Anda di halaman 1dari 164

TIM PENYUSUN

Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Kesehatan Keluarga

dr. Ni Made Diah PLD, MKM


dr. Ario Baskoro, MSc (IHM)
dr. Widyawati
Henny Fatmawati,SKM
dr. Dina Milana Anwar

Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Prof. DR. Dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K)


Dr. Ade D. Pasaribu, Sp.A
Dr. Lies Dewi Nurmalia, Sp.A(K)
Dr. Nina Dwi Putri, Sp.A(K), MSc(TropPaed)
Dr. Catharine Mayung Sambo, Sp.A(K)

UKK Respirologi IDAI

Dr. Diah Asri Wulandari, Sp.A(K)


DR. Dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K)
Dr. Rina Triasih, M.Med (Paed), PhD, Sp.A(K)
Dr. Retno Asih Setyoningrum, Sp.A(K)

UKK Gastrohepatologi IDAI

DR. Dr. IGM. Reza Gunadi Ranuh, Sp.A(K)


DR.Dr. Alpha Fardah Athyyah, Sp.A(K)
DR. Dr. Supriatmo, Sp.A(K), M.Kes (Ped)
DR. Dr. Muzal Kadim, Sp.A(K)
DR. Dr. Jeanette I. Cristie Manoppo, Sp.A(K)
DR. Dr. Titis Widowati, Sp.A(K)
Dr. Ninung Rose Diana K., Sp.A(K), M.Si.Med
Dr. Evi, Sp.A(K)
Dr. Yudith Setiadi Ermaya, Sp.A(K)
Dr. Satrio Wibowo, Sp.A(K)

UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI


Dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K)
DR.Dr. M.F. Conny Tanjung, Sp.A(K)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 1


UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak IDAI
Dr.dr. Ririe Fachrina M, SpA(K)
dr.Abdul Latief, Sp.A(K)
Dr.dr.Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K)
Dr.dr. Irene Yuniar, SpA(K)
dr. Saptadi Yuliarto, SpA(K)
dr. Intan F. Kumara, SpA(K)
dr. Neurinda Permata Kusumastuti, SpA(K)
dr. Aridamuriany Lubis, M.Ked(Ped), SpA(K)
dr. Kurniawan T. Kadafi, SpA(K)
dr. Indra Saputra, SpA(K)
dr. Fina Meilyana Andriyani, SpA(K)
dr. Esther Iriani Hutapea, SpA(K)
dr. Ronald Chandra, SpA(K)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 2


DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN 1
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II TUJUAN PELATIHAN 6
BAB III PERAN FUNGSI DAN KOMPETENSI 7
BAB IV GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN 8
BAB V MEKANISME PEMBELAJARAN 9
BAB VI PESERTA DAN PELATIH 17
BAB VII PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN 18
BAB VIII EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN 19

MODUL BAHAN AJAR


MATERI 1 INTRODUKSI PENYEBAB KEMATIAN BAYI DAN INTERVENSI PENCEGAHAN
KEMATIAN 20
MATERI 2 PNEUMONIA 42
MATERI 3 TUBERKULOSIS PADA ANAK 50
MATERI 4 DIARE AKUT 65
MATERI 5 PEMANTAUAN PERTUMBUHAN DAN PENENTUAN STATUS GIZI 76
MATERI 6 AIR SUSU IBU DAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MPASI) 90
MATERI 7 PENGENALAN DIRI KEGAWATDARURATAN BAYI DAN ANAK 99
MATERI 8 BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) PADA BAYI DAN ANAK 106
MATERI 9 TRANSPORTASI PASIEN ANAK SAKIT KRITIS 118
MATERI 10 TATALAKSANA GAWAT NAPAS PADA BAYI DAN ANAK 130
MATERI 11 SYOK DAN AKSES VASKULER 138

LOGBOOK OJT 150

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 3


BAB 1 PENDAHULUAN

Angka Kematian Bayi (AKB) berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 adalah 24 per
1000 kelahiran hidup, artinya 1 dari 42 bayi meninggal sebelum ulang tahun pertamanya (151.200).
Meskipun terjadi trend penurunan, namun angka tersebut masih tinggi. Sekitar tiga per empat (75%) dari
semua kematian pada 5 tahun pertama terjadi sebelum usia satu tahun. Dalam menyusun strategi
pelaksanaan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020 – 2024, Kementerian
Kesehatan menetapkan 5 fokus masalah kesehatan yaitu:

1. Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
2. Pengendalian stunting
3. Pencegahan dan pengendalian penyakit
4. Germas
5. Tata kelola sistem kesehatan

Berdasarkan Sample Registration System Balitbangkes tahun 2018, penyebab kematian bayi adalah 55%
bermula dari kondisi perinatal, 13,8% kelainan bawaan, 8,1% pneumonia, 5,6% diare, 1,6% meningitis, dan
1,5% sepsis. Tempat meninggalnya balita 62,8% di rumah sakit, 24,4% di rumah, 6,5% di faskes lain, dan
3,9% perjalanan ke RS/faskes.

Sebagai salah satu upaya menurunkan Angka Kematian Bayi, Kementerian Kesehatan mengadakan
pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Umum dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi di
Kabupaten/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI dan AKB melalui metode blended learning ini,
terutama pada penyebab terbanyak kematian pada bayi yaitu; pneumonia, diare, masalah gizi, serta upaya
mengenali dan mengatasi secara dini kegawatdaruratan pada bayi.

Kegiatan pembelajaran pada kegiatan ini untuk memberikan penguatan kapasitas dokter umum,
dikarenakan capaian kompetensi bagi peserta sejalan dengan tingkat kemampuan dokter umum yang
terdapat dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia KKI 2012.

TABEL 1. KETERAMPILAN OJT DAN SKDI KKI 2012


Level Kompetensi
No Keterampilan Yang Dicapai Saat OJT
Sesuai SKDI
Mampu menjelaskan intervensi pencegahan kematian bayi 4A
1
menggunakan Buku KIA
Mampu mengidentifikasi rujukan Pneumonia 4A
2
tepat/terlambat/berlebihan
3 Mampu mengidentifikasi rujukan Diare tepat/terlambat/berlebihan 4A
Mampu mengidentifikasi Masalah Gizi menggunakan Buku KIA, 4A
4
Permenkes Standar Antropometri Anak
5 Mampu melakukan pemberian injeksi antibiotika 4A
6 Mampu melakukan pemberian terapi oksigen 3B
7 Mampu melakukan rehidrasi intravena 4A
8 Mampu memberikan Resomal, Re-So-Mal pada balita masalah gizi 4A

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 4


Level Kompetensi
No Keterampilan Yang Dicapai Saat OJT
Sesuai SKDI
Mampu mengenali dan memberikan penatalaksanaan awal 3B
9 kegawatdaruratan bayi (penurunan kesadaran, acute respiratory
distress syndrome, syok, cardiorespiratory arrest) serta merujuk
10 Mampu melakukan resusitasi jantung paru 4A
11 Mampu melakukan resusitasi cairan 4A
12 Menjelaskan pemantauan pasca rujukan balita dengan pneumonia 4A
13 Menjelaskan pemantauan pasca rujukan balita dengan TB 4A
Menjelaskan pemantauan pasca rujukan balita dengan masalah Gizi 4A
14
sesuai standar
15 Melakukan KIE pada orangtua tentang pencegahan Pneumonia 4A
16 Melakukan KIE kepada orangtua tentang pencegahan Diare 4A
Melakukan KIE kepada orangtua tentang pencegahan masalah Gizi, 4A
17
penyakit Diare, Pneumonia, TB dengan Buku KIA
Melakukan KIE kepada orangtua tentang mengenali 4A
18
kegawatdaruratan pada bayi
Keterangan berdasarkan daftar Standar Kompetensi Dokter Indonesia KKI 2012:
• Level kompetensi 3: pernah melakukan atau pernah menerapkan dibawah supervisi, 3A Bukan Gawat
Darurat, 3B Gawat Darurat
• Level kompetensi 4A: mampu melakukan secara mandiri

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 5


BAB II TUJUAN PELATIHAN

A. TUJUAN UMUM
Meningkatkan kompetensi dokter umum dalam tata laksana penyebab terbanyak kematian pada
bayi dalam rangka mengupayakan penurunan kematian bayi.

B. TUJUAN KHUSUS
a. Membekali dokter umum untuk mampu melakukan KIE kepada orang tua tentang pencegahan
Pneumonia, TB, Diare, Masalah Gizi pada bayi menggunakan Buku KIA.
b. Membekali dokter umum untuk mampu memantau status gizi bayi dan tata laksana masalah gizi
dan mengenali kegawatdaruratan anak.
c. Membekali dokter umum untuk mampu mengidentifikasi rujukan bayi dengan Pneumonia, TB,
Diare, Masalah Gizi tepat/terlambat/ berlebihan serta menentukan prioritas tatalaksana
berdasarkan klasifikasi kegawatdaruratan.
d. Membekali dokter umum untuk mampu melakukan penanganan prarujukan injeksi antibiotika,
pemberian oksigen, resomal dan rehidrasi intravena kepada bayi, bantuan hidup dasar pada bayi
dan anak, dan menentukan pasien bayi dan anak layak transport.
e. Membekali dokter umum untuk mampu melakukan pemantauan pasca rujukan bayi dengan
Pneumonia, TB, Diare, Masalah Gizi sesuai standar, dan mengenali tanda gawat napas bayi dan
anak dan melakukan tatalaksana awal gawat napas bayi dan anak.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 6


BAB III PERAN FUNGSI DAN KOMPETENSI

A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan, peserta berperan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bayi di
Puskesmas

B. Fungsi
Dalam melaksanakan perannya peserta mempunyai fungsi dalam melakukan pelayanan kesehatan
bayi di puskesmas

C. Kompetensi
1. Peserta mampu melakukan KIE kepada orang tua tentang pencegahan Pneumonia, TB, Diare,
Masalah Gizi pada bayi menggunakan Buku KIA.
2. Peserta mampu memantau status gizi bayi dan melakukan triase dengan menggunakan SAGA
dan evaluasi dengan pediatric early warning system (PEWS) atau skor penilaian dini kegawatan
anak (SADEWA).
3. Peserta mampu mengidentifikasi rujukan bayi dengan Pneumonia, TB, Diare, Masalah Gizi
tepat/terlambat/ berlebihan serta menentukan prioritas tatalaksana berdasarkan klasifikasi
kegawatdaruratan
4. Peserta mampu melakukan penanganan prarujukan injeksi antibiotika, pemberian oksigen,
resomal, rehidrasi intra vena pada bayi, tata laksana sumbatan jalan napas, serah terima pasien
dari faskes primer kepada tim transport, serta melakukan ventilasi tekanan positif, dan
tatalaksana awal syok.
5. Peserta mampu melakukan pemantauan pasca rujukan bayi dengan Pneumonia, TB, Diare,
Masalah Gizi sesuai standar.
6. Peserta mampu melakukan pemasangan akses intra oseus bila diperlukan, tatalaksana awal gawat
napas bayi dan anak, dan menggunakan HFNC sebagai tatalaksana gawat napas.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 7


BAB IV GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

TABEL 2. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN


Tujuan Pokok Bahasan Subpokok bahasan Media dan Alat Referensi
Pembelajaran bantu
Melakukan upaya Introduksi a. Penyebab kematian a. Modul a. Buku Kesehatan
promotif dan penyebab terbanyak b. Bahan tayang Ibu dan Anak
preventif kematian dan b. Upaya intervensi c. Panduan OJT b. Buku Bagan
intervensi pencegahan; nutrisi, d. Log book Manajemen
pencegahan imunisasi, pengobatan Terpadu Balita
penyakit, pemantauan Sakit (MTBS)
tumbuh kembang c. Formulir
Manajemen
Melakukan Pneumonia dan TB a. Diagnosis Terpadu Balita
diagnosis, tata b. Tata laksana Sakit (MTBS)
laksana, rujukan c. Rujukan d. Pedoman
d. Konseling Stimulasi,
Deteksi, dan
Diare a. Diagnosis Intervensi Dini
b. Tata laksana Tumbuh
c. Rujukan Kembang di
d. Konseling Fasilitas
Pelayanan
Masalah Gizi a. Pemantauan Kesehatan Dasar
pertumbuhan dan e. Pedoman Peserta
penentuan status gizi
b. ASI dan MP ASI
c. Resomal

Manajemen Mengenali dan a. Pengenalan Diri


Terpadu memberikan Kegawatdaruratan Bayi
Kegawatdaruratan penatalaksanaan dan Anak
Bayi dan Anak awal b. BAntuan Hidup Dasar
kegawatdaruratan (BHD) pada Bayi dan
bayi Anak
c. Transportasi Pasien
Anak Sakit Kritis
d. Tatalaksana Gawat
Napas pada Bayi dan
Anak
e. Syok dan Akses
Vaskuler

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 8


BAB V MEKANISME PEMBELAJARAN

Mekanisme pembelajaran dilaksanakan secara blended learning yaitu metode campuran antara
pembelajaran secara online dan tatap muka dengan on the job training (OJT) di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota. Rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas dokter umum dalam pelayanan Kesehatan ibu
dan Bayi adalah sebagai berikut :

A. Orientasi Mentor (technical meeting )


Kegiatan dilaksanakan selama 1 hari secara virtual dengan peserta adalah para mentor Spesialis Anak
RS dari Kab/kota lokus percepatan penurunan AKI/AKB yang bertujuan untuk menyamakan persepsi
mengenai proses pembelajaran dan memberikan penekanan terhadap materi ajar untuk dokter
umum. Adapun jadwal orientasi mentor digambarkan sebagaimana dibawah ini.

TABEL 3 JADWAL ORIENTASI MENTOR DOKTER SPESIALIS ANAK


KABUPATEN/KOTA
Waktu Materi Fasilitator
08.00 – 08.10 Pembukaan Moderator
08.10 – 08.30 Gambaran umum pelatihan Dit Kesga Kemenkes
08.30 – 09.10 Introduksi penyebab kematian bayi dan intervensi PP IDAI
pencegahan kematian
09.10 – 09.50 Mengenali dan menangani kegawatdaruratan bayi UKK Emergensi dan Rawat Intensif
di FKTP Anak IDAI
09.50 – 10.30 Konsep dasar, penerapan, dan kalakarya MTBS di Fasilitator Nasional MTBS
puskesmas
10.30 – 11.10 Deteksi dini, tata laksana dan stabilisasi pra UKK Respirologi IDAI
rujukan pneumonia, TB menggunakan MTBS

11.10 – 11.50 Deteksi dini, tata laksana dan stabilisasi pra UKK Gastrohepatologi
rujukan Diare menggunakan MTBS IDAI

11.50 – 12.30 Deteksi masalah gizi, tata laksana, dan rujukan UKK Nutrisi & Penyakit Metabolik
IDAI
12.30 – 12.40 Penutupan Analis Kebijakan Ahli Madya
Koordinator Kesehatan Balita dan
Anak Prasekolah

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 9


B. Pelatihan bagi peserta Dokter Umum Puskesmas dari Kab/Kota Lokus Percepatan
Penurunan Angka Kematian Bayi
Dilaksanakan dengan metode belajar mandiri, kelas online, dan on the job training (OJT).

TABEL 4 JADWAL PELATIHAN BAGI DOKTER UMUM

KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN

Pembukaan Sabtu pada minggu ke-1


Sesi 1 ANC Sesi Online
Sabtu pada minggu ke-2

OJT
Minggu ke-3
Sesi 2 ANC + KB Sesi Online
Sabtu pada minggu ke-3

OJT
Minggu ke-4
Sesi 3 Nifas + Neonatal Sesi Online
Sabtu pada minggu ke-4

OJT
Minggu ke-5
Sesi 4 Tatalaksana penyebab terbanyak Sesi Online
kematian Bayi Sabtu pada minggu ke-5

OJT
Minggu ke-6
Penutupan Minggu ke-6

1. Kelas Online Sesi Tata Laksana Penyebab Terbanyak Kematian Bayi


a. Jadwal Pelaksanaan
Dilaksanakan secara paralel dalam 4 kelas online

TABEL 5 JADWAL KELAS ONLINE SESI BAYI


Waktu Durasi Materi Fasilitator

Direktorat Kesehatan
07.45 – 08.00 15’ Pre Test
Keluarga

Introduksi Penyebab Terbanyak


08.00 - 09.00 60' Kematian Bayi dan Intervensi PP IDAI
Pencegahan Kematian
Deteksi Dini, Tata Laksana, dan
09.00 - 10.00 60' UKK Respirologi
Stabilisasi pra Rujukan Pneumonia, TB

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 10


Deteksi Dini, Tata Laksana, dan UKK
10.00 - 11.00 60'
Stabilisasi Pra Rujukan Diare Gastrohepatologi
11.00 - 12.00 Deteksi Masalah Gizi, Tata Laksana, UKK Nutrisi dan
60'
dan Rujukan. Penyakit Metabolik

12.00 - 13.00 60' ISHOMA

Overview Mengenali dan Menangani


13.00 - 13.20 20' UKK ERIA
Kegawatdaruratan Bayi di FKTP
Mengenali dan Menangani
13.20 - 14.00 40' Kegawatdaruratan Bayi di FKTP: UKK ERIA
Pediatric Assessment Triangle (PAT)
Mengenali dan Menangani
14.00 - 14.40 40' Kegawatdaruratan Bayi di FKTP: UKK ERIA
Bantuan Hidup Dasar
Mengenali dan Menangani
14.40 - 15.20 40' Kegawatdaruratan Bayi di FKTP: UKK ERIA
Tatalaksana Stabilisasi
Mengenali dan Menangani
15.20 - 16.00 40' Kegawatdaruratan Bayi di FKTP: UKK ERIA
Transport Bayi Sakit Gawat

Direktorat Kesehatan
16.00 - 16.15 15' Post Test
Keluarga

b. Panduan Kelas Online

SESI I “Penyebab terbanyak kematian bayi dan intervensi pencegahan kematian”


(materi dan diskusi studi kasus)
1. Fasilitator dan peserta masuk dalam link virtual meeting yang telah ditentukan
2. Fasilitator pusat menyampaikan paparan singkat terkait “Penyebab terbanyak kematian
bayi dan intervensi pencegahan kematian” secara daring (20 menit).
3. Fasilitator dokter Sp.A kabupaten/kota memandu diskusi terkait paparan dan studi kasus
(30 menit)

SESI II “Deteksi Dini, Tata laksana dan Stabilisasi rujukan Pneumonia, TB


1. Fasilitator menyampaikan paparan singkat “Deteksi Dini, Tata laksana dan Stabilisasi
rujukan Pneumonia, TB” secara daring (30 menit).
2. Fasilitator pusat memandu diskusi interaktif dengan peserta terkait paparan dan studi
kasus (5 menit)
3. Fasilitator dokter Sp.A kabupaten/kota memandu diskusi terkait paparan dan studi kasus
(20 menit)
4. Fasilitator menjelaskan tentang logbook OJT (5 menit)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 11


SESI III “Deteksi Dini, Tata laksana dan Stabilisasi rujukan Diare”
1. Fasilitator menyampaikan paparan singkat “Deteksi Dini, Tata laksana dan Stabilisasi
rujukan Diare” secara daring (30 menit).
2. Fasilitator pusat memandu diskusi interaktif dengan peserta terkait paparan dan studi
kasus (5 menit)
3. Fasilitator dokter Sp.A kabupaten/kota memandu diskusi terkait paparan dan studi kasus
(20 menit)
4. Fasilitator menjelaskan tentang logbook OJT (5 menit)

SESI IV “Deteksi Dini, Tata laksana dan Stabilisasi rujukan Masalah Gizi”
1. Fasilitator menyampaikan paparan singkat “Deteksi Dini, Tata laksana dan Stabilisasi
rujukan Masalah Gizi” secara daring (30 menit).
2. Fasilitator pusat memandu diskusi interaktif dengan peserta terkait paparan dan studi
kasus (5 menit)
3. Fasilitator dokter Sp.A kabupaten/kota memandu diskusi terkait paparan dan studi kasus
(20 menit)
4. Fasilitator menjelaskan tentang logbook OJT (5 menit)

SESI V “Mengenali dan Menangani Kegawatdaruratan Bayi di FKTP”


1. Fasilitator menyampaikan paparan singkat secara daring (masing-masing 20 menit) untuk
materi :
a. Pediatric Assessment Triangle (PAT)/Triase mengenali kegawatdaruratan bayi
b. Bantuan Hidup Dasar
c. Tata Laksana Stabilisasi
d. Transport Bayi Sakit Kritis
2. Fasilitator dokter Sp.A kabupaten/kota memandu diskusi terkait paparan dan studi kasus
(masing-masing 20 menit)
a. Pediatric Assessment Triangle (PAT)/Triase mengenali kegawatdaruratan bayi
b. Bantuan Hidup Dasar
c. Tata Laksana Stabilisasi
d. Transport Bayi Sakit Kritis

2. On the Job Training (OJT)


a. Jadwal Pelaksanaan
• Dilaksanakan di wahana klinik terpilih selama 3 hari @ 3 JPL secara tatap muka dengan
menerapkan protokol pencegahan COVID-19.
• OJT dilaksanakan dengan dibimbing oleh Fasilitator SpA di RS Kab/Kota terhadap 4 orang
peserta dokter umum
• OJT dilaksanakan dengan mengisi log book kegiatan berdasarkan penugasan kajian kasus
Diare/Pneumonia/TB/Masalah Gizi/Mengenali dan Menangani Kegawatdaruratan Bayi.
• Jika saat OJT tidak ditemukan kasus Diare/Pneumonia/TB/Masalah Gizi/Kegawatdaruratan
Bayi maka dapat dilakukan penilaian retrospektif berdasarkan rekam medis.
• Pencapaian OJT dalam 3 hari peserta mendapatkan minimal 1 kasus Pneumonia, 1 kasus
Diare, I kasus Masalah Gizi, 1 kasus Kegawatdaruratan Bayi.
• Penilaian pencapaian OJT melalui checklist sebagaimana dalam lampiran logbook.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 12


TABEL 6 JADWAL ON THE JOB TRAINING SESI BAYI
Skill Station 3 hari, setiap kab/kota terdiri dari 4 peserta
Tatap Muka (RS) Fasilitator
dibagi 2 kelompok@ 2 peserta
Hari I (Tatap Muka, Praktik klinik di RS)
09.00-11.15 135 Kajian kasus Deteksi Dini, Tata laksana • Tatap Muka (Rumah Fasilitator
menit Rujukan Pneumonia/TB, Sakit) Kab/Kota
• Studi kasus dan ceklist tindakan sesuai • Praktek Klinik ke (SpA)
kasus (logbook terlampir) Rumah sakit
• Diskusi Praktek
Klinik
Hari II (Tatap Muka, Praktik klinik di RS)
09.00-11.15 135 Kajian kasus Deteksi Dini, Tata laksana • Tatap Muka (Rumah Fasilitator
menit Rujukan Diare Sakit) Kab/Kota
• Studi kasus dan ceklist tindakan • Praktek Klinik ke (SpA)
sesuai kasus (logbook terlampir) Rumah sakit
• Diskusi Praktek
Klinik
Hari III (Tatap Muka, Praktik klinik di RS)
09.00-11.15 135 1. Kajian kasus Deteksi Dini, Tata Tatap Muka (Rumah Fasilitator
menit laksana Rujukan Masalah Gizi Sakit) Kab/Kota
• Studi kasus dan ceklist tindakan Diskusi Praktek Klinik (SpA)
sesuai kasus (logbook terlampir)

2. Mengenali dan Menangani


Kegawatdaruratan Bayi, serta
Transport Bayi Sakit Kritis
• Studi kasus dan ceklist tindakan
sesuai kasus (logbook terlampir)

b. Panduan Penugasan On The Job Training


Dalam pelaksanaan OJT, wahana klinik menyediakan APD, disinfektan, print out table
logbook untuk peserta dan ruang OJT. Dalam pelaksanaan OJT, peserta diwajibkan:
• Mematuhi kaidah pencegahan dan pengendalian Covid-1, yakni melakukan disinfeksi benda
di sekitar, cuci tangan, pemakaian APD level 2 serta jaga jarak dengan orang lain,
membawa alat pribadi (minum, ibadah) dan jika dibutuhkan melakukan ishoma di ruang
OJT. Sehubungan waktu OJT hanya 3 jpl peserta tidak disarankan makan di rumah sakit.
• Membawa Buku KIA dan Buku Bagan MTBS dari puskesmas masing-masing

1) Hari I, OJT di Rumah Sakit 3 JPL dengan materi terkait


Pneumonia/Diare/Masalah Gizi
a) Fasilitator membuat janji temu dengan peserta pelatihan
b) Fasilitator memberikan lembaran studi kasus, Peserta diminta menuliskan informasi
lokasi, nama pasien dan kasus/penyakit pada lembaran studi kasus.
c) Fasilitator membagi kasus diare/pneumonia/TB/masalah gizi masing-masing peserta
mendapatkan 1 dengan menggunakan pada lembaran studi kasus.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 13


d) Fasilitator memberikan waktu untuk peserta melakukan kajian kasus terhadap pasien
bayi dengan diare, pneumonia, TB, masalah gizi yang ada di RS lokasi OJT (anamnesis,
pemeriksaan fisik, kajian kasus (penelaahan/penilaian terhadap proses pra rujukan/
rujukan, apakah tepat/berlebihan/terlambat).
e) Fasilitator memberikan bimbingan pemberian resomal/rehidrasi
intravena/oksigen/injeksi antibiotika
f) Fasilitator memberikan waktu kepada peserta latih mempresentasikan hasil
kajian/studi kasus @peserta.
g) Fasilitator (1 fasilitator mengampu 2 peserta) memandu jalannya diskusi dan tanya
jawab terkait kasus yang telah dipresentasikan
h) Fasilitator menyimpulkan hasil dari presentasi dan sesi tanya jawab
i) Fasilitator menjelaskan penugasan hari berikutnya
j) Fasilitator menutup sesi OJT

2) Hari II, OJT di Rumah Sakit 3 JPL dengan materi terkait


Pneumonia/Diare/Masalah Gizi
a) Fasilitator memberikan lembaran studi kasus, Peserta diminta menuliskan informasi
lokasi, nama pasien dan kasus/penyakit pada lembaran studi kasus.
b) Fasilitator membagi kasus diare/pneumonia/TB/masalah gizi masing-masing peserta
mendapatkan 1 dengan menggunakan pada lembaran studi kasus.
c) Fasilitator memberikan waktu untuk peserta melakukan kajian kasus terhadap pasien
bayi dengan Diare, Pneumonia, TB, Masalah Gizi yang ada di RS lokasi OJT (anamnesis,
pemeriksaan fisik, kajian kasus (penelaahan/penilaian terhadap proses pra rujukan/
rujukan, apakah tepat/berlebihan/terlambat).
d) Fasilitator memberikan bimbingan pemberian resomal/rehidrasi
intravena/oksigen/injeksi antibiotika
e) Fasilitator memberikan waktu kepada peserta latih mempresentasikan hasil
kajian/studi kasus @peserta.
f) Fasilitator (1 fasilitator mengampu 2 peserta) memandu jalannya diskusi dan tanya
jawab terkait kasus yang telah dipresentasikan
g) Fasilitator menyimpulkan hasil dari presentasi dan sesi tanya jawab
h) Fasilitator menjelaskan penugasan hari berikutnya
i) Fasilitator menutup sesi OJT

3) Hari III, OJT di Rumah Sakit 3 JPL dengan materi terkait pemantauan pasca
rujukan balita Diare/Pneumonia/Masalah gizi, serta materi Mengenali dan
Menangani Kegawatdaruratan Bayi
a) Fasilitator memberikan lembaran studi kasus, Peserta diminta menuliskan informasi
lokasi, nama pasien dan kasus/penyakit pada lembaran studi kasus.
b) Fasilitator membagi kasus diare/pneumonia/masalah gizi/kegawatdaruratan bayi
masing-masing peserta mendapatkan 1 dengan menggunakan lembaran studi kasus.
c) Fasilitator memberikan waktu untuk peserta melakukan kajian kasus terhadap pasien
anak yang ada di RS lokasi OJT (anamnesis, pemeriksaan fisik, kajian kasus
(penelaahan/penilaian terhadap proses pasca perawatan untuk ditindaklanjuti di
puskesmas).
d) Fasilitator memberikan bimbingan pelayanan pasca Perawatan Diare dehidrasi,
Pneumonia, TB, Masalah Gizi

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 14


e) Fasilitator memberikan bimbingan bagaimana mengenali dan menangani
kegawatdaruratan bayi, bantuan hidup dasar bayi dan anak, transport bayi sakit kritis,
tatalaksana gawat napas pada bayi dan anak, serta syok dan akses vaskuler pada bayi
dan anak
f) Fasilitator (1 fasilitator mengampu 2 peserta) memandu jalannya diskusi dan tanya
jawab terkait kasus yang telah dipresentasikan
g) Fasilitator menyimpulkan hasil dari presentasi dan sesi tanya jawab
h) Fasilitator menjelaskan hasil OJT
i) Fasilitator menutup sesi OJT

c. Metode Pembelajaran
• Hands-on.
Peserta pendampingan melaksanakan tata laksana pada bayi dengan Diare, Pneumonia,
Masalah Gizi, Mengenali dan Menangani Kegawatdaruratan Bayi.
• One-on-One Teaching.
Peserta pendampingan berdiskusi selama OJT dan selama pendampingan secara virtual.
• Mandiri.
Peserta pendampingan belajar mandiri

d. Bahan Bacaan
1) Modul Introduksi penyebab kematian bayi dan intervensi pencegahan kematian (PP
IDAI)
2) Modul Tata laksana pneumonia dan TB (UKK Respirologi)
3) Modul Tata laksana diare (UKK Gastrohepatologi)
4) Modul Pencegahan masalah gizi; pemantauan pertumbuhan dan penentuan status gizi,
ASI dan MPASI (UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik)
5) Modul Mengenali dan Menangani Kegawatdaruratan Bayi (UKK Emergensi dan Rawat
Intensif Anak)
6) Buku KIA (Kemenkes)
7) Buku Bagan MTBS (Kemenkes)
8) Buku Panduan Pelayanan Kesehatan Balita Pada Masa Pandemi Covid-19 Bagi Tenaga
Kesehatan Revisi 2 (Kemenkes)

e. Alat Bantu Pelatihan


1) Tensimeter, manset anak, stetoskop neonatal dan stetoskop anak
2) ARI sound timer atau arloji dengan jarum detik
3) Pengukur suhu tubuh/ thermometer
4) Timbangan bayi
5) Senter
6) Selang dan sungkup oksigen (ukuran anak)
7) Tabung oksigen
8) Zinc (sediaan tablet 10 mg dan 20 mg)
9) Ampisillin inj 1000 mg/vial im
10) Gentamisin 40 mg/ml im
11) Epinefrin inj 0,1% subkutan
12) Oralit

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 15


13) Mineral Mix
14) Bahan Resomal
15) Cairan Ringer laktat
16) Kassa/ Kapas alcohol
17) Spuit 1, 3, 5 cc
18) Kit resusitasi bayi
19) Handscoen
20) APD
21) Pre test, post test (online)
22) Lembar kajian kasus
23) Checklist OJT (Logbook)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 16


BAB VI PESERTA DAN PELATIH

A. Peserta
Dokter umum di kabupaten/kota lokus Percepatan Penurunan AKI dan AKB yang memenuhi
kriteria:
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2. Bekerja di Puskesmas yang melayani bayi dan balita
3. Aktif menjadi peserta dari awal sampai akhir pelatihan (baik pada saat pembelajaran mandiri,
online dan OJT di RSUD didampingi Dokter Spesialis).
4. Bersedia mengaplikasikan hasil pelatihan di tempat kerjanya serta tidak dipindah-tugaskan
minimal selama 2 tahun setelah dilatih dibuktikan dengan surat pernyataan diri dan diketahui
atasan.
5. Mendapat surat tugas dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
6. Dalam keadaan sehat.

Dalam pelaksanaan OJT, peserta diwajibkan:


1. Mematuhi kaidah pencegahan dan pengendalian Covid-19, yakni melakukan disinfeksi benda di
sekitar, cuci tangan, pemakaian APD level 2 serta jaga jarak dengan orang lain, membawa alat
pribadi (minum, ibadah) dan jika dibutuhkan melakukan ishoma di ruang OJT. Sehubungan
waktu OJT hanya 3 jpl peserta tidak disarankan makan di rumah sakit.
2. Membawa Buku KIA dan Buku Bagan MTBS dari puskesmas masing-masing

B. Pelatih
Pelatih terdiri dari 2 kategori yaitu:
1. Fasilitator / Mentor RS di Kabupaten / Kota
adalah Dokter Spesialis dokter Spesialis Anak di RSUD Kabupaten/Kota Lokus Percepatan
Penurunan AKI dan AKB yang berkomitmen mendampingi dokter umum peserta latih blended
learning. Fasilitator dalam keadaan sehat. Dalam pelaksanaan OJT wahana klinik menyediakan
APD, disinfektan, print out table logbook untuk peserta dan ruang OJT.

2. Narasumber
Narasumber pusat berasal dari PP IDAI, UKK Respirologi, UKK Gastrohepatologi, UKK Nutrisi
dan Penyakit Metabolik, dan UKK Emergens dan Rawat Intensif Anak.

C. Panitia
1. Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
3. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dan IDI/PDUI
Memiliki peran untuk:
• Memfasilitasi pemilihan calon peserta, calon fasilitator, ijin OJT di RS. Dll termasuk mengawal
pelaksanaan blended learning
• sebagai observer saat blended learning berlangsung, mengikuti saat kelas online berlangsung
• mengevaluasi tindaklanjut peserta latih di tempat kerja dalam rangka mendapatkan sertifikat
• bersama dengan organisasi profesi lain memfasilitasi penguatan sistem pelayanan rujukan bayi

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 17


BAB VII PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN

A. Penyelenggara
Peningkatan Kapasitas Dokter Umum dengan Metode Blended Learning ini dilaksanakan oleh
Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan Organisasi Profesi,
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

B. Tempat penyelenggaraan
1. Sesi Online dilaksanakan di tempat masing – masing dengan menggunakan platform video
conference.
2. Sesi On The Job Training dilaksanakan di wahana klinik terpilih yaitu Rumah Sakit Kabupaten / Kota

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 18


BAB VIII EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN

Penilaian peserta didik memiliki prinsip-prinsip valid; andal; edukatif; otentik; objektif; adil; akuntabel; dan
transparan. Evaluasi sumatif hasil pembelajaran meliputi:

1. Tingkat kehadiran (20%)


2. Tugas pembelajaran mandiri (25%)
3. Ranah keprofesian
a. Cased-based discussion (30%)
b. Prosedur (25%)

Data proses pembelajaran dicatat secara pribadi melalui logbook. Peserta dinyatakan lulus apabila hasil
akhir dari evaluasi hasil pembelajaran mendapatkan nilai angka ≥ 70 (nilai maksimal 100). Tingkat
kehadiran dilakukan berdasarkan sistem presensi baik pada sesi kelas online maupun sesi OJT yang
berlaku di masing-masing rumah sakit pendampingan dan tingkat kehadiran minimal 90% diperlukan untuk
disertakan dalam akhir program pendampingan.

