Anda di halaman 1dari 182

14 LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH:
NAMA : SHERLI YUVIANTI, S.Kep
NPM : 19.14901.10.03
KELAS : A1 KELOMPOK 1

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Amalia, S.Kep,M.Kes,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN-NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
2019-2020
LAPORAN PENDAHULUAN 1
MANAJEMEN UMUM

Istilah manajemen dan kepemimpinan sering diartikan hanya berfungsi pada


kegiatan supervisi, tetapi dalam keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas. Jika posisi
Anda sebagai seorang ketua tim, kepala ruang atau perawat pelaksana dalam suatu
bagian, Anda memerlukan suatu pemahaman tentang bagaimana mengelola dan
memimpin orang lain dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Sebagai perawat profesional, Anda tidak hanya mengelola orang tetapi sebuah proses
secara keseluruhan yang memungkinkan orang dapat menyelesaikan tugasnya dalam
memberikan asuhan keperawatan serta meningkatkan keadaan kesehatan pasien
menuju ke arah kesembuhan.
Seperti halnya keperawatan, ilmu manajemen mengembangkan dasar teori dari
berbagai ilmu, seperti bisnis, psikologi, sosiologi, dan antropologi. Karena organisasi
bersifat kompleks dan bervariasi, maka pandangan teori manajemen adalah bagaimana
manajemen dapat berhasil dan apa yang harus diperbaiki/diubah dalam mencapai
suatu tujuan organisasi.

Ilmu Manajemen
Frederick W. Taylor adalah salah seorang tokoh dari bidang ilmu manajemen.
Pada awal tahun 1900-an, ia mengemukakan bahwa teori manajemen diibaratkan
sebagai suatu mesin. Penekanan utamanya adalah produksi yang efisien dan cepat.
Motivasi pekerja dan manajemen dipengaruhi kepuasan dalam bekerja sama untuk
meningkatkan produksi.
Taylor dalam bukunya The Principles of Scientific Management (1911)
menganjurkan bahwa pekerjaan harus dipelajari secara ilmiah untuk menentukan jalan
terbaik dalam melaksanakan setiap tugas. Prinsip yang dianut adalah menghasilkan
produksi semaksimal mungkin dengan pengeluaran energi yang minimal. Manajemen
ilmiah ini membutuhkan revolusi mental dan tanggung jawab moral yang tinggi dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, semua kegiatan harus
direncanakan sebaik mungkin baik dari segi keuntungan maupun kerugiannya
berdasarkan parameter-parameter ilmiah yang telah ditetapkan.

Definisi
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam
menjalankan suatu kegiatan diorganisasi. Manajemen tersebut mencakup kegiatan
planning, organizing, actualing, controlling (POAC) terhadap staf, sarana, dan
prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2013).
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional.Proses
manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu
metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga
diharapkan keduanya dapat saling mendukung. Proses keperawatan sebagaimana
manajemenkeperawatan terdiri atas pengumpulan data, identifikasi masalah,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil (Nursalam, 2013).
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan (Huber,2000). Kelly dan
Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat di definisikan
sebagai suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima
tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan
pengendalian (Marquis dan Huston, 2010). Swanburg (2000) menyatakan bahwa
manajemen keperawatan adalah kelompok dari keperawatan menejer yang
mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada akhirnya manajemen
keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer menjalankan profesi
mereka.
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk
memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager
keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi
keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan
pengobatan yang efektif dan ekonomi pada pasien (Gillies, 2000).
Prinsip Manajemen
Manajemen adalah kegiatan pengelolaan dan pengambilan keputusan.
Pengelolaan dan pengambilan keputusan selalu dihadapkan pada ketidakpastian
(uncertainty).
Untuk memperoleh tujuan pengambilan keputusan dan mengurangi
ketidakpastian diperlukan data, informasi, dan proses pengendalian.

Langkah-Langkah dalam Pengembangan Kerja


Pengawasan pekerjaan yang terkendali melalui penelaahan waktu dan gerak
untuk menentukan tujuan penyelenggaraan tugas yang paling efisien dan terbaik
adalah sebagai berikut.
Seleksi ilmiah untuk mencari tenaga yang terbaik (sesuai kebutuhkan organisasi) dan
dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.
Melatih tenaga yang terpilih untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang lazim dan
terbukti efisien.
Memberikan imbalan (gaji) yang sesuai kepada para pegawai berdasarkan kemampuan
dan tanggung jawabnya, sebagai rangsangan untuk bekerja lebih giat.
Mengangkat pegawai yang memiliki keahlian pada posisi manajerial dan memberikan
tanggung jawab untuk merencanakan program kerja sesuai dengan metode yang
dipilih.
Menciptakan lingkungan kerja yang bertanggung jawab, yaitu dengan pembuatan
laporan secara teratur tentang kemajuan tugas yang diembannya.

Max Weber, seorang ahli sosiologi Jerman mengemukakan sebuah ide yang
sama dan mengembangkan teori Taylor. Weber berpendapat perlunya suatu legalisasi,
wewenang formal, dan aturan yang konsisten untuk pegawai pada setiap jabatan.
Diamengusulkan bahwa birokrasi merupakan rencana organisasi. Karakteristik birokrasi
meliputi: peraturan, pembagian tugas yang jelas, komitmen terhadap senioritas dan
peningkatan, serta hubungan yang baik antara atasan dan bawahan.
Manajemen Hubungan Antarmanusia (1930–1970)
Hubner (2006) menekankan bahwa jika manajemen memberikan perhatian penuh
kepada pegawai, maka hasil produksi akan meningkat dengan tidak mengabaikan
kondisi lingkungan kerja. Teori tersebut dikenal dengan hawthorne effect, di mana
seseorang akan merespons kejadian dan terus belajar manakala mereka merasa terus
diperhatikan dan didukung oleh manajemen. Mayo (1930) juga menemukan bahwa
lingkungan kelompok dan sosial baik formal maupun informal merupakan suatu faktor
dalam menentukan produktivitas perusahaan dan memungkinkan semua pegawai ikut
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Douglas McGregor (1960) menekankan tentang pendapat Mayo (1930) dengan
teori yang dikemukakannya mengenai manajemen perilaku terhadap pegawai
(bagaimana memperlakukannya) yang berhubungan dengan kepuasan pegawai, teori
tersebut dinamakan dengan Teori X dan Y. Teori X menekankan manajer agar percaya
bahwa pegawai pada dasarnya adalah malas dan tidak mempunyai keinginan untuk
meningkatkan produktivitas di suatu organisasi, sehingga perlu adanya supervisi secara
terus-menerus dan arahan secara melekat. Sementara Teori Y menekankan manajer
agar percaya bahwa pegawainya senang bekerja dengan motivasi yang timbul dari
dalam dirinya serta berusaha untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan individu dan
organisasi (lihat Tabel 4.1). Perlu dicatat di sini bahwa McGregor tidak merasa bahwa
antara Teori X dan Y bertentangan, tetapi lebih merupakan suatu komponen yang
berkesinambungan, sehingga manajer harus menggabungkan komponen tersebut
dalam mengelola dan memimpin pegawainya. McGregor tidak melihat bahwa teorinya,
khususnya Teori Y, merupakan teori yang paling tepat diaplikasikan dalam setiap
organisasi. Dia berpendapat bahwa teori tersebut tidak bisa berjalan dengan baik tanpa
adanya keputusan yang tepat dan penjelasan akurat dari seorang manajer dalam
mengasumsikan atau menilai bawahannya.
Chris Argyris (1964) mendukung teori dari McGregor (1981) dan Mayo yang
menyatakan bahwa manajer yang terlalu dominan menyebabkan pegawai tidak
termotivasi dan cenderung pasif. Jika harga diri dan otonomi pegawai tidak terpenuhi,
maka pegawai tersebut menjadi tidak termotivasi dengan baik, membuat masalah, dan
akhirnya keluar dari pekerjaannya. Dia menekankan pentingnya pelibatan pegawai
dalam mengambil suatu keputusan dan adanya suatu organisasi yang fleksibel dalam
manajemennya.

Tabel 4.1 Perbandingan Teori X, Y, Z Douglas McGregor (Ouchi, 1981)


Teori X Teori Y Teori Z
Menghindari Senang bekerja. Menekankan pada teori
pekerjaan bila ada Mandiri. humanistis.
kesempatan. Mempunyai tanggung Fokus: motivasi yang
Tidak senang jawab. lebih kepada karyawan
bekerja. Kreatif dan untuk meningkatkan
Harus diarahkan. berkembang. kepuasan kerja dan
Mempunyai sedikit Menggunakan menghasilkan produksi.
ambisi. pendekatan ilmiah. Karektersitik:
Menghindar dari Memerlukan supervisi pengambilan keputusan
tanggung jawab. seperlunya. bersama, masa bekerja
Memerlukan supervisi Berminat dalam yang lama, promosi
ketat. menyelesaikan masalah jabatan yang lambat
Termotivasi oleh organisasi. dan bertahap, supervisi
hukuman dan tidak secara langsung,
hadiah. menekankan pada
pendekatan holistis.
LAPORAN PENDAHULUAN 2
MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA

A. Motivasi Kerja

 Pengertian

Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan


kepuasan. Aktivitas ini melibatkan fisik dan mental, bekerja itu merupakan proses fisik
dan mental manusia dalam mencapai tujuannya. Sementara itu pengertian motivasi
kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Mangkunegara,
2000: 94).

 Prinsip-Prinsip dalam Memotivasi Kerja Pegawai

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai (Mangkunegara,


2000; dalam Nursalam, 2007).

1. Prinsip partisipatif.
Pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi menentukan tujuan yang
akan dicapai oleh pemimpin dalam upaya memotivasi kerja.

2. Prinsip komunikasi.
Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas. Informasi yang jelas akan membuat kerja pegawai lebih mudah
dimotivasi.

3. Prinsip mengakui andil bawahan.


Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi.

4. Prinsip pendelegasian wewenang.


Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan
untuk dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya sewaktu-
waktu. Hal ini akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk
mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip memberi perhatian.


Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai
bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan
pemimpin.

 Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi

Manajer memegang peran penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer harus mempertimbangkan
keunikan/karakteristik stafnya dan berusaha untuk memberikan tugas sebagai suatu
strategi dalam memotivasi staf. Kegiatan yang perlu dilaksanakan manajer dalam
menciptakan suasana yang motivatif adalah sebagai berikut.
1. Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengomunikasikan harapan
tersebut kepada para staf.
2. Harus adil dan konsisten terhadap semua staf/karyawan.

3. Pengambilan keputusan harus tepat dan sesuai.

4. Mengembangkan konsep kerja tim.

5. Mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi.

6. Menunjukkan kepada staf bahwa Anda memahami perbedaan-perbedaan dan


keunikan dari masing-masing staf.

7. Menghindarkan adanya suatu kelompok/perbedaan antarstaf.


8. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan
melakukan suatu tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman yang
bermakna.
9. Meminta tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang akan
dibuat di organisasi.
10. Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tindakan yang
akan dilakukannya.
11. Memberi kesempatan setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai tugas
limpah yang diberikan.
12. Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.

13. Memberikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan pengawasan
terhadap tugas.
14. Menjadi role model bagi staf.

15. Memberikan dukungan yang positif.

 Peran Mentor Sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja


Peran sebagai mentor manajer keperawatan adalah sebagai berikut (Darling,
1984 dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998: 246).
1. Model: seseorang yang perilakunya menjadi contoh dan panutan.

2. Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan berkomunikasi arti keperawatan


profesional dan keterkaitannya dalam praktik keperawatan.
3. Energizer: seseorang yang selalu dinamis dan memberikan stimulasi kepada staf
untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya.
4. Investor: seseorang yang mengivestasikan waktu dan tenaga dalam perkembangan
profesi dan organisasi.
5. Supporter: seseorang yang memberikan dukungan emosional dan menumbuhkan
rasa percaya diri.
6. Standard procedure: seseorang selalu berpegang pada standar yang ada dan
menolak aktivitas yang kurang atau tidak memenuhi kriteria standar.
7. Teacher-coach: seseorang yang mengajarkan kepada Anda tentang kemampuan

skill interpersonal, dan politik yang penting dalam pengembangan.


8. Feedback giver: seseorang yang memberikan umpan balik, baik secara tulus positif
atau positif dalam perkembangan.
9. Eye-opener: seseorang yang selalu memberikan wawasan/pandangan yang luas
tentang situasi terbaru yang terjadi.
10. Door-opener: seseorang yang selalu membuka diri dan memberikan kesempatan
kepada staf untuk berkonsultasi.
11. Idea bouncer: seseorang yang akan selalu berdiskusi dan mendengar pendapat
Anda.

12. Problem solver: seseorang yang akan membantu Anda dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah.
13. Career counselor: seseorang yang membantu Anda dalam pengembangan karier
(cepat ataupun lambat).
14. Challenger: seseorang yang mendorong Anda untuk menghadapi perubahan/
tantangan secara kritis dan pantang menyerah.

 Motivasi Diri untuk Manajer

Motivasi diri sendiri dari manajer merupakan variabel yang menentukan motivasi
pada semua tingkatan, khususnya kepuasan kerja staf dan untuk tetap bertahan
bekerja pada institusi tersebut. Sikap yang positif, semangat, produktif, dan
melaksanakan kegiatan dengan baik merupakan faktor utama yang harus dimiliki
manajer. Terjadinya “burn out” salah satunya disebabkan oleh sikap manajer yang
kurang positif. Oleh karena itu, secara kontinu manajer selalu memonitor tingkat
motivasinya dan menjadikan motivasinya sebagai panutan bagi staf.
Hal penting yang harus dilaksanakan oleh manajer keperawatan adalah
perawatan diri. Ada beberapa strategi untuk mempertahankan self care (Summers,
1994), yaitu sebagai berikut.
1. Mencari konsultan dan kelompok pendukung yang memungkinkan manajer untuk
selalu memperhatikan staf dan mendengarkan keinginan Anda.
2. Mempertahankan diet dan aktivitas.
3. Mencari aktivitas yang membantu manajer untuk dapat santai.
4. Memisahkan urusan pekerjaan dari kehidupan di rumah.
5. Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri Anda dan orang lain.
6. Mengenali keterbatasan/kelemahan.
7. Menyadari bahwa bukan hanya Anda yang dapat menyelesaikan semua pekerjaan,
belajarlah menghargai kemampuan staf.
8. Berani mengatakan “tidak” jika Anda tidak dapat melaksanakan pekerjaan yang akan
dibebankan pada anda.
9. Bersantai, tertawa, dan berkumpul dengan teman-teman.
10.Menanamkan bahwa semua yang Anda kerjakan adalah untuk kemaslahatan umat
dan sebagai ibadah.

B. Penampilan dan Kepuasan Kerja

 Faktor yang Memengaruhi Penampilan dan Kepuasan Kerja

1. Motivasi.

Menurut Rowland dan Rowland (1997), fungsi manajer dalam meningkatkan


kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi, yang meliputi:
a. keinginan untuk peningkatan;

b. percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi;

c. memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan;

d. umpan balik;

e. kesempatan untuk mencoba;

f. instrumen penampilan untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan penghasilan.

Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci suatu motivasi


dan kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja, maka kebutuhan pencapaian prestasi
tersebut berubah sebagai dampak dari beberapa faktor dalam organisasi: program
pelatihan, pembagian atau jenis tugas yang diberikan, tipe supervisi yang dilakukan,
perubahan pola motivasi, dan faktor-faktor lain.
Seseorang memilih pekerjaan didasarkan pada kemampuan dan keterampilan
yang dimiliki. Motivasi akan menjadi masalah apabila kemampuan yang dimiliki tidak
dimanfaatkan dan dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam keadaan ini,
maka persepsi seseorang memegang peranan penting sebelum melaksanakan atau
memilih pekerjaannya.
Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk
mencoba dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu,
penghargaan psikis sangat diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan
diperhatikan serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan.

2. Lingkungan.

Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam motivasi. Faktor


lingkungan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Komunikasi:

• penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan;


• pengetahuan tentang kegiatan organisasi;
• rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi.
b. Potensial pertumbuhan:

• kesempatan untuk berkembang, karier, dan promosi;


• dukungan untuk tumbuh dan berkembang: pelatihan, beasiswa pendidikan dan
pelatihan manajemen bagi staf yang dipromosikan.
c. Kebijaksanaan individu:

• mengakomodasi kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan, dan cuti sakit serta
pembiayaannya;
• keamanan pekerjaan;
• loyalitas organisasi terhadap staf;
• menghargai staf berdasarkan agama dan latar belakangnya;
• adil dan konsisten terhadap keputusan organisasi.

d. Upah/gaji: gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup.


e. Kondisi kerja yang kondusif.

3. Peran manajer.

Peran manajer dapat memengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Peran


manajer juga mungkin memengaruhi faktor lain, bergantung pada tugas manajer
(bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi). Secara umum, peran manajer
dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf.
Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis.
Kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam
memperlakukan stafnya. Hal ini perlu ditanamkan kepada manajer agar menciptakan
suatu keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan
tugas dengan sebaik-baiknya. Manajer mempunyai lima dampak terhadap faktor
lingkungan dalam tugas profesional sebagaimana dibahas sebelumnya, yaitu
komunikasi, potensial perkembangan, kebijaksanaan, gaji atau upah, dan kondisi kerja.
Dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja (Rowland dan Rowland, 1997:
517–518), adalah:
a. input;

b. hubungan manajer dan staf;

c. disiplin kerja;

d. lingkungan tempat kerja;

e. istirahat dan makan yang cukup;

f. diskriminasi;

g. kepuasan kerja;

h. penghargaan penampilan;

i. klarifikasi kebijaksanaan, prosedur, dan keuntungan;

j. mendapatkan dan mendapatkan kesempatan;

k. pengambilan keputusan;

l. gaya manajer.
C. Keberhasilan Penyelesaian Tugas Sebagai Strategi
Meningkatkan Kepuasan Kerja

Setelah manajer keperawatan menentukan bahwa program keperawatan dan


iklim organisasi tidak kondusif, mereka harus merancang strategi untuk menciptakan
situasi yang kondusif. Salah satu strategi yang perlu dipertimbangkan adalah rencana
kerja. Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas tersebut adalah untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Rencana
pembagian tugas terdiri atas tiga aspek, yakni pengembangan tugas, keterlibatan
dalam tugas, dan rotasi tugas.

 Produktivitas (Kopelmen)
Environment

Organizational Characteristics
Reward system
Goal setting and MBO
Selection
Training and development
Leadership
Organization structure

Individual (nurse)

Characteristics
Knowledge, QUALITY OF CARE
Skills,
Ability,
Work behavior Job Performance Organizational
Motivation effectiveness Nurse
Attitudes MAKP Caring & ASKEP & patient
Value & Norm
Satisfaction

Work Characteristics

Objective performance
Feedback
Correction
Job design
Work schedule
Menurut Kopelman (1986) faktor penentu organisasi yakni kepemimpinan dan
sistem imbalan berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui motivasi,
sedangan faktor penentu organisasi, yakni pendidikan berpengaruh pada kinerja
individu atau organisasi melalui variabel pengetahuan, keterampilan atau kemampuan.
Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja.
1. Organizational characteristics.

a. Reward system.

Pemberian penghargaan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan apa


yang diinginkan rumah sakit dalam jangka panjang untuk mengembangkan dan
menerapkan kebijakan, praktik dan proses pemberian penghargaan yang mendukung
pencapaian tujuan dan memenuhi kebutuhan. Penghargaan diartikan sebagai suatu
stimulus terhadap perbaikan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

b. Goal setting and MBO.

Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk
dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok
masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan.
Tenaga keperawatan sebagai perpanjangan tangan dari rumah sakit dalam menerjemahkan
visi dan misi. Untuk itu perlu memahami dan menerapkan visi dan misi organisasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
c. Selection.

Seleksi tenaga harus didasarkan pada the principles of the right man, on the
right place and on the right time.

d. Training and development.

Pelatihan (training) adalah proses pendidikan jangka pendek dengan


menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir dalam pembelajaran kepada
tenaga keperawatan.
e. Leadership.

Pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni memengaruhi orang lain agar
mau bekerja sama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
f. Organization structure dan culture.

Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan


antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi
dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang
siapa melapor kepada siapa.

2. Nurse characteristics.

a. Knowledge.

Pengetahuan dapat diartikan sebagai actionable information atau information


yang dapat ditindaklanjuti atau informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
bertindak, untuk mengambil keputusan dan untuk menempuh arah atau strategi
tertentu.
b. Skills.

Skill sebagai kapasitas yang dibutuhkan dalam melaksanakan beberapa tugas.


Hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan
teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya.
c. Ability.

Kemampuan seorang untuk melakukan sesuatu, ada banyak aspek yang dapat
dinilai dari variabel kemampuan, di antaranya kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor. Perawat perlu terus mengembangkan diri melalui uji kompetensi,
pendidikan formal dan nonformal.
d. Motivation.

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan


seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam motivasi ini
adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Perawat perlu dipupuk motivasi yang tinggi
sebagai bentuk pengabdian dan altruisme pada kebutuhan pasien untuk kesembuhan.
e. Attitudes.

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Komponen sikap, struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang
saling menunjang yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
f. Value dan Norm.

Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping
sistem sosial dan karya. Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan
setiap manusia. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya,
moral, religi, dan sosial. Perawat perlu memperhatikan aspek nilai dan norma dalam
melayani pasien.

3. Work characteristics.

a. Objective performance.

Tujuan dari manajemen kinerja adalah mengatur kinerja, mengetahui seberapa


efektif dan efisien suatu kinerja organisasi, membantu dalam menentukan keputusan
organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam
organisasi, dan kinerja individual, meningkatkan kemampuan organisasi dan
mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif
sehingga hasil kerja optimal.
b. Feedback.

Umpan balik adalah hal yang penting dalam perbaikan kinerja perawat. Hal ini
karena membetulkan (memperbaiki) kesalahan: salah satu tugas pemimpin.
c. Job design.

Desain pekerjaan (job design) adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang
atau sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya untuk mengatur
penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi.
d. Work schedule.

Dalam proses berjalan suatu organisasi dapat eksis di bidangnya, perlu


pengaturan waktu yang efektif sehingga memeperoleh hasil sesuai tujuan yang
diharapkan.

D. Kinerja (Performance)

 Pengertian
Kinerja atau performance menurut Supriyanto dan Ratna (2007) adalah efforts
(upaya atau aktivitas) ditambah achievements (hasil kerja atau pencapaian hasil
upaya). Selanjutnya kinerja dirumuskan sebagai P = E + A.

Performance = Efforts + Achievement

Kinerja berasal dari kata to perform artinya (1) melakukan, menjalankan,


melaksanakan (To do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melaksanakan
kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melaksanakan atau
menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understanding), (4)
melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is
expected of a person, machine).

Robbins S, 1996, mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara


kemampuan (A=ability), motivasi (M=motivation) dan kesempatan (O=opportunity).

Performance = f.(AxMxO)

Dalam perkembangannya disadari bahwa dalam melaksanakan fungsi dan


kegiatan karyawan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat besaran imbalan,
sehingga dapat ditambahkan faktor lain yaitu (1) harapan mengenai imbalan, (2)
persepsi terhadap tugas, (3) dorongan eksternal atau kepemimpinan (4) kebutuhan A
Maslow, (5) faktor pekerjaan (desain, umpan balik, pengawasan dan pengendalian).
Jadi kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan (achievement) suatu
program kegiatan perencanaan strategis dan operasional organisasi (efforts) oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitas dan
kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawabnya, legal dan tidak
melanggar hukum, etika dan moral. Kinerja sendiri merupakan penjabaran visi, misi,
tujuan dan strategi organisasi
Psikologi

Persepsi
Sikap
Kepribadian
Belajar
Motivasi

Variabel Individu

Kemampuan dan ketrampilan


Mental
Perilaku Individu
Fisik
(Apa yang dikerjakan)
Latar belakang
Keluarga
Kinerja
Tingkat sosial
Pengalaman
(hasil yang diharapkan)
Demografis
Umur
Etnis
Jenis kelamin

Variabel Organisasi

Sumber daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain pekerjaan

Figur 5.3 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, James L., Ivancevich, John M.,
dan Donelly JR, James H., 1997)

Robbins (1996: 170–184) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum


individual terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins ada yang perlu diingat yaitu bahwa
pekerjaan lebih dari sekadar menghadapi kertas, menunggu pelanggan, atau
mengendarai truk. Namun termasuk di dalamnya adalah bagaimana berhubungan
dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, menaati
standar kinerja, dan tinggal di dalam kondisi kerja yang sering kali tidak ideal.

Dari teori produktivitas menurut Kopelman, 1986. Faktor penentu organisasi


yakni kepemimpinan dan sistem imbalan berpengaruh ke kinerja individu atau
organisasi melalui motivasi, sedangkan faktor penentu organisasi, yakni pendidikan
berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui variabel pengetahaun,
keterampilan atau kemampuan. Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan
keterampilan tentang kerja.

Karakteristik Pengetahuan Sikap Niat Perilaku X

Individu Keyakinan

Pengetahuan, Aksesibilitas:
Kemampuan
Struktural: Sosio ekonomi
Jarak tempat tinggal
Pengalaman
Pendidikan Sikap
Psiko sosial:
Niat
Kepribadian
Kelas sosial
Perilaku X
(Kinerja)
Kebutuhan
Harapan,
Demografi:
Keyakinan
Norma
Umur, seks
Individu
Suku

Figur 5.4 Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979)

“Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job


function or activity during a specified time period” Robbin S.P, (2002). Kinerja
merupakan usaha dari hasil pekerjaan dalam menjalankan fungsi/tugas khusus atau
kegiatan selama periode tertentu.
Kinerja (performance) merupakan fungsi dari kemampuan (ability), motivasi
(motivation) dan kesempatan atau lingkungan kerja (opportunity).

Kemampua
n

Performa

Motivas Peluan
i g

Figur 5.5 Hubungan antara kinerja dan faktor kinerja (Robbins S.P., 1990)

Ability (can do factors) dibangun oleh pengetahuan, keterampilan dan aptitude


seseorang, sedangkan motivasi (will do factors) dibangun oleh motivasi, personality.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai moral maupun etika . Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik
kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja sebagai sikap
Umum individual terhadap pekerjaannya. Kinerja adalah upaya (aktivitas) ditambah
hasil kerja, (Supriyanto dan Ratna, 2007).

Faktor Organisasi

Sumber Daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain Kerja

Faktor Individu Faktor Psikologi

Kemamampuan dan keahlian (fisik dan Persepsi


mental) Sikap
Latar Belakang (Keluarga, Tingkat Kepribadian
Sosial, Pengalaman) Motivasi

Performa
Figur 5.6 Hubungan faktor organisasi, individu dan kinerja

Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan


dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi
merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah
proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang
diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru
kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja
dalam organisasinya. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari
berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau
manajer sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat buruk
atau segala sesuatu menjadi serba salah. Kadang beberapa atasan atau manajer tidak
mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga perusahaan/ instansi
menghadapi krisis yang serius.

Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan. Menurut Gibson (1997), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja,
1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).

Sementara itu yang dimaksud dengan dimensi kinerja menurut Gomes, (1997),
memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasarkan:
1. Quantity of work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan.
2. Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya.
3. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya.

4. Creativeness; Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan


untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation; kesetiaan untuk bekerja sama dengan orang lain.

6. Dependability; kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian


kerja.
7. Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungn jawabnya.
8. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan
integritas pribadi.

 Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Faktor yang memengaruhi kinerja ini sesuai dengan konsep kinerja (Robbins,
2002). faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) adalah sebagai
berikut.
1. Human performance = ability + motivation.
2. Motivation = attitude + situation.
3. Ability = knowledge + skill.

Selanjutnya Robbins (2002) mengemukakan bahwa: Kinerja karyawan


(Employee Performance) adalah tingkat di mana karyawan mencapai persyaratan-
persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah proses yang
mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup aspek
kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan
dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau yang
diberikan. Program penilaian karyawan yang dianut oleh perusahaan, dapat
menimbulkan kepercayaan moral yang baik dari karyawan terhadap perusahaan.
Adanya kepercayaan dikalangan karyawan bahwa mereka akan menerima imbalan
sesuai dengan prestasi yang dicapainya, akan merupakan rangsangan bagi karyawan
untuk memperbaiki prestasinya. Selanjutnya bila karyawan diberitahu kelemahan-
kelemahannya, maka dengan bantuan pimpinan mereka berusaha untuk memperbaiki
diri masing- masing. Penilaian karyawan dapat menimbulkan loyalitas terhadap
perusahaan bila pemimpin mengembangkan dan memajukan karyawannya melalui
pemberian sarana pendidikan khusus bagi karyawan yang memerlukannya.
LAPORAN PENDAHULUAN 3
GAYA KEPEMIMPINAN

1.1.1 Definisi Kepemimpinan

Definisi kepemimpinan menurut Stogdill yaitu kepemimpinan sebagai


suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya
menyusun dan mencapai tujuan. Definisi kepemimpinan dari Strogdill dapat
diterapkan dalam keperawatan.
Gardner mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dan
memberi contoh sehingga individu (atau pemimpin kelompok) membujuk
kelompoknya untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan usulan pimpinan atau
usulan bersama.
Merton menguraikan kepemimpinan sebagai suatu transaksi masyarakat
dimana seorang anggota mempengaruhi yang lainnya.
Menurut McGregor, akhirnya ada empat variabel besar yang diketahui
sekarang untuk memahami kepemimpinan: (1) karakteristik pimpinan; (2) sikap; (3)
kebutuhan, dan karakteristik lainnya dari bawahan; dan (4) keadaan sosial,
ekonomi, dan polotik lingkungan. McGregor mengatakan bahwa kepemimpinan
merupakan hubungan yang sangat kompleks yang selalu berubah dengan waktu
seperti perubahan yang terjadi pada manajemen, serikat kerja atau kekuatan dari
luar.
Talbott mengatakan “kepemimpinan adalah bumbu yang sangat vital yang
mengubah sekelompok orang menjadi suatu organisai yang berfungsi dan berguna.
Kepemimpinan adalah suatu proses yang menopang suatu kegiatan atas inisiatif
seseorang. Bukan semata-mata hanya menunjukan arah dan membuarkan sesuatu
terjadi.Kepemimpinan adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metode untuk
mencapainya, suatu mobilisasi dari seluruh fasiltas yang diperlukan untuk mencapai
hasil, dari penyesuaian dan nilai-nilai terhadap faktor lingkungan pada akhir dari
tujuan yang dikehendaki nantinya.

1.1.2 Teori Kepemimpinan


Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang
mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat
macam pendekatan kepemimpinan yaitu:
1. Teori Bakat
Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian.Kemampuan ini
merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam
kepemimpinan.Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian
berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian
diri, percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat
menjadi bekal dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin
dapat mempengaruhi bawahannya.

2. Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh
pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin.Menurut teori ini
seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi
pemimpin yang efektif.Dengan demikian teori perilaku kepemimpinan lebih
sesuai dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan
sejak lahir.

3. Teori Situasi (Contingency)


Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang
paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi,
kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat
kematangan bawahan.
4. Teori Transformasi
Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan
kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang
penuh krisis.Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin
transformasional adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang
kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap
pengikut diperhitungkan.

1.1.3 Gaya Kepemimpinan


Menurut para ahli, terdapat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam
suatu organisasi antara lain:
1. Gaya Kepemimpinan Menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitd.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua
titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan
berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor
karyawan dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan
organisasi harus didahulukan jika dibanding kepentingan pribadi maka pemimpin
akan lebih otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih
baik dan menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya
partisipasinya.

2. Gaya Kepemimpinan Menurut Likert


Likert mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem yaitu:
a. Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah
terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau
hukuman.Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
b. Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi
bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan
membolehkan komunikasi ke atas.Pemimpin memperhatikan ide bawahan
dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan
masih melakukan pengawasan yang ketat.

c. Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup
besar.Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi
bawahan dankadang-kadang menggunakan ancaman atau
hukuman.Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang
dibuat oleh bawahan.

d. Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan,
menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi
dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

3. Gaya Kepemimpinan Menurut Teori X dan Teori Y


Dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side
Enterprise (1960), dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu
organisasi dapat dikelompokkan dalam dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X
dan Teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai
pekarjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak
perubahan, dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y
mengasumsikan bahwa, bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggung
jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif.
Dari teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:
a. Gaya Kepemimpinan Diktator
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta
menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan
Teori X.
b. Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada dasarnya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya kepemimpinan
diktator namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada di tangan
pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan.Gaya ini juga
merupakan pelaksanaan dari Teori X.

4. Gaya Kepemimpinan Demokratis


Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan keputusan
yang dilakukan dengan musyawarah. Gaya ini pada dasarnya sesuai dengan
Teori Y.

5. Gaya Kepemimpinan Santai


Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan
pada bawahannya (Azwar dalam Nursalam, 2008: 64)

6. Gaya Kepemimpinan Menurut Robbet House


Berdasarkan Teori Motivasi pengharapan, Robert House dalam Nursalam (2002)
mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu:
a. Direktif
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan
suatu tugas.Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi
pada hasil yang dicapai oleh bawahannya.
b. Suportif
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah
terhadap bawahan.
c. Parsitipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan
saran dalam rangka pengambilan sebuah keputusan.
d. Berorientasi Tujuan
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal
mungkin (Sujak dalam Nursalam, 1990)

7. Gaya Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard


Ciri-ciri kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997) meliputi:
a. Instruksi
 Tinggi tugas dan rendah hubungan
 Komunikasi sejarah
 Pengambilan berada pada pemimpin dan peran bawahan sangat
minimal
 Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang
spesifikserta mengawasi dengan ketat.
b. Konsultasi
 Tinggi tugas dan tinggi hubungan
 Komunikasi dua arah
 Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan cukup besar
c. Parsitipatif
 Tinggi hubungan rendah tugas
 Pemimpin dan bawahan bersama-sama member gagasan dalam
pengambilan keputusan
 Delegasi
 Rendah hubungan dan rendah tugas
 Komunikasi dua arah, terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan
dalam pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk
mengambil keputusan

8. Gaya Kepemimpinan Menurut Lippits dan K. White


Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter,
demokrasi, liberal yang mulai dikembangkan di Unversitas Lowa.
a. Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Wewenang mutlak berada pada pimpinan
 Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
 Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
 Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan
para bawahan dilakukan secara ketat
 Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
 Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat
 Tugas-tugas dari bawahan diberikan secara instruktif
 Lebih banyak kritik daripada pujian
 Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
 Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
 Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
 Kasar dalam bersikap
 Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh
pimpinan

b. Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi
orang lain agar besedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama
antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Wewenang pimpinan tidak mutlak
 Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada
bawahan
 Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
 Komunikasi berlangsung timbal balik
 Pengawasan dilakukan secara wajar
 Prakarsa datang dari bawahan
 Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
 Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan
daripada instruktif
 Pujian dan kritik seimbang
 Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
masing-masing
 Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar
 Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
 Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan
saling menghargai
 Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara
bersama-sama.

c. Liberal atau Laissez Faire


Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai
tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya dilakukan lebih
banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
 Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
 Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
 Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
 Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
 Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku
 Prakarsa selalu berasal dari bawahan
 Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
 Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
 Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
 Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan
d. Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan
kekuasaan dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau
pekarjaan.Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam
memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai
dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diberikan hanya pada
kepentiungan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.

2. Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap
staf.Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide
dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan
sendiri.Membuat rencana dan pengontrolan dalam
penerapannya.Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.

3. Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin
yang menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan
tindakan tersebut pada bawahannya.Staf dimintai saran dan kritiknya
serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan
keputusan akhir ada pada kelompok.

4. Bebas Tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan
tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi.Staf/bawahan mengevaluasi
pekarjaan sesuai dengan caranya sendiri.Pimpinan hanya sebagai
sumber informasi dan pengendalian secara minimal.

1.1.4 Kriteria Pemimpin dalam Keperawatan yang Efektif


Kepemimpinan yang efektif di RS akan terwujud apabila pemimpin menelaah
dengan sistem yang efektif. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang
pemimpin yang dapat mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama untuk
mencapai hasil yang memuaskan bagi terjadinya perubahan yang bermanfaat. Ada
beberapa kepemimpinan yang efektif antara lain menurut :

a. Ruth M. Trapper (1989 ), membagi menjadi 6 komponen :


 Menentukan tujuan yang jelas, cocok, dan bermakna bagi kelompok.
Memilih pengetahuan dan ketrampilan kepemimpinan dan dalam
bidang profesinya.
 Memiliki kesadaran diri dan menggunakannya untuk memahami
kebutuhan sendiri serta kebutuhan orang lain.
 Berkomunikasi dengan jelas dan efektif.
 Mengerahkan energi yang cukup untuk kegiatan kepemimpinan
 Mengambil tindakan

b. Hellander ( 1974 )
Dikatakan efektif bila pengikutnya melihat pemimpin sebagai seorang yang
bersama-sama mengidentifikasi tujuan dan menentukan alternatif kegiatan.

c. Bennis ( Lancaster dan Lancaster, 1982 )


Mengidentifikasi empat kemampuan penting bagi seorang pemimpin, yaitu :
 Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem
manusia ( hubungan antar manusia ).
 Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan
bawahan.
 Mempunyai kemampuan hubungan antar manusia, terutama dalam
mempengaruhi orang lain.
 Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan
seseorang mengenal orang lain dengan baik.
d. Gibson ( Lancaster dan Lancaster,1982 )
Seorang pemimpin harus mempertimbangkan :
1. Kewaspadaan diri ( self awarness )
Kewaspadaan diri berarti menyadari bagaimana seorang pemimpin
mempengaruhi orang lain. Kadang seorang pemimpin merasa ia sudah
membantu orang lain, tetapi sebenarnya justru telah menghambatnya.

2. Karakteristik kelompok
Seorang pemimpin harus memahami karakteristik kelompok meliputