Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan anak masih menjadi perhatian serius di antara masalah kesehatan
yang lain karena derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa.
Anak merupakan generasi penerus yang mempunyai kemampuan untuk
dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Masalah kesehatan
anak adalah prioritas dalam perencanaan dan pembangunan bangsa. Masalah
kesehatan anak yang umum terjadimeliputi beberapa penyakit di antaranya adalah
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi radang tenggorokan, rhinitis
alergi, infeksi telinga tengah, cacar air, diare, dan masalah kulit (Susanti, 2017).
World Health Organization (WHO, 2015) memperkirakan insidensi ISPA di
negaramaju berkisar 5 juta jiwa (0,15%), sedangkan di negara berkembang
mencapai 151 juta jiwa (0,29%). DiIndonesia, infeksi saluran nafas akut pada
balita mencapai 18,8% kasus. Kasus infeksi saluran nafas akut pada balita di
Indonesia paling banyak menyerang anak usia 12-59 bulan dengan prevalensi
23,4%.
Prevalensi kejadian ISPA di Sulawesi Selatan menurut data riset kesehatan
dasar (Riskesdas, 2018), tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan
riskesdas 2013, yaitu sekitar 29-30%. Menurut data dinkes tahun 2016 dari
puskesmas di wilayah sinjai, Frekuensi kejadian ISPA adalah 658 kasus, terdiri
dari 228 kasus ISPA pneumonia dan 430 kasus ISPA nonpneumonia. Penderita
ISPA paling banyak pada kisaran umur 12-59 bulan.
Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Sinjai didapatkan jumlah pasien
dengan ISPA pada tahun 2017 sebanyak 206 pasien, tahun 2018 sebanyak 220
pasien, dan pada tahun 2019 dari bulan januari sampai mei sebanyak 264 pasien.
Dilihat dari data diatas, dapat disimpulkan jumlah penderita ISPA cenderung
meningkat dari tahun ketahun.
2

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu


penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang.
ISPA menyebabkan empat dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah
lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
adalah bayi. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun,
98% nya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah. Tingkat
mortalitas akibat ISPA pada bayi, anak dan orang lanjut usia tergolong tinggi
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau
rawat inap di sarana pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan
anak (Suriani, 2018).
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya ISPA, antara lain
pemberian immunisasi yang tidak lengkap, berat badan lahir rendah (BBLR), gizi
buruk, faktor lingkungan seperti kepadatan dalam rumah, dan terpapar polusi
udara. Kematian karena ISPApada BBLR jauh lebih tinggi daripada bayi – bayi
dengan berat badan normal. Kurang gizi terutama pada balita mempunyai
pengaruh negative terhadap daya tahan tubuh terhadap infeksi (Pudjiadi dalam
(Tyas, 2017)).
Penyakit ISPA dapat dinilai menggunakan tiga variabel utama, yaitu
episode, frekuensi, dan ketahanan terhadap ISPA .Episode adalah jumlah hari
sakit sesuai dengan definisi sakit dari ISPA, diawali dengan munculnya gejala
klinis sampai sembuh secara subyektif maupun obyektif. Frekuensi adalah jumlah
(seberapa sering) kejadian seorang terserang ISPA. Sedangkan, ketahanan adalah
kemampuan system imun yang dimiliki tubuh seorang dalam mengatasi ISPA.
Ketahanan sangat dipengaruhi oleh sistem imun tubuh. Ketahanan tubuh yang
rendah terhadap mikroorganisme, dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas
balita terhadap suatu penyakit, termasuk ISPA. Ketahanan juga mempengaruhi
jenis penanganan yang akan diberikan pada penderita ISPA, apakah penderita
tersebut cukup diberikan obat simtomatik saja atau perlu penanganan khusus
(Sofia, 2017).
3

Akibat dari ISPA dan invasi bakteri sinus paranasal dan bagian – bagian lain
saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang
–kadang bernanah, Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis
periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang paling sering adalah otitis media, yang
ditemukan pada bayi – bayi kecil sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan,
infeksi virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran pernafasan bawah,
dan pada banyak kasus, fungsi paru menurun walaupun gejala saluran pernafasan
bawah tidak mencolok atau tidak ada (Amalia et al., 2014).
Dampak dari ISPA dan invasi bakteri sinus paranasal dan bagian – bagian
lain saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan
kadang –kadang bernanah, Mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau
selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang paling sering adalah otitis
media, yang ditemukan pada bayi – bayi kecil sampai sebanyak 25 persennya.
Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran
pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru menurun walaupun gejala
saluran pernafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada (Amalia et al., 2014).
Selain itu, penelitian yang berhubungan dengan tingginya penyakit ISPA di
Indonesia menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit
tersebut di antaranya seperti : status ekonomi, lingkungan di dalam rumah yang
kurang memadai berupa kurang higienisnya lantai yang masih dalam kondisi
berupa tanah atau tidak terbuat dari keramik, ventilasi udara yang bertolak
belakang dengan kesesuaian dimana luas ventilasi udara dibawah standar ukuran
luas area tiap ruangan, jumlah hunian yang melebihi standar kapasitas ruangan
sehingga menimbulkan kelembaban udara tinggi, adanya binatang peliharaan di
dalam rumah serta status merokok dalam rumah (Tyas, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Suriani, 2018) tentang laporan
studi kasus pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi saluran
pernafasan akut pada An.R dapat disimpukan: dimana ibu klien mengeluhkan
anaknya yang sedang mengalami badan panas, batuk, bersin-bersin, hidung
4

tersumbat, ingus meleleh, kadang nafas agak sesak. Dari hasil pengkajian klien
didapatkan data yang mengarah pada diagnosa infeksi saluran pernafasan akut.
Menurut (Tyas, 2017) penatalaksanaan ISPA dilakukan secara
nonfarmakologi yaitu dengan memperbanyak minum air putih, kompres hangat
pada wajah, dan irigasi nasal, serta terapi farmakologis menggunakan
dekongestan, mukolitik, atau antibiotik jika perlu. Sebagian besar ISPA dapat
sembuh sendiri dalam waktu 14 hari, namun pada kasus yang berat diperlukan
rawat inap.
Menurut penulis Penanganan yang cepat dan akurat dibutuhkan untuk
pencegahan komplikasi yang dapat membahayakan diri pasien. Asuhan
keperawatan yang berkualitas pada bayi dengan ISPA sangat menentukan tingkat
mortalitas dan morbiditas bayi pada periode kehidupan pertamanya serta
pertumbuhan dan perkembangan untuk periode kehidupan selanjutnya. Asuhan
keperawatan pada bayi dengan ISPA yang berkualitas dapat terus ditingkatkan
dengan melakukan evaluasi yang berkesinambungan dari asuhan keperawatan
yang diberikan pada bayi dengan ISPA.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan asuhan
keperawatan anak pada klien yang menderita ISPA di ruang perawatan anak
RSUD Sinjai
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan dengan gambaran asuhan keperawatan
anak pada klien yang menderita ISPA di ruang perawatan anak RSUD Sinjai
adalah sebagai berikut:
a. Untuk Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada anak dengan ISPA
di ruang perawatan anak RSUD Sinjai.
b. Untuk Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada anak dengan ISPA di
ruang perawatan anak RSUD Sinjai.
5

c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA di ruang


perawatan anak RSUD Sinjai.
d. Mengidentifikasi implementasi keperawatan yang sudah direncanakan
pada anak dengan ISPA di ruang perawatan anak RSUD Sinjai.
e. Mengidentifikasi evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan
pada anak dengan ISPA di ruang perawatan anak RSUD Sinjai.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang keperawatan maternitas khususnya asuhan
keperawatan pada anak yang menderita ISPA.
2. Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literature dan
menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan yang melakukan edukasi
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang menderita ISPA
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
6

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun
karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Misnardiarly,
2014).
Infeksi Saluran Pernafsan Akut mempunyai pengertian sebagai
berikut (Fillacano, 2015) :
a. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme lainnya ke
dalam manusia dan akan berkembang biak sehingga akan menimbulkan
gejala suatu penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam proses
respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.
c. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung sampai 14
hari. Batas 14 hari menunjukan suatu proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat di golongkan ISPA ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
2. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,
7

herpesvirus. Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang
di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian
atas yaitu tenggorokan dan hidung (Muttaqin, 2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan
musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA
pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan
buruknya sanitasi lingkungan (Muttaqin, 2013).
3. Patofisiologi
Menurut (Amalia et al., 2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA
dibagi 4 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun
partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami
yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak
mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
8

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal
yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap
rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma
imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag
banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi
infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi
setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan
di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA
dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
4. Manifestasi klinik
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit
(Misnardiarly, 2014).
Menurut (Trimurti, 2016) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai
dengan anatomi saluran pernafasan yang terserang yaitu:
a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering timbul
yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin,
obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit tenggorokan yang
ringan sampai berat, rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan
uvula, sakit kepala, malaise, lesu, batuk seringkali terjadi, dan terkadang
timbul demam.
9

b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang timbul


biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas
seperti hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan. Batuk yang bervariasi
dari ringan sampai berat, biasanya dimualai dengan batuk yang tidak
produktif. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang
banyak; dapat bersifat mucus tetapi dapat juga mukopurulen. Pada
pemeriksaan fisik, biasanya akan ditemukan suara wheezing atau ronkhi
yang dapat terdengar jika produksi sputum meningkat.
Ada juga tanda dan gejala lainnya dapat berupa batuk, kesulitan bernafas,
sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala
saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas,
sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotic (Trimurti, 2016).
5. Komplikasi
Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan
bagian – bagian lain saluran pernafasan. Limfonodi servikalis dapat juga
menjadi terlibat dan kadang –kadang bernanah, Mastoiditis, selulitis
peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang
paling sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi – bayi kecil
sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan
atas juga melibatkan saluran pernafasan bawah, dan pada banyak kasus,
fungsi paru menurun walaupun gejala saluran pernafasan bawah tidak
mencolok atau tidak ada (Amalia et al., 2014).
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut WHO dalam (Muttaqin, 2013) penatalaksanaan ISPA sedang
meliputi :
a. Suportif
Meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin
b. Antibiotic
10

1) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab.


2) Utama ditujukan pada pneumonia, influenza dan Aureus
3) Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol 1mg, amoksisillin 3 x ½
sendok teh, amplisillin (500mg) 3 tab puyer/x bungkus / 3x sehari/8
jam, penisillin prokain 1 mg.
4) Pneumonia berat yaitu Benzil penicillin 1 mg, gentamisin (100 mg) 3
tab puyer/x bungkus/3x bungkus/3x sehari/8 jam.
5) Antibiotik baru lain yaitu sefalosforin 3 x ½ sendok teh, quinolon 5
mg,dll.
6) Beri obat penurun panas seperti paracetamol 500 mg, asetaminofen 3
x ½ sendok teh. Jika dalam 2 hari anak yang diberikan antibiotik tetap
sama ganti antibiotik atau rujuk dan jika anak membaik teruskan
antibiotik sampai 3 hari.
11

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang
hendaknya dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun
yang bermasalah (Mubarak et al., 2015).
Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan
klien. Data dasar ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat
kesehatan, pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
2) Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut.
3) Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark.
4) Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
12

ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.


Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di
dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan
sakit tenggorokan.
2) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
4) Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu
dan padat penduduknya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2) Tanda vital :
Pada pemeriksaan suhu didapatkan suhu tubuh meningkat (>37,5 0C)
nadi meningkat (>100x/i), dan pernafasan meningkat (>30 x/i).
3) Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, biasanya tidak terdapat masalah
4) Wajah
Bagaimana bentuk wajah, biasanya tidak terdapat masalah
13

5) Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva tidak anemis, sclera
normal, keadaan pupil normal, palpebra dan tidak ada gangguan
dalam penglihatan
6) Hidung
Bentuk hidung, terdapat sekret pada hidung serta cairan yang keluar,
dan ada gangguan dalam penciuman
7) Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering, tidak ada gangguan
dalam menelan, tidak ada kesulitan dalam berbicara.
8) Leher
tidak terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi
vena jugularis.
9) Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, terdapat gangguan dalam
pernafasan.
10) Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
a) Inspeksi
(1) Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
(2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
(3) Tampak batuk tidak produktif
(4) Tidak ada jaringan parut dan leher
(5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
b) Palpasi
(1) Adanya demam
(2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
(3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c) Perkusi
14

Suara paru normal (resonance)


d) Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
11) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit baik, tidak terdapat nyeri
tekan pada abdomen, bising usus normal, tidak terjadi peningkatan
bising usus.
12) Genitalia
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
13) Integumen
Kaji warna kulit, turgor kulit kering, tidak ada nyeri tekan pada kulit,
kulit teraba panas.
14) Ekstremitas atas
tidak terjadi tremor, tidak ada nyeri otot serta kelainan bentuk.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus ISPA adalah sebagai berikut (SDKI, 2016) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis,
hambatan upaya nafas
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas, hipersekresi jjalan nafas, proses infeksi, sekresi yang tertahan
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, evaporasi,
kekurangan intake cairan.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
e. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (misal infeksi)
15

3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta
menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar,
tetapi dirancang bagi klien tertentu dengan siapa perawat sedang bekerja.
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia, intervensi
keperawatan yang direncanakan pada kasus ISPA adalah sebagai berikut
(SIKI, 2018) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis,
hambatan upaya nafas
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan pola nafas membaik dengan kriteria hasil :
1) Dyspnea Menurun ( 5 )
2) Penggunaan otot bantu napas Menurun ( 5 )
3) Pemanjangan fase ekspirasi Menurun ( 5 )
4) Frekuensi napas Membaik ( 5 )
5) Kedalaman nafas Membaik ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Pemantauan Respirasi
Tindakan
Observasi :
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2) Monitor pola nafas (seperti Bradipnue, Takipnue, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksis)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
16

8) Monitor saturasi oksigen


9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil X ray Thoraks
Terapeutik
11) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
13) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
14) Informasikan hasil pemantauan , jika perlu
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas, hipersekresi jalan nafas, proses infeksi, sekresi yang tertahan
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil :
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Wheezing menurun
4) Gelisah menurun.
Intervensi Keperawatan SIKI :
manajemen jalan nafas
Tindakan
Observasi:
1) Monitor pola nafas
2) Monitor bunyi nafas tambahan
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
4) Posisikan semi fowler atau fowler
5) Berikan minum air hangat
6) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7) Berikan oksigenasi, jika perlu
Edukasi:
17

8) Ajarkan tekhnik batuk efektif


Kolaborasi:
9) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, jika perlu
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, evaporasi,
kekurangan intake cairan.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan hipovolemia membaik dengan kriteria Hasil:
1) Asupan cairan Meningkat ( 5 )
2) Turgor kulit Meningkat ( 5 )
3) Gelisah Menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Manajemen hipovolemia
Tindakan
Observasi :
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik:
3) Hitung kebutuhan cairan
4) Berikan posisi modified trendelenburg
5) Berikan asupan cairan peroral
Edukasi:
6) Anjurkan memperbanyak asupan cairan peroral
7) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi:
8) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, Rl)
9) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
10) Kolaborasi pemberian cairan koloid (misal albumin, plasmanate)
18