Di akhir pembelajaran, peserta akan memperoleh sertifikat dengan SKP dari IDI

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 19


MODUL BAHAN AJAR

Materi 1
Introduksi Penyebab Kematian Bayi dan
Intervensi Pencegahan Kematian

Tujuan
- Dapat mengetahui penyebab kematian terbanyak pada bayi
- Dapat mengetahui intervensi pencegahan kematian

Pendahuluan
Dalam menyusun strategi pelaksanaan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020
– 2024, Kementerian Kesehatan menetapkan 5 fokus masalah kesehatan yaitu:
1. Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
2. Pengendalian stunting
3. Pencegahan dan pengendalian penyakit
4. Germas
5. Tata kelola sistem kesehatan

Sebagai salah satu upaya melaksanakan strategi tersebut, Kementerian Kesehatan mengadakan pelatihan
Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter Umum di Kabupaten/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI dan
AKB melaului metode blended training ini. Angka Kematian Bayi (AKB) berdasarkan Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia 2017 adalah 24 per 1000 kelahiran hidup, artinya 1 dari 42 bayi meninggal
sebelum ulang tahun pertamanya (151.200). Meskipun terjadi trend penurunan, namun angka tersebut
masih tinggi (Gambar 1).

Gambar 1. Penurunan Angka Kematian Bayi, SDKI 2017

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 20


Sekitar tiga per empat (75%) dari semua kematian pada 5 tahun pertama terjadi sebelum ulang tahun
pertama. Tentu hal tersebut merupakah kehilangan besar karena mereka adalah calon generasi penerus
bangsa. Indonesia menetapkan target AKB turun menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2024.
Untuk mencapai tujuan besar tersebut diperlukan kerjasama semua pihak, baik pemerintah maupun
organisasi profesi terkait untuk mengetahui permasalahan dan melakukan upaya-upaya terbaik dalam
mengatasi masalah tersebut.

Penyebab kematian utama pada bayi adalah komplikasi neonatal (36,9%), pneumoni (36,4%), kelainan
kongenital (12,7%), dan diare (10,2%) (Gambar 2). Kematian akibat komplikasi neonatal (asfiksia, infeksi
neonatal, prematuritas) dibahas pada modul Post Natal Care, sedangkan kematian akibat kelainan
kongenital tidak dibahas pada kesempatan ini.

Gambar 2. Penyebab kematian bayi

Berdasarkan Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia yang dirilis oleh Pusdatin Kemenkes pada
tahun 2020, dengan prevalens pneumonia sebesar 3,55%, diperkirakan ada sekitar 885.551 balita
mengalami pneumonia di seluruh Indonesia pada tahun 2019 dengan angka CFR (case fatality rate) 0,07.
Demikian pula dengan diare, dilaporkan sekitar 1.591.944 balita menderita diare. Selain itu, masalah gizi
juga menjadi perhatian khusus karena status gizi yang kurang baik berhubungan dengan kerentanan
seorang anak menderita penyakit infeksi. Sekitar 11,7% anak usia 0 – 23 bulan kurus dan sangat kurus,
serta 30,8% anak berusia kurang dari 5 tahun mengalami stunting.

Sampai saat ini, belum ada data mengenai kontributor kematian bayi, berbeda dengan kematian neonatal
yang sistem pelaporan dan auditnya telah berjalan melalui kegiatan AMP (Audit Maternal Perinatal). Pada
kematian neonatal, dapat diketahui bahwa terlambat dirujuk (32%), stabilisasi prarujukan yang tidak
adekuat (29%), dan terlambat mendapat pertolongan (26%) merupakan kontributor penyebab kematian
neonatal.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 21


Bila ditelaah, diperkirakan terdapat beberapa masalah yang berkontribusi pada kematian bayi yang belum
dapat turun secara bermakna, diantaranya:
1. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer belum berjalan optimal (ketersediaan SDM,
saranan prasarana, logistik obat dan vaksin, hambatan geografis, dll)
2. Ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih dan terampil di fasilitas kesehatan primer belum
optimal
3. Pedoman pelayanan anak sakit misalnya MTBS belum berjalan optimal
4. Keterlambatan dalam mengenali dan menangani kegawatdaruratan
5. Sistem rujukan yang belum berjalan baik
6. Kondisi masyarakat (hambatan akses terhadap upaya preventif, kuratif, dan promotif, baik
hambatan ekonomi maupun sosial)

Oleh sebab itu, perlu dirancang suatu intervensi secara terpadu, yang meliputi upaya preventif, kuratif,
dan promotif.
1. Upaya preventif
a. Pencegahan pernikahan usia muda (mencegah kelahiran prematur, BBLR, kelainan bawaan)
b. Nutrisi adekuat; ASI eksklusif, praktik pemberian MPASI yang baik, suplementasi vitamin A
c. Imunisasi dasar lengkap
d. Kesehatan lingkungan: air bersih, udara bersih, jamban keluarga
e. Pengetahuan orangtua yang baik mengenai upaya pencegahan sakit pada anak dan penanganan
saat sakit (pemanfaatan Buku KIA)

2. Upaya kuratif
a. Pengobatan yang tepat penyebab kematian terbanyak, diantaranya; pneumonia, diare,
malnutrisi
b. Kemampuan mengenali dan menangani kegawatdaruratan pada bayi
c. Sistem rujukan yang baik
d. Transportasi bayi sakit

3. Upaya promotif
Pemantauan tumbuh kembang anak secara berkelanjutan dengan menggunakan Buku KIA.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 22


Untuk mencapai target SDG 2030, terdapat beberapa key intervention yang merupakan bagian dari
continuum of care sebagai upaya menurunkan angka kematian bayi sebagaimana terlihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 3. Key interventions


Sumber: https://profiles.countdown2030.org/#/

Upaya preventif
a. Pencegahan pernikahan usia anak
Pada tahun 2018 di Indonesia, 1 dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18
tahun, lazim disebut perkawinan anak. Perkawinan usia anak berkontribusi terhadap kelahiran BBLR
(BBL <2500 gram), kelahiran prematur, kelainan bawaan, stunting di kemudian hari, dan kematian
bayi. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya telah terbit UU Nomor 16 tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perkawinan pada 14 Oktober 2014
yang menetapkan usia minimal baik pria maupun wanita untuk menikah adalah 19 tahun. Oleh sebab
itu, seluruh pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk mencegah perkawinan anak karena
seharusnya usia anak merupakan masa bagi perkembangan fisik, emosional, dan sosial sebelum
memasuki masa dewasa.

b. Nutrisi yang adekuat


Nutrisi berperan penting untuk mendukung daya tahan tubuh dan tumbuh kembang seorang anak.
Berbagai dampak jangka pendek dan jangka panjang malnutrisi terutama pada pada masa batita dapat
memengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya, termasuk morbiditas dan mortalitas penyakit.
Karena itu penting untuk menjaga agar setiap anak mendapatkan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhannya.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 23


Pemberian ASI
Menyusui eksklusif menguntungkan bayi, ibu, masyarakat, dan pemerintah namun pemberian ASI
eksklusif 6 bulan pertama masih belum optimal. Air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi
karena beberapa alasan:
1. ASI mengandung semua zat gizi baik kalori, protein, lemak, air, mineral, vitamin yang diperlukan
bayi pada bulan-bulan pertama dalam jumlah yang cukup dan seimbang.
2. Zat gizi dalam ASI mudah dicerna bayi.
3. Produksi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi, misalnya komposisi ASI pada ibu yang melahirkan
bayi prematur berbeda dengan bayi yang cukup bulan. ASI prematur pada awalnya mengandung
lebih banyak protein, lemak, asam amino bebas, dan natrium yang diperlukan bayi prematur.
4. ASI mengandung berbagai zat antibodi sehingga bayi tidak mudah mendapat infeksi. Zat antibodi
alamiah tersebut tidak terdapat dalam susu formula.
5. ASI dari ibu yang sehat bersifat steril, tidak mengandung kuman
6. ASI (langsung) adalah segar, tidak pernah basi dan mempunyai suhu yang sesuai dengan suhu
tubuh bayi.
7. ASI mempererat bonding antara ibu-bayi
8. ASI eksklusif dapat menunjang keluarga berencana

Inisiasi Menyusu Dini


Menurut WHO Tahun 2017, inisiasi menyusu dini (IMD) adalah menyusu dalam 1 jam setelah
kelahiran; bayi diletakkan di dada ibu segera setelah lahir dan segera terjadi kontak kluit antara bayi
dan ibu setelah lahir. Pemberian ASI segera setelah lahir memberikan banyak manfaat bagi ibu dan
anak. Air susu ibu yang keluar pertama kali mengandung kolostrum yang bergizi tinggi dan memiliki
antibodi yang dapat melindungi bayi baru lahir dari penyakit. Data menurut SDKI 2017 menyatakan,
baru sekitar 57% bayi baru lahir yang mendapatkan ASI dalam periode 1 jam setelah lahir. Praktek
pemberian makanan pralaktasi (makanan/minuman yang diberikan ketika ASI belum keluar) di awal
kehidupan bayi dapat menurunkan produksi ASI, oleh sebab itu harus dihindari. Mengingat pentingnya
IMD, maka diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan angka IMD tersebut.

ASI eksklusif
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pemberian ASI saja tanpa tambahan apapun selama 6
bulan pertama (ASI eksklusif) dapat memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi setidaknya sampai bayi
berusia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dapat mencegah penyakit infeksi
seperti diare dan saluran pernafasan, serta menyediakan nutrisi dan cairan yang dibutuhkan bayi untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Data dari SDKI 2017 menunjukkan 52%
anak berumur di bawah 6 bulan mendapatkan ASI eksklusif.

Makanan Pendamping ASI


Setelah bayi berumur 6 bulan, kebutuhan nutrisi bayi baik makronutrien maupun mikronutrien tidak
dapat terpenuhi hanya oleh ASI. Selain itu, keterampilan makan (oromotor skills) terus berkembang
dan bayi mulai memperlihatkan minat akan makanan lain selain susu. Masa peralihan ini merupakan
periode yang sangat kritis karena anak rentan untuk menjadi kurang gizi. Pemberian MPASI yang baik
harus sesuai dengan syarat berikut ini:
1. Tepat waktu, MPASI diberikan saat ASI saja sudah tidak dapat memenuhi keutuhan gizi bayi
(mulai usia 6 bulan).

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 24


2. Adekuat, MPASI yang diberikan dengan mempertimbangkan jumlah, frekuensi,
konsistensi/tekstur/kekentalan dan variasi makanan.
3. Aman dan higienis, perhatikan kebersihan makanan dan peralatan. Mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan dan sebelum memberikan makanan kepada anak.
4. Diberikan secara responsif, dengan memperhatikan sinyal lapar dan kenyang yang ditampilkan
oleh bayi. Makanan diberikan secara teratur (pagi, siang, sore/menjelang malam), lama pemberian
makan maksimal 30 menit, lingkungan netral (tidak sambil menonton TV), dan mulai ajari anak
makan sendiri dengan sendok dan minum dengan gelas.

Berdasarkan survei SDKI 2017, Persentase Praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) pada
anak 6-23 bulan yang sesuai rekomendasi meningkat dari 37 persen (SDKI 2007) menjadi 40 persen
(SDKI 2017) dengan variasi makanan terlihat pada Gambar 3. Edukasi mengenai rekomendasi PMBA
terus dilakukan, salah satunya melalui media Buku KIA.

Gambar 4. Praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), SDKI 2017

Suplementasi Vitamin A
Vitamin A berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh anak. Kekurangan vitamin A dapat
menambah keparahan penyakit infeksi, seperti campak dan diare, dan memperlambat proses
penyembuhan penyakit. Pada kasus yang berat, kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dan kebutaan. Vitamin A diberikan pada anak usia 6 – 59 bulan, dengan dosis 100.000 IU
untuk usia 6 - 11 bulan, dan 200.000 untuk usia 12 – 59 bulan yang diberikan pada Bulan Februarui
dan Agustus. Menurut data dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2020, jumlah anak yang
telah mendapat suplementasi Vitamin A adalah 78,7%.

c. Imunisasi
Upaya imunisasi di Indonesia yang telah dilakukan sejak tahun 1970-an pada bayi dan anak merupakan
program untuk memenuhi Konvensi Hak Anak yang diberlakukan sejak 2 September 1990 oleh PBB.
Konvensi Hak Anak meliputi hak atas keberlangsungan hidup (survival), hak untuk berkembang
(development), hak atas perlindungan (protection), dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat (participation). Maka sebagai upaya nyata, pemerintah bersama orangtua mempunyai

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 25


kewajiban memberikan upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang anak. Imunisasi merupakan
kegiatan pencegahan yang paling efektif terhadap penularan penyakit. Imunisasi dapat mencegah 2
sampai 3 juta kematian setiap tahun dan melindungi anak terhadap berbagai penyakit yang berbahaya
dan mematikan, termasuk pneumonia dan diare, dua penyakit penyebab utama kematian bayi.
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) umunya sangat menular dan
dengan cepat menyebabkan sakit berat, kecacatan, atau kematian. Pemberian imunisasi mencegah
anak tertular penyakit serta dapat menghentikan penyebaran penyakit dalam suatu kelompok
masyarakat, apabila jumlah anak yang mendapatkan imunisasi di tempat tersebut terus-menerus
tinggi. Anak yang jarang sakit serta mendapatkan nutrisi dan stimulasi yang baik akan mampu
mencapai potensi tumbuh kembangnya secara optimal. Berdasarkan data dari Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI yang dikeluarkan oleh Pusdatin Kemenkes RI 2020 menyatakan
bahwa cakupan imunisai dasar lengkap (DPT-HB-HiB3, Polio 4, Campak/MR) adalah sebesar 92,3%.
Jadwal pelayanan imunisasi dasar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Pelayanan Imunisasi Dasar, Buku KIA 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 26


Surveilans Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dikenal juga sebagai adverse events associated with vaccines atau
adverse events following immunization (AEFI) adalah semua kejadian sakit yang terjadi dalam masa satu
bulan setelah imunisasi. Surveilans KIPI sangat diperlukan karena dengan demikian didapatkan laporan
sebagai pertanggungjawaban kepada publik, aspek medikolegal, untuk menentukan kompensasi, dan
penting untuk perbaikan program imunisasi. Menurut kriteria WHO, KIPI dapat dibagi menjadi lima
kelompok penyebab, yaitu kesalahan program/teknik pelaksanaan, reaksi suntikan, induksi vaksin,
kejadian koinsidens (kebetulan), atau penyebab belum diketahui.

Gejala klinis KIPI digolongkan berdasarkan:


1. Derajat keparahan atau beratnya gejala (gejala ringan dan berat/serius sehingga menyebabkan
pasien meninggal, dirawat, atau menyebabkan isu di masyarakat. Sejak tahun 2012, KIPI ringan
dikelola Dinas Kesehatan setempat sedangkan KIPI serius oleh Komnas PP KIPI (Komite
Nasional Pengkajian Penanggulangan KIPI).
2. Lokasi reaksi
a. Reaksi lokal: dapat berupa rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak dan kemerahan di
tempat suntikan (10%). Reaksi lokal pada imunisasi DPT sekitar 50%, sedangkan pada
BCG akan menimbulkan reaksi lokal berupa jaringan parut setelah 2-6 minggu.
b. Reaksi sistemik: berupa demam (sekitar 10%) pada anak yang mendapat imunisasi secara
umum dan 50% pada pemberian imunisasi DPT. Selain itu, anak dapat menjadi iritabel,
malaise, lesu, dan nafsu makan menurun. Pada beberap pemberian imunisasi tertentu
dapat timbul gejala yang khas, misalnya ruam dan konjungtivitis yang disertai demam
pada 5-15% pemberian imunisasi MMR dan campak, sedangkan nyeri sendi dan
pembengkakan kelenjar limfe pada imunisasi mumps. Reaksi sistemik berupa diare,
pusing, dan nyeri otot dapat dialami pada 1% pemberian imunisasi polio oral (OPV)

Beberapa reaksi KIPI yang digolongkan berat, diantaranya kejang, trombositopenia, hypotonic
hyporesponsive episode (HHE), persistent inconsolable screaming (menangis dan menjerit terus-menerus
dan tidak dapat ditenangkan) umumnya bersifat transient, self-limiting, dan tidak menimbulkan
masalah jangka panjang. Selain itu, terdapat pula risiko syok anafilaksis yang berpotensi fatal, namun
apabila dapat dideteksi dan diatasi dengan segera, maka dapat sembuh tanpa efek jangka panjang.
Ensefalopati dapat terjadi akibat imunisasi campak atau DPT.

Dalam pencatatan dan pelaporan KIPI perlu dilengkapi data sebagai berikut:
1. Riwayat imunisasi terdahulu, apakah pernah mengalami KIPI serius (misalnya syok anafilaksis).
Jika ya, apa jenis imunisasinya dan kapan
2. Waktu gejala klinis yang timbul; hari, tanggal, dan jam terjadinya KIPI, timbul cepat atau
lambat, lokal atau sistemik, waktu antara imunisasi dan awal timbulnya gejala.
3. Riwayat penyakit; di mana berobat, rawat jalan atau rawat inap. Apakah ada pemeriksaan
penunjang yang dilakukan dan apa hasilnya, apakah pasien hidup, meninggal, atau cacat

d. Kesehatan lingkungan; air bersih, udara bersih, jamban keluarga


Penguatan upaya preventif dan promotif di puskesmas dikampanyekan dalam GERMAS (Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), peningkatan kualitas lingkungan
(sarana air bersih, penyediaan jamban keluarga, menyediaan tempat sampah, membuang sampah pada

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 27


tempatnya, membangun ruang terbuka hijau, lingkungan bebas polusi, pemberantasan sarang nyamuk,
bahan pangan bebas zat pewarna dan adiktif).

e. Pengetahuan orangtua yang baik mengenai upaya pencegahan sakit pada anak dan
penanganan saat sakit (pemanfaatan Buku KIA)
Sebagai orang terdekat dengan anak, maka orangtua yang pertama kali dapat memantau pertumbuhan
perkembangan anak, mengenali anak sakit, memberikan tata laksana awal, serta memutuskan kapan
anak perlu dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Buku KIA revisi terakhir pada tahun
2020 telah menyediakan seluruh informasi penting tersebut. Pada Buku KIA 2020 terdapat:
- Riwayat kelahiran, termasuk informasi jenis kelahiran, berat badan lahir, panjang badan lahir,
lingkar kepala lahir, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian vitamin K1, pemberian imunisasi
polio oral dan Hepatitis B, apakah sudah dilakukan skrining hipotiroid kongenital, serta
pelayanan kesehatan neonatus melalui kunjungan KN1 (usia 6-<48 jam), KN2 (usia 3 - 7
hari), KN3 (usia 8 - 28 hari).
- Pelayanan imunisasi dasar dan lanjutan
- Kurva pertumbuhan WHO (grafik berat badan memurut umur, grafik panjang/tinggi badan
menurut umur, grafik lingkar kepala, grafik IMT untuk usia 5-6 tahun)
- Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan (tenaga kesehatan memplot hasil pengukuran
antropometri dan menatalaksana segera sesuai Permenkes Standar Antropometri Anak)
- Pelayanan SDIDTK (Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak)
- Praktik Pemberian Makan Bayi, pemberian vitamin A dan obat cacing
- Ringkasan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan pelayanan dokter
- Kelas ibu Balita (memuat informasi penting mengenai pola asuh, imunisasi, gizi, tumbuh
kembang, perawatan bayi, serta penyakit yang sering ditemukan)
- Pola asuh sesuai tahapan usia
- Perawatan bayi baru lahir dan neonatus (0-28 hari)
- Kondisi, pemantauan kesehatan, serta tanda bahaya pada bayi baru lahir dan neonatus
- Kondisi, pemantauan kesehatan, gizi, perawatan bayi dan anak sampai usia 6 tahun
- Kesehatan lingkungan (air bersih, udara bersih, jamban sehat, hindari gigitan nyamuk,
membersihkan sampah, menjaga kebersihan perlengkapan makan dan minum, cara memasak
menerapkan prinsip kunci keamanan pangan, dll)
- Keselamatan lingkungan (upaya menghindari risiko jatuh, luka bakar dan bahaya listrik, infeksi,
kekurangan nafas, bahaya tenggelam)
- Perlindungan anak, bagaimana melindungi anak dari kekerasan fisik, psikis, dan kejahatan
seksual
- Anak dengan disabilitas
- Perawatan anak sakit (tata laksana awal anak sakit serta tanda bahaya pada bayi dan anak)
- Kesiapsiagaan dalam situasi bencana

Berdasarkan Data Riskesdas 2018, pemanfaatan Buku KIA baru sekitar 65,9%. Oleh sebab itu, upaya
sosialisasi dan pemanfaatan Buku KIA baik oleh orangtua, kader, dan tenaga kesehatan harus terus
ditingkatkan.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 28


Upaya kuratif
a. Pengobatan yang tepat penyebab kematian terbanyak, diantaranya; pneumonia, diare,
sepsis, deteksi dini malnutrisi dan menerapkan MTBS

Pneumonia
Berdasarkan Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia yang dirilis oleh Pusdatin Kemenkes pada
tahun 2020, dengan prevalens pneumonia sebesar 3,55%, diperkirakan ada sekitar 885.551 balita
mengalami pneumonia di seluruh Indonesia pada tahun 2019 dengan angka CFR (case fatality rate)
0,07. Diagnosis pneumonia ditegakkan secara klinis (WHO; peningkatan laju napas/napas cepat dan
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara
berkembang). Pemeriksaan penunjang berupa pengukuran kadar saturasi oksigen dengan oxymeter
dan foto toraks bila tersedia. Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%. Antibiotik untuk community acquired pneumonia adalah yaitu
ampisilin dan gentamisin, atau cefotaksim harus tersedia di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Sebagai
upaya menurunkan Angka Kematian Bayi maka ketersediaan SDM yang kompeten dan terampil, alat
penunjang diagnosis (diantaranya oxymeter), serta ketersediaan oksigen dan antibiotik harus dijaga
dan terjamin berfungsi baik. Pembahasan lebih lanjut mengenai pneumonia akan dijelaskan pada
modul terpisah.

Diare
Menurut data Riskesdas 2018, prevalens diare adalah sebesar 8%. Diare merupakan penyebab
kematian tertinggi akibat infeksi kedua di dunia dan di Asia Tenggara pada anak balita (diluar
neonatus) setelah pneumonia yaitu sebesar 10%. Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare):
1. Berikan Oralit
2. Berikan Seng selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan ASI – makan
4. Berikan antibiotik secara selektif
5. Berikan nasihat pada ibu/ keluarga
Pengobatan dengan pemberian oralit dan zinc terbukti efektif dalam menurunkan tingginya angka
kematian akibat diare sampai 40%. Hasil SDKI 2017 menunjukkan masih ada 11% balita diare yang
tanpa pengobatan. Selain itu, pemakaian oralit dan zinc dalam pengobatan diare masih sangat rendah,
dimana untuk oralit sebesar 36% dan zinc sebesar 37%.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 29


Gambar 6. Pengobatan diare pada balita, SDKI 2017

Sepsis
Menurut data global WHO, sekitar 60-80% kematian bayi terkait dengan 5 infeksi berat yaitu;
pneumonia, malaria, campak, sepsis neonatal, dan diare. Kisson dkk. pada tahun 2011 membuat
suatu piramida intervensi sebagai upaya penurunan angka kematian terkait sepsis seperti terlihat
pada Gambar 7.

Gambar 7. Intervensi sebagai upaya penurunan angka kematian bayi


Berdasarkan piramida di atas, dapat dibuat suatu pemilihan kebijakan intervensi yang diambil
berdasarkan data angka kematian bayi di suatu wilayah, sumber daya yang tersedia (baik SDM,
maupun fasilitas sarana dan prasarana), serta pembiayaan yang ada. Setelah menggunakan
pendekatan di atas, Thailand melaporkan penurunan angka kematian sekitar 60% dengan
pemberian O2 high flow dengan nasal kanul untuk pneumonia, Vietnam menurunkan angka
kematian akibat Dengue Shock Syndrome dari 24-60% menjadi 0-1% setelah intervensi resusitasi
cairan iv yang baik.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 30


Deteksi dini malnutrisi
Lima tahun pertama kehidupan, terutama 1000 hari pertama kehidupan, merupakan waktu yang
penting untuk memastikan nutrisi dan pertumbuhan yang memadai pada anak. Pemantauan
pertumbuhan anak memungkinkan ibu dan orang tua untuk mendapat informasi yang baik melalui
pemberdayaan alat yang sederhana untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Ini juga memungkinkan petugas kesehatan, untuk menilai dan memantau pertumbuhan serta
status gizi anak, sehingga petugas kesehatan dapat memberikan intervensi dini jika ada kelainan.
Tumbuh normal adalah pertumbuhan yang sesuai grafik pertumbuhan. Tumbuh normal
merupakan gambaran kondisi status gizi dan status kesehatan yang optimal. Jika pertumbuhan
berat badan dapat dipertahankan normal, maka panjang/tinggi badan dan lingkar kepala juga akan
normal. Pertumbuhan bersifat simultan namun kecepatannya berbeda. Pada saat pertumbuhan
berat badan mengalami weight faltering, saat itu juga panjang/tinggi badan dan lingkar kepala
mengalami deselerasi. Penilaian pertumbuhan anak harus dilakukan secara berkala. Banyak
masalah fisik maupun psikososial yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. Pertumbuhan
yang terganggu dapat merupakan tanda awal adanya masalah gizi dan kesehatan.
Berdasarkan data Riskesdas 2018 yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), sekitar 11,7% anak berusia 0-23 bulan kurus dan sangat
kurus, dan 30,8% anak berusia kurang dari 5 tahun mengalami stunting. Dalam rangka pencegahan
masalah gizi pada anak tersebut, harus dilakukan deteksi dini di masyarakat melalui Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) antara lain posyandu, poskedes, dan institusi
pendidikan. Jika ditemukan risiko gagal tumbuh (at risk failure to thrive), kenaikan massa lemak
tubuh dini (early adiposity rebound), dan risiko perawakan pendek (short stature) maka wajib segera
dilakukan tata laksana sesuai kebutuhan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten.

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Salah satu program Kementerian Kesehatan dalam menangani balita sakit melalui
pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Pendekatannya adalah manajemen terpadu
dalam menemukan balita sakit secara dini dan mengatasinya. Dengan pemeriksaan sistematis dan
terpadu, maka penyakit yang diderita balita dapat didiagnosis dengan baik dan kemudian
mengarah kepada terapi yang tepat. Modul MTBS sebagai acuan berkembang dari waktu ke
waktu dan telah memasukkan aspek pencegahan penyakit dan pemberdayaan masyarakat.
Sebesar 74,1 persen Puskesmas telah melakukan pemeriksaan dan tatalaksana standar melalui
pendekatan MTBS.

b. Kemampuan mengenali dan menangani kegawatdaruratan pada bayi di FKTP


Sebagian besar kasus kegawatdaruratan bayi, orangtua datang ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) untuk meminta pertolongan. Oleh sebab itu, tenaga kesehatan harus mampu mengenali tanda
kegawatdaruratan anak dengan metode Pediatric Assessment Triangle (PAT)/Segitiga Asesmen Gawat
Anak (SAGA) dan Pediatric Early Warning Score (PEWS)/ Skor Deteksi Awal Gawat Anak (SADEWA)
serta mampu menentukan prioritas tata laksana berdasarkan klasifikasi kegawatdaruratan bayi dan
anak. Setelah itu diikuti oleh survei primer dengan menilai Airway, Breathing, Circulation (sirkulasi),
Disability, dan Exposure (ABCDE) dan Bantuan Hidup Dasar (BHD) bila diperlukan.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 31


c. Sistem rujukan yang baik
Kualitas pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama diharapkan berkualitas baik
sehingga sebagian besar kasus dapat ditangani. Namun, ada sebagian kasus yang memerlukan rujukan
karena keterbatasan SDM atau hambatan ketersediaan peralatan medis atau obat-obatan. Oleh sebab
itu, tenaga kesehatan perlu memahami tingkatan pelayanan kegawatdaruratan pada bayi sehingga
dapat memberikan rujukan dengan baik.

d. Transportasi bayi sakit


Transportasi bayi sakit kritis merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari tata laksana
kegawatdaruratan bayi. Bayi atau sakit kritis tidak serta merta dapat dirujuk tanpa persiapan dan tata
laksana awal yang baik. Oleh sebab itu, seluruh tenaga kesehatan seyogyanya memahami tata cara
transportasi bayi sakit.
Pembahasan lebih lanjut mengenai bagaimana mengenali dan memberikan tata laksana awal
kegawatdaruratan bayi serta transportasi bayi sakit akan dibahas pada modul terpisah.

Upaya promotif

Pemantauan Tumbuh Kembang dengan menggunakan Buku KIA


Pertumbuhan adalah proses bertambahnya dimensi/ukuran sel dan interseluler sehingga ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau seluruhnya bertambah. Sementara perkembangan adalah bertambahnya
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan sesuai maturasi fungsi organ. Masa batita merupakan
masa yang penting dalam tumbuh kembang anak, disebut juga golden period atau windows of opportunity.
Gangguan pada masa ini apabila dibiarkan akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang pada periode
selanjutnya. Oleh sebab itu, surveilans tumbuh kembang anak yang didefiniskan sebagai proses
pemantauan tumbuh kembang anak secara berkesinambungan, sangat diperlukan sehingga bila terjadi
gangguan maka dapat segera dilakukan intervensi. Grafik pertumbuhan merupakan salah satu alat untuk
memantau pertumbuhan sehingga dapat dilihat apakah terjadi penyimpangan pada trend pertumbuhan
seorang anak. Kurva yang digunakan pada Buku KIA adalah Kurva Pertumbuhan WHO (Gambar 5).
Tata cara pemantauan pertumbuhan akan dibicarakan pada modul terpisah.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 32


Gambar 8. Contoh Kurva WHO BB/U untuk usia 0 – 5 tahun, Buku KIA 2020

Untuk surveilans perkembangan, kegiatan dimulai dengan pengamatan orangtua terhadap perkembangan
anaknya berdasarkan milestone seperti yang terdapat pada Buku KIA 2020 (Gambar 6 - 9). Apabila ada
kecurigaan masalah perkembangan, orangtua membawa ke petugas kesehatan untuk selanjutnya
dilakukan skrining dan apabila terdapat masalah, maka perlu dilakukan assessment untuk mengevaluasi
secara komprehensif sehingga dapat dibuat perencanaan penanggulangan selanjutnya. Untuk membantu
pelaksanaanya, petugas kesehatan dapat menggunakan Buku Pedoman Penanganan Kasus Rujukan
Kelainan Tumbuh Kembang Balita, Kementerian Kesehatan 2010 dan Buku Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar,
Kementerian Kesehatan 2010.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 33


Gambar 9. Perawatan bayi usia 29 hari – 3 bulan, Buku KIA 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 34


Gambar 10. Perawatan bayi usia 3 – 6 bulan, Buku KIA 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 35


Gambar 11. Perawatan bayi usia 6 – 9 bulan, Buku KIA 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 36


Gambar 12. Perawatan bayi usia 9 – 12 bulan, Buku KIA 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 37


Daftar Pustaka

1. Badan Kependukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, USAID. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2017
2. Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. 2018
3. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indoneisa. Data dan Informasi Profil
Kesehatan Indonesia. 2019
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku KIA: Kesehatan Ibu dan Anak. 2020.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bagan MTBS. 2018.
6. Badan Pusat Statistik, Kementerian PPN. Pencegahan perkawinan anak: percepatan yang tidak bisa
ditunda. Diunduh dari https://www.unicef.org/indonesia/media/2851/file/Child-Marriage-Report-
2020.pdf
7. Rekomendasi IDAI tentang air susu ibu dan menyusui, 2010. Diunduh dari
https://www.idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/rekomendasi-ikatan-dokter-anak-
indonesia-mengenai-air-susu-ibu-dan-menyusui
8. Vitamin A supplementation in infants and children 6-59 months of age. WHO recommendation.
Diunduh dari https://www.who.int/elena/titles/guidance_summaries/vitamina_children/en/
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pekan Imunisasi Dunia 2015: Menutup senjang imunisasi. 2015.
10. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hadinegoro SR, Pusponegoro HD, Soedjatmiko,
Oswari H, penyunting. Panduan imunisasi anak: Mencegah lebih baik daripada mengobati. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2014.
11. Hadinegoro SR. Aktivitas surveilans Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Dalam Widodo AR,
Debora, Surya D, Waiman E, Tumbelaka I, Wigati R, penyunting. Meningkatkan kualitas hidup anak:
Materi program online symposium IDAI. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2014.
12. Kisson N, Carcillo JA, Espinosa V, Argent A, Devictor D, Madden M. World Federation of Pediatric
Intensive Care and Critical Care Societies: Global Sepsis Initiative. Pediatr Crit care Med.
2011;12:494-502.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Modul peningkatan kapasitas bagi dokter umum dalam
pelayanan kesehatan ibu dan anak di 120 kab/kota lokus percepatan penurunan AKI dan AKB. 2020.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi, dan intervensi
dini tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2016.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 38


Pretest dan Postest

1. Penyebab kematian utama pada bayi, kecuali:


A. Komplikasi neonatal
B. Pneumonia
C. Kelainan kongenital
D. Diare
E. Penyakit tidak menular

2. Pernyataan yang salah terkait syarat pemberian MPASI yang baik adalah:
A. Tepat waktu
B. Adekuat
C. Aman
D. Diberikan dengan cara yang benar
E. Membiarkan anak memilih makanannya

3. Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 2 bulan dibawa ibunya ke Posyandu pada bulan Agustus
untuk menerima supplementasi vitamin A. Berapakah dosis yang diberikan untuk anak tersebut?
A. 10.000 IU
B. 50.000 IU
C. 100.000 IU
D. 150.000 IU
E. 200.000 IU

4. Air susu ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi. Berikut adalah alasan kenapa ASI sangat
penting untuk bayi, kecuali:
A. Produksi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi
B. ASI menyebabkan bayi tidak mudah terinfeksi
C. Zat gizi dalam ASI membutuhkan waktu lama untuk dicerna
D. ASI ibu yang sehat steril dan tidak ada kuman
E. ASI mempererat bonding antara ibu dan bayi

5. Menurut World Health Organization (WHO), inisiasi menyusui dini (IMD) adalah:
A. Menyusu dalam 1 jam setelah kelahiran
B. Menyusu setelah 1 jam setelah kelahiran
C. Menyusu pertama dalam waktu 24 jam setelah kelahiran
D. Menyusu pertama kali yang dilakukan oleh bayi
E. Kontak yang dilakukan bayi dan ibu dalam proses menyusui

6. Salah satu imunisasi wajib yang diberikan <24 jam kepada bayi yang baru lahir adalah:
A. BCG
B. Hepatitis B
C. DPT
D. Polio
E. MR

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 39


7. Imunisasi berikut dapat mencegah penyakit pneumonia, kecuali:
A. Influenza
B. DPT
C. Hib
D. Polio
E. MR

8. Salah satu reaksi lokal yang merupakan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah:
A. Demam
B. Ruam
C. Konjungtivitis
D. Bengkak di tempat suntikan
E. Pembengkakan kelenjar limfe

9. Data yang perlu dilengkapi dalam melakukan pencatatan dan pelaporan KIPI, kecuali:
A. Riwayat imunisasi terdahulu
B. Jenis imunisasi yang diberikan
C. Gejala klinis yang timbul
D. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
E. Imunisasi orang tua

10. Salah satu pemantauan perkembangan bayi yang sesuai untuk bayi berusia 7 bulan adalah:
A. Bayi bisa mengangkat badannya ke posisi berdiri
B. Bayi bisa berbalik dari telungkup
C. Bayi bisa mengangkat kepala mandiri hingga 45 derajat
D. Bayi bisa duduk secara mandiri
E. Bayi bisa menirukan bunyi yang didengar

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 40


Studi Kasus

Anak B, perempuan dibawa ibunya ke Puskesmas pada tanggal 4 Oktober 2020. tanggal lahir anak 2 April
2020. Ibu mengatakan bayi BAB cair sejak kemarin dengan frekuensi + 3x/ hari. Tidak rewel, darah (-),
lendir (-), busa (-). Masih mengkonsumsi ASI saja sejak lahir dari ibunya. Dan tidak terjadi perubahan
pola menyusui dibanding biasanya. Dari catatan imunisasi Buku KIA, terlihat bahwa :
- Telah mendapat Hepatitis B0 + bOPV 0, BCG, Pentavalent 1 + bOPV, sesuai usia
- Dari plotting KMS pada tanggal 2 September 2020, terlihat berat anak 6,7 kg

Pemeriksaan:
➢ Umur 6 bulan
➢ BB: 7 kg, TB: 60 cm
➢ Tampak normal, composmentis;
➢ Suhu: 36,5 C, RR= 39 x/m; N: 100 x/m
➢ Cubitan kulit perut kembali dengan cepat
➢ Mata tidak cekung
➢ Tanda dehidrasi tidak ada
➢ Kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
➢ sklera tak ikterik

Pertanyaan:
1. Pelayanan promotif preventif apa saja yang seharusnya sudah diterima anak pada usia tersebut ?
2. Tata laksana apa yang diterima anak dan keluarganya pada hari tersebut?

