapa hal berikut:
• Tidak memberikan imunisasi tetanus pada WUS yang memiliki
riwayat reaksi berat/ serius terhadap imunisasi tetanus.
• Tunda pemberian imunisasi tetanus pada WUS yang sedang panas
tinggi dan sakit berat. Berikan imunisasi segera setelah sembuh.

HIV dan imunokompromais/imunodefisiensi bukan merupakan


kontra indikasi imunisasi Tetanus.

54 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.11 Penyuntikan Aman
Pelaksanaan Imunisasi harus bisa menjamin bahwa sasaran menda­
patkan kekebalan serta dapat menghindari penyebaran penyakit
terhadap petugas dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
harus diperhatikan beberapa hal di bawah ini:
1. Selalu menggunakan ADS dalam pelayanan Imunisasi.
2. Jangan menggunakan ADS dengan kemasan yang telah rusak
atau telah melewati tanggal kadaluarsa.
3. Jangan mengisi spuit dengan vaksin sebelum sasaran datang
(pre-filling).
4. Jangan meninggalkan jarum suntik menancap pada vial vaksin
5. Jarum suntik habis pakai harus langsung dibuang ke safety box IV
tanpa menutup kembali jarum (no recapping). Jangan meletakkan
jarum suntik habis pakai di atas meja atau di nampan setelah
penyuntikan.
6. Tenaga kesehatan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan penyuntikan.

4.12 Penanganan Vaksin Sisa Pelayanan


Vaksin sisa pelayanan imunisasi masih dapat digunakan pada sesi
pelayanan berikutnya dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Vaksin sisa yang belum dibuka baik di layanan dinamis (posyandu,
puskesmas keliling, dan lain-lain) maupun layanan statis (pustu,
puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain) masih bisa digunakan
pada sesi layanan berikutnya.
2. Vaksin yang sudah dibuka di layanan dinamis tidak bisa digunakan
lagi dan harus segera dimusnahkan. Sedangkan vaksin sisa yang
telah dibuka dalam layanan statis (dalam gedung) bisa digunakan
lagi pada sesi berikutnya sampai dengan 4 minggu (dituliskan

Pedoman Upaya Mempertahankan 55


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
tanggal pertama kali dibuka, belum kadaluarsa dan VVM masih
dalam kondisi A atau B).
3. Vaksin sisa harus disimpan pada suhu 2-8oC serta tidak terendam
air.
4. Vaksin sisa tersebut harus diutamakan penggunaannya sebelum
menggunakan vaksin yang lain.

4.13 Manajemen Limbah


Manajemen limbah bertujuan untuk memastikan tidak adanya penu­
laran penyakit akibat penyalahgunaan limbah imunisasi. Hal-hal yang
harus diperhatikan adalah:
IV 1. Setiap tempat pelayanan Imunisasi harus disediakan safety box
dengan jumlah yang cukup berdasarkan jumlah sasaran.
2. Semua ADS yang telah digunakan harus dimasukkan ke dalam
safety box, tanpa melakukan penutupan ulang. Jangan mem­
buang sampah lainnya ke dalam safety box.
3. Setelah safety box terisi 3/4 (tiga per empat) penuh, harus
ditempatkan di tempat yang aman dalam kondisi tertutup
dengan diberi tanda silang (X) atau ditempelkan lakban.
4. Limbah lainnya, seperti vial vaksin, kapas, dibuang ke dalam
kantong plastik khusus limbah medis atau kantong plastik biasa
yang diberi tanda/ditulis “limbah medis”.
5. Setelah kantong plastik limbah medis terisi 3/4 (tiga per empat)
penuh, diikat dan ditempatkan di tempat yang aman dalam
kondisi tertutup.
6. Safety box dibawa ke tempat penyimpanan limbah sementara
di masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan terkait untuk
dimusnahkan.
7. Limbah yang terkumpul tersebut kemudian dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan berkoordinasi dengan
petugas kesehatan lingkungan.

56 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4.14 Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan imunisasi WUS dilakukan dengan cara
manual maupun elektronik.
1. Pencatatan dan pelaporan secara manual
Pencatatan imunisasi meliputi pencatatan status imunisasi T dan
hasil pemberian imunisasi tetanus pada WUS baik ibu hamil maupun
WUS tidak hamil dengan menggunakan register imunisasi, kohort
ibu, kohort kesehatan usia reproduksi/catin, dan buku KIA.
Setelah dilakukan penapisan, data individu WUS dicatat pada
formulir register status imunisasi T WUS di antaranya meliputi
data status imunisasi T pada saat dilakukan penapisan, status
imunisasi T akhir dan tanggal imunisasi Td berikutnya (lampiran IV
2).
Selanjutnya petugas melakukan rekapitulasi layanan
penyelenggaraan imunisasi T pada WUS pada format Pemantauan
Wilayah Setempat (PWS) (lampiran 3 dan 4). PWS dilaporkan
dari seluruh wilayah kerja puskemas, kemudian dilaporkan
secara berjenjang ke dinkes kab/kota, provinsi dan Kementerian
Kesehatan.
Status imunisasi T yang dicatat dalam PWS merupakan status
imunisasi T akhir yaitu berdasarkan hasil penapisan dan setelah
dilakukan pemberian imunisasi tetanus.
Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi, maka status imunisasi
T akhir dicatat pada kolom jumlah dan persentase ibu hamil
diimunisasi serta pada kolom status imunisasi T ibu hamil.
Sedangkan WUS tidak hamil yang mendapatkan imunisasi, maka
status imunisasi T akhir dicatat pada kolom jumlah dan persentase
WUS tidak hamil diimunisasi dan pada kolom status imunisasi T
WUS tidak hamil.

Pedoman Upaya Mempertahankan 57


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Pada WUS yang tidak mendapatkan imunisasi karena status
imunsiasi T sudah lengkap (status imunisasi T5) atau belum
memenuhi interval minimal pemberian imunisasi berikutnya,
maka status imunisasi T hasil penapisan tetap dicatat pada kolom
status imunisasi T ibu hamil atau pada kolom status imunisasi T
WUS tidak hamil.
CATATAN:
• Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan dengan baik, benar,
dan teratur maka petugas imunisasi akan dapat mengetahui
status imunisasi T WUS di wilayahnya.
• Wilayah dengan cakupan status imunisasi T WUS rendah
atau tidak mencapai target sandingkan cakupan status
IV imunisasi T WUS dengan cakupan layanan ANC atau kesehatan
usia reproduksi.
• Wilayah dengan cakupan status imunisasi T WUS ekstrem atau
melebihi target pastikan pencatatan sudah benar, tidak
ada kesalahan penginputan, tidak terjadi duplikasi pencatatan.