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,


ketidakmampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan Status nutrisi bayi membaik dengan kriteria
Hasil:
1) Berat badan Meningkat ( 5 )
2) Panjang badan Meningkat ( 5 )
3) Kulit kuning Menurun ( 5 )
4) Prematuritas menurun ( 5 )
5) Bayi cengeng menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Manajemen nutrisi
Tindakan
Observasi :
1) Identifikasi kemungkinan penyebab berat BB kurang
2) Monitor adanya mual dan muntah
3) Monitor jumlah kalori yang di konsumsi sehari – hari
4) Monitor berat badan
5) Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum
Terapeutik :
6) Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
7) Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
8) Hidangkan makanan secara menarik
9) Berikan suplemen jika perlu
10) Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang dicapai.
Edukasi :
11) Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi namun tetap terjangkau.
12) Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
e. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (misal infeksi)
19

Luaran Keperawatan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama


…..x….jam diharapkan hipertermi menurun dengan kriteria Hasil :
1) Mengigil menurun ( 5 )
2) Suhu tubuh Menurun ( 5 )
3) Suhu kulit Menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Manajemen hipertermia
Tindakan
Observasi :
1) Identifikasi penyebab hipertermi (mis, dehidrasi, terpapar lingkungan
panas)
2) Monitor suhu tubuh
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
5) Monitor komplikasi akibat hipertermia.
Terapeutik :
6) Longgarkan atau lepaskan pakaian
7) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8) Berikan cairan oral
9) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami keringat
berlebih
10) Berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
11) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
12) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
20

hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada


klien terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk
memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. Implementasi adalah
suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan yang berbentuk intervensi
mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber yang dimiliki
klien. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan klien dan
sumber yang dimiliki klien (Mubarak et al., 2015)
Menurut (SIKI, 2018) rentang intervensi keperawatan (lanjutan)
terbagi atas Direct care intervention yaitu Intervensi yang dilaksanakan
dengan berinteraksi langsung dengan pasien, Indirect care intervention yaitu
Intervensi yang dilaksanakan tanpa berinteraksi langsung dengan pasien
namun dilaksanakan demi pasien, Nurse initiated intervention yaitu Intervensi
yang diinisiasi oleh perawat untuk mengatasi diagnosis keperawatan, serta
Health provider initiated intervention yaitu Intervensi yang diinisiasi oleh
tenaga kesehatan lain, namun diberikan oleh perawat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan metode dan keterampilan untuk menentukan apakah
program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan keluarga(Mubarak et al.,
2015).
Menurut (SLKI, 2018) luaran (outcome) keperawatan adalah
merupakan aspek aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi,
perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons
terhadap intervensi keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status
diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir
21

intervensi keperawatan yang terdiri atas indikator-indikator atau kriteria-


kriteria hasil pemulihan masalah.
Penyusunan evaluasi dengan menggunakan SOAP yang operasional,
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan
saat implemantasi. O adaah objektif dengan pengamatan objektif perawat
setelah implementasi. A merupakan analisa perawat setelah mengetahui
respon subjektif dan objektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan
standar mengacu pada intervensi keperawatan keuarga. P adalah perencanaan
selanjutnya setelah perawat meakukan analisa (Risnanto and Insani, 2016).
6. Discharge Planning
Discharge planning merupakan salah satu elemen penting dalam
pelayanan keperawatan. Discharge planning adalah proses mempersiapkan
pasien yang dirawat di rumah sakit agar mampu mandiri merawat diri pasca
rawatan (Kozier et al., 2010). Sedangkan menurut (Nursalam, 2017)
discharge planning merupakan proses mulainya pasien mendapatkan
pelayanan kesehatan sampai pasien merasa siap kembali ke lingkungannya.
Dengan demikian discharge planning merupakan tindakan yang bertujuan
untuk dapat memandirikan pasien setelah pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association tujuan dari discharge
planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien untuk
dapat mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang.
Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan yang berkualitas (Nursalam, 2017).
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu,
ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat
home care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk
dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan
22

perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan


kebutuhan yang berubah (Mubarak et al., 2015).
23

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis menetapkan data fokus
yang didapatkan pada pengkajian dengan data subyektifnya yaitu : Ibu Klien
mengatakan anaknya sesak nafas, batuk disertai lendir. Sedangkan data
obyektifnya adalah dyspnea, pernapasan dalam dan dangkal, irama tidak
teratur penggunaan otot bantu pernapasan. frekuensi nafas 38 x/i, suhu badan:
38,60c, kulit teraba hangat, suara nafas wheezing, klien nampak tidak mampu
batuk efektif, klien nampak gelisah, dan sputum berlebih.
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas, Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan nafas, dan hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit.
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatannya. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
dan kebutuhan pasien yang diperlukan.
B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan wawasan
mengenai asuhan keperawatan anak pada klien yang menderita ISPA.
24

2. Dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikandan diharapkan
juga akan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi
tentang pentingnya asuhan keperawatan anak pada klien yang menderita
ISPA.
3. Bagi penelitian keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai asuhan keperawatan anak pada klien yang menderita ISPA.
25

DAFTAR PUSTAKA

Amalia Nurin, et.al., 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan ISPA. Poltekes
Kemenkes Riau : DIIIKeperawatan

Dewi Eka Kartika. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Demam Tifoid Dengan
Gangguan Hipertermi Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil
Pasuruan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

Fillacano, Rahmayatul. 2015. Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap ISPA


pada Balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan, Unpublished
Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta

Ginting Ghea Karina. 2018. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Kepada Pasien Ispa
Melalui Proses Keperawatan Yang Optimal.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. 2010. Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, Dan Praktik (7th Ed). Jakarta: Egc.

Misnardiarly. 2014. Penyakit Saluran Pernafasan Pneumonia Pada Anak. Jakarta :


Rineka cipta

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, arif. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika

Ningsih Astuti Nely. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyakit Paru
Obstruktif Kronis Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
(Studi Di Ruang Cempaka Rsud Jombang). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang
26

Nursalam. 2017. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (2nd Ed.; T. Editor S. Medika, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Prasetyo Heri. 2017. Upaya Penanganan Hipertermi Pada Anak Dengan Typoid
Abdominalis. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pratamawati Mia. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Demam
Tifoid Dengan Masalah Hipertermia Dirumah Sakit Panti Waluya Malang.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Waluya Malang

Riskesdas. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish

Saputri. 2015. Asuhan Kebidanaan Pada An. A Umur 4 Bulan Dengan ISPA Sedang
Di RSUD Dr Moerwardi Surakarta, STIKES Kusuma Husada Surakarta.

Sofia, 2017. Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Journal Action,
Aceh nutrition journal. Mei 2017; 2(1): 43-50

Suprapto. 2018. Studi Kasus Pada Pasien Dengan Masalah Kesehatan ISPA di
Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Jurnal Ilmiah
kesehatan sandi husada Vol.6,Issue 2,

Suriani Yenilis. 2018. Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Gangguan Ispa
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Di Wiayah Kerja Puskesmas Air Haji
Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Perintis Padang

Susanti. 2017. Analisis Program Penaggulangan ISPA Pada Balita di Puskesmas


Sungai Lansek Tahun 2017. FKM : Universitas Andalas
27

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Trimurti, 2016. Faktor Resiko Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukaharjo. Naskah Publikasi. Surakarta: FakIK Univ
Muhammadiyah

Tyas Erma Zatwiga. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Ispa
Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Anak Rsud Bangil
Pasuruan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

Wibowo Arif. 2016. Upaya Penanganan Gangguan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien
Tuberculosis Di Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro. Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Anda mungkin juga menyukai