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 41


Materi 2
Pneumonia

Tujuan
- Dapat melakukan diagnosa dan tata laksana pneumonia
- Dapat mengetahui kasus rujukan pneumonia
- Dapat melakukan stabilisasi pra-rujukan pneumonia

Pendahuluan
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia
didiagnosis berdasarkan gejala dan tanda klinis. World Health Organization (WHO) membuat klasifikasi
pneumonia berdasarkan adanya gejala batuk disertai adanya napas cepat dengan atau tanpa tarikan dinding
bagian bawah ke dalam (TDDK).
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara
berkembang termasuk Indonesia. Pneumonia merupakan penyebab kematian utama pada anak usia <5
tahun, dan diperkirakan 920.000 anak meninggal/tahunnya disebabkan pneumonia. Kejadian pneumonia
pada anak <5 tahun di dunia diperkirakan 0.22 episode tiap anak/tahun, 11.5% membutuhkan perawatan
di rumah sakit. Berdasarkan laporan Subdit ISPA tahun 2017 insiden pneumonia di Indonesia sebesar
20.54/1000 balita.
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur, dan bakteri.
S. pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus
lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus
penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda, adenovirus, parainfluenza
virus, dan influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia, lebih sering
ditemukan pada anak-anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada anak lebih
dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus
epidermidis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia
umur 2-59 bulan. Penyebab pneumonia pada anak dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Etiologi Pneumonia berdasarkan Usia
Usia Etiologi
Neonatus Streptokokus grup B, Escherichia coli, bakteri batang Gram negatif, Streptococcus
(<3 minggu) pneumoniae, Haemophilus influenza tipe b,* nontypeable)
3 minggu-3 Respiratory syncytial virus (RSV), Virus lain (rhinovirus, parainfluenza virus, influenza
bulan virus, human metapneumovirus (HMPV), adenovirus), S. pneumoniae, H. influenza (tipe
b,* nontypeable); jika pasien tidak panas pertimbangkan Chlamydia trachomatis
4 bulan-4 Respiratory syncytial virus (RSV), Virus lain (rhinovirus, parainfluenza virus, influenza
tahun virus, HMPV, adenovirus), S. pneumoniae, H. influenza (tipe b,* nontypeable);
Mycoplasma pneumoniae, Streptokokus grup A
≥5 tahun M. pneumoniae, S. pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, H. influenza (tipe b,*
nontypeable), influenza virus, adenovirus, virus lain, Legionella pneumophila
*: H. influenza tipe b jarang pada anak yang sudah mendapat imunisasi
Sumber: Kelly MS, Sandora TJ. Community-acquired pneumonia. Community-aquired pneumonia.
Nelson textbook of Pediatcs. 2019.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 42


Faktor risiko pneumonia: berat badan lahir rendah (BBLR), bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif, tidak
mendapat imunisasi/imunisasi tidak lengkap, malnutrisi, infeksi HIV, campak, polusi udara dalam ruangan
termasuk asap rokok, tempat tinggal yang padat, kelainan jantung, penyakit paru kronik, dan penyakit
kronik/bawaan lain.

Diagnosis
Anamnesis
- Batuk produktif
- Sesak napas
- Demam
- Kesulitan makan/minum
- Tampak lemah
- Penyakit bersifat akut

Pemeriksaan Fisis
- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan pemeriksaan nadi harus dilakukan pada saat awal
pemeriksaan. Penghitungan frekuensi napas dilakukan pada saat anak tenang/tidak menangis
- Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan makan/minum
- Gejala distres pernapasan seperti napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK),
batuk, krepitasi/crackles, dan penurunan suara paru
- Tanda hipoksemia berupa desaturasi (ditandai dengan saturasi oksigen ≤92%) dan adanya sianosis
- Demam
- Adanya tanda bahaya pada anak: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun atau kesukaran
dibangunkan, stridor yang terdengar pada waktu anak tenang, gizi buruk, dan sianosis
- Pneumonia berat ditandai dengan: saturasi oksigen <90% dengan pulse oksimetri atau adanya sianosis
sentral, distres napas berat (grunting, tarikan dinding dada berat), dan adanya tanda bahaya
- Napas cepat: <2 bulan: ≥60 kali/menit; 2-11 bulan: ≥50 kali/menit; 1-5 tahun: ≥40 kali/menit.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi saluran napas
bawah akut ringan tanpa komplikasi
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap
- Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kecurigaan terjadinya
komplikasi, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab
- Gambaran foto toraks pada pneumonia dapat berupa infiltrat (alveolar dan interstitial), konsolidasi,
maupun adanya komplikasi berupa efusi pleura

Pemeriksaan Laboratorium
- Hasil lekosit, kadar C-reactive protein (CRP), dan prokalsitonin yang tinggi sering dihubungkan
dengan penyebab bakteri
- Pemeriksaan sputum sulit dikerjakan pada anak dan tidak menggambarkan bakteri penyebab
pneumonia. Pemeriksaan cairan pleura (termasuk kultur) bila didapatkan efusi pleura. Pemeriksaan
kultur darah dilakukan pada pasien yang dirawat terutama pada pneumonia dengan komplikasi atau
tidak berespon terhadap terapi yang diberikan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 43


- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi direkomendasikan
pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita
pneumonia bakterial
- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur,
serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemberian antibiotik
- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lain tidak dapat membedakan
infeksi viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin
- Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan
penderita TBC dewasa

Pemeriksaan Lain
- Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse
oxymetry.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, temuan pada pemeriksaan fisis
Klasifikasi
WHO penggunaan peningkatan laju napas/napas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TDDK) untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):
• Bayi kurang dari 2 bulan
o Pneumonia berat: napas cepat atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
(TDDK kuat)
o Pneumonia sangat berat:
▪ tidak mau menetek/minum
▪ kejang
▪ penurunan kesadaran
▪ demam
▪ tangan dan kaki dingin
▪ stridor
▪ wheezing
▪ gizi buruk

• Anak umur 2 bulan-5 tahun


o Pneumonia: napas cepat dengan/tanpa tarikan dinding dada
o Pneumonia sangat berat:
Pneumonia disertai adanya tanda bahaya:
▪ tidak dapat minum
▪ muntah menetap
▪ kejang
▪ gangguan kesadaran
▪ stridor saat anak tenang
▪ malnutrisi berat

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 44


Tata laksana
Kriteria Rawat Inap
Pada Bayi:
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas ≥ 60 x/menit
- Distres pernapasan ditandai dengan TDDK, apnea intermiten, atau grunting
- Tanda bahaya: tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Pada Anak:
- Saturasi oksigen ≤92%, sianosis
- Frekuensi napas ≥50 x/menit
- Distres pernapasan ditandai dengan TDDK
- Grunting
- Tanda bahaya
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tata laksana umum


Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan udara kamar harus diberikan terapi
oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%
• Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan melaui OGT/NGT, bila ada
kontra indikasi pemberian diet secara enteral dapat diberikan secara parenteral dan dilakukan
balans cairan ketat
• Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia
• Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol
batuk
• Nebulisasi β2 agonis pada anak dengan komorbid asma
• Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

Pemberian Antibiotik
• Amoksisilin dosis 80 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis merupakan pilihan pertama untuk antibiotik
oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Bila diduga penyebabnya adalah
mycoplasma pneumonia dapat diberikan makrolid seperti Eritromisin, Azitromisin, dan
Klaritromisin
• M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan makrolid
seperti Eritromisin, Azitromisin, dan Klaritromisin diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak >5 tahun
• Makrolid seperti Eritromisin, Azitromisin, dan Klaritromisin diberikan jika M. pneumoniae atau
C. pneumonia dicurigai sebagai penyebab
• Amoksisilin dosis 80 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
• Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan Cloxacillin/Oxacillin

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 45


• Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per oral
(misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
• Pemberian antibiotik pada pneumonia berat:
▪ Ampisilin: 50 mg/kg, atau Benzyl Penisilin: 50.000 unit/kg IM/IV tiap 6 jam minimal 5 hari, dan
▪ Gentamisin: 7.5 mg/kg IM/IV tiap 24 jam minimal 5 hari
▪ Evaluasi antibiotik dilakukan 48-72 jam
▪ Ceftriaxon dosis 80 mg/kgBB/hari tiap 24 jam IV diberikan pada pasien yang tidak berespon
terhadap pengobatan antibiotik lini pertama atau pasien immunokompromais/HIV, atau
▪ Cefotaksim 200 mg/kgBB/hari tiap 8 jam IV
▪ Apabila kecurigaan S. aureus dapat diberikan Oxacillin dengan dosis 150-200 mg/kgBB/hari
tiap 6 jam IV
▪ Antibiotik dapat diberikan 7-10 hari
• Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat
antibiotik intravena.

Rekomendasi UKK Respirologi


Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
1. Neonatus – 2 bulan : Ampisilin+Gentamisin
2. > 2 bulan :
- Lini pertama Ampisilin+Gentamisin
- Lini kedua Sefalosporin generasi kedua diberikan pada pasien yang tidak berespon terhadap
pengobatan antibiotik lini pertama atau pasien immunokompromais/HIV

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama
dengan antibiotik intravena sebelumnya. Antibiotik dapat diberikan 7-10 hari.

Nutrisi
a. Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari. Makanan
dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau Orogastric tube (OGT) atau intravena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran
lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil atau dapat
menggunakan OGT.
b. Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada
pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.

Kriteria pulang
• Gejala dan tanda pneumonia menghilang
• Asupan per oral adekuat
• Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
• Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
• Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

Komplikasi
Necrotizing pneumonia, efusi pleura, empiema, abses paru, perikarditis, endokarditis, bakteremia,
meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 46


Prognosis
Pada anak yang sebelumnya sehat prognosis umumnya baik, dan dapat sembuh sempurna.

Pencegahan
Imunisasi DPT, Haemophilus influenza tipe b, pneumokokus, campak, influenza. Pencegahan lain dengan
pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah dan mengobati malnutrisi, serta pemberian ASI eksklusif.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 47


Daftar Pustaka

1. Gereige RS, Laufer PM. Pneumonia. Pediatric in review 2013;34(10):438-456.


2. Kelly MS, Sandora TJ. Community-aquired pneumonia. Dalam: Kliegman RM, St. Geme, Blum NJ,
Shah SS, Tasker RC, Wilson KM, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of Pediatcs. Edisi 21.
California: Elsevier; 2019. Hlm.2266-2274.
3. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
4. Le Roux DM, Zar HJ. Community-acquired pneumonia in children - a changing spectrum of
diseasePediatr Radiol 2017;47:1392-1398.
5. Mulholland K, Weber MW. Pneumonia in children, epidemiology, prevention, and treatment. Printer
& Martin Ltd; London: 2016.
6. World Health Organization. Integrated management of childhood illness chart booklet. Geneva;
WHO: 2014.
7. World Health Organization. Revised WHO classification and treatment of children pneumonia at
health facilities. Geneva; WHO: 2014.
8. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children. Guideline for the
management of common childhood illnessess. Edisi ke-2. Geneva; WHO: 2014.
9. Stuckey-Schrock K, Hayes AL, George CM. Community-acquired pneumonia in children. Am Fam
Physician 2012;36(7):661-667.
10. Scotta MC, Marostika PJC, Stein RT. Pneumonia in children. Dalam: Wilmott RW, Deterding R, Li
A, Ratjen F, Sly P, Zar HJ, Bush A, penyunting. Kendig’s disorder of the respiratory tract in children.
Edisi ke-9. Philadhelpia: Elsevier; 2019. Hlm.427-438.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 48


Pretest dan Postest

1. Pernyataan yang benar mengenai adanya napas cepat:


A. Laju napas ≥ 40 x/menit pada usia > 5 tahun
B. Laju napas ≥ 40 x/menit pada usia 1 - 5 tahun
C. Laju napas ≥ 60 x/menit pada usia 2 bulan - <1 tahun
D. Laju napas ≥ 60 x/menit pada usia ≥1 - 5 tahun
E. Tidak ada yang benar

2. Klasifikasi pneumonia berat pada anak usia 2 bulan sampai 59 bulan menurut WHO:
A. Ditemukan adanya batuk dan panas badan
B. Ditemukan batuk dan napas cepat
C. Ditemukan panas dan napas cepat
D. Ditemukan napas cepat dan tarikan dinding dada
E. Ditemukan napas cepat, tarikan dinding dada dan tidak dapat minum

3. Yang BUKAN termasuk tanda bahaya pada bayi < 2 bulan


A. Kejang
B. Stridor
C. Gizi buruk
D. Grunting
E. Tidak mau menetek

4. Antibiotik yang direkomendasikan WHO untuk pneumonia (ringan):


A. Amoksisilin dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
B. Amoksisilin dosis 80 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
C. Azitromisin 10 mg/kgBB/hari tiap 24 jam
D. Cefixime 5 mg/kgBB/dosis tiap 12 jam
E. Kloramphenicol 75-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

5. Antibiotik yang direkomendasikan WHO untuk pengobatan pneumonia berat


A. Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis tiap 6 jam intra vena
B. Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis tiap 6 jam intra vena + kloramphenicol 75-100 mg/kgBB/hari dibagi
4 dosis intra vena
C. Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis tiap 6 jam intra vena + Gentamisin 7.5 mg/kgBB/dosis tiap 24 jam
intra vena
D. Kloramphenicol 75-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis intra vena
E. Kloramphenicol 75-100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis intra vena + gentamisin 7.5 mg/kgBB/dosis
tiap 24 jam intra vena

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 49


Materi 3
Tuberkulosis pada Anak

Tujuan
- Dapat melakukan diagnosa dan tata laksana tuberkulosis pada anak
- Dapat mengetahui kasus rujukan tuberkulosis pada anak
- Dapat melakukan stabilisasi pra-rujukan tuberkulosis pada anak

Pendahuluan
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang sudah sangat lama dikenal
manusia, setua peradaban manusia. Pada awal penemuan obat antituberkulosis (OAT), timbul harapan
penyakit ini akan dapat ditanggulangi. Namun dengan perjalanan waktu terbukti penyakit ini tetap menjadi
masalah kesehatan yang sangat serius, baik dari aspek gangguan tumbuh-kembang, morbiditas, mortalitas,
dan kecacatan. Dengan meluasnya kasus HIV-AIDS, tuberkulosis mengalami peningkatan bermakna
secara global. Indonesia menduduki peringkat ke-tiga dunia dari jumlah total pasien TB setelah India dan
Cina. Namun dari proporsi jumlah pasien dibanding jumlah penduduk, Indonesia menduduki peringkat
pertama. TBC anak yang tidak mendapat pengobatan yang tepat akan menjadi sumber infeksi TBC pada
saat dewasanya nanti.
Perlu ditekankan sejak awal adanya perbedaan antara infeksi TBC dengan sakit TBC. Infeksi TBC
relatif mudah diketahui, yaitu dengan berbagai perangkat diagnostik infeksi TBC, misalnya uji tuberkulin.
Seseorang (dewasa atau anak) yang positif terinfeksi TBC (uji tuberkulin positif) belum tentu menderita
sakit TBC. Pasien sakit TBC perlu mendapat terapi OAT, namun seseorang yang mengalami infeksi TBC
tanpa sakit TBC, tidak perlu terapi OAT. Untuk kelompok risiko tinggi, pasien dengan infeksi TBC tanpa
sakit TBC, perlu mendapat profilaksis.

Diagnosis
Anamnesis
Gejala umum dari penyakit TBC
• Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun dalam 2 bulan terakhir (kemungkinan masalah
gizi sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tata laksana yang adekuat)
• Demam ≥ 2 minggu (etiologi demam kronik yang lain perlu disingkirkan dahulu, seperti infeksi
saluran kemih (ISK), tifus, atau malaria)
• Pembesaran kelenjar getah bening superfisial terutama di daerah leher
• Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 2 minggu

Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TBC mengenai organ ekstrapulmonal, seperti:
• Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau
perut membesar karena cairan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 50


• Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang, atau pembengkakan sendi
• Bila mengenai susunan saraf pusat (SSP), dapat terjadi gejala iritabel, leher kaku, muntah-
muntah, kejang, dan kesadaran menurun
• Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma
• Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau inguinal (terutama colli/leher)
Pemeriksaan fisis
Pada sebagian besar kasus TBC, tidak dijumpai kelainan fisis yang khas.
• Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi di daerah bawah
atau di bawah P5

Kelainan pada pemeriksaan fisis baru dijumpai jika TBC mengenai organ di luar paru
• TBC vertebra: gibbus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia.
• TBC koksae atau TBC genu: jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau lutut.
• Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) multipel, diameter > 1 cm, tidak nyeri tekan, dan
konfluens (saling menyatu).
• Meningitis TBC: kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain.
• Skrofuloderma: Ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi di daerah leher, aksila, atau inguinal.

Pemeriksaan penunjang
• Uji tuberkulin: dengan cara Mantoux/uji purified Protein derivative (PPD)) yaitu penyuntikan 0,1 ml
larutan tuberculin/PPD secara intra kutan di bagian volar lengan 2.5 inci dari lipat siku dengan bevel
jarum menghadap ke atas pada sudut 5-15o. Bila suntikan benar akan terbentuk wheal berukuran 6-
10 mm, bila tidak terbentuk dapat diulang pada sisi lengan yang lain atau 5 cm dari tempat suntikan
pertama. Reaksi diukur 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasi transversal diukur dengan cara
palpasi atau metode Ballpoint pen Sokal (mentukan tepi lateral indurasi dengan menggunakan pena)
dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tidak ada indurasi
sama sekali. Indurasi 10 mm ke atas dinyatakan positif, pada pasien imunokompromais positif bila ≥
5 mm. Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan TBC aktif (sakit
TBC) pada anak. Reaksi uji tuberkulin positif biasanya bertahan lama hingga bertahun-tahun walau
pasiennya sudah sembuh, sehingga uji tuberkulin tidak digunakan untuk memantau pengobatan TBC.
Bila diduga hasil negatif karena masih dalam masa inkubasi uji tuberkulin dapat diulang paling cepat
2 minggu setelah penyuntikan pertama
• Foto toraks antero-posterior (AP), dapat dilakukan lateral kanan bila dibutuhkan. Gambaran
radiologis yang sugestif TBC di antaranya: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi
segmen/lobus paru, milier, kavitas, efusi pleura, atelektasis, kalsifikasi, dan milier.
• Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung, induksi sputum, atau sputum, untuk mencari
basil tahan asam (BTA) pada pemeriksaan langsung dan Mycobacterium tuberculosis dari biakan. Hasil
biakan positif merupakan diagnosis pasti TBC. Hasil BTA atau biakan negatif tidak menyingkirkan
diagnosis TBC
• Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) Pemeriksaan lain yang dapat mengonfirmasi kuman M.
tuberculosis sekaligus sensitifitasnya terhadap Rifampisin
• Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsi kelenjar, kulit, atau jaringan lain yang dicurigai TBC
• Pemeriksaan serologi seperti PAP TB, ICT, Mycodot dan lain-lain, nilai diagnostiknya tidak
direkomendasikan
• Funduskopi perlu dilakukan pada TBC milier dan Meningitis TBC.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 51


• Pungsi lumbal harus dilakukan pada TBC milier untuk mengetahui ada tidaknya meningitis TBC
• Foto tulang dan pungsi pleura dilakukan atas indikasi.
• Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah, urin dan feses rutin, sebagai pelengkap data namun tidak
berperan penting dalam diagnostik TBC.
Anak dengan satu atau lebih gejala TBC:
• Batuk >2 mgg
• Deman >2 mgg
• BB turun atau tidak naik dalam 2 bl sebelumnya
• Malaise >2 mgg
Gejala-gejala tersebut menetap atau walau sudah diberikan terapi yang adekuat

Pemeriksaan
Mikroskopis/tes cepat dahak

Positif Negatif Tidak diperiksa

Ada akses foto rontgen toraks dan/atau Tidak ada akses foto ronthen toraks dan
uji tuberkulin*) uji tuberkulin

Sistem skoring

Skor >6 Skor <6

Uji tuberkulin (+) Uji tuberkulin (*)


dan/atau ada dan tidak ada
kontak TBC paru** kontak TBC paru**

TBC anak
terkonfirmasi Ada kontak TBC Tidak Ada/tidak
TBC Anak klinis
bakteriologis paru** jelas kontak TBC
paru**

Terapi OAT*** Observasi gejala selama 2 mgg, bila persisten → rujuk


untuk evaluasi

Gambar 1 Alur Diagnosis TBC Anak


Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 52


Tata laksana
Medikamentosa
Terapi TBC terdiri dari dua fase, yaitu:
a. Fase intensif: 3-4 OAT selama 2 bulan awal:
b. Fase lanjutan dengan paduan 2 OAT (INH-Rifampisin) hingga 6-12 bulan.
Pada anak, obat TBC diberikan secara harian (daily) baik pada fase intensif maupun fase lanjutan.
▪ TBC paru: INH, Rifampisin, dan Pirazinamid selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan INH dan
Rifampisin hingga genap 6 bulan terapi (2HRZ – 4HR).
▪ TBC paru kerusakan luas, HIV, terkonfirmasi bakteriologis dan TBC ekstra paru ringan: 4
OAT selama 2 bulan fase intensif, dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin hingga genap 6
bulan terapi.
▪ TBC kelenjar superfisial: terapinya sama denganTBC paru.

Tabel 1. Regimen Terapi TBC Anak


Fase Fase
Kategori Diagnostik
Intensif Lanjutan
TBC Paru BTA negatif
TBC Kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi pleura TBC
TBC Paru BTA positif
TBC paru dengan kerusakan luas
TBC ekstraparu (selain TBC Meningitis dan TBC 2HRZE 4HR
Tulang/sendi)
TBC-HIV
TBC Tulang/sendi
TBC Millier 2HRZE 10 HR
TBC Meningitis
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016

Pemantauan
Terapi
- Pemantauan dilakukan tiap 2 minggu pada fase intensif dan tiap 2 bulan pada fase lanjutan
- Respons klinis
Respons yang baik dapat dilihat dari perbaikan semua keluhan awal. Nafsu makan yang membaik,
berat badan yang meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam, batuk lama, tidak mudah
sakit lagi. Respons yang nyata biasanya terjadi dalam 2 bulan awal (fase intensif). Bila diagnosis
TBC sudah tepat tetapi tidak ada perbaikan klinis dalam 1-2 bulan terapi, maka pikirkan
kemungkinan TBC resisten obat (RO)
- Evaluasi radiologis
Tidak dilakukan untuk mengevaluasi akhir pengobatan. Foto torak diulang dilakukan bila ada
perburukan klinis atau kemungkinan adanya komplikasi. Jika gambaran radiologis juga memburuk,
evaluasi kepatuhan minum obat, dan kemungkinan kuman TB resisten obat, atau over diagnosis

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 53


- Efek samping OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberiannya benar. Efek
samping yang kadang muncul adalah hepatotoksisitas, dengan gejala ikterik yang bisa disertai
keluhan gastrointestinal lainnya seperti mual muntah. Keluhan ini biasanya muncul dalam fase
intensif. Pada kasus yang dicurigai adanya kelainan fungsi hepar, maka pemeriksaan transaminase
serum dilakukan sebelum pemberian OAT, dan dipantau minimal tiap 2 minggu dalam fase
intensif.

Jika timbul ikterus atau bilirubin >1.5 mg/Dl; SGPT ↑ ≥5× nilai batas atas normal tanpa gejala klinis; SGPT
↑ ≥3× nilai batas atas normal disertai dengan gejala klinis; SGPT ↑ dengan nilai berapapun di atas batas
normal sebelum diberikan terapi yang disertai dengan ikterus, anoreksia, nausea, muntah; OAT
dihentikan, dan dilakukan uji fungsi hati (bilirubin dan transaminase). Bila ikterus telah menghilang dan
kadar transaminase <2x batas atas normal, reintroduksi dilakukan mulai dari Rifampisin 1/3 dosis naik
tiap 2 hari bila dosis penuh Rifampisin fungsi hati baik diberkan INH dosis 1/3 naik tiap 2 hari. Terapi
diberikan RH selama 9 bulan tanpa pirazinamid. Yang perlu diingat, reaksi hepatotoksisitas biasanya
muncul karena kombinasi dengan berbagai obat lain yang bersifat hepatotoksik seperti parasetamol,
fenobarbital, dan asam valproat.

Kecurigaan TBC RO adanya gejala TBC dengan salah satu atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat pengobatan TBC 6–12 bulan sebelumnya
2. Kontak erat dengan pasien TBC-RO (bisa kontak serumah, di sekolah, di tempat penitipan anak,
dsb.)
3. Kontak erat dengan pasien yang meninggal akibat TBC, gagal pengobatan TBC, atau tidak patuh
dalam pengobatan TBC
4. Tidak menunjukkan perbaikan (hasil pemeriksaan dahak dan atau kultur yang masih positif, gejala
tidak membaik atau tidak ada penambahan berat badan) setelah pengabatan dengan OAT lini
pertama selama 2–3 bulan.

Klasifikasi TBC Berdasarkan Hasil Uji Kepekaan Obat


1. Mono resisten (TBC MR)
M. tuberculosis resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2. Poli resisten (TBC PR)
M. tuberculosis resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multi drug resistant (TBC MDR)
Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan,
dengan atau tanpa diikuti resisten OAT lini pertama lainnya.
4. Pre-extensive drug resistant (TBC Pre-XDR)
TBC MDR yang diikuti resistensi terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon atau minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
5. Extensive drug resistant (TBC XDR)
TBC MDR yang diikuti resistensi terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
6. Resisten Rifampisin (TBC RR)
M. tuberculosis resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau metode fenotip (konvensional).

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 54


Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)
Kelompok risiko tinggi memerlukan medikamentosa profilaksis.
▪ Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi pada kelompok yang mengalami kontak
erat dengan pasien TBC dewasa dengan uji BTA positif.
▪ Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit TBC pada kelompok yang telah
terinfeksi TBC tapi belum sakit TBC.

• Terapi Pencegahan pada penderita HIV, diberikan kepada:


• Anak terinfeksi HIV berusia <12 bulan: kontak erat TBC (+), tidak sakit TBC
berdasarkan evaluasi klinis/pedoman nasional
• Anak terinfeksi HIV berusia ≥12 bulan: tidak sakit TBC berdasarkan evaluasi
klinis/pedoman nasional sebagai bagian dari tata laksana pencegahan HIV pada daerah
dengan kejadian TBC tinggi, tanpa melihat adanya kontak TBC
• Semua anak terinfeksi HIV yang telah menyelesaikan pengobatan TBC

• Terapi pencegahan TBC pada penderita bukan HIV


• Anak berusia <5 tahun kontak dengan pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologi, tidak
sakit TBC berdasarkan evaluasi klinis/pedoman nasional walaupun pemeriksaan untuk
latent tuberculosis infection infection (LTBI) tidak tersedia
• Anak usia ≥5 tahun dan remaja kontak dengan pasien TBC paru terkonfirmasi
bakteriologi, tidak sakit TB berdasarkan evaluasi klinis/pedoman nasional dapat diberikan
TPT
• Kontak dengan pasien TBC-RO, TPT dipertimbangkan berdasarkan penilaian risiko
individual

Rekomendari TPT
- 6 atau 9 bulan INH setiap hari (6H/9H)
- 3 bulan Rifapentin + INH seminggu sekali (3HP 12 dosis)
- 3 bulan INH + Rifampisin setiap hari (3HR)
- 1 bulan Rifapentin + INH setiap hari (1HP)
- 4 bulan Rifampisin setiap hari (4R)

Dosis berdasarkan berat badan


- INH: 10 mg/kgBB/hari
- Rifampisin: 15 mg/kgBB/hari
- Saat ini Rifapentin belum tersedia di Indonesia

Bila selama TPT timbul gejala TBC, maka anak harus di evaluasi adanya sakit TBC, dan bila terbukti sakit
TBC maka TPT distop dan mulai pengobatan TBC

Bedah
▪ TBC paru berat dengan destroyed lung untuk lobektomi atau pneumektomi
▪ TBC tulang seperti spondilitis TBC, koksitis TBC, atau gonitis TBC

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 55


Suportif
Asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan terapi TBC. Jika ada penyakit lain juga
perlu mendapat tata laksana memadai. Fisioterapi dilakukan pada kasus pasca bedah.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)


Untuk kasus meningitis TBC ditangani disiplin Neurologi Anak dan perlu dikonsultasikan ke Bagian Mata.
Untuk kasus TBC tulang dikonsultasikan ke Subbagian Bedah Ortopedi. Kasus TBC milier dikonsultasikan
ke Bagian Mata untuk evaluasi adanya TBC koroid.

Tumbuh Kembang
Pertumbuhan pasien akan mengalami perbaikan nyata. Data berat badan dicatat tiap bulan dan
dimasukkan dalam grafik tumbuh untuk memantau pola tumbuh pasien selama menjalani terapi. Walau
berat badan belum mencapai ideal, namun pola grafiknya sudah menaik dan memasuki ‘pita’ di atasnya,
sudah dinilai sebagai respons yang baik.
TBC anak umumnya tidak menular, sehingga pasien TBC anak tidak perlu dikucilkan, agar tidak
mengganggu aspek kembang dan kejiwaan pasien.

KIE untuk orangtua pasien


1. Pengobatan TBC berlangsung lama, minimal 6 bulan, tidak boleh terputus, dan harus kontrol
teratur tiap bulan.
2. Obat Rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh (air seni, air mata, keringat, ludah) berwarna
merah.
3. Secara umum obat sebaiknya diminum dalam keadaan perut kosong yaitu 1 jam sebelum makan/
minum susu, atau 2 jam setelah makan. Khusus untuk Rifampisin harus diminum dalam keadaan
perut kosong.
4. Bila timbul keluhan kuning pada mata, mual, dan muntah, segera periksa ke dokter walau belum
waktunya.

Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dan Pelaporan di fasilitas kesehatan:
• Kartu Pengobatan Pasien TBC (TB.01)
• Kartu Identitas Pasien TBC (TB.02)
• Register pasien TBC (TB.03 Faskes)
• Formulir hasil pemeriksaan bakteriologis TBC (TB.05)
• Daftar terduga pasien TBC (TB.06)
• Formulir Rujukan/ Pindah Pasien TBC (TB 09)
• Formulir Hasil akhir Pengobatan Pasien TBC Pindah (TB 10)
• Kartu Pengobatan Pencegahan dengan INH (TB.01 PP INH)
• Formulir Pelacakan Kontak Anak (TB.15)
• Register Kontak Tuberkulosis (TB.16)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 56


Tabel 2 Populasi manusia berdasarkan status TBC
Kelas Kontak Infeksi Sakit Tata laksana
0 - - - -
I + - - Profilaksis primer
II + + - Profilaksis sekunder
III + + + Terapi OAT

Tabel 3 Obat yang lazim digunakan dalam terapi TBC pada bayi, anak, dan remaja
Dosis Dosis
Obat Sediaan Efek samping
mg/kg BB maksimal
Isoniazid Tablet 100 dan 10 (7-15) 300 mg Peningkatan transaminase,
(INH / H) 300 mg; sirup hepatitis, neuritis perifer,
100 mg/5 ml hipersensitivitas
Rifampisin Kapsul/tablet 15(10-20) 600 mg Urin/sekresi warna kuning,
(RIF / R) 150, 300, 450, mual-muntah, hepatitis, flu-
600 mg, sirup like reaction, trombositopenia
100 mg/ ml
Pirazinamid Tablet 500 mg 35 (30-40) 2g Hepatotoksisitas, atralgia,
(PZA / Z) hipersensitivitas
Etambutol Tablet 500 mg 20 (15-25) 1200 mg Neuritis optikal (reversibel),
(EMB / E) gangguan visus, gangguan
warna, gangguan sal cerna
Sumber: Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak 2016

Tabel 4 Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap untuk Anak


Fase Intensif (2 bl) Fase Lanjutan (4 bl)
Berat Badan (kg)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5─7 1 tablet 1 tablet

8─11 2 tablet 2 tablet


12─16 3 tablet 3 tablet
17─22 4 tablet 4 tablet
23─30 5 tablet 5 tablet
>30 OAT dewasa (6 tablet KDT Anak) OAT dewasa (6 tablet KDT Anak)

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 57


Daftar Pustaka

1. Marais BJ, Schaaf HS. Tuberculosis in children. Cold Spring Harb Perspect Med. 2014;(4):1–21.
2. Nataprawira HM, Hannah RA, Kartika HH. Hospitalized pediatric antituberculosis drug induced
hepatotoxicity. Asian pacific J of trop disease. 2017;7(5):276─9.
3. Hatzenbuehler LA, Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor
NF, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke-20. Philadhelpia: Elsevier; 2016.
hlm. 1095─115.
4. Highsmith HY, Stark JR, Mandalakas AM. Tuberculosis. Dalam: Wilmott RW, DeterdingR, Li A,
Ratjen F, Sly P, Zar HJ, Bush A, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in children.
Edisi ke-9. Philadhelpia: Elsevier; 2019. Hlm. 475─97.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku petunjuk teknis tuberkulosis anak. Jakarta:
Kemenkes RI; 2016.
6. WHO. Guidance for national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in
children. Second edition. 2014
7. WHO operation handbook on tuberculosis; Module 1: Prevention; Tuberculosis preventive
treatment, 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 58


Pretest dan Postest

1. Anak P, usia 2 tahun 2 bulan, berat badan 12 Kg, didiagnosis TBC paru, hasil tes cepat molekular
(TCM) dari induksi sputum tidak ditemukan MTB. Pada fase intensif 2 bulan pertama anak P diberikan:
A. KDT anak fase intensif 1 tablet
B. KDT anak fase intensif 2 tablet
C. KDT anak fase intensif 21/2 tablet
D. KDT anak fase intensif 3 tablet
E. KDT anak fase intensif 4 tablet

2. Gambaran foto toraks yang sering ditemukan pada TBC anak adalah:
A. Milier
B. Efusi pleura
C. Bronkiektasis
D. Kavitas
E. Pembesaran KGB hilus

3. Pernyataan yang benar pada pasien TBC dalam pengobatan OAT mengalami ADIH:
A. Terdapat kenaikan SGOT/SGPT ≥3x normal tanpa gejala
B. Terdapat kenaikan SGOT/SGPT ≥3x normal dengan gejala
C. Terdapat Peningkatan Bilirubin serum >1,0 mg/dL
D. Reintroduksi dimulai dengan pemberian Isoniazid
E. Diberikan terapi RH selama 6 bulan

4. Konfirmasi diagnosis TBC didapat dari pemeriksaan:


A. Pemeriksaan BTA
B. Pemeriksaan TCM
C. Pemeriksaan Kultur
D. Pernyataan A dan C benar
E. Semua pernyataan benar

5. Bahan pemeriksaan untuk konfirmasi bakteriologis MTB:


A. Induksi sputum
B. Biopsi kelenjar getah bening
C. Aspirat lambung
D. Pernyataan A dan C benar
E. Semua pernyataan benar

6. Anak S, usia 4 tahun, tinggal bersama pamannya yang BTA positif. Anak S sehat, tidak menunjukkan
gejala klinis TBC, maka tindakan paling tepat untuk anak S adalah:
A. Foto Rontgen dada
B. Uji Tuberkulin
C. BTA sputum dan Xpert MTB/Rif (TCM)
D. Observasi gejala
E. Profilaksis INH

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 59


7. Apabila anak mengalami kontak erat dengan penderita TBC BTA (+), yang bukan termasuk dalam
kriteria anak yang perlu diberikan PP INH adalah:
A. Anak di bawah usia 5 tahun dengan HIV (+) tanpa gejala TBC
B. Anak di bawah usia 5 tahun dengan HIV (-) dengan infeksi TBC
C. Anak di atas 5 tahun dengan HIV (+) tanpa gejala TBC
D. Anak di dibawah usia 5 tahun dengan HIV (-) dengan gejala TBC
E. Semua salah

8. Yang termasuk dalam kriteria kecurigaan TBC RO adalah:


A. Riwayat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya
B. Tidak ada perbaikan klinis maupun laboratorium setelah 1 bulan terapi
C. Kontak erat dengan pasien yang meninggal akibat TB, gagal pengobatan TB, atau tidak patuh
dalam pengobatan TB
D. A,C benar
E. Semua benar

9. Kartu pengobatan pasien TBC anak dalam pencatatan pelaporan adalah formulir:
A. TB 01
B. TB 02
C. TB 03
D. TB 05
E. TB 06

10. Pelacakan kontak terhadap anak dari ibu BTA positif, dalam pencatatan pelaporan TBC menggunakan
formulir:
A. TB 05
B. TB 06
C. TB 09
D. TB 10
E. TB 15

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 60


Studi Kasus

A, anak laki-laki 10 bulan dibawa ke IGD dengan keluhan sesak napas 1 hari, didahului demam dan
batuk sejak 3 hari sebelum ke RS. Keluhan tidak disertai mengi, mengorok, kebiruan pada bibir
dan ujung jari, kejang maupun penurunan kesadaran. Anak mulai sulit makan dan menyusu. Karena
keluhannya penderita sudah berobat ke dr umum, diberi obat panas dan obat batuk.
Ayah pasien diketahui menderita TBC paru BTA (+) dan sedang mendapat pengobatan TBC 1
minggu.

Anamnesis Tambahan:
• Anak lahir cukup bulan, spontan, BBL 3200 gram, panjang badan 49 cm
• Anak tidak dari bepergian, ayah supir bis antar kota, ibu tidak bekerja, keluarga tidak ada yang sakit
• Riwayat panas dan batuk ≥ 2 minggu tidak ada
• Riwayat imunisasi dasar lengkap, scar BCG ada
• BB bulan lalu 7 kg
• Pasien tinggal bersama ibu, ayah, 2 kakak (3 dan 6 tahun). Kakak sehat tidak ada keluhan

Pemeriksaan Fisik:
• BB: 7.5 kg, TB: 72.5 cm TB/U: -0.37, BB/TB -2.66 SD
• Tampak sakit berat, composmentis;
• RR= 68 x/m; S: 38,1oC; N: 140 x/m; CRT < 2”
• SpO2 room air 89%; dengan oksigen 1 lt/mnt/nasal: 97%
• Tanda dehidrasi tidak ada
• Kelenjar getah bening teraba 1 cm multiple bilateral,
• sklera tak ikterik, pernapasan cuping hidung tidak ada,
• perioral sianosis tidak ada, retraksi ada, pada auskultasi
• toraks didapatkan crackles, tidak dapatkan acrosianosis

Pemeriksaan Penunjang:

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 61


- Hb: 11 g/dL, L: 19.700/mm3, Ht: 36%, T: 420.000/mm3
- DC: 0/0/2/70/25/3
- CRP: 6 mg/dL
- Swab PCR SARS-CoV-2, 2 hari berturut-turut: negatif
- PPD: 17 mm
- BTA: -/-/- (aspirat lambung)
- TCM sputum: terdeteksi M. tuberculosis, sensitif rifampisin (aspirat lambung)

Pemeriksaan Foto Thoraks:

Foto asimetris, inspirasi cukup


Soft tissue dan skeletal yang tervisualisasi dalam
batas normal
Trachea di tengah. Mediastinum tidak melebar
Cor tidak membesar
Sinuses dan diafragma dalam batas normal
Pulmo
- Hili dalam batas normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah
- Tampak infiltrate di perihilar bilateral
- Kesan:
- Bronkopneumonia bilateral
- Tidak tampak kardiomegali

Pertanyaan
1. Sebutkan diagnosis pasien secara lengkap
2. Sebutkan dasar diagnosis tersebut
3. Sebutkan pemeriksaan tambahan lain pasien ini
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?
5. Bagaimana tata laksana pada keluarganya

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 62


Studi Kasus

A, anak laki-laki usia 13 bulan dibawa ke IGD dengan keluhan sesak napas 2 hari, disertai demam 2
minggu, batuk 3 minggu, berat badan turun 1 kilogram selama 2 bulan terakhir. Karena keluhannya
penderita sudah berobat ke dr umum, diberi antibiotik namun keluhan tidak berkurang.
Ayah pasien diketahui menderita TBC paru BTA (+) dan sedang mendapat pengobatan TBC 1 minggu.
Imunisasi dasar lengkap, scar BCG ada. Pasien tinggal bersama ibu, ayah, 1 kakak (3 tahun). Kakak sehat
tidak ada keluhan.

Pemeriksaan fisik: BB: 7.3 kg, TB: 72 cm BB/TB -2.8 SD, tampak sakit berat, composmentis; RR= 58
x/m; S: 38,1 C; N: 120 x/m; SpO2 room air 89%; Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, sklera
tak ikterik, pernapasan cuping hidung tidak ada, retraksi ada, pada auskultasi toraks didapatkan crackles,
Hepar: 2 cm bac, Lien tidak teraba, dan tidak dapatkan acrosianosis.

Pemeriksaan Penunjang:
Hb 11 g/dL, L: 19.700/mm3, Ht: 36%, T: 420.000/mm3
DC: 0/0/2/70/25/3
CRP: 25 mg/dL
PPD: 11 mm
BTA -/-/-
TCM sputum: terdeteksi M. tuberculosis, sensitif Rifampisin

Pemeriksaan Foto toraks:

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 63


Pertanyaan
1. Sebutkan diagnosis pasien secara lengkap
2. Sebutkan dasar diagnosis tersebut
3. Sebutkan pemeriksaan tambahan lain pasien ini
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?
5. Bagaimana tata laksana pada keluarganya

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 64


Materi 4
Diare Akut

Tujuan
- Dapat melakukan diagnosa dan tata laksana diare akut
- Dapat mengetahui kasus rujukan diare akut
- Dapat melakukan stabilisasi pra-rujukan diare akut

Pendahuluan
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air
saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa konsistensi tinja lebih penting dalam mendefinisikan diare dibandingkan
frekuensi buang air besar. Berdasarkan etiologinya, diare dapat dibagi menjadi diare cair dan diare
berdarah. Berdasarkan lama terjadinya diare, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare akut apabila berlangsung
< 14 hari dan diare persisten atau diare kronis apabila berlangsung ≥ 14 hari.
Diare merupakan penyebab kematian tertinggi akibat infeksi kedua di dunia dan di Asia Tenggara
pada anak balita (diluar neonatus) pada tahun 2010 setelah pneumonia yaitu sebesar 10%. Di Indonesia,
menurut RISKESDAS 2007, diare menyebabkan kematian bayi (usia 29 hari – 11 bulan) sebesar 31,4%
dan pada anak usia 12 – 59 bulan sebesar 25,2%. Prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4
tahun) yaitu 16,7%. Pada tahun 2030 diharapkan dapat mengurangi kematian balita menjadi 25 per 1000
kelahiran untuk meuwjudkan salah satu tujuan dari sustainable Development Goals (SDGs).
Penyebab infeksi utama diare umumnya adalah virus, bakteri dan parasit. Diare juga bisa
disebabkan oleh keracunan makanan atau terkait dengan pemberian antibiotik yang tidak tepat. Rotavirus
diperkirakan sebagai penyebab utama diare cair akut pada 20 – 80% anak di dunia. Berdasarkan kelompok
usia, Rotavirus merupakan penyebab terbanyak diare pada anak usia 6 – 18 bulan, Salmonella non
thypoidal pada bayi sejak lahir hingga usia 3 bulan, Shigella pada anak usia 1 – 7 tahun.
Diare ditularkan melalui cara fecal – oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar
atau kontak langsung dengan tangan penderita atau kontak tidak langsung melalui lalat (melalui 5F yaitu
faeces, flies, food, fluid, finger). Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan.
Faktor perilaku antara lain tidak memberikan ASI, memberikan MPASI terlalu dini, menggunakan botol
susu yang tidak dibersihkan dengan benar, tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum
makan, sebelum memberi ASI/ makan, setelah BAB dan setelah membersihkan BAB anak, dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis. Faktor lingkungan antara lain ketersediaan air bersih yang tidak
memadai, kurangnya ketersediaan MCK dan kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk. Faktor-faktor
pejamu yang meningkatkan kerentanan seseorang anak terhadap diare antara lain gizi buruk, defisiensi
imun seperti HIV dan usia balita.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 65


Diagnosis
Anamnesis
- Berapa lama (hari) anak sudah mengalami diare?
- Berapa kali anak buang air besar dalam satu hari?
- Bagaimana warna dan konsistensi tinja?
- Apakah tinjanya ada darah dan atau lendir?
- Apakah ada muntah? Jika ada, berapa kali anak muntah dalam satu hari?
- Apakah ada penyakit penyerta lain seperti demam, batuk atau masalah penting lain seperti kejang atau
baru mengalami campak?
- Bagaiman cara pemberian makan sebelum sakit?
- Apa saja jenis cairan dan berapa banyak cairan yang dikomsumsi selama sakit (termasuk ASI)?
- Apakah ada penderita diare disekitar anak?
- Darimana sumber air minum yang digunakan?
- Bagaimana riwayat pengobatan yang telah diberikan selama sakit?
- Bagaimana riwayat imunisasi sebelumnya?

Pemeriksaan fisis
- Keadaan umum, kesadaran, tanda vital dan berat badan
- Tanda utama : keadaan umum sadar atau gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, mata tampak normal
atau cekung, dan rasa haus ketika air atau ORS ditawarkan apakah normal atau tampak haus atau malas
minum/ tidak bisa minum, serta rasakan turgor kulilt abdomen ketika kulit di atas perut dicubit dan
dilepaskan apakah cubitan kembali cepat atau lambat atau sangat lambat (≥ 2 detik)
- Semua anak dengan diare harus diperiksa apakah didapatkan tanda dehidrasi dan diklasifikasikan status
dehidrasinya
- Adakah tanda-tanda invaginasi/ intususepsi yaitu anak tampak kesakitan, tinja hanya berupa lendir dan
darah (current jelly stool) dan teraba massa seperti sosis di perut.

Klasifikasi Tanda - Tanda atau Gejala


Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah
(kehilangan cairan >10% berat badan atau > ini:
100 ml/ kg BB ) • Letargis/tidak sadar
• Mata cekung
• Tidak bisa minum atau malas minum
• Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
( ≥ 2 detik)
Dehidrasi Ringan – Sedang Terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini:
(kehilangan cairan 5 – 10% berat badan atau • Rewel, gelisah
50 – 100 ml/ kg BB)) • Mata cekung
• Minum dengan lahap, haus
• Cubitan kulit kembali lambat
Tanpa Dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk
(kehilangan cairan <5% berat badan atau < 50 diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau
ml/kg BB) berat

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 66


Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila ada tanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis dapat dilakukan pemeriksaan tinja
- Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :
- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
- Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
- Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
- Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit

Tata laksana
Prinsip dari tata laksana diare pada balita adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare):
6. Berikan Oralit
7. Berikan Seng selama 10 hari berturut-turut
8. Teruskan ASI – makan
9. Berikan antibiotik secara selektif
10. Berikan nasihat pada ibu/ keluarga

1. Berikan Oralit
Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri atas Natrium Klorida (NaCl), Kalium Klorida
(KCl), sitrat dan glukosa. Oralit diberikan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi sebagai pengganti
cairan dan elektrolit yang terbuang saat diare. Oralit atau cairan rehidrasi tambahan diberikan sesuai
dengan klasifikasi status dehidrasi, yaitu Rencana Terapi A untuk Diare Tanpa Dehidrasi, Rencana
Terapi B untuk Diare dDehidrasi Ringan/ Sedang dan Rencana Terapi C untuk Diare dengan Dehidrasi
Berat.

Rencana Terapi A (Tanpa Dehidrasi)


- Jika anak masih mendapat ASI ekslusif, nasihati ibu ntuk menyusui anaknya lebih sering dan lebih lama
pada setiap pemberian ASI. Beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan
menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada anak, sesuai
dengan umur anak.
- Jika anak tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan tambahan dibawah ini:
• larutan oralit
• cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
• air matang
- Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi oralit atau cairan tambahan lain
sampai diare berhenti

Usia Jumlah oralit atau cairan tambahan lain yang


diberikan
< 1 tahun 50 – 100 ml setiap kali BAB
≥ 1 tahun 100 – 200 ml setiap kali BAB

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 67


- Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan dengan lebih lambat, sedikit demi sedikit

Rencana Terapi B (Dehidrasi Ringan/ Sedang)


- Berikan oralit untuk 3 jam pertama sebanyak 75 ml/kg BB (atau berdasarkan umur jika berat
badan anak tidak diketahui)
Usia < 4 bulan 4 – <12 bulan 12 – 24 bulan 2 – 5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6 – 10 kg 10 – 12 kg 12 -19 kg
Jumlah Oralit 200 – 400 400 – 700 700 – 900 900 – 1400
(ml)

- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai dengan kehilangan
cairan yang sedang berlangsung.
- Oralit (oral rehydration solution/ ORS) atau cairan tambahan lain tetap diberikan setiap kali BAB
sampai diare berhenti sesuai rencana Terapi A untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang
berulang
- Pasien dipantau di Puskesmas/ Rumah Sakit selama proses rehidrasi dan evaluasi kembali anak
setelah 3 jam (bila anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk,
periksa segera anak sebelum 3 jam)
- Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3 jam
berikutnya dengan ORS seperti di atas dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan
ASI sesering mungkin
- Jika timbul tanda dehidrasi berat, lanjutkan ke Rencana Terapi C
- Jika jumlah ORS yang diminum tidak mencukupi karena anak kelelahan atau anak sama sekali
tidak bisa minum ORS karena muntah profus atau karena diare yang terjadi cepat dan terus
menerus seperti pada kolera (>15 – 20 ml/kg/jam) meskipun belum terjadi dehidrasi berat, dapat
diberikan cairan intravena Ringer Laktat atau Ringer Asetat (atau jika tidak tersedia, gunakan
cairan NaCl 0,9%) sebanyak 70 ml/kg BB dalam 2,5 jam untuk anak usia 12 bulan – 5 tahun atau
dalam 5 jam untuk bayi di bawah usia 12 bulan
- Jika terdapat tanda distensi abdomen dengan ileus paralitik atau tanda malabsorbsi glukosa
(ditandai dengan peningkatan tinja saat oralit diberikan atau kegagalan tanda-tanda membaik),
ORS tidak boleh diberikan meskipun dengan menggunakan pipa nasogastik (nasogastric tube/
NGT) tetapi rehidrasi harus diberikan secara intravena.

Rencana Terapi C (Dehidrasi Berat)


- Berikan cairan intravena secepatnya dengan menggunakan Ringer Laktat atau Ringer Asetat (atau
jika tidak tersedia, gunakan cairan NaCl 0,9%) sebanyak 100 ml/kg BB yang dibagi sebagai berikut:

Usia Pemberian pertama 30 Pemberian selanjutnya


ml/kg BB selama: 70 ml/kg BB selama :
< 1 tahun 1 jam* 5 jam
≥ 1 tahun 30 menit* 2 ½ jam
* Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 68


- Jika anak bisa minum, beri ORS melalui mulut, sementara infus disiapkan dan berikan ORS 5
ml/kg BB segera setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
- Pasien dievaluasi setiap 15 – 30 menit dan evaluasi klasifikasi dehidrasi kembali pada anak setelah
6 jam atau bayi setelah 3 jam dan kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk
melanjutkan penanganan kembali
- Jika ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat dalam 30 menit, segera RUJUK untuk
pengobatan intravena dan jika anak bisa minum, beri ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anak sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan
- Jika tidak ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat dalam 30 menit dan ada tenaga
terlatih dalam menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi, berikan rehidrasi dengan ORS
melalui pipa nasogastrik atau mulut sebanyak 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg). Segera
rujuk anak untuk pengobatan intravena jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, anak
muntah terus-menerus atau perut semakin kembung
- Jika tidak ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat dalam 30 menit, tidak ada tenaga
terlatih dalam menggunakan pipa nasogastrik dan anak mals/ tidak minum, segera rujuk ke Rumah
Sakit untuk pengobatan intravena

2. Berikan Seng selama 10 hari berturut-turut


Seng merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak yang
akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Pemberian seng mampu
menggantikan hilangnya kandungan seng alami tubuh akibat diare, mempercepat penyembuhan diare
dengan membantu memperbaiki mukosa usus dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga
dapat mencegah risiko berulangnya diare selama 2 – 3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Seng
yang diberikan segera setelah diare terjadi dapat mengurangi durasi dan tingkat keparahan episode
diare serta mengurangi risiko dehidrasi yang akan terjadi.

Seng harus diberikan selama 10 hari berturut-turut meskipun anak sudah tidak mengalami diare dan
diberikan pada semua kasus diare akut pada anak termasuk anak yang mengalami diare berdarah,
dengan dosis sebagai berikut :
Usia Dosis Seng
< 6 bulan 10 mg per hari (1/2 tablet per hari)
≥ 6 bulan 20 mg per hari (1 tablet per hari)

Seng banyak tersedia dalam bentuk tablet dispersible (tablet yang larut dalam air selama  30 detik)
dengan komposisi utamanya zinc sulfat, acetate atau gluconate yang setara dengan zinc elemental 20
mg. Seng tablet diberikan dengan cara melarutkan tablet pada 1 sendok air matang, ASI perah atau
larutan oralit pada bayi atau bisa dikunyah pada anak yang lebih besar. Seng juga tersedia dalam
bentuk sirup untuk mempermudah pemberian bagi anak dibawah 6 bulan.

Jika anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian seng, ulangi pemberian seng dengan cara
potong tablet menjadi lebih kecil dan kemudian dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh. Seng
segera diberikan pada anak diare dengan dehidrasi berat setelah anak bisa minum atau makan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 69


3. Teruskan ASI – makan
ASI dan makanan tetap diberikan selama diare kepada balita sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu sehat untuk mencegah kehilangan berat badan dan pengganti nutrisi yang hilang
sehingga mencegah terjadinya malnutrisi.
- Jika anak masih mendapatkan ASI, pemberian ASI harus diteruskan sebanyak yang anak mau dan
disusui lebih sering
- Jika anak sudah makan, berikan makan seperti biasa dengan frekuensi yang lebih sering (setiap 3
– 4 jam atau sekitar 6 kali per hari) dalam jumlah yang lebih kecil (sedikit tapi sering) dan
dilakukan sampai dua minggu setelah anak sembuh dari diare untuk membantu pemulihan berat
badan anak.
- Jika anak mendapatkan susu formula, jika berusia kurang dari 2 tahun dianjurkan untuk
mengurangi susu formula dan menggantinya dengan ASI sedangkan jika berusia lebih dari 2 tahun
dianjurkan untuk meneruskan pemberian susu formula.

4. Berikan antibiotik secara selektif


Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, yaitu
diare berdarah/ disentri (kemungkinan besar Shigellosis), diare karena kolera atau diare dengan
disertai penyakit infeksi lain yang tidak berhubungan dengan saluran cerna seperti pneumonia atau
infeksi saluran kencing (ISK). Pemberian antibiotik yang tidak tepat akan memperpanjang lamanya
diare karena akan mengganggu flora normal dan meningkatkan resistensi kuman.
Saat ini telah banyak strain Shigella yang resisten terhadap ampisilin, amoksisilin, metronidazole,
tetrasiklin, golongan aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid dan kotrimoksazol sehingga WHO
sudah tidak merekomendasikan obat-obat tersebut sejak 2005. WHO merekomendasikan golongan
quinolone seperti siprofloksasin dengan dosis 30 – 50 mg/ kg BB dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari.
Pemantauan dilakukan setelah 2 hari pengobatan untuk melihat adakah tanda-tanda perbaikan seperti
tidak adanya demam, diare berkurang daarah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan.
Jika tidak ada perbaikan, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan berikan antibiotic yang
sensitive terhadap Shigella berdasarkan area. UKK Gastrohepatologi IDAI menganjurkan pemberian
sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim dengan dosis 5 mg/ kg BB/ hari per oral pada paasien
rawat jalan.
Temuan trofozoit atau kista amoeba atau giardia pada hasil pemeriksaan tinja mendukung diagnosis
amoebiasis atau giardiasis. Metronidazol dengan dosis 7,5 – 10 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5 hari
diberikan untuk kasus amoebiasis atau 5 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5 hari untuk kasus giardiasis.

5. Berikan nasihat pada ibu/ keluarga


Ibu/ keluarga diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan Kesehatan jika ditemukan
tanda bahaya yaitu anak buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa
haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah atau tidak membaik dalam 3 hari
untuk diare tanpa dehidrasi dan diare dengan dehidrasi ringan/ sedang dan dalam 2 hari untuk diare
berdarah (disentri). Ibu/ keluarga juga diajarkan cara meyiapkan dan memberikan oralit, seng dan
ASI/ makanan yang benar.

Langkah promotif/preventif :
- ASI tetap diberikan
- kebersihan perorangan, cuci tangan dengan sabun sebelum memberi ASI/ makan, sebelum
makan, setelah BAB dan setelah membersihkan BAB anak

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 70


- kebersihan lingkungan, menyediakan sarana sanitasi yang baik yaitu buang air besar di jamban
dan sarana pembuangan limbah yang baik
- immunisasi campak dan rotavirus
- memberikan makanan penyapihan yang benar
- penyediaan air minum yang bersih
- selalu memasak makanan.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 71


Daftar Pustaka

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas). Jakarta. 2007.
2. Direktorat jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare. Jakarta. 2011.
3. Direktorat jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Panduan Sosialisasi Tata laksana Diare pada Balita. Jakarta. 2011.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit. 2009.
5. Shane Al, Mody RK, Crump JA, Tarr PI, Steiner TS, Kotloff K, dkk. Infectious Diseases Society of
America Clinical Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Infectious Diarrhea.
Clinical Infectious Disease 2017;65(12):e45-e80.
6. UKK Gastrohepatologi IDAI. Modul Pelatihan Diare. Jakarta. 2009.
7. WHO Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia.
2005.
8. WHO. The treatment of diarrhea: a manual for physicians and other senior health workers Child
Health/WHO. Geneva: WHO. 2005

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 72


Pretest dan Postest

1. Definisi diare adalah:


A. Buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair
B. Buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair dalam tiga hari berturut-turut
C. Buang air besar dengan frekuensinya lebih dari dua kali dalam satu hari
D. Buang air besar dengan frekuensinya lebih dari tiga kali dalam satu hari
E. Buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair dan frekuensinya lebih dari tiga kali dalam
satu hari.

2. Yang bukan merupakan faktor risiko diare adalah:


A. Tidak memberikan ASI
B. Usia balita
C. Gizi buruk
D. Imunisasi yang tidak lengkap
E. Kebersihan diri dan lingkungan yang buruk

3. Tanda yang ditemukan pada anak diare dehidrasi ringan/sedang:


A. Mata cekung
B. Anak tampak haus
C. Anak rewel, gelisah
D. Anak tidak buang air kecil >6 jam terakhir
E. Cubitan kulit kembali lambat

4. Yang tidak termasuk dalam Lintas Diare adalah:


A. Seng
B. Oralit
C. Tidak memberi makan anak atau puasa
D. Antibiotik yang selektif
E. Nasihat kepada ibu/keluarga

5. Berapa banyak oralit yang diberikan pada anak usia 6 bulan dengan BB 6 kg yang datang dengan diare
dehidrasi ringan/sedang?
A. 300 ml dalam 3 jam
B. 300 ml dalam 4 jam
C. 450 ml dalam 3 jam
D. 450 ml dalam 4 jam
E. 600 ml dalam 6 jam

6. Pemberian seng pada anak diare bertujuan untuk, kecuali:


A. Mengurangi penggunaan oralit (ORS)
B. Mengurangi durasi diare
C. Mengurangi tingkat keparahan diare
D. Mengurangi risiko berulangnya diare selama 2-3 bulan kemudian
E. Mengurangi risiko dehidrasi

7. Antibiotik diberikan pada anak dengan:

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 73


A. Diare disertai lendir
B. Diare disertai darah
C. Diare lebih dari 3 hari
D. Diare disertai muntah
E. Diare lebih dari 5 kali dalam sehari

8. Pilihan antibiotik yang disarankan pada anak dengan diare adalah:


A. Amoksisilin 50 mg/kg BB/hari
B. Kotrimoxazol 6 mg/kg BB/hari dosis TMP
C. Cefixime 5 mg/kg BB/hari
D. Kloramfenikol 50 mg/kg BB/hari
E. Cefadroxil 50 mg/kg BB/hari

9. Nasihat yang harus diberikan kepada ibu/keluarga untuk membawa anak kembali ke Pusat Layanan
Kesehatan adalah, kecuali:
A. Anak buang air besar lebih sering
B. Anak muntah berulang-ulang
C. Anak buang air besar disertai darah
D. Anak tidak membaik dalam 5 hari
E. Anak sulit atau sedikit minum

10. Yang termasuk dalam langkah promotif/preventif diare adalah, kecuali:


A. Memberikan ASI
B. Cuci tangan dengan sabun
C. Buang air besar di jamban
D. Memberikan MPASI dini
E. Imunisasi campak

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 74


Studi Kasus

Seorang anak laki-laki, 10 bulan, 10 kg, datang ke UGD karena ibu mengatakan anak dengan keluhan diare
sejak 2 hari yang lalu. Diare 6-7 kali/hari berupa cair, ampas sedikit, tidak ada lendir dan darah. Ibu pasien
juga mengeluhkan adanya muntah sejak 3 hari yang lalu, lebih dari 5 kali/hari, tetapi hari ini muntah sudah
berkurang. Anak tampak haus sejak pagi ini sehingga ibu membawa anaknya ke UGD karena khawatir.
BAK terakhir tidak diketahui, karena anak mengenakan pampers.
Saat di UGD, anak tampak rewel, menangis tanpa air mata dengan tanda vital laju napas 34 x/menit, detak
jantung 132 x /menit regular, temperatur 37,5°C. Mata dan ubun-ubun besar tampak cekung. Cubitan
kulit di perut kembali lambat (2 detik). Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan penunjang di UGD


Hb = 11,5 g/dL
Hct = 33 %
WBC = 4670 /uL
PLT = 258.000 /uL

Urinalisis : Kuning orange/ BJ 1,020/ pH 7/ leukosit (-)/ nitrit (-)/ protein (-)/ glukosa (-)/ keton (-)/
bilirubin (-)/ urobilin (-)/ leukosit 0-1/ eritrosit 0-1

Analisis Feces : Warna kuning kehijauan, konsistensi cair, darah (-), lendir (-), bakteri (+), leukosit 0-
1/LPB, eritrosit -/LPB, jamur (-), telur cacing (-), larva (-), amoeba (-)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 75


Materi 5
Pemantauan Pertumbuhan & Penentuan Status Gizi

Tujuan
- Dapat mendefinisikan istilah stunting
- Dapat mendefinisikan istilah growth faltering atau at risk of failure to thrive
- Mengenal faktor risiko growth faltering
- Mengetahui teknik pengukuran berat dan panjang badan yang benar
- Dapat mem-plot dan menginterpretasikan hasil pengukuran tersebut
- Mengetahui kapah harus merujuk pasien
- Dapat memberikan konseling untuk anak dengan atau tanpa masalah gizi
- Mengerti tentang Permenkes No. 2 Tahun 2020

Pendahuluan
Lima tahun pertama kehidupan merupakan waktu yang penting untuk memastikan nutrisi dan
pertumbuhan yang memadai pada anak. Pemantauan pertumbuhan anak memungkinkan ibu dan orang
tua untuk mendapat informasi yang baik melalui pemberdayaan alat yang sederhana untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Ini juga memungkinkan petugas kesehatan, untuk menilai
dan memantau pertumbuhan serta status gizi anak, sehingga petugas kesehatan dapat memberikan
intervensi dini jika ada kelainan.

Cara Melakukan Pengukuran Antropometri


Direkomendasikan oleh WHO untuk menggunakan alat timbang dengan kriteria sebagai berikut:
▪ Dibuat dengan kokoh
▪ Lebih baik elektronik (pembacaan digital)
▪ Dapat mengukur hingga 150kg
▪ Skala ketepatan minimal 10 gram untuk bayi, dan 100 gram untuk anak yang lebih besar dari
2 tahun
▪ Selalu dapat dikalibrasi pada lembaga berwenang atau dengan benda dengan berat terstandar
▪ Mudah di set ke nilai “0”/ tared weighing. Tared weighing adalah pengukuran menggunakan alat
timbang yang dapat di set ke nilai 0 dengan orang yang ditimbang masih tetap berada di atas
timbangan. Hal ini mempermudah ketika ibu harus menggendong bayi/anaknya jika harus
ditimbang, sehingga tidak perlu mengurangi berat ibu dengan berat bayi.

1. Teknik pengukuran berat badan


▪ Siapkan alat timbang
▪ Letakkan timbangan pada bidang datar
▪ Set timbangan ke nilai “0”
▪ Pastikan anak menggunakan pakaian seminimal mungkin
▪ Gunakan timbangan berbaring (tipe pan) untuk anak ≤ 2 tahun dan tempatkan anak pada
posisi tengah dan lakukan pengukuran jika anak tenang

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 76


▪ Pada anak > 2 tahun dapat menggunakan timbangan berdiri, posisikan kaki simetris pada
daerah timbangan. Hindari menggunakan bathroom scale.
▪ Jika menggunakan tared weighing pada anak yang belum bisa berdiri, ibu pertama naik ke
timbangan (tanpa anak), kemudian, set timbangan ke nilai ”0”, baru timbang ulang ibu sambil
menggendong anak.

2. Teknik pengukuran tinggi badan (diatas 2 tahun)


▪ Lepaskan sepatu, kaos kaki, topi, dan aksesoris rambut lainnya
▪ Anak harus berdiri lurus, tumit, dan telapak kaki menempel alas, tangan berada di samping.
Pastikan kedua bahu, bokong, dan tumit menempel pada dinding/stadiometer.
▪ Mata melihat ke depan, kepala berada pada garis Frankfurter (garis imajiner antara mata dan
liang telinga) yang sejajar dengan lantai.
▪ Lakukan pengukuran hingga 0,1 cm terdekat

3. Teknik pengukuran panjang badan (≤ 2 tahun atau pada usia lebih besar yang tidak dapat berdiri
sendiri). *TB = PB – 0,7cm
• Lepaskan sepatu, kaos kaki, topi dan aksesoris rambut lainnya
• Baringkan anak, dengan posisi terlentang
• Pastikan puncak kepala tepat berada pada bagian yang tdk bergerak stadiometer, vertikal
dengan Frankfrut plane (fiksasi dilakukan oleh asisten)
• Luruskan tungkai dan kaki anak dengan menekan kedua lutut dan gerakkan papan
stadiometer ke arah tumit.
• Ukur dan catat sampai dengan skala 0,1 cm terdekat
*secara umum, tinggi badan (yang diukur dengan berdiri) lebih rendah 0,7 cm daripada panjang badan
(yang diukur berbaring)

Dokumentasi Hasil Pengukuran


• Kurva pertumbuhan WHO
o Berat badan menurut umur (KMS)
o Panjang badan menurut umur
o Berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan
o Indeks massa tubuh menurut umur
• Indikator pertumbuhan
o Penilaian/interpretasi masalah pertumbuhan dan status gizi ditentukan berdasarkan
minimal 3 dari 4 indeks antropometri
• Langkah-langkah pengukuran
o Tergantung pada jenis kelamin anak, mulai monitoring baru, laki-laki atau
perempuan.
o Catat alasan anak datang konsultasi dan usia anak pada saat tersebut
o Pilih bagian dari buku KIA yang harus digunakan untuk kunjungan anak pada saat
tersebut:
▪ Kurva pertumbuhan (monitor pertumbuhan)
▪ Edukasi ASI & MPASI sesuai usia
▪ Pesan dan kesan kunjungan anak
▪ Jadwal imunisasi anak (imunisasi yang belum dan sudah)
▪ Hal-hal lain (contoh: alasan anak dirujuk)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 77


Interpretasi Hasil Pengukuran
1. Plot hasil pengukuran pada kurva:
• Berat badan menurut umur
o Berat badan kurang, berat badan sangat kurang
• Panjang badan menurut umur
o Pendek, sangat pendek
• Berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan (status gizi)
o Obesitas, overweight, gizi baik, gizi kurang, gizi buruk
• Indeks massa tubuh menurut umur

2. Interpretasi z-score
• Diatas +3
o BB/TB : Obese (gemuk)
o IMT/Umur : Obese (gemuk)
• +2 hingga +3
o BB/TB : Overweight (gizi lebih)
o IMT/Umur : Overweight (gizi lebih)
• -2 hingga +2
o TB/U : perawakan normal
o BB/U : berat badan normal
o BB/TB : gizi baik
o BB/TB +1 hingga +2 : berisiko gizi lebih
o IMT/Umur +1 hingga +2 : berisiko gizi lebih
• -2 hingga -3
o TB/Umur : Perawakan pendek
o BB/Umur : BB kurang
o BB/TB : Gizi kurang
o IMT/Umur : Gizi kurang
• Dibawah -3
o TB/Umur : Perawakan sangat pendek
o BB/Umur : BB sangat kurang
o BB/TB : Gizi buruk
o IMT/Umur : Gizi buruk

Tahapan Deteksi Dini Masalah


Lakukan pengukuran ulang BB dan TB/PB menggunakan kurva WHO setiap bulan. Plot pada kurva yang
sesuai, menggunakan cara yang tepat saat pengukuran dan perekaman data. Setelah didapatkan data dari
anak, lakukan interpretasi berdasarkan indikator pertumbuhan dan tentukan tren pertumbuhan. Jika
ditemukan masalah indikator pertumbuhan atau masalah tren pertumbuhan maka sebaiknya dilakukan
konseling dan tata laksana yang sesuai:
• TB/Umur
i. < -2 → rujuk
ii. -2 hingga +2 → lihat tren BB/U pada grafik (lihat poin iii)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 78


• BB/Umur
i. Lihat tren BB/U pada grafik (lihat poin iii)
• BB/TB
i. -2 hingga +2 lihat tren BB/U pada grafik (lihat poin iii)
ii. <-2 hingga >+2 → rujuk
iii. Lihat tren BB/U pada grafik
a. Bila naik sesuai grafik → evaluasi setiap bulan secara rutin
b. Waspada jika:
(1) BB naik tidak sesuai grafik → growth faltering
(2) BB mendatar → flat growth
(3) BB turun
c. Tata laksana poin a-c:
(1) Konseling pemberian makan secara baik dan benar
a) Evaluasi kenaikan BB dalam 2 minggu:
- Jika BB tidak naik atau turun, segera rujuk
- Jika BB naik, evaluasi lagi dalam 2 minggu, plot pada grafik
o Jika tren sesuai grafik → evaluasi bulan selanjutnya
o Jika tren tidak sesuai grafik → rujuk

Penilaian Tren Pertumbuhan Anak


Tumbuh normal adalah pertumbuhan yang sesuai grafik pertumbuhan. Tumbuh normal merupakan
gambaran kondisi status gizi dan status kesehatan yang optimal. Jika pertumbuhan berat badan dapat
dipertahankan normal, maka panjang/tinggi badan dan lingkar kepala juga akan normal. Pertumbuhan
bersifat simultan namun kecepatannya berbeda. Pada saat pertumbuhan berat badan mengalami weight
faltering, saat itu juga panjang/tinggi badan dan lingkar kepala mengalami deselerasi. Penilaian pertumbuhan
anak harus dilakukan secara berkala. Banyak masalah fisik maupun psikososial yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan anak. Pertumbuhan yang terganggu dapat merupakan tanda awal adanya masalah gizi dan
kesehatan.
Alat utama untuk mengevaluasi pertumbuhan adalah grafik pertumbuhan Berat Badan menurut
Umur (BB/U), tabel kenaikan berat badan (weight increment), grafik Panjang/Tinggi Badan menurut Umur
(PB/U atau TB/U), tabel pertambahan panjang badan atau tinggi badan (length/height increment), dan grafik
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dengan mempertimbangkan umur, jenis kelamin, dan hasil
pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan yang dilakukan secara akurat.
Penilaian tren pertumbuhan anak dilakukan dengan:
1. Membandingkan Pertambahan Berat Badan dengan Standar Kenaikan Berat Badan
Penilaian tren pertumbuhan anak dengan membandingkan pertambahan berat badan dengan standar
kenaikan berat badan dilakukan dengan menggunakan grafik Berat Badan menurut Umur (BB/U) dan
tabel kenaikan berat badan (weight increment), sebagai berikut:
a. Penilaian Pertambahan Berat Badan Menggunakan Grafik BB/U
Tren pertumbuhan anak mengindikasikan apakah seorang anak tumbuh normal, mempunyai
masalah, atau mempunyai risiko pertumbuhan yang harus dinilai ulang. Anak yang tumbuh normal,
mengikuti kecenderungan yang umumnya sejajar dengan garis median dan garis-garis Z-score.
Sebagian besar anak akan tumbuh mengikuti salah satu “jalur” pertumbuhan, pada atau diantara
garis Z-score dan sejajar terhadap median, jalur pertumbuhan mungkin saja dibawah atau diatas
angka median.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 79


Pada waktu menginterpretasikan grafik pertumbuhan perlu diperhatikan situasi yang mungkin
menunjukkan ada masalah atau risiko, yaitu:
1) Garis pertumbuhan anak memotong salah satu garis Z-score

2) Garis pertumbuhan anak meningkat atau menurun secara tajam


3) Garis pertumbuhan terus mendatar, misalnya tidak ada kenaikan berat badan
b. Penilaian Kenaikan Berat Badan Menggunakan Tabel Kenaikan Berat Badan (Weight Increment)
Penilaian pertumbuhan merupakan suatu proses berkelanjutan yang dinamis dan bukan hanya
potret satu titik. Artinya pertambahan berat badan harus selalu dinilai dari waktu ke waktu.
Gagal tumbuh atau Failure to Thrive (FTT) atau weight faltering adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan yang tidak adekuat atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan pertumbuhan, biasanya pada masa kanak-kanak awal gagal tumbuh merupakan
tanda awal kekurangan gizi, harus dicari penyebabnya dan ditata laksana segera dan bukan suatu
diagnosis. Risiko gagal tumbuh dapat dideteksi melalui penilaian tren pertumbuhan menggunakan
garis pertumbuhan serta pertambahan berat badan dari waktu ke waktu (weight velocity) dan tabel
kenaikan berat badan (weight increment). Berikut tabel kenaikan berat badan yang terdiri dari
perubahan berat badan dalam interval tiga, interval empat, atau interval enam bulan dibandingkan
data populasi dengan usia yang sama.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 80


Tabel 1 Penambahan berat badan anak laki-laki dan perempuan usia 0-24 bulan, interval
3 bulan

Anak laki-laki Interval Anak perempuan


(g) (g)

2083 0-3 bulan 1784


1733 1-4 bulan 1542

1284 2-5 bulan 1197

940 3-6 bulan 913

707 4-7 bulan 694

550 5-8 bulan 528

436 6-9 bulan 400

346 7-10 bulan 301


271 8-11 bulan 230
210 9-12 bulan 181

159 10-13 bulan 147


119 11-14 bulan 122

88 12-15 bulan 102

65 13-16 bulan 88
49 14-17 bulan 78

38 15-18 bulan 70

32 16-19 bulan 62

28 17-20 bulan 53
26 18-21 bulan 43

24 19-22 bulan 32

19 20-23 bulan 20
10 21-24 bulan 8

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 81


Tabel 2 Penambahan berat badan anak laki-laki dan perempuan usia 0-24 bulan,
interval 4 bulan
Anak laki-laki Interval Anak perempuan
(g) (g)

2603 0-4 bulan 2291

2138 1-5 bulan 1924

1554 2-6 bulan 1484

1181 3-7 bulan 1152

933 4-8 bulan 890

744 5-9 bulan 689

602 6-10 bulan 541

486 7-11 bulan 435


401 8-12 bulan 360

334 9-13 bulan 303


280 10-14 bulan 264

231 11-15 bulan 235

199 12-16 bulan 216

183 13-17 bulan 206

175 14-18 bulan 199

171 15-19 bulan 194

167 16-20 bulan 188

163 17-21 bulan 180

159 18-22 bulan 171

157 19-23 bulan 162

157 20-24 bulan 152

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 82


Tabel 3 Penambahan berat badan anak laki-laki dan perempuan usia 0-24 bulan,
interval 6 bulan
Anak laki-laki Interval Anak perempuan
(g) (g)

3387 0-6 bulan 3049


2759 1-7 bulan 2498

2096 2-8 bulan 1985

1636 3-9 bulan 1563

1321 4-10 bulan 1240

1080 5-11 bulan 999

909 6-12 bulan 824

778 7-13 bulan 702

676 8-14 bulan 619

599 9-15 bulan 565

547 10-16 bulan 532

515 11-17 bulan 513

493 12-18 bulan 501

479 13-19 bulan 492

470 14-20 bulan 484

465 15-21 bulan 474


460 16-22 bulan 461

455 17-23 bulan 444

451 18-24 bulan 425

Catatan:
Untuk anak usia 0-60 bulan jika pada pemantauan pertumbuhan terjadi peningkatan berat badan diatas
grafik normal makan perlu dirujuk ke Puskesmas untuk memastikan kemungkinan adanya kenaikan massa
lemak tubuh (early adiposity rebound)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 83


2. Membandingkan Pertambahan Panjang Badan atau Tinggi Badan dengan Standar
Pertambahan Panjang Badan atau Tinggi Badan
Penilaian tren pertumbuhan anak dengan membandingkan pertambahan panjang badan atau tinggi
badan dengan standar petambahan panjang badan atau tinggi badan dilakukan dengan menggunakan
grafik Panjang/Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) dan tabel pertambahan panjang badan
atau tinggi badan (length/height incrementi), sebagai berikut:
a. Penilaian Pertambahan Panjang/Tinggi Badan Menggunakan Grafik PB/U atau TB/U
Tren pertumbuhan anak mengindikasikan apakah seorang anak tumbuh normal atau mempunyai
risiko pertumbuhan yang harus dinilai ulang. Anak dikatakan tumbuh normal bila grafik
panjang/tinggi badan sejajar dengan garis median.
b. Penilaian Pertambahan Panjang Badan atau Tinggi Badan Menggunakan Tabel Pertambahan
Panjang Badan dan Tinggi Badan (length/height increment)
Penilaian pertumbuhan merupakan suatu proses berkelanjutan yang dinamis dan bukan hanya
potret satu titik. Artinya pertambahan panjang badan atau tinggi badan harus selalu dinilai dari
waktu ke waktu sehingga dapat diidentifikasi segera adanya perlambatan pertumbuhan sebelum
terjadi stunting. Perlambatan pertumbuhan, yang merupakan risiko terjadinya perawakan pendek
dapat dideteksi melalui penilaian tren pertumbuhan menggunakan garis pertumbuhan dan tabel
penambahan panjang badan atau tinggi badan (length/height increment).

Deteksi dini dan tata laksana masalah gizi


Dalam rangka pencegahan masalah gizi pada anak, harus dilakukan deteksi dini di masyarakat melalui
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) antara lain posyandu, poskedes, dan institusi
pendidikan. Jika ditemukan risiko gagal tumbuh (at risk failure to thrive), kenaikan massa lemak tubuh dini
(early adiposity rebound), dan risiko perawakan pendek (short stature) maka wajib segera dilakukan tata
laksana sesuai kebutuhan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (Gambar 1).

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 84


Gambar 1 Alur rujukan masalah gizi pada anak, Permenkes No 2 Tahun 2020

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 85


Konseling Pertumbuhan
Anak-anak dengan salah satu masalah gizi berat berikut harus dirujuk segera untuk perawatan
khusus:
• Gizi buruk (z-score < -3 untuk BB/TB atau BB/PB atau BMI/Umur)
• Tanda-tanda klinis marasmus (contoh: sangat kurus, tulang berbalut kulit)
• Tanda-tanda klinis kwashiorkor (contoh: edema, kulit kering, rambut jarang)
• Edema kedua tungkai
Pada setiap sesi kunjungan kesehatan, ibu dari anak akan perlu mengetahui kondisi pertumbuhan
anak saat ini, oleh karena itu dokter harus dapat menjelaskannya hingga ibu dari anak tersebut mengerti.
Pada kasus gizi kurang atau gizi berlebih, anamnesa sangat penting untuk mencari sumber masalah dan
mengatasinya. Informasikan ibu mengenai pertumbuhan anak dan interpretasinya:
• Konseling ibu yang memiliki anak dengan pertumbuhan baik
o Memberikan pujian kepada ibu karena telah merawat anaknya dengan baik
o Evaluasi ulang mengenai diet anak sesuai dengan usia
o Anamnesa keluhan yang mungkin ada
o Kaji jadwal imunisasi anak yang sudah dan belum diberikan

• Konseling ibu yang memiliki anak dengan masalah kurang gizi


o Tentukan status gizi anak dengans benar pada kurva WHO
o Mencari tahu apakah saat ini anak sedang sakit, jika anak sakit, segera tangani atau rujuk
bila perlu
o Pada anak yang tidak sakit, cari tahu apakah ada perubahan pada pola makan atau
menyusui.
o Diskusikan masalah-masalah yang sering terjadi pada kelompok usia anak tersebut
o Evaluasi masalah sosial dan lingkungan anak (contoh: kehilangan anggota keluarga dapat
mengakibatkan anak tidak mau makan)
o Libatkan orangtua/pengasuh secara aktif dalam diskusi
o Berikan konseling yang sesuai dengan masalah

• Konseling ibu yang memiliki anak dengan masalah kelebihan gizi


o Tentukan status gizi anak dengan benar pada kurva WHO
o Investigasi pola diet pada anak, apakah sudah cukup atau berlebihan, jenis makanan
yang diberikan apakah sudah seimbang dan beragam
o Aktivitas fisik yang dilakukan oleh anak (diatas 6 bulan)
o Libatkan orangtua/pengasuh secara aktif dalam diskusi
o Berikan konseling yang sesuai dengan masalah.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 86


Daftar Pustaka

1. WHO. Training Course on Child Growth Assessment: Measuring a Child’s Growth. Geneva:
World Health Organization. 2008.
2. WHO. Training Course on Child Growth Assessment: Counselling on Growth and Feeding.
Geneva: World Health Organization. 2008.
3. UNICEF. Strategy for improved nutrition of children and women in developing countries. New
York: UNICEF. 1990.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2020.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 87


Pretest dan Postest

1. Status gizi ditentukan berdasarkan indeks antropometri:


A. BB/U
B. TB/U
C. BB/TB
D. TB/BB
E. Tren grafik pada KMS

2. Tinggi Amir berada di antara -2 dan -3 z score grafik TB/U WHO 2006, maka Amir dapat
dikategorikan sebagai:
A. Perawakan normal
B. Perawakan pendek
C. Perawakan sangat pendek
D. Gagal tumbuh
E. Kerdil

3. Ali, usia 1 tahun, mempunyai IMT yang berada pada garis +3, maka Ali digolongkan sebagai:
A. Gemuk
B. Gizi lebih
C. Gizi normal, batas atas
D. Berisiko Gizi lebih
E. Belum dapat ditentukan

4. Untuk mengukur tinggi badan seorang anak, kepala harus di garis:


A. Vertikal
B. Frankfurter
C. Horizontal
D. Greenwich
E. Paralel

5. Untuk menentukan at risk of failure to thrive, tabel yang dipakai adalah:


A. Growth velocity dari WHO
B. Length velocity dari WHO
C. Weight increment dari WHO
D. Head circumference graph dari WHO
E. Body mass index dari WHO

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 88


Studi Kasus

Kasus

 Suri, perempuan, 9 bulan, sehat


 BB 7 kg, PB= 67 cm
 Pola makan saat ini
 masih mendapat ASI dan mendapat nasi tim 3 kali/hari
 Nasi tim terbuat dari nasi dicampur dengan bayam/wortel/labu, kuah ceker ditambah ikan
lele/ayam/tahu/tempe
 Volume ½ mangkok
 Biskuit/buah 1-2 kali, bergantian, banyaknya: biskuit 1-2 keping, buah
alpukat/mangga/pisang: ½ potong

Instruksi

1. Timbang, ukur dan plot data antropometri pasien pada grafik!


2. Ibu menanyakan apakah anaknya termasuk pendek dan kurang gizi? Jelaskan!
3. Berikan edukasi pemberian MPASI yang benar pada ibu Suri!

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 89


Materi 6
Air Susu Ibu dan Makanan Pendamping ASI (MPASI)

Tujuan
- Mengetahui mengapa ASI yang paling baik
- Mengetahui cara menilai kecukupan ASI
- Mengetahui cara penyimpanan ASI
- Dapat memberikan tips untuk mendukung keberhasilan ASI
- Mengetahui kontra indikasi ASI untuk ibu dan bayi
- Mengetahui syarat ASI donor
- Memahami masalah nutrisi pada periode MPASI & faktor penyebabnya
- Memahami syarat dan komposisi MPASI yang baik
- Memahami evaluasi pemberian MPASI melalui monitoring pertumbuhan

Pendahuluan
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang diberikan secara benar
merupakan hal yang sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Nutrisi yang tidak cukup atau berlebih
dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit dan masalah tumbuh kembang. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merekemondasikan pemberian makan pada bayi dan balita sebagai berikut:
- ASI eksklusif selama 6 bulan
- Pemberian MPASI yang aman dan mengandung cukup zat gizi sejak bayi berusia 6 bulan sambil
melanjutkan ASI hingga usia 2 tahun atau lebih.

ASI Eksklusif
- Pemberian ASI sebagai makanan utama dan satu-satunya yang dikonsumsi bayi hingga usia 6 bulan,
tanpa pemberian makanan atau minuman lain, kecuali cairan rehidrasi oral atau obat-
obatan/vitamin/suplemen mineral.
- Inisiasi menyusui dini dimulai dalam 1 jam setelah bayi lahir.
- Bayi menyusui sesuai keinginannya – sebanyak yang bayi bisa, pagi atau malam hari.
- Tidak disarankan memakai botol, teats, atau pacifier.

ASI Sebagai Nutrisi Perlindungan Terbaik


- ASI mengandung berbagai unsur penting yang berguna dalam melindungi bayi.
- Protein-dominant Whey: alfa-laktabulmin, laktoferin, imunoglobulin, serum albumin, lisozim.
- Karbohidrat – Laktosa: mudah dicerna, membantu penyerapan kalsium.
- Lemak – sumber energi yang utama; asam lemak esensial – asam linoleat & linolenat; DHA & ARA.
- Mineral: Selenium, Zat Besi, Seng.
- Vitamin A: defisiensi vitamin A dapat mengganggu sistem imun dimana akan meningkatkan resiko
penyakit infeksi dan kematian.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 90


- Vitamin C: berperan dalam biosintesis kolagen, hormon, neurotransmiter dan antioksidan.
- Vitamin D: berperan sebagai anti-infeksi dan mendukung peningkatan daya tahan tubuh. Defisiensi
Vit. D dapat meningkatkan resiko infeksi saluran nafas.
- Vitamin E: Melindungi bayi terhadap stres oksidatif dan menstimulasi perkembangan sistem imun.
- Berbagai komponen bioaktif untuk perlindungan anak, contoh: IgA
- ASI juga mengandung berbagai enzim dan hormon yang penting baik pertumbuhan dan pekembangan
bayi

Manfaat ASI
- Menjalin hubungan kasih saying antara ibu dan bayi.
- Manfaat psikologis dan emosional bagi ibu.
- Menunda kehamilan (kontrasepsi alami).
- Praktis karena ASI mudah diberikan dan lebih ekonomis.
- Mendukung tumbuh kembang anak, sebagai perlindungan (antibodi IgA).

Metode Menyusui
- Posisikan bayi, hidung menempel ke puting susu, tempelkan dagu ke payudara.
- Saat bayi membuka mulut, perlahan masukkan puting susu – usahakan payudara dibawah puting susu
masuk ke mulut bayi.
- Puting masuk terakhir setelah payudara, sehingga bayi menempel dengan lekat.
- Posisi menyusui: cradle position, cross-cradle position, football hold, laid-back position, side lying dan lainnya.
Sangat dianjurkan menyusui dengan berbagai posisi agar kelenjar susu terperah dengan sempurna
sehingga produksi meningkat
- Proses menyusui haruslah memberikan kenyamanan bagi ibu dan bayi.

Menilai Kecukupan ASI


- Berkemih setiap 3-4 jam (6-8 kali perhari).
- Menyusu on-cues setiap 1-3 jam (8-12 kali perhari).
- Bayi menyusu minimal 10 menit dari satu payudara.
- Penambahan berat badan(BB), panjang badan(PB), dan lingkar kepala(LK) sesuai usia:
- 0-3 bulan : 20-30gram/hari (BB), 3.5cm/bulan(PB), 2cm/bulan(LK)
- 3-6 bulan : 15-20gram/hari (BB), 2cm/bulan(PB), 1cm/bulan(LK)
- 6-9 bulan : 10-15gram/hari (BB), 1.5cm/bulan(PB), 0.5cm/bulan(LK)
- 9-12 bulan : 8-12gram/hari (BB), 1.2cm/bulan(PB), 0.5cm/bulan(LK)
- Tanda-tanda lapar pada bayi:
- Lapar: stirring, rooting, membuka mulut
- Sangat lapar: tampak lebih gelisah, menempelkan tangan ke mulut
- Sangat super lapar: menangis, sangat gelisah, tampak kemerahan

Penyimpanan ASI
- Dibagi menjadi dua, susu segar (langsung dikonsumsi) atau susu yang sudah dicairkan (sudah
dibekukan dikulkas).
- Suhu penyimpanan ASI yang baru diperah:
o Suhu ruangan (kurang dari 25°C) = 4 jam
o Kotak pendingin (dengan 3 Ice Pack) = 24 jam

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 91


o Kulkas biasa (kurang dari 4°C) = 4 hari
o Freezer = 6 bulan
o Deep freezer = 6-12 bulan
- ASI yang sudah dicairkan:
o Suhu ruangan (kurang dari 25°C) = 1-2 jam
o Kulkas biasa (kurang dari 4°C) = 24 jam
o Tidak boleh dibekukan kembali

Kontraindikasi ASI
Pada ibu:
- Kontraindikasi absolut: HIV
- Kontraindikasi relatif: Lesi HSV, kemoterapi sitotoksik, obat psikoterapi, TB, Hepatitis C
- Memungkinkan: Mastitis, abses payudara, sakit berat, malnutrisi berat, penggunaan bahan
terlarang

Pada bayi:
- Kontraindikasi absolut: galaktosemia, defisiensi laktase kongenital
- Kontraindikasi relatif: Penyakit urin “Maple Syrup Disease”, fenilketonuria, beta oxidation
disorder.
- Memungkinkan: alergi protein.

Alternatif ASI
- ASI donor, susu formula
- Kriteria pendonor ASI
o Sehat fisik dan psikis
o Tidak mengkonsumsi obat-obatan atau suplemen herbal (kecuali: vitamin prenatal,
human insulin, hormon pengganti tiroid, semprot hidung, inhalasi asma, pengobatan
topikal, tetes mata, hormon KB progestin/estrogen dosis rendah).
o Bersedia menjalankan pemeriksaan darah untuk skrining infeksi
o Jumlah ASI masih mencukupi setelah menyusui bayinya.
- Dilarang mendonorkan ASI jika:
o Menggunakan obat-obatan terlarang
o Perokok
o Mengkonsumi alkohol rutin harian lebih dari 60 ml per hari
o Dirinya maupun pasangan seksualnya positif HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, penyakit
menular seksual lainnya, atau memiliki risiko tinggi dalam kurun waktu 12 bulan
terakhir
o Menerima transfusi darah atau transplantasi organ dalam kurun waktu 12 bulan
terakhir
o Dalam pengobatan radioaktif atau obat-obatan lainnya yang berpotensi toksik terhadap
bayi dan diekskresikan melalui ASI.
o Mastitis/infeksi jamur area puting susu/areola
o Herpes simpleks/varicella zoster aktif area puting/payudara

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 92


MPASI
- MPASI adalah makanan padat atau makanan cair selain ASI yang diberikan pada periode
penyapihan di saat ASI saja tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk tumbuh kembang
optimal
- ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi yang sehat.
- Setelah 6 bulan, ASI saja tidak cukup, maka harus diberikan makanan tambahan/MPASI hingga
usia 2 tahun atau lebih.
- Pemberian MPASI harus mengikuti konsep: adekuat, tepat waktu, aman dan higienis,
serta diberikan secara responsif (dengan memperhatikan sinyal lapar dan kenyang yang
ditampilkan oleh bayi).

Waktu Pemberian MPASI


- Berdasarkan WHO, American Academy of Paediatrician (AAP), dan European Society of Paediatric
Gastro Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) sepakat bahwa pemberian MPASI tidak boleh lebih
lambat dari 6 bulan.
- Pemberian MPASI terlalu awal tidak baik karena: dapat menggantikan ASI, nutrisi kurang,
meningkatkan resiko ibu hamil, dan meningkatkan resiko bayi sakit (kurang faktor imun dari
ASI, makanan kurang higienis, dan sulit dicerna).
- Pemberian MPASI terlalu lambat juga tidak baik karena: nutrisi pada ASI saja tidak mampu
mencukupi kebutuhan, membuat pertumbuhan bayi lambat, dan meningkatkan risiko
malnutrisi.
- Kebutuhan nutrisi energi, protein dan mikronutrien terutama zat besi pada usia 6 bulan, sudah
tidak dapat tercukupi oleh ASI saja.
- Bayi yang sudah siap untuk mendapatkan MPASI atau siap makan, akan menunjukkan beberapa
tanda:
o Refleks menjulurkan lidah sudah berkurang
o Dapat duduk dengan bantuan
o Kepala sudah tegak
o Menunjukkan ketertarikan pada makanan
o Gag reflex melemah
o Selera makan meningkat

Nutrisi Awal Kehidupan


- Developmental Origins of Disease Hypothesis (DOHaD): paparan pengaruh lingkungan tertentu
selama periode kritis pembangunan dan pertumbuhan dapat memiliki konsekuensi signifikan
pada kesehatan individu jangka pendek dan jangka panjang.
- Gangguan yang dapat menyebabkan efek di kemudian hari adalah terjadinya obesitas,
hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, serta penyakit jantung koroner.
- Nutrisi yang tepat selama 1000 hari pertama kehidupan merupakan dasar untuk pertumbuhan,
kesehatan, dan perkembangan saraf yang optimal di seluruh umur.
- Keuntungan MPASI yang optimal adalah:
o Perkembangan kognitif lebih baik
o Pertumbuhan optimal
o Menghindari obesitas
o Menghindari stunting dan malnutrisi akut

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 93


o Meningkatkan produktivitas dan status ekonomi
o Perkembangan psikososial lebih baik
o Mencegah defisiensi seng dan mikronutrien lain
o Mencegah anemia
o Jarang diare dan infeksi saluran pernafasan
- Memantau pertumbuhan anak menggunakan grafik WHO secara berkala sebagai acuan
kecukupan gizi anak.

MPASI Sesuai Usia


Usia 6-8 bulan
- Lanjutkan menyusu ASI
- Dimulai dengan 2-3 sendok makan bertahap hingga ½ mangkok berukuran 250 ml (125 ml)
- Berikan makan dengan frekuensi 2-3 kali, 1-2 kali selingan
- Jumlah energi dari MPASI yang dibutuhkan per hari 200 kkal
- Disaring: makanan dibuat dengan disaring. Tekstur makanan lumat dan kental.
- Kebutuhan cairan: 800ml/hari (± 3 gelas belimbing)
- Contoh bahan matang: nasi putih 30gr, dadar telur 35gr, sayur kare wortel tempe 20gr
- Cara membuat:
o Nasi, telur dadar, tempe, dan wortel (dari sayur kare) dilumatkan kemudian disaring.
o Ditambahkan kuah sayur (santan kare) sampai mendapatkan konsistensi bubur kental.
o Sajikan

Usia 9-11 bulan


- Lanjutkan menyusu ASI
- Jumlah dapat diberikan sekitar ½ - ¾ mangkok ukuran 250ml (125-200ml)
- Frekuensi 3-4 kali makan, 1-2 kali selingan
- Jumlah energi dari MPASI yang dibutuhkan per hari 300 kkal
- Tekstur yang diberikan dapat berupa makanan yang dicincang: Tekstur makanan
dicincang/dicacah, atau dipotong kecil, dan selanjutnya makanan yang diiris-iris. Perhatikan
respons anak saat makan. Bahan makanan sama dapat sama seperti makanan untuk orang
dewasa.
- Contoh bahan matang: nasi putih 45gr, ikan kembung bumbu kuning 30gr, tumis buncis 25gr
- Cara membuat:
o Nasi, ikan kembung bumbu kuning, dan tumis buncis dicincang
o Sajikan dengan kuah sayur (santan kare)

Usia12-23 bulan
- Lanjutkan menyusu ASI hingga 2 tahun atau lebih
- Jumlah yang diberikan dapat mencapai ¾-1 mangkok ukuran 250ml
- Frekuensi pemberian 3-4 kali makan, 1-2 kali selingan
- Jumlah energi dari MPASI yang dibutuhkan per hari 550kkal
- Makanan yang diberikan sama dengan untuk orang dewasa. Tekstur makanan dapat masih
dicincang kasar atau diiris-iris. Perhatikan respons anak saat makan.
- Kebutuhan cairan: 1300ml/hari (± 5 gelas belimbing)
- Contoh bahan matang: nasi putih 55gr, semur hati ayam 45gr, bening/bobor bayam 20gr

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 94


- Cara membuat:
o MPASI untuk anak 12-23 bulan disajikan dalam bentuk makanan keluarga (dicincang
agak besar jika diperlukan).

Responsive Feeding
- Memberikan makan secara responsif adalah menyadari bahwa proses pemberian makan bukan
hanya sebagai nutrisi tetapi sebagai suatu ikatan cinta, kasih sayang, antara ibu dan anak dengan
memperhatikan sinyal/respon yang diberikan oleh anak kepada ibu/pengasuhnya yang memberi
makan.
- Manfaat:
o Membantu anak memiliki kebiasaan makan yang sehat
o Mengurangi risiko anak mengalami obesitas saat ia beranjak dewasa
o Membantu anak belajar cara makan secara mandiri
o Saat pemberian makan menjadi lebih mudah
o Meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan anak
- Cara:
- Pastikan anak nyaman dan kurangi distraksi
- Awasi tanda-tanda anak lapar dan kenyang
- Respon berdasarkan tanda-tanda tersebut, contoh: hentikan menyuapi jika anak tampak
kenyang
- Fokus dalam memberikan suasana yang nyaman, memelihara, dan penuh kasih sayang.
- Tanda bayi lapar:
o Menggerakkan tangannya kearah mulut atau meletakkan benda ke mulutnya
o Root (menggerakkan kepalanya kearah apapun yang menyentuh wajahnya dan
membuka mulut)
o Membuat gerakan atau suara menyedot sesuatu
o Mengepalkan tangannya atau jari-jarinya diatas dada atau perut
o Fleksi tangan dan kaki

- Tanda bayi kenyang:


o Sering mulai dan berhenti makan (terputus-putus)
o Gerakan menjauh saat makan
o Meludahkan atau mengabaikan makanan
o Melambat atau tertidur
o Gelisah atau mudah terdistraksi
o Menutup mulut atau menengok kearah lain saat diberikan makanan

Keamanan Makanan
Lima kunci menuju makanan lebih aman:
- Jaga tangan, tempat persiapan, dan alat memasak selalu bersih.
- Pisahkan daging, unggas, dan makanan laut mentah, serta gunakan alat memasak yang berbeda.
- Masak makanan hingga sangat matang, terutama daging, daging unggas dan makanan laut.
- Jaga makanan pada suhu yang aman (di bawah 5°C atau di atas 60°C)
- Gunakan air dan alat memasak yang bersih.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 95


Daftar Pustaka

1. WHO. Infant and young child feeding: model chapter for textbooks for medical students and
allied health professionals. World Health Organization. 2009.
2. UNICEF. Responsive feeding: supporting close and loving relationships. UNICEF 2016.
3. WHO/UNICEF. HIV and Infant Feeding Counseling: A Training Course. Geneva: World Health
Organization, WHO/FCH/CAH/00.2-6, 2000.
4. WHO/UNICEF. Complementary feeding of young children in developing countries: a review of
current scientific knowledge. World Health Organization, WHO/NUT/98.1.1998.
5. AAP. Is Your Baby Hungry or Full? Responsive Feeding Explained. 2017.
www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/feeding-nutrition/Pages/Is-Your-Baby-Hungry-
or-Full-Responsive-Feeding-Explained.aspx.
6. Kemenkes. Buku KIA ibu dan anak. Jakarta: Kemenkes, 2020.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 96


Pretest dan Postest

1. Berapa lama ASI perah dapat dibiarkan dalam suhu ruangan?


A. 2 jam
B. 4 jam
C. 6 jam
D. 12 jam
E. 24 jam

2. MPASI harus diberikan tepat waktu. Apakah maksud dari pernyataan tersebut?
A. MPASI harus diberikan saat 4 bulan
B. MPASI harus diberikan saat 6 bulan
C. MPASI harus diberikan secara dalam waktu 30 menit
D. MPASI harus diberikan apabila kebutuhan zat nutrien tidak dapat dipenuhi ASI
E. MPASI harus diberikan apabila berat badan mulai menurun dibanding teman seusianya

3. Manakah kondisi di bawah ini yang menandakan bahwa bayi sudah siap menerima makanan padat?
A. Bayi sudah dapat tersenyum
B. Bayi sudah mampu duduk sendiri
C. Bayi sudah dapat menggenggam makanan
D. Bayi sudah dapat menegakkan kepala walaupun duduk masih dibantu
E. Bayi sudah dapat memindahkan barang dari tangan kiri ke tangan kanan

4. Untuk bayi usia 9-12 bulan, berapakah rerata energi yang harus ditambahkan dalam bentuk MPASI?
A. 100 kkal/hari
B. 200 kkal/hari
C. 300 kkal/hari
D. 400 kkal/hari
E. 500 kkal/hari

5. Manakah pernyataan yang benar tentang responsive feeding?


A. Ibu selalu berespon positif terhadap perilaku bayi
B. Ibu memberikan makan sesuai keinginan bayi (on demand)
C. Ibu memberikan makanan kepada bayi tepat waktu dan adekuat
D. Ibu memberikan makanan bayi sesuai dengan rekomendasi dokter
E. Ibu memperhatikan tanda lapar dan kenyang yang ditampilkan bayi dalam memberikan makan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 97


Studi Kasus

Kasus

• Nisa, perempuan, 8 bulan, dikatakan mengalami gizi buruk oleh salah satu ibu kader dan diminta
datang ke Puskesmas
• Saat ini BB = 6,1 kg dengan PB = 65 cm. Berat badan sebelumnya berturut-turut 5,8 kg dan 6 kg
• Diketahui pola makan saat ini: Bubur susu atau bubur rumahan komersial 2-3x/hari, jika bubur
susu habis @ 1 sachet/kali, jika bubur saring @ ½ porsi/kali dengan 1x buah pisang atau alpukat
½ buah/kali.
• Hingga saat ini masih diberikan ASI
• Catatan: Berat lahir = 3000 gram, panjang = 49 cm, lingkar kepala = 33 cm

Instruksi

1. Lakukan penilaian antropometri dan penilaian asupan pada anak ini!


2. Hitung kebutuhan kalori yang dibutuhkan dan rencanakan pemberian nutrisi pada anak ini!
3. Rencanakan program evaluasi dan pemantauan yang akan dilakukan!

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 98


Materi 7
Pengenalan Dini Kegawatdaruratan Anak

Tujuan
- Dapat mengenali kegawatdaruratan anak dengan metode pediatric assessment triangle (PAT) atau
segitiga asesmen gawat darurat anak (SAGA)
- Dapat melakukan triase dengan menggunakan SAGA dan evaluasi dengan pediatric early warning
system (PEWS) atau skor penilaian dini kegawatan anak (SADEWA)
- Dapat menentukan prioritas tatalaksana berdasarkan klasifikasi kegawatdaruratan
Langkah Triase Anak (dilakukan untuk penilaian awal status kegawatdaruratan anak)
Kondisi pasien dibagi menjadi 3 kategori: tanpa kegawatan (hijau), gawat tidak darurat (kuning), dan
gawat darurat (merah). Pasien label hijau tidak memerlukan tindakan kegawatan; namun harus
diperhatikan penyakit yang mendasari akan potensi adanya kegawatan. Bila ada potensi kegawatan,
pasien harus diobservasi di rumah sakit dan dievaluasi dalam jangka waktu tertentu. Pasien label kuning
dan merah memerlukan tindakan yang cepat untuk mencegah morbiditas dan mortalitas. Pasien label
kuning biasanya berada dalam tahap reversibel atau terkompensasi, sehingga diharapkan mengalami
perbaikan cepat. Pada kondisi ini diperlukan tindakan cepat dan observasi ketat untuk mencegah
penurunan kondisi. Bila stabilitasi dapat dicapai dengan cepat, prognosis adalah baik. Pasien label merah
seringkali berada dalam tahap ireversibel atau dekompensasi sehingga prognosis lebih buruk. Tindakan
cepat dan tepat diperlukan untuk mencegah mortalitas pada kelompok ini, namun dengan kemungkinan
kecacatan lebih besar.
Pengenalan dini dan cepat terhadap kegawatdaruratan pada anak dilakukan sejak pasien tiba, hanya
dengan cara melihat dan mendengar. Komponen yang dinilai adalah tampilan klinis anak yaitu kesadaran,
respirasi dan kardiovaskular, menggunakan metode SAGA, diikuti oleh primary survey dengan menilai
Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure (ABCDE).

Tampilan: Pernapasan:
Tonus Napas cuping hidung
Interaksi Retraksi dada
Kenyamanan Suara napas tambahan
Pandangan SAGA Posisi tubuh
Kekuatan bicara/ menangis
Sirkulasi:
Sianosis, pucat
Kutis marmorata

Gambar 1 Komponen SAGA

Bila menemukan satu atau lebih kelainan, berikan tindakan segera dan panggil bantuan.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 99


Cara memeriksa:
1. Penampilan
Karakteristik Hal yang dinilai
Tonus Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan
dengan kuat? Apakah tonus otot baik atau lumpuh?
Interaksi Bagaimana kesadarannya? Apakah berespon terhadap
stimulus suara? Apa anak malas berinteraksi dengan
pengasuh atau pemeriksa?
Kenyamanan Apakah anak dapat ditenangkan oleh pengasuh atau
pemeriksa? Atau anak menangis dan sulit ditenangkan,
terlihat agitasi sekalipun dilakukan pendekatan yang
lembut?
Pandangan Apakah anak dapat memfokuskan pengelihatan pada wajah
pemeriksa atau pengasuh? Atau pandangan kosong?
Kekuatan Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat, lemah,
bicara/menangis atau parau?

2. Pernapasan
Karakteristik `
Suara napas Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi
tambahan
Posisi tubuh Sniffing, tripoding, menolak berbaring
abnormal
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing
Cuping Hidung Napas cuping hidung

3. Sirkulasi
Karakteristik Hal yang dinilai
Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena kurangnya
aliran darah ke daerah tersebut
Mottling Kulit berbercak kebiruan akibat vasokontriksi
Sianosis Kulit dan mukosa biru

Dari hasil pemeriksaan ketiga komponen SAGA tersebut, kita dapat menyimpulkan apakah anak
tersebut dalam kondisi gawatdarurat atau tidak. Kesimpulan SAGA dapat dilihat pada Tabel 1 Triase
berdasarkan SAGA dapat dilihat pada Tabel 2.
Apabila dari hasil triase kita dapatkan pasien dalam kategori kuning atau merah kita harus segera
melakukan tatalaksana awal (letakkan pasien pada posisi nyaman dan beri oksigen, pada kondisi
kegagalan jantung-paru lanjutkan dengan bantuan hidup dasar anak (lihat modul Bantuan Hidup
Dasar Anak) sambil melanjutkan ke primary survey dengan memeriksa Airway, Breathing, Circulation,
Disability dan Exposure. Tatalaksana berdasarkan kesimpulan SAGA dapat dilihat dalam Tabel 3.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 100
Tabel 1 Kesimpulan dari SAGA
Komponen Stabil Gangguan Pernapasan Gangguan Gangguan Gagal
Sirkulasi SSP/ jantung-
Metabolik paru
Gawat Gagal Renjatan
Napas Napas
Penampilan Normal Normal Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
Upaya Normal Abnormal Abnormal Normal/ Normal Abnormal
Napas Abnormal
Sirkulasi Normal Normal Normal/ Abnormal Normal Abnormal
Abnormal

Tabel 2 Triase berdasarkan hasil SAGA


HIJAU KUNING MERAH
Penampilan Bermain, Normal/ Abnormal
aktivitas normal Abnormal
Upaya Napas Normal Normal/Abnormal Abnormal
Sirkulasi Normal Normal/Abnormal Abnormal
Catatan: Untuk kuning hanya salah satu yang abnormal

Tabel 3 Tata laksana berdasarkan kesimpulan SAGA


Gangguan Fisiologi Prioritas tatalaksana
Stabil Terapi spesifik sesuai dengan etiologi penyakit
Gawat napas • Posisi nyaman
• Pemberian oksigen / suction sesuai kebutuhan
• Terapi spesifik berdasarkan kemungkinan etiologi (misal albuterol, dyphenhydramine,
epinefrin)
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Gagal napas • Membuka jalan napas (head-tilt, chin lift, jaw thrust, membebaskan dari benda asing
jalan nafas sesuai kebutuhan)
• Oksigen
• Ventilasi tekanan positif (sesuai kebutuhan)
• Intubasi atau krikotiroidotomi (sesuai kebutuhan)
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Renjatan • Pemberian oksigen (sesuai kebutuhan)
• Pemasangan akses vaskular
• Pemberian terapi cairan RL 10 ml/kgbb dalam 15-30 menit
• Pemberian terapi spesifik sesuai kemungkinan etiologi (misal antibiotik, anti aritmia,
evaluasi bedah pada trauma, dll)
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 101
Gangguan Fisiologi Prioritas tatalaksana
Gangguan • Oksigen (sesuai kebutuhan)
SSP/metabolik • Pemeriksaan gula darah atau kemungkinan etiologi lainnya
• Pemeriksaan laboratorium dan radiologi sesuai indikasi
Kegagalan jantung- Ikuti algoritma Bantuan Hidup Dasar Anak
paru

Terapi Oksigen berdasarkan derajat gawat napas

Gawat Napas Gagal Napas


Kanula nasal 0.25 – 4 lpm Non rebreathing mask 10-15 lpm
Simple mask 6-10 lpm High flow nasal canula (HFNC) 4-40 lpm
Bila perlu, lakukan ventilasi tekanan
positif (VTP)

Pada pasien dengan kategori kuning dan merah akan kita lanjutkan evaluasi berkala dengan
menggunakan SADEWA yang dilakukan secara berkala sesuai tingkat kegawatan (lihat Tabel 4)

Tabel 4 Penilaian SADEWA di Puskesmas atau IGD


Komponen 0 1 2 3
Perilaku Bermain Rewel, Rewel, sulit Letargis
/aktivitas mudah ditenangkan
sesuai usia ditenangkan
Kardiovaskula Merah/wakt Pucat atau Pucat atau Kutis
r u pengisian CRT 3 detik, CRT 4 detik, marmorata
kapiler Nadi ≥10 di atau Nadi (mottled) atau
(CRT) 1-2 atas normal ≥20 laju CRT≥5 detik
detik normal, atau atau Nadi ≥30
diaforesis laju normal
atau bradikardi
Respirasi Laju napas Retraksi Laju napas Laju napas
dan saturasi ringan ≥20 di atas dibawah
O2 dalam normal, atau normal, atau
batas normal saturasi O2 peningkatan
dan tidak 5 poin usaha napas,
ada dibawah atau saturasi
peningkatan normal, atau O2 >5 poin
usaha napas retraksi dibawah
sedang normal, atau
merintih, atau
retraksi berat

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 102
Hasil Evaluasi SADEWA:
SKOR TATALAKSANA
0–2 Evaluasi SADEWA dan tanda vital setiap 4 jam, tata laksana
sesuai penyakit
3–4 • ulang SADEWA setiap 1 jam
• cek tanda vital setiap 2 jam
• rawat inap
• konsultasikan pada dokter spesialis anak.

5 • ulang SADEWA setiap 30 menit


• cek tanda vital setiap 2 jam
• rawat inap → rujuk HCU
• konsultasikan pada dokter spesialis anak

6 • ulang SADEWA setiap 20 menit


• cek tanda vital setiap 1 jam
• rawat inap → rujuk PICU
• konsultasikan pada dokter spesialis anak segera

Catatan:

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 103
Daftar Pustaka

1. Latief A, Pudjiadi A, Prawira Y, penyunting. Advanced pediatric resuscitation course. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2019.h.16-19.
2. Pudjiadi AH, Latief A. Bidiwardhana N. Buku ajar pediatrik gawat darurat. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.

3. Dieckmann RA, Brownstein D, Gausche-Hill M. The pediatric assessment triangle: a novel


approach for the rapid evaluationof children. Pediatr Emerg Care. 2010;26:312-5
4. Zachariasse JM, Nieboer D, Maconochie IK, Smit FJ, Alves CF, Greber-Platzer S, et al.
Development and validation of a paediatric early warning score for use in the emergency
department: a multicentre study . Lancet Child Adolesc Health 2020; 4: 583–91

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 104
Studi Kasus

Anda seorang dokter jaga di puskesmas. Seorang anak perempuan, usia 5 tahun, berat badan 17 kg,
datang dengan keluhan sesak dan napas berbunyi sejak tadi malam. Dari penampakan anak masih terlihat
nyaman di pangkuan ibunya, didapatkan napas cuping hidung dan terdengar wheezing. Tidak pucat
ataupun biru. Apakah kesimpulan saudara dan tindakan apa yang akan anda lakukan?

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 105
Materi 8
Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada Bayi dan Anak

Tujuan
- Mampu melakukan bantuan hidup dasar pada bayi dan anak
- Mampu melakukan tata laksana sumbatan jalan napas

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mempertahankan pernapasan dan sirkulasi agar oksigenasi dan
darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. Resusitasi merupakan upaya yang
dilakukan terhadap penderita atau korban yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah
terjadinya kematian.Resusitasi memerlukan kerjasama tim baik komunikasi maupun dinamika
kelompok. Resusitasi jantung paru (RJP) terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup
Lanjutan (BHL). Bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan resusitasi tanpa menggunakan alat atau
dengan alat yang terbatas seperti bag-mask ventilation, sedangkan pada bantuan hidup lanjut
menggunakan alat dan obat resusitasi sehingga penanganan lebih optimal. Resusitasi Jantung Paru segera
dan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan fungsi
otak.Bantuan hidup dasar pada anak dibedakan berdasarkan kelompok umur yaitu kurang dari satu
tahun atau lebih dari satu tahun. Perbedaan mendasar terutama pada teknik dasar pemberian bantuan
ventilasi, penilaian denyut nadi dan cara melakukan pijat jantung luar. Penyebab terjadinya henti napas
dan jantung pada bayi adalah:

• Sindroma bayi mati mendadak (Sudden infant death syndrome -SIDS)

• Penyakit pernapasan

• Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing)

• Tenggelam

• Sepsis

• Penyakit neurologis

Pada anak usia lebih dari 1 tahun penyebab terbanyak adalah cedera seperti kecelakaan lalulintas,
kecelakaan sepeda, terbakar, cedera senjata api dan tenggelam.Injurie

Peralatan yang sering dibutuhkan untuk mempertahankan jalan napas dan ventilasi dan
mudah dalam pengerjaannya:
• Orofaringeal airway/OPA (guedel)

OPA digunakan untuk menyangga lidah agar tidak jatuh ke dinding posterior faring pada pada pasien
yang tidak sadar. Pemasangan OPA tidak direkomendasikan pada pasien dengan refleks gag dan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 106
batuk yang baik, karena dapat merangsang muntah. Ukuran OPA optimal adalah jarak antara sudut
mulut sampai angulus mandibula (Lihat Gambar 1).
OPA dapat dipasang dengan teknik langsung menggunakan spatula lidah pada bayi, dan teknik rotasi
90 derajat pada anak. Teknik memutar 180 derajat sangat tidak dianjurkan karena dapat merusak
jaringan orofaring dan mendorong lidah ke belakang.

A B

Gambar 1. Cara memilih ukuran OPA yang sesuai


(A), Ukuran OPA yang sesuai akan memberikan ujung OPA yang sejajar dengan glottis yang terbuka
(B), Jika terlalu besar akan mengakibatkan obstruksi akibat ujung OPA mendorong epiglottis ke bawah
(C), Jika kekecilan akan mengakibatkan obstruksi akibat ujung OPA mendorong lidah ke belakang.

• Nasofaringeal airway (NPA)


Terbuat dari karet lentur atau plastik, tujuannya menjaga jalan napas antara hidung dan faring
posterior tetap terbuka. Ukuran NPA adalah 12 fr sampai 36 fr. Ukuran 12 fr (seukuran dengan
ETT 3 m) digunakan pada neonatus cukup bulan. Pemilihan penyangga NPA harus disesuaikan
dengan diameter liang hidung, diameter NPA harus lebih kecil dibandingkan dengan diameter liang
hidung. Selanjutnya panjang NPA diukur dari ujung hidung sampai tragus (Gambar 2). Posisi optimal
NPA adalah ujung alat berada di hipofaring.

Gambar 2. Cara penentuan panjang NPA


(A) dan posisi NPA dalam mempertahankan jalan napas (B).

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 107
• BANTUAN HIDUP DASAR

Alur tata laksana (algoritma) henti jantung dengan satu dan dua penolong dapat dilihat pada Gambar 3.

Pasien tidak sadar

Pendekatan “HATI”
Hubungi bantuan
Amankan diri dan lingkungan
Tidak membahayakan pasien
Investigasi ABC

Buka Jalan Napas

Tidak bernapas normal?

5 bantuan napas

Raba nadi. Nadi ≤ 60x/menit?


Tidak ada anda kehidupan

Kompresi dada 15 kali

• Evaluasi ulang setelah 1 menit


2 bantuan napas • Bila dalam 1 menit belum ada
15 kompresi dada bantuan, panggil bantuan
Pasang monitor EKG kembali.

VF/VT tanpa nadi Asistol/PEA

Gambar 3. Algoritma Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada Anak

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 108
Tahapan BHD pada anak dijabarkan dibawah berikut ini:
1.1. Periksa Kesadaran
Periksa kesadaran anak dengan:
• Bayi: gosok dada infant dengan hati-hati atau sentil kaki bayi.
• Anak: panggil anak dengan suara yang keras dan jelas, lihat apakah anak memberikan
respon. Jika tidak berespon, guncang bahu korban (hati-hati pada pasien dengan
kecurigaan cedera servikal). (Gambar 4)

Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak. Selanjutnya cepat lakukan
pemeriksaan untuk mencari kemungkinan cedera dan pengobatan yang diperlukan,
namun jika tidak ada respon artinya korban anak sadar maka segera lakukan
pendekatan HATI.

Gambar 4. Menilai kesadaran bayi (A) dan anak (B)

1.2. Pendekatan HATI


• Hubungi bantuan
• Amankan diri dan lingkungan
• Tidak membahayakan pasien
• Investigasi ABC (dilakukan dengan menempatkan korban pada tempat yang datar,
keras dengan posisi terlentang). Jika harus membalikkan posisi penderita maka
lakukan seminimal mungkin gerakan pada leher dan kepala.

1.3. Buka jalan napas dan periksa apakah korban tersebut bernapas.

Pada bayi dan anak sering terjadi obstruksi dikarenakan lidah jatuh ke belakang, dan
penolong harus dengan segera membebaskan jalan napas dengan beberapa teknik
berikut:
• Jika korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan napas dengan
teknik head tilt–chin lift. Jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan
menyebabkan sumbatan (Gambar 5). Pada bayi dan anak jangan melakukan posisi
hiperekstensi karena akan menutup jalan napas.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 109
Gambar 5. Tekhnik buka jalan napas (head tilt-chin lift)

• Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust untuk
membuka jalan napas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari dibawah angulus
mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka
yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal (Gambar 6).

Gambar 6. Teknik buka jalan napas (jaw-thrust)

1.4. Penilaian ada tidaknya usaha napas dari pasien

❑ LOOKing : Melihat gerakan dada dan/ atau perut

❑ LISTENing : Mendengar suara pernapasan dari mulut dan hidung

❑ FEELing : Merasakan hembusan udara napas pada pipi,

Tindakan ini dapat dilakukan oleh penolong dengan meletakkan wajahnya didepan anak
(telinga penolong setentang hidung anak, pipi penolong setentang mulut anak, dan mata
penolong melihat gerakan dada). Tindakan ini dilakukan dalam 10 detik (gambar 7).

Gambar 7. Posisi look, listen and feel

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 110
1.5. Pernapasan
• Jika pernapasan normal setelah jalan napas terbuka, posisikan anak pada posisi pulih
dengan tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
• Jika pernapasan tidak normal (tidak bernapas atau gasping, napas yang agonal atau
napas tidak efektif) berikan 5 kali bantuan napas dengan satu kali bantuan napas
selama 3-5 detik.
• Teknik bantuan napas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan
dan tanpa alat.
• Tanpa alat, pada bayi dilakukan teknik : mouth-to-mouth-and-nose dan pada anak
menggunakan teknik mouth-to-mouth (Gambar 8).
• Dengan alat sungkup (masker), alat yang digunakan harus sesuai dengan ukuran
sehingga dapat menutup mulut dan hidung (Gambar 8).
• Sambil mempertahankan jalan napas, lakukan tiupan napas buatan dengan mulut
atau balon (bag) resusitasi. Bila dada tidak mengembang, perbaiki posisi kepala dan
bila tetap tidak mengembang, pikirkan kemungkinan sumbatan jalan napas.

A B C

Gambar 8. Posisi sungkup yang benar (A), bantuan napas dengan alat (B,C)

1.6. Periksa Nadi


• Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri brakhialis
sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun femoralis (Gambar
9). Pemeriksaan nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.

Gambar 9. Pemeriksaan nadi brakialis pada bayi (A), nadi karotis pada anak (B)
dan nadi femoralis (C).

• Jika nadi lebih dari 60 kali/menit namun tidak ada napas spontan atau napas tidak
efektif, maka lakukan pemberian bantuan napas sebanyak 12 hingga 20 kali bantuan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 111
napas/menit, sekali napas buatan 3 sampai 5 detik hingga korban bernapas dengan
spontan, napas yang efektif akan tampak dada korban akan mengembang.
• Jika nadi kurang dari 60 kali/menit dan tidak ada napas atau napas tidak adekuat,
maka lakukan kompresi jantung luar.
• Penilaian denyut nadi tidak perlu dilakukan bila pasien tidak memiliki tanda
kehidupan: tidak bernapas atau napas tidak normal (gasping), tidak ada gerak dan
tidak ada refleks batuk. Penolong dapat segera melakukan kompresi jantung luar.
• Teknik kompresi jantung luar berbeda antara bayi dan anak. Teknik kompresi pada
bayi dapat dilakukan di sternum dengan dua jari (two-finger chest compression
technique) yang diletakkan 1 jari di bawah garis imajiner intermamae atau two
thumb–encircling hands technique yang direkomendasikan jika didapatkan dua
penolong (gambar 10).

Gambar 10. Teknik 2 jari pada satu penolong dan teknik 2 ibu jari pada 2 penolong

Teknik kompresi jantung luar pada anak dilakukan dengan teknik kompresi pada pertengahan
bawah sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak menekan prosesus xypoid
ataupun sela iga (Gambar 11).

A B

Gambar 11. Teknik 1 tangan (A) dan 2 tangan pada anak (B)

• Kompresi dada harus dilakukan dengan efektif (High Quality CPR) yaitu :

❑ Frekuensi yang adekuat (push fast and hard) yaitu 100-120 kali per menit, dilakukan di atas
alas yang keras

❑ Dinding dada mengembang kembali secara sempurna setelah setiap kompresi (complete
recoil)

❑ Interupsi kompresi seminimal mungkin (maksimal 10 detik)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 112
❑ Hindari ventilasi secara berlebihan

❑ Kedalaman minimal 1/3 diameter dinding anteroposterior dada atau 4 cm (1.5 inchi) pada
bayi dan 5 cm (2 inchi) pada anak.

• Resusitasi jantung paru pada bayi dan anak oleh satu dan 2 penolong dilakukan dengan rasio
kompresi jantung luar dilakukan 15 kali dan 2 kali bantuan napas. Dilakukan 5 siklus dalam 1
menit, lalu lakukan evaluasi ulang kondisi korban: nadi, napas, warna, kesadaran, pupil.

1.7. Evaluasi monitor EKG


• Bila ditemukan non shockable rhythms (gambaran asystole atau PEA) berikan injeksi adrenalin
intravena atau intraosseous dengan dosis 10 mikrogram/kg (0,1 ml/kg dari adrenalin 1:10.000).
Setiap sesudah pemberian injeksi adrenalin diikuti bolus normal saline 2-5 ml.
• Saat pemberian injeksi adrenalin, bantuan napas dan kompresi jantung luar tetap dilanjutkan
tanpa interupsi. Penghentian bantuan napas dan kompresi jantung luar hanya dapat dilakukan
setelah 2 menit saat evaluasi ritme jantung di monitor.

1.8. Penghentian Resusitasi Jantung Paru


Resusitasi jantung paru dapat dihentikan bila
• Asistol yang menetap selama 30 menit
• Penolong sudah melakukan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut secara optimal
• Penolong kelelahan.

Pada sarana atau fasilitas kesehatan, bila orang tua menolak dan memandatangani surat penolakan
tindakan RJP, maka tindakan ini boleh tidak dilakukan. Terutama pada pasien dengan penyakit
terminal atau kelainan genetik yang bersifat letal.

2. SUMBATAN JALAN NAPAS OLEH BENDA ASING


2.1. Pengenalan dini sumbatan jalan napas oleh benda asing
Kejadian tersedak sangat sering ditemukan pada anak. Benda-benda yang sering menjadi
penyebab sumbatan jalan napas adalah kacang, permen, kelereng, jarum pentul, dan benda-benda kecil
lainnya. Saat benda asing masuk jalan napas, anak akan bereaksi segera dengan batuk sebagai upaya
untuk mengeluarkannya. Bantuk spontan lebih efektif dan aman dibandingkan berbagai manuver yang
dilakukan oleh penolong. Namun, ketika batuk tidak ada atau tidak efektif, benda asing akan menyumbat
jalan napas sehingga bayi dan anak dengan segera akan mengalami asfiksia. Pada kondisi ini, harus
dilakukan intervensi aktif segera.
Tanda khas sumbatan jalan napas oleh benda asing adalah terjadinya distress napas tiba-tiba
yang berhubungan dengan batuk, gagging atau stridor. Tanda dan gejala yang sama juga dapat ditemukan
pada laringitis atau epiglottitis dimana tatalaksananya tentunya berbeda dengan tatalaksana sumbatan
jalan napas oleh benda asing. Kecurigaan sumbatan jalan napas oleh benda asing jika ditemukan tanda
dan gejala yang tiba-tiba dan tidak terdapat penyakit sebelumnya.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 113
2.2. Tata laksana sumbatan jalan napas oleh benda asing
Alur tata laksana sumbatan jalan napas oleh benda asing dapat dilihat dibawah ini.

Kecurigaan sumbatan jalan napas oleh benda asing


❑ Batuk/ tersedak
❑ Terjadi secara tiba-tiba
❑ Riwayat bermain dengan/ memakan benda kecil

Batuk tidak efektif Batuk efektif


❑ Tidak bisa bersuara ❑ Menangis atau dapat menjawab
❑ Batuk tanpa suara (silent cough) pertanyaan secara verbal
❑ Kesulitan bernapas ❑ Batuk kuat
❑ Sianosis ❑ Mampu mengambil napas sebelum
❑ Penurunan kesadaran batuk
❑ Sadar penuh

Tidak sadar Sadar Upayakan batuk


5 back blows
5 thrusts Re-evaluasi terhadap
Buka jalan napas (chest thrust hanya perburukan/ batuk tidak
5 bantuan napas untuk bayi; efektif atau sampai
Mulai RJP abdominal thrusts sumbatan jalan napas
untuk anak > 1 teratasi
tahun)

Penjelasan alur tata laksana:


❑ Anak batuk efektif
• Tidak perlu lakukan manuver
• Upayakan anak tetap batuk sambil monitoring kondisi anak
• Bila batuk menjadi tidak efektif, segera panggil bantuan dan tentukan tingkat kesadaran anak
❑ Anak batuk tidak efektif dan sadar
• Segera berikan 5 manoeuvre back blows diikuti dengan 5 manoeuvre chest thrusts (bayi) atau
abdominal thrusts (anak).
• Posisi manoeuvre back blows antara kedua belikat

• Manoeuvre chest thrust pada bayi diberikan seperti posisi saat melakukan kompresi jantung luar
namun laju kompresi lebih lambat (satu kompresi untuk satu detik) dan lebih kuat dibandingkan
kompresi jantung luar (lihat Gambar 12).
• Posisi manoeuvre abdominal thrusts/ Heimlich antara xypoid dan umbilikal (Gambar 13).

• Setiap selesai melakukan 5 manoeuvre, lihat mulut anak apakah terdapat benda asing dan
keluarkan bila terlihat. Hati-hati jangan mendorong benda asing makin ke bawah dan cegah
kerusakan jaringan lebih lanjut.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 114
Gambar 12. Maneuvre back blows (A) dan chest thrust (B) pada bayi

Gambar 13. Maneuvre back blows (A) dan abdominal thrust/ Heimlich posisi supine(B)
pada anak

❑ Anak batuk tidak efektif dan tidak sadar


• Panggil bantuan
• Tempatkan anak pada permukaan yang rata dan keras
• Buka mulut dan upayakan untuk mengeluarkan objek yang terlihat dari mulut
• Mulai lakukan RJP

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 115
Daftar Pustaka

1. Latief A, Pudjiadi A, Prawira Y, penyunting. Advanced Pediatric Resuscitation course. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2019.h.29-32.

2. Pudjiadi AH, Latief A. Bidiwardhana N. Buku Ajar Pediatrik Gawat Darurat. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.

3. Monsieurs KG, Nolan JP, Bossaert LL, Greif R, Maconochie IK, Nikolaou NI, dkk. European
Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015. Resuscitation. 2015;95:35-46.

4. Samuels M, Wieteska S. Advanced Paediatric Life Support. A Practical Approach to Emergencies.


Edisi 6. United Kingdom: Wiley Blackwell; 2016. h. 169-224

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 116
Studi Kasus

Anda sedang bertugas di IGD, mendapat panggilan masuk pasien baru anak berumur 6 tahun berat
badan 25 kg, dengan keluhan sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk RS. Pada saat dilakukan
pemeriksaan tiba-tiba dijumpai keadaan anak denyut jantung <60 x dan henti nafas.

Apa yang anda lakukan?

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 117
Materi 9
Transportasi Pasien Anak Sakit Kritis

Tujuan
- Mampu menentukan pasien bayi dan anak layak transport
- Mampu melakukan serah terima pasien dari faskes primer kepada tim transport
- Mampu memeriksa semua kelengkapan alat yang diperlukan selama transportasi
- Memahami pentingnya penilaian dan stabilisasi selama transportasi
- Memahami pentingnya pencatatan dan pelaporan proses transportasi

PENDAHULUAN
Sistem transportasi dan perawatan pra Rumah Sakit (RS) sangat dibutuhkan untuk optimalisasi rujukan
pasien anak kritis. Sistem transportasi dan rujukan mempengaruhi luaran pasien. Proses perujukan dan
transportasi pasien mempunyai risiko tinggi, terutama dari daerah fasilitas terbatas menuju RS rujukan
yang mempunyai fasilitas lebih lengkap. Keadaan pasien yang belum stabil sering menjadi kendala dalam
melakukan rujukan. Risiko terberat yang dapat terjadi berupa pasien meninggal selama perjalanan.
Sistem transportasi pasien sering terabaikan di negara berkembang dan miskin karena
keterbatasan dana dan sumber daya serta belum menjadi program prioritas. Permasalahan lain adalah
kurangnya kemampuan paramedis dan dokter yang bertugas.

KELAYAKAN TRANSPORTASI
Pada dasarnya semua pasien sakit gawat dan kritis dapat ditransportasi apabila terdapat fasilitas
dan dukungan sumber daya manusia yang kompeten. Stabilisasi pasien harus dilakukan sebelum pasien
diputuskan untuk dilakukan transportasi dalam rangka rujukan untuk mendapatkan layanan kesehatan
pada fasilitas kesehatan lain. Untuk pasien yang tidak mengalami kegawatan, sistim rujukan dapat dimulai
dari poliklinik dalam seting pasien rujukan tanpa kegawatan, sehingga untuk transportasi dapat
dipertimbangkan penggunaan kendaraan pribadi atau kendaraan non-ambulan. Pasien dengan
kegawatan yang akan dirujuk harus dikomunikasikan dengan pihak yang akan dirujuk. Pemilihan moda
transport yang lengkap dan tim yang adekuat juga harus disesuaikan dengan kondisi stabilitas pasien.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 118
Gambar 1. Bagan pengambilan keputusan untuk transportasi pasien

Kondisi stabilitas pasien dapat dibagi menjadi:


1.Stabil: tanda vital normal, tak ada distress napas, SpO2 > 95% di udara ruang, tidak terdapat kondisi
penyakit yang dapat berubah dengan cepat atau ancaman gangguan jalan napas dan sirkulasi.
2.Stabil namun kritis: potensial ketidakstabilan hemodinamik, perubahan status mental (GCS>8),
distress napas ringan dgn SpO2 <95% pada udara ruang
3.Kritis dan tidak stabil: topangan vasoaktif, distress napas sedang hingga berat, terintubasi, GCS
<8.

Apabila didapatkan kondisi pasien yang kritis dan tidak stabil, maka transportasi hanya dapat dilakukan
apabila didampingi dengan tenaga yang kompeten dan moda transportasi yang memiliki peralatan
lengkap. Pertimbangkan pula kondisi end of life atau irreversibilitas dari suatu penyakit agar tidak
melakukan upaya transportasi atau rujukan yang tidak perlu.
Pasien dengan patensi jalan napas yang belum terjamin, gangguan hemodinamik berat, kejang tak
teratasi, gangguan metabolisme berat, dan kondisi mengancam jiwa lainnya harus dilakukan stabilisasi
sampai optimal oleh fasilitas kesehatan perujuk. Metode “stay and play” (menunda transportasi dan
melakukan tindakan stabilisasi) lebih dipilih daripada “scoop and run” (sesegera mungkin membawa
pasien ke fasilitas lain) guna menjamin keselamatan pasien selama transportasi.

Beberapa kondisi yang harus diwaspadai:


Semua gangguan hemodinamik yang memerlukan resusitasi cairan, termasuk perdarahan dan kebutuhan
transfusi berulang atau transfusi masif
1. Sistem respirasi
• Peningkatan kebutuhan O2
• Kegagalan mencapai target terapi oksigen
• Gangguan jalan napas maupun metabolic yang berpotensi gagal napas

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 119
2. Sistem saraf pusat termasuk trauma
• Kejang yang tidak terkontrol
• GCS<12
• Cidera kepala serius
3. Multipel trauma
4. Kebutuhan pencitraan tertentu

LANGKAH –LANGKAH PROSEDUR TRANSPORTASI


Dalam melakukan transportasi anak sakit kritis, perlu diperhatikan prosedur atau langkah-langkah
berikut:
1. Komunikasi
a. Detil data pasien dengan diagnosis kerja
b. Tujuan transportasi;
c. Persiapan pra transportasi
d. Konfigurasi tim transportasi
e. Moda transportasi
2. Persiapan pra transport
a. Resusitasi dan stabilisasi
b. Peralatan dan obat-obatan
c. Data penunjang dan kelengkapan administrasi
3. Moda transportasi yang akan digunakan
4. Penilaian, evaluasi, dan komunikasi sebelum berangkat
5. Pemantauan, tindakan, dan dokumentasi selama transportasi
6. Serah terima
7. Tugas institusi penerima
8. Aspek hukum

Penjabaran langkah-langkah transportasi ada di bawah ini.

1.KOMUNIKASI

Sebelum melakukan transportasi, harus selalu dipertimbangkan risiko dan manfaat dari proses
transportasi. Setelah itu, dokter Puskesmas atau RS perujuk melakukan komunikasi secara langsung
dengan dokter RS rujukan. Dokter pengirim harus menyampaikan tujuan rujukan, riwayat, kondisi
klinis, data penunjang, dan tatalaksana pasien yang sudah dan akan dikerjakan.1

Dokter RS rujukan mendiskusikan diagnosis dan kebutuhan pasien, serta menentukan kemampuan RS
untuk menerima pasien. Bila tidak mempunyai fasilitias memadai, maka dokter RS rujukan harus
menyarankan transfer pasien ke RS lain yang lebih lengkap dan mampu. Bila RS rujukan mampu
menerima pasien, dokter RS rujukan mendiskusikan terapi atau tindakan yang sebaiknya diberikan pra
transportasi. Dalam memberikan saran, sebaiknya bukan dengan cara menggurui, bukan juga dengan
mengkritik, karena hakikatnya tujuan transportasi adalah demi kepentingan pasien.

Komunikasi dengan keluarga juga merupakan tantangan tersendiri. Waktu yang relatif singkat dan
kebutuhan melakukan tindakan cepat, seringkali membuat komunikasi menjadi terburu-buru.
Walaupun terbatas, komunikasi tim transportasi dengan keluarga, memberikan penjelasan kepada

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 120
keluarga pasien tentang manfaat dan risiko proses transportasi, haruslah menjadi perhatian agar tidak
meningkatkan kecemasan keluarga pasien. Oleh karena itu, sebaiknya informed consent harus disiapkan
sebelum tim transportasi tiba..

Komunikasi dilanjutkan bila terdapat suatu hal yang perlu didiskusikan selama proses stabilisasi. Pada
saat pasien dinyatakan siap untuk untuk ditransfer, dokter RS perujuk sebaiknya menghubungi lagi
dokter RS rujukan untuk menerangkan evaluasi terakhir, jam berangkat, dan perkiraan waktu tiba. Perlu
diterangkan juga pemeriksaan penunjang yang belum selesai atau belum ada hasilnya, serta jaminan
untuk menyusulkan hasil pemeriksaan penunjang setelah hasil diterima.

Komposisi tim transportasi


Asal tim dapat berasal dari:
a. Tim dari RS perujuk/penerima (rujukan)
b. Tim khusus transportasi anak
c. Ambulans mandiri
Tim dapat terdiri atas:
a. Dokter/dokter spesialis emergensi dan rawat intensif anak
b. Perawat
c. Paramedis
Pemilihan tim bergantung pada:
a. Kondisi pasien
b. Protokol tim
c. Pengalaman tim untuk kondisi kasus yang dihadapi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tim transport yang di dalamnya terdapat dokter mempunyai
luaran yang lebih baik dibandingkan dengan tim transport yang hanya beranggotakan
perawat/paramedis, hal ini berhubungan dengan tindakan medis invasif yang dapat dilakukan oleh dokter
bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Pada pasien anak, umumnya lebih penting pemahaman kasus dan
tatalaksana yang baik oleh tim dibandingkan dengan kecepatan tranportasi.

