Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita adalah individu atau sekelompok individu yang berasal dari

suatu penduduk yang berada dalam rentan usia tertentu. Usia balita dapat

dikelompokkan menjadi tiga golongan. Kelompok yang pertama yaitu

kelompok golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun), dan

golongan pra sekolah (>3-5 tahun). Adapun menurut WHO, kelompok

balita adalah 0-60 bulan (Adriani, M. Bambang, 2014).

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017

AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita telah

mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) 2030 yaitu

sebesar 25/1.000 kelahiran hidup (KEMENKES, 2018).

Menurut Persagi (1992) dalam buku Gizi Seimbang dalam

KesehatanReproduksi (Balanced Nutrition in Reproductive Health),

berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu anak lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang

dikenal dengan“batita” dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima

tahun yangdikenal dengan usia “prasekolah” (Irianto, 2014).


2

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit yang

sering menimpa pada anak-anak, terutama anak-anak dengan rentan usia

1-4 tahun. Kejadian ISPA pada anak-anak di Indonesia menempati urutan

ke dua setelah kejadian diare. Keluarga memiliki peranan yang sangat

penting dalam upaya pencegahan penyakit ISPA. Upaya pencegahan

yang dilakukan oleh keluarga dapat melalui tugas pelaksanaan kesehatan

keluarga yang seharusnya dilakukan oleh keluarga dengan baik. Dengan

semakin mampunya keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga

maka tingkat ISPA yang terjadi dalam keluarga semakin ringan.

Kasus ISPA terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta)

dan pakistan (10 juta) serta Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-

masing 6 juta kasus. Dari semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-

13% merupakan kasus berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit.

batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Eirektorat jenderal pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan (Ditejn P2PL) Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia di tahun 2017, Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA

merupakan penyebab 15% dari kematian balita yang diperkirakan

berjumlah 922.000. Sementara di Indonesia pada tahun 2017 terjadi

peningkatan sebanyak 63,45% dari jumlah kematian balita 0,16% lebih

tinggi dibandingkan tahun 2014 yang hanya 0.08%. Angka kejadian balita

terkena ISPA di provinsi Jawa Tengah berjumlah 3,6% (KEMENKES,

2017).
3

Menurut catatan rekam medis menunjukan bahwa dalam satu tahun

balita yang menderita ISPA pada tahun 2017 mencapai angka 900 orang.

Dengan ISPA menempati urutan kedua pada 10 penyakit terbanyak 4,5

di berbagai daerah, kasus ISPA banyak terjadi pada anak-anak karena

berbagai faktor risiko yang dapat menjadi Pemicu ISPA yaitu adanya

infeksi virus, seperti parainfluenza. Pengendalian ISPA di Indonesia

dimulai pada tahun 1984 bersamaan dengan dimulainya pengendalian

ISPA di tingkat global oleh( WHO).

Pengobatan (ISPA) di masyarakat ada beberapa macam cara

pengobatannya, seperti menggunakan obat-obatan yang dibeli toko tanpa

resep dokter, (swamedikasi), menggunakan bahan tradisional di

lingkungan sekitar atau meminta pertolongan pada dukun, kalo belum

berhasil baru masyarakat pergi ketempat pelayanan kesehatan medis.

Tanaman kayu putih memiliki kandungan eucalyptolatau cineole

dalam kayu putih bermanfaat meredakan batuk, hidung tersumbat, dan

sakit kepala dengan mengurangi peradangan serta lendir. Bahkan

kandungan cineoledalam kaytu putih terbukti bermanfaat untuk terapi

pasien penyakit paru obstruktif kronik.

Tinggi kematian balita di Indonesia mencapai 28.158 jiwa pada 2020.

dari jumlah itu, sebanyak 20.266 balita (71,97%) meninggal dalam rentang

Usia 12 bln -2 thn. Sebanyak 5.386 balita (19,13. Kematian balita paling

banyak karena pneumonia, yakni 14,5% (KEMENKES, 2021). Ada pula

kematian balita akibat diare sebesar 9,8%, kelainan kongenital lainnya


4

0,5%, penyakit syaraf 0,9%, dan faktor lainnya 73,9%. Sementara, 42,83%

kematian balita dalam rentang usia 12-59 bulan karena infeksi virus.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu “Bagaimana melakukan

asuhan kebidanan pada Balita ISPA dengan menerapkan Terapi uap air

daun kayu putih?

C. Tujuan umum

Melaksanakan asuhan kebidanan pada Balita yang mengalami ISPA

dengan masalah ketidak efektifan jalan napas pada balita.

D. Tujuan khusus

Proposal Laporan Tugas Akhir ini mempunyai tujuan khusus yaitu

1. Mampu memahami konsep dasar tentang penyakit ISPA pada

balita dan mampu memahami konsep dasar askep tentang ISPA

pada balita.

2. Melakukan pengkajian kebidanan pada anak yang mengalami

ISPA dengan masalah Ketidak efektifan Jalan Nafas.

3. Menentukan diagnosa kebidanan pada yang mengalami ISPA

dengan masalah ketidak efektifan jalan napas.

4. Penulis melakukan intervensi pengkajian Asuhan Kebidanan

balitaisakit dengan Fokus Intervensi Pemberian Uap Daun Kayu

Putih dengan masalah ketidak efektifan jalan nafas.


