Anda di halaman 1dari 88

i

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY”N” DENGAN

SECTIO CAESAREA INDIKASI PREEKLAMSIA BERAT

DI RUANG ASOKA RSUD H. ANDI SULTHAN DAENG

RADJA BULUKUMBA

KARYA TULIS ILMIAH AKHIR NERS

Disusun oleh:

Nurmala Sari

NIM. D20.07.039

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2021
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY”N” DENGAN
SECTIO CAESAREA INDIKASI PREEKLAMSIA BERAT
DI RUANG ASOKA RSUD H. ANDI SULTHAN DAENG
RADJA BULUKUMBA

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Ners Pada Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Stikes Panrita Husada Bulukumba

Disusun oleh:

Nurmala Sari

NIM. D20.07.039

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Ny”N”

Dengan Sectio Caesarea Indikasi Preeklamsia Berat Di Ruang Asoka Rsud H. Andi

Sulthan Daeng Radja Bulukumba” ini telah disetujui untuk diujikan pada

Ujian Sidang dihadapan Tim Penguji

pada bulan Agustus 2021

Pembimbing

Fitriani, S.Kep, Ns, M.Kes


3

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Ny”N”

Dengan Section Caesarea Indikasi Preeklamsia Berat Di Ruang Asoka Rsud H. Andi

Sulthan Daeng Radja Bulukumba” ini telah diujikan dan

dinyatakan “Lulus” dalam Ujian Sidang dihadapan Tim Penguji pada April 2021.

Pembimbing

Fitriani, S.Kep, Ns, M.Kes

Penguji 1 Penguji 2

Hamdana, S.Kep, Ns, M.Kep Irawati, S.Kep, Ns, M.Tr. Adm. Kes

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Haerani, S.Kep, Ns, M. Kep


NIDN. 00-0909-900
4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners dengan
judul “Analisis Asuhan Keperawatan Pada Ny”N” Dengan Section Caesarea Indikasi
Preeklamsia Berat Di Ruang Asoka Rsud H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba”.
KIAN ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Program
Studi Pendidikan Profesi Ners Stikes Panrita Husada Bulukumba. Bersamaan ini
perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati
yang tulus kepada:
1. H. Muh. Idris Aman., S.Sos selaku Ketua Yayasan Panrita Husada Bulukumba.
2. DR. Muriyati., S.Kep, M.Kes selaku Ketua Stikes Panrita Husada Bulukumba.
3. Haerani, S.Kep, Ns, M. Kep selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi
Ners
4. Fitriani, S.Kep, Ns, M.Kes, Selaku dosen pembimbing atas arahan, bimbingan
dan bantuannya selama menyusun KIAN ini.
5. Hamdana, S.Kep, Ns, M.Kep Selaku dosen penguji 1 atas arahan, bimbingan dan
bantuannya selama menyusun KIAN ini.
6. Irawati, S.Kep, Ns, M.Tr. Adm. Kes Selaku dosen penguji 1 atas arahan,
bimbingan dan bantuannya selama menyusun KIAN ini.
7. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf Stikes Panrita Husada Bulukumba atas bekal
keterampilan dan pengetahuan yang telah diberikan.
Dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian KIAN ini. Mohon maaf
atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat. Semoga
Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan
dan selalu menganugerahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua. Amin.
Bulukumba, Agustus 2021

Penulis
5

ABSTRAK

Analisis Asuhan Keperawatan Pada Ny”N” Dengan Sectio Caesarea Indikasi Preeklamsia Berat
Di Ruang Asoka RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Nurmala Sari1. Fitriani2.

Latar belakang: Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih
perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di Indonesia. Penurunan angka kematian ibu telah
cukup signifikan dari tahun1994 hingga tahun 2007, tetapi AKI di Indonesia tetap menjadi nomor satu
di Asia. Salah satu penyebab kematian dari ibu melahirkan adalah pre-eklampsia berat (PEB) yang
berlanjut menjadi eklampsia bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat. Peran perawat sangat
penting disini, perawat murupakan bagian dari pemberi pelayanan kesehatan diharapkan mempunyai
perhatian yang tinggi dalam membantu ibu untuk meminimalkan dampak dari preelamsai berat baik
secara fisik maupun psikologis. Pertama perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan,
perawat harus memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan. Yang kedua perawat berperan sebagai advokad dimana peran ini dilakukan
perawat dalam membantu klien dan keluarga menginterpretasikan berbagai informasi, yang ketiga
perawat berperan sebagai edukator peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang akan diberikan.
Tujuan penelitian: untuk mendeskripsikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny”N” dengan
section caesarea indikasi preeklamsia berat di ruang Asoka RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja
Bulukumba.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan kejadian atau peristiwa penting yang terjadi pada masa kini.
Hasil: Berdasarkan hasil Evaluasi keperawatan dilakukan sejak tanggal 12 s/d 15 Maret 2021 sesuai
dengan tindakan keperawatan pada klien dimana untuk nyeri akut terkait dengan agen pencedera fisik
teratasi, gangguan mobilitas fisik terkait dengan keenggangan melakukan pergerakan teratasi, ansietas
terkait dengan kriris situasional teratasi dan Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
teratasi.
Kesimpulan: hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar
dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan dan diharapkan juga akan
memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi tentang pentingnya asuhan keperawatan
pada Ny.N dengan preeklamsia berat.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan. preeklamsia berat.


6

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama : Nurmala Sari
NIM : D20.07.039
Program Studi : Profesi Ners
Tahun Akademik : 2020/2021

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah (KIAN) ini adalah hasil karya saya sendiri
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar. Saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan KIAN saya yang berjudul:
asuhan keperawatan pada Ny.N dengan preeklamsia berat di ruang asoka RSUD H.
Andi Sulthan Dg. Radja Bulukumba.

Apabila suatu saat nanti terbukti bahwa saya melakukan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah di tetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bulukumba, 10 Agustus 2021

Nurmala Sari
NIM. D20.07.039
7

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 3
1. Tujuan Umum ........................................................................... 3
2. Tujuan Khusus .......................................................................... 3
C. Ruang Lingkup ................................................................................ 4
D. Manfaat Penulisan ........................................................................... 4
E. Metode Penulisan ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar .................................................................................. 5
1. Pengertian ................................................................................. 5
2. Etiologi ..................................................................................... 7
3. Patofisiologi ............................................................................. 7
4. Manifestasi klinik ..................................................................... 9
5. Komplikasi ............................................................................... 10
6. Penatalaksanaan Medis ............................................................ 11
B. Konsep Keperawatan ...................................................................... 12
1. Pengkajian Keperawatan .......................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................. 19
3. Perencanaan Keperawatan ....................................................... 20
4. Pelaksanaan Keperawatan ........................................................ 27
8

5. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 28


6. Discharge Planning ................................................................. 29
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 30
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 36
C. Perencanana Keperawatan ............................................................... 36
D. Pelaksanaan Keperawatan ............................................................... 39
E. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 42
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 47
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 49
C. Perencanana Keperawatan ............................................................... 53
D. Pelaksanaan Keperawatan ............................................................... 57
E. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
masih perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di Indonesia. Penurunan
angka kematian ibu telah cukup signifikan dari tahun1994 hingga tahun 2007,
tetapi AKI di Indonesia tetap menjadi nomor satu di Asia. Salah satu penyebab
kematian dari ibu melahirkan adalah pre-eklampsia berat (PEB) yang berlanjut
menjadi eklampsia bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat (Karima
et.al., 2015). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin di
lahirkah melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syaraf rahim dalam keadaan utuhserta berat janin di atas 4500 gram Sectio
caesarea biasanya dilakukan karena beberapa indikasi diantaranya komplikasi
keahamilan seperti pre eklamsi, partus lama, ketuban pecah dini, letak sungsang,
panggul sempit (Padila, 2016).
Di negara maju angka kejadian preeklampsia berat berkisar 6-7% dan
eklampsia 0,1-0,7%. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan
angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4 %. Pada tahun 2015
AKI mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan karena
perdarahan mencapai 38,24% (111,2 per 100.000 kelahiran hidup), preeklampsia
berat 26,47% (76,97 per 100.000 kelahiran hidup), akibat penyakit bawaan 19,41
(56,44 per 100.000 kelahiran hidup), dan infeksi 5,88% (17,09 per 100.000
kelahiran hidup) (Kemenkes RI, 2019). Dari data-data tersebut di atas dapat
dilihat adanya peningkatan jumlah kematian ibu maupun pergeseran urutan
penyebab kematian akibat preeklampsia berat yaitu yang semula tahun 2012
berada diurutan ke-3 sebanyak 30,7 per 100.000 kelahiran hidup (10%) menjadi
urutan ke-2 yaitu sebanyak 76,97 per 100.000 kelahiran hidup (26,47%).
Preeklampsia berat dan komplikasinya (eklampsia) juga menjadi salah satu
penyebab utama kematian ibu (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan data dari
RSUD H. Andi Sulthan Dg. Radja Bulukumba didapatkan jumlah pasien yang di
2

rawat dengan pre eklampsia pada tahun 2018 sebesar 21 pasien, pada tahun 2019
sebesar 25 pasien dan tahun 2020 sebesar 20 pasien.
Preeklampsia adalah tekanan darah sekurang kurangya 140/90 mmHg pada
dua kali pemeriksaan yang berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi setelah kehamian 20 minggu atau pada periode pasca salin dini
disertai dengan proteinuria. Proteinurin minimal positif 1 atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukan hasil > 300 mg per 24 jam (Bardja, 2020).
Pre-eklampsia berat pada ibu hamil tidak terjadi dengan sendirinya. Ada
banyak faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat
seperti: usia ibu, paritas, usia kehamilan, jumlah janin, jumlah kunjungan ANC
dan riwayat hipertensi. Pre-eklampsia merupakan gangguan kehamilan akut yang
dapat terjadi saat ante, intra, bahkan postpartum. Gambaran klinik dari masing
masing individual berbeda. Manifestasi klinik yang paling penting sebagai tanda
dari pre-eklampsia adalah proteinuria, hipertensi, dan edema. Secara teoritik,
urutan gejala tersebut adalah edema, hipertensi dan proteinuria. Diagnosis pre-
eklampsia berat ditegakkan dengan kriteria minimum, yaitu tekanan darah
≥140/90 mmHg setelah gestasi lebih dari 20 minggu dan proteinuria ≥300 mg/24
jam atau ≥+1 pada dipstick.
Komplikasi pada ibu dapat terjadi, solutio plasenta, pendarahan, pembekuan
darah, sindrom help, ablasio retina, dan gagal jantung syok, sedangkan pada bayi
mengakibatkan premature, asfiksia neonatorum, terhambatnya pertumbuhan
uterus, bahkan terjadi kematian terhadap keduanya. maka perlu penanganan cepat
dan tepat. salah satunya adalah dengan oprasi sectio caesarea karena jika tidak
segera ditindak lanjuti dapat menyebab kan kematian pada ibu dan janinnya.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor risiko pre-eklampsia
berat, Rozikhan pada tahun 2007 mendapatkan bahwa paritas dan riwayat
hipertensi memiliki hubungan terhadap kejadian pre eklampsia berat.7 Penelitian
Aghamohammadi dan Nooritajeer pada tahun 2011 didapatkan usia ibu > 35
tahun memiliki hubungan terhadap kejadian pre eklampsia berat
3

Peran perawat sangat penting disini, perawat murupakan bagian dari pemberi
pelayanan kesehatan diharapkan mempunyai perhatian yang tinggi dalam
membantu ibu untuk meminimalkan dampak dari preelamsai berat baik secara
fisik maupun psikologis. Pertama perawat berperan sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat harus memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Yang kedua perawat
berperan sebagai advokad dimana peran ini dilakukan perawat dalam membantu
klien dan keluarga menginterpretasikan berbagai informasi, yang ketiga perawat
berperan sebagai edukator peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan
yang akan diberikan (Machmudah, 2015).
Berdasarkan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “asuhan keperawatan pada Ny.N dengan
preeklamsia berat di ruang asoka RSUD H. Andi Sulthan Dg. Radja Bulukumba“.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mendeskripsikan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny”N”
dengan sectio caesarea indikasi preeklamsia berat di ruang Asoka RSUD H.
Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada Ny.N dengan
sectio caesarea indikasi preeklamsia berat
b. Untuk Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada Ny.N dengan sectio
caesarea indikasi preeklamsia berat
c. Untuk Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Ny.N dengan
sectio caesarea indikasi preeklamsia berat
d. Untuk Mengidentifikasi implementasi atau tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan pada Ny.N dengan sectio caesarea indikasi
preeklamsia berat.
4

e. Untuk Mengidentifikasi evaluasi tindakan keperawatan yang telah


diberikan pada Ny.N dengan sectio caesarea indikasi preeklamsia berat.
C. Ruang Lingkup
Analisis asuhan keperawatan pada Ny”N” dengan sectio caesarea indikasi
preeklamsia berat di ruang Asoka RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja
Bulukumba dari tanggal 04 s/d 07 Maret tahun 2021
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang keperawatan maternitas khususnya asuhan
keperawatan pada Ny”N” dengan sectio caesarea indikasi preeklamsia berat.
2. Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literature dan
menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan yang melakukan
edukasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny”N” dengan sectio
caesarea indikasi preeklamsia berat guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
E. Metode Penulisan
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam bentuk
studi kasus. Penelitian ini mendeskripsikan proses keperawatan dimulai dari
pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, merencanakan tindakan
keperawatan, implementasi sampai evaluasi keperawatan dalam asuhan
keperawatan pada Ny”N” dengan sectio caesarea indikasi preeklamsia berat di
ruang Asoka RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
5

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea


1. Definisi
Sectio Caessarea adalah salah satu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2012).
Sectio Caessarea ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat
badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi dan wiknjosastro, 2011). Sectio Caessarea adalah pembedahan untuk
melahirkan janin membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer,
2012).
2. Etiologi
Adapun etiologi menurut (Manuba,1012) indikasi ibu dilakukan
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari Sectio Caessarea beberapa faktor penyebab Sectio
Caessarea sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
b. Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesua dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. tulang panggul merupakan
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus di lalui janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelaian atau panggul patologis juga
dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan oprasi. keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk organ menjadi abnormal .
c. Preeklampsia
6

Preeklampsia dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang


langsung di sebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
setelah perdarahan dan infeksi, Preeklampsia dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal. karena itu diagnosa dini
amalatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi.
d. KPD (Ketuban Pecah Dini )
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan di tunggu satu jam belum terjadi inpartu ,sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu ,sedangkan di
bawah 36 minggu.
e. Bayi Kembar (gameli)
Tidak selamanya bayi kembar di lahirkan secara sectio caesaria.hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. selain itu, byai kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk di
lahirkan secara normal.
f. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir ,misalnya jalan lahir yang tidak
memungkin kan adanya pembukaan,adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir ,tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
g. Kelainan letak janin
Menurut (saiffudin 2012) kelainan pada letak janin dibagi 2 :
1) Kelainan pada letak kepala :
a) Letak kepala tengah
Bagian terbawah adalah puncak kepala , pada pemeriksaan
dalam teraba ubun-ubun yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
7

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang


terletak paling rendah ialah muka.hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27 sampai 0,5% .
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala .
2) Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifudin, 2012)
3. Jenis – jenis operasi sectio caessarea
a. Sectio caesaria transperitonealis profunda
Sectio caesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus, insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah :
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Banyak peritonitis tidak besar
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesaria klasik atau sectio caesariakorporal
Pada sectio caesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesaria profunda insisi
memanjang pada segmen uterus.
c. Sectio caesaria ekstra peritonea
8

Sectio caesariaekstra peritoneal dibulu di lakukan untuk mengurangi


bahaya injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan,
rongga peritorium tidak di buka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.
d. Sectio caesaria Hysteroctomi
Setelah Sectio caesaria, dilakukan Hysteroctomy dengan indikasi :
1) Autonia uteri
2) Plasenta accarete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
4. Manifestasi Klinik
Menurut (Norma, 2013) manifestasi klinik klien dengan sectio
caesarea, antara lain :
a) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600–800ml
b) Terpasang Kateter : Urine jernih dan pucat
c) Abdomen lunak dan tidak ada disentri
d) Ketidak mampuan untuk menghadapi situasi baru
e) Balutan abdomen tampak sedikit noda
f) Aliran lochia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
5. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea
menurut (Norma, 2013) :
a) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
di bagi menjadi :
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam bebrapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi di sertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
3) Beraperitonealis, sepsis dan usus paralitik
b) Perdarahan : perdarahan banyak terjadi jika pada saat pembedahan cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri
9

c) Komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru


yang sangat jarang terjadi.
d) Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.Yang sering terjadi pada ibu bayi :
kematian perinatal
B. Konsep Dasar Preeklamsia Berat
1. Definisi
Preeklampsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan
yang ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu
(Nurarif, 2015).
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan dimana tekanan darah sistole diatas 140 mmHg dan diastole diatas
90 mmHg dan disertai dengan proteinuria. Preeklamsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia 20
minggu atau segera setelah persalinan (Saifuddin, 2015).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
preeklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan terjadinya hipertensi atau peningkatan tekanan darah dimana
tekanan darah sistole diatas 140 mmHg dan diastole diatas 90 mmHg, edema
dan proteinuria pada usia kehamilan 20 minggu.
2. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara
pasti,tapi pada penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat
perubahan yang khas pada berbagai alat.Tapi kelainan yang menyertai
penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan coagulasi
intravaskulaer. Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab
primer penyakit ini, akan tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai
gejala yang menyertai preeklamsi (Oktarina, 2016).
10

a. Vasospasmus menyebabkan :
1) Hipertensi
2) Pada otak (sakit kepala, kejang)
3) Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
4) Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
5) Pada hati (icterus)
6) Pada retina (amourose)
b. Teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
1) Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa.
2) Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
3) Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
4) Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
c. Factor Perdisposisi Preeklamsi
1) Primigravida
2) Molahidatidosa, diabetes melitus, bayi besar
3) Kehamilan ganda
4) Hidrocepalus
5) Obesitas
6) Umur yang lebih dari 35 tahun
7) Riwayat keluarga pernah preeklamsia/eklamsia
8) Hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
3. Klasifikasi
Menurut (Nurarif, 2015) Preeklamsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
sebagai berikut :
a. Preeklampsi ringan
11

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berabaring telentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau
kenaikan siastolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya 2x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat badan 1
kg atau lebih per minggu
3) Proteinurin kuantitatif 0,3 gram atau lebih per liter, kualitatif 1+ atau
2+ pada urin cateter atau midsteam
b. Preeklampsi berat
1) Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil
sudah dapat digolongkan preeklamsia berat.
2) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
3) Proteinuria lebih dari 3g/liter
4) Oliguria, yaitu jumlah urin
4. Manifestasi Klinis
Pada preeklamisa berat dijumpai gejala-gejala sebagai berikut :
a. Nyeri kepala berat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti
dengan peningkatan tekanan darah yang abnoramal.
b. Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara.
c. Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara
berisik atau gangguan lainnya.
d. Nyeri perut pada bagian ulu hati (bagian epigastrium yang kadang disertai
dengan mual dan muntah.
e. Gangguan pernafasan sampai cyanosis.
f. Terjadi gangguan kesadaran.
g. Dengan pengeluaran proteinuria keadaan semakin berat, karena terjadi
gangguan fungsi ginjal (Oktarina, 2016).
5. Patofisiologi
12

Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan


terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan
perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme
merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler
menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial.Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas
dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan
kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth
Retardation. Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklampsi
yaitu mengalami spasme pembuluh darah perlu adanya kompensasi hipertensi
(suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi
jaringan tercukupi). Dengan adanya spasme pembuluh darah menyebabkan
perubahan-perubahan ke organ antara lain (Saifuddin, 2015):
a. Otak
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi
oedema yang menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing
dan CVA ,serta kelainan visus pada mata.
b. Ginjal.
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah
ke ginjal berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif , dimana
filtrasi natirum lewat glomelurus mengalami penurunan sampai dengan 50
% dari normal yang mengakibatkan retensi garam dan air , sehingga
terjadi oliguri dan oedema.
c. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan
plasenta maka akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga akan
13

terjadi gangguan pertumbuhan janin, gawat janin , serta kematian janin


dalam kandungan.

d. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan
menyebabka partus prematur.
e. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga
oksigenasi terganggu dan cyanosis maka akan terjadi gangguan pola
nafas. Juga mengalami aspirasi paru / abses paru yang bisa menyebabkan
kematian .
f. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati , dan
perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrium,
serta ikterus
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preeklamsia terbagi menjadi dua, yaitu (Pudiastuti,
2014):
a. Penatalaksanaan medis
1) Jika tekanan diastolik >110 mmHg berikan anti hipertensi sampai
tekanan diastolik diantara 90-100 mmhg.
2) 2) Pasang infus RL
3) Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
4) Kateterisasi urine untuk pengeluaran volume dan proteinuria
5) Pantau pasien untuk menghindari terjadinya kejang
6) Observasi TTV, refleks dan DJJ setiap jam
7) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru, krefitasi
merupakan tanda edema paru, jika ada edema maka stop pemberian
cairan dan berikan diuretic misalnya furosemide 40 mg IV
14

8) Anti hipertensi misalnya (hidralazin 5 mg IV)


9) Anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4) untuk mengatasi kejang
Dosis awal :
1) MgSO4 4g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
2) Segera dilanjutkan dengan pemberian 10g larutan MgSO4 50%,
masing-masing 5g dibokong kanan dan kiri secara IM ditambah 1 ml
lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas
sewaktu pemberian MgSO4.
3) Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2g (larutan
40% IV selama 5 menit).
Dosis pemeliharaan :
1) MgSO4 50% 5g + lignokain 2% ml Im setiap 4 jam
2) Lanjutkan sampai 2 jam pasca persalinan atau kejang terakhir
3) Sebelum pemberian MgSO4, periksa (frekuensi pernafasan minimal
16/menit, reflek pattela (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir
4) Stop pemberian MgSO4, jika (frekuensi pernafasan <16/menit, Reflek
pattela (-), urin <30 ml/jam,
5) Siapkan anti dotum : jika terjadi henti nafas bantu dengan ventilator,
6) Alternatif lainn adalah diazepam 10 mg IV selama 2 menit (Nurarif,
2015).
b. Penatalaksanaan keperawatan
Pre op
1) Tirah baring
2) Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia)
3) Pasang kateter tetap bila perlu
Post op
1) Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita
15

sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan (Wiknjasastro,


2012)
2) Pantau TTV setiap 15 menit pada 1 jam pertama
3) Pantau perdarahan dan urine
7. Komplikasi
Menurut Pudiastuti, (2014) Komplikasi preeklamsia dapat terjadi
pada:
a. Pada ibu
1) Eklamsia
2) Solusio plasenta
3) Perdarahan subkapsula hepar
4) Kelainan pembekuan darah (DIC)
5) Sindrom hellp (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet
count).
6) Ablatio retina
7) Gagal jantung hingga syok dan kematian
b. Pada janin
1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2) Prematur
3) Asfiksia neonatum
4) Kematian dalam uterus
5) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).
2) Urinalisis : ditemukan protein dalam urine
16

3) Pemeriksaan fungsi hati


a) Bilirubin meningkat (N=<1 mg/dl)
b) LDH meningkat
c) Aspartat aminimtransferase (AST) >60 ul
d) Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=15-45
u/ml)
e) Serum glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat
(N=<31 u/l)
f) Total protein serum menurun (N=6,7-8,7 g/dl)
g) Tes kimia darah : asam urat meningkat (N=2,4-2,7 mg/dl)
b. Radiologi
1) Ultrasonografi Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus,
pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat dan volume
cairan ketuban sedikit.
2) Kardiografi : Diketahui denyut jantung janin lemah
c. USG : untuk mengetahui keadaan janin
d. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin (Nurarif, 2015).
C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya
dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola
fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah (Mubarak
et al., 2015)
a. Data Biografi Identitas umum ibu meliputi nama, tempat tanggal
lahir,/umur, alamat, suku bangsa, pekerjaan, agama.
1) Nama
17

Untuk mengetahui nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari agar tidak keliru dalammemberikan penanganan.

2) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui biasanya sering terjadi pada
primigravida < 20 tahun atau > 35 tahun.
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam berdoa.
4) Suku Bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
5) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan keperawatan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat intelektualnya, sehingga perawat dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya.
6) Pekerjaan
Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena
ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
7) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
b. Riwayat Kehamilan
Biasanya hipertensi dalam kehamilan paling sering terjadi pada ibu hamil
primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa dan
semakin tuanya usia kehamilan.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan preeklamsia mengeluh demam, sakit kepala
dan peningkatan tekanan darah.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
18

Terjadi peningkatan tekanan darah, oedema bisa pada ektremitas


bahkan wajah, pusing, nyeri pada epigastrium, mual muntah,
penglihatan kabur, skotoma, diplopia, tidak ada nafsu makan,
gangguan serebral lainnya (tidak tenang, reflek tinggi), tengkuk terasa
sakit, kenaikan berat badan mencapai 1 kg dalam seminggu
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan biasanya klien pernah menderita hipertensi sebelum
hamil, mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan dahulu,
penyakit ginjal, vaskuler esensial, Diabetes melitus, biasanya mudah
terjadi pada ibu dengan obesitas.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam
keluarga.
d. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi, lamanya
menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak menstruasinya,
sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu menstruasi
disebut disminorea.
e. Riwayat Perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa
kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama
perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum .
f. Riwayat Kehamilan Sekarang
1) Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya
2) Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III.
3) Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.
4) Selama hamil berapa kali ibu periksa
g. Riwayat KB Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti
KB jika ibu pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis
kontrasepsi, efek samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak
19

memakai lagi) serta lamanya menggunakan kontrasepsi. Jenis-jenis alat


kontrasepsi :

1) Kondom
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu
pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi)
serta lamanya menggunakan kontrasepsi.
2) Kb suntik
Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan dengan melalui suntikan hormonal. KB suntik terdapat dua
macam, yaitu suntik 1 bulan dan suntik 3 bulan.
3) KB pil
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil diperuntukkan
bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegah
kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur.
4) AKDR atau IUD (Intra Uterine Device)
Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya
pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi,
kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). AKDR terdapat dalam
berbagai jenis, yaitu (copper T, copper 7, multi load, lipppes loap).
5) Kontrasepsi Implant
Disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit
pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan
atas sebelah dalam.Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau
pembungkus plastik berongga dan ukurannya sebesar batang korek
api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul atau
tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif
berupa hormon. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit
demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi
20

dan menghalangi migrasi sperma. Pemakaian susuk dapat diganti


setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun
(Manuaba, 2012).
h. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola Aktivitas Biasanya pada preeklamsi terjadi kelemahan,
penambahan berat badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+,
reflek patologis -/- biasanya ditandai dengan pembengkakan kaki, jari
tangan, dan muka
2) Nutrisi Ibu dianjurkan untuk memperhatikan asupan garam dan
protein. Garam diberikan sesuai dengan berat-ringannya retensi garam
atau air, protein tinggi 1,5-2 gr/kg BB, cairan diberikan 2500 ml
sehari, mineral cukup terutama kalsium dan kalium. Anjurkan untuk
mengkonsumsi tambahan seperti kalori tiap hari sebanyak 500 kalori,
minum minimal 3 liter setiap hari terutama setelah menyusui.
3) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang
air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta
kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah(Ambarwati, 2017).Biasanya pada klien dengan preeklamsia
terdapat proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria
4) Istirahat dan tidur Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien,
berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan
mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat
penting bagi ibu post partum karena dengan istirahat yang cukup
dapat mempercepat penyembuhan.
5) Keadaan psikologis Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang,
apakah ibu merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang.
6) Riwayat Sosial Budaya Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan
/ tidak, diterima / tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk
mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang
akan menguntungkan atau merugikan pasien.
21

7) Pengunaan obat-obatan dan rokok Untuk mengetahui apakah ibu


mengkonsumsi obat terlarang ataukah ibu merokok.

i. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum Untuk mengetahui apakah ibu dalam keadaan baik,
cukup atau kurang pada kasus umum biasanya lemah. Biasanya pada
klien dengan preeklamsia berat keadaan umum lemah.
2) Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah
composmentis (sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya), apatis (tidak menanggapi rangsangan/
acuh tak acuh, tidak peduli) somnolen (kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengansekitarnya, sikapnya acuh tak acuh), spoor
(keadaan yang menyerupai tidur), koma (tidak bisa dibangunkan,
tidak ada respon terhadap rangsangan apapun, tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya) Pada kasus biasanya ditemui kesadaran composmentis.
3) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Untuk mengetahui tekanan darah klien. Biasanya
pada preeklamsia ditemui tekanan darah hingga TD 160/100
mmHg bahkan lebih. Batas normalnya 110/60-140/90 mmHg.
b) Nadi Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit.
Batas normal nadi berkisar antara 60 - 80 x/menit. Denyut nadi di
atas 100 x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya
suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebihan.
c) Suhu Suhu normal tubuh manusia adalah 36,6°C-37,6°C. Suhu
pada klien dengan preeklamsia berat seharusanya dibawah 37,6°C,
jika sudah mencapai 38°C dapat menyebabkan ibu mengalami
eklamsia atau kejang.
22

d) Pernafasan Untuk mengetahui frekuensi pernapasan pasien yang


dihitung dalam 1 menit. Batas normalnya 12 - 20 x/menit. klien
biasanya mengalami sesak sehabis melakukan aktifitas.

4) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan klien.
5) Berat badan
Untuk mengetahui berat badan klien, apakah bertambah atau
berkurang. Untuk klien dengan preeklamsia berat badan diharuskan
menurun.
j. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut Untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok atau
tidak.
2) Wajah Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak adakah
kelainan, adakah edema
3) Mata Untuk mengetahui edema atau tidak, conjungtiva, anemia atau
tidak, sklera ikterik atau tidak, ada gangguan penglihatan atau tidak.
4) Mulut / gigi / gusi Untuk mengetahui ada stomatitis atau tidak,
keadaan gigi, gusi berdarah atau tidak, mukosa bibir kering/lembab.
5) Abdomen Untuk mengetahui ada luka bekas operasi/tidak,
adastrie/tidak, ada tidaknya linea alba nigra.
6) Genetalia Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda
infeksi, varices, pembesaran kelenjar bartolini dan perdarahan.
Adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir.
7) Fundus uteri Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm
dibawah umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai
keras. Bila fundus bergeser kearah kanan midline , periksa adanya
distensi kandung kemih.
8) Leher Untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar thyroid, ada
benjolan atau tidak, adakah pembesaran kelenjar limfe
23

9) Dada Untuk mengetahui keadaan payudara, simetris atau tidak, ada


benjolan atau tidak, ada nyeri atau tidak.
10) Ekstremitas Untuk mengetahui ada cacat atau tidak, edema atau tidak
terdapat varices atau tidak.
k. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendukung penegakan diagnosa,
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap (Penurunan Hemoglobin, Hematokrit
meningkat, Trombosit menurun).
b) Urinalisis : ditemukan protein dalam urine
c) Pemeriksaan fungsi hati
(1) Bilirubin meningkat N= < 1 mg/dl
(2) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
(3) AST (Aspartat aminomtransferase) > 60 ul
(4) SGPT (serum glutamat pirufat transaminase) meningkat N=
15-45 u/ml
(5) SGOT (serum glutamat oxaloacetic transaminase) meningkat
N = <31 u/l
(6) Total protein menurun N= 6,7-8,7 g/dl
(7) Tes kimia darah : asam urat meningkat N=2,4-2,7 mg/dl
2) USG : untuk mengetahui keadaan janin
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia diagnosa keperawatan
yang muncul adalah sebagai berikut (SDKI, 2016) :
a. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru (edema paru)
b. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glomerolus sekunder
terhadap penurunan cardiac output
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d terjadinya vasospasme arterional,
edema serebral, perdarahan
24

d. Ansietas b.d rencana operasi


e. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
g. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia, intervensi
keperawatan yang direncanakan adalah sebagai berikut (SIKI, 2018) :
a. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru (edema paru)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pertukaran gas meningkat .
Kriteria hasil :
1) Tingkat kesadaran meningkat
2) Dispnea menurun
3) Bunyi napas tambahan menurunpusing menurun
4) Penglihatan kabur menurun
5) Gelisah menurun
6) Napas cuping hidung menurun
7) Sianosis membaik
8) Pola napas membaik
9) Warna kulit membaik Pemantauan respirasi
Tindakan :
Observasi :
1) Monitor frekuensi, iraam , kedalaman dan upaya nafas
2) Monitor pola nafas seperti (bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kusmaul, cheyne-stokes, blot)
3) Monitor kemampuan batuk efektkif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6) Auskultasi bunyi nafas
7) Monitor hasil AGD
25

8) Monitor hasil x-ray toraks


Teraupetik :
9) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
10) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
11) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
12) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
b. Kelebihan volume cairan b.d retensi cairan dan edema
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan keseimbangan cairan klien meningkat.
Kriteria Hasil :
1) Kelembaban membran mukosa meningkat
2) Asupan makanan meningkat
3) Edema menurun
4) Tekanan darah membaik
5) Berat badan membaik
Tindakan :
Observasi :
1) Monitor status hidrasi (misal frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
2) Monitor berat badan
3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal hematokrit, berat jenis
urine, BUN, Na, K, CI)
Teraupetik :
4) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
5) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
6) Berikan cairan intravena, jika perlu
Kaloborasi :
7) Kaloborasi pemberian diuretik, jika perlu
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d edema serebral.
26

Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan perfusi perifer meningkat.
Kriteria hasil :
1) Denyut nadi perifer meningkat
2) Warna kulit pucat menurun
3) Edema perifer menurun
4) Nyeri ekstremitas menurun
5) Akral membaik
6) Tekanan darah sistolik membaik
7) Tekanan darah diastolik membaik
Perawatan sirkulasi :
Tindakan :
Observasi :
1) Periksa sirkulasi perifer (misal nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu)
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (misal diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ektremitas
Teraupetik :
4) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5) Hindari pengukuran tekanan darah pada ektremitas dengan
keterbatasan perfusi
6) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
7) Lakukan pencegahan infeksi
8) Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi :
9) Anjurkan berhenti merokok
10) Anjurkan berolahraga rutin
27

11) Anjurkan menggunakan obat penurunan tekanan darah, antikoagulan,


dan penurunan kolesterol, jika pelu
12) Anjurkan minum obat penurun tekanan darah secara teratur
13) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (misal
rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa.
d. Ansietas b.d prosedur operasi Sectio Caesarea
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat ansietas Menurun
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Frekuensi pernafasan sedang
6) Frekuensi nadi cukup menurun
7) Tekanan darah menurun
8) Pucat menurun
Terapi relaksasi
Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
2) Periksa frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
3) Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Teraupetik :
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu yang nyaman, jika memungkinka
5) Berikan informasi tertulis persiapan dan prosedur teknik relaksasi
6) Gunakan pakaian longgar
28

7) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat


Edukasi :
8) Jelaskan tujuan, manfaat, jenis relaksasi yang tersedia (terapi tarik
nafas dalam)
9) Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
10) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
11) Anjurkan sering mengulangi atau mealtih tenik yang dipilih
12) Demonstrrasikan dan latih teknik relaksasi (tarik nafas dalam)
e. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan status kenyamanan pascapartum meningkat.
Kriteria hasil :
1) Keluhan tidak nyaman menurun
2) Meringis menurun
3) Merintih menurun
4) Tekanan darah menurun
5) Frekuensi nadi sedang tentang nyeri
Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
6) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
29

9) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (misal


tens, hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
10) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11) Fasilitasi istirahat dan tidur
12) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredekan nyeri
Edukasi :
13) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
14) Jelaskan strategi meredakan nyeri
15) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi :
18) Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri menurun.
Kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Kesulitan tidur menurun
4) Frekuensi nadi sedang
5) Pola napas sedang
6) Tekanan darah membaik
7) Fungsi berkemih sedang
8) Pola tidur membaik
Tindakan :
Observasi :
30

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri


2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
10) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (misal
tens, hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
11) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa myeri (misal suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
12) Fasilitasi istirahat dan tidur
13) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredekan nyeri
Edukasi :
14) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
15) Jelaskan strategi meredakan nyeri
16) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi :
19) Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
g. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat pengetahuan meningkat.
Kriteria hasil :
31

1) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat


2) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya sesuai dengan
topik meningkat
3) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi meningkat
4) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
Tindakan :
Observasi :
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Teraupetik :
3) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5) Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
6) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
7) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
8) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien
terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk memperbaiki
kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan dan strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi. Implementasi keperawatan adalah
32

kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim


kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Jadi, implemetasi keperawatan
adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi dengan
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu masalah
kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang
telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Mubarak et al., 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan
data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi.
Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah
tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Mubarak et al., 2015).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Nikmatur and Walid, 2016). Tehnik Pelaksanaan SOAP
a. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
b. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
33

c. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan


objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
d. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
6. Discharge Planning
Menurut (Nursalam, 2017) discharge planning merupakan proses
mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan sampai pasien merasa
siap kembali ke lingkungannya. Dengan demikian discharge planning
merupakan tindakan yang bertujuan untuk dapat memandirikan pasien
setelah pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association tujuan dari discharge planning
adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien untuk dapat
mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang. Discharge
planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin
keberlanjutan asuhan yang berkualitas (Nursalam, 2017).
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu,
ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat
home care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk
dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan
perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan
kebutuhan yang berubah (Mubarak et al., 2015).

A.
34

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Umum Klien
1) Inisial klien : Ny’N’ Inisial Suami : Tn’H’
2) Usia : 37Th Usia : 42th
3) Status perkawinan: Kawin Status perkawinan : Kawin
4) Pekerjaan : Honorer Pekerjaan : Buruh Bangunan
5) Pendidikan terakhir : SMA Pendidikan terakhir : SMA
6) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu
No Tahun Tipe Penolong Jenis BB Keadaan Masalah
Persalinan kelamin lahir bayi kehamil
waktu an
lahir
1. 2020 Sectio Tim P 1700 Prematur PEB,Sho
Casearea Medis gr ck

7) Pengalaman menyusui eksklusif: tidak


8) berapa lama :-
9) Riwayat Kehamilan saat ini
a) Berapa kali periksa kehamilan : Setiap Bulan
b) Masalah kehamilan : PEB+KJDR
10) Riwayat Persalinan
a) Jenis persalinan : SC Tgl/jam : 10 Juli 2021
b) Jenis kelamin bayi : L, PB : 39cm, gram: 1,3Kg
c) Pengeluaran darah per vaginam : ± 50cc
d) Masalah dalam persalinan : PEB+KJDR
11) Riwayat Ginekologi
a) Masalah ginekologi : -
b) Riwayat KB : Tidak pernah menggunakan KB setelah menikah
35

b. Data Umum Kesehatan Saat Ini


Status obstetrik : G2 P2 A0 Bayi Rawat Gabung : Bayi meninggal
Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis
BB/TB: 77Kg / 151Cm
1) Tanda Vital
Tekanan Darah:150/90mmHg; Nadi: 87x/i, Suhu:36,7ºC,
Pernapasan : 22.x/mnt
2) Kepala Leher
Kepala : tidak ada benjolan pada kepala, tidak ada nyeri tekan
pada kepala, simetris, tidak Ada deformitas.
3) Mata : kojungtiva: Tidak anemis
4) Sklera : subikterik, tidak ada pinguekula, tidak ada pterigium
5) Refleks : cahaya langsung +/+, tak langsung +/+
6) Hidung : Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi
sputum, lubang hidung Simetris, tidak keluar secret atau darah dari
hidung.
7) Mulut : Bibir : tidak ada deformitas,warna tidak pucat dan tidak
sianosis, tidak tampak Kering, pecah-pecah.
8) Gigi : ada karies M2 bawah kanan.
9) Gusi : warna merah muda, tidak hiperemi
10) Lidah : bentuk normal, tidak ada deformitas.
11) Telinga : Bentuk normal, tidak ada deformitas, simetris, tidak ada
benjolan, tidak oedeme, Serumen sedikit.
12) Leher : Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak tampak benjolan,
trakea lurus ditengah Kelenjar tiroid tidak membesar, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada kaku kuduk.
Masalah Khusus : -
36

13) Dada :
inspeksi : bentuk dada simetris saat statis dan damis, gerak pernapasan
simetris Kanan dan kiri, tidak ada retraksi sela iga, tidak terlihat
benjolan, payudara letaknya simetris
Palpasi : palpasi tidak ada nyeri tekan, tidak adsa benjolan, gerak
napas simetris.
14) Jantung : BJ I-II irregular tidak ada murmur, tidak ada gallop.
15) Paru : SD vesikuler, Rh (-/-),Wh (-/-)
16) Payudara : bentuk simetris, puting susu normal
17) Puting susu : normal, tidak ada nyeri tekan
18) Pengeluaran ASI : tidak ada pengeluaran ASI
Masalah Khusus : -
19) Abdomen : terdapat luka jahitan SC ± 12 cm secara horizontal, masih
dibalut (hari pertama)
20) Data lain: Pasien mengeluh nyeri pada abdomen sehingga pasien
nampak meringis setiap merasa nyeri pasien posisinya selalu
menghindari nyeri
P: Nyeri hilang timbul saat digerakkan
Q: Nyeri ditusuk-tusuk
R: Hipogastric region
S: 5 (sedang)
T: 3-4 Menit
Masalah Khusus: Nyeri Akut
21) Perineum dan Genital
Vagina : Bentuk Normal tidak ada udema
R : Kemerahan : tidak
E : Edema : tidak
E : Ekimosis : tidak
D : tidak ada
A : Approximate : tidak
37

Terpasang catéter urine


22) Ekstremitas
Ekstremitas Atas, Edema : tidak, Varises : tidak
Ekstremitas Bawah, Edema : ya, Varises : tidak
Tanda Homan : -
Masalah khusus : Edema
23) Eliminasi
Urin : kebiasaan BAK 3-4 kali sehari
BAK saat ini: 750cc pada urine bag
Fekal : kebiasaan BAB 1-2 kali sehari
BAB saat dalam 2 hari sekali pasca post op
Masalah Khusus : -
24) Istirahat dan Kenyamanan
Pola tidur : kebiasaan tidur : pasien mengatakan tidak terlalu tidur
nyenyak karna kondisi RS kurang nyaman untuk dia.
Lama : 4-5 jam
Keluhan ketidaknyamanan : ya
25) Mobilisasi dan Latihan
Tingkat mobilisasi : dibantu oleh suami,pergerakan pasien terbatas
dan nampak lemah
Latihan/senam : tidak dilakukan
Data lain: Pasien mengeluh nyeri pada abdomen luka post op saat
bergerak,sehingga pasien enggan melakukan pergerakan,pasien juga
merasa cemas saat bergerak karena takut jahitan pada abdomen terjadi
sesuatu.
Masalah khusus : gangguan mobilisasi fisik
26) Nutrisi dan Cairan
Asupan nutrisi : pasien tidak menghabiskan makanan yang
diberikan oleh tim gizi. nafsu makan : kurang
Asupan cairan : kurang
38

Masalah khusus : -
27) Keadaan Mental
Adaptasi psikologis : pasien merasa cemas dan tampak tegang dengan
kondisi yang dialaminya karena pernah mengalami hal yang sama
sebelumnya tekanan darah meningkat setalah usia kehamilan
mendekati 6 bulan namun anaknya meninggal dunia,pasien merasa
bingung dan khawatir dengan akibat dari kondisi yang dialaminya
sehingga pasien pasien sering mengeluh pusing bahkan merasa tidak
berdaya.
Penerimaan terhadap bayi : Pasien sulit menerima keadaan
yang berulang sehingga pasien nampak gelisah dan pucat padahal dia
telah berhati-hati dalam mengurus kehamilannya dan setiap bulan
datang untuk mengontol kehamilannya.
Masalah khusus : Kecemasan
Kemampuan menyusui: Pasien tidak ada kemampuan
menyusui sebab belum pernah menyusui bayinya sebelumnya.
28) Penatalaksaan Medis : - RL 22tts/i
- inj.Ceftizoxime/12Jam
- inj. As.Tranexamat/8jam
- inj. Ranitidine/8jam
- inj. Ketorolac/8jam
29) Hasil pemeriksaan penunjang :
a) WBC : 11.84 +
b) MPV : 8.5 –
c) NEUT# : 9.38 +
d) CT : 8’ (4’-10’)
e) BT : 2’ (3’-7’)
f) Alc : 1680 (>1500)
g) NLR : 3,30 (1500)
39

30) Perencanaan Pulang :


Pasien diperbolehkan pulang tanggal 15 juli 2021 karena
keadaan telah membaik.
2. Analisa Data

Data Subyektif dan Data Masalah


No Analisa Data
Obyektif Keperawatan
1 DS:
a. Pasien mengeluh nyeri

DO:
a. Pasien nampak meringis
b. Pasien nampak posisi
menghindari nyeri
c. Pasien nampak gelisah
d. Pasien sulit tidur
e. TTV: Agen Cedera
Nyeri Akut
TekananDarah:150/90mmHg; Fisik
Nadi : 87x/i
Suhu :36,7ºC
Pernapasan : 22 x/mnt
f. P: Nyeri hilang timbul saat
digerakkan
g. Q: Nyeri ditusuk-tusuk
h. R: Hipogastric region
i. S: 5(sedang)
j. T: 3-4 Menit
2 DS:
a. Pasien mengeluh nyeri saat
bergerak
b. Pasien enggan melakukan
pergerakan Keenggangan
Gangguan
c. Pasien merasa cemas saat Melakukan
Mobilitas Fisik
bergerak Pergerakan
DO:
a. Gerakan pasien nampak
terbatas
b. Pasien nampak lemah
3 DS: Krisis Ansietas
a. Pasien merasa bingung Situasional
b. Pasien mengatakan khawatir
dengan akibat dari kondisi
yang dialaminya
40

c. pasien mengeluh pusing


d. pasien mengatakan tidak
berdayaami
DO:
a. Pasien nampak gelisah
b. Pasien nampak tegang
c. Pasien nampak pucat
4 Faktor risiko
Luka/ Efek
Pada abdomen tampak ada Risiko Infeksi
Prosedur Invasif
luka post operasi SC

B. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu:
1. Nyeri Akut Terkait Dengan Agen Pencedera Fisik
2. Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Dengan Keenggangan Melakukan
Pergerakan
3. Ansietas Terkait Dengan Kriris Situasional
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
C. Perencanana Keperawatan
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang muncul pada pasien selama
perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan yang didalamnya terdapat tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan serta rencana tindakan yang akan dilakukan.

No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria hasil
1 Nyeri Akut setelah Manajemen Nyeri
Terkait dilakukan Observasi:
Dengan Agen tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri
Pencedera keperawatan komprehensif yang meliputi lokasi,
Fisik selama 3 x 24 karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
jam, mampu kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
mengontrol dan faktor pencetus
nyeri dibuktikan b. Identifikasi Skala nyeri
dengan kriteria c. Identifikasi respon nyeri non verbal
hasil: Nyeri d. Identifikasi faktor yang memperberat
menurun (5),
41

meringis dan meringankan nyeri


menurun (5), Terapeutik:
sikap protektif e. Ajarkan tekhnik non farmakologis
menurun (), untuk mengurasngi rasa nyeri seperti
gelisah menurun teknik relaksasi napas dalam dan
(5) distraksi
Edukasi:
f. Jelaskan strategi meredakan nyeri
g. Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
Kolaborasi:
h. Kolaborasi pemberian analgesic, jika
perlu.

2 Gangguan setelah Manajemen Mobilitas Fisik


Mobilitas dilakukan Observasi :
Fisik Terkait intervensi a. identifikasi tanda-tanda hambatan
Dengan keperawatan mobilitas fisik
Keenggangan selama 3x24 jam b. Monitor pakaian yang terlalu ketat
Melakukan diharapkan Terapeutik :
Pergerakan Status mobilitas c. Dorong pasien untuk duduk ditempat
fisik membaik tidur, atau di kursi, sebagaimana yang
dengan kriteria dapat ditoleransi
hasil: mobilitas d. Instruksikan ketersediaan perangkat
fisik meningkat pendukung, jika sesuai
(5), kekuatan e. Dorong klien untuk mengambil posisi
otot meningkat yang nyaman
(5), tonus otot f. Dapatkan perilaku yang menunjukkan
meningkat (5). terjadinya relaksasi, misalnya
bernapas dalam, menguap,
pernapasan perut, atau bayangkan
bayangan yang menyenangkan
g. Bantu pasien untuk berpindah, sesuai
kebutuhan
Edukasi :
h. Gambarkan rasional dan manfaat
terapi
i. Pertimbangkan keinginan pasien
untuk berpartisipasi, kemampuan
berpartisipasi
j. Berikan penjelasan tentang tindakan
Kolaborasi:
k. Kolaborasi pada ahli terapi fisik
42

mengenai rencana ambulasi, sesuai


kebutuhan
3 Ansietas setelah Reduksi Ansietas
Terkait dilakukan Observasi:
Dengan Kriris tindakan a. Identifikasi saat tingkat ansietas
Situasional keperawatan berubah (misal, kondisi, waktu,
selama 3 x 24 stressor)
jam, ansietas b. Identifkasi faktor faktor yang dapat
teratasi meningkatkan dan menurunkan
dibuktikan ansietas
dengan kriteria Terapeutik:
hasil: ansietas c. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menurun (5) menumbuhkan kepercayaan
d. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan (jika memungkinkan)
e. Pahami situasi yang membuat
ansietas, dengarkan dengan penuh
perhatian
f. Ajarkan tekhnik relaksasi untuk
mengurangi ansietas yang dialami
g. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien
Edukasi:
h. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
i. Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan dan prognosis

4 Risiko infeksi Setelah Observasi:


berhubungan dilakukan 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
dengan efek tindakan dan sistematik
prosedur keperawatan Terapeutik:
invasif selama 1 x 24 2) Lakukan perawatan kulit pada area
jam, tingkat yang luka
infeksi menurun 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah
dibuktikan kontak dengan pasien dan linkungan
dengan kriteria pasien
hasil: nyeri Edukasi:
menurun, 4) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
kemerahan 5) Ajarkan cara mencuci tangan dengan
menurun. benar
6) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
Kolaborasi:
7) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
43

perlu
1

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah disusun, rencana tindakan dari masing-masing masalah tidak semua
bisa dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi dan kebutuhan pasien
yang diperlukan. Implementasi dilakukan sejak tanggal 12 s/d 15 Juli tahun 2021. Sedangkan evaluasi keperawatan dilakukan
sejak tanggal 12 s/d 15 Juli tahun 2021. Implementasi dan evaluasi keperawatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Diagnosa
No Waktu Implementasi Tindakan Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
Hari 1 (12/07/2021)
1 Nyeri Akut Terkait (12/7/21 a. Mengidentifikasi lokasi, S: -Pasien mengeluh nyeri
Dengan Agen 09.20-10.02) karakteristik, durasi, frekuensi, O:
Pencedera Fisik kualitas, intensitas nyeri. a. Pasien nampak meringis
H: P: Nyeri hilang timbul saat b. Pasien nampak posisi menghindari
digerakkan nyeri
Q: Nyeri ditusuk-tusuk c. Pasien nampak gelisah
R: Hipogastric region d. Pasien sulit tidur
S: 4 (sedang) A: Nyeri Akut belum teratasi
T: 3-4 Menit P: Lanjutkan intervensi
b. Mengidentifikasi skala nyeri a. Lakukan pengkajian nyeri
H: skala 4 (Sedang) komprehensif yang meliputi lokasi,
c. Mengidentifikasi respon non verbal karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
H: respon melindungi nyeri, nampak kualitas, intensitas atau beratnya
memegang abdomen bagian post op nyeri dan faktor pencetus
d. Mengidentifikasi faktor yang b. Identifikasi Skala nyeri
memperberat dan memperingan c. Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri d. Identifikasi faktor yang memperberat
H: nyeri berat apabila melakukan
2

pergerakan dan merasa ringan dan meringankan nyeri


apabila pasien hanya berbaring e. Berikah teknik non farmakologis
e. Mengidentifikasi pengetahuan dan untuk mengurangi rasa nyeri
keyakinan tentang nyeri f. Kolaborasi pemberian analgetik
H: pasien yakin luka post op nya
akan sembuh apabila sering diganti
verbannya.
f. Memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
H: memberikan tekhnik relaksasi
nafas dalam
g. Memfasilitasi istrahat ridur
H: klien kooperatif terhadap
tindakan yang diberikan
h. Mengolaborasikan pemberian
analgetik,
H: inj. Ketorolac/8jam
2 Gangguan Mobilitas 12/7/21 a. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S:
Fisik Terkait Dengan keluhan fisik lainnya a. Pasien mengeluh nyeri saat bergerak
Keenggangan 10.05-10.23 H: nyeri bagian abdomen apabila b. Pasien enggan melakukan pergerakan
Melakukan melakukan mobilisasi c. Pasien merasa cemas saat bergerak
Pergerakan b. Mengdentifikasi toleransi fisik O:
melakukan ambulasi a. Gerakan pasien nampak terbatas
H: pasien mengeluh tidak mampu
b. Pasien nampak lemah
melakukan ambulasi secara mandiri
A: Gangguan Mobilitas Fisik belum teratasi
c. Memonitor frekuensi jantung dan
P: Lanjutkan Intervensi
tekanan darah sebelum memulai
a. identifikasi tanda-tanda hambatan
ambulasi
mobilitas fisik
H: 150/90 mmHg
b. Monitor pakaian yang terlalu ketat
d. Memonitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi c. Dorong pasien untuk duduk ditempat
3

H: pasien merasa nyeri apabila tidur, atau di kursi, sebagaimana


melakukan perpindahan yang dapat ditoleransi
e. Melibatkan keluarga untuk d. Dorong klien untuk mengambil
membantu pasien dalam posisi yang nyaman
meningkatkan ambulasi e. Dapatkan perilaku yang
H: keluarga dilibatkan dalam setiap menunjukkan terjadinya relaksasi,
tindakan misalnya bernapas dalam, menguap,
f. Meganjurkan melakukan ambulasi pernapasan perut, atau bayangkan
dini bayangan yang menyenangkan
H: pasien belum mampu melakukan f. Bantu pasien untuk berpindah, sesuai
ambulasi secara mandiri kebutuhan
g. Ajarkan ambulasi sederhana yang g. Libatkan keluarga untuk membantu
harus dilakukan pasien dalam meningkatkan ambulasi
H: pasien dibantu oleh suami ketika h. Anjurkan melakukan ambulasi dini
ingin ke wc
3 Ansietas Terkait 12/7/21 a. Mengidentifikasi saat tingkat S:
Dengan Kriris 10.25-10.42 ansietas berubah. a. Pasien merasa bingung
Situasional H: ketika pasien mengingat kondisi b. Pasien mengatakan khawatir dengan
yang dialami saat ini, Dan yang akibat dari kondisi yang dialaminya
akan terjadi kedepan c. Pasien mengeluh pusing
b. Mengidentifikasi kemampuan d. Pasien mengatakan tidak berdaya
mengambil keputusan O:
H: belum mampu mengambil
a. Pasien nampak gelisah
keputusan dengan kondisi yang
dialaminya
b. Pasien nampak tegang
c. Memonitor tanda-tanda ansietas c. Pasien nampak pucat
H: klien Nampak gelisah dan susah A: Ansietas belum teratasi
tidur P: Lanjutkan Intervensi
d. menciptakan suasana terapeutik a. Identifikasi saat tingkat ansietas
untuk menumbuhkan kepercayaan berubah (misal, kondisi, waktu,
H: klien kooperatif terhadap stressor)
tindakan yang diberikan b. Identifkasi faktor faktor yang dapat
4

e. Mendengarkan dengan penuh meningkatkan dan menurunkan


perhartian ansietas
H: klien kooperatif terhadap c. Ciptakan suasana terapeutik untuk
tindakan yang diberikan menumbuhkan kepercayaan
f. Menggunakan pendekatan yang d. Ajarkan tekhnik relaksasi untuk
tenang dan meyakinkan mengurangi ansietas yang dialami
H: pasien merasa yakin dan ingin e. Anjurkan keluarga untuk tetap
berbicara tentang kecemasan yang bersama klien
dialami f. Informasikan secara factual
g. Melatih teknik relaksasi mengenai diagnosis, pengobatan dan
H: pasien di anjurkan tekhnik prognosis
relaksasi nafas dalam
4 Risiko infeksi 12/7/21 a. Memonitor tanda dan gejala infeksi S : klien tidak mengeluhkan demam.
berhubungan dengan lokal dan sistematik dengan hasil O:
efek prosedur invasif 10.45-11.10 nampak luka kering, nyeri tekan, a. luka kering
tidak ada kemerahan maupun b. nyeri tekan
bengkak disekitar luka c. tidak ada kemerahan maupun
b. Melakukan perawatan kulit pada bengkak disekitar luka.
area yang luka dengan hasil A : resiko infeksi belum teratasi.
dilakukan perawatan luka post P : Lanjutkan intervensi;
operasi a. monitor tanda dan gejala infeksi lokal
c. Mencuci tangan sebelum dan dan sistematik
sesudah kontak dengan pasien dan
b. lakukan perawatan kulit pada area
linkungan pasien dengan hasil
yang luka
dilakukan cuci tangan dengan 6
c. cuci tangan sebelum dan sesudah
langkah dengan prinsip five
kontak dengan pasien dan linkungan
moment.
pasien
d. Menjelaskan tanda dan gejala
infeksi dengan hasil klien mengerti d. ajarkan cara mencuci tangan dengan
dengan penjelasan yang diberikan benar
e. Mengajarkan cara mencuci tangan e. kolaborasi pemberian antibiotik.
dengan benar dengan hasil klien
5

diajarkan cara cuci tangan yang


benar dengan cuci tangan 6 langkah
Hari 2 (13/07/2021)
5 Nyeri Akut Terkait 13/7/21 a. Mengidentifikasi lokasi, S: -Pasien mengeluh nyeri
Dengan Agen 09.30-09.35 karakteristik, durasi, frekuensi, O:
Pencedera Fisik kualitas, intensitas nyeri. a. Pasien nampak meringis
H: P: Nyeri hilang timbul saat b. Pasien nampak posisi menghindari
digerakkan nyeri
Q: Nyeri ditusuk-tusuk c. Pasien nampak gelisah
R: Hipogastric region A: Nyeri Akut belum teratasi
S: 3 (Ringan) P: Lanjutkan intervensi
T: 2-3 Menit a. Lakukan pengkajian nyeri
b. Mengidentifikasi respon non verbal komprehensif yang meliputi lokasi,
H: Memegang abdomen bagian post karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
op kualitas, intensitas atau beratnya
c. Mengidentifikasi faktor yang nyeri dan faktor pencetus
memperberat dan memperingan b. Identifikasi Skala nyeri
nyeri c. Identifikasi respon nyeri non verbal
H: nyeri berat apabila melakukan d. Identifikasi faktor yang memperberat
pergerakan dan merasa ringan dan meringankan nyeri
apabila pasien hanya berbaring e. Berikah teknik non farmakologis
d. Memberikan teknik non untuk mengurangi rasa nyeri
farmakologis untuk mengurangi rasa f. Kolaborasi pemberian analgetik
nyeri
H: memberikan Tekhnik relaksasi
nafas dalam
e. Mengolaborasikan pemberian
analgetik
H: inj. Ketorolac/8jam
6 Gangguan Mobilitas 13/7/21 a. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S:
Fisik Terkait Dengan 09.55-10.12 keluhan fisik lainnya a. Pasien mengeluh nyeri saat bergerak
6

Keenggangan H: nyeri bagian abdomen apabila b. Pasien enggan melakukan pergerakan


Melakukan melakukan mobilisasi c. Pasien merasa cemas saat bergerak
Pergerakan b. Mengdentifikasi toleransi fisik O: -Gerakan pasien nampak terbatas
melakukan ambulasi A: Gangguan Mobilitas Fisik belum teratasi
H: pasien mengeluh tidak mampu P: Lanjutkan Intervensi
melakukan ambulasi secara mandiri a. identifikasi tanda-tanda hambatan
c. Memonitor frekuensi jantung dan mobilitas fisik
tekanan darah sebelum memulai b. Monitor pakaian yang terlalu ketat
ambulasi c. Dorong pasien untuk duduk ditempat
H: 140/90 mmHg tidur, atau di kursi, sebagaimana
d. Melibatkan keluarga untuk yang dapat ditoleransi
membantu pasien dalam d. Dorong klien untuk mengambil
meningkatkan ambulasi posisi yang nyaman
H: keluarga dilibatkan dalam setiap
e. Dapatkan perilaku yang
tindakan yang diberikan
menunjukkan terjadinya relaksasi,
e. Meganjurkan melakukan ambulasi
misalnya bernapas dalam, menguap,
dini
pernapasan perut, atau bayangkan
f. H: pasien belum mampu melakukan
bayangan yang menyenangkan
ambulasi secara mandiri
f. Bantu pasien untuk berpindah, sesuai
kebutuhan
g. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
h. Anjurkan melakukan ambulasi dini
7 Ansietas Terkait 13/7/21 a. Mengidentifikasi saat tingkat S:
Dengan Kriris 10.15-10.49 ansietas berubah. a. Pasien merasa bingung
Situasional H: ketika pasien mengingat kondisi b. Pasien mengatakan khawatir dengan
yang dialami saat ini akibat dari kondisi yang dialaminya
Dan yang akan terjadi kedepan O:
b. Mengidentifikasi kemampuan a. Pasien nampak gelisah
mengambil keputusan b. Pasien nampak tegang
H: belum mampu mengambil c. Pasien nampak pucat
7

keputusan dengan kondisi yang A: Ansietas belum teratasi


dialaminya P: Lanjutkan Intervensi
c. Memonitor tanda-tanda ansietas a. Identifikasi saat tingkat ansietas
H: klien Nampak gelisah dan susah berubah (misal, kondisi, waktu,
tidur stressor)
d. Mendengarkan dengan penuh b. Identifkasi faktor faktor yang dapat
perhartian meningkatkan dan menurunkan
H: klien kooperatif terhadap ansietas
tindakan yang diberikan c. Ciptakan suasana terapeutik untuk
e. Melatihan teknik relaksasi menumbuhkan kepercayaan
H: pasien di anjurkan tekhnik d. Ajarkan tekhnik relaksasi untuk
relaksasi nafas dalam mengurangi ansietas yang dialami
e. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien
f. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
8 Risiko infeksi 13/7/21 a. Memonitor tanda dan gejala infeksi S : klien tidak mengeluhkan demam.
berhubungan dengan lokal dan sistematik dengan hasil O :
efek prosedur invasif 10.50-11.10 nampak luka kering, nyeri tekan, a. luka kering
tidak ada kemerahan maupun b. nyeri tekan
bengkak disekitar luka c. tidak ada kemerahan maupun
b. Mencuci tangan sebelum dan bengkak disekitar luka.
sesudah kontak dengan pasien dan A : resiko infeksi belum teratasi.
linkungan pasien dengan hasil P : Lanjutkan intervensi;
dilakukan cuci tangan dengan 6 a. monitor tanda dan gejala infeksi lokal
langkah dengan prinsip five dan sistematik
moment. b. lakukan perawatan kulit pada area
c. Menjelaskan tanda dan gejala
yang luka
infeksi dengan hasil klien mengerti
dengan penjelasan yang diberikan
c. cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan linkungan
d. Menganjurkan cara mencuci tangan
8

dengan benar dengan hasil klien pasien


diajarkan cara cuci tangan yang d. kolaborasi pemberian antibiotik.
benar dengan cuci tangan 6 langkah
Hari 3 (14/07/2021)
9 Nyeri Akut Terkait 14/7/21 a. Mengidentifikasi lokasi, S: Pasien mengeluh nyeri berkurang
Dengan Agen karakteristik, durasi, frekuensi, O: Pasien nampak tenang
Pencedera Fisik 09.30-10.48 kualitas, intensitas nyeri. A: Nyeri Akut teratasi
H: P: Nyeri hilang timbul saat P: Pertahankan intervensi
digerakkan
Q: Nyeri ditusuk-tusuk
R: Hipogastric region
S: 2 (Ringan)
T: 2-3 Menit
b. Mengidentifikasi respon non verbal
H: Memegang abdomen bagian post
op
c. Memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
H: memberikan tekhnik relaksasi
nafas dalam
d. Mengolaborasikan pemberian
analgetik,
H: inj. Ketorolac/8jam
10 Gangguan Mobilitas 14/7/21 a. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S : Pasien mengeluh nyeri saat bergerak
Fisik Terkait Dengan 10.52-11.05 keluhan fisik lainnya berkurang
Keenggangan H: nyeri bagian abdomen apabila O :Gerakan pasien mampu berjalan sendiri ke
Melakukan melakukan mobilisasi kamar mandi
Pergerakan b. Mengdentifikasi toleransi fisik A: Gangguan Mobilitas Fisik teratasi
melakukan ambulasi P: Pertahankan Intervensi
H: pasien mengeluh tidak mampu
9

melakukan ambulasi secara mandiri


c. Memonitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
H: 120/80 mmHg
d. Meganjurkan melakukan ambulasi
dini
H: pasien belum mampu melakukan
ambulasi secara mandiri
11 Ansietas Terkait 14/7/21 a. Mengidentifikasi kemampuan S : Pasien mengatakan cemas berkurang
Dengan Kriris 10.08-10.15 mengambil keputusan O : Pasien nampak tenang
Situasional H: belum mampu mengambil A : Ansietas Teratasi
keputusan dengan kondisi yang P: Pertahankan Intervensi
dialaminya
b. Memonitor tanda-tanda ansietas
H: klien Nampak gelisah dan susah
tidur
c. Melatihan teknik relaksasi
H: pasien di anjurkan tekhnik
relaksasi nafas dalam
12 Risiko infeksi 14/7/21 a. Memonitor tanda dan gejala infeksi S : klien tidak mengeluhkan demam.
berhubungan dengan lokal dan sistematik dengan hasil O : luka post operasi kering, tidak ada tanda
efek prosedur invasif 10.25-10.40 nampak luka kering, nyeri tekan, infeksi.
tidak ada kemerahan maupun A : resiko infeksi teratasi.
bengkak disekitar luka P : pertahankan intervensi.
b. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan
linkungan pasien dengan hasil
dilakukan cuci tangan dengan 6
langkah dengan prinsip five
moment.
c. Melakukan perawatan kulit pada
10

area yang luka dengan hasil


dilakukan perawatan luka
1

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian seorang pasien perempuan dengan inisial
Ny’N’, usia 37th, status perkawinan: kawin, pekerjaan : honorer, pendidikan
terakhir : SMA. Berdasarkan hasil klasifikasi data didapatkan DS: Pasien
mengeluh nyeri, Pasien mengeluh nyeri saat bergerak, Pasien enggan melakukan
pergerakan, Pasien merasa cemas saat bergerak, Pasien merasa bingung, Pasien
mengatakan khawatir dengan akibat dari kondisi yang dialaminya, pasien
mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak berdaya. DO: Pasien nampak
meringis, Pasien nampak posisi menghindari nyeri, Pasien nampak gelisah,
Pasien sulit tidur, TTV : TekananDarah:150/90mmHg; Nadi : 87x/I,
Suhu :36,7ºC, Pernapasan : 22 x/mnt, P: Nyeri hilang timbul saat digerakkan, Q:
Nyeri ditusuk-tusuk, R: Hipogastric region, S: 5(sedang), T: 3-4 Menit, Gerakan
pasien nampak terbatas, Pasien nampak lemah, Pasien nampak gelisah, Pasien
nampak tegang, Pasien nampak pucat.
Pengkajian adalah tahap awal dari proses perawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengindentifikasi suatu kesehatan kilen. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kenyataan. Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon
individu (Nursalam, 2017).
Penyakit preeklamsia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain umur,
paritas, riwayat kehamilan yang lalu, status gizi, riwayat keluarga, ibu hamil
dengan gangguan fungsi organ (diabetes mellitus, penyakit ginjal, migrain, dan
hipertensi). Perempuan hamil dengan dengan usia < 20 tahun dan > 35 tahun
dianggap beresiko mengalami preeklamsia. Hal ini disebabkan seiring
peningkatan usia akan terjadi proses degeneratif yang meningkatkan resiko
2

