Anda di halaman 1dari 12

PRASETYO HERI. 2017.

UPAYA PENANGANAN HIPERTERMI PADA ANAK DENGAN TYPOID


ABDOMINALIS. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Hipertermi (demam) adalah suatu keadaan tubuh dalam keadaan suhu tubuh diatas batas normal
sebagai pengaruh dari peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Pada kondisi normal,
terjadi keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas tubuh. Pada kondisi tidak normal, terjadi
ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh
yang tidak teratur, itulah yang disebut hipertermia. Nilai normal suhu tubuh manusia adalah 36,5oC
– 37oC. Seseorang dikatakan hipertermi apabila suhu tubuh mencapai > 37oC (Asmadi, 2012)
Hipertermi pada anak dengan typoid mengalami masa inkubasi rata- rata 10-14 hari. Pada penderita
demam typoid biasanya terjadi suhu yang meningkat pada minggu pertama. Demam akan naik turun
pada minggu berikutnya tergantung dari penanganannya. Apabila demam tidak ditangani dengan
baik, maka dapat terjadi syok, stupor dan koma. Ruam akan muncul pada hari ke 7-10 selama 2-3
hari. Penderita biasa mengeluh nyeri kepala, nyeri perut, kembung, mual, muntah, terkadang diare,
konstipasi, pusing, nyeri otot, bradikardi, batuk, epitaksis (Sudoyo, dkk. 2009). (Prasetyo, 2017)

Implementasi Keperawatan

Pada hari Sabtu, 11 Februari 2017 pada jam 13.00 WIB dilakukan pengkajian tanda-tanda vital pasien
didapatkan data suhu tubuh 38oC, nadi 112x/menit, respirasi 24x/menit, tekanan darah 100/60
mmHg. Pada jam

13.30 WIB diberikan paracetamol 110 mg, pasien mengatakan mau meminum obat. Pada jam 17.00
WIB perawat mengkaji keluhan dan TTV pasien, keluarga mengatakan pasien muntah 1x pada hari ini
dan badan pasien panas, pasien tampak rewel, dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan data; suhu
38,3oC, respirasi 24x/menit, nadi 102x/menit. Pada jam 22.30 WIB diberikan kompres hangat,
respon pasien mengatakan lebih nyaman, suhu tubuh berkurang menjadi 38oC. Pada jam 22.50
perawat menganjurkan pasien untuk istirahat, pasien mengatakan bersedia dan kooperatif. Pada
jam 22.56 WIB menganjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat,
respon pasien mengatakan bersedia, pasien tampak kooperatif. Pada jam 23.00 WIB perawat
mengatur suhu ruangan yang nyaman mengatur kecepatan kipas angin dan mengatur ventilasi
ruangan, respon keluarga dan pasien mengatkan lebih nyaman, keluarga dan pasien tampak lebih
tenang. Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan untuk menurunkan demam dengan
menggunakan cairan yang hangat menggunakan handuk atau kain atau sesuatu yang dapat
digunakan untuk media yang diberikan terhadap tubuh yang memerlukan (Asmadi, 2008). Menurut
penelitian tentang kompres hangat yang dilakukan oleh Mohamad (2012), pada penanganan
hipertermi anak diusahakan agar tidak menggunakan obat-obatan terlebih dahulu kecuali suhu
tubuh anak diatas 38oC karena berdampak buruk efek toksi pada si anak. Pada pemberian kompres
hangat terdapat mekanisme tubuh terhadap kompreshangat tersebut, dengan pemberian kompres
hangat maka tubuh akan memberikan sinyal kepada hipotalamus melalui sumsum tulang belakang
dan akan merangsang pusat pengaturan panas. Sistem efektor mengeluarkan sinyal yang di
mengakibatkan vasodilatasi perifer, sehingga menyebabkan pembuangan energi panas melalui kulit
meningkat (berkeringat) kemudian akan terjadi penurunan suhu tubuh, sehingga