2. Pencatatan dan pelaporan secara elektronik


Pencatatan dan pelaporan elektronik menggunakan Aplikasi
Sehat Indonesiaku (ASIK) untuk hasil layanan imunisasi. Pengelola
program imunisasi dan KIPI serta pelaksana imunisasi wajib
mendaftarkan diri kedalam aplikasi ASIK agar dapat melaporkan
hasil layanan. Detail cara registrasi dapat dilihat pada buku panduan
penggunaan aplikasi ASIK yang dapat di unduh pada tautan
https://link.kemkes.go.id/multi/Links/lists/ASIKImunisasiRutin
ASIK ada dua macam yaitu: 1) Sehat Indonesiaku-aplikasi mobile
android yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk mencatat
hasil kegiatan imunisasi secara online, 2) Dashboard Sehat
Indonesiaku yang dapat dibuka melalui web browser pada PC/
laptop/ desktop/ komputer maupun pada smartphone untuk
melihat analisa data hasil kegiatan imunisasi.

58 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
BAB V
PERAN LINTAS SEKTOR, LINTAS V

PROGRAM DAN KEMITRAAN

Pedoman Upaya Mempertahankan 59


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Upaya mempertahankan eliminasi TMN memerlukan kerja sama
lintas program/lintas sektor, antara lain Kementerian Koordinator
Pem­bangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset,
dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemen­
terian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN,
TNI/Polri, PKK, Organisasi Profesi, Organisasi Keagamaan, Organisasi
Kemasyarakatan, mitra pembangunan (WHO, UNICEF, CDC, dan
lain-lain).

Peran dan fungsi di masing-masing tingkatan dapat dijelaskan sebagai


berikut ini:

1. Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan


Kebudayaan
• Memfasilitasi penguatan peran antar kementerian/
V Lembaga.
2. Kementerian Dalam Negeri
• Memfasilitasi penyediaan anggaran operasional melalui
APBD dan pembiayaan lain yang sah.
• Mengalokasikan tenaga kesehatan puskesmas khusus untuk
Imunisasi rutin.
• Optimalisasi posyandu.
• Memastikan kegiatan Imunisasi dapat berjalan dengan
baik.
3. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi
• Memastikan alokasi anggaran dana desa untuk mendukung
kegiatan terutama dalam pembiayaan operasional
imunisasi.
• Memastikan adanya dukungan lintas sektor terkait dalam
pelaksanaan imunisasi di desa.

60 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4. Kementerian Agama
• Melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada Kantor Wila­
yah Kementerian Agama di provinsi/kabupaten/kota dan
Organisasi Keagamaan untuk mendukung penyelenggaraan
imunisasi tetanus pada WUS.
• Menerbitkan surat edaran untuk mendukung penye­leng­
garaan imunisasi tetanus pada WUS kepada seluruh Kantor
Wilayah Kementerian Agama di provinsi/kab/kota.
• Memfasilitasi upaya untuk melibatkan Organisasi Keaga­
maan terkait pentingnya imunisasi.
5. Kantor Wilayah Kementerian Agama
• Kantor Wilayah Kementerian Agama di provinsi melakukan
koordinasi dan sosialisasi pada Kantor Kementerian Agama
di kabupaten/kota dalam mendukung penyelenggaraan
imunisasi tetanus pada WUS.
• Kantor Kementerian Agama di kab/kota melalui KUA
me­la­kukan koordinasi dengan dinas kesehatan kab/kota/ V
puskesmas tentang hasil penapisan status imunisasi T dan
pem­berian imunisasi tetanus pada calon pengantin yang
dilak­sanakan oleh puskesmas atau fasyankes.
6. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi
• Memasukkan materi pentingnya imunisasi ke dalam ma­
teri pembinaan UKS, kegiatan ekstra kurikuler, atau mu­
atan lokal.
• Melakukan kajian ilmiah terkait Imunisasi tetanus pada
WUS.
• Melakukan koordinasi dan sosialisasi pada dinas pendidikan
dan kebudayaan provinsi dan kab/kota dalam upaya men­
dukung penyelenggaraan Imunisasi tetanus pada WUS.

Pedoman Upaya Mempertahankan 61


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
7. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
• Membantu sosialisasi penguatan peran keluarga dalam
imunisasi.
8. BKKBN
• Memanfaatkan wadah kelompok kegiatan (Poktan Bina
Kelu­ar­ga Balita, Bina Keluarga Remaja, Bina Keluarga
Lansia) dan forum GENRE (Generasi Berencana) untuk
sosi­
alisasi pentingnya Imunisasi tetanus pada anak dan
WUS.
• Membantu sosialisasi Imunisasi melalui petugas lapangan
Keluarga Berencana dan penyuluh Keluarga Berencana.
• Memanfaatkan tim pendamping keluarga untuk mem­
berikan sosialisasi Imunisasi WUS pada calon pengantin, ibu
hamil dan ibu pasca salin.
9. Kementerian Komunikasi dan Informatika
V • Penyebarluasan informasi melalui media dan saluran spe­
sifik lokal daerah.
10. PKK
• Menggerakkan seluruh posyandu yang berada di wilayah
Kabupaten/Kota agar minimal 80% Posyandu aktif melak­
sanakan kegiatan imunisasi secara rutin minimal sekali
setiap bulan.
• Menyediakan jumlah kader kesehatan yang aktif minimal 5
kader/posyandu.
• Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader meng­
acu pada modul kader yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan.
• Melakukan koordinasi secara aktif dengan Puskesmas se­
tem­pat dalam melakukan kegiatan serta pencatatan dan
pelaporan.

62 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
11. Organisasi Profesi
• Melakukan koordinasi dan sosialisasi secara berjenjang de­
n­­gan organisasi di tingkat provinsi, kab/kota dalam upaya
penyelenggaraan imunisasi tetanus pada WUS.
• Melakukan koordinasi secara berjenjang dengan dinas ke­­
sehatan provinsi/kabupaten/kota dalam upaya penyeleng­
garaan imunisasi tetanus pada WUS.
• Membuat surat edaran kepada seluruh ketua daerah/ketua
cabang di tingkat provinsi, dan kab/kota untuk penguatan
pelaksanaan penapisan, pemberian imunisasi tetanus dan
pencatatan pelaporan.
• Membantu meningkatkan kapasitas petugas kesehatan.
12. TNI/Polri
• Melakukan sosialisasi kepada anggota dan keluarga tentang
pentingnya imunisasi tetanus pada WUS
• Mendukung penyelenggaraan imunisasi tetanus pada WUS.
13. Mitra Pembangunan V
• Mendukung Kementerian Kesehatan dalam penyelengga­
raan program Imunisasi WUS.
• Membantu menyusun strategi komunikasi dan media KIE
Imunisasi WUS.
• Membantu meningkatkan kapasitas petugas kesehatan.
14. Kementerian Kesehatan
• Menetapkan kebijakan teknis penyelenggaraan imunisasi
tetanus pada WUS dalam rangka mempertahankan status
eliminasi TMN di tingkat kabupaten/kota.
• Menyediakan vaksin dan logistik lainnya.
• Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam pelak­
sanaan kegiatan imunisasi tetanus pada WUS.
• Menyediakan dan mendistribusikan media KIE tentang
imu­­­­­­­­­­­­­n­­­­­­­i­sasi tetanus WUS.