5

5. Penulis melakukan implementasi Tindakan terhadap pengkajian

Asuhan Kebidanan Balita dengan Fokus Intervensi Pemberian Uap

Daun Kayu Putih dengan masalah ketidak efektifan jalan nafas.

6. Penulis melakukan evaluasi pengkajian Asuhan Kebidanan Balita

dengan Fokus Intervensi Pemberian Uap Daun Kayu Putih dengan

masalah ketidak efektifan jalan nafas.

7. Penulis melakukan dokumentasi Asuhan Kebidanan Balita dengan

Fokus Intervensi Pemberian Uap Daun Kayu Putih dengan masalah

ketidak efektifan jalan nafas.

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Pendidikan Proposal Tugas Akhir ini diharapkan dapat

menambah wacana kepustakaan dan referensi tentang pemberian uap

air daun kayu putih pada Balita ISPA dan sebagai bahan bacaan

diperpustakaan Universitas An Nuur.

2. Bagi Bidan dan tenaga kesehatan Proposal Tugas Akhir ini diharapkan

dapat meningkatkan peran serta Bidan dan tenaga kesehatan dalam

pemberian asuhan kebidanan pada Balita ISPA khususnya dalam

menerapkan tindakan pemberianuap air daun kayu putih untuk

memperlancar jalan nafas pada Balita ISPA.

3. Bagi Penulis Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan

analisa pengaruh pemberianuap air daun kayu putih pada Balita ISPA.

4. Manfaat bagi Masyarakat


6

Dapat mengetahui tentang pengertian dan hal yang menyebabkan

terjadinya ISPA yang dapat dilihat dari keluhan yang dirasakan balita

mulai dari keluhan yang pertama kali dirasakan balita.dan dapat

meningkatkan penanggulangan dan pengobatan terhadap ISPA.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Proposal Laporan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan

sistematika penulisan sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN yang berisi tentang latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat dan sistematika penulisan.

2. BAB II KONSEP TEORI yang berisi tentang penjelasan teori, konsep

pengkajian dan metodelogi yang digunakan dalam pengumpulan dan

penilitian.

3.BABIII TINJAUAN KASUS yang berisi tentang kasus dan

penatalaksanaan yang dilakukan penulis pada klien yang meliputi tujuh

Langkah varney yaitu pengkajian, interpretasi data,

diagnose potensial, antisipasi, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

4. BAB IV PEMBAHASAN yang berisi tentang kesenjangan antara

tinjauan teori dan tinjauan kasus yang terjadi dilapangan. Sehingga


7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. TINJAUAN TEORI

1. Balita

Balita adalah individu atau sekelompok individu dari suatu

penduduk yang berada dalam rentan usia tertentu. Usia balita dapat

dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan usia bayi (0-

2 tahun), golongan batita (2-3 tahun), dan golongan prasekolah

(>3-5 tahun). Adapun menurut WHO, kelompok balita adalah 0-60

bulan (Adriani, M. Bambang, 2014).

2. Definisi Sistem Respirasi

Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama

untuk melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses

mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa

tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk

metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate, I. Nair,

2017). Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas


8

dan sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari

hidung, faring dan 12 laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah

terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011)

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Respirasi ( Fillancano, 2013)

3. Oragan pernafasan

a. Hidung

Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan

organ pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian

eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di hidung bagian

eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline

kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior

dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :

1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang

masuk

2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau)


9

3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang

besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal

digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior

tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada

rongga mulut); ron gga hidung dibatasi dengan otot dan

membrane mukosa (Derrickson, B. H., Tortora, 2013).

b. Faring

4) Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong

dengan panjang 13 cm. Dinding faring disusun oleh otot

rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot rangka

yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap

sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang

terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran

untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi

untuk suara saat berbicara, dan 13 tempat bagi tonsil

(berperan pada reaksi imun terhadap benda asing)

(Derrickson, B. H., Tortora, 2013).

c. Laring

Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3

bagian tunggal dan 3 bagian berpasangan. 3 bagian yang

berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan

corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan

dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane


10

mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara.

3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid,

epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoidkeduanya berfungsi

melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan

mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus

(Peate, I. Nair, 2017).

d. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler

yang dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga

dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak

zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas

melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak.

Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang

menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang masuk

kembali keatas (Peate, I. Nair, 2017).

e. Bronkus

Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama,

bronkus kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang ini

memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing

paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek,

dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan

pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan

bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi


11

mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga

menyebabkan bronkitis kronis.

f. Paru

Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut

lobus. Terdapat tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua

lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang

yang bernama cardiac notchyang merupakan tempat bagi

jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran

pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura.

Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral

pleura membatasi paru itu 15 sendiri. Diantara kedua pleura

terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi

gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat

bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga

membantu pleura isceral dan parietal melekat satu sama lain,

seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate, I. Nair,

2017).

Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil

yaitu bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah

pada bronchiole terminal. Di bagian akhir bronchiole terminal


12

terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat

dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).

Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel

tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk

sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II

jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel

alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama

pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel

dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang 16

mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung

surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap

lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar.

Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid dan

lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara

ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding

alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran

respiratori (Derrickson, B. H., Tortora, 2013).

Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap

berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal.

Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism intraseluler

yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah

serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan


13

karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh

(Sherwood, 2010).

4. Proses pernafasan

Proses pernafasan manusia yaitu udara masuk lewat hidung

dan mulut, kemudian melewati proses penyaringan pratikel

kecil oleh rambut hidun, lalu menuju ketrakea atau batang

tenggorokan. Udara masuk ke paru-paru melewati saluran

pernafasan yang disebut denganan bronkus, kemudian

berujung di aveolus. Ada 2 jenis proses pernafasan manusia

yaitu:

a) Fase Inspirasi yaitu otot diafragma berkontraksi

(mendatar), tulang rusuk terangkat, rongga dada

membesar, tekanan paru-paru mengecil, dan udara

masuk.

b) Fase Ekspirasi yaitu otot diafragma berelaksai

(melengkung), tulang rusuk turun, rongga dada

menegecil, tekanan paru-paru membesar,udara

keluar.

5. Ganguan respirasi

Berbagai gangguan sistem respirasi yang sering terjadi

diantaranya;

1) Flu
14

Flu disebabkan oleh virus influenza yang menginfeksi

hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Virus penyebab

gangguan respirasi ini dapat menyebar melalui udara,

benda yang telah terkontaminasi, maupun kontak fisik

dengan penderita flu.

2) Faringtis

Faringitis adalah peradangan pada tenggorokan atau

faring. Keluhan ini disebabkan oleh infeksi bakteri

maupun virus.

3) Laringtis

laringitis, yaitu peradangan yang terjadi pada laring

atau pita suara. Keluhan ini umumnya disebabkan

oleh penggunaan laring yang berlebihan, iritasi, atau

infeksi.

4) Asma

Asma merupakan gangguan respirasi yang ditandai

dengan peradangan pada saluran pernapasan. Keluhan

ini membuat saluran napas mengalami penyempitan.

Penyebabnya bisa karena alergi, paparan asap, polusi,

hingga udara dingin.

5) Bronkitis

Bronkitis terjadi ketika saluran yang membawa udara

ke paru-paru atau bronkus mengalami peradangan.


15

Akibatnya, gangguan respirasi ini menyebabkan

penderitanya batuk berdahak. Bronkitis dapat terjadi

akut atau kronis.

6) Emfisma

Emfisema adalah penyakit kronis atau jangka

panjang akibat kerusakan pada alveolus, yaitu kantong udara

kecil pada paru-paru. Gangguan respirasi ini lebih sering

dialami oleh perokok aktif.

7) Penoumia

Pneumonia adalah gangguan respirasi pada paru-paru

yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau

jamur. Pneumonia juga bisa disebabkan oleh virus

SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.

8) Kangker paru-paru

Kanker paru-paru merupakan salah satu jenis kanker

paling berbahaya dengan angka kematian yang tinggi.

Baik perokok aktif maupun pasif berisiko tinggi

terkena kanker paru-paru.

6. ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan)

Darmanto (2009) menyebutkan bahwa ISPA dibagi menjadi

dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas dan

infeksi saluran bagian bawah nfeksi Saluran Pernafsan Akut

mempunyai pengertian sebagai berikut (Fillacano, 2013) :


16

a. Infeksiadalah proses masuknya kuman atau mikroganisme

lainnya ke dalam manusia dan akan berkembang biak

sehingga akan menimbulkan gejala suatu penyakit.

b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi

dalam proses respirasi mulai dari hidung hingga alveolus

beserta adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga

tengah, dan pleura.

c. Infeksiakut merupakan satu infeksi yang berlangsung sampai

berlangsung 14 hari menunjukan suatu proses akut meskipun

untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA ini

dapat berlangsu lebih 14 hari.

7. Klasifikasi

a.Infeksi saluran pernafasan akut atas

Infeksi saluran pernafasan akut atau merupakan infeksi

yang menyerang saluran pernafasan bagian atas (faring).

Terdapat beberapa gejala yang ditemukan pada infeksi ini

yaitu demam, batuk, sakit tenggorokan, bengkak di

wajah,nyeri telinga, ottorhea, dan mastoiditis

(Parthasarathy, 2013). Beberapa penyakit yang merupakan

contoh infeksi saluran pernafasan akut atas yaitu sinusitis,

fangitis, dan otitis media akut (ziady and small, 2016).

b. Infeksi saluran penafasan bawah


17

Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi

yang menyerang saluran pernafasan bagian bawah.

Seseorang yang terkena infeksi pada saluran pernafasan

bawah biasanya akan ditemukan gejala takipnea, retraksi

dada, dan pernafasan wheezing (Parthasarathy (ed),

etal,2013). Beberapa penyakit yang merupakan contoh

infeksi saluran pernafasan akut bawah yaitu bronchiolitis,

bronchitis akut, dan pneumonia (Zuriyah, 2015).

8. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non-

infeksius. Agen infeksius yang paling umum dapat

menyebabkaninfeksi saluran pernafasan akut adalah virus,

sepertirespiratorysyncytialvirus (RSV), Parainfluenza dan

Human metapneumoviruses. Agen infeksius selain virus juga

dapat menyebabkan ISPA, staphylococcus, haemophilus

influenza, Chlamydia trachomatis, mycoplasma, dan

pneumococcus (Hockenberry, M., Wilson, 2015).