Isu yang juga penting untuk didiskusikan adalah moda transportasi yang akan digunakan, dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi pasien, tujuan rujukan, periode emas, personil tim
transportasi, kondisi cuaca/geografi, lalu-lintas, keamanan pasien dan tim, serta kemampuan biaya.

2.PERSIAPAN PRA TRANSPORT

Filosofi transportasi pasien anak kritis adalah menjamin kelancaran perpindahan pasien, kualitas
perawatan, dan melakukan evaluasi intensif selama proses transportasi; artinya, usaha semaksimal
mungkin agar kesinambungan pengobatan dan perawatan tidak terhenti selama proses transportasi.
Untuk itu diperlukan perencanaan transport pasien seakurat mungkin. Perawatan pasien kritis yang
dilakukan dini sebelum proses rujukan, dapat meningkatkan keselamatan pasien selama perjalanan dan
meningkatkan luaran pasien. Merujuk pasien sebelum pasien stabil dapat meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas selama proses rujukan.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 121
a.Resusitasi dan stabilisasi

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah terbukanya jalan napas, terjaminnya pernapasan dan
tersedianya akses vaskuler:
• Jalan napas terjaga patensinya, bila perlu dipasang ETT lebih dini
• Ventilasi dan oksigenasi berjalan memadai
• Akses vena lancar dan terfiksasi baik. Jantung berdetak dan berfungsi adekuat. Perlu
dipertimbangkan akses intraoseus bila akses perifer sulit didapat.

Selanjutnya, diperlukan kemampuan untuk melakukan resusitasi, stabilisasi, prosedur diagnostik dan
terapi selama transportasi berupa:
• Resusitasi jantung-paru dan cairan, bila perlu obat vasoaktif
• Menjamin ventilasi dan oksigenasi dengan atau tanpa ventilasi mekanik dan dekompresi rongga
dada bila diperlukan. Pastikan letak dan fungsi pipa endotrakeal baik dengan foto paru
• Mengatasi kegawatan neurologi: kejang, perdarahan intrakranial, fiksasi leher
• Menjamin suhu tubuh stabil
• Memberikan obat definitif atau simptomatik: analgetik, antipiretik, anti kejang, sedasi, antibiotik,
anti muntah
• Obat-obatan yang mungkin diperlukan saat perjalanan,
• Melakukan restraints bila diperlukan (memerlukan informed consent)
• Melakukan pemantauan
• Pemasangan kateter urin dan sonde lambung

Bila pasien kritis membutuhkan tindakan segera di RS rujukan sehingga waktu menjadi penting, proses
stabilisasi pasien dapat dilakukan dalam perjalanan, walaupun dengan segala risiko. Hal ini tentu dengan
pertimbangan bahwa manfaat proses merujuk jauh lebih besar dibandingkan dengan risiko yang terjadi
selama perjalanan.
Tim pengirim atau perujuk mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
• Resusitasi dan stabilisasi pasien dengan target
▪ Jalan napas baik dan bersih
▪ Napas spontan/alat bantu dengan ventilasi dan oksigenasi memadai
▪ Sirkulasi dan hemodinamik adekuat
▪ Diagnosis kerja dan telah dimulainya terapi
• Komunikasi dini dengan penerima
• Meyakini bahwa penerima dapat menangani pasien
• Menginformasikan kepada keluarga dan membuat informed consent
• Akses vaskular dan pipa endotrakeal yang aman dan memadai
• Menyalin semua berkas rekam medik
• Berkomunikasi selama stabilisasi dan saat akan berangkat

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 122
b.Peralatan, Alat Kesehatan dan Obat

Tabel 1. Daftar Peralatan Transport


Respirasi Akses Vaskuler Lain-lain
Bag-valve-mask + reservoir Needles/butterflies all sizes Dressing , Bandages
O2
Masker berbagai ukuran Three-way stopcocks Splints
Pipa oksigen Alcohol/betadine wipes Blood pressure cuffs all sizes
Oral & nasophar airways all Arm boards ECG electrodes multiple sizes
sizes
Laryngoscope & blade all sizes Syringes all sizes Defibrilator paddle gel
Stylets adult & pediatrics IV solutions Stethoscope
ETT all sizes Sterile/non-sterile gloves all Scissors/clamps/forceps
sizes
Tracheostomy tube all sizes Sterile gown Extra batteries
End Tidal CO2 monitor Caps and masks Extra bulbs
Magill forceps Razors Band-aids
10-ml syringes Tape / Tagaderm Vaseline gauze
Water-soluble lubricant Rubber bands
Adhesive tape Lain Lain Safety pins
Benzoin Thoracostomy set Urinary catheters all sizes
Suction catheters all sizes Thoracostomy tubes all sizes Urine bags
Closed chest drainage Pacifier
system
Akses Vaskuler Nasogastric tubes Stocking caps
IV catheters all sizes Tongue blades Penlight/flashlight
Central venous catheters Cervical collars all sizes Saran wrap
Intraosseous needles Backboard Restraints
IV tubing and connectors Tape

Table 2. Daftar Obat untuk Transport


Emergency Drugs Neurological Medication Analgesia/Muscle Relax
Atropine Mannitol Morphine Sulfat +
Calcium Chloride Phenobarbital Pancuronium
Dextrose Phenytoin Propofol
Epinephrine Vecuronium
Lidocaine Respiratory Medications
Naloxone Albuterol Antibiotics
Sodium Bicarbonate Aminophylline Ampicillin
Atropine Azithromycin
Cardiovascular Medications Epinephrine Cefazolin
Adenosine Isoproterenol Cefepime
Amiodarone Solumedrol Ceftriaxone
Diazoxide Terbutaline Gentamycin / Tobramycin

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 123
Digoxin Nafcillin/Oxacillin
Dobutamine Intubation Medications Vancomycin
Dopamine Atropine
Epinephrine Etomidate Miscellaneous
Hydralazine Ketamine Albumin (5%)
Isoproterenol Lidocaine Dexamethasone
Milrinone Pancuronium* Diphenhydramine
Nitroproside Rocuronium Furosemide
Norepinephrine Succinylcholine* Glucagon
Procainamide Thiopental + Heparin,
Propanolol Vecuronium Hydrocortisone
Prostaglandin E1* Insulin*
Tolazoline Analgesia/Muscle Relaxant Kayexalate
Diazepam + Potassium Chloride
Neurological Medication Fentanyl + Racemic epinephrine
Diazepam+ Lorazepam * Vit K
Lorazepam * Midazolam +

c.Data penunjang dan kelengkapan administrasi


Hal yang juga penting dalam proses transportasi adalah catatan yang berhubungan dengan
pasien yaitu resume medik dan formulir transfer, dilampiri salinan status pasien, hasil pemeriksaan
penunjang, foto X-ray, hasil konsultasi, penyelesaian administrasi dan keuangan pada RS perujuk,
kesepakatan sumber pendanaan untuk RS rujukan, dan nomor telepon RS perujuk yang dapat
dihubungi. Informed consent merupakan salah satu hal penting terhadap semua tindakan, penjelasan dan
perpindahan, yang sudah dijelaskan kepada orang tua dan telah ditandatangani oleh orang tua, saksi,
dokter, dan perawat.

3.PENILAIAN DAN EVALUASI SERTA KOMUNIKASI SEBELUM BERANGKAT

Setelah semua persiapan dilaksanakan dan tim transportasi siap, tim transportasi bersama dokter
perujuk melakukan evaluasi akhir berupa:
1. Penilaian pasien head-to-toe
2. Flow sheet rinci mengenai tindakan, nama dan jumlah obat, serta waktu diberikan secara tepat,
dilampiri hasil laboratorium dan x-ray bila ada
3. Obat dan alat yang mungkin diperlukan selama perjalanan
4. Kelengkapan data penunjang dan informed consent
5. Komunikasi dengan orang tua
6. Kebutuhan oksigen sudah tersedia sebanyak 3 kali perkiraan waktu tempuh
7. Memastikan semua peralatan yang membutuhkan tenaga listrik, mempunyai cadangan baterai
minimal 2 kali perkiraan waktu tempuh beserta konektor yang kompatibel dengan yang
tersedia di alat transportasi.

Bila semua telah selesai dan siap berangkat, lakukan komunikasi dengan dokter RS rujukan, berupa:
1. Kedua pihak memahami kondisi pasien saat itu dan setuju untuk memulai melaksanakan
transportasi

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 124
2. Kepastian bahwa RS Rujukan telah siap untuk menerima
3. Perkiraan waktu tempuh.

Komunikasi akhir ini untuk menjamin bahwa kedua pihak memiliki pandangan yang sama demi
keselamatan dan keamanan pasien.Bila selama evaluasi diperkirakan manfaat rujukan hilang atau bila
kegagalan terapi diperkirakan tinggi selama transportasi, maka pengiriman pasien tidak perlu dikerjakan.
Oleh karena itu, perlu berkomunikasi dengan RS rujukan dan keluarga. Perlu diingat bahwa tujuan
transportasi adalah kesembuhan pasien, artinya bila risiko lebih tinggi daripada keuntungan untuk
pasien, transportasi tidak boleh dikerjakan. Jadi bila prognosis pasien buruk, tidak perlu tindakan
transportasi karena hanya akan memberikan harapan semu dan menghabiskan biaya tanpa manfaat.
4.PEMANTAUAN, TINDAKAN & DOKUMENTASI DALAM TRANSPORTASI

Semua tindakan yang menjadi prosedur operasi standar di Puskesmas atau RS Perujuk, berupa
pencatatan dan pelaporan, harus tetap berlanjut. Laporan data dan kejadian selama transportasi dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Laporan data dan kejadian selama transportasi

Keamanan pasien harus diperhatikan dalam perjalanan. Demikian pula semua peralatan harus terfiksasi
dengan baik, jangan sampai lepas dan menimbulkan kecelakaan.

5. SERAH TERIMA
Agar patient safety dan patient centered care terlaksana dengan baik, komunikasi selama perjalanan bisa
dijalin antara tim transportasi dengan RS rujukan/penerima. Bila tim transportasi akan tiba di RS
rujukan, perlu dikomunikasikan bahwa dalam waktu dekat, pasien akan tiba sehingga petugas di UGD
telah siap untuk menerima. Petugas administrasi juga harus mengetahui adanya transportasi pasien kritis
ini. Perawat dan dokter juga harus siap menerima pasien.
Hal-hal penting pada fase ini adalah :

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 125
a. Kontinuitas perawatan & pengobatan
b. Pengurusan administrasi kepindahan
c. Serah terima rekam medik
d. Serah terima alkes dan obat
e. Serah terima pemeriksaan penunjang (lab, X-ray dll.) dan inform consent
f. Memperkenalkan keluarga pasien kepada RS Rujukan.

6.TUGAS INSTITUSI PENERIMA


Setelah proses penerimaan selesai, tanggung jawab pasien sudah beralih kepada RS rujukan.
Selanjutnya, sebaiknya RS rujukan secara berkala melaporkan keadaan pasien kepada RS perujuk. Ini
akan memfasilitasi pengiriman kembali pasien pada saat pasien tidak lagi memerlukan perawatan di
institusi penerima. Dengan komunikasi dan feed back yang kontinu, akan terjadi sharing, edukasi, dan
updating pelayanan pasien.

7.ASPEK HUKUM DAN LAIN-LAIN


Beberapa masalah yang harus dipahami adalah:
a. Transportasi harus dari level lebih rendah ke level yang lebih tinggi
b. Transportasi dilakukan bagi kesembuhan pasien yang tidak akan tercapai bilamana pasien
dipertahankan di RS perujuk.
c. Proses transfer seharusnya dapat membuat pasien tiba dalam keadaan stabil atau bahkan
membaik di RS rujukan.
d. Aturan lokal, regional dan nasional harus ditaati
e. Transfer pasien atas dasar imbalan uang adalah ilegal
f. Informed consent harus ada dan disetujui oleh orang tua/wali dan saksi-saksi
g. Tanggung jawab RS perujuk berlangsung sampai pasien diterima oleh RS rujukan, artinya selama
transportasi, tanggung jawab masih berada pada RS perujuk.
h. Bila tim transportasi berasal dari RS rujukan, tanggung jawab RS perujuk sampai dengan serah
terima kepada tim transportasi.

Hal yang tidak dapat dibenarkan antara lain:


a. Merujuk ke tempat yang modalitas, fasilitas, dan sumber daya manusianya tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien untuk menyembuhkannya
b. Merujuk atas dasar kepentingan selain kepentingan pasien, misalnya uang
c. Menerima rujukan, padahal sudah dapat diperkirakan RS rujukan tidak mampu melakukan
tatalaksana adekuat.

Pendampingan Keluarga Pasien

Pada pasien anak sakit kritis yang membutuhkan tindakan invasif dan proses rujukan, kehadiran keluarga
terutama orang tua mempunyai peran penting. Pertimbangan keberadaan orang tua atau pengasuh
selama proses transportasi adalah aspek emosional pasien dan keluarga, mengurangi kecemasan pasien,
memberikan persetujuan tindakan, dan terjalinnya komunikasi efektif antara orang tua, dokter, atau
paramedis yang ada dalam tim transportasi.

Secara umum aturannya adalah orang tua tidak ikut dalam transportasi. Walaupun demikian fleksibilitas
mungkin dapat diberikan atas pertimbangan :

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 126
1. Cara transportasi
2. Jarak tempuh
3. Jumlah dan komposisi tim
4. Status pasien
5. Sikap orang tua
Sebagian besar anak usia pra-sekolah dan sekolah yang sadar, lebih baik disertai oleh orang tuanya
untuk mengurangi risiko menangis atau rewel. Pasien yang tidak responsif tidak memerlukan
pendampingan orang tua.

Keberadaan orang tua atau pengasuh pada beberapa keadaan justru mempunyai pengaruh yang tidak
menguntungkan, antara lain ruang di ambulans menjadi lebih sempit, mengurangi ruang gerak anggota
tim transportasi, mengganggu dan meningkatkan ketidaknyamanan anggota tim transportasi, dan kadang
membuat pasien anak menjadi lebih gelisah. Orang tua yang mendampingi anak saat transportasi kadang
mengalami kepanikan bila anaknya mengalami penurunan keadaan selama proses transportasi. Orang
tua dan pengasuh harus dinilai kemampuannya untuk tetap menurut dan tenang selama transportasi
sebab menangani kegawatan dalam transportasi sudah sangat menyita pikiran, tenaga, dan konsentrasi.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 127
Daftar Pustaka

1. Kleinman ME, Donogghue AJ, Orr RA, Kissoon N. Stabilization and Transport. In: Nichols DG, ed.
Rogers' Textbook of Pediatrc Intensive Care. 5th ed. Philadelphia/China: Lippincott Williams and
Wilkins; 2016:348- 362.

2. Pitt E, Pusponegoro A. Prehospital care in Indonesia. Emerg Med J 2005;22:144-7.

3. Band RA, Gaieski DF, Hylton JH, Shofer FS, Goyal M, Meisel ZF. Arriving by Emergency Medical
Services Improves Time to Treatment Endpoints for Patients With Severe Sepsis or Septic Shock.
Acad Emerg Med 2011;18:934-40.

4. Huber S, Crönlein M, Matthey Fv, et al. Effect of private versus emergency medical systems
transportation in trauma patients in a mostly physician based system- a retrospective multicenter
study based on the TraumaRegister DGU. Scand J Trauma, Resusc Emerg Med 2016;24:1-8.

5. Sankar J, Singh A, Narsaria P, Dev N, Singh P, Dubey N. Prehospital transport practices prevalent
among patients presenting to the pediatric emergency of a tertiary care hospital. Indian J Crit Care
2015;19:474-8.

6. Acker P, Newberry JA, Hattaway LBF, Socheat P, Raingsey PP, Strehlow MC. Implementing an
Innovative Prehospital Care Provider Training Course in Nine Cambodian Provinces. Cureus
2016;8:e656.

7. Hanneg T, Berner J, Eksborg S, Radell PJ, Flaring U. Characteristics and outcomes of critically ill
children following emergency transport by a specialist paediatric transport team. Acta Pediatr
2016;105:1329-34.

8. Pakkanen T, Virkkunen l, Kämäräinen A, et al. Pre-hospital severe traumatic brain injury –


comparison of outcome in paramedic versus physician staffed emergency medical services. Scand
J Trauma, Resusc Emerg Med 2016;24:1-7.

9. Oczkowski SJ, Mazzetti I, Cupido C, Fox-Robichaud AE. The offering of family presence during
resuscitation: a systematic review and meta-analysis. J Intensive Care 2015;3:1-11.

10. McCloskey KA. Interhospital transport of critically ill child, in Singh NC, ed. Manual of Pediatric
Critical Care, WB Saunders Company, Philadelphia 1997; 33-47

11. Udani, S. Transport Protocol in: Khilnani, P. ed. IAP Textbook of Pediatric ICU Protocol 2nd
edition, Jaypee Brother Medical Publishers, Kathmandu, 2013:227-230.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 128
Studi Kasus

Anda sedang bertugas di IGD, mendapat pasien baru anak berumur 6 tahun berat badan 25 kg, dengan
keluhan sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk RS. Pasien sudah dilakukan stabilisasi dan akan di rujuk
ke RS rujukan, langkah apa saja yang harus dilakukan selama proses transportasi?

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 129
Materi 10
Tatalaksana Gawat Napas Pada Bayi dan Anak

Tujuan
- Mampu mengenali tanda gawat napas bayi dan anak
- Mampu melakukan tatalaksana awal gawat napas bayi dan anak
- Mampu menggunakan HFNC sebagai tatalaksana gawat napas
- Mampu melakukan ventilasi tekanan positif

Gawat napas merupakan kondisi gawat darurat dengan gejala kesulitan bernapas akibat gangguan aliran
udara pada saluran napas atau gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida di paru yang dapat
berakibat pada kematian. Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh gangguan pusat napas, saluran
napas (atas dan bawah), parenkim paru, kelainan diafragma, otot pernapasan atau kelainan dinding dada.
Meskipun secara umum gejala sama (takipneu, peningkatan usaha napas, desaturasi, sianosis), terdapat
beberapa tanda khas sebagai pembeda sumber kelainan, contoh: terdengar stridor pada sumbatan jalan
napas atas, mengi pada sumbatan jalan napas bawah, dan ronki halus pada kelainan/penyakit paru.

Gawat napas yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat menyebabkan gagal napas. Gagal napas adalah
ketidakmampuan mekanisme kompensasi fisiologis untuk mencukupi pasokan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida, yang berakibat pada hipoksemia, hiperkapnemia, atau keduanya.

1. TANDA KLINIS GAWAT NAPAS


Gawat napas ditandai oleh taki/bradipneu, hiper/hipopneu, sianosis, atau desaturasi. Pada tahap awal,
pasien akan menunjukkan tanda takipneu, hiperpneu, dan peningkatan usaha napas ringan (napas cuping
hidung, retraksi supraklavikular atau interkostal). Pada tahap lanjut, gejala tersebut dapat diikuti oleh
peningkatan usaha napas (work of breathing, WOB) yang memberat (retraksi suprasternal/sternal) dan
perubahan kesadaran. Bila terjadi dekompensasi, gejala berubah menjadi bradipneu, hipopneu, sianosis,
desaturasi, dan penurunan kesadaran. Seringkali desaturasi tidak membaik dengan pemberian oksigen
100% . Pada tahap ini pasien disebut mengalami gagal napas (lihat Tabel 1).
2. TATALAKSANA UMUM
Tatalaksana awal gawat napas dilakukan dengan memperhatikan airway, breathing, circulation. Untuk
airway, pastikan jalan napas terbuka dan bersih, penggunaan kateter suction kedalam rongga hidung
dapat membantu membersihkan rongga hidung dan nasofaring sehingga dapat memberikan dampak
yang signifikan terhadap bayi dengan gawat napas.
Bayi atau anak gawat napas yang masih sadar harus diposisikan senyaman mungkin, bila perlu letakkan
di pangkuan orang tua atau pengasuh. Bila bayi atau anak mengalami penurunan kesadaran, bayi atau
anak diletakkan pada tempat tidur dengan posisi terlentang, diberikan suplementasi oksigen sesuai
derajat beratnya gawat napas. Pada bayi atau anak yang masih sadar dengan gawat napas ringan biasanya
cukup diberikan oksigen aliran rendah (low flow oxygen), sedangkan pada derajat berat perlu diberikan

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 130
oksigen aliran tinggi (high flow oxygen). Penyesuaian terapi dilakukan melalui pemantauan tanda klinis
dan saturasi oksigen (lihat Tabel 2).

Tabel 1. Gambaran klinis gawat Napas, gagal napas dan henti napas

Penilaian Gawat Napas Gagal napas Henti napas


Status Sadar, gelisah, Kurang responsif Tidak responsif terhadap
mental agitasi, atau memberi suara dan rangsang nyeri
respons terhadap
rangsang sakit Lemas
Tonus otot Dapat duduk (usia Normal atau
>4 bln) hipotonía Tidak bisa mempertahankan
Posisi tubuh posisi tubuh (bayi >7-9 bulan)
Posisi tripod Posisi tripod,
bantuan
mempertahankan Tidak ada napas
Laju napas posisi duduk
Lebih cepat dari
normal Takipnea dengan
periode bradipnea, Tidak ada upaya napas
Upaya napas bradipnea/napas
agonal
Retraksi interkosta
Napas cuping Upaya napas tidak
hidung adekuat, dinding Tidak terdengar suara napas
Suara napas Pemakaian otot dada naik turun
leher Berbercak biru, sianosis
Warna kulit Napas paradoks perifer dan sentral

Stridor, mengi Stridor, mengi,


megap-megap
Kemerahan atau
pucat, sianosis Sianosis sentral
central yang setelah diberi O2,
membaik dengan berbercak biru
pemberian O2 (mottled)
-
3. PENGGUNAAN HIGH FLOW NASAL CANULE
High flow nasal canule (HFNC) merupakan terapi oksigen non-invasif dengan laju aliran tinggi. Berbeda
dengan terapi oksigen aliran rendah, terapi HFNC memberikan konsentrasi oksigen yang konstan,
terukur dan dapat disesuaikan. Terapi HFNC selain meningkatkan oksigenasi, dapat meningkatkan
efisiensi ventilasi, menurunkan upaya napas dan mengurangi intubasi endotrakeal.
Komponen dasar sistem HFNC adalah (lihat Gambar 1):
1. campuran oksigen bertekanan dengan udara yang diatur oleh flow meter/blender
2. reservoir air steril yang dipasang ke pelembab pemanas

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 131
3. sirkuit terisolasi yang dihangatkan untuk menjaga suhu dan kelembaban relatif oksigen
4. kanula non-oklusif.

Tabel 2. Indikasi penggunaan terapi oksigen


Low flow oxygen High flow oxygen
Karateristik Aliran oksigen lebih rendah Aliran oksigen lebih tinggi
daripada aliran inspirasi pasien daripada aliran inspirasi pasien
FiO2 25%-80% 100%
Alat Nasal kanul, sungkup Sungkup non rebreathing, high flow
sederhana nasal canula
Indikasi Gawat napas ringan Gawat napas berat

Pada neonatus, laju aliran tinggi HFNC sebesar ≥2 L / menit, sedangkan pada anak yang lebih besar
≥4–6 L / menit. Kecepatan aliran yang tinggi melebihi insprasi pasien, proses penghangatan dan
pelembaban campuran udara-oksigen memberikan keamanan dan kenyamanan dalam melewati saluran
napas.

Gambar 1. Komponen HFNC

Saat memulai terapi HFNC, klinisi harus mengontrol tiga variabel utama: suhu gas, FiO2, dan laju aliran.
Suhu biasanya diatur sekitar 1–2°C di bawah suhu tubuh, dan disesuaikan untuk kenyamanan pasien.
Pasien anak yang besar dan dewasa muda menggambarkan perasaan tidak nyaman dan agak
klaustrofobik ketika suhu gas berada pada atau di atas suhu tubuh. HFNC biasanya dimulai dengan FiO2
0,6 untuk pasien hipoksemik. FiO2 kemudian dengan cepat disesuaikan selama beberapa menit
berikutnya untuk mencapai saturasi oksigen target (SpO2) 92%–97%.
Pemilihan laju aliran gas didasarkan pada berat badan/usia pasien dan perkiraan dukungan pernapasan
yang dibutuhkan. Secara umum, pasien yang lebih tua / lebih besar dan pasien yang lebih berat upaya
napasnya akan membutuhkan aliran yang lebih tinggi. Pemberian awal dimulai dengan 0,5–1L/kg/menit
dan meningkatkan aliran hingga 1,5–2L/kg/menit selanjutnya dapat mengurangi tekanan intratoraks dan
mengurangi kerja pernapasan (lihat Tabel 3 dan 4).

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 132
Tabel 3. Laju aliran awal HFNC berdasarkan usia dan berat badan
Usia Berat badan Kanula Laju awal Rerata laju
(kg) (L/m) (L/m)
0-30 hari <4 Neonatus 4-5 2-8
1-12 4-10 Infant 4-10 2-20
bulan
1-6 10-20 anak kecil 5-15 3-30
tahun
6-12 20-40 Anak 10-20 5-40
tahun
>12 >40 Anak 20-30 5-50
tahun besar/dewasa

Penyapihan penggunaan HFNC dilakukan setelah kondisi klinis stabil > 24 jam. Beberapa penelitian
merekomendasikan penyapihan sampai FiO2 menjadi 0,3-0,4 sebelum mengurangi laju aliran. Laju aliran
dapat dikurangi 1L/m/jam atau 0,5L/kg tiap 4 jam dengan monitoring. Bila pasien kembali mengalami
gawat napas maka aliran atau FiO2 dinaikkan kembali ke tingkat lebih tinggi yang sebelumnya. Terapi
HFNC dihentikan setelah alirannya laju di bawah 0,5 L/ kg/ menit dan SpO2 dipertahankan di atas 94%
dengan FiO2 <0.4, selanjutnya HFNC dapat disapih ke udara ruangan atau nasal kanul konvensional
dengan mempertimbangkan FiO2.

Setelah inisiasi HFNC, pasien perlu observasi ketat dan terus dipantau. Penilaian klinis yang baik juga
penting untuk mengetahui respon atau kegagalan terapi secara dini. Parameter objektif standar dari
respons klinis adalah tanda vital, upaya napas, dan kebutuhan oksigen.

4. VENTILASI TEKANAN POSITIF


Kemampuan melakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan bag valve mask (BVM) atau ambubag
sangat esensial untuk menjamin oksigenasi dan ventilasi adekuat, terutama pada pasien yang sulit
diintubasi. Penolong tidak seharusnya menghentikan usaha ventilasi semata-mata hanya karena pasien
tidak bisa atau sulit diintubasi. Bahkan tindakan ini harus dilakukan selama transportasi, bila pasien
belum mendapatkan bantuan jalan napas lanjut (advance airway device).

Teknik paling umum dalam ventilasi tekanan positif adalah “E-C clamp”, yaitu dengan 1 tangan penolong
mendongakkan kepala pasien dengan cara mengangkat mandibula dengan 3 jari (kelingking, manis, dan
tengah, seperti huruf E), sementara 2 jari (telunjuk dan ibu jari, seperti huruf C) menekan sungkup ke
wajah pasien. Tangan yang lain memompa balon selama 1 detik tiap tiupan sampai dada pasien terlihat
terangkat (lihat Gambar 2). Pada bayi dan anak, ventilasi dilakukan tiap 3-5 detik (12-20 kali per menit),
sedangkan pada remaja (ada tanda pubertas), ventilasi dilakukan tiap 5-6 detik (10-12 kali per menit).
Khusus pada pasien yang sudah terpasang pipa endotrakeal (endotracheal tube, ETT) atau laryngeal mask
airway (LMA), ventilasi dilakukan tiap 6 detik, pada semua usia. Pada pasien dengan kesulitan jalan napas
(difficult airway), sebaiknya VTP dilakukan oleh 2 orang.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 133
Tabel 4. Pendekatan inisiasi dan eskalasi terapi High-Flow Nasal Cannula
Neonatus Bayi Pre-School Usia Sekolah
(sampai 1 bulan) (1 bulan-12 bulan) (1-4 tahun) ( 5 tahun keatas)

Pengaturan
8L/menit dan FiO2 10L/menit dan 12L/menit dan FiO2
awal 6L/menit dan FiO2 40%
40% FiO2 40% 40%
Terapi eskalasi Penambahan laju Penambahan laju Penambahan laju Penambahan laju
pertama oksigen sampai oksigen sampai oksigen sampai oksigen sampai
8L/menit 10L/menit 12L/menit 16L/menit
Peningkatan FiO2 Peningkatan FiO2 Peningkatan FiO2
Terapi eskalasi Peningkatan FiO2
menjadi 50% jika SpO2 menjadi 50% jika menjadi 50% jika
kedua menjadi 50% jika SpO2
< 92% SpO2 < 92% SpO2 < 92%
< 92%
Tingkatkan FiO2
Terapi eskalasi Tingkatkan FiO2 untuk untuk menjaga SpO2 Peningkatan laju Peningkatan laju
ke tiga menjaga SpO2 92% dan 92% dan rujukan oksigen menjadi oksigen menjadi 20
rujukan “Urgent: ke tim “Urgent: ke tim 15 L/menit L/menit
Perawatan Kritis Anak Perawatan Kritis Anak
(Transportasi) (Transportasi)

Tingkatkan FiO2
Terapi eskalasi Tidak ada Tidak ada Tingkatkan FiO2
untuk menjaga
ke empat untuk menjaga
SpO2 92% dan
SpO2 92% dan
rujukan “Urgent: ke
rujukan “Urgent:
tim Perawatan
ke tim Perawatan
Kritis Anak
Kritis Anak
(Transportasi)
(Transportasi)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 134
Gambar 2. Teknik C-E clamp saat melakukan VTP

Perlu diperhatikan bahwa penolong harus menjamin patensi jalan napas selama VTP untuk menghindari
hipoventilasi, oksigenasi yang inadekuat, dan inflasi gaster. Inflasi gaster dapat menyebabkan regurgitasi,
meningkatkan tekanan jalan napas, serta menurunkan kapasitas residual fungsional paru dan komplians
dinding dada. Untuk itu, penolong harus memilih ukuran sungkup yang tepat (meliputi seluruh hidung,
mulut, dan dagu), menggunakan teknik yang benar dalam membuka jalan napas, dan memastikan
perlekatan yang ketat sungkup dengan wajah. Kadang diperlukan penekanan krikoid oleh penolong
kedua (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Cara memilih ukuran sungkup yang tepat, meliputi seluruh hidung, mulut, dan dagu (kiri).
Proses penekanan krikoid untuk mencegah inflasi paru (kanan)

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 135
Daftar Pustaka

1. Hammer J. Acute respiratory failure in children. Paediatr Respir Rev. 2013;14(2):64–9.


2. Huang Y-CT. Monitoring Oxygen Delivery in the Critically Ill. Chest. 2005;128:554S-60S.
3. Wing R, james C, Maranda LS. Armsby CC. use of high flow nasal cannula support in the emergency
department reduces the need for intubation in pediatric acute respiratory insufficiency. Pediatric
emergency care. 2012;12: 1–7.
4. Sachdev A, Rauf A. Chapter 10 High flow nasal cannula in children: a concise revies and update.
Critical care update. 2019: 1–7.
5. Slain KN, Shein SL, Rotta AT. The use of high-flow nasal cannula in the pediatric emergency
department. J Pediatr (Rio J). 2017;93 Suppl 1:36–45.
6. Nagler J. High flow nasal cannula oxygen therapy in children. Uptodate Wolters Kluwer. 2019:9: 1–
18.
7. Latief A, Pudjiadi A, Prawira Y, penyunting. Advanced Pediatric Resuscitation Course.Jakarta:Badan
Penerbit IDAI:2019.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 136
Studi Kasus

Anak perempuan, 2 tahun, 10 kg, dibawa ke IGD karena sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan
didahului dengan batuk dan demam pada 3 hari sebelumnya. Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak
masih tampak gelisah dan tidak aktif, FP 60 kali per menit, retraksi sela iga, dinding dada, epigastrium.
Saturasi datang 80%, terdapat kebiruan pada kuku jari tangan dan kaki.
a. Bagaimana penilaian pada pasien ini?
b. Bagaimana tatalaksana awal yang diberikan pada pasien ini?

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 137
Materi 11
Syok dan Akses Vaskuler

Tujuan
- Mengetahui mengenali syok pada bayi dan anak
- Mampu melakukan tatalaksana awal syok
- Mampu melakukan pemasangan akses intra oseus bila diperlukan

Syok merupakan keadaan ketidakseimbangan pasokan dan konsumsi oksigen dalam tubuh yang bila
tidak ditangani dapat menyebabkan kematian. Syok dapat disebabkan oleh berkurangnya volume aliran
sirkulasi baik oleh diare, muntah atau perdarahan (syok hipovolemik), gangguan kontraktilitas jantung
(syok kardiogenik), gangguan mekanik seperti pada tamponade jangtung (syok obstruktif), atau
gangguan permeabilitas pembuluh darah akibat proses infeksi/sepsis, reaksi alergi, gangguan persarafan
(syok distributif). Berbagai penyebab syok dapat dilihat pada Tabel 1.

Selain hal tersebut di atas, terdapatnya gangguan ikatan oksigen-hemoglobin dapat menyebabkan syok
akibat hantaran oksigen ke jaringan juga terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keracunan sianida. Tanpa
intervensi yang cepat dan tepat akan menyebabkan kegagalan multi organ dan kematian.

Tabel 1. Berbagai penyebab syok


Hipovolemik Kardiogenik Distributif Obstruktif
perdarahan; Penyakit jantung Anafilaksis; Tension pneumothoraks;
luka bakar, bawaan; Neurologik: kehilangan Tamponade jantung;
sindrom Kardiomiopati; tonus vaskular karena Emboli paru;
nefrotik; Iskemik; cedera tulang Massa mediastinum
muntah, Aritmia belakang atau batang anterior;
diare otak; Koarktasio aorta kritikal
Obat-batan
Sepsis

1. TANDA SYOK PADA BAYI DAN ANAK


Secara umum tanda klinis syok diperlihatkan dengan adanya gangguan pefusi yaitu:
a. Ekstremitas dingin, pucat, atau mottled
b. Penyempitan tekanan nadi <20 mmHg
c. Kualitas nadi sentral lebih besar dari perifer
d. Capillary Refill Time (CRT) >2 detik
e. Penurunan kesadaran atau perubahan status mental
f. Diuresis <1 ml/kg/jam untuk berat badan <30 kg; atau <0,5 mlkg/jam untuk BB >30 kg
g. Penurunan tekanan sistolik <P5 sesuai usia

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 138
Manifestasi klinis syok dibedakan berdasarkan derajat berat penyakit:
a. Fase terkompensasi
Pasien tampak sadar atau agitasi ringan, kulit pucat, laju jantung meningkat, tekanan darah sistolik
normal dan tekanan darah diastolik meningkat atau dapat normal, akral dingin, pengisian kapiler
melambat, dan penurunan produksi urin.
b. Fase tidak terkompensasi
Penurunan kesadaran (somnolen atau letargis), napas cepat dan dalam, tekanan darah turun,
takikardia, pengisian kapiler yang memanjang, akral dingin, oliguri sampai anuri. Pada pemeriksaan
analisis gas darah akan terlihat asidosis metabolik dan meningkatnya serum laktat.
c. Fase irreversibel
Penurunan kesadaran lebih dalam sampai koma, tekanan darah tidak terukur, nadi tidak atau sulit
teraba, anuria, serta tanda-tanda kegagalan sistem organ lain.

2. TATALAKSANA AWAL SYOK


Terapi awal sebagian besar kasus syok adalah mencukupkan oksigenasi pasien dengan pemberian
oksigen, diikuti dengan pemberian cairan isotonik yang diberikan secara cepat. Beberapa kasus
membutuhkan terapi spesifik, antara lain: syok kardiogenik (obat-obatan vasoaktif) dan syok
obstruktif (perikardiosentesis untuk tamponade jantung, chest tube untuk tension pneumothorax,
atau trombolitik untuk trombosis vaskular). Akses vaskular yang cepat dibutuhkan dan sangat
penting terutama untuk resusitasi cairan, pemberian nutrisi dan obat-obatan, serta pemantauan
hemodinamik pada pasien sakit kritis.

Jenis cairan resusitasi yang dapat kita berikan pada keadaan syok secara umum dibagi menjadi koloid
dan kristaloid. Cairan koloid mengandung molekul besar yang dipercaya tidak dapat melewati
membran semipermeabel kapiler. Cairan kristaloid mengandung ion yang permeabel, umumnya
kandungan ion natrium dan klorida menjadi acuan tonisitasnya.
Tujuan pemberian cairan adalah mencukupi volume sirkulasi agar aliran darah dapat menghantar
oksigen dan nutrisi ke jaringan sesuai kebutuhan metabolik, sekaligus mencegah kelebihan air,
elektrolit dan toksisitas iatrogenik yang dapat membahayakan.
Setelah akses vaskular terpasang, cairan kristaloid (atau koloid) diberikan sebanyak 10-20 mL/kg
dalam waktu 5-10 menit, terutama pada syok yang disebabkan oleh kekurangan volume cairan
(hipovolemik, distributif, septik) atau gangguan preload (syok obstruktif). Pada pasien syok dengan
tanda-tanda gagal jantung, yaitu: distress napas disertai ronki paru, hepatomegali, edema, dan
peningkatan tekanan vena jugular, resusitasi cairan dibatasi 5-10 mL/kg dalam 20-30 menit; namun
disarankan juga pemberian inotropik pada tahap awal resusitasi. Pemberian inotropik dan
penghentian resusitasi cairan dilakukan bila terdapat tanda kongesti (hepatomegali dan ronki) atau
tidak terjadi perbaikan hemodinamik setelah pemberian volume 40 mL/kg (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Jenis cairan kristaloid dan koloid untuk resusitasi


Jenis Cairan Jumlah Lama pemberian Dosis maksimal
Ringer laktat, -
Ringer asetat, 20-60 ml/kg 5-10 menit
NaCl 0,9%
Hetastarch 6% 200/05 20 ml/kg 5-10 menit 20 ml/kg/hari
Hetastarch 6% 130/04 20-50 ml/kg 5-10 menit 50 ml/kg/hari

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 139
Albumin 5% 20-60 ml/kg 5-10 menit 6 g/kg/hr (120 ml/kg/hari)
Albumin 20% 20-30 ml/kg 5-10 menit 6 g/kg/hr (30 ml/kg/hari)
Albumin 25% 20-25 ml/kg 5-10 menit 6 g/kg/hr (24 ml/kg/hari)
Gelatin 20-60 ml/kg 5-10 menit -

Setiap pemberian cairan cepat dalam tatalaksana syok, harus diperhatikan tanda kelebihan cairan,
seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tanda kelebihan cairan


• Hepatomegali akut (dengan tepi tumpul)*
• Timbul ronki basah halus
• Irama Gallop
• Peningkatan JVP
• Gambaran edema paru pada foto polos dada AP

Selanjutnya harus dinilai apakah syok teratasi, dengan tanda seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tanda syok teratasi


F. Frekuensi denyut jantung atau nadi menurun
- Kualitas nadi sentral dan perifer sama
- Akral hangat, CRT <2 detik
• Diuresis >1 ml/kg/jam
- Kesadaran membaik
II. Tekanan sistolik >P5

Bila terdapat hipoglikemia yaitu glukosa darah <40 mg/dL, koreksi dengan dektrose 0,5 g/kg bolus IV/IO

Bila terdapat hipokalsemia, yaitu:


a. Usia 1-12 bulan: Ca serum <9,0 mg/dL atau ion kalsium (iCa) <1,05 mmol/L,
b. Usia >1 tahun: Ca serum <8,8 mg/dL atau ion kalsium (iCa) <1,1 mmol/L koreksi dengan Ca
glukonas 10% 50-100 mg/kg (0,5-1 ml/kg) IV/IO selama 5-10 menit.

Pada pasien kritis yang membutuhkan rujukan, stabilisasi harus dilakukan sebelum proses perujukan.
Begitu pula, saat transportasi, perlu tetap dijaga patensi akses vaskular, kesinambungan terapi cairan
dan obat vasoaktif, dan penghitungan keseimbangan cairan.

3. AKSES INTRAOSEUS
Akses atau jalan masuk ke sirkulasi/pembuluh darah sangat menentukan dalam tunjangan hidup lanjut
pada anak. Bila akses ke pembuluh darah dapat dicapai dalam menit-menit pertama, obat dan cairan
dapat diberikan segera sehingga resusitasi mungkin lebih berhasil. Ada beberapa pilihan akses yang
dapat digunakan tergantung dari kebutuhan klinik dan ketrampilan penolong yaitu vena perifer, vena
sentral dan intraoseus.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 140
Saat awal tetap diprioritaskan pemasangan vena perifer. Bila kesulitan menemukan vena kecil, dapat
dipolih pembuluh darah besar yaitu vena basilika, vena safena magna atau vena jugularis eksterna. Jika
terdapat kegagalan pemasangan akses vena perifer sebanyak 3 kali, maka harus dilakukan pemasangan
akses intraoseus. Pemasangan vena sentral tidak dilakukan pada kasus emergensi. Akses intraoseus
dapat berlokasi di tuberositas tibia, maleolus medial atau distal femur.
Indikasi kontra kanulasi intraoseus adalah fraktur pada tulang tempat lokasi pemasangan atau infeksi
seperti selulitis, abses atau luka bakar pada kulit di atas tulang yang dituju. Bila gagal dalam pemasangan
akses intraoseus, dapat diulang kembali dengan lokasi yang berbeda dari lokasi pemasangan pertama.

Prosedur tindakan:
a. Persiapan pasien
Jelaskan kepada pasien atau keluarganya mengenai risiko dan keuntungan teknik ini saat melakukan
informed consent.
b. Persiapan alat dan obat-obatan
c. Jarum intraosseous, sebagai alternatif dapat digunakan jarum suntik ukuran gauge 15 atau 18
d. Syringe 5-10 mL dan jarum suntik steril untuk infiltrasi
e. Cairan NaCl 0,9%
f. Kassa steril, plester
g. Lidokain 1% untuk anestesi lokal
h. Sarung tangan steril
i. Larutan povidon iodin
j. Syringe 50 mL, set infus, threeway stop cock, konektor, dan cairan resusitasi (misalnya: larutan garam
fisiologis)
k. Masker (dan alat pelindung diri)
l. Larutan cuci tangan
m. Pemilihan lokasi
n. Neonatus: tibia proksimal, tepat di bawah lempeng pertumbuhan, distal dari tuberositas tibia.
o. Bayi 6-12 bulan: 1 cm distal dari tuberositas tibia.
p. Anak > 1 tahun: 2 cm distal dari tuberositas tibia.
q. Anak besar : tibia proksimal (pilihan utama), dengan alternatif humerus proksimal, tibia distal (di
atas malleolus medial), radius distal dan ulna distal, femur distal.
r. Alternatif lain: spina iliaka anterior superior (SIAS)

Teknik pemasangan (Gambar 1) :


a. Posisikan tungkai dengan meletakkan bantal pasir kecil/botol infus di belakang lutut.
b. Bersihkan permukaan lokasi dengan larutan povidon iodin, kemudian keringkan dengan kassa
steril.
c. Anestesi lokal dengan teknik infiltrasi.
d. Pegang jarum intraosseous dengan tangan yang dominan.
e. Masukkan jarum pada titik yang telah ditandai pada tibia proksimal, 1-2 cm di bawah tuberositas
tibia.
f. Arahkan jarum dengan sudut 60-90°, sedikit ke arah kaudal, menjauh dari sendi lutut guna
menghindari kerusakan plat epifisis pertumbuhan.
g. Cara penusukan dengan memutar seperti gerakan bor, untuk mencegah jarum menjadi
bengkok.

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 141
h. Jarum harus menembus kulit dan jaringan subkutan, kemudian didorong menembus korteks
tulang, sampai terasa hilangnya tahanan.
i. Keluarkan stilet, lakukan aspirasi sumsum tulang. Jika sumsum mengalir lambat, lakukan aspirasi
menggunakan spuit 5 mL. (Catatan: sumsum tulang dapat digunakan untuk cross-match dan
pemeriksaan kadar gula darah)
j. Pastikan jarum berada tepat pada sumsum tulang, yang ditandai oleh:
a. cairan sumsum tulang dapat diaspirasi
b. jarum dapat berdiri tegak tanpa topangan
c. cairan infus menetes teratur
d. tidak ada edema lokal setelah cairan infus dimasukan
k. Jika sumsum tulang tidak dapat diaspirasi, dorong larutan garam fisiologis steril sebanyak 5 –
10 mL dengan menggunakan syringe. Tahanan harus terasa minimal. Raba dan amati daerah
betis, awasi kemungkinan terjadi ekstravasasi. Jika ya, maka upaya lebih lanjut di lokasi tersebut
harus dihindari.
l. Jika tidak ditemukan aliran balik maupun ekstravasasi, sambungkan set infus dengan threeway
stopcock pada jarum intraosseus yang telah terpasang, lakukan fiksasi jarum dengan bantalan
kassa dan plester. Meskipun drainase gravitasi cukup, infus bertekanan dengan menggunakan
pompa darah atau syringe mungkin diperlukan selama resusitasi.
m. Bila diperlukan, challenge cairan dapat dilakukan dengan menggunakan threeway stopcock dan
syringe 50 mL.
n. Pencarian akses IV terus dilakukan.
o. Lepas akses intraosseous jika sudah didapatkan akses IV (maksimal 24 jam).
p. Tekan lokasi pemasangan jarum intraosseus selama 5 menit.
q. Tutup dengan kassa steril.

Gambar 1. Akses intraosseus


Sumber: Rogers’ Textbook of Pediatric Intensive Care. 2016

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 142
Komplikasi:
a. Gagal memasang akses intraosseus (±20% kasus).
b. Ekstravasasi, dengan kompresi regio poplitea atau saraf tibialis, terutama jika terdapat tulang yang
retak atau berlubang pada korteksnya akibat prosedur intraosseus sebelumnya.
c. Infeksi, berupa osteomielitis (0,6%) dan selulitis.
d. Kerusakan plat epifisis pertumbuhan, hal ini dapat dihindari dengan menjaga jarum tegak lurus ke
tulang.
e. Emboli lemak, walaupun secara teori mungkin terjadi, namun jarang dilaporkan.
f. Sindrom kompartemen

Perhatian :
a. Pemasangan akses intraosseus jangan sampai memperlambat transportasi ke tempat rujukan
b. Maksimal hanya dua kali percobaan pemasangan infus intraosseus
c. Obat-obatan yang diberikan secara intravena (IV), dapat pula diberikan secara intraoseus dengan
dosis yang sama

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 143
Daftar Pustaka

1. Fiorito BA, Mirza F, Doran TM, Oberle AN, Cruz EC, Wendtland CL, et al. Intraosseous
access in the setting of pediatric critical care transport. Pediatr Crit Care Med. 2005;6:50-3.
2. Fisher JD, Nelson DG, Beyersdorf H, Satkowiak LJ. Clinical spectrum of shock in the pediatric
emergency department. Pediatr Emer Care 2010;26: 622-5.
3. Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, et al. Early reversal of pediatric-neonatal septic shock by
community physicians is associated with improved outcome. Pediatrics 2003;112:793–9.
4. Santhanam I, Sangareddi S, Venkataraman S, Kissoon N, Thiruvengadamudayan V, Kasthuri RK.
A prospective randomized controlled study of two fluid regimens in the initial management of
septic shock in the emergency department. Pediatr Emerg Care 2008;24:647-55.
5. Carcillo JA, Han K, Lin J, Orr R. Goal-directed management of pediatric shock in the
emergency department. Clin Ped Emerg Med 2007;8:165-75.
6. McKiernan CA, Lieberman SA. Circulatory shock in children: an overview. Pediatr Rev
2005;26:451-60.
7. Marik PE, Monnet X, Teboul J-L. Hemodynamic parameters to Guide Fluid Therapy. Annals of
Intensive Care 2011;1:1-9.
8. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign: International guidelines for
management of severe sepsis and septic shock: 2008. Crit Care Med 2008;36:296–327.
9. Triratna S dalam buku ajar Pediatri Gawat Darurat UKK Pediatri Gawat Darurat
10. UKK Pediatri Gawat Darurat .Kedaruratan pada anak dalam Buku Pelatihan Prakonika XV
UKK PGD IDAI.IDAI.2011

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 144
Pretest dan Posttest

1. Anak perempuan, 3 tahun, BB 11 kg, dibawa ke UGD karena demam, diare, dan muntah 3 hari.
Pada pengamatan anak tampak apatis, napas cepat dan dalam, ada retraksi dinding dada, suara napas
grunting, akral dingin dan sianosis. Berdasarkan penilaian SAGA, pasien ini dikategorikan :
a. Gawat napas
b. Gangguan kesadaran
c. Gagal sirkulasi
d. Gagal kardiorespirasi
e. Gagal napas

2. Bayi laki-laki 5 bulan, BB 5,5 kg dibawa ke UGD dengan demam tinggi dan sesak napas 4 hari. Pasien
gelisah, nadi 160x/menit, tekanan darah 86/62 mmHg, waktu pengisian kapiler (CRT) 4 detik, RR
58x/menit. SpO2 79%, napas cuping hidung dan retraksi subkostal. Terapi yang paling tepat adalah:
a. Nasal kanul 2 L/menit
b. Simple mask 5 L/menit
c. Sungkup rebreathing 6 L/menit
d. Ventilasi tekanan positif dengan bag-valve mask
e. Sungkup non rebreathing 6 L/menit

3. BG, usia 10 tahun, BB : 30 kg, dibawa ke IGD RS dengan trauma kepala. Pada pemeriksaan fisik :
berespon dengan rangsang nyeri yang sangat kuat, frekuensi jantung : 62 kali/menit, frekuensi napas
: 10 kali/menit, irregular, Tatalaksana yang termasuk didalam tindakan bantuan hidup dasar pada
pasien ini yaitu :
a. Pasang laryngeral mask untuk mempertahankan jalan napas
b. Beri 5 kali bantuan napas awal
c. Kompresi jantung luar
d. Perbaiki posisi pasien dengan posisi stabil
e. Pasang infus perifer

4. Tindakan yang dapat dilakukan pertama sekali untuk membuka jalan nafas pasien pada saat RJPO
adalah :
a. Intubasi
b. Head tilt, chin lift
c. Pemasangan Collar brace
d. Pemberian oksigen
e. Pemberian pernafasan melalui balon resusitasi

5. Tim pengirim atau perujuk mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:


a. Resusitasi dan stabilisasi pasien tanpa target
b. Komunikasi lanjutan dengan penerima
c. Memastikan bahwa penerima tidak dapat menangani pasien
d. Menginformasikan kepada keluarga dan membuat informed consent
e. Menyimpan semua berkas rekam medik

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 145
6. Berikut ini adalah obat-obat yang harus disiapkan di ambulance untuk melakukan intubasi:
a. Atropine
b. Dopamine
c. Epinephrine
d. Hydralazine
e. Dobutamine

7. Tanda klinis syok terkompenasi adalah:


a. Asites dan edema
b. Poliuria dan edema
c. Takikardia dan perlambatan pengisian kapiler
d. Hipotensi
e. Tidak sadar

8. Pada keadaan syok terjadi kegagalan pemasangan akses vena perifer tiga kali oleh petugas yang
kompeten maka pilihan terbaik untuk akses vaskular adalah :
a. Akses vena jugular eksterna
b. Akses vena femoralis
c. Akses intra oseus
d. Akses vena jugular interna
e. Akses vena basilica

9. An M, 4 tahun, sesak 3 hari, didapatkan frekuensi napas 40 kali/menit, sadar-gelisah, terlihat napas
cuping hidung, retraksi intercostal, saturasi 90% tanpa oksigen, terdengar ronki pada kedua paru,
akral hangat dan perfusi perifer baik. Tatalaksana yang sesuai adalah:
a. Sedasi dan intubasi
b. Oksigen sungkup 15 L/menit
c. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 10 L/menit
d. Oksigen nasal 2 L/menit
e. Inhalasi dengan beta-2 agonis

10. Dibawah ini yang bukan merupakan karakteristik low flow oxygen:
a. Memberikan FiO2 25-81%
b. Digunakan pada distress napas ringan
c. Alat yang digunakan adalah nasal kanula
d. Dapat memberikan FiO2 sampai 100%
e. Aliran oksigen lebih rendah daripada aliran inspirasi pasien

11. An. X, 9 tahun mengeluh demam. Pemeriksaan fisis: letargis, RR 32x/mnt retraksi ringan, nadi
120x/mnt, SpO2 98%, Temp 37,8oC. Berapakah skor SADEWA An. X?
a. 3
b. 7
c. 6
d. 5
e. 4

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 146
12. Parameter apa sajakah yang dinilai pada SADEWA?
a. Tensi, nadi, frekuensi napas
b. Nadi, frekuensi napas, saturasi
c. Suhu, nadi, frekuensi napas
d. Kesadaran, nadi, suhu
e. CRT, frekuensi napas, tensi

13. Posisi tangan yang benar pada saat anda melakukan Heimlich Maneuver berada pada ?
a. Antara sternum dan iga
b. Antara umbilikal dan sympisis
c. Antara umbilikal dan xyphoid
d. Antara sternum dan klavikula
e. Tepat di processus xyphoid

14. Komponen high quality CPR adalah :


a. Push hard, push fast, miminal interuption, release completely
b. Push hard, minimal interuption, beri 2 ventilasi
c. Push hard, push fast, benar lokasi penekanan, beri 30 kompresi
d. Push fast, push hard, minimal interuption, perbandingan kompresi 30:2
e. Push fast, push hard, release completely, dilakukan 5 siklus

15. Berikut ini adalah langkah-langkah transport pasien sakit kritis:


a. Penyusunan rencana sangat perlu dilakukan
b. Komunikasi tidak perlu dilakukan
c. Persiapan pra transportasi
d. Hanya dapat menggunakan moda transportasi darat
e. Menggunakan transportasi seadanya

16. Evaluasi akhir mentransport pasien sakit kritis:


a. Penilaian pasien head-to-head
b. Flow sheet rinci mengenai tindakan, nama dan jumlah obat, serta waktu diberikan secara tepat,
tidak perlu diisi
c. Kebutuhan oksigen sudah tersedia sebanyak 1 kali perkiraan waktu tempuh
d. Komunikasi dengan orang tua seperlunya
e. Obat dan alat yang sudah terpasang saja

17. Bila pada pemeriksaan ditemukan stridor, kemungkinan penyebabnya adalah:


a. Sumbatan saluran napas atas
b. Sumbatan saluran napas bawah
c. Kerusakan parenkim paru
d. Kelainan dinding dada
e. Kelainan diafragma

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 147
18. Alat yang dapat digunakan untuk memberikan oksigen aliran tinggi adalah:
a. Nasal kanula
b. Sungkup sederhana
c. Sungkup non rebreathing
d. Oropharingeal airway
e. Endotracheal tube

19. Syok yang terjadi akibat perdarahan termasuk dalam:


a. Syok hipovolemi
b. Syok kardiogenik
c. Syok distributif
d. Syok septik
e. Syok obstruktif

20. Jenis syok yang terjadi akibat kelainan jantung bawaan pada anak adalah:
a. Syok hipovolemi
b. Syok kardiogenik
c. Syok distributif
d. Syok septik
e. Syok Obstruktif

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 148
Studi Kasus

Kasus 1
Seorang anak laki-laki umur 6 tahun 10 bulan, berat badan 22 kg, datang dengan demam 4 hari terus
menerus, anak mengalami kejang, hematemesis dan melena, kesadaran menurun. Saat tiba di ruang
gawat darurat, kesadaran soporous, pernapasan cepat dan dalam, tidak ada retraksi, akral dingin, pucat,
refill kapiler 5 detik, nadi teraba halus, frekuensi nadi 180 kali/menit, tekanan darah 60 mmHg/palpasi.
Pada pemasangan sonde lambung terdapat cairan coklat.

Apa yang anda harus segera lakukan ?


Apa diagnosis penderita diatas?
Apa tatalaksana yang harus anda berikan?
Apa evaluasi yang harus anda lakukan setelah tatalaksana?

Kasus 2
Seorang anak laki-laki umur 4 tahun, berat badan 20 kg, datang ke UGD dengan riwayat demam tinggi
7 hari. Demam terutama di malam hari dan agak turun pada pagi dan siang hari. Riwayat diare selama
4 hari dan melena. Anak datang dengan suhu 40°C, kesadaran somnolen dan gelisah, Tekanan darah
palpasi 80 / mmHg , nadi isi dan tegangan kecil, akral dingin. Frekuensi napas 40x menit, dan dalam, tak
ada retraksi dan tidak ada ronkhi basah, capillary refill time 5 detik. Sejak 4 jam tidak kencing. Apa yang
anda segera harus dilakukan ?
Apa yang anda harus segera lakukan ?
Apa diagnosis penderita diatas?
Apa tatalaksana yang harus anda berikan?
Apa evaluasi yang harus anda lakukan setelah tatalaksana?

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 149
PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS BAGI DOKTER DALAM YANKES IBU
DAN BAYI DI 80 KABUPATEN / KOTA LOKUS PERCEPATAN PENURUNAN AKI
DAN AKB MELALUI METODE BLENDED LEARNING

LOG BOOK PESERTA

SESI TATA LAKSANA


PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI

2022

DIREKTORAT KESEHATAN KELUARGA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 150
DATA PESERTA PELATIHAN

NAMA

ASAL
PUSKESMAS

WAHANA
KLINIK

TELP/HP

Tempel Foto Berwarna 4x6

TANGGAL PENGISIAN:

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 151
Lembar Studi Kasus Pneumonia/TB
Pendampingan Kasus
Concurrent assessment; kasusnya ada, diskusi bedside atau
Retrospective assessment; tidak ada kasus, diskusi berdasarkan rekam medis

Kasus Identitas Pasien dan Keterangan Penjelasan hasil diskusi kasus


Klinis
Pneumonia/TB Insial pasien :
No. rekam medis:

Keluhan utama

Anamnesis

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan penunjang

Tata laksana

Tanda tangan fasilitator

_______________________

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 152
CHECKLIST UNTUK FASILITATOR DI KABUPATEN/KOTA
PNEUMONIA DAN TB

Dari pelatihan ini diharapkan peserta sudah dapat


No Item yang dinilai Penilaian
0 1 2
Pneumonia
1 Dapat melakukan anamnesis dan mengenal factor risiko
pneumonia
2 Dapat melakukan pemeriksaan fisik pneumonia yang
meliputi menghitung laju napas, menentukan adanya takipne,
mengukur saturasi oksigen, mengetahui dadanya desaturasi,
mengetahui adanya tarikan dinding dada
3 Mengetahui adanya tanda bahaya pada pneumonia
4 Mengetahui klasifikasi dan diagnosis pneumonia pada anak
5 Memberikan oksigen
6 Mengetahui pemilihan antibiotika dan dosis serta cara dan
lama pemberian pada pneumonia
7 Dapat melakukan tata laksana suportif lain seperti penurun
panas, pemberian makan, dan mengatasi tanda bahaya yang
ada
8 Mengetahui kapan harus merujuk dan tata laksana pra
rujukan
9 Dapat melakukan edukasi untuk pencegahan dan
pengobatan anak di rumah
Tuberkulosis/TBC
1 Mengetahui diagnosis TBC pada anak
2 Mengetahui pemeriksaan untuk diagnosis TBC pada anak
3 Mengetahui cara melakukan uji tuberkulin/PPD dan
pembacaan serta interpretasinya
4 Mengetahui bagaimana cara mendapatkan bahan pemeriksaan
untuk pemeriksaan BTA/TCM
5 Mengetahui prinsip pengobatan TBC
6 Mengetahui regimen pengobatan dan dosis obat TBC Anak
7 Mengetahui waktu dan apa yang harus dievaluasi saat pasien
control
8 Dapat melakukan edukasi terkait penyakit dan pengobatan
TBC anak
9 Dapat mengetahui bila terjadi efek samping obat dan tata
laksananya
10 Dapat melakukan investigasi kontak dan terapi pencegahan
tuberculosis
11 Dapat mengetahui kecurigaan adanya TBC RO pada pasien
12 Mengetahui pencegahan terjadinya TBC pada anak

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 153
No Item yang dinilai Penilaian
0 1 2
13 Dapat melakukan pencatatan dan pelaporan
14 Dapat melakukan rujukan pasien TBC anak
Jumlah

Skor Akhir: Jumlah nilai/46 x 100% =

Baik bila nilai ≥ 70

Nama/Tanda tangan Penilai: .......................................

*Cara pemberian nilai pada skala kinerja:

1. Peserta pelatihan mengetahui/mengerjakan dengan tidak benar


2. Kandidat mengetahui/mengerjakan tetapi tidak lengkap
3. Kandidat mengetahui/mengerjakan dengan lengkap dan benar

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 154
Lembar Studi Kasus Diare
Pendampingan Kasus
Concurrent assessment; kasusnya ada, diskusi bedside atau
Retrospective assessment; tidak ada kasus, diskusi berdasarkan rekam medis

Kasus Identitas Pasien dan Keterangan Penjelasan hasil diskusi kasus


Klinis
Diare Insial pasien :
No. rekam medis:

Keluhan utama

Anamnesis

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan penunjang

Tata laksana

Tanda tangan fasilitator

________________________

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 155
CHECKLIST UNTUK FASILITATOR DI KABUPATEN/KOTA
DIARE

Dari pelatihan ini diharapkan peserta sudah dapat

No Item yang dinilai Ya Tidak


1. Memahami definisi diare
2. Memahami penyebab diare
3. Dapat melakukan anamnesis
4. Dapat melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
kesadaran, tanda vital dan berat badan
5. Dapat menentukan klasifikasi derajad dehidrasi
6. Memahami pemeriksaan penunjang yang diperlukan
7. Memahami tata laksana Lintas Diare
8. Memahami penggunaan dan dosis pemberian oralit
9. Memahami rencana terapi A
10. Memahami rencana terapi B
11. Memahami rencana terapi C
12. Memahami waktu yang tepat untuk merujuk pasien
13. Memahami cara memberikan rehidrasi per-oral dengan Oralit
14. Memahami cara memberikan rehidrasi intravena
15. Memahami dan menentukan jenis cairan yang digunakan untuk
rehidrasi dan pelaksanaanya
16. Memahami persiapan pra-rujukan untuk anak diare
17. Memahami persiapan pra-rujukan untuk anak gizi sangat kurus
dengan diare
18. Memahami indikasi penggunaan antibiotika
19. Memahami penggunaan preparat Seng dan dosis
20. Mampu memberikab edukasi pada keluarga

Skor Akhir: Jumlah Ya/20 x 100% =

Baik bila nilai ≥ 70

Nama/Tanda tangan Penilai: .......................................

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 156
Lembar Studi Kasus Masalah Gizi
Pendampingan Kasus
Concurrent assessment; kasusnya ada, diskusi bedside atau
Retrospective assessment; tidak ada kasus, diskusi berdasarkan rekam medis

Kasus Identitas Pasien dan Keterangan Penjelasan hasil diskusi kasus


Klinis
Masalah Gizi Insial pasien :
No. rekam medis:

Keluhan utama

Anamnesis

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan penunjang

Tata laksana

Tanda tangan fasilitator

________________________

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 157
CHECKLIST UNTUK FASILITATOR DI KABUPATEN/KOTA
PEMANTAUAN PERTUMBUHAN & PENENTUAN STATUS GIZI
ASI DAN MPASI

Dari pelatihan ini diharapkan peserta sudah dapat

No Item yang dinilai Ya Tidak


Pemantauan pertumbuhan dan penentuan status gizi, ASI dan MPASI
1. Memahami komposisi ASI
2. Memahami metode menyusui yang benar
3. Menilai kecukupan ASI
4. Memahami suhu penyimpanan ASI
5. Memahami kontraindikasi ASI
6. Memahami persyaratan donor ASI
7. Memahami syarat MPASI
8. Memahami kapan pemberian MPASI
9. Memahami komposisi MPASI sesuai usia anak
10. Memahami yang dimaksud dengan responsive feeding
11. Mampu melakukan edukasi praktik pemberian makan yang baik
12. Memahami cara pengukuran berat badan yang benar
13. Memahami cara pengukuran panjang badan dengan benar
14. Mampu menginterpretasikan hasil pengukuran tersebut
15. Mampu mendeteksi masalah gizi yang ada
16. Mampu melakukan evaluasi etiologi dan faktor risiko terjadinya
masalah gizi
17. Mampu melakukan edukasi dan konseling gizi anak dengan atau
tanpa masalah gizi (growth faltering, gizi kurang, gizi buruk)
18. Mampu memahami growth faltering
19. Mampu memberi konseling untuk growth faltering
20. Mampu melakukan rujukan yang tepat

Skor Akhir: Jumlah Ya/20 x 100% =

Baik bila nilai ≥ 70

Nama/Tanda tangan Penilai: .......................................

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 158
CHECKLIST UNTUK FASILITATOR DI KABUPATEN/KOTA
KEGAWATDARURATAN BAYI DAN ANAK

No Item yang dinilai Penilaian


0 1 2
Penilaian Kegawatadaruratan pada Bayi
1 Melakukan triage menggunakan metode segitiga
asesmen gawat anak (SAGA): tampilan, usaha napas,
warna kulit/sirkulasi, menyimpulkan dan melakukan
tatalaksana awal
2 Melakukan penilaian primer (ABCDE): airway, breathing,
circulation, disability, exposure serta tatalaksana yang
sesuai
- bila tidak memerlukan BHD, lanjut ke no 3
- bila memerlukan BHD, lanjut ke no 4-12
3 Melakukan evaluasi pasien menggunakan metode skor
deteksi awal gawat anak (SADEWA), menyimpulkan dan
melakukan tatalaksana
- bila terdapat gawat napas, lanjut ke no 13-16
- bila terdapat tanda syok, lanjut ke no 17-19
4 Menilai status kesadaran pasien secara cepat dengan
cara memanggil nama sambil menepuk bahu
5 Jika pasien tidak ada respon, tidak sadar, tidak bernapas,
atau gasping, melakukan pendekatan “HATI”
• Hubungi bantuan
• Amankan diri dan lingkungan
• Tidak membahayakan pasien
• Investigasi ABC
6 Melakukan perasat jalan napas :
- Head tilt-chin lift atau
- Jaw thrust (jika curiga trauma servikal)

7 Melakukan penilaian pernapasan (bila mungkin dengan:


look, listen and feel)
8 Memberikan napas buatan/ventilasi (dengan mulut atau
balon resusitasi) sebanyak 5 kali
9 Meraba nadi kurang dari 10 detik, pada arteri karotis
(anak) atau arteri brakialis (bayi)
Jika <60x/menit dilakukan kompresi jantung luar
10 Melakukan kompresi dada di lokasi yang tepat dengan
RJP berkualitas, yaitu :
- Push hard: kedalaman kompresi berkisar 1/3 – 1/2
diameter anteroposterior dada
- Push fast: kecepatan kompresi 100-120 kali/menit
- Complete recoil : lepaskan tekanan hingga dada dapat
mengembang penuh
- Minimize interruption: interupsi kompresi dada tidak
lebih dari 10 menit
- Avoid excessive ventilation: saat ventilasi, dada cukup

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 159
terlihat terangkat
11 Melakukan RJP sebanyak 5 siklus atau 1 menit, tiap siklus
terdiri dari :
15 kali kompresi jantung dan diikuti 2 kali bantuan napas
(15 : 2)
12 Melakukan penilaian nadi dan napas setelah 5 siklus, bila
belum teraba nadi dan belum bernapas lanjutkan RJP
13 Bila ada tanda gawat napas, lakukan langkah 13-16
Memilih terapi oksigen sesuai kondisi klinis
14 Mempersiapkan terapi HFNC:
• Pilihan interface
• Pengaturan aliran (flow) awal
• Pengaturan FiO2 awal
15 Melakukan pemantauan pasien dengan HFNC:
• Kondisi klinis
• Usaha napas (work of breathing)
• Saturasi oksigen (SpO2)
16 Melakukan penyesuaian pengaturan HFNC sesuai hasil
pemantauan
17 Bila ada tanda syok, lakukan langkah 17-19
Mampu melakukan pemasangan akses vakuler perifer
dan bila gagal merencanakan pemasangan intraoseus
18 Mampu mempersiapkan alat intraoseus dan melakukan
pemasangan
19 Mengetahui jenis obat dan cairan yang dapat diberikan
melalui akses intraosseus untuk mengatasi syok
20 Mampu menentukan, mempersiapkan, melakukan
pengecekan peralatan, obat-obatan serta komunikasi
yang baik bila menemukan kasus yang perlu dirujuk dan
transport antar rumah sakit

Skor Akhir: Jumlah nilai/40 x 100% =

Baik bila nilai ≥ 70

Nama/Tanda tangan Penilai: .......................................

*Cara pemberian nilai pada skala kinerja:

1. Peserta pelatihan mengetahui/mengerjakan dengan tidak benar


2. Kandidat mengetahui/mengerjakan tetapi tidak lengkap
3. Kandidat mengetahui/mengerjakan dengan lengkap dan benar

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 160
Lembar Studi Kasus Sesi Bayi

Nama :
Asal institusi :
Kab/Kota :
Gelombang :

Pendampingan Kasus
Concurrent assessment; kasusnya ada, diskusi bedside atau
Retrospective assessment; tidak ada kasus, diskusi berdasarkan rekam medis

Kasus Identitas Pasien dan Penjelasan hasil Tanda tangan


Keterangan Klinis diskusi kasus fasilitator
kab/kota
Pneumonia/TB

Diare

Masalah Gizi

Kegawatdaruratan
Bayi

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 161
Lembar Penilaian
Pelatihan Peningkatan Kapasitas Dokter di 120 Kabupaten/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKB
Metode Blended Learning Tahun 2022

Nama :
Asal institusi :
Kab/Kota :
Gelombang :

Penilaian Bobot Nilai Total Nilai


Persentase
Tingkat kehadiran sesi OJT 20%
Tugas Pembelajaran Mandiri 25%
Case-based discussion 30%
1 kasus pneumonia/TB
1 kasus diare
1 kasus masalah gizi
1 kasus kegawatdaruratan bayi
(concurrent/retrospective berdasarkan rekam
medis)
Prosedur (berdasarkan checklist) 25%

Nilai akhir

PANDUAN PESERTA SESI TATA LAKSANA PENYEBAB TERBANYAK KEMATIAN BAYI 162
163

Anda mungkin juga menyukai