Pedoman Upaya Mempertahankan 63


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
• Monitoring dan evaluasi pelaksanaan imunisasi tetanus
pada WUS.
• Melakukan koordinasi dengan lintas sektor/lintas program
terkait di pusat, provinsi/kabupaten/kota.
• Memfasilitasi gerakan masyarakat, maupun kampanye
kesehatan yang mendukung pelaksanaan imunisasi tetanus
WUS.
15. Dinas Kesehatan Provinsi
• Melaksanakan kebijakan dan strategi teknis penyeleng­
garaan imunisasi tetanus WUS.
• Melakukan koordinasi dan sosialisasi penyelenggaraan
imu­nisasi tetanus WUS di tingkat provinsi dan kabupaten/
ko­ta.
• Menjalin hubungan kerja sama dengan lintas sektor dan
lintas program untuk mendukung pelaksanaan imunisasi
tetanus WUS.
• Menyediakan dan mendistribusikan media KIE tentang
V imunisasi tetanus WUS.
• Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam pelaksa­
naan kegiatan imunisasi tetanus WUS.
• Melakukan Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan imunisasi
tetanus WUS ditingkat kabupaten atau kota.
• Menyediakan biaya operasional layanan imunisasi tetanus
WUS.
• Mendistribusikan vaksin dan logistik lainnya
• Melakukan rekapitulasi hasil dan melaporkan cakupan dan
penggunaan logistik imunisasi tetanus WUS secara rutin
setiap bulan.
16. Dinas Kesehatan Kab/Kota
• Melaksanakan kebijakan dan strategi teknis penyelengga­
raan imunisasi tetanus WUS.
• Melakukan koordinasi dan sosialisasi penyelenggaraan
imun­i­s asi tetanus WUS di tingkat kecamatan/kelurahan.

64 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
• Menjalin hubungan kerja sama dengan lintas sektor, pihak
swasta untuk mendukung pelaksanaan imunisasi tetanus
WUS.
• Menyediakan dan mendistribusikan media KIE imunisasi
te­tan­us WUS.
• Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam pelaksa­
naan kegiatan imunisasi tetanus WUS.
• Melakukan Monitoring dan evaluasi pelaksanaan imunisasi
tetanus WUS di puskesmas.
• Menyediakan biaya operasional layanan imunisasi tetanus
WUS.
• Mendistribusikan vaksin dan logistik lainnya
• Melakukan rekapitulasi hasil dan melaporkan cakupan
dan pe­ n g­
gunaan logistik imunisasi tetanus WUS secara
ru­tin setiap bulan.
17. Puskesmas
• Menyelenggarakan imunisasi tetanus WUS di wilayah
kerjanya.
V
• Melakukan koordinasi dan sosialisasi penyelenggaraan
imu­­­­­ni­­­sasi­ te­­tanus WUS di­daerah wilayah kerja Puskesmas.
• Menjalin hubungan kerja sama dengan lintas program
(imunisasi, KIA, Promosi Kesehatan), lintas sektor, pihak
swasta untuk mendukung pelaksanaan imunisasi tetanus
WUS.
• Mengidentifikasi sasaran imunisasi tetanus WUS di wilayah
kerja Puskesmas.
• Melakukan pencatatan dan pelaporan cakupan penggunaan
logistik imunisasi tetanus WUS secara rutin setiap bulan.
• Melakukan penapisan status imunisasi tetanus pada calon
pengantin, atau WUS lainnya dan memberikan imunisasi
tetanus bila dibutuhkan.
• Menerbitkan surat keterangan status imunisasi T pada
calon pengantin dan WUS lainnya.

Pedoman Upaya Mempertahankan 65


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
BAB VI
V PEMANTAUAN DAN
PENANGGULANGAN KIPI

66 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang selanjutnya disingkat KIPI adalah
kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan
diduga berhubungan dengan imunisasi. Dapat berupa gejala, tanda,
hasil pemeriksaan laboratorium atau penyakit.

Meningkatnya jumlah pemberian imunisasi akan meningkatkan


jumlah laporan KIPI. KIPI yang tidak tertangani dengan baik dapat
ber­dampak pada kepercayaan masyarakat terhadap program
imunisasi, sehingga dapat menurunkan cakupan imunisasi. Keadaan
ini dapat menyebabkan tidak terbentuknya kekebalan kelompok yang
berisiko terjadinya peningkatan kasus penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) dan kejadian luar biasa (KLB).

KIPI dikategorikan menjadi dua, yaitu KIPI serius dan non-serius,


dengan penjelasan sebagai berikut:

1. KIPI serius adalah setiap kejadian medik setelah imunisasi yang


menyebabkan rawat inap, kecacatan, kematian, medikolegal
serta yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Dilaporkan
segera 1x24 jam setiap ada kejadian dan secara berjenjang,
dilengkapi investigasi oleh pengelola program imunisasi di
Dinkes Kab/Kota/Provinsi untuk dilakukan kajian oleh Pokja/ VI
Komda PP - KIPI serta rekomendasi oleh Komnas PP - KIPI.
Hasil kajian dan rekomendasi berupa klasifikasi, yaitu reaksi
yang berkaitan dengan produk vaksin dan defek kualitas vaksin,
kekeliruan prosedur pemberian imunisasi, reaksi kecemasan
yang berlebihan, kejadian yang tidak terkait dengan vaksin
(koinsiden), dugaan hubungan kausal kuat tetapi tidak cukup
bukti (indeterminate), dan hubungan kausal yang tidak dapat
ditentukan penyebabnya (unclassifiable).
2. KIPI non-serius adalah setiap kejadian medik setelah imunisasi
dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan pe­
nerima. Dilaporkan rutin setiap bulan bersamaan dengan hasil
cakupan imunisasi.

Pedoman Upaya Mempertahankan 67


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
6.1 KIPI yang Mungkin Terjadi dan
Tatalaksananya
Semua vaksin memiliki reaksi simpang/KIPI. Reaksi simpang yang
mungkin terjadi adalah reaksi lokal, seperti nyeri, bengkak, dan keme­
rahan di lokasi suntikan. Reaksi sistemik bisa berupa ruam, demam,
dan malaise. Reaksi yang sering terjadi pada saat imunisasi tetanus
seperti tercantum dalam Tabel 3, sedangkan reaksi vaksin berat
umumnya jarang sekali atau sangat jarang terjadi seperti tercantum
dalam Tabel 4.