Misnadiarly (2009) menyebutkan bahwa selain agen

infeksius, agen noninfeksius juga dapat menyebabkan ISPA

sepertiinhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia,

asap rokok, debu, dan gas. Proses patogenesis terkait dengan

tiga faktor utama, yaitu keadaan imunitas inang, jenis

mikroorganisme yang menyerang pasien, dan bernagai faktor


18

yang berinteraksi satu sama lain (Anjani, A. S., Dahlan, S., &

Mayasari, 2019).

Infeksi patogenmudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel

epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang

terdahulu.ISPA melibatkan invasi langsung ke dalam mukosa

yang melapisi saluran pernafasan. Inokulasi atau masuknya

bakteri atau virus terjadi ketika tangan seseorang kontak

dengan patogen, kemudian orang tersebut memegang hidung

atau mulut, atau ketika seseorang secara langsung menghirup

droplet dari batuk penderita ISPA. Setelah terjadinya

inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa

pertahanan tubuh, seperti pertahanan fisik danmekanikal,

humoral, pertahanan imunitas. Pertahanan fisik dan

mekanikal seperti rambut halus yang melapisi hidung

sehingga dapat menangkap dan menyaring patogen, lapisan

mukosa banyak terdapat pada saluran pernafasan atas

sehingga dapat mencegah masuknya bakteri yang potensial,

sudut yang dihasilkan dari persimpangan antara hidung dan

faring menyebabkan partikel-partikel besar akan jatuh ke

belakang tenggorokan, sel-sel bersilia pada saluran

pernafasan bawah menangkap dan membawa patogen

kembali ke faring dan dari situ patogen tersebut akan dibawa

ke lambung.Inflamatory cytokines dari sel host memediasi


19

respon imun untuk menyerang patogen. Flora normal

nasofaring seperti spesies staphilokokus dan sterptokokus

membantu pertahanan melawan patogen yang potensial.

Pasien dengan fungsi imun dan humoral yang kurang optimal

meningkatkan risiko tertular ISPA, dan mereka berada dalam

risiko tinggi untuk penyakit yang lebih lama dan berat.

menangkap dan membawa patogen kembali ke faring dan

dari situ patogen tersebut akan dibawa ke

lambung.Inflamatory cytokines dari sel host memediasi

respon imun untuk menyerang patogen. Flora normal

nasofaring seperti spesies staphilokokus dan sterptokokus

membantu pertahanan melawan patogen yang potensial.

pasien dengan fungsi imun dan humoral yang kurang optimal

meningkatkan risiko tertular ISPA, dan mereka berada dalam

risiko tinggi untuk penyakit yang lebih lama dan berat

Penyebaran virus dari manusia ke manusiasering terjadi pada

ISPA.

Infeksi awal pada nasofaring mungkin menyerang beberapa

struktur saluran nafas dan menyebabkan sinusitis, otitis

media, epiglottitis, laringitis, trakeobronkitis, 21 dan

pneumonia.

inflamasi yang menyerang pada level epiglotis dan laring

dapat membahayakan jalannya udara terutama pada balita.


20

9. Patofisiologi

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran

nafas. Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah

pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada

jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung,

refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan

fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita

maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem

pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah

saluran pernafasan atas maupun bawah (Fuad, 2008).

10. Manifestasi klinis

Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali

terjangkit infeksi oleh berbagai jenis mikroorganisme. Tanda

dan gejala dari infeksi yang terjadi pada sluran pernafasan

tergantung pada fungsi saluran pernafasan yang terjangkit

infeksi, keparahan proses infeksi, dan usia seseorang serta

status kesehatan secara umum (Porth, 2017).

Darmanto (2009) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai

dengan anatomi saluran pernafasan yang terserang

yaitu:a.Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala

yang sering timbul yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal

yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair,

konjungtivitis ringan, sakit tenggorokan yang ringan sampai


21

berat, rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan

uvula, sakit kepala, malaise, lesu, batuk seringkali terjadi, dan

terkadang timbul demam.

Gejala yang timbul biasanya didahului oleh gejala infeksi

saluran pernafasan bagian atas seperti hidung buntu, pilek,

dan sakit tenggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan

sampai berat, biasanya dimualai dengan batuk yang tidak

produktif. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi

sputum yang banyak; dapat bersifat mucus tetapi dapat juga

mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan

ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengar

jika produksi sputum meningkat. Dan juga tanda dan gejala

lainnya dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit

tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar

dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti

batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam

dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan

antibiotic (F, 2016).

11. Komplikasi ISPA

Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus

paranasal dan bagian –bagian lain saluran pernafasan.

Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang -

kadang bernanah, Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis,


22

atau selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang paling

sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi –bayi

kecil sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan, infeksi

virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran

pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru

menurun walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak

mencolok atau tidak ada (Behrman, 2015).

12. Penatalaksanaan

Menurut WHO, (2017) penatalaksanaan ISPA sedang

meliputi : Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau

selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang paling

sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi –bayi

kecil sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan, infeksi

virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran

pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru

menurun walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak

mencolok atau tidak ada (Behrman, 2015).

Penatalaksanaan ISPA sedang meliputi :

1. Suportif Meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang

adekuat, pemberian multivitamin

2. Antibiotic

a) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab Utama

ditujukan pada pneumonia, influenza dan aureus Pneumonia


23

rawat jalan yaitu kotrimoksasol 1mg, amoksisillin 3 x ½

sendok teh, amplisillin (500mg) 3 tab puyer/x bungkus / 3x

sehari/8 jam, penisillin prokain 1 mg.

b) Pneumonia berat yaitu Benzil penicillin 1 mg, gentamisin

(100 mg) 3 tab puyer/x bungkus/3x bungkus/3x sehari/8jam

Antibiotik baru lain yaitu sefalosforin 3 x ½ sendok teh,

quinolon 5 mg,dll.

c) Beri obat penurun panas seperti paracetamol 500 mg,

asetaminofen 3 x ½ sendok teh. Jika dalam 2 hari anak yang

diberikan antibiotik tetap sama ganti antibiotik atau rujuk dan

jika anak membaik teruskan antibiotik sampai 3 hari

(KEMENKES, 2018).

d) Terapi daun kayu putih

Daun kayu putih adalah tumbuhan (Melaleuca leucadendra)

dengan kandungan terbesarnya adalah eucalyptol (cineole). Hasil

penelitian tentang khasiat cineole menjelaskan bahwa cineole

memberikan efek mukolitik (mengencerkan dahak), bronchodilating

(melegakan pernafasan), anti inflamasi dan menurunkan rata-rata

eksaserbasi kasus paru obstruktif kronis dengan baik seperti pada

kasus pasien dengan asma dan rhinosinusitis. Selain itu efek

penggunaan eucalyptus untuk terapi bronkhitis akut terukur dengan

baik setelah penggunaan terapi selama empat hari.


24

eucalyptus dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal diantaranya

untuk mengurangi sesak nafas karena flu atau asma dengan cara

mengoleskan pada dada, mengobati sinus dengan cara menghirup uap

air hangat yang telahditeteskan minyak eucalyptus serta melegakan

hidung tersumbat dengan cara menghirup aroma minyak eucalyptus.

Kandungan utama dari tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai

pengencer dahak, melegakan saluran pernapasan, anti inflamasi dan

penekan batuk.manfaat Daun kayu putih:

a. Meredakan masalah pernapasan

Minyak kayu putih dapat meredakan masalah pernapasan, seperti

batuk, pilek, sakit tenggorokan, asma, bronkitis, dan sinusitis.

Menghirup uap minyak kayu putih juga dapat meringankan pilek

dan hidung tersumbat. Hal ini disebabkan oleh kandungan

antibakteri dalam minyak kayu putih dapat menghilangkan bakteri

pada saluran pernapasan. Selain dengan cara dihirup, mengoleskan

minyak kayu putih ke bagian dada dan tenggorokan juga mampu

meredakan gejala batuk dan pilek. Karena manfaatnya ini, minyak

kayu putih pun dapat kita temukan dalam tablet hisap untuk

meredakan batuk dan juga dalam inhaler.

b. Menghilangkan nyeri pada persendian

Minyak kayu putih dapat membantu meringankan nyeri

pada persendian. Bahkan, beberapa krim atau salep yang berfungsi

untuk meringankan rasa sakit akibat osteoartritis dan rematoid


25

artritis mengandung minyak kayu putih. Uap minyak kayu putih

merupakan analgesik dan antiinflamasi.

Pemakaian minyak kayu putih direkomendasikan untuk

Anda yang menderita rematik, sakit pinggang, terkilir, otot kaku,

pegal-pegal, dan nyeri saraf. Mengoleskan minyak kayu putih pada

daerah sendi atau otot yang terasa nyeri dan memijatnya dengan

lembut dapat membantu meringankan tekanan dan nyeri pada sendi

dan otot tersebut. Hal ini karena minyak kayu putih memiliki efek

relaksasi pada sistem saraf dan otot. Minyak kayu putih dapat

meningkatkan aliran darah pada area yang terasa nyeri sehingga

dapat mengurangi peradangan.

c. Bahan dan Cara pemeberian terapu uap daun kayu putih

1. Bahan

a. Daun kayu putih

b. Air untuk merebus daun kayu putih

c. Baskom

d. Kain

2. Cara pemberian

e. Campurkan minyak kayu putih dan air panas

f. Siapkan tempat yang pas untuk melakukan terapi

g. Lakukan pemijatan pada anak sambil mengirup uap yang

keluar, lakukan pemijatan pada punggung anak secara lembut

dan perlahan, sambil memijat, pastikan agar kepala anak


26

tidak terlalu dekat dengan uap agar ia tidak kepanasan, jaga

tangan anak agar tidak menyentuh air panas.

h. Lakukan terapi uap daun kayu putih 2x sehari dalam waktu

5 menit

B. Manejemen kebidanan

Manajemen kebidanan adalah suatu pendekatan proses pemecahan

masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran

dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan, keterampilan dalam

rangkaian atau tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang

terfokuskan pada pasien. (Varney, 2007) proses manajemen kebidanan

terdiri dari 7 langkah yang berurutan, yaitu :

1. Pengkajian

Pengajian merupakan langkah menungmpulkan sumua data yang

akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi

klien secara menyeluruh. Bidan dapat melakukan pengkajian secara

efektif,

maka harus menggunakan format pengkajian yang terstandar agar

pernyataan yang diajukan lebih terarah dan relevan. Pengkajian data

dibagi menjadi :

a) Data subjektif

1) Biodata pasien

a) Balita
27

Hal yang perlu ditanyakan adalah nama lengkap dan

jelas, tujuan dari nama lengkap ini agar dapat mengenali

dan memanggil pasien supaya tidak keliru dalam

memberikan penanganan.

b) Umur

Pada umur ini ditulis dalam tahun agar mengetahui usia

pasien dan untuk mengetahui tingkat resikonya.

c) Suku/bangsa

Hal ini menjadi acuan terhadap pengaruh adat istiadat

dan kebiasaan sehari-hari.

d) Alamat

Hal ini digunakan untuk mengetahui tempat tinggal

pasien dimana agar mempermudah saat kunjungan

rumah pasien, dan untuk menjaga kemungkinan pasien

memiliki nama yang sama.