hipertensi kronis dan wanita dengan resiko hipertensi kronik akan lebih besar
mengalami preeklamsia. Preeklamsia dapat menimbulkan gangguan baik bagi
janin maupun ibu. Kondisi preeklamsia dan eklamsia akan memberi pengaruh
buruk bagi kesehatan janin akibat penurunan perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta (Heriani, 2019).
Menurut (Fatkhiyah, 2016) Preeklampsia adalah suatu sindroma yang ditemui
pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu, dengan tanda hipertensi dan
proteinuria disertai atau tanpa edema. Preeklampsia adalah kumpulan gejala dari
trias: hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas; terkadang disertai konvulsi sampai koma. Hipertensi dan
proteinuria dalam kehamilan dapat meningkatkan risiko gagal ginjal, gangguan
sistem koagulasi dan fungsi hati, perdarahan otak, prematuritas, kematian janin-
neonatal dan kematian ibu. Adanya koagulasi intravaskuler, hipoperfusi darah ke
plasenta mengakibatkan hipoksia kronis dan retardasi pertumbuhan janin.
Menurut (Bardja, 2020) dalam penelitiannya preeklamsia dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti nyeri kepala berat pada bagian depan atau belakang kepala
yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal, gangguan
penglihatan, pandangan kabur dan terkadang bisa menjadi kebutaan sementara,
ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan
lainnya, edema, nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai mual dan
muntah, gangguan pernafasan, terjadi gangguan kesadaran, dengan pengeluaran
proteinuria keadaan berat, karena terjadi fungsi ginjal.
Peran perawat dalam menurunkan AKI antara lain : memberikan pendidikan
tentang kehamilan dan persalinan, pengawasan pada kunjungan ke pelayanan
kesehatan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas disini peran perawat
sangat diperlukan. Perawat harus mampu memberikan perawatan yang
komprehensif, berkesinambungan, teliti dan penuh kesabaran. Perawat juga
berperan dalam memberikan intervensi yang dapat menurunkan tekanan darah
pada ibu hamil dengan pre eklamsia berat dengan penatalaksaan nonfarmakologi
3

seperti terapi herbal, terapi nutrisi, aromterapi, pijat refleksiologi dan terapi
rendam kaki dengan air hangat (Bardja, 2020).
Hal diatas, seperti riwayat, manifestasi yang terdapat dan diungkapkan oleh
klien sesuai dengan teori yang ada tentang preeklampsia berat, meski tidak semua
dialami oleh klien namun hampir sebagian besar dari teori terdapat dan terjadi
pada klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinik mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2016) :
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut:
a. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru (edema paru)
b. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glomerolus sekunder terhadap
penurunan cardiac output
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d terjadinya vasospasme arterional,
edema serebral, perdarahan
d. Ansietas b.d rencana operasi
e. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
g. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
Sedangkan diagnosa yang dijumpai pada kasus sama dengan kemungkinan
diagnosa yang muncul yang mengacu pada Nanda dan SDKI yang terdapat 6
diagnosa. Diagnosa yang dijumpai dalam kasus Ny. N sesuai dengan data yang
didapatkan yaitu Pada kasus, peneliti menetapkan 3 diagnosis keperawatan sesuai
kasus tersebut yaitu:
1. Nyeri Akut Terkait Dengan Agen Pencedera Fisik
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu nyeri akut terkait dengan agen pencedera fisik ditandai dengan DS:
4

pasien mengeluh nyeri, dan DO: pasien nampak meringis, pasien nampak
posisi menghindari nyeri, pasien nampak gelisah, pasien sulit tidur, TTV :
Tekanan Darah : 150/90mmHg; Nadi : 87x/I, Suhu :36,7ºC, Pernapasan : 22
x/mnt, P: Nyeri hilang timbul saat digerakkan, Q: Nyeri ditusuk-tusuk, R:
Hipogastric region, S: 5(sedang), T: 3-4 Menit.
Menurut (Bardja, 2020) preeklamsia dapat menimbulkan gejala-gejala
seperti nyeri kepala berat pada bagian depan atau belakang kepala yang
diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal, nyeri perut pada
bagian ulu hati yang kadang disertai mual dan muntah, gangguan pernafasan,
terjadi gangguan kesadaran, dengan pengeluaran proteinuria keadaan berat,
karena terjadi fungsi ginjal.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan.Sedangkan nyeri kronis berlangsung
lebih dari tiga bulan (SDKI, 2016).
Menurut analisa peneliti, ada kesesuaian antara teori dengan kasus
dimana klien mengeluh nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
actual atau potensial. Nyeri yang dirasakan seseorang mempunyai rentang
nyeri yang berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Rasa nyeri ini
dapat timbul akibat trauma fisik yang disengaja atau tidak disengaja.
2. Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Dengan Keenggangan Melakukan
Pergerakan
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu gangguan mobilitas fisik terkait dengan keenggangan melakukan
pergerakan ditandai dengan DS: Pasien mengeluh nyeri saat bergerak, Pasien
enggan melakukan pergerakan, Pasien merasa cemas saat bergerak, dan DO:
Gerakan pasien nampak terbatas, Pasien nampak lemah.
5

Menurut (Karima et.al., 2015) Pre-eklampsia merupakan suatu


sindrom spesifik pada kehamilan. Pre-eklampsia adalah keadaan dimana
terjadinya hipoperfusi ke organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang
ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Preeklamsia dapat
menimbulkan gejala-gejala seperti gangguan penglihatan, pandangan kabur
dan terkadang bisa menjadi kebutaan sementara, ibu merasa gelisah dan tidak
bisa bertoleransi, edema, nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang
disertai mual dan muntah, gangguan pernafasan, terjadi gangguan kesadaran,
dimana gejala tersebut dapat mempengaruhi aktivitas dan pergerakann yang
akan dilakukan ibu.
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerak fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Penyebabnya yaitu kerusakan
integritas struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik,
penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi,
gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuskuler, indeks massa tubuh di
atas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan
gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan,
gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori
persepsi (SDKI, 2016).
3. Ansietas Terkait Dengan Kriris Situasional
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu ansietas terkait dengan kriris situasional ditandai dengan DS: Pasien
merasa bingung, Pasien mengatakan khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dialaminya, pasien mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak berdaya,
dan DO: Pasien nampak gelisah, Pasien nampak tegang, Pasien nampak pucat
Menurut (Heriani, 2019) preeklamsia memiliki dampak terhadap ibu
dan juga janin. Ibu dapat mengalami eklamsia (kelainan pada masa
kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya
kejang), solusio placenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim bagian dalam
6

sebelum proses persalinan), kelainan pembekuan darah (DIC), sindrom hellp


(gangguan organ hati dan darah), ablatio retina (lepasnya retina dari jaringan
penyokongnya), gagal jantung hingga syok dan kematian. Sedangkan pada
janin, janin dapat mengalami penghambatan pertumbuhan dalam uterus,
prematur, asfiksia neonatum, kematian dalam uterus, peningkatan angka
kematian dan kesakitan perinatal. Preeklamsia masih menjadi salah satu
penyebab angka kematian ibu dan janin tinggi sehingga salah satu kebijakan
nasional untuk meminimalkan angka kematian ibu dan bayinya dengan
menggunakan alternative dalam menangani preeklamsia yaitu dengan
tindakan sectio caesarea.
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Kondisi ansietas dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: krisis
situasional, kebutuhan tidak terpenuhi, krisis maturasional, ancaman terhadap
konsep diri, ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
disfungsi fungsi keluarga, hubungan orang tua anak tidak memuaskan, faktor
keturunan (temperamen, mudah teragitasi sejak lahir), dan kurang terpapar
informasi (SDKI 2016).
Menurut (Rudiyanti dan Raidartiwi, 2017) pelayanan kesehatan pada
ibu hamil tidak hanya tertuju pada pemeliharaan kesehatan fisik saja tetapi
juga kesehatan psikologis ibu. Kecemasan ditandai dengan gejala fisik,
seperti : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit
bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah
marah atau tersinggung. Gejala behavior seperti berperilaku menghindar dan
terguncang, serta gejala kognitif seperti : khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan
akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur
aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.
7

4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif


Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai
dengan faktor risiko : pada abdomen tampak ada luka post operasi SC.
Risiko infeksi merupakan pasien yang berisiko mengalami
peningkatan terserang organisme patogenik. dengan faktor risiko, penyakit
kronis (mis. diabetes. melitus), efek prosedur invasi, malnutrisi, peningkatan
paparan organisme patogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer : gangguan peristaltik, kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi
ph, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum
waktunya, merokok, statis cairan tubuh. ketidakdekuatan pertahanan tubuh
sekunder : penurunan homolobin, imununosupresi, leukopenia, supresi respon
inflamasi, vaksinasi tidak adekuat. kondisi klinis terkait : aids, luka bakar,
penyakit paru obstruktif, diabetes melitus, tindakan invasi, kondisi
penggunaan terapi steroid, penyalahgunaan obat, ketuban pecah sebelum
waktunya (kpsw), kanker, gagal ginjal, imunosupresi, lymphedema,
leukositopedia, gangguan fungsi hati (SDKI, 2016).
Fase penyembuhan luka tedapat 3 fase, yang pertama fase inflamasi
terjadi proses hemostasis yang cepat dan dimulainya suatu siklus regenerasi
jaringan, dimulai segera setelah cidera sampai hari ke-5 pasca cidera. Tujuan
pada fase ini adalah hemostasis, hilangnya jaringan yang mati dan
pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen.
Selanjutnya Fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-4 hingga hari ke-21
pasca cidera. Pada fase ini matriks fibrin yang didominasi oleh platelet dan
makrofag secara gradual digantikan oleh jaringan granulasi yang tersusun dari
kumpulan fibroblas, makrofag dan sel endotel yang membentuk matriks
ekstraseluler dan neovaskular.Selanjutnya fase maturasi, pada fase ini
jaringan baru yang terbentuk akan disusun sedemikian rupa seperti jaringan
asalnya yang berlangsung mulai hari ke- 21 hingga sekitar 1 tahun (Sriyanto,
2016).
8

Menurut analisa penulis, ada kesesuaian antara teori dengan kasus


dimana risiko infeksi merupakan keadaan dimana individu mengalami
kerusakan integumen atau jaringan. Sehingga penyembuhan luka ada 3 fase
yaitu fase inflamasi (peradangan), fase proliferasi, dan fase maturasi. Pada
fase penyembuhan luka ini harus diperhatikan gejala infeksi dan perdarahan
sebab apabila terjadi infeksi atau perdarahan, hal itu dapat memperlambat
proses penyembuhan luka.
C. Perencanana Keperawatan
Pada rencana asuhan keperawatan, peneliti menjelaskan apa saja rencana
intervensi yang tentu sesuai dengan diagnosa keperawatan yang peneliti tersebut
putuskan. Hal ini di seimbangkan juga dengan tujuan dan kriteria hasil serta
rasional apa tidaknya jika dilakukan intervensi tersebut. Selain itu proses
keperawatan adalah metode ilmiah yang dipakai dalam memberikan asuhan
keperawatan yang profesional. Perawat, dimana saja ia bertugas, menghadapi
klien dengan segala macam kasus, dan melayani klien pada semua tingkat usia
juga harus menggunakan proses keperawatan. Perawat diharapkan memahami
tentang konsep proses keperawatan dan mampu menerapkan serta menyusunnya
dalam sebuah dokumen status kesehatan klien Intervensi / perencanaan pun
disusun berdasarkan diagnosa yang ada. Tujuan pencapaian dari setiap intervensi
untuk setiap diagnosa ditetapkan saat menyusun perencanaan. Perencanaan yang
telah ditentukan dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah yang telah
teridentifikasi. Keberhasilan dari setiap tindakan untuk tiap diagnosa dinilai atau
dievaluasi, dengan demikian rencana perawatan selanjutnya dapat ditetapkan lagi.
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari perencanaan
tindakan keperawatan pada kasus disusun berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan yaitu :
1. Nyeri Akut Terkait Dengan Agen Pencedera Fisik
Pada diagnosis keperawatan nyeri akut terkait dengan agen pencedera
fisik, diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
9

mampu mengontrol nyeri dibuktikan dengan kriteria hasil: Nyeri menurun,


meringis menurun, sikap protektif menurun, gelisah menurun. Dengan
intervensi Manajemen Nyeri, Observasi : Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Identifikasi Skala
nyeri, Identifikasi respon nyeri non verbal, Identifikasi faktor yang
memperberat dan meringankan nyeri, Terapeutik: Ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk mengurasngi rasa nyeri seperti teknik relaksasi napas
dalam dan distraksi, Edukasi : Jelaskan strategi meredakan nyeri, Berikan
informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa nyeri yang
dirasakan, dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat prosedur, Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu.
Menurut (Devita, 2018) mengurangi intensitas nyeri merupakan
kebutuhan dasar dan hak dari setiap orang. Profesional kesehatan sebaiknya
memiliki kemampuan untuk mencoba berbagai intervensi untuk mengontrol
intensitas nyeri. Dalam penatalaksanaan nyeri biasa digunakan manajemen
nyeri baik secara farmakologik dengan menggunakan analgetik dan narkotik
maupun nonfarmakologik seperti teknik distraksi, teknik relaksasi dan teknik
stimulasi kulit. Namun sebaiknya tindakan nonfarmakologis harus di
dahulukan daripada tindakan farmakologis. Karena tindakan nonfarmakologis
lebih ekonomis, lebih adekuat dalam mengontrol nyeri dan tidak ada efek
samping. Hal ini dilakukan dengan harapan tidak mengalami trauma
psikologis dan melakukan penolakan terhadap tindakan invasive.
Menurut (Amita et.al., 2018) perawat berperan besar dalam
penanggulangan nyeri non farmakologis yakni melatih teknik relaksasi napas
dalam yang merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan. Tujuan relaksasi
nafas dalam yaitu agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa
ketegangan dan stress yang membuat individu merasa dalam kondisi yang
tidak nyaman menjadi nyaman.
10

Menurut analisa penulis, ada kesesuaian antara teori dan kasus yaitu
teknik relaksasi napas dalam dan tekhnik distraksi sangat berpengaruh
terhadap intensitas nyeri. Nyeri yang tidak diatasi akan menghambat proses
penyembuhan, menimbulkan stres, dan ketegangan yang akan menimbulkan
respon fisik dan psikis sehingga memerlukan upaya yang tepat.
2. Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Dengan Keenggangan Melakukan
Pergerakan
Pada diagnosis gangguan mobilitas fisik terkait dengan keenggangan
melakukan pergerakan diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan
selama 2x24 jam diharapkan Status mobilitas fisik membaik dengan kriteria
hasil: mobilitas fisik meningkat (5), kekuatan otot meningkat (5), tonus otot
meningkat (5). Dengan intervensi Manajemen Mobilitas Fisik, Observasi :
identifikasi tanda-tanda hambatan mobilitas fisik, Monitor pakaian yang
terlalu ketat, Dorong pasien untuk duduk ditempat tidur, atau di kursi,
sebagaimana yang dapat ditoleransi, Instruksikan ketersediaan perangkat
pendukung, jika sesuai, Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman,
Dapatkan perilaku yang menunjukkan terjadinya relaksasi, misalnya bernapas
dalam, menguap, pernapasan perut, atau bayangkan bayangan yang
menyenangkan, Bantu pasien untuk berpindah, sesuai kebutuhan, Edukasi :
Gambarkan rasional dan manfaat terapi, Pertimbangkan keinginan pasien
untuk berpartisipasi, kemampuan berpartisipasi, Berikan penjelasan tentang
tindakan, Kolaborasi pada ahli terapi fisik mengenai rencana ambulasi, sesuai
kebutuhan.
Menurut (Adytia, 2019) ibu hamil dengan pre eklamsi ringan dapat
dirawat secara rawat jalan. Di anjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring
atau tidur miring) tetapi harus mutlak selalu tirah baring. Gangguan mobilitas
atau imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya. Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah
11

keterbatasan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah (Nurarif and Kusuma, 2015)
Menurut WHO (2016) Dari 33 juta penderita imobilitas di dunia, lebih
dari 12 juta yang tersisa dengan cacat. Untuk mencegah hal tersebut maka
perawat harus memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh. Tindakan
yang dapat dilakukan oleh perawat kepada pasien imobilitas dengan
hambatan mobilitas fisik diantaranya adalah dengan latihan mobilisasi, tirah
baring setiap 2 jam sekali tindakan ini sangat efektif untuk mencegah
terjadinya kekakuan pada otot, memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga maupun pasien tentang tujuan peningkatan mobilitas fisik.
3. Ansietas Terkait Dengan Kriris Situasional
Pada diagnosis ansietas terkait dengan kriris situasional diharapkan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, ansietas teratasi
dibuktikan dengan kriteria hasil: ansietas menurun, dengan intervensi Reduksi
Ansietas, Observasi: Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal, kondisi,
waktu, stressor), Identifkasi faktor faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan ansietas, Terapeutik : Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan, Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
(jika memungkinkan), Pahami situasi yang membuat ansietas, dengarkan
dengan penuh perhatian, Ajarkan tekhnik relaksasi untuk mengurangi ansietas
yang dialami, Anjurkan keluarga untuk tetap bersama klien, Edukasi :
Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan, Informasikan
secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis.\
Menurut (Rudiyanti dan Raidartiwi, 2017) kekhawatiran dan kecemasan
pada ibu hamil apabila tidak ditangani dengan serius akan membawa dampak
dan pengaruh terhadap fisik dan psikis, baik pada ibu maupun janin. Menurut
(Devita, 2018) gangguan kecemasan ada bermacam-macam, mulai dari
gangguan kecemasan menyeluruh, serangan panik, hingga fobia. Meskipun
masing-masing gangguan kecemasan memiliki karakteristik yang berbeda,
secara umum kondisi ini dapat ditangani dengan psikoterapi dan obat-obatan.
12

Salah satu bentuk psikoterapi yang paling dikenal adalah terapi perilaku
kognitif (CBT), di mana penderita diarahkan ke cara berpikir, bereaksi, dan
berperilaku yang dapat membantunya mengurangi gejala kecemasan. Selain
dengan obat-obatan dan psikoterapi, ada beberapa cara sederhana yang dapat
dilakukan secara mandiri dan telah terbukti dapat membantu mengurangi
gejala gangguan kecemasan.
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata
berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk
mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala
kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan
terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien. Pada
penatalaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
interdependen, dan dependen.
Berdasarkan teori, ansietas bisa menyebabkan seseorang akan
bertambah parah lagi penyakit yang dialami pasien karena penyakit yang di
alaminya hanya dibiarkan saja tidak tahu bagaimana dalam menanganinya.
Pada intervensi keperawatan tidak ada terjadi kesenjangan antara intervensi
keperawatan teori dan kasus intervensi keperawatan dalam hal ini berarti
sama antar teori dan kasus tentang penyakit preeklamsia berat.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
Pada diagnosis ketiga diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam, tingkat infeksi menurun dibuktikan dengan
kriteria hasil: nyeri menurun, kemerahan menurun, bengkak menurun.
Selanjutnya disusun rencana keperawatan dengan intervensi keperawatan
diantaranya: Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik, Lakukan
perawatan kulit pada area yang luka, Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan linkungan pasien, Jelaskan tanda dan gejala infeksi,
ajarkan cara mencuci tangan dengan benar, ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi, Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu.
13

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sriyanto, 2016) upaya


penanganan kerusakan integritas jaringan dapat dilakukan dengan
memberikan perawatan luka dengan tehnik aseptik, menganjurkan klien
makan-makanan yang tinggi protein dan tinggi kalori.
Kerusakan intergritas jaringan akibat efek operasi apendiktomy yaitu
salah satu masalah keperawatan yang muncul pada klien post operasi
apendisitis dapat diatasi oleh tugas perawat dengan cara memantau
perkembangan kerusakan kulit klien setiap hari dengan mencegah
penggunaan linen bertekstur kasar dan jaga agar linen tetap bersih, tidak
lembab, dan tidak kusut. Melakukan perawatan luka secara aseptik 2 kali
sehari dan monitor karakteristik luka meliputi warna, ukuran, bau dan
pengeluaran pada luka. Perawat harus selalu mempertahankan teknik steril
dalam perawatan luka klien (Saputro, 2018)
Menurut analisa penulis, ada kesesuaian antara teori dengan kasus
dimana resiko infeksi merupakan keadaan dimana individu mengalami
kerusakan integrumen, atau jaringan akibat proses pembedahan yang dialami,
sehingga penting bagi perawat melakukan tindakan dalm mengidentifikasi
dan menangani serta mencegah terjadinya infeksi akibat luka post operaasi
yang dialami, intervensi yang disusun ini pula membantu klien, sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka yang dialami, dan mencegah
terjadinya komplikasi seperti infeksi.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan klien saat itu.
Implementasi dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 12 s/d 15 Juli tahun 2021
1. Nyeri Akut
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa nyeri
Akut yaitu: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, H: P: Nyeri hilang timbul saat digerakkan, Q: Nyeri ditusuk-
tusuk, R: Hipogastric region, S: 4 (sedang), T: 3-4 Menit. Mengidentifikasi
14

skala nyeri, H: skala 4 (Sedang). Mengidentifikasi respon non verbal, H:


Memegang abdomen bagian post op. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri, H: nyeri berat apabila melakukan
pergerakan dan merasa ringan apabila pasien hanya berbaring.
Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri, H: pasien yakin
luka post op nya akan sembuh apabila sering diganti verbannya. Memberikan
teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, H: Tekhnik relaksasi
nafas dalam. Mengfasilitasi istrahat ridur, H: jam tidur pasien kurang dari
biasanya. Mengolaborasikan pemberian analgetik, H: inj. Ketorolac/8jam.
Menurut (Manuaba, 2015) secara umum penanganan nyeri terbagi
dalam dua kategori yaitu pendekatan farmakologis dan non farmakologis.
Secara farmakologis nyeri dapat ditangani dengan terapi analgesic yang
merupakan metoda paling umum digunakan untuk menghilangkan nyeri.
Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, namun
penggunaan analgesik akan berdampak ketagihan dan akan memberikan efek
samping obat yang berbahaya bagi pasien. Secara non farmakologik antara
lain kompres hangat, teknik relaksasi seperti nafas dalam dan distraksi.
Dalam hal ini perawat berperan dalam penanganan secara non-farmakologis.
Menurut (Adytia, 2019) dampak nyeri pada pasien akan meningkat
dan mempengaruhi penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri yang penting, nyeri
yang dapat dibebaskan mengurangi kecemasan, pernafasan yang lebih mudah
dan dalam mobilitas dengan cepat. Pentalaksanaan nyeri biasanya digunakan
manajemen secara farmakologi atau obat-obatan diantaranya yaitu analgesik,
macam analgesik sendiri dibagi menjadi dua yaitu, analgesik ringan (aspirin
atau salisilat, parasetamol, NSAID) dan analgesik kuat (morfin, petidin,
metadon). Sedangkan tindakan secara non farmakologi yaitu berupa teknik
distraksi (teknik distraksi visual, distraksi pendengaran, distraksi pernafasan,
distraksi intelektual, imajinasi terbimbing) dan relaksasi (nafas dalam, pijatan,
musik, dan aroma terapi) dan teknik stimulasi kulit.
15

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Amita et.al., 2018) dapat


disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam berpengaruh terhadap
intensitas nyeri pada pasien post operasi Sectio caesarea. Saat dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam, pasien merelaksasikan otot-otot skelet yang
mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga
terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke
daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Kemudian juga mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan
enkefalin, yang mana opoiod ini berfungsi sebagai (analgesik alami) untuk
memblokir resptor pada sel-sel saraf sehingga mengganggu transmisi sinyal
rasa sakit. Maka dapat menyebabkan frekuensi nyeri pada pasien operasi
dapat berkurang.
Menurut penulis, berdasarkan hasil observasi nyeri ini terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya aktifitas, dukungan keluarga,
lingkungan sekitar, maupun adanya luka yang dialami oleh responden.
Teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang akan
menimbulkan rasa nyaman. Adanya rasa nyaman inilah yang akhirnya akan
meningkatkan toleransi seseorang terhadap nyeri. Orang yang memiliki
toleransi nyeri yang baik akan mampu beradaptasi terhadap nyeri dan akan
memilki mekanisme koping yang baik pula. Hal ini sesuai dengan
pengamatan penulis bahwa klien yang melakukan teknik relaksasi nafas
dalam dengan baik dan didukung dengan lingkungan yang tenang akan
memberikan efek penurunan intensitas nyeri.
Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, implementasi yang di
lakukan pada klien tidak ada kesenjangan karena peneliti menggunakan
implementasi yang sama dengan tinjauan pustaka, tetapi pelaksanaan pada
tinjauan pustaka belum dapat di realisasikan secara total, hal ini diakibatkan
karena dalam pemberian intervensi harus menyesuaikan dengan keadaan dan
kondisi pasien, dengan tetap memperhatikan kebutuhan pasien, serta tetap
16

memaksimalkan prioritas penanganan dalam mengatasi masalah yang dialami


pasien, dan tetap memperhatikan fasilitas dan penunjang yang ada.
2. Gangguan mobilitas fisik
Berdasarkan implementasi dilakukan untuk diagnosa gangguan
mobilitas fisik yaitu: Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya, H: nyeri bagian abdomen apabila melakukan mobilisasi.
Mengdentifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi, H: pasien mengeluh
tidak mampu melakukan ambulasi secara mandiri. Memonitor frekuensi
jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi, H: 150/90 mmHg.
Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, H: pasien merasa
nyeri. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi, H: keluarga dilibatkan. Meganjurkan melakukan ambulasi dini, H:
pasien belum mampu melakukan ambulasi secara mandiri. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan, H: pasien dibantu oleh suami ketika ingin ke
wc.
Dalam melakukan upaya peningkatan mobilitas fisik. Mobilisasi
adalah kemampuan seseorang bergerak secara bebas, mudah dan teratur,
untuk dapat memenuhi kebutuhan aktifitas, mempertahankan ataupun
meningkatkan kesehatannya. Rencana keperawatan, tujuan dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan terjadi peningkatan
mobilititas fisik pada pasien dengan Kriteria hasil klien meningkat dalam
aktivitas fisik, pasien dapat merubah posisi miring kanan dan kiri secara
mandiri, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah, mengalami peningkatan aktivitas (NOC, 2015).
3. Ansietas
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa ansietas
yaitu: Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah, H: ketika pasien
mengingat kondisi yang dialami saat ini, Dan yang akan terjadi kedepan.
Mengidentifikasi kemampuan mengambil keputusan, H: belum mampu
mengambil keputusan dengan kondisi yang dialaminya. Memonitor tanda-
17

tanda ansietas, H: pusing dan susah tidur. Menciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan kepercayaan, H: diciptakan. Mendengarkan dengan
penuh perhartian, H: didengarkan. Menggunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan, H: pasien merasa yakin dan ingin berbicara tentang kecemasan
yang dialami. Melatih teknik relaksasi, H: pasien di anjurkan tekhnik
relaksasi nafas dalam.
Menurut (Bardja, 2020) ansietas (anxiety) atau kecemasan merupakan
sebuah kondisi yang sebenarnya normal terjadi pada siapa saja, namun
seringkali ansietas juga dikenal sebagai kondisi psikologis gangguan
kecemasan. Jika rasa cemas timbul secara berlebihan, persisten, dan juga
intens, maka hal ini merupakan sebuah masalah psikologis yang perlu
diwaspadai. Kecemasan yang terjadi secara berlebihan dapat menghambat
kegiatan sehari-hari dan akan jauh lebih sulit untuk mengontrolnya. Namun
seperti apapun bentuk kecemasan yang dialami, penderitanya dapat segera
mengatasi agar tidak berkelanjutan.
Menurut (Amita et.al., 2018) Selain dapat menurunkan intensitas nyeri
teknik nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah, tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stres baik stress
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan.
Pemahaman dan pengetahuan tentang penyakit sangat penting.
Tujuannya untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka
akibat ketidakpastian dan juga untuk mengetahui dan memahami hal tentang
penyakit sehingga mengurangi kecemasan yang dialami oleh klien. Metode
atau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi ansietas seseorang adalah
dengan tindakan pendekatan kepada klien, memberikan terapi relaksasi serta
pemberian informasi tentang kondisi yang dialami.
18

4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif


Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa risiko
infeksi yaitu: memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik dengan
hasil nampak luka kering, nyeri tekan, tidak ada kemerahan maupun bengkak
disekitar luka. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan linkungan pasien dengan hasil dilakukan cuci tangan dengan 6 langkah
dengan prinsip five moment. Melakukan perawatan kulit pada area yang luka
dengan hasil dilakukan perawatan luka post operasi.
Penyembuhan luka secara umum dapat terjadi secara primer maupun
sekunder. Pada luka akibat pembedahan bila tidak terdapat komplikasi
biasanyaakan sembuh secara primer, hal ini karena pada luka bedah tepi luka
didekatkandan disatukan saling berhadapan dengan menggunakan jahitan
sehingga jaringan granulasi yang dihasilkan sangat sedikit. Sedangkan
penyembuhan luka secara sekunder memerlukan waktu lebih lama sampai
berbulan-bulan. Penyembuhanluka secara sekunder dapat terjadi pada luka
yang terbuka dimana terdapatkehilangan jaringan yang signifikan atau pada
luka bedah yang gagal disatukan karena komplikasi (Utami, 2016).
Menurut (Herman, 2015) penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu usia, nutrisi, cara perawatan luka yang benar. Kerusakan
integritas jaringan pada post operasi akan kembali normal jika nutrisi tubuh
tercukupi dan perawatan luka dilakukan dengan steril. Perawatan luka adalah
suatu tehnik aseptik yang bertujuan membersihkan luka dari debris untuk
mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan perawatan luka : agar
terhindar dari infeksi, agar luka tetap bersih, mempercepat penyembuhan,
mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka, dan mencegah
terjadinya pencemaran oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka ke
daerah sekitarnya (Sriyanto, 2016).
Menurut analisa penulis, proses penyembuhan luka pada klien baik
disebakan tidak adanya tanda-tanda infeksi. Infeksi dapat mengganggu proses
penyembuhan luka, oleh sebab itu harus diperhatikan kebersihan luka dan
19

tanda-tanda infeksi. penyembuhan luka pasca operasi tidak mengalami infeksi


disebabkan karena maksimalnya pasien tersebut dalam perawatan luka serta
patuhnya petugas dan keluarga dalam menerapakan prosedur cuci tangan
dengan memperhatikan five moment, dan menjaga kebersihan badan terutama
di daerah luka bekas operasi sehingga tidak terjadi tanda-tanda infeksi seperti
adanya calor, dolor, dan pus pada daerah luka bekas operasi.
Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, implementasi yang di lakukan
pada klien tidak ada kesenjangan karena peneliti menggunakan implementasi
yang sama dengan tinjauan pustaka, tetapi pelaksanaan pada tinjauan pustaka
belum dapat di realisasikan secara total, hal ini diakibatkan karena dalam
pemberian intervensi harus menyesuaikan dengan keadaan dan kondisi pasien,
dengan tetap memperhatikan kebutuhan pasien, serta tetap memaksimalkan
prioritas penanganan dalam mengatasi masalah yang dialami pasien, dan tetap
memperhatikan fasilitas dan penunjang yang ada.
E. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan, maka
dilakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan, evaluasi keperawatan
dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 12 s/d 15 Juli 2021.
1. Nyeri Akut
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa nyeri akut yaitu, dengan Subyektif (S): Pasien mengeluh nyeri
berkurang, Obyektif (O): Pasien nampak tenang, Assesment (A): Nyeri Akut
teratasi, Plan (P): Pertahankan intervensi
Pada diagnosis keperawatan ini diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, mampu mengontrol nyeri dibuktikan dengan
kriteria hasil: Nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif menurun,
gelisah menurun. Selama perawatan dan dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 hari didapatkan bahwa: masalah nyeri akut berkurang dan teratasi
dari skala nyeri 4 menjadi 1, klien sudah mampu beraktifitas seperti makan,
mengenakan pakaian, serta berjalan, klien dapat mempraktikkan teknik napas
20

dalam untuk mengurangi nyeri. Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat
di laksanakan karena kasus semu sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi
dapat di lakukan, karena dapat di ketahui keadaan pasien dan masalahnya
secara langsung.
Menurt (Bardja, 2020) bahwa klien yang melakukan teknik relaksasi
nafas dalam dengan baik dan didukung dengan lingkungan yang tenang akan
memberikan efek penurunan intensitas nyeri, Penurunan nyeri oleh teknik
relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas
dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan
meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini
menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin
dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat
meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur
ritme pernafasan menjadi teratur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Amita et.al., 2018) Rata-
rata intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam didapat
skor 5. Rata rata intensitas nyeri sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam didapat skor 3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi
nafas dalam berpengaruh terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi
Sectio caesarea.
2. Gangguan mobilitas fisik
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa gangguan mobilitas fisik yaitu, dengan Subyektif (S): Pasien
mengeluh nyeri saat bergerak berkurang, Obyektif (O) : Gerakan pasien
mampu berjalan sendiri ke kamar mandi, Assesment (A): Gangguan
Mobilitas Fisik teratasi, Plan (P): Pertahankan Intervensi
Pada diagnosis keperawatan ini setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dibuktikan
dengan kriteria hasil: keluhan keadaan umum meningkat, gangguan berjalan
tertasi dan nyeri tertasi, dan tidak ada tanda-tanda kekauan pada persendian.
21

Sedangkan pada hasil evaluasi didapatkan masalah keperawatan teratasi


selama 3 x 24 jam, hasil ini dipengaruhi karena kondisi dan penyakit yang
dialami oleh klien.
3. Ansietas
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa ansietas yaitu, dengan Subyektif (S) : Pasien mengatakan cemas
berkurang, Obyektif (O) : Pasien nampak tenang, Assesment (A) : Ansietas
Teratasi, Plan (P) : Pertahankan Intervensi
Pada diagnosis keperawatan ini diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, ansietas teratasi dibuktikan dengan kriteria
hasil: ansietas menurun, klien Nampak tenang dan mampu memahami tentang
penyakit (pengertian, tanda dan gelaja, penyebab, cara pencegahan dan
penanganan penyakit). Hasil ini sesuai dengan evaluasi keperawatan yang
telah didapatkan dimana pada klien.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
Berdasarkan Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada hari
ketiga untuk diagnosa risiko infeksi yaitu, dengan Subyektif (S): klien tidak
mengeluhkan demam. Obyektif (O): luka post operasi kering, tidak ada tanda
infeksi. Assesment (A): resiko infeksi teratasi. Plan (P): pertahankan
intervensi.
Pada diagnosis keperawatan ini diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat infeksi menurun dibuktikan dengan
kriteria hasil: demam menurun, nyeri menurun, kemerahan menurun, bengkak
menurun. Hasil ini sesuai dengan evaluasi keperawatan yang telah didapatkan
dimana pada klien tidak ditemukan adanya tanda infeksi yang dialami.
Menurut penulis, Untuk masalah risiko infeksi teratasi, luka kering dan bersih
namun balutan belum dibuka dikarenakan masih terjadi proses penyembuhan
luka oleh tubuh, tidak ada tanda-tanda infeksi atau perdarahan.
Pada evaluasi keperawatan, peneliti menjelaskan dan mengkaji ulang lagi
dampak dari implementasi intervensi keperawatannya. Apakah memberikan
22

dampak yang baik atau tidak terhadap pasien. Saat itu memberikan dampak yang
baik pada perkembangan kesehatan pasien. Peneliti kemudian menghentikan
implementasinya karena pasien sudah kembali kedalam keadaannya yang
homeostatis / sehat. Hal ini menunjukkan bahwa proses keperawatan nya berhasil
dan memberikan asuhan keperawatan yang berhasil pula. Menurut (Muttaqin,
2016) pada tahap ini perawat melakukan penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan.
Pada evaluasi keperawatan, peneliti menjelaskan dan mengkaji ulang lagi
dampak dari implementasi intervensi keperawatannya. Apakah memberikan
dampak yang baik atau tidak terhadap pasien. Saat itu memberikan dampak yang
baik pada perkembangan kesehatan pasien. si peneliti kemudian menghentikan
implementasinya karena pasien sudah kembali kedalam keadaannya yang
homeostatis / sehat. Hal ini menunjukkan bahwa proses keperawatan nya berhasil
dan memberikan asuhan keperawatan yang berhasil pula
Didapatkan pula bahwa proses keperawatan menjadi pedoman dalam
pemberian asuhan keperawatan. Hubungannya adalah sebagai berikut yaitu
semakin baiknya kemampuan perawat dalam berpikir kritis dan berpikir secara
holistik / menyeluruh terhadap suatu kasus / permasalahan kesehatan maka asuhan
keperawatan yang diberikannya tentu akan menjadi baik.
23

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan dengan hasil analisis data Data
Subyektif: Pasien mengeluh nyeri, Pasien mengeluh nyeri saat bergerak,
Pasien enggan melakukan pergerakan, Pasien merasa cemas saat bergerak,
Pasien merasa bingung, Pasien mengatakan khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dialaminya, pasien mengeluh pusing, pasien mengatakan tidak
berdaya. DO: Pasien nampak meringis, Pasien nampak posisi menghindari
nyeri, Pasien nampak gelisah, Pasien sulit tidur, TTV : Tekanan Darah:
150/90mmHg; Nadi : 87x/I, Suhu :36,7ºC, Pernapasan : 22 x/mnt, P: Nyeri
hilang timbul saat digerakkan, Q: Nyeri ditusuk-tusuk, R: Hipogastric region,
S: 5(sedang), T: 3-4 Menit, Gerakan pasien nampak terbatas, Pasien nampak
lemah, Pasien nampak gelisah, Pasien nampak tegang, Pasien nampak pucat.
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu: nyeri akut terkait dengan agen pencedera fisik,
gangguan mobilitas fisik terkait dengan keenggangan melakukan pergerakan,
ansietas terkait dengan kriris situasional dan Risiko infeksi berhubungan
dengan efek prosedur invasif.
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan saat itu. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
24

dan kebutuhan pasien yang diperlukan, Implementasi dilakukan sejak tanggal


12 s/d 15 Juli 2021.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan sejak tanggal 12 s/d 15 Juli 2021 sesuai
dengan tindakan keperawatan pada klien dimana untuk nyeri akut terkait
dengan agen pencedera fisik teratasi, gangguan mobilitas fisik terkait dengan
keenggangan melakukan pergerakan teratasi, ansietas terkait dengan kriris
situasional teratasi dan Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur
invasif teratasi.
B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan wawasan
mahasiswa Stikes Panrita Husada Bulukumba mengenai asuhan keperawatan
dengan sectio caesarea indikasi preeklamsia berat.
2. Dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikandan diharapkan
juga akan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi
tentang pentingnya asuhan keperawatan dengan sectio caesarea indikasi
preeklamsia berat.
3. Bagi penelitian keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai asuhan keperawatan dengan sectio caesarea indikasi preeklamsia
berat.
25

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Nora. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny.D Dengan Diagnosa Medis Post
Sectio Caesarea Indikasi Pre Eklampsia Berat Di Rs Bangil Pasuruan.
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Amita Dita, Fernali, Yulendasar Rika. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea
Di Rumah Sakit Bengkulu. Jurnal Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic
Healthcare), Volume 12, No.1, Januari

Bardja Sutiati. 2020. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat/Eklampsia pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan (Mei 2020), Volume 12, Nomor 1

Devita Nova. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea Atas
Indikasi Pre Eklampsia Berat Di Ruang Rawat Kebidanan Rsup Dr. M.
Djamil Padang. Poltekkes Kemenkes Ri Padang

Faridah. 2015. Deep Breathing Exercise (Dbe) Dan Tingkat Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomi. 3(1), 31–41.

Fatkhiyah Natiqotul, Kodiyah, Masturoh. 2016. Determinan Maternal Kejadian


Preeklampsia (Studi Kasus Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah). Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 11,
No.1, Maret

Herdman T Heather. 2015. Nanda Internationl Inc Diagnosis Keperawatan Definisi


& Klarifikasi 2015-2017. Jakarta.ECG

Heriani Jessy. 2019. Penerapan Terapi Rendam Kaki Air Hangat Pada Ibu Nifas
Dengan Riwayat Preeklamsia Berat Di Ruangan Kebidanan Rsud Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi. Stikes Perintis Padang

Karima Nurulia Muthi et.al., 2015. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Pre-
Eklampsia Berat di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
4(2)

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
26

Nikmatur Rohmah & Saiful Walid. 2016. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Jogjkarta : AR-Ruzz Media.

Nurarif, A. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Medication Jogja.

Nursalam. (2017). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (2nd Ed.; T. Editor S. Medika, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Oktarina, M. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Deepublish.

Pudiastuti, R. D. (2014). Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish

Rudiyanti Novita dan Raidartiwi Erike. 2017. Tingkat Kecemasan Pada Ibu Hamil
Dengan Kejadian Pre Eklampsia Di Sebuah Rs Provinsi Lampung. Jurnal
Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober

Saifuddin, A. B. 2015. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sudoyo, Aru. 2016. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai