Anda di halaman 1dari 57

i

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY”D” DENGAN PLACENTA

PREVIA DI KAMAR BERSALIN RSUD H. ANDI SULTHAN

DAENG RADJA BULUKUMBA

(Pada Tanggal 08 Desember 2021)

KARYA TULIS ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:

Asmawati Abbas

NIM. D2109040

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY”D” DENGAN PLACENTA
PREVIA DI KAMAR BERSALIN RSUD H. ANDI SULTHAN
DAENG RADJA BULUKUMBA

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Ners Pada Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Stikes Panrita Husada Bulukumba

Disusun oleh:

Asmawati Abbas

NIM. D2109040

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny”D” Dengan

Placenta Previa Di Kamar Bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja

Bulukumba” ini telah disetujui untuk diujikan pada

Ujian Sidang dihadapan Tim Penguji

pada bulan 2022

Pembimbing

Tenriwati, S.Kep, Ns, M.Kes


3

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny”D” Dengan

Placenta Previa Di Kamar Bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja

Bulukumba” ini telah diujikan dan

dinyatakan “Lulus” dalam Ujian Sidang dihadapan Tim Penguji pada 2022.

Pembimbing

Tenriwati, S.Kep, Ns, M.Kes

Penguji 1 Penguji 2

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Haerani, S.Kep, Ns, M. Kep


NIDN. 00-0909-900
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny”D” Dengan Placenta Previa Di Kamar
Bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba”. KIAN ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Program Studi Pendidikan
Profesi Ners Stikes Panrita Husada Bulukumba. Bersamaan ini perkenankanlah saya
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. H. Muh. Idris Aman., S.Sos selaku Ketua Yayasan Panrita Husada Bulukumba.
2. DR. Muriyati., S.Kep, M.Kes selaku Ketua Stikes Panrita Husada Bulukumba.
3. Haerani, S.Kep, Ns, M. Kep selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi
Ners
4. Tenriwati, S.Kep, Ns, M.Kes, Selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan
dan bantuannya selama menyusun KIAN ini.
5. Selaku dosen penguji 1 atas arahan, bimbingan dan bantuannya selama
menyusun KIAN ini.
6. Selaku dosen penguji 2 atas arahan, bimbingan dan bantuannya selama
menyusun KIAN ini.
7. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf Stikes Panrita Husada Bulukumba atas bekal
keterampilan dan pengetahuan yang telah diberikan.
Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian KIAN ini. Mohon maaf
atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat. Semoga
Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan
dan selalu menganugerahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua. Amin.
Bulukumba, Januari 2022

Penulis
5

ABSTRAK

Asuhan Keperawatan Pada Ny”D” Dengan Placenta Previa Di Kamar Bersalin RSUD H. Andi
Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Asmawati1. Tenriwati2.

Latar belakang: Penyebab kematian ibu menurut WHO sebanyak 80% disebabkan perdarahan hebat,
infeksi, hipertensi dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2019). Salah satu penyebab perdarahan dalam
kehamilan dan persalinan adalah plasenta previa, ditemukan 80% dari kasus plasenta previa terjadi
pada wanita yang multiparitas dan risikonya meningkat pada ibu hamil yang berusia >35 tahun.
Plasenta previa adalah komplikasi kehamilan dimana plasenta terletak di bagian bawah rahim,
sebagian atau seluruhnya menutupi leher rahim, yang menyebabkan perdarahan vagina tanpa rasa sakit
dan beberapa mengarah ke perdarahan yang mungkin cukup besar untuk mengancam kehidupan ibu
dan janin yang mengarahkan ke persalinan segera, baik secara elektif atau darurat. Sehingga Peran
perawat sangat penting dalam mencegah dan mengurangi perdarahan, dan perawat berperan sebagai
pemberi asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Tujuan penelitian: untuk memberikan asuhan keperawatan pada Ny”D” dengan placenta previa di
kamar bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan kejadian atau peristiwa penting yang terjadi pada masa kini.
Hasil: Berdasarkan hasil evaluasi keperawatan dilakukan sejak tanggal 08 Desember 2021 sesuai
dengan tindakan keperawatan pada klien dimana untuk nyeri akut terkait dengan agen pencedera fisik
teratasi, ansietas terkait dengan kriris situasional teratasi.
Kesimpulan: hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar
dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan dan diharapkan juga akan
memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi tentang pentingnya asuhan keperawatan
pada Ny.D dengan placenta previa.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan. Placenta Previa.


6

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama : Asmawati Abbas
NIM : D2109040
Program Studi : Profesi Ners
Tahun Akademik : 2021/2022

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah (KIAN) ini adalah hasil karya saya sendiri
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar. Saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan KIAN saya yang berjudul:
Asuhan Keperawatan Pada Ny”D” Dengan Placenta Previa Di Kamar Bersalin
RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.

Apabila suatu saat nanti terbukti bahwa saya melakukan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah di tetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bulukumba, 10 Agustus 2021

Asmawati Abbas
NIM. D21.09.040
7

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 3
1. Tujuan Umum ........................................................................... 3
2. Tujuan Khusus .......................................................................... 3
C. Ruang Lingkup ................................................................................ 4
D. Manfaat Penulisan ........................................................................... 4
E. Metode Penulisan ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar .................................................................................. 5
1. Pengertian ................................................................................. 5
2. Etiologi ..................................................................................... 7
3. Patofisiologi ............................................................................. 7
4. Manifestasi klinik ..................................................................... 9
5. Komplikasi ............................................................................... 10
6. Penatalaksanaan Medis ............................................................ 11
B. Konsep Keperawatan ...................................................................... 12
1. Pengkajian Keperawatan .......................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................. 19
3. Perencanaan Keperawatan ....................................................... 20
4. Pelaksanaan Keperawatan ........................................................ 27
8

5. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 28


6. Discharge Planning ................................................................. 29
C. SPO tentang Relaksasi Nafas Dalam...............................................
D. Artikel Terkait..................................................................................
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian....................................................................... 30
B. Populasi dan Sampel ....................................................................... 36
C. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 36
BAB IV HASIL DAN DISKUSI
A. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 47
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 49
C. Perencanana Keperawatan ............................................................... 53
D. Pelaksanaan Keperawatan ............................................................... 57
E. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian ibu saat sedang mengandung atau 42 hari setelah melahirkan,
menurut WHO merupakan Angka Kematian Ibu (AKI) yang berada dalam
indikator penilaian kesehatan ibu yang terjadi bukan karena cedera atau trauma,
melainkan oleh kehamilan itu sendiri. Berdasarkan data yang didapatkan World
Health Organization (WHO) tahun 2016 prevalensi plasenta previa sekitar 458
dari 100.000 kelahiran setiap tahunnya, sedangkan prevalensi plasenta previa
menurut WHO tahun 2019 sekitar 320 dari 100.000 kelahiran. Prevalensi
plasenta previa tertinggi terdapat wilayah Asia yaitu sekitar 1,22% dan Negara
tertiggi kasus plasenta previa di Filipina (0,76%) (Cresswell, 2020). Sedangkan
Di Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti kasus plasenta previa berkisar
antara 2,4% sampai 3,56% dari seluruh kehamilan (Fitrianingsih, 2020). Angka
kejadian plasenta previa menurut data Dinas Kesehatan Povinsi Sul-Sel 2019
mencapai hingga 2,6%. Berdasarkan data dari RSUD H. Andi Sulthan Dg. Radja
Bulukumba didapatkan jumlah pasien yang di rawat dengan placenta previa pada
tahun 2019 sebesar 93 pasien, pada tahun 2020 sebesar 74 pasien dan tahun 2021
sebesar 82 pasien, dimana penanganan placenta previa di rumah sakit sekitar 90%
dilakukan dengan tindakan operasi section caesarea.
Plasenta previa adalah komplikasi kehamilan dimana plasenta terletak di
bagian bawah rahim, sebagian atau seluruhnya menutupi leher rahim. Hal ini
menyebabkan perdarahan vagina tanpa rasa sakit dan beberapa mengarah ke
perdarahan yang mungkin cukup besar untuk mengancam kehidupan ibu dan
janin yang mengarahkan ke persalinan segera, baik secara elektif atau darurat.
Plasenta previa disebabkan oleh implantasi blastokista yang terletak rendah
dalam rongga rahim (Widia et.al., 2019).
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya plasenta previa ialah
meningkatnya paritas ibu, meningkatnya usia ibu, kehamilan ganda, tindakan
2

kuratase, riwayat seksio sesarea sebelumnya, adanya bekas luka pada rahim dan
miomektomi atau endometritis, riwayat plasenta previa, dan kebiasaan merokok.
Ditemukan 80% dari kasus plasenta previa terjadi pada wanita yang multiparitas
dan risikonya meningkat pada ibu hamil yang berusia >35 tahun. Usia kecil dari
20 tahun juga dinilai berisiko karena hipoplasia endometrium. Hal ini juga
disebabkan endometrium belum siap menerima hasil konsepsi yang berdampak
pada gangguan vascular dan selanjutnya terjadi plasenta previa (Yeni et.al.,
2017).
Tatalaksana pada pasien dengan plasenta previa adalah menjadwalkan
kelahiran secara elektif pada usia 36-37 minggu melalui prosedur seksio sesaria.
Selama mempersiapkan kelahiran secara elektif pasien perlu dipantau tanda-tanda
vital, dan detak jantung bayi. Sebaiknya pasien juga dipasangkan 2 jalur rehidrasi
intravena untuk berjaga-jaga apabila selama proses kelahiran pasien mengalami
perdarahan. Apabila sebelum usia 36 minggu namun pasien telah sering
mengalami perdarahan aktif, maka proses kelahiran dapat dipercepat dengan
penambahan pemberian magnesium sulfida sebagai neuroprotektan bayi dan
steroid untuk pematangan paru, dan bayi sebaiknya dilahirkan segera (Putri,
2019).
Berdasarkan penelitian (Wahyu, et.al. 2019) tentang hubungan antara usia
kehamilan terhadap kejadian plasenta previa Di RSUD PROF. DR. Margono
Soekarjo Terdapat hubungan yang signifikan antara usia kehamilan dengan
kejadian plasenta preveia di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Kehamilan usia
> 35 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya plasenta previa dengan
besar peluang terjadinya plasenta preveia 3,86 kali dari pada usia 20-35 tahun.
Peran perawat dalam menurunkan AKI antara lain : memberikan pendidikan
tentang kehamilan dan persalinan, pengawasan pada kunjungan ke pelayanan
kesehatan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas disini peran perawat
sangat diperlukan. Perawat harus mampu memberikan perawatan yang
komprehensif, berkesinambungan, teliti dan penuh kesabaran. salah satu hal yang
perlu bagi perawat dalam menangani rasa nyeri pasien adalah mengembangkan
3

kompetensi dan pemahaman yang terus menerus tentang management nyeri non
farmakologi. Terdapat beberapa jenis managemen non farmakologis antara lain:
teknik relaksasi, distraksi masase, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris
transkutan, hipnosis, guided imagery dan musik. (Bardja, 2020).
Peran perawat sangat penting disini, perawat murupakan bagian dari pemberi
pelayanan kesehatan diharapkan mempunyai perhatian yang tinggi dalam
membantu ibu untuk meminimalkan dampak dari placenta previa baik secara
fisik maupun psikologis. Pertama perawat berperan sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat harus memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Yang kedua perawat
berperan sebagai advokad dimana peran ini dilakukan perawat dalam membantu
klien dan keluarga menginterpretasikan berbagai informasi, yang ketiga perawat
berperan sebagai edukator peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan
yang akan diberikan (Machmudah, 2015).
Berdasarkan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny”D” Dengan
Placenta Previa Di Kamar Bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja
Bulukumba “.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mendeskripsikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny”D”
dengan placenta previa di kamar bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng
Radja Bulukumba.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada Ny.D dengan
placenta previa
b. Untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada Ny.D dengan
placenta previa
4

c. Untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Ny.D dengan


placenta previa
d. Untuk mengidentifikasi implementasi atau tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan pada Ny.D dengan placenta previa.
e. Untuk mengidentifikasi evaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan pada Ny.D dengan placenta previa.
C. Ruang Lingkup
Analisis asuhan keperawatan pada Ny”D” dengan placenta previa di kamar
bersalin RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba pada tanggal 18
Desember tahun 2021.
5

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang keperawatan maternitas khususnya asuhan
keperawatan pada Ny”D” dengan placenta previa.
2. Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literature dan
menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan yang melakukan
edukasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny”D” dengan placenta
previa berat guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
E. Metode Penulisan
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam bentuk
studi kasus. Penelitian ini mendeskripsikan proses keperawatan dimulai dari
pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, merencanakan tindakan
keperawatan, implementasi sampai evaluasi keperawatan dalam asuhan
keperawatan pada Ny”D” dengan placenta previa di kamar bersalin RSUD H.
Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
6

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Placenta Previa


1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (Saifuddin, 2015).
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada
didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud
plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah sekali
hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum.
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta dibagian bawah
sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim (Sarwono, 2012).
2. Etiologi
Menurut (Manuba, 2014) etiologi plasenta previa sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan factor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:
a. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim,
menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan
serviks.
b. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau
jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau
aborsi).
c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
f. Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7

g. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan masa lampau. Aliran darah keplasenta tidak cukup dan
memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir
h. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih
besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di
bawah usia 20 tahun. Hasil penelitian Wardana (2017) menyatakan usia
wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35
tahun. Diduga risiko plasenta previa meningkat dengan bertambahnya
usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Plasenta previa merupakan salah
satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester ke III. Hal ini
biasanya terjadi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun. Prevalensi
plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta
previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang
kurang subur dapat meningkatkan kejadian plasenta previa. Hasil
penelitian Wardana (2017) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan
faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil
dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium
tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan
yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
3. Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 20 minggu saat sekmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar
dan menipis. Umumnya terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah
uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus
dan pembukaan servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena adanya ketidakmampuan
8

selaput otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta
letak normal. Klasifikasi plasenta previa :
a. Plasenta Previa totalis : seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta
b. Plasenta Previa Lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh
plasenta.
c. Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan (ostium internus
servisis) tertutup oleh jaringan plasenta.
d. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan (ostium internus servisis).
e. Plasenta letak rendah, apabila plasenta yang letaknya abnormal pada
segmen bawah uterus belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir atau
plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan sehingga tidak akan
teraba pada pembukaan jalan lahir.
4. Manifestasi Klinik
Menurut (Norma, 2013) Perdarahan adalah gejala primer dari
placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita
dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan
adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak
menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi
kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan
dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari
placenta previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe
pada dinding perut) atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan kedalam
vagina namun jauh dari mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada
lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound
adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound dilakukan
sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta
previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus
pada perdarahan yang lebih jauh.
9

Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam


(yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada
akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya
asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam.
Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar.
Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun
latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan
terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya
perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi
pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa
pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam
vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat
risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
5. Komplikasi
(Norma, 2013) :
a. Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim
b. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan
histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
c. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta
d. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu)
e. Kecacatan pada bayi
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan darah : hemoglobin, hematokrit
b. Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
c. Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukansumberperdarahan dari karnalis servisis atau sumber lain
(servisitis, polip, keganasan, laserasi/troma) (Oktarina, 2016).
10