diharapkan dapat menjadikan suhu tubuh seseornag kembali normal. Dalam penanganan demam
anak menurut Sodikin (2012), pakaian yang digunakan sebaiknya pakaian yang tipis misal kaos
oblong atau singlet. Agar panas tubuh dapat keluar dengan mudah. Beliau mengatakan bahwa jika
anak tidak menggigil baiknya anak tidak dibungkus dengan selimut tebal, namun jika anak menggigil
barulah ia diselimuti dengan selimut yang tebal. Pada penggunaaan antipiretik baiknya digunakan
saat subu tubuh pasien lebih dari 38,5oC. Pada saat ini kebanyakan antipiretik digunakan secara
berlebihan. Terdapat beberapa bukti bahwa penggunaan berlebih obat antipiretik dapat merugikan
(Purwanti & Ambarwati, 2008). Indikasi dalam memberikan antipiretik antara lain; demam lebih dari
39oC yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman, demam lebih dari 40,5oC, demam
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme, anak dengan riwayat kejang yang
disebabkan demam. Paracetamol merupakan antipiretik dan analgesik untuk pengobatan demam
anak yang saat ini banyak digunakan. Paracetamol dapat menurunkan suhu tubuh setelah 30 menit
maksimal 3 jam setelah pemberian, demam akan timbul kembali 3-4 jam dan tergantung penyebab
demam (Sodikin, 2012). Tindakan pengondisian lingkungan berupa pengaturan suhu ruangan dan
kebersihan lingkungan dapat dilakukan untuk mendukung penanganan hipertermi yang terjadi.
Pengaturan suhu untuk menghindari pasien terjadi menggigil yang akan menyebabkan
terhambatnya proses pengeluaran panas oleh tubuh. Anjuran untuk bedrest kepada pasien
hipertermi agar pasien dapat beristirahat, dapat menghindari kondisi pasien yang lebih parah,
kondisi pasien dapat pulih dengan segera dan proses penyembuhan dapat berjalan dengan
sempurna. Sehingga diharapkan dapat mempercepat kesembuhan (Padila, 2013).

Pada hari Minggu, 12 Februari 2017 pada jam 05.30 WIB pasien dilakukan observasi tanda-tanda
vital dan keadaaan umum pasien, keluarga mengatakan anak panas, pemeriksaan didapatkan data
suhu badan teraba hangat, suhu tubuh 37,8oC, nadi 104x/menit, respirasi 24x/menit.

Pada jam 6.10 WIB pasien diberikan obat oral paracetamol, respon pasien mengatakan mau
meminum obat dan tampak pasien meminum obat. Pada jam 13.00 WIB pasen dilakukan observasi
tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, keluarga mengatakan anak masih panas, saat di
periksa badan pasien teraba panas, suhu tubuh 38,2oC, respirasi 24x/menit, nadi 100x/menit. Pada
jam 13.40 WIB pasien diberikan obat oral paracetamol, pasien mengatakan bersedia meminum obat,
pasien meminum obat. Pada jam 18.00 WIB dilakukan observasi tanda-tanda vital dan keadaan
umum pasien, keluarga mengatakan tubuh pasien masih panas, pada pemeriksaan didapatkan data;
suhu tubuh 38,4oC, nadi 100x/menit, respirasi 24x/menit. Pada jam 14.30 WIB diberikan kompres
hangat, pasien mengatakan nyaman,suhu pasien turun menjadi 38oC. Pada jam 22.00 WIB pasien
diberikan obat oral paracetamol, pasien mengatakan mau meminum obat, pasien tampak meminum
obat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, dkk. (2013), kompres yang efektif
adalah kompres hangat yang terbukti dapat menurunkan suhu tubuh yang dilakukan di daerah dahi
dan axilla selama 20 menit dengan penurunan suhu tubuh rata-rata 0,86oC

– 1,2oC. Sedangkan menurut Sodikin (2012), tindakan kompres dengan air hangat lebih efektif jika
diberikan 1 jam setelah pemberian antipiretik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanti &
Ambarwati (2008), bahwa dampak kompres hangat terhadap umur dan jenis kelamin tidak
berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh. Ada perubahan yang signifikan kompres hangat
terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak dengan hipertermia. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Riyady (2016), dalam jurnal internasionalnya mengatakan bahwa kompres dengan air
hangat pada anak dengan hipertermi sangat efektif, dan ia menyarankan kompres air hangat sebagai
tindakan pertama pada anak demam. Menurut Purwanti & Ambarwati (2008), pasien hipertermi
yang diberikan kompres hangat memang tidak menunjukkan penurunan suhu tubuh yang tidak
mencolok, hal ini merupakan salah satu kelebihan dari kompres hangat karena tubuh dapat
membuat mekanisme penyesuaian tubuh dengan baik.

Pemberian antipiretik paracetamol tetap diberikan karena suhu anak masih tinggi dan anak merasa
tidak nyaman.

Pada hari Senin, 13 Februari 2017 pada jam 05.00 WIB dilakukan observasi tanda-tanda vital dan
keadaan umum pasien, keluarga mengatakan anak masih panas, hasil pemeriksaan suhu tubuh
38oC, respirasi 24x/menit, nadi 100x/menit. Pada jam 06.10 WIB diberikan obat oral paracetamol,
pasien mengatakan bersedia minum obat, pasien tampak minum obat. Pada jam 13.30 WIB
diberikan obat oral paracetamol, pasien mengatakan bersedia meminum obat, pasien tampak
meminum obat. Pada Jam 17.00 WIB dilakukan observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
pasien, keluarga mengatakan pasien masih panas, pada pemeriksaan suhu tubuh 38,1oC, respirasi
24x/menit, nadi 110x/menit. Pada jam 20.00 WIB diberikan kompres hangat, pasien mengatakan
lebih nyaman, panas turun 37,7oC. Pada jam 21.40 WIB pasien diberikan obat oral paracetamol,
pasien mengatakan bersedian minum obat, pasien tampak minum obat. Kompres hangat yang
dilakukan untuk menurunkan demam pada pasien demam typoid terbukti efektif dan berhasil
(Mohamad, 2012). Pada kasus ini, pada pemberian kompres hangat mampu menurunkan suhu
tubuh pasien beberapa derajat celcius. Kompres terus diberikan kepada pasien untuk mempercepat
pasien dalam mencapai nilai suhu normal.

Evaluasi
Evaluasi pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi Salmonela Typhi)
pada tanggal 11 Februari 2017 dilakukan pada jam 23.00 WIB, keluarga mengatakan anak panas.
Badan Anak juga teraba panas, suhu 38oC, nadi 102x/menit, respirasi 24x/menit. Masalah belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan. Evaluasi pada tanggal 12 Februari 2017 dilakukan pada jam 22.00
WIB, keluarga mengatakan badan Anak masih panas. Badan pasien teraba hangat, suhu tubuh
pasien 38oC, nadi 100x/menit, respirasi 24x/menit. Masalah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan. Evaluasi pada tanggal 13 Februari 2017 dilakukan pada jam 22.00 WIB, keluarga
mengatakan panas anak turun. Pada pemeriksaan didapatkan data; suhu tubuh 37,7oC, nadi
110x/menit, respirasi 24x/menit. Masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan. Penulis dapat
memantau perkembangan suhu tubuh pasien hari pertama 38oC, suhu tubuh pasien pada hari
kedua yaitu 38oC. Pada hari ketiga suhu tubuh pasien mengalami penurunan yaitu 37,7oC.
PRATAMAWATI MIA. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI DEMAM
TIFOID DENGAN MASALAH HIPERTERMIA DIRUMAH SAKIT PANTI WALUYA MALANG. SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG

diagnosa keperawatan yang muncul adalah hipertermia Solusi mengatasi masalah klien dengan
hipertermia adalah dengan cara menggunakan kompres hangat. Kompres hangat adalah bahan yang
dipakai untuk mengompres biasanya kain yang dapat menyerap air dengan baik, seperti kain
handuk. Kain kompres ini dicelupkan ke dalam air hangat. kompres hangat dipakai untuk
menurunkan suhu tubuh. Ada beberapa macam kompres hangat yang bisa diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh bila seseorang mengalami hipertermia, salah satunya yaitu kompres air
hangat.Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi (perpindahan
panas) (Djuwariyah, 2015).

(Pratamawati. 2019)

Pemberian kompres hangat pada daerah aksila (ketiak) efektif karena pada daerah tersebut banyak
pembuluh darah besar dan banyak terdapat pembuluh darah yang mempunyai banyak vaskuler
sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan
percepatan perpindahan panas dari dalam tubuh kekulit hingga 8x lipat lebih banyak. Lingkungan
luar yang hangat akan membuat suhu tubuh menurunkan kontrol pengaturan suhu di otak supaya
tidak meningkatkan pengaturan suhu tubuh lagi dan akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga
mempermudah pengeluaran panas dari dalam tubuh (Eny, 2015).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk menghilangkan panas atau pun mengurangi produksi panas. Suhu rectktal >37,5℃ dan suhu
aksila>37,5℃ (Perry 2013).

Etiologi Hipertermi pada penderita deman tifoid

Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari
gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas .selain itu juga dapat disebabkan oleh
gangguan otak atau akibat bahan toksik yang dapat mempengaruhi pusat pengaturan suhu . Zat
yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga
menyebabkan demam (Pratamawati, 2019)

. (Diane M. Fraser, 2012)


DEWI EKA KARTIKA. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DEMAM TIFOID DENGAn
GANGGUAN HIPERTERMI DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL PASURUAN.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

Upaya optimalisasi penatalaksanaan pasien dengan masalah hipertermi dirumah sakit antara lain
melakukan penerapan standar asuhan keperawatan,jauhkan pasien dari sumber panas dan
pindahkan ke lingkungan yg lebih dingin dan anjurkan kepada pasien untuk melonggarkan
pakaiannya,berikan metode pendinginan misalnya kompres hangat pada leher,abdomen,kulit kepala
ketiak dan selangkangan karena dapat mencegah proses pembengkakan inflamasi dan rasa sakit
berikan sesuai kebutuhan. Kemudian berikan cairan rehidrasi oral misalnya cairan pengganti tubuh
seperti air mineral dan lain-lain,selain itu dapat di lakukan monitor abnormalitas status mental
misalnya bingung,cemas,hilangnya koordinasi,tremor,kejang dan koma.kurangi aktivitas fisik yang
terlalu berlebihan karena panas dapat dengan mudah terjadi karena meningkatnya aktivitas yang
berlebihan, jangan tawarkan cairan per oral pada pasien dengan gangguan neurologi, kemudian
lakukan pemeriksaan laboratorium serum elektrolit,urinalisis, enzim jantung, enzim hati dan hitung
darah lengkap, monitor hasilnya. Instruksikan pasien adanya faktor resiko dari kondisi sakit yang
berkaitan dengan panas misalnya , suhu lingkungan yang panas, kelembapan tinggi, dehidrasi,
obesitas, atau obat tertentu. Monitor instruksikan pasien untuk mengenali tanda dan gejala awal
dari kondisi sakit yang berhubungan dengan panas dan kapan mencari bantuan patugas kesehatan.
(Butcher,HK,edisi 6,2013).

Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal. Kenaikan suhu tubuh merupakan bagian dari
reaksi biologis kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh susunan saraf pusat. Demam sendiri
merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan suhu tubuh oleh karena berbagai penyakit infeksi
dan non-infeksi (Sarasvati, 2010).

Selama episode febris, produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang meningkat menurunkan
konsentrasi zat besi dalam plasma darah,

menekan pertumbuhan bakteri. Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi
interferon, substansi ini yang bersifat melawan virus. Demam juga berfungsi sebagai tujuan
diagnostik. Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme
tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Frekuensi jantung dan pernapasan
meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrien. Metabolisme yang
meningkat menggunakan enegri yang memproduksi panas tamabahan (potter dan perry, 2005)

Etiologi

Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu
sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein , pecahan
protein , dan zat lain. Terutama toksin polisakarida , yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang
dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.

Faktor penyebab.

1. Faktor penyebabnya :

a. Dehidrasi

b. Penyakit atau trauma.

c. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat.

d. Pakian yang tidak layak.

e. Kcepatan metabolism meningkat

f. Pengobatan/anesthesia

g. Terpajan pada lingkungan yang panas(jangka panjang)


h. Aktivitas yang berlebihan.

Penatalaksanaan

Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan titik
patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang
terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi
dua garis besar yaitu: nonfarmakologi dan farmakologi.

1. Terapi non-farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam: 1. Pemberian
cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan beristirahat yang cukup.

2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita
lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis
selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita. 3. Memberikan kompres hangat
pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan
berikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali
suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).

2. Terapi farmakologi

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen)
dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki
efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol
sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan
resiko sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda, & Kest, 2010).

Pengkajian

1. Data subjektif

Data subjektif pada tinjauan kasus dilihat dari pengkajian antara 2 klien di dapatkan keluhan yang
sama untuk klien penderita thypoid adalah pada klien 1 demam selama 1 minggu naik dan turun
pada malam hari, dan klien 2 demam dirasakan sejak 2 hari yang lalu, demam tinggi saat malam hari,
disertai pusing mual setiap kali makan.

Menurut peneliti pada pengkajian studi kasus ini menemukan kesenjangan antara teori dan praktek,
penulis menemukan perbedaan pada keluhan utama yang di alami kedua klien yang menunjukkan
lamanya tanda gejala yang muncul di karenakan respon munculnya panas tiap klien berbeda, adapun
pada klien 1 munculnya lebih cepat dari klien 2.

Menurut murwani (2011) mengatakan bahwa manifestasi klinis thypoid adalah demam lebih dari 3
minggu, nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor

(coated tongue), ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual dan perasaan
tidak enak di perut, abdomen kembung(meteorismus), hepatomegali dan splenomegali,disertai nyeri
tekan perabaan. Biasanya disertai konstipasi, kadang normal, dapat terjadi diare. Pada gangguan
kesadaran : kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah. Nyeri otot dan kepala, bintik merah pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kapiler
kulit.

2. Data objektif

Data objektif pada pemeriksaan fisik antara klien 1 dengan klien 2 di dapatkan pemeriksaan fisik
dengan tanda gejala yang tidak sama yakni pada klien 1 data objektif yang muncul TD : 130/80
mmHg, suhu : 38,8 C, kesadaran : composmentis 4-5-6, bibir nampak kering pecah-pecah, lidah
kotor, akral panas, kulit teraba panas. sedangkan pada klien 2 TD : 100/70 mmHg, suhu : 39,0 C,
kesadaran composmentis 4-5-5, bibir kering, lidah terlihat kotor, akral panas dan kulit teraba panas.

Menurut peneliti di dapatkan data yang tidak sama klien 1 suhu

: 38,8 C, klien mengalami peningkatan suhu, selanjutnya untuk tanda gejala bibir kering dan pecah-
pecah dan peningkatan suhu yang abnormal, sedangkan untuk klien 2 suhu : 39,0 C, klien panasnya
karena adanya infeksi yang mengakibatkan hipertermi, karena klien 1 lebih awal mengalami gejala
penyakit dan klien 2 sudah lama.

Menurut Aden (2010) menjelaskan bahwa saat pengkajian biasanya di dapatkan peningkatan suhu
tubuh, karena masuknya kuman salmonella thypi ke dalam tubuh. Biasanya nafsu makan klien
berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus. Kemudian di jelaskan juga oleh Hartanto (2012),
ketika sakit klien merasa tidak dapat istirahat karena klien merasakan sakit pada perutnya, mual,
muntah, kadang diare.

3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pemeriksaan laboratorium yaitu pada klien 1 eritrosit yang bernilai
4,570, hemoglobin : 12,9, hematokrit : 37,40. dan klien 2 eritrosit : 6,310, hemoglobin : 15,40 dan
hematokrit : 44,10. Kemudian pada pemeriksaan widal di dapatkan pada klien 1 yaitu widal O : 1/320
mg/dl, widal H : 1/320 mg/dl, Pada klien 2 yaitu widal O : 1/160 mg/dl, dan widal H : 1/80 mg/dl.
Pada penelitian hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya jumlah yang berbeda antara
eritrosit, hemoglobin, hematokrit dan widal pada kedua klien. Perbedaan widal antara klien 1 lebih
tinggi dari klien 2 sehingga tingkat kesembuhan dari demam thypoid lebih cepat klien 2 dari pada
klien 1.

Perbedaan widal antara klien 1 lebih tinggi dari klien 2 sehingga tingkat kesembuhan dari demam
thypoid lebih cepat klien 2 dari pada klien 1. Sehingga peniliti menarik kesimpulan jika antara klien 1
dan 2 memiliki perbedaan dari hasil tersebut.

Menurut Pujiarto (2011), pada pemeriksaan laboratorium, terdapat batas normal eritrosit
4,6 – 6,2 ; hemoglobin 13,5 – 18,0 ; hematokrit 40 – 54 dan widal sekitar 1/200. Pada pemeriksaan
demam typoid menunjukkan peningkatan pada kadar eritrosit, hemoglobin, hematokrit serta
peningkatan kadar widal pada pembuluh darah.

Diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2 berdasarkan hasil pengkajian, hasil pemeriksaan fisik
dan hasil pemeriksaan diagnostik yang di dapatkan menunjukkan masalah yang dialami kedua klien
adalah demam thypoid berhubungan dengan hipertermi.

Menurut peneliti klien dengan riwayat thypoid dengan masalah hipertermi akan rentan
membahayakan kondisi klien karena di pengaruhi oleh kerusakan vaskuker pembuluh darah
sehingga terjadi penyumbatan pembuluh darah ke otak mangakibatkan vasokontraksi pembuluh
darah. Hal ini di tandai dengan peningkatan suhu tubuh yang abnormal pada klien

2. Diagnosa keperawatan ini di ambil dari batasan karakteristik yang muncul pada tanda gejala kedua
klien tersebut.

Menurut Laurent (1993) pohon masalah pada klien dengan hipertermi yaitu penyebab utamanya
dari bakteri salmonella thypi yang masuk kedalam saluran pencernaan, sehingga menjadi
peradangan dan meningkatkan kadar suhu pada tubuh.

Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang di berikan pada klieb 1 dan 2 adalah NOC thermoregulation. Pada klien
1 di berikan infus ringer laktat 1000 cc/24 jam, injeksi antrain 350mg via iv, injeksi ranitidine 30 mg
via

IV, ondancentron 60 mg via IV, pada klien 2 diberika infuse ringer laktat 1000 cc/24 jam, injeksi
antrain 350 mg via IV, injeksi ranitidine 30 mg via IV, ondancentron 60 mg via IV.
Menurut peneliti intervensi keperawatan yang di gunakan sesuai dengan keluhan dan tanda gejala
yang dialami oleh klien 1 dan klien 2, namun pada intervensi terdapat tambahan intervensi untuk
pemberian terapi tiap harinya, karena mengikuti kondisi klien. Adapun pemberian terapi tambahan
untuk klien 2 adalah vitamin A200.000 iu yang tujuannya untuk menurunkan hipertermi pada klien.

Menurut nanda NOC-NIC intervensi keperawatan dengan masalah hipertermi menggunakan NOC
respiratory ststus : fever treatment dengan NIC airway manajemen : memonitor suhu sesering
mungkin rasional : suhu 38,9-41,1 menunjukkan proses penyakit infeksi akut. Memonitor warna dan
suhu kulit, memonitor tekanan darah, nadi dan RR, memonitor penurunan tingkat kesadaran,
memonitor WBC, Hb, dan Hct, memonitor intake dan output, berika antipiretik rasional : digunakan
untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam selimuti klien rasional : digunakan untuk mengurangi demam umunya
lebih besar dari 39,5-40 C pada waktu terjadi kerusakan /gangguan pada otak. Kolaborasi pemberian
cairan intravena. Kompres klien pada lipat paha dan aksila.

Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada klien 1 dan klien 2 sudah sesuai dengan apa yang ada pada
intervensi keperawatan, namun untuk

kolaborasi pemberian terapi pada klien 1 di berikan infus ringer laktak 1000 cc/24 jam. Oral
paracetamol 500mg, injeksi OMZ 1x40 mg, Injeksi antrain 350 mg, injeksi ranitidine 30 mg,
ondancentron 60 mg, via IV, sedangkan pada klien 2 diberikan infus ringer laktat 1000 cc/24 jam,
injeksi antrain 350 mg, injeksi pumpicel 1x40 mg, injeksi ranitidine 30 mg, ondancentron 60 mg via IV
dan oral paracetamol 500mg. Hal ini menunjukkan ketidaksamaan dalam pemberian terapai pada
kedua klien penderita hipertermi.

Menurut peneliti implementasi yang dilakukan pada studi kasus pada kedua klien dengan masalah
hipertermi sudah sesuai dengan intervensi, memonitor tanda-tanda vital, menghentikan aktifitas
fisik, memberikan kompres hangat, melonggarkan pakaian klien, memberikan cairan rehidrasi oral,
selalu memonitor penurunan tingkat kesadaran, memonitor tanda-tanda dehidrasi, meningkatkan
intake cairan dan nutrisi bagi klien. Akan tetapi pada implementasi intervensi yang berisi kolaborasi
dengan tim medis, ada perbedaan pemberian terapi , adapun klien 1 hanya diberikan untuk
mengatasi tanda gejala yang muncul saja, seperti diberi obat anti nyeri, dan obat penurun suhu
tubuh. Sedangkan pada klien 2 diberikan infus ringer laktat 1000 cc/24 jam, injeksi antrain

350 mg, injeksi ranitidine 30 mg, ondancentron 60 mg, dan injeksi perencanaan pemberian tersebut
untuk mengobati penyakit thypoid.

Menurut maryunani (2010), implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini
terdiri dari tindakan
mandiri, saling ketergantungan /kolaborasi, dan tindakan rujukan/ketergantungan. Implementasi
tindakan keperawatan dengan masalah hipertermi disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada implementasi terdapat juga pengobatan untuk penderita thypoid sendiri selain
untuk menyembuhkan/mengobati penderita juga mencegah kematian dan mencegah kekambuhan.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan pada klien dan klien 2 yang dilakukan selama 3 hari, pada hari pertama dan
hari kedua menunjukkan evaluasi yang belum memenuhi standart kriteria hasil karenna keluhan dan
tanda gejala yang di alami kedua klien teratasi sebagian dan masih sama dengan saat pengkajian,
yakni kedua klien mengalami peningkatan suhu , serta pada klien 1 37,9 dan pada klien 2 38,2 C,
pada hari ketiga klien 1 dan klien 2 mengalami perubahan evaluasi keperawatan yang menunjukkan
adanya penurunan keluhan kedua klien untuk suhu menurun dan keadaan umum klien baik
sedangkan pada klien 2 suhu tubuh mulai mengalami penurunan dan kesadarannya baik.

Menurut peneliti pada hari pertama untuk kedua klien menunjukkan hasil yang berbeda untuk
kedua klien karena klien masih mengeluh panas dingin dengan hasil observasi suhu yang masih tinggi
pada klien 1 38,8 C, dan untuk klien 2 39,0 C. Hasil evaluasi yang berbeda di sebabkan oleh kondisi
klien sendiri. Sedangkan pada hari ketiga kedua klien menunjukkan hasil yang sama setelah
dilakukan beberapa tindakan untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh yang berlebih dengan
observasi

suhu 37,0 C, untuk klien 2 suhu tubuh sudah mengalami penurunan dikarenakan intervensi dan
terapi yang diberikan sesuai dengan kondisi klien, tetapi untuk klien 1 lebih rendah untuk
tercapainya evaluasi dalam rentang maksimal karena dari keadaan umum klien rendah dilihat dari
perubahan keluhan dan tanda gejala yang ada. Pada klien 1 mengalami perkembangan perubahan
kondisi klien karena dari segi usia masih kooperatif dari segi pengetahuan tentang penyakit yang
dialami, dengan demikian untuk mengatasi keluhan utama panas dan lemas

Menurut Aden (2010), pada tahap ini perawat melakukan penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Adapun kriteria hasil yang harus dicapai untuk memperoleh evaluasi
keperawatan yang masksimal untuk klien dengan masalah hipertermi adalah suhu tubuh klien
normal, tidak mengalami penurunan kesadaran, observasi tanda-tanda vital normal.

Anda mungkin juga menyukai