Tabel 3. Reaksi Ringan Imunisasi Tetanus

Reaksi Lokal Reaksi Sistemik


Nyeri, bengkak dan
kemerahan di lokasi Demam >38oC Malaise
suntikan
~ 10% ~ 10% ~ 25%

Tabel 4. Reaksi Berat: Jarang Sekali - Sangat Jarang Terjadi


Imunisasi Tetanus
VI
Reaksi Interval Awitan Rate per Satu Juta Dosis
Neuritis Brakial 2 - 28 hari 5 - 10
Anafilaksis 0 - 1 jam 1-6
Abses Steril 1 - 6 minggu 6 - 10

Sumber: WHO (2014). Information Sheet: Observed Rate of Vaccine Reactions


Diphteria, Pertussis, Tetanus Vaccines. Global Vaccine Safety

68 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Reaksi ringan yang dapat terjadi pasca imunisasi tetanus adalah nyeri,
bengkak, dan kemerahan di lokasi suntikan. Hal ini dapat diatasi
dengan pemberian kompres hangat. Jika nyeri terasa menganggu,
maka dapat diberikan parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali pemberian.
Begitu pula jika terjadi demam maka parasetamol dapat digunakan
sebagai terapi simptomatik.

Sementara untuk penatalaksanaan reaksi/gejala yang lebih berat


seperti neuritis brachial dapat diberikan parasetamol sebagai
analgetik dan bila gejala menetap maka dilakukan perujukan ke RS
untuk fisioterapi.

Berikut penatalaksaan terhadap gejala/reaksi yang mungkin terjadi


pasca imunisasi tetanus terlampir dalam tabel berikut.

VI

Pedoman Upaya Mempertahankan 69


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
VI

70
Tabel 5. Gejala KIPI dan Tindakan yang Harus Dilakukan

No KIPI Gejala Tindakan Keterangan


1 Vaksin
Reaksi lokal • Nyeri, eritema, bengkak di • Kompres hangat • Pengobatan dapat
ringan daerah bekas suntikan <1cm • Jika nyeri menganggu dapat dilakukan oleh guru
• Timbul <48 jam setelah diberikan parasetamol 10 UKS atau orang tua
imunisasi mg/kgBB/kali pemberian • Berikan pengertian
<6 bulan: 60 mg/kali kepada ibu/keluarga
bahwa hal ini dapat

Pedoman Upaya Mempertahankan


pemberian
sembuh sendiri
6-12 bulan: 90 mg/kali

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


walaupun tanpa obat
pemberian
1-3 tahun: 120 mg/kali
pemberian
Reaksi lokal berat • Eritema/Indurasi >8 cm • Kompres hangat Jika tidak ada
(jarang terjadi) • Nyeri, bengkak an manifestasi • Parasetamol perubahan, hubungi
sistematik Puskesmas terdekat
Reaksi Arthus • Nyeri, bengkak, indurasi dan • Kompres hangat
edema • Parasetamol
• Terjadi akibat reimunisasi • Dirujuk dan dirawat di
pada pasien dengan kadar Rumah Sakit
anti bodi yang masih tinggi
• Timbul beberapa jam dengan
puncaknya 12-36 jam setelah
imunisasi
Reaksi umum Demam, lesu, nyeri otot, nyeri • Berikan minuman hangat
(sistematik) kepala dan menggigil dan selimut
• Parasetamol
Kolaps/keadaan • Episode hipotonik- • Rangsang dengan
seperti syok hiporesponsif wangian atau bauan yang
• Anak tetap sadar tetapi tidak merangsang
bereaksi terhadap rangsangan • Bila belum dapat diatasi
• Pada pemeriksaan frekuensi, dalam waktu 30 menit
amplitudo nadi serta tekanan segera rujuk ke Puskesmas
darah tetap dalam batas terdekat
normal
Reaksi Khusus • Lumpuh layu, simetris, Rujuk segera ke Rumah Perlu untuk survei AFP
asendens (menjalar ke atas) Sakit untuk perawatan dan
-Sindrom gullilain biasanya tungkai bawah pemeriksaan lebih lanjut
barre (jarang • Ataksia
terjadi)
• Penurunan refleksi tendon
• Gangguan menelan
• Gangguan pernafasan
• Parestesi
• Meningismus
• Tidak demam

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


Pedoman Upaya Mempertahankan
71
VI
VI

72
• Peningkatan protein dalam
cairan serebrospinal tanpa
pleositosis
• Terjadi antara 5 hari s/d 6
minggu setelah imunisasi
• Perjalanan penyakit dari 1 s/d
3-4 hari
• Prognosis umumnya baik
Neuritis brakialis • Nyeri dalam terus menerus • Parasetamol
(Neuropati pada daerah bahu dan lengan

Pedoman Upaya Mempertahankan


• Bila gejala menetap segera
pieksus brakialis) atas rujuk ke Rumah Sakit untuk

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


• Terjadi 7 jam s/d 3 minggu fisioterapi
setelah imunisasi
-Syok anafilaktik • Terjadi mendadak • Suntukan adrenalin 1;1.000, Setiap petugas yang
• Gejala klasik: kemerahan dosis 0,1-0,3 ml, sk/im berangkat ke lapangan
merata, edem • Jika pasien membaik dan harus membawa
stabil dilanjutkan dengan anafilaktik kid yang
• Urtikaria, sembab pada
suntukan deksamelason (1 berisi: epinephrine,
kelopak mata, sesak, nafas
ampul) secara intrevena/ deamethsone dan
berbunyi
intremuskular antihistamine
• Jantung berdebar kencang
• Segera pasang infus NaCl
• Tekanan darah menurun
0,9% 12 tetes/menit
• Anak pingsan/tidak sadar
• Rujuk ke Rumah Sakit
• Dapat pula terjadi langsung terdekat
berupa tekanan darah
menurun dan pingsan tanpa
didahului oleh gejala lain
2 Tata Laksana Program
Abses dingin • Bengkak dan keras, nyeri • Kompres hangat Jika tidak ada
daerah bekas suntikan. Terjadi • Parasetamol perubahan hubungi
karena vaksin disuntikan Puskesmas terdekat
masih dingin
Pembengkakan • Bengkak di sekitar suntikan Kompres hangat Jika tidak ada
• Terjadi karena penyuntikan perubahan hubungi
kurang dalam Puskesmas terdekat
Sepsis • Bengkak di sekitar suntikan • Kompres hangat
• Demam • Parasetamol
• Terjadi karena jarum suntik • Rujuk ke Rumah Sakit
tidak steril terdekat
• Gejala timbul 1 minggu atau
lebih setelah penyuntikan
3 Faktor Penerima/Pejamu
Alergi • Pembengkakan bibir dan • Suntikan dexemetason 1 Tanyakan pada orang
tenggorokan, sesak nafas, ampul im/iv tua adakah penyakit
eritema, papula, terasa gatal • Jika berlanjut pasang infus alergi
• Tekanan darah menurun NaCl 0,9 %

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


Pedoman Upaya Mempertahankan
73
VI
VI

74
Faktor Psikologis • Ketakutan • Tenangkan penderita • Sebelum
• Berteriak • Beri minum air hangat penyuntikan guru
sekolah dapat
• Pingsan • Beri wewangian/alkohol
memberikan
• Setelah sadar beri minuman pengertian
teh manis hangat
• Bila berlanjut
hubungi puskesmas
4 Koinsiden (faktor • Gejala penyakit terjadi secara • Tangani penderita sesuai
kebetulan) kebetulan bersamaan dengan gejala

Pedoman Upaya Mempertahankan


waktu imunisasi • Cari informasi di sekitar
• Gejala dapat berupa salah anak apakah ada kasus lain

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


satu gejala KIPI tersebut di yang mirip tetapi anak tidak
atas atau bentuk lain diimunisasi
• Kirim ke Rumah Sakit untuk
pemeriksaan lebih lanjut
KIPI yang terkait kekeliruan prosedur dapat terjadi, untuk itu
memerlukan persiapan pelaksanaan imunisasi yang terdiri dari petugas
pelaksana yang kompeten (memiliki pengetahuan cukup, terampil
dalam melaksanakan imunisasi dan memiliki sikap profesional cukup
sebagai tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan pedoman
yang jelas, termasuk surat tugas, STR, dan SIP harus disiapkan dengan
lengkap. Petugas pelaksana yang masuk dalam s­ istem ini harus
memahami petunjuk teknis yang diberikan.

KIPI terkait reaksi kecemasan (Immunization Stress Related Response/


ISRR) juga mungkin terjadi. Reaksi kecemasan yang mungkin timbul
adalah pingsan yang gejalanya mirip reaksi anafilaksis. Perbedaan
yang harus diketahui petugas antara pingsan akibat kecemasan
dengan pingsan akibat reaksi anafilaksis adalah tanda vital, khususnya
pernafasan dan tekanan darah yang normal pada saat pingsan akibat
reaksi kecemasan terhadap tindakan imunisasi/suntikan.

KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai.
Untuk itu penapisan status kesehatan sasaran yang akan diimunisasi
harus dilakukan seoptimal mungkin.

VI

Pedoman Upaya Mempertahankan 75


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
6.2. Pengenalan dan Penanganan Anafilaktik
Reaksi anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas sistemik yang
berat, terjadi dengan cepat (umumnya 5-30 menit sesudah
penyuntikan), serius, dan dapat menyebabkan kematian jika
tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Reaksi anafilaktik
dapat terjadi pada setiap pemberian imunisasi, obat, makanan
dan lainnya, dan merupakan KIPI serius yang harus mendapat
penanganan segera. Jika reaksi tersebut cukup hebat,
maka dapat menimbulkan syok anafilaktik. Syok anafilaktik
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Tata laksana
mulai dari penegakan diagnosis sampai pada terapi dilakukan di
tempat kejadian, dan setelah tanda-tanda vital dari kasus stabil
baru dipertimbangkan untuk dirujuk ke rumah sakit terdekat.
Setiap petugas pelaksana imunisasi harus sudah kompeten
dalam mengenali dan menangani reaksi anafilaktik.

Selain reaksi anafilaktik, salah satu efek simpang dari


pemberian imunisasi tetanus yang dapat memiliki manifestasi
klinis menyerupai reaksi anafilaktik adalah reaksi kecemasan.
Berikut adalah perbedaan antara reaksi ana­ fil­
aktik dengan
VI reaksi kecemasan (ISRR)

76 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Tabel 6. Perbedaan Syok Anafilaktik dengan Reaksi Kecemasan

Reaksi Kecemasan
Anafilaksis Respon Akut Reaksi Vasovagal
Stess Umum dengan Pingsan
Onset Biasanya 5 menit Mendadak terjadi Mendadak terjadi
setelah Imunisasi sebelum, selama sebelum, selama
namun dapat atau segera (<5 atau segera (<5
terjadi secara menit) setelah menit) setelah
lambat hingga 60 Imunisasi Imunisasi. Dapat
menit timbul setelah
5 menit jika
mendadak berdiri
Kulit Urtikatia, eritema, Pucat, Pucat, berkeringat,
angioedema, berkeringat, dingin
pruritus dengan dingin
atau tanpa
kemerahan, rasa
tertusuk, gatal
pada mata
Respiratorik Batuk persisten, Hiperventilasi Normal hingga
napas mengorok, napas dalam
bersin. Dalam
kondisi berat,
dapat terjadi henti
napas
VI
Kardiovaskuler Takikardi, tekanan Takikardi, tekanan Bradikardi dengan
darah meningkat, darah sistolik atau tanpa
henti jantung normal atau penurunan tekanan
meningkat darah transien
Gastrointestinal Mual, muntah, Mual Mual, muntah
kram perut
Neurologis dan Gelisah, agitasi, Ketakutan, Kehilangan
gejala lain hiang kesadaran, pusing, kesadaran transien,
respon sedikit rasa kebas, respon baik ketika
ketika berbaring kelemahan, berbaring, dengan
kesemutan pada atau tanpa kejang
bibir, spasme tonik - klonik
pada tangan dan
kaki

Pedoman Upaya Mempertahankan 77


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Gambar 6. Gejala dan Tanda Anafilaksis Syok

Kriteria A. Satu gejala muncul tiba-tiba dalam menit sampai jam


melibatkan kulit jaringan mukosa atau keduanya (Mis: bercak merah
diseluruh tubuh terasa gatal dan panas bibir lidah dan uvula bengkak)
Ditambah sedikitnya satu dari keadaan berikut:
Gejala pada pernafasan (Mis: Tekanan darah menurun
sesak nafas, mengi, batuk, stridor, mendadak atau timbulnya gejala
hipoksemia) disfungsi organ seperti hipotonia
(kolaps), inkontinensia

ATAU kriteria B. Dua atau lebih dari keadaan berikut yang muncul
mendadak setelah pajanan alergen atau pemicu lainnya

Gejala muncul Gejala pada Tekanan darah Gejala


tiba-tiba dalam pernapasan menurun pencernaan
VI hitungan menit (Misal: sesak mendadak yang timbul
sampai jam, napas, batuk atau timbulnya mendadak
melibatkan hipoksemia) gejala disfungsi (Misal: nyeri
kulit, jaringan organ seperti perut sampai
mukosa, atau hipotonia kram, muntah)
keduanya (Misal: (kolaps),
bercak merah di inkontinensia
seluruh tubuh,
terasa gatal dan
panas, serta
bibir, lidah, dan
uvula bengkak)

78 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
ATAU kriteria C. Tekanan darah berkurang setelah pajanan alergen
yang diketahui untuk pasien (dalam hitungan menit sampai jam)

Tekanan darah sistolik rendah pada dewasa kurang dari 90 mmHg atau
pengurangan tekanan darah sistolik yang lebih besar dari 30%

Keterangan:
• Sebagai contoh: imunologik namun independen IgE atau non
imunologik (aktivasi sel mast langsung).
• Sebagai contoh: setelah sengatan serangga berkurangnya tekanan
darah dapat menjadi satu-satunya manifestasi anafilaksis atau setelah
imunoterapi alergen bercak merah gatal diseluruh tubuh dapat
menjadi manifestasi awal satu-satunya dari anafilaksis.
• Frekuensi denyut jantung normal perempuan dewasa bervariasi dari
60-100x/menit.

VI

Pedoman Upaya Mempertahankan 79


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Gambar 7. Langkah-langkah dalam Penanganan Syok Anafilaktik

1. Miliki protokol gawat darurat tertulis


untuk mengenal anafilaksis beserta
tatalaksananya dan latih secara rutin.
2. Sedapat mungkin, jauhkan pasien
dari paparan faktor pemicu, yang
kemungkinan menjadi pemicu gejala.
3. Nilai jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
(airway, breathing, circulation), status
mental, kulit, dan berat badan.
4. Pada saat yang sama, panggil bantuan
tim resusitasi (jika kejadian di rumah
sakit) atau tim medis gawat darurat (jika
kejadian di luar rumah sakit/komunitas).

5. Posisikan pasien dalam kondisi terlentang


dan lakukan leg raise (mengangkat kaki)

VI

6. Beri injeksi epinefrin (adrenalin) secara


intramuskuler pada regio tengah paha
bagian depan dengan dosis 0.5 ml
larutan 1:1000 (1 mg/ml). Catat waktu
pemberian dan dosis, ulangi 5 -15 menit
kemudian bila diperlukan. Kebanyakan
pasien akan menunjukkan respon setelah
1-2 dosis.

80 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
7. Bila diperlukan, berikan oksigen dengan
kecepatan tinggi (8-10 L/menit) dengan
masker oksigen.

8. Buat akses intravena menggunakan


jarum dan mulai pemberian resusitasi
cairan dengan larutan NaCl 0,9%
NaCl 500- 1000 ml (hentikan jika
ada kemungkinan cairan infus adalah
penyebab reaksi anafilaksis)

9. Pantau tekanan darah, denyut dan fungsi


jantung, status pernafasan, serta kadar O2

oksigen sesering mungkin dalam interval


yang teratur.

VI
10. Bila diperlukan, lakukan resusitasi
jantung paru dengan kompresi dada O2

100 kali per menit kedalaman 5 cm


secara kontinu dan berikan napas buatan
dengan siklus kompresi dada: pemberian
nafas buatan 30:2

Sumber (dengan modifikasi):


Simon, FER, & Sampson, HA. Anaphylaxis: Unique aspects of clinical diagnosis and
management in infants (birth to age 2 years). J Allergy Clin Immunol 2015(135):11251
Resuscitation Council UK. Emergency treatment of anaphylactic reactions Guidelines
for healthcare providers. 2008

Pedoman Upaya Mempertahankan 81


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Untuk itu, petugas harus memastikan dalam setiap pelayanan
imunisasi, baik di dalam maupun di luar gedung harus tersedia per­
lengkapan anafilaktik, stetoskop, tensimeter dan/atau oximeter. Alat
dan obat yang digunakan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak
kadaluarsa. Isi dari perlengkapan anafilaktik terdiri dari:
1. Epinefrin ampul 1 : 1000
2. Deksametason ampul
3. Spuit 1 ml
4. Infus set
5. Larutan infus (NaCl 0.9% atau Dekstrose 5%)
6. Tabung oksigen

6.3 Mekanisme Pemantauan dan


Penanggulangan KIPI
Pemantauan KIPI dimulai langsung setelah imunisasi. Setiap sasaran
dianjurkan menunggu di tempat pelayanan sampai dengan 30 menit
untuk dilakukan observasi timbulnya KIPI. Jika tidak ada keluhan/
gejala, maka diperbolehkan melanjutkan aktivitas kembali dan di­
VI berikan edukasi agar melaporkan kepada puskesmas atau fasyankes
lainnya jika ada keluhan.

Apabila ditemukan KIPI serius, maka harus segera direspon,


diinvestigasi dan dilaporkan. Skema alur kegiatan penemuan,
pelacakan dan pelaporan KIPI serius dilakukan seperti pada gambar
8 berikut ini.

82 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Gambar 8. Alur Pelaporan dan Pelacakan KIPI serius




  
   

 
 

ƒ
 
 
­€‚  

     

 
„­‚
  … 
   
   
  … 

   

   ­  


  
 

 

VI
Pencatatan dan pelaporan KIPI serius dilakukan melalui laman web
Keamanan Vaksin (https://keamananvaksin.kemkes.go.id/) oleh
pe­­tugas surveilans KIPI. Apabila terdapat kendala dalam pelaporan
me­lalui laman web Keamanan Vaksin, maka untuk sementara dapat
dila­­
ku­
kan secara manual terlebih dahulu menggunakan format
stan­dar yang dapat diunduh pada tautan bit.ly/formkipi. Laporan
segera dikirim secara berjenjang kepada Kementerian Kesehatan cq.
Direktorat Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kementerian Kesehatan
dan Komnas PP-KIPI melalui alamat surat elektronik: komnasppkipi@
gmail.com dan survpd3i.kipi@gmail.com. Namun pencatatan dan
pelaporan KIPI serius melalui laman web Keamanan Vaksin tetap
harus dilakukan.

Pedoman Upaya Mempertahankan 83


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Sementara itu, untuk laporan KIPI non-serius akan didapatkan dari
sasaran pada saat pelayanan imunisasi berikutnya. Pada saat skrining
sebelum diberikan imunisasi, petugas fasilitas pelayanan kesehatan
wajib menanyakan riwayat terjadinya KIPI setelah diberikan imunisasi
sebelumnya. Apabila sasaran menyatakan bahwa terdapat gejala
klinis setelah pemberian imunisasi namun dapat diatasi di rumah dan
tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan sasaran, maka
hal tersebut dapat dikategorikan dan dilaporkan sebagai kasus KIPI
non-serius.

KIPI non-serius dapat dicatat langsung ke dalam laman web keamanan


vaksin atau direkapitulasi dalam formulir KIPI non-serius. Kemudian
rekapitulasi diunggah melalui laman web keamanan vaksin sebelum
tanggal 5 di bulan berikutnya. Alur pencatatan dan pelaporan KIPI
non-serius dilakukan seperti pada gambar 9.

Gambar 9. Alur Pencatatan dan Pelaporan KIPI Non-Serius






VI



 



 

 


 

 






84 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
6.4 Pelacakan KIPI
Pelacakan kasus KIPI serius mengikuti standar prinsip pelacakan yang
telah ditentukan, dengan memperhatikan kaidah pelacakan kasus,
vaksin, teknik dan prosedur imunisasi serta melakukan perbaikan
ber­dasarkan temuan yang didapat.

Tabel 7. Langkah Pelacakan KIPI

Langkah Tindakan
1. Pastikan informasi • Dapatkan catatan medik kasus (atau catatan
pada laporan klinis lain).
• Periksa informasi tentang kasus dari
catatan medik dan dokumen lain.
• Isi setiap kelengkapan yang kurang dari
formulir laporan KIPI.
• Tentukan informasi dari kasus lain yang
dibutuhkan untuk melengkapi pelacakan.
2. Lacak dan Tentang kasus:
Kumpulkan data • Kronologis imunisasi saat ini yang diduga
menimbulkan KIPI.
• Riwayat medis sebelumnya, termasuk
VI
riwayat imunisasi sebelumnya dengan reaksi
yang sama atau reaksi alergi yang lain.
• Riwayat keluarga dengan kejadian yang
sama.

Tentang kejadian:
• Kronologis, deskripsi klinis dan setiap hasil
laboratorium yang relevan dengan KIPI dan
penegakan diagnosis dari kejadian ikutan.
• Tindakan yang didapatkan, apakah dirawat
inap/jalan dan bagaimana hasilnya.

Pedoman Upaya Mempertahankan 85


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Tentang vaksin yang diduga menimbulkan KIPI:
• Tuliskan jenis vaksin dan nomor batch
vaksin.
• Prosedur pengiriman vaksin.
• Kondisi penyimpanan.
• Keadaan vaccine vial monitor.
• Catatan suhu pada lemari es (vaccine
refrigerator).
3. Menilai • Penyimpanan vaksin (termasuk vial/ampul
pelayanan dengan vaksin yang telah dibuka), distribusi, dan
menanyakan pembuangan limbah.
tentang • Penggunaan ADS.
• Pelatihan praktik imunisasi, supervisi dan
pelaksana imunisasi.

4. Mengamati • Apakah pelayanan imunisasi dilakukan


pelayanan dalam jumlah lebih banyak dari yang
direncanakan.
• Bagaimana penyimpanan vaksin dalam
vaccine carrier.
• Prosedur imunisasi (penyimpanan vaksin,
VI teknik penyuntikan, safety injection,
pembuangan limbah).

5. Rumuskan klasifikasi • Kemungkinan penyebab kejadian tersebut.


lapangan • Lakukan uji sterilitas dan toksisitas vaksin
(jika diperlukan).
6. Membuat • Buat kesimpulan penyebab KIPI.
kesimpulan • Lengkapi formulir investigasi KIPI.
Pelacakan • Lakukan tindakan koreksi dan
rekomendasikan tindakan lebih lanjut.

86 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
BAB VII
MONITORING DAN
EVALUASI

VII

Pedoman Upaya Mempertahankan 87


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program imunisasi
merupakan komponen yang sangat penting dalam pelaksanaan
program imunisasi yang dilaksanakan secara rutin dan teratur.
Tujuannya adalah untuk menilai pencapaian indikator yang telah
ditetapkan.

7.1 Monitoring
Monitoring dilaksanakan untuk memantau kualitas pelayanan
yang dilakukan dalam pelaksanaan imunisasi Tetanus dengan
mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan, seperti cakupan di
masing-masing wilayah, pemakaian vaksin dan logistik, anggaran
dan ketersediaan SDM serta masalah-masalah yang dihadapi saat
pelaksanaan, ter­masuk identifikasi KIPI.

Monitoring menggunakan daftar tilik atau ceklist Supervisi Supportif


(SS) melalui link https://linktr.ee/data_analytics_team yang
dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, provinsi dan
Kementerian Kese­ hatan. Peran lintas sektor dalam mendukung
pelaksanaan im­u­n­isasi tetanus dimonitor dengan formulir lampiran
1. Hasil moni­toring dianalisa dan didiskusikan bersama dengan
pelaksana lainnya yang terkait. Kemudian dilakukan pemecahan
masalah dan rencana tindak lanjut bersama.

VII

88 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
7.2 Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan secara berkala untuk mengukur keberhasilan
program dan dampak pelaksanaan imunisasi tetanus terhadap penu­
runan kasus tetanus. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh puskesmas
misalnya melalui kegiatan lokakarya mini. Dinas kesehatan kabupaten/
kota, provinsi dan kementerian kesehatan bisa melakukan evaluasi
melalui desk review imunisasi tetanus, umpan balik dan pertemuan
dengan melibatkan lintas sektor dan program terkait.

Evaluasi dilakukan bersama program terkait melalui laporan ming­


guan SKDR, laporan surveilans TN, kajian kasus KLB dan laporan
status T pada ANC (K1) serta laporan persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

VII

Pedoman Upaya Mempertahankan 89


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
BAB VIII
PENUTUP

VIII

90 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Dengan ditetapkannya buku pedoman Upaya Mempertahankan
Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal, diharapkan semua tenaga
kesehatan yang ada di fasilitas kesehatan baik yang di pemerintah
mau­pun swasta serta lintas sektor terkait dapat mendukung dan
melak­sa­na­kannya.

Pedoman ini menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan


imunisasi tetanus pada WUS oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan dan diharapkan dapat terselenggara dengan benar sesuai
ke­ten­tuan serta berkualitas, sehingga dapat membentuk kekebalan
yang optimal dan dapat mengurangi angka kesakitan dan angka
kematian akibat tetanus.

VIII

Pedoman Upaya Mempertahankan 91


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Ceklist Monitoring dan Evaluasi
Lampiran 1 Peran Lintas Sektor

1.1 Puskesmas
1 Apakah PKK/kader telah aktif Ya / Tidak Lihat bukti/
membantu puskesmas dalam dokumentasi
pelaksanaan layanan imunisasi (laporan, foto,
tetanus pada WUS khususnya dll)
dalam pencatatan dan pelaporan/
pendataan sasaran.
2 Apakah PKK/Kader telah aktif Ya / Tidak Lihat Bukti/
membantu puskesmas dalam Dokumentasi
penemuan kasus tetanus maternal (laporan, foto,
dan neonatal. dll)
3 Apakah KUA kecamatan Ya / Tidak Lihat Bukti/
bekerjasama dengan puskesmas Dokumentasi
dalam hal penyelenggaraan (MoU/Surat
imunisasi tetanus bagi Calon Kerjasama/
Pengantin. Perda, dll)
4 Apakah KUA kecamatan Ya / Tidak Lihat Bukti/
bekerjasama dengan puskesmas Dokumentasi
untuk melakukan sosialiasi (Foto, laporan,
ke masyarakat khususnya dll)
kepada Calon Pengantin terkait
penyelenggaraan Imunisasi tetanus
WUS.

92 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
5 Apakah dinas pendidikan Ya / Tidak Lihat Bukti/
bekerjasama dengan puskesmas Dokumentasi
untuk melakukan penyuluhan (Foto, laporan,
kepada sekolah/peserta didik dll)
pentingnya imunisasi tetanus.

1.2 Dinas Kesehatan Kab/Kota


1 Apakah sudah ada kerjasama Ya / Tidak Lihat Bukti/
kantor kementerian agama Dokumentasi
kab/kota dengan dinkes kab/
kota dalam hal penyelenggaraan
Imunisasi Tetanus Calon Pengantin.
2 Apakah kantor kementerian Ya / Tidak Lihat Bukti/
agama kab/kota telah Dokumentasi
bekerjasama dengan dinkes kab/
kota dalam melakukan sosialiasi
ke masyarakat khususnya
kepada Calon Pengantin terkait
penyelenggaraan imunisasi
Tetanus.

3 Apakah kantor kementerian Ya / Tidak Lihat Bukti/


agama kab/kota telah Dokumentasi
mensosialisasikan / membuat (Surat Edaran,
edaran ke semua KUA kecamatan laporan/
dalam mendukung penyelenggaran bukti kegiatan
imunisasi tetanus khususnya pada sosialisasi)
calon pengantin.

Pedoman Upaya Mempertahankan 93


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
4 Apakah kantor kementerian Ya / Tidak Lihat Bukti/
agama kab/kota telah Dokumentasi
memfasilitasi upaya pelibatan
organisasi keagamaan terkait
pentingnya imunisasi tetanus
khususnya untuk calon
pengantin.
5 Apakah dinkes kab/kota dan Ya / Tidak Lihat Bukti/
dinas pendidikan kab/kota Dokumentasi
sudah melakukan koordinasi
dalam upaya mendukung
penyelenggaraan imunisasi
tetanus WUS.

6 Apakah dinkes kab/kota dan Ya / Tidak Lihat Bukti/


organisasi profesi cabang Dokumentasi
sudah melakukan koordinasi (Surat edaran
dalam upaya mendukung dinkes ke
penyelenggaraan imunisasi organisasi
tetanus WUS. profesi,
laporan
kegiatan, foto,
dll)

94 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
1.3 Provinsi
1 Apakah sudah ada kerjasama Ya / Tidak Lihat bukti /
kanwil kementerian agama dokumentasi
provinsi dengan dinkes provinsi
dalam hal imunisasi tetanus calon
pengantin.

2 Apakah kanwil kementerian agama Ya / Tidak Lihat Bukti /


provinsi telah memfasilitasi upaya Dokumentasi
pelibatan organisasi keagamaan
bersama-sama dengan dinkes
provinsi untuk melakukan
sosialisasi terkait pentingnya
imunisasi tetanus calon pengantin.
3 Apakah ada surat dukungan Ya / Tidak Lihat Bukti /
kantor wilayah kementerian Dokumentasi
agama provinsi ke semua kantor (surat edaran)
kementerian agama kab/kota
dalam mendukung penyelenggaran
imunisasi tetanus calon pengantin
yang ditembuskan ke dinkes
provinsi.

4 Apakah dinkes provinsi dan Ya / Tidak Lihat Bukti /


dinas pendidikan provinsi sudah Dokumentasi
melakukan koordinasi dalam upaya
mendukung penyelenggaraan
imunisasi tetanus WUS
5 Apakah dinkes provinsi dan Ya / Tidak Lihat Bukti /
organisasi profesi sudah Dokumentasi
melakukan koordinasi dalam upaya
mendukung penyelenggaraan
imunisasi tetanus WUS.

Pedoman Upaya Mempertahankan 95


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
96
Formulir Register Status Imunisasi Tetanus Ibu Hamil Lampiran 2
Puskesmas/Unit Layanan Kesehatan : ...................................
Bulan : ...................................
Tahun : ...................................

SKRINING IMUNISASI Td TANGGAL IMUNISASI Td BERIKUTNYA


NO NAMA TANGGAL LAHIR UMUR NIK ALAMAT (DESA/KEL) STATUS T AKHIR
Imunisasi Td
Status T (Tgl/Bln/Thn)
T1 T2 T3 T4 T5

Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
SKRINING IMUNISASI Td TANGGAL IMUNISASI Td BERIKUTNYA
NO NAMA TANGGAL LAHIR UMUR
TOTAL NIK ALAMAT (DESA/KEL) STATUS T AKHIR
Imunisasi Td
Status T (Tgl/Bln/Thn)
T1 T2 T3 T4 T5

Formulir Register Status Imunisasi Tetanus WUS Tidak Hamil


SKRINING IMUNISASI Td TANGGAL IMUNISASI Td BERIKUTNYA
NO NAMA TANGGAL LAHIR UMUR NIK ALAMAT (DESA/KEL) STATUS T AKHIR
Imunisasi Td
Status T (Tgl/Bln/Thn)
T1 T2 T3 T4 T5
TOTAL
Puskesmas/Unit Layanan Kesehatan : ...................................
Bulan : ...................................
Tahun : ...................................

SKRINING IMUNISASI Td TANGGAL IMUNISASI Td BERIKUTNYA


NO NAMA TANGGAL LAHIR UMUR
TOTAL NIK ALAMAT (DESA/KEL) STATUS T AKHIR
Imunisasi Td
Status T (Tgl/Bln/Thn)
T1 T2 T3 T4 T5

TOTAL
Formulir Rekapitulasi Imunisasi Tetanus Ibu Hamil

Puskesmas : ...................................
Kabupaten : ...................................
Lampiran 3
Provinsi : ...................................
Tahun : ................................... Bulan : ..................................

JUMLAH DAN PERSENTASE IBU HAMIL DIIMUNISASI


No Desa/Kelurahan Td1 Td2 Td3 Td4 Td5
Sasaran
Ibu Hamil Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari
# # % # % # % # % # % # % # % # % # % # %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

STATUS T IBU HAMIL


Td1 Td2 Td3 Td4 Td5
Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari
# % # % # % # % # % # % # % # % # % # %
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


Pedoman Upaya Mempertahankan
97
98
Formulir Rekapitulasi Imunisasi Tetanus WUS Tidak Hamil
Lampiran 4
Puskesmas : ...................................
Kabupaten : ...................................
Provinsi : ...................................
Tahun : ................................... Bulan : ..................................

JUMLAH DAN PERSENTASE WUS TIDAK HAMIL DIIMUNISASI


No Desa/Kelurahan
Sasaran Td1 Td2 Td3 Td4 Td5
WUS Tidak Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari

Pedoman Upaya Mempertahankan


Hamil
# # % # % # % # % # % # % # % # % # % # %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal


STATUS T WUS TIDAK HAMIL
Td1 Td2 Td3 Td4 Td5
Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari Bulan Januari S/D Bulan Januari
# % # % # % # % # % # % # % # % # % # %
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Pedoman Imunisasi Tetanus Toxoid Pada Wanita Usia


Subur, Departemen Kesehatan, 2009.

2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 Tahun 2017 tentang


Penyelenggaraan Imunisasi.

3. Tetanus Vaccines: WHO Position Paper, WHO, 2017.

4. Ensuring Sustained Protection Against Diphteria: Replacing


TT with Td Vaccine, WHO/Unicef Guidance Note, 2018.

5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 44 Tahun 2018 tentang


Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit.

6. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi Ketiga Tahun


2020.

7. Penilaian Pasca Validasi Eliminasi Tetanus Maternal dan


Neonatal, WHO, 2020.

8. Permenkes Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinann dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan
Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual.

Pedoman Upaya Mempertahankan 99


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
9. Protecting Against All Tetanus, WHO, 2021

10. Petunjuk Teknis Surveilans Tetanus Neonatorum, Ditjen P2P


Kemenkes, 2021.

11. Buletin Data Imunisasi Rutin 2017-2021, Kementerian


Kesehatan.

100 Pedoman Upaya Mempertahankan


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
Pedoman Upaya Mempertahankan 101
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
102 Pedoman Upaya Mempertahankan
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal

Anda mungkin juga menyukai