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di
rumah pasien, dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat dirumah
sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan
perdarahan yang sangat berat. Dirumah sakit TTV pasien diperiksa,
dinilai jumlah darah yang keluar, dandilakukan close match. Kehilangan
darah yang banyak memerlukan transfusi.Dilakukan palpasi abdomen
untuk menentukan umur kehamilan janin, presentasi,dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk
mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada
perdarahan dan umur kehamilan janin. Dalam kasus perdarahan hebat,
diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa
memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat,
perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin kurang
dari 36 minggu. Karena perdarahan ini cenderung berulang,ibu harus tetap
dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin mengharuskan
pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus kehamilan
dapat dilanjutkan hingga 36 minggu ; kemudian pilihan melahirkan
bergantung padaapakah derajat plasenta previanya minor atau mayor.
Wanita yag memiliki derajat plasenta previa minor dapat memilih
menunggu kelahiran sampai term atau denganinduksi persalinan, asalkan
kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat mayor ditangani dengan seksio
seksarae pada waktu yang ditentukan oleh pasien ataudokter, meskipun
biasanya dilakukan sebelum tanggal yang disepakati, karena perdarahan
berat dapat terjadi setiap saat
b. Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghidari peningkatan
tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit buang air
11

besar). Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal
peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap
15 manit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan.
Pantau pula BJJ dan pergerakan janin. Bila terjadi renjatan, segera
lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidakteratasi, upaya
penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia kehamilan.
Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat
renjatan, usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang
dari 2500g, maka :
1) Bila perdarahan sedikit, rawat sampai sia kehamilan 37 minggu, lalu
lakukan mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama
3 hari.
2) Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan
Dalam Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti
kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan usia gestaji 37 minggu atau
lebih, taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila
ternyata plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila bukan
usahakan partus pervaginam (Nurarif, 2015).
(Pudiastuti, 2014):
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya
dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola
fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah (Mubarak
et al., 2015)
12

a. Data Biografi Identitas umum ibu meliputi nama, tempat tanggal


lahir,/umur, alamat, suku bangsa, pekerjaan, agama.
1) Nama
Untuk mengetahui nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari agar tidak keliru dalammemberikan penanganan.
2) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui biasanya sering terjadi pada
primigravida < 20 tahun atau > 35 tahun.
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam berdoa.
4) Suku Bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
5) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan keperawatan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat intelektualnya, sehingga perawat dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya.
6) Pekerjaan
Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena
ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
7) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah
28 minggu/trimester III.
a) Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
b) Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi
intravaginal/rectal.
13

c) Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya


robekan pembuluh darah dan placenta
d) Inspeksi
(1) Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
(2) Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
e) Palpasi abdomen
(1) Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
(2) Sering dijumpai kesalahan letak
(3) Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala
biasanya kepala masih goyang/floating
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
3) Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnyaagar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah
pada kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
a) Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
b) Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
c) Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan
penolong persalinan
d) Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
e) Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan
perdarahan.
f) Komplikasi pada bayi
g) Rencana menyusui bayi
4) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran
persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir
(HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan
rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun
disesuaikan.
14

5) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,
ibu, ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus
didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral
sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui
dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual pada janin.
6) Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya
riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan
sebelumnya harus di dokumentasikan
(Manuaba, 2012).
c. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola Aktivitas Biasanya pada preeklamsi terjadi kelemahan,
penambahan berat badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+,
reflek patologis -/- biasanya ditandai dengan pembengkakan kaki, jari
tangan, dan muka
2) Nutrisi Ibu dianjurkan untuk memperhatikan asupan garam dan
protein. Garam diberikan sesuai dengan berat-ringannya retensi garam
atau air, protein tinggi 1,5-2 gr/kg BB, cairan diberikan 2500 ml
sehari, mineral cukup terutama kalsium dan kalium. Anjurkan untuk
mengkonsumsi tambahan seperti kalori tiap hari sebanyak 500 kalori,
minum minimal 3 liter setiap hari terutama setelah menyusui.
3) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang
air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta
kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah(Ambarwati, 2017).Biasanya pada klien dengan preeklamsia
terdapat proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
4) Istirahat dan tidur Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien,
berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan
15

mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat


penting bagi ibu post partum karena dengan istirahat yang cukup
dapat mempercepat penyembuhan.
5) Keadaan psikologis Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang,
apakah ibu merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang.
6) Riwayat Sosial Budaya Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan
/ tidak, diterima / tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk
mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang
akan menguntungkan atau merugikan pasien.
7) Pengunaan obat-obatan dan rokok Untuk mengetahui apakah ibu
mengkonsumsi obat terlarang ataukah ibu merokok.
d. Pemeriksaan fisik
1) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
a) Rambut dan kulit
(1) Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan
linea nigra.
(2) Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan
paha.
(3) Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
b) Mata : pucat, anemis
c) Hidung
d) Gigi dan mulut
e) Leher
f) Buah dada / payudara
(1) Peningkatan pigmentasi areola putting susu
(2) Bertambahnya ukuran dan noduler
g) Jantung dan paru
(1) Volume darah meningkat
(2) Peningkatan frekuensi nadi
16

(3) Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu


darah pulmonal.
(4) Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
(5) Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
(6) Diafragma meningga.
(7) Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
h) Abdomen
(1) Menentukan letak janin
(2) Menentukan tinggi fundus uteri
i) Vagina
(1) Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan
( tanda Chandwick)
(2) Hipertropi epithelium
j) System musculoskeletal
(1) Persendian tulang pinggul yang mengendur
(2) Gaya berjalan yang canggung
(3) Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal
2) Khusus
a) Tinggi fundus uteri
b) Posisi dan persentasi janin
c) Panggul dan janin lahir
d) Denyut jantung janin
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia diagnosa keperawatan
yang muncul adalah sebagai berikut (SDKI, 2016) :
a. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah
yang besar.
b. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur operasi Sectio Caesarea.
17

c. Resiko tinggi cedera (janin) berhubungan dengan Hipoksia jaringan /


organ, profil darah abnormal, kerusakan system imun.
d. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
e. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
f. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia, intervensi
keperawatan yang direncanakan adalah sebagai berikut (SIKI, 2018) :
a. Penurunan kardiak output berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah
yang besar
Tujuan : Setelah dilakukkanya tindakan keperawatan 2 X 24 jam
diharapkan penurunan kardiak output tidak terjadi atau teratasi dengan
kriteria hasil : Volume darah intravaskuler dan kardiak output dapat
diperbaiki sampai nadi, tekanan darah, nilai hemodinamik, serta nilai
laboratorium menunjukkan tanda normal
Tindakan :
1) Kaji dan catat TTV, TD serta jumlah perdarahan.
2) Bantu pemberian pelayanan kesehatan atau mulai sarankan terapi
cairan IV atau terapi transfusi darah sesuai kebutuhan
3) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (misal diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
4) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ektremitas
Teraupetik :
5) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
6) Hindari pengukuran tekanan darah pada ektremitas dengan
keterbatasan perfusi
7) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
8) Lakukan pencegahan infeksi
9) Lakukan perawatan kaki dan kuku
18

Edukasi :
10) Anjurkan berhenti merokok
11) Anjurkan berolahraga rutin
12) Anjurkan menggunakan obat penurunan tekanan darah, antikoagulan,
dan penurunan kolesterol, jika pelu
13) Anjurkan minum obat penurun tekanan darah secara teratur
14) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (misal
rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa.
b. Ansietas b.d prosedur operasi Sectio Caesarea
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat ansietas Menurun
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Frekuensi pernafasan sedang
6) Frekuensi nadi cukup menurun
7) Tekanan darah menurun
8) Pucat menurun
Terapi relaksasi
Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
2) Periksa frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
3) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Teraupetik :
19

4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan dengan


pencahayaan dan suhu yang nyaman, jika memungkinka
5) Berikan informasi tertulis persiapan dan prosedur teknik relaksasi
6) Gunakan pakaian longgar
7) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
Edukasi :
8) Jelaskan tujuan, manfaat, jenis relaksasi yang tersedia (terapi tarik
nafas dalam)
9) Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
10) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
11) Anjurkan sering mengulangi atau mealtih tenik yang dipilih
12) Demonstrrasikan dan latih teknik relaksasi (tarik nafas dalam)
c. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan status kenyamanan pascapartum meningkat.
Kriteria hasil :
1) Keluhan tidak nyaman menurun
2) Meringis menurun
3) Merintih menurun
4) Tekanan darah menurun
5) Frekuensi nadi sedang tentang nyeri
Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
6) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
20

8) Monitor efek samping penggunaan analgetik


Terapeutik :
9) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (misal
tens, hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
10) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11) Fasilitasi istirahat dan tidur
12) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredekan nyeri
Edukasi :
13) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
14) Jelaskan strategi meredakan nyeri
15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi :
18) Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
d. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri menurun.
Kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Kesulitan tidur menurun
4) Frekuensi nadi sedang
5) Pola napas sedang
6) Tekanan darah membaik
7) Fungsi berkemih sedang
8) Pola tidur membaik
21

Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
10) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (misal
tens, hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa myeri (misal suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
12) Fasilitasi istirahat dan tidur
13) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredekan nyeri
Edukasi :
14) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
15) Jelaskan strategi meredakan nyeri
16) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi :
19) Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
22

e. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan


Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat pengetahuan meningkat.
Kriteria hasil :
1) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
2) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya sesuai dengan
topik meningkat
3) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi meningkat
4) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Teraupetik :
3) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
6) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
7) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
8) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien
terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk memperbaiki
kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan untuk mencegah
23

masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan


implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan dan strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi. Implementasi keperawatan adalah
kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Jadi, implemetasi keperawatan
adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi dengan
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu masalah
kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang
telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Mubarak et al., 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan
data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi.
Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah
tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Mubarak et al., 2015).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Nikmatur and Walid, 2016). Tehnik Pelaksanaan SOAP
a. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
24

b. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,


penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
c. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
d. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
6. Discharge Planning
Menurut (Nursalam, 2017) discharge planning merupakan proses
mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan sampai pasien merasa
siap kembali ke lingkungannya. Dengan demikian discharge planning
merupakan tindakan yang bertujuan untuk dapat memandirikan pasien
setelah pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association tujuan dari discharge planning
adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien untuk dapat
mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang. Discharge
planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin
keberlanjutan asuhan yang berkualitas (Nursalam, 2017).
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu,
ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat
home care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk
dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan
perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan
kebutuhan yang berubah (Mubarak et al., 2015).
25

C. SPO Teknik Relaksasi Nafas Dalam


1. Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
kepaerawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaiama cara melakukan nafas dalam, nafas lambat dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan.
2. Tujuan
Untuk mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga
mencegah menghebatnya stimulasi nyeri
3. Indikasi
a. Pasien yang mengalami stres
b. Pasien yang mengalami nyeri yaitu nyeri akut pada tingkat ringan sampai
tingkat sedang akibat penyakit yang kooperatif
c. Pasien yang mengalami kecemasan
d. Pasien mengalami gangguan pada kualitas tidur seperti insomni
4. Pelaksanaan
a. Pra Interaksi
1) Membaca status klien
2) Mencuci tangan
b. Interaksi
1) Orientasi
a) Salam : Memberi salam sesuai waktu
b) Memperkenalkan diri.
c) Validasi kondisi klien saat ini.
Menanyakan kondisi klien dan kesiapan klien untuk
melakukan kegiatan sesuai kontrak sebelumnya
d) Menjaga privasi klien
e) Kontrak.
Menyampaiakan tujuan dan menyepakati waktu dan tempat
dilakukannya kegiatan
26

2) Kerja
a) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada
sesuatu yang kurang dipahami/ jelas
b) Atur posisi agar klien rileks tanpa adanya beban fisik, baik duduk
maupun berdiri. Apabila pasien memilih duduk, maka bantu
pasien duduk di tepi tempat tidur atau posisi duduk tegak di kursi.
Posisi juga bisa semifowler, berbaring di tempat tidur dengan
punggung tersangga bantal.
c) Instruksikan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam sehingga
rongga paru berisi udara
d) Instruksikan pasien dengan cara perlahan dan hembuskan udara
membiarkannya ke luar dari setiap bagian anggota tubuh, pada
saat bersamaan minta klien untuk memusatkan perhatiannya pada
sesuatu hal yang indah dan merasakan lega
e) Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa
saat (1-2 menit)
f) Instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam,
kemudian menghembuskan dengan cara perlahan dan merasakan
saat ini udara mulai mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-
paru dan seterusnya, rasakan udara mengalir keseluruh tubuh
g) Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan,
udara yang mengalir dan merasakan ke luar dari ujung-ujung jari
tangan dan kaki kemudian rasakan kehangatanya
h) Instruksikan pasien untuk mengulangi teknik-teknik ini apabila
rasa nyeri kembali lagi
i) Setelah pasien mulai merasakan ketenangan, minta pasien untuk
melakukan secara mandiri
j) Ulangi latihan nafas dalam ini sebanyak 3 sampai 5 kali dalam
sehari dalam waktu 5-10 menit
27

3) Terminasi
a) Evaluasi hasil: kemampuan pasien untuk melakukan teknik ini
b) Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan umpan
balik dari terapi yang dilakukan.
c) Tindak lanjut: menjadwalkan latihan teknik relaksasi banafas
dalam
d) Kontrak: topik, waktu, tempat untuk kegiatan selanjutnya
4) Dokumentasi
a) Mencatat waktu pelaksanaan tindakan
b) Mencatat perasaan dan respon pasien setelah diberikan tindakan
D. Artikel Terkait
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widia R, et.al. pada tahun
2019 didapatkan bahwa terdapat hubungan kejadian plasenta previa dengan
riwayat kehamilan sebelumnya
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeni Cut Meurah Syiah,
et.al pada tahun 2017 tentang Plasenta Previa Totalis Pada Primigravida:
Sebuah Tinjauan Kasus. Didapatkan bahwa Adapun pemeriksaan fisik yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa placenta previa meliputi:
keadaan umum dan tanda vital, inspeksi genitalia eksterna, pemeriksaan
inspekulo dan leopold.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mursalim Nurulhuda, et.al.
tahun 2021 tentang Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Plasenta Previa didapatkan Kesimpulan dari penelitian ini adalah
terdapat hubungan faktor risiko paritas, riwayat gemelli pada kejadian
plasenta previa dan didapatkan hubungan faktor risiko antara umur, riwayat
sectio sesarea dengan kejadian plasenta previa di RSUD Batara Guru dan RS
Hikmah Sejahtera Kabupaten Luwu
4. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Haifa, et.al. tahun
2019 tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Plasenta
Previa didapatkan Kesimpulan, berdasarkan uji statistik menunjukan adanya
28

hubungan yang signifikan antara faktori usia ibu, paritas, riwayat Sectio
Caesarea, riwayat kuretase, jarak kehamilan dengan kejadian plasenta previa.
5. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri Nadila Ayuni. 2019.
Tentang Plasenta Previa Sebagai Faktor Protektif Kejadian Preeklamsia Pada
Ibu Hamil. Didapatkan Kesimpulan, terdapat faktor protektif yang ada pada
pasien plasenta previa sehingga menurunkan kejadian preeklamsia
6. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayasari Cristiani Dewi.
2016. Tentang Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non Farmakologi
Bagi Seorang Perawat, didapatkan bahwa salah satu hal yang perlu bagi
perawat dalam menangani rasa nyeri pasien adalah mengembangkan
kompetensi dan pemahaman yang terus menerus tentang management nyeri
non farmakologi. Terdapat beberapa jenis mangemen non farmakologis antara
lain: teknik relaksasi, distraksi masase, terapi es dan panas, stimulasi saraf
elektris transkutan, hipnosis, guided imagery dan musik.
7. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitrianingsih Yeni dan
Wandani Kemala. 2018. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Rasa Nyeri
Persalinan Kala I Fase Persalinan Fase Aktif di 3 BPM Kota Cirebon. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Asym.Sig (nilai p) <0,05 ada pengaruh kompres
hangat terhadap nyeri persalinan fase aktif fase I.
8. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihanto dan Retnani
Caecilia Titin. 2020. Relaksasi Otot Progresif Untuk Menurunkan Nyeri.
Teknik perlu adanya bimbingan oleh ahli salah satunya adalah perawat.,
durasi sekitar 10-20 menit, prinsip memberikan ketenangan jiwa. Teknik
relaksasi otot progresif dapat menurunkan nyeri, sehingga dapat digunakan
oleh perawat dalam penatalaksanaan klien dengan gangguan nyeri.
9. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stania, Rondonuwu
Rampengan Rolly & Onibala Franly. 2020. Pengaruh Teknik Relaksasi Dan
Teknik Distraksi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Di Ruang Irina A Atas Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
29

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Desain atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam
penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal dari beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi suatu hasil dan juga bisa di gunakan sebagai petunjuk dalam
perancangan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau
menjawab suatu pertanyaan penelitian yang merupakan hasil akhir dari suatu
penelitian yang bisa di terapkan (Sastroasmoro & Sofyan, 2014). Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian deskriptif artinya suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara objektif.
B. Populasi Dan Sampel
Populasi terjangkau adalah populasi yang dapat dijangkau oleh peneliti dari
kelompoknya atau keseluruhan objek peneliti. Populasi penelitian ini adalah
semua pasien Yang dirawat di ruang kamar bersalin RSUD H. A. Sulthan Dg
Radja Bulukumba dengan kasus Maternitas (Intra Natal Care).
Subyek pada penelitian ini adalah adalah pasien yang dirawat dengan
diagnose placenta previa di kamar bersalin RSUD H. A. Sulthan Dg Radja
Bulukumba.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kamar bersalin RSUD H. A. Sulthan
Dg. Radja Bulukumba.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan adalah pada tanggal 08 Desember tahun
2021.
30

BAB IV
HASIL DAN DISKUSI

A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian seorang pasien perempuan dengan inisial
Ny’D’, usia 27 tahun, status perkawinan: kawin, pekerjaan : IRT, pendidikan
terakhir : SMA. Berdasarkan hasil klasifikasi data didapatkan DS: Pasien
mengeluh nyeri pada perut, Pasien mengeluh nyeri saat bergerak, Pasien merasa
cemas dengan keadaannya saat ini, Pasien merasa bingung, Pasien mengatakan
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dialaminya, pasien mengatakan tidak
berdaya. DO: Pasien nampak meringis, Pasien nampak gelisah, TTV :
TekananDarah:130/80mmHg; Nadi : 87x/I, Suhu :36,7ºC, Pernapasan : 22 x/mnt,
P: Nyeri terus menerus, Q: Nyeri ditusuk-tusuk, R: Hipogastric region, S:
5(sedang), T: terus menerus, Gerakan pasien nampak terbatas, Pasien nampak
lemah, Pasien nampak gelisah, Pasien nampak tegang, Pasien nampak pucat.
Pengkajian adalah tahap awal dari proses perawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengindentifikasi suatu kesehatan kilen. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kenyataan. Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon
individu (Nursalam, 2017).
Plasenta previa adalah komplikasi kehamilan dimana plasenta terletak di
bagian bawah rahim, sebagian atau seluruhnya menutupi leher rahim. Hal ini
menyebabkan perdarahan vagina tanpa rasa sakit dan beberapa mengarah ke
perdarahan yang mungkin cukup besar untuk mengancam kehidupan ibu dan
janin yang mengarahkan ke persalinan segera, baik secara elektif atau darurat.
Plasenta previa disebabkan oleh implantasi blastokista yang terletak rendah
dalam rongga rahim (Widia et.al., 2019).
31

Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya plasenta previa ialah


meningkatnya paritas ibu, meningkatnya usia ibu, kehamilan ganda, tindakan
kuratase, riwayat seksio sesarea sebelumnya, adanya bekas luka pada rahim dan
miomektomi atau endometritis, riwayat plasenta previa, dan kebiasaan merokok.
Ditemukan 80% dari kasus plasenta previa terjadi pada wanita yang multiparitas
dan risikonya meningkat pada ibu hamil yang berusia >35 tahun. Usia kecil dari
20 tahun juga dinilai berisiko karena hipoplasia endometrium. Hal ini juga
disebabkan endometrium belum siap menerima hasil konsepsi yang berdampak
pada gangguan vascular dan selanjutnya terjadi plasenta previa (Yeni et.al.,
2017).
Peran perawat dalam menurunkan AKI antara lain : memberikan pendidikan
tentang kehamilan dan persalinan, pengawasan pada kunjungan ke pelayanan
kesehatan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas disini peran perawat
sangat diperlukan. Perawat harus mampu memberikan perawatan yang
komprehensif, berkesinambungan, teliti dan penuh kesabaran. salah satu hal yang
perlu bagi perawat dalam menangani rasa nyeri pasien adalah mengembangkan
kompetensi dan pemahaman yang terus menerus tentang management nyeri non
farmakologi. Terdapat beberapa jenis managemen non farmakologis antara lain:
teknik relaksasi, distraksi masase, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris
transkutan, hipnosis, guided imagery dan musik. (Bardja, 2020).
Hal diatas, seperti riwayat, manifestasi yang terdapat dan diungkapkan oleh
klien sesuai dengan teori yang ada tentang placenta previa, meski tidak semua
dialami oleh klien namun hampir sebagian besar dari teori terdapat dan terjadi
pada klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinik mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2016) :
32

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut:


a. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru (edema paru)
b. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glomerolus sekunder terhadap
penurunan cardiac output
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d terjadinya vasospasme arterional,
edema serebral, perdarahan
d. Ansietas b.d rencana operasi
e. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
g. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
Sedangkan diagnosa yang dijumpai pada kasus sama dengan kemungkinan
diagnosa yang muncul yang mengacu pada Nanda dan SDKI yang terdapat 6
diagnosa. Diagnosa yang dijumpai dalam kasus Ny. D sesuai dengan data yang
didapatkan yaitu Pada kasus, peneliti menetapkan 2 diagnosis keperawatan sesuai
kasus tersebut yaitu:
1. Nyeri Akut Terkait Dengan Agen Pencedera Fisik
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu nyeri akut terkait dengan agen pencedera fisik ditandai dengan DS:
pasien mengeluh nyeri, dan DO: pasien nampak meringis, pasien nampak
gelisah, TTV : Tekanan Darah : 130/80mmHg; Nadi : 87x/I, Suhu :36,7ºC,
Pernapasan : 22 x/mnt, P: Nyeri terus menerus, Q: Nyeri ditusuk-tusuk, R:
Hipogastric region, S: 5(sedang), T: terus menerus.
Menurut (Fitrianingsih dan Wandani, 2018) menyebutkan bahwa
nyeri paling dominan dirasakan pada saat persalinan terutama selama kala 1
fase aktif. Semakin bertambahnya volume maupun frekuensi kontraksi uterus,
nyeri yang dirasakan akan bertambah kuat. Persalinan lama dapat disebabkan
oleh adanya rasa nyeri yang hebat. Nyeri persalinan dapat pula menurunkan
kontraksi uterus. Hal ini dapat mengakibatkan lamanya persalinan.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
33

onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan.Sedangkan nyeri kronis berlangsung
lebih dari tiga bulan (SDKI, 2016).
Menurut analisa peneliti, ada kesesuaian antara teori dengan kasus
dimana klien mengeluh nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
actual atau potensial. Nyeri yang dirasakan seseorang mempunyai rentang
nyeri yang berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Rasa nyeri ini
dapat timbul akibat trauma fisik yang disengaja atau tidak disengaja.
2. Ansietas Terkait Dengan Kriris Situasional
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu ansietas terkait dengan kriris situasional ditandai dengan DS: Pasien
merasa bingung, Pasien mengatakan khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dialaminya, pasien mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak berdaya,
dan DO: Pasien nampak gelisah, Pasien nampak tegang, Pasien nampak pucat
Menurut (Heriani, 2019) placenta previa memiliki dampak terhadap
ibu dan juga janin. Ibu dapat mengalami perdarahan (kelainan pada masa
kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya
kejang), gagal jantung hingga syok dan kematian. Sedangkan pada janin,
janin dapat mengalami penghambatan pertumbuhan dalam uterus, prematur,
kematian dalam uterus, peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.
Placenta previa masih menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu dan
janin tinggi sehingga salah satu kebijakan nasional untuk meminimalkan
angka kematian ibu dan bayinya dengan menggunakan alternative dalam
menangani placenta previa yaitu dengan tindakan sectio caesarea.
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Kondisi ansietas dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: krisis
situasional, kebutuhan tidak terpenuhi, krisis maturasional, ancaman terhadap
34

konsep diri, ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,


disfungsi fungsi keluarga, hubungan orang tua anak tidak memuaskan, faktor
keturunan (temperamen, mudah teragitasi sejak lahir), dan kurang terpapar
informasi (SDKI 2016).
Menurut (Rudiyanti dan Raidartiwi, 2017) pelayanan kesehatan pada
ibu hamil tidak hanya tertuju pada pemeliharaan kesehatan fisik saja tetapi
juga kesehatan psikologis ibu. Kecemasan ditandai dengan gejala fisik,
seperti : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit
bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah
marah atau tersinggung. Gejala behavior seperti berperilaku menghindar dan
terguncang, serta gejala kognitif seperti : khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan
akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur
aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.
C. Perencanana Keperawatan
Pada rencana asuhan keperawatan, peneliti menjelaskan apa saja rencana
intervensi yang tentu sesuai dengan diagnosa keperawatan yang peneliti tersebut
putuskan. Hal ini di seimbangkan juga dengan tujuan dan kriteria hasil serta
rasional apa tidaknya jika dilakukan intervensi tersebut. Selain itu proses
keperawatan adalah metode ilmiah yang dipakai dalam memberikan asuhan
keperawatan yang profesional. Perawat, dimana saja ia bertugas, menghadapi
klien dengan segala macam kasus, dan melayani klien pada semua tingkat usia
juga harus menggunakan proses keperawatan. Perawat diharapkan memahami
tentang konsep proses keperawatan dan mampu menerapkan serta menyusunnya
dalam sebuah dokumen status kesehatan klien Intervensi / perencanaan pun
disusun berdasarkan diagnosa yang ada. Tujuan pencapaian dari setiap intervensi
untuk setiap diagnosa ditetapkan saat menyusun perencanaan. Perencanaan yang
telah ditentukan dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah yang telah
35

teridentifikasi. Keberhasilan dari setiap tindakan untuk tiap diagnosa dinilai atau
dievaluasi, dengan demikian rencana perawatan selanjutnya dapat ditetapkan lagi.
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari perencanaan
tindakan keperawatan pada kasus disusun berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan yaitu :
1. Nyeri Akut Terkait Dengan Agen Pencedera Fisik
Pada diagnosis keperawatan nyeri akut terkait dengan agen pencedera
fisik, diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
mampu mengontrol nyeri dibuktikan dengan kriteria hasil: Nyeri menurun,
meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun. Dengan
intervensi Manajemen Nyeri, Observasi : Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Identifikasi Skala
nyeri, Identifikasi respon nyeri non verbal, Identifikasi faktor yang
memperberat dan meringankan nyeri, Terapeutik: Ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk mengurasngi rasa nyeri seperti teknik relaksasi napas
dalam dan distraksi, Edukasi : Jelaskan strategi meredakan nyeri, Berikan
informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa nyeri yang
dirasakan, dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat prosedur, Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu.
Menurut (Devita, 2018) mengurangi intensitas nyeri merupakan
kebutuhan dasar dan hak dari setiap orang. Profesional kesehatan sebaiknya
memiliki kemampuan untuk mencoba berbagai intervensi untuk mengontrol
intensitas nyeri. Dalam penatalaksanaan nyeri biasa digunakan manajemen
nyeri baik secara farmakologik dengan menggunakan analgetik dan narkotik
maupun nonfarmakologik seperti teknik distraksi, teknik relaksasi dan teknik
stimulasi kulit. Namun sebaiknya tindakan nonfarmakologis harus di
dahulukan daripada tindakan farmakologis. Karena tindakan nonfarmakologis
lebih ekonomis, lebih adekuat dalam mengontrol nyeri dan tidak ada efek
36

samping. Hal ini dilakukan dengan harapan tidak mengalami trauma


psikologis dan melakukan penolakan terhadap tindakan invasive.
Menurut (Amita et.al., 2018) perawat berperan besar dalam
penanggulangan nyeri non farmakologis yakni melatih teknik relaksasi napas
dalam yang merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan. Tujuan relaksasi
nafas dalam yaitu agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa
ketegangan dan stress yang membuat individu merasa dalam kondisi yang
tidak nyaman menjadi nyaman.
Menurut analisa penulis, ada kesesuaian antara teori dan kasus yaitu
teknik relaksasi napas dalam dan tekhnik distraksi sangat berpengaruh
terhadap intensitas nyeri. Nyeri yang tidak diatasi akan menghambat proses
penyembuhan, menimbulkan stres, dan ketegangan yang akan menimbulkan
respon fisik dan psikis sehingga memerlukan upaya yang tepat.
2. Ansietas Terkait Dengan Kriris Situasional
Pada diagnosis ansietas terkait dengan kriris situasional diharapkan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, ansietas teratasi
dibuktikan dengan kriteria hasil: ansietas menurun, dengan intervensi Reduksi
Ansietas, Observasi: Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal, kondisi,
waktu, stressor), Identifkasi faktor faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan ansietas, Terapeutik : Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan, Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
(jika memungkinkan), Pahami situasi yang membuat ansietas, dengarkan
dengan penuh perhatian, Ajarkan tekhnik relaksasi untuk mengurangi ansietas
yang dialami, Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, Edukasi :
Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan, Informasikan
secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis.\
Menurut (Rudiyanti dan Raidartiwi, 2017) kekhawatiran dan kecemasan
pada ibu hamil apabila tidak ditangani dengan serius akan membawa dampak
dan pengaruh terhadap fisik dan psikis, baik pada ibu maupun janin. Menurut
(Devita, 2018) gangguan kecemasan ada bermacam-macam, mulai dari
37

gangguan kecemasan menyeluruh, serangan panik, hingga fobia. Meskipun


masing-masing gangguan kecemasan memiliki karakteristik yang berbeda,
secara umum kondisi ini dapat ditangani dengan psikoterapi dan obat-obatan.
Salah satu bentuk psikoterapi yang paling dikenal adalah terapi perilaku
kognitif (CBT), di mana penderita diarahkan ke cara berpikir, bereaksi, dan
berperilaku yang dapat membantunya mengurangi gejala kecemasan. Selain
dengan obat-obatan dan psikoterapi, ada beberapa cara sederhana yang dapat
dilakukan secara mandiri dan telah terbukti dapat membantu mengurangi
gejala gangguan kecemasan.
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata
berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk
mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala
kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan
terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien. Pada
penatalaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
interdependen, dan dependen.
Berdasarkan teori, ansietas bisa menyebabkan seseorang akan
bertambah parah lagi penyakit yang dialami pasien karena penyakit yang di
alaminya hanya dibiarkan saja tidak tahu bagaimana dalam menanganinya.
Pada intervensi keperawatan tidak ada terjadi kesenjangan antara intervensi
keperawatan teori dan kasus intervensi keperawatan dalam hal ini berarti
sama antar teori dan kasus tentang penyakit preeklamsia berat.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan klien saat itu.
Implementasi dilakukan sejak tanggal 08 s/d 09 Desember tahun 2021
1. Nyeri Akut
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa nyeri
Akut yaitu: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, H: P: Nyeri terus menerus, Q: Nyeri ditusuk-tusuk, R:
38

Hipogastric region, S: 4 (sedang), T: Nyeri terus menerus. Mengidentifikasi


skala nyeri, H: skala 4 (Sedang). Mengidentifikasi respon non verbal,
Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri, H: nyeri
berat apabila melakukan pergerakan dan merasa ringan apabila pasien hanya
berbaring. Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri,
Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, H:
Tekhnik relaksasi nafas dalam.
Menurut (Manuaba, 2015) secara umum penanganan nyeri terbagi
dalam dua kategori yaitu pendekatan farmakologis dan non farmakologis.
Secara farmakologis nyeri dapat ditangani dengan terapi analgesic yang
merupakan metoda paling umum digunakan untuk menghilangkan nyeri.
Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, namun
penggunaan analgesik akan berdampak ketagihan dan akan memberikan efek
samping obat yang berbahaya bagi pasien. Secara non farmakologik antara
lain kompres hangat, teknik relaksasi seperti nafas dalam dan distraksi.
Dalam hal ini perawat berperan dalam penanganan secara non-farmakologis.
Menurut (Adytia, 2019) dampak nyeri pada pasien akan meningkat
dan mempengaruhi penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri yang penting, nyeri
yang dapat dibebaskan mengurangi kecemasan, pernafasan yang lebih mudah
dan dalam mobilitas dengan cepat. Pentalaksanaan nyeri biasanya digunakan
manajemen secara farmakologi atau obat-obatan diantaranya yaitu analgesik,
macam analgesik sendiri dibagi menjadi dua yaitu, analgesik ringan (aspirin
atau salisilat, parasetamol, NSAID) dan analgesik kuat (morfin, petidin,
metadon). Sedangkan tindakan secara non farmakologi yaitu berupa teknik
distraksi (teknik distraksi visual, distraksi pendengaran, distraksi pernafasan,
distraksi intelektual, imajinasi terbimbing) dan relaksasi (nafas dalam, pijatan,
musik, dan aroma terapi) dan teknik stimulasi kulit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Amita et.al., 2018) dapat
disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam berpengaruh terhadap
intensitas nyeri pada pasien post operasi Sectio caesarea. Saat dilakukan
39

teknik relaksasi nafas dalam, pasien merelaksasikan otot-otot skelet yang


mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga
terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke
daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Kemudian juga mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan
enkefalin, yang mana opoiod ini berfungsi sebagai (analgesik alami) untuk
memblokir resptor pada sel-sel saraf sehingga mengganggu transmisi sinyal
rasa sakit. Maka dapat menyebabkan frekuensi nyeri pada pasien operasi
dapat berkurang.
Menurut penulis, berdasarkan hasil observasi nyeri ini terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya aktifitas, dukungan keluarga,
lingkungan sekitar, maupun adanya luka yang dialami oleh responden.
Teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan
menimbulkan rasa nyaman. Adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan
meningkatkan toleransi seseorang terhadap nyeri. Orang yang memiliki
toleransi nyeri yang baik akan mampu beradaptasi terhadap nyeri dan akan
memilki mekanisme koping yang baik pula. Hal ini sesuai dengan
pengamatan penulis bahwa klien yang melakukan teknik relaksasi nafas
dalam dengan baik dan didukung dengan lingkungan yang tenang akan
memberikan efek penurunan intensitas nyeri.
Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, implementasi yang di
lakukan pada klien tidak ada kesenjangan karena peneliti menggunakan
implementasi yang sama dengan tinjauan pustaka, tetapi pelaksanaan pada
tinjauan pustaka belum dapat di realisasikan secara total, hal ini diakibatkan
karena dalam pemberian intervensi harus menyesuaikan dengan keadaan dan
kondisi pasien, dengan tetap memperhatikan kebutuhan pasien, serta tetap
memaksimalkan prioritas penanganan dalam mengatasi masalah yang dialami
pasien, dan tetap memperhatikan fasilitas dan penunjang yang ada.
40

2. Ansietas
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa ansietas
yaitu: Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah, H: ketika pasien
mengingat kondisi yang dialami saat ini, Dan yang akan terjadi kedepan.
Mengidentifikasi kemampuan mengambil keputusan, H: belum mampu
mengambil keputusan dengan kondisi yang dialaminya. Memonitor tanda-
tanda ansietas, H: pusing dan susah tidur. Menciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan kepercayaan, H: diciptakan. Mendengarkan dengan
penuh perhartian, H: didengarkan. Menggunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan, H: pasien merasa yakin dan ingin berbicara tentang kecemasan
yang dialami. Melatih teknik relaksasi, H: pasien di anjurkan tekhnik
relaksasi nafas dalam.
Menurut (Bardja, 2020) ansietas (anxiety) atau kecemasan merupakan
sebuah kondisi yang sebenarnya normal terjadi pada siapa saja, namun
seringkali ansietas juga dikenal sebagai kondisi psikologis gangguan
kecemasan. Jika rasa cemas timbul secara berlebihan, persisten, dan juga
intens, maka hal ini merupakan sebuah masalah psikologis yang perlu
diwaspadai. Kecemasan yang terjadi secara berlebihan dapat menghambat
kegiatan sehari-hari dan akan jauh lebih sulit untuk mengontrolnya. Namun
seperti apapun bentuk kecemasan yang dialami, penderitanya dapat segera
mengatasi agar tidak berkelanjutan.
Menurut (Amita et.al., 2018) Selain dapat menurunkan intensitas nyeri
teknik nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah, tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stres baik stress
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan.
Pemahaman dan pengetahuan tentang penyakit sangat penting.
Tujuannya untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka
41

akibat ketidakpastian dan juga untuk mengetahui dan memahami hal tentang
penyakit sehingga mengurangi kecemasan yang dialami oleh klien. Metode
atau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi ansietas seseorang adalah
dengan tindakan pendekatan kepada klien, memberikan terapi relaksasi serta
pemberian informasi tentang kondisi yang dialami.
E. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan, maka
dilakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan, evaluasi keperawatan
dilakukan sejak tanggal 08 s/d 09 Juli 2021.
1. Nyeri Akut
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa nyeri akut yaitu, dengan Subyektif (S): Pasien mengeluh nyeri
berkurang, Obyektif (O): Pasien nampak tenang, Assesment (A): Nyeri Akut
teratasi, Plan (P): Pertahankan intervensi
Pada diagnosis keperawatan ini diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, mampu mengontrol nyeri dibuktikan dengan
kriteria hasil: Nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun,
gelisah menurun. Selama perawatan dan dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 hari didapatkan bahwa: masalah nyeri akut berkurang dan teratasi
dari skala nyeri 5 menjadi 3, klien dapat mempraktikkan teknik napas dalam
untuk mengurangi nyeri. Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat di
laksanakan karena kasus semu sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat
di lakukan, karena dapat di ketahui keadaan pasien dan masalahnya secara
langsung.
Menurt (Bardja, 2020) bahwa klien yang melakukan teknik relaksasi
nafas dalam dengan baik dan didukung dengan lingkungan yang tenang akan
memberikan efek penurunan intensitas nyeri, Penurunan nyeri oleh teknik
relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas
dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan
meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini
42

menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin


dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat
meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur
ritme pernafasan menjadi teratur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Amita et.al., 2018) Rata-
rata intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam didapat
skor 5. Rata rata intensitas nyeri sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam didapat skor 3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi
nafas dalam berpengaruh terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi
Sectio caesarea.
2. Ansietas
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa ansietas yaitu, dengan Subyektif (S) : Pasien mengatakan cemas
berkurang, Obyektif (O) : Pasien nampak tenang, Assesment (A) : Ansietas
Teratasi, Plan (P) : Pertahankan Intervensi
Pada diagnosis keperawatan ini diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, ansietas teratasi dibuktikan dengan kriteria
hasil: ansietas menurun, klien Nampak tenang dan mampu memahami tentang
penyakit (pengertian, tanda dan gelaja, penyebab, cara pencegahan dan
penanganan penyakit). Hasil ini sesuai dengan evaluasi keperawatan yang
telah didapatkan dimana pada klien.
Pada evaluasi keperawatan, peneliti menjelaskan dan mengkaji ulang lagi
dampak dari implementasi intervensi keperawatannya. Apakah memberikan
dampak yang baik atau tidak terhadap pasien. Saat itu memberikan dampak yang
baik pada perkembangan kesehatan pasien. Peneliti kemudian menghentikan
implementasinya karena pasien sudah kembali kedalam keadaannya yang
homeostatis / sehat. Hal ini menunjukkan bahwa proses keperawatan nya berhasil
dan memberikan asuhan keperawatan yang berhasil pula. Menurut (Muttaqin,
2016) pada tahap ini perawat melakukan penilaian dengan cara membandingkan
43

perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan.
Pada evaluasi keperawatan, peneliti menjelaskan dan mengkaji ulang lagi
dampak dari implementasi intervensi keperawatannya. Apakah memberikan
dampak yang baik atau tidak terhadap pasien. Saat itu memberikan dampak yang
baik pada perkembangan kesehatan pasien. si peneliti kemudian menghentikan
implementasinya karena pasien sudah kembali kedalam keadaannya yang
homeostatis / sehat. Hal ini menunjukkan bahwa proses keperawatan nya berhasil
dan memberikan asuhan keperawatan yang berhasil pula
Didapatkan pula bahwa proses keperawatan menjadi pedoman dalam
pemberian asuhan keperawatan. Hubungannya adalah sebagai berikut yaitu
semakin baiknya kemampuan perawat dalam berpikir kritis dan berpikir secara
holistik / menyeluruh terhadap suatu kasus / permasalahan kesehatan maka asuhan
keperawatan yang diberikannya tentu akan menjadi baik.
44

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan dengan hasil analisis data Data
Subyektif: Pasien mengeluh nyeri, Pasien merasa bingung, Pasien
mengatakan khawatir dengan akibat dari kondisi yang dialaminya, pasien
mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak berdaya. DO: Pasien nampak
meringis, Pasien nampak posisi menghindari nyeri, Pasien nampak gelisah,
Pasien sulit tidur, TTV : Tekanan Darah: 130/80mmHg; Nadi : 87x/I,
Suhu :36,7ºC, Pernapasan : 22 x/mnt, P: Nyeri terus menerus, Q: Nyeri
ditusuk-tusuk, R: Hipogastric region, S: 5(sedang), T: terus menerus, Pasien
nampak lemah, Pasien nampak gelisah, Pasien nampak tegang, Pasien
nampak pucat.
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 2 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu: nyeri akut terkait dengan agen pencedera fisik,
ansietas terkait dengan kriris situasional.
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan saat itu. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
dan kebutuhan pasien yang diperlukan, Implementasi dilakukan sejak tanggal
08 s/d 09 Desember 2021.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan sejak tanggal 08 s/d 09 Desember 2021
sesuai dengan tindakan keperawatan pada klien dimana untuk nyeri akut
45

terkait dengan agen pencedera fisik teratasi, ansietas terkait dengan kriris
situasional teratasi.
B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan wawasan
mahasiswa Stikes Panrita Husada Bulukumba mengenai asuhan keperawatan
dengan placenta previa.
2. Dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikandan diharapkan
juga akan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi
tentang pentingnya asuhan keperawatan dengan placenta previa.
3. Bagi penelitian keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai asuhan keperawatan dengan placenta previa.
46

DAFTAR PUSTAKA

Amita Dita, Fernali, Yulendasar Rika. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea
Di Rumah Sakit Bengkulu. Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic
Healthcare), Volume 12, No.1, Januari

Bardja Sutiati. 2020. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat/Eklampsia pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan (Mei 2020), Volume 12, Nomor 1

Faridah. 2015. Deep Breathing Exercise (Dbe) Dan Tingkat Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomi. 3(1), 31–41.

Fitrianingsih Yeni dan Wandani Kemala. 2018. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Rasa Nyeri Persalinan Kala I Fase Persalinan Fase Aktif di 3 BPM Kota
Cirebon. Jurnal Care Vol .6, No.1

Herdman T Heather. 2015. Nanda Internationl Inc Diagnosis Keperawatan Definisi


& Klarifikasi 2015-2017. Jakarta.ECG

Mayasari Cristiani Dewi. 2016. Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non


Farmakologi Bagi Seorang Perawat Jurnal Wawasan Kesehatan, Volume: 1,
Nomor 1, Juni

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Mursalim Nurulhuda, et.al. 2021. Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Plasenta Previa. Jurnal Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar Vol. 06 No. 02 Juni

Nikmatur Rohmah & Saiful Walid. 2016. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Jogjkarta : AR-Ruzz Media.

Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Medication Jogja.

Nursalam. (2017). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (2nd Ed.; T. Editor S. Medika, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
47

Oktarina, M. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Deepublish.

Prihanto dan Retnani Caecilia Titin. 2020. Relaksasi Otot Progresif Untuk
Menurunkan Nyeri. Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 4, Hal
491–500, Oktober

Pudiastuti, R. D. (2014). Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Putri Nadila Ayuni. 2019. Plasenta Previa Sebagai Faktor Protektif Kejadian
Preeklamsia Pada Ibu Hamil. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Vol 10,
No, 2, Desember

Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish

Rudiyanti Novita dan Raidartiwi Erike. 2017. Tingkat Kecemasan Pada Ibu Hamil
Dengan Kejadian Pre Eklampsia Di Sebuah Rs Provinsi Lampung. Jurnal
Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober

Saifuddin, A. B. 2015. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Stania, Rondonuwu Rampengan Rolly & Onibala Franly. 2020. Pengaruh Teknik
Relaksasi Dan Teknik Distraksi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Di Ruang Irina A Atas Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Sudoyo, Aru. 2016. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
48

Wahyu Haifa, et.al. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Plasenta Previa. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu Volume 07,
Nomor 02, Oktober

Widia R, et.al. 2019. Hubungan Kejadian Plasenta Previa dengan Riwayat


Kehamilan Sebelumnya. Ejournal unsrat.

Yeni Cut Meurah Syiah, et.al. 2017. Plasenta Previa Totalis Pada Primigravida:
Sebuah Tinjauan Kasus. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 17 Nomor 1
April..

Anda mungkin juga menyukai