2) Keluhan utama

Masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan ISPA

misalnyasesak nafas, batuk, pilek, dan demam.

3) Riwayat Prenatal

a) Gangguan selama kehamilan

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan

adanya gangguan pada kehamilan.


28

b) Upaya mengurangi

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan

adanya riwayat penyakit dan cara menguranginya.

c) Tempat dan Usia Kehamilan

Data ini diperlukan untuk mengetahui tempat persalinan,

dan usia kehamilan saat persalinan.

4) Riwayat Natal

Tempat Persalinan : untuk mengetahui tempat bersalin.

Penolong : Penolong saat Persalinan

Cara Persalinan: Normal/ SC

Kondisi Saat lahir : Normal atau Prematur

BB : Berat badan bayi baru lahir

PB : Panjang badan bayi baru lahir`

5) Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi yang diterima sesuai umur

6) Pola Kebutuhan Sehari-Hari

a) Nutrisi

Kebutuhan kalori pada balita diperlukan 1600 kkal.

Mengambarkan tentang pola makan dan minum,

frekuensi, banyaknya, jenis makan makanan. Dan karena

adanya mual dan muntah yang disebabkan karena

lambung yang meradang. (Varney, 2007)

b) Eliminasi
29

Mengambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan yang

berada pada tempat yang berasap mengakibatkan susah

nafas.

c) Istirahat

Pola istirahat yang dianjurkan adalah tidur malam 7-8

jam perhari, untuk tidur siang kurang lebih 1 jam

perhari, karena pada anak-anak dengan diare disertai

demam. (Varney, 2007)

d) Aktifitas

Pada pola aktifitas ini mengambarkan keseharian. Pada

tahapan ini yang dikaji apakah aktifitas pasien berpengaruh

terhadap kesehatan yang dialaminya.

e) Personal hygiene

Pada personal hygiene ini perlu dikaji untuk mengetahui

apakah pasien selalu menjaga kebersihan dirinya

terutama gangguan integitas kulit.

7) Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan yang yang dialami pasien atau

pernah mengalami diare sebelumnya.

8) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat Kesehatan yang lalu, saat ini dan sekarang yang

dialami.

b) Data objektif
30

Data objektif dapat diperoleh melalui pemeriksaan fisik sesuai

dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara

inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Pemeriksaan fisik meliputi :

1) Vital Sign

Vital sign ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui keadaan

pasien terkait dengan kondisi yang sedang dialami oleh pasien,

seperti

a) Suhu tubuh

Dalam keadaan normal suhu badan berkisar 36,5C - 37,5C

pada balita dikatakan normal bila kenaikannya tidak

melebihi 0,5C dan dibawah 38C.

b) Nadi

Nadi berkisar antara 60-80 x/m . Denyut nadi siatas 100

x/m pada balita mengindikasikan adanya suatu infeksi.

c) Pernafasan

Pernafasan pada balita normalnya 22-30x/m

2) Status present (Varney, 2007)

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dari kepala hingga

kaki (head to toe).

a) Rambut

Penyebaran rata, bersih, dan rontok

b) Kepala
31

bentuk kepala simentris/asimetris

c) Muka

Keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan, adakah

oedema atau tidak.

d) Mata

kondisi pasien biasanya mata Simetris , pucat, konjungtiva

merah muda.

Meliputi pemeriksaan : conjungtiva,sklera,dan oedema

e) Mulut dan gigi

Bibir lembab atau kering, lidah kotor atau bersih, gigi ada

karies atau tidak, gusi epulsi atau tidak, caries atau tridak

f) Hidung

Bentuk hidung simetris atau asimetris, fungsi hidung

g) Telinga

Pendengaran baik atau tidak, serumen ada atau tidak

h) Leher

Pembesaran kelenjar tyroid atau tidak

i) Axsilla

Pembesaran kelenjar limfe atau tidak

j) Dada

Bentuk simetris atau asimetris, bunyi normal atau tidak, ada

nyari tekan atau tidak

k) Punggung dan pinggang


32

Bentuk tulang belakang, nyeri tekan atau tidak

l) Abdoment

Dilihat dari turgor kulit.

m) Genetalia

Dilihat bersih, ada kelainan atau tidak.

n) Anus

Dilihat ada kelainan atau tidak.

o) Ekstermitas atas dan bawah

Oedema atau tidak, gerak aktif atau tidak, varises atau tidak

3) Data penunjang

Data penunjang ini dilakukan guna mendukung dan membantu

menegakan diagnose untuk kasus diare pada balita

2. Interpretasi data

Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi data yang tepat

terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan pasien berdasarkan

interpretasi data yang benar diatas. Data yang sudah dikumpulkan di

interpretasikan sampai menemukan masalah dan diagnosa kebidanan

yang spesifik (Varney, 2007).

1) Diagnose kebidanan
33

Diagnose kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan

dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar

nomenklatur (tata cara) diagnose kebidanan, yaitu :

a. Diakui dan telah disahkan oleh profesi.

b. Berhubungan langsung dengan praktisi kebidanan.

c. Memiliki ciri khas kebidanan.

d. Didukung oleh clinical jugement dalam praktik kebidanan.

e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen

kebidanan.

Diagnose dapat berkaitan dengan para,abortus, anak hidup umur

dan keadaan nifas. Kemudian ditegakkan dengan data dasar

subjektif dan objektif.

2) Masalah

Masalah dirumuskan bila bidan menemukan kesenjangan yang

terjadi pada respon balita yang terkena ISPA. Masalah ini terjadi

belum termasuk dalam rumusan diagnosis yang ada, tetapi

masalah tersebut membutuhkan penanganan bidan, maka masalah

dirumuskan setelah diagnose. Permasalahan yang muncul

merupakan pernyataan dari pasien, ditunjang dengan data dasar

baik subjektif maupun objektif.

3) Kebutuhan

Pada kebutuhan ini dilakukan apabila saat pengkajian dan telah

menemukan permasalahan yang terjadi serta membutuhkan


34

penanganan yang tepat dan dilaksanankan dalam sebuah rencana

asuhan kebidanan terhadap pasien.

3. Diagnosis/ masalah potensial

Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan

asuhan kebidanan, bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan

yang akan timbul dari kondisi yang ada.

4. Kebutuhan tindakan segera

Setelah merumuskan tindakan yang akan dilakukan untuk

mengantisipasi diagnose/masalah potensial pada langkah sebelumnya,

bidan juga harus merumuskan tindakan emergensi yang harus

dirumuskan untuk menyelamatkan balita, secara mandiri kolabrasi dan

rujukan berdasarkan kondisi pasien.

5. Rencana asuhan kebidanan

Langkah ini ditentukan dari hasil kajian sebelumnya. Jika ada

konfirmasi/data yang tidak lengkap bias dilengkapi. Merupakan

kelanjutan dari penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnose yang

telah diidentifikasi dan diantisipasi yang sifatnya segera atau rutin.

Rencana asuhan didibuat berdasarkan pertimbangan yang tepat, baik

dari pengetahua, teori yang up to date, dan divalidasikan dengan

kebutuhan pasien. Penyusunan rencana


35

asuhan sebaiknya melibatkan pasien, sebelum pelaksanaan rencana

asuhan, sebaiknya dilakukan kesepakatan antara bidan dan pasien ke

dalam informant consent.

6. Implementasi

Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersamaan

dengan klien atau anggota tim kesehatan. Bila tindakan kesehatan

dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan lain, bidan tetap memegang

tanggungjawab untuk mengarahkan keseimbangan asuhan selanjutnya.

Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.

7. Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan kebidanan

yang telah diberikan. Evaluasi didasarkan pada harapan pasien yang

diidentifikasi saat merencanakan asuhan kebidanan. Untuk mengetahui

keberhasilan asuhan, bidan mempunyai pertimbangan tertentu antara

lain : asuhan kebidanan, efektifitas tindakan untuk mengatasi masalah,

hasil asuhan kebidanan.

C. Metodelogi

Dalam penulisan proposal Laporan Tugas Akhir ini peneliti menggunakan

Asuhan Kebidanan Komperhemsif untuk mengumpulkan data dengan cara

sebagai berikut :

1. Jenis, rancangan penelitian atau pendekatan

Menurut (Gillham, 2010) pada Metodologi Tugas Akhir ini penulis

menggunakan metodologi kualitatif yang merupakan salah satu metode


36

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memaparkan

(mendeskripsikan) peristiwa yang dilakukan secara sistematis dan

lebih menekankan pada factual dari pada menyimpulkan jenis Proposal

Laporan Tugas Akhir yang digunakan yaitu penelitian deskriptif

dengan menggunakan studi kasus dengan studi penelitian

menggunakan Asuhan Tujuh Langkah Varney yang mencakup dari

pengkajian, interpretasi data, diagnose masalah potensial, aantisipasi,

intervensi, implementasi dan evaluasi.

2. Subjek penelitian

Subjek penelitian menurut (Arikunto, 2019) memberi batasan subjek

penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk veriabel

penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Subjek Proposal

Laporan Tugas Akhir ini dilakukan pada pasien Balita sakit ISPA

dengan intervensi pemberian uap daun kayu putih.

3. Waktu dan tempat

Waktu dan tempat penelitian adalah serangkaian gambaran umum

yang menjelaskan lokasi teknik pengumpulan data dalam sebuah

penelitian.

4. Fokus studi

Menurut (Arikunto, 2019) focus studi penelitian biasannya identic

dengan variable penelitian atau yang menjadi factor perhatian. Laporan

Tugas Akhir ini berfokus pada ISPA dengan intervensi pemberian uap

daun kayu putih.V


37

5. Instrument pengumpulan data

Menurut sulistyaningsih tahun 2012, instrument pengumpulan data

adalah alat yang digunakan mengkur fenomena alam maupun social

yang diamati (variable penelitian). Instumen yang akan digunakan

dalam penelitian Proposal Tugas Akhir ini adalah format pengajian

Varney, lembar observasi untuk penyembuhan ISPA dengan diberikan

terapi uap daun kayu putih rebus air dan daun kayu putih selama 5 mnt

kemudian masukan air kedalam baskom Lakukan pemijatan pada anak

sambil mengirup uap yang keluar selama 3 mnt, lakukan pemijatan

pada punggung anak secara lembut dan perlahan, sambil memijat,

pastikan agar kepala anak tidak terlalu dekat dengan uap agar ia tidak

kepanasan, jaga tangan anak agar tidak menyentuh air panas

pemberian terapi uap 3x1 hari.

6. Metode pengambilan data

Metode penelitian data menggunakan data primer, data sekunder

ataupun data tersier.

a. Data primer merupaka data utama yang diperoleh secara langsung

dari sumber data primer itu sendiri diperoleh dari memberikan

pernyataan-pernyataan yang nanti akan ditanyakan bidan secara

langsung mengenai keadaan yang saat ini yang dirasakan atau yang

disebut dengan anamnesa.

b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain

misalkan keterangan dari keluarga.


38

c. Data tersier merupakan data yang berasal dari pemeriksaan

terdahulu atau ringkasan perjalanan penyakit klien terdahulu.

Dalam Proposal Laporan Tugas Akhie ini data didapatkan dari data

primer, data sekunder, dan data tersier.

7. Etika penelitian

Etika penelitian merupakan hal yang wajib dilakukan oleh peneliti

untuk melindungi hak-hak responden yang menjadi bagian penelitian.

Pada Proposal Laporan Tugas Akhir ini penulis menggunakan 3 jenis

etika penelitian untuk menejemen hak-hak reponden, yaitu

a. Informed consent

Pada informed consent ini merupkan sebuah persetujuan responden

untuk ikut serta dalam penelitian. Mulai dari lembar persetujuan

yang bertujuan agar responden mengetahui maksut tujuan dari

peneliti dan jika responden manolak untuk ikut serta

dalampenelitian maka peneliti tidak memaksa dan menghormati

hak-haknya sebagai reponden.

b. Anonymity

Pada anonymity ini merupakan bentuk dari upaya peneliti untuk

menjaga kerahasiaan responden secara lengkap mulai dari nama

lengkap, nomer CM (nomor rekam medis), alamat responden, dan

sebagainya. Tetapi peneliti akan menggantikan dengan inisial dari

responden sebagai identitas responden.

c. Confidentiality
39

Pada confidentiality ini merupakan bentuk dari menjaga

kerahasiaan informasi yang telah peneliti terima, dan dilakukan

dengan cara menyimpan dalam bentuk file dan diberi password

selain itu, data yang bersifat laporan askeb akan disimpan dalam

bentuk dokumen oleh peneliti.


40

Daftar Pustaka

W. H. O. (2017). Global Youth Tobacco Survey: Indonesia. WHOSEARO.

Adriani, M. Bambang, W. (2014). Gizi dan Kesehatan Balita (Peranan Mikro


Zinc Pada Pertumbuhan Balita). Kencana.

Anjani, A. S., Dahlan, S., & Mayasari, S. (2019). Hubungan Tingkat Pendidikan
dan Tingkat penghasilan Orang Tua Terhadap Aspirasi. Jurnal Bimbingan
Konseling Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.

Arikunto, S. (2019). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta.

Behrman, R. . (2015). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15th. EGC.

Darmanto, D. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Buku Kedokteran.

Derrickson, B. H., Tortora, G. J. (2013). Principle of anatoomy and physiology,


14 edition. Wiley.

F, R. (2016). Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap ISPA pada baliata di


Kelurahan Ciputat Kota Tanggerang selatan. Kesehatan.

Fillacano, R. (2013). ‘Hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ispa pada


balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan’. Kesehatan.

Fuad. (2008). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). EGC.

Gillham, B. (2010). Case study research methods. Continuum International


Publishing.

Hockenberry, M., Wilson, D. (2015). Wong’s nursing care of infants and


children. Elsevier.

Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi (Balanced


Nutrition in Reproductive Health). ALFABETA.
41

KEMENKES, R. (2017). Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan


Indonesia 2016. Kemenkes.

KEMENKES, R. (2018). Ini Penyebab Stunting Pada Anak. Kemenkes RI.


http://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebabstunting -
pada-anak.html

KEMENKES, R. (2021). Laporan Kinerja Kementrian Kesehatan Tahun 2020.


Kemenkes.

Misnadiarly. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna : Gastritis (Dyspepsia atau


Maag). Pustaka Populer OBDA.

Parthasarathy. (2013). Textbook of Pediatric Infectious Diseases. Jaypee Brothers


Medical Publishers.

Peate, I. Nair, M. (2017). Fundamentals Of Anatomy and Physiology For Nursing


and Healthcare Students.

Persagi. (1992). Penuntun Diet Anak. PT Gramedia Pustaka Utama.

Sherwood, L. (2010). Human Physiology From Cells to Systems. Yolanda Cossio.

Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. EGC.

Zuriyah. (2015). Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian


ISPA Balita di Pukesmas Bungal Kabupaten Gresik. UIN Syarif
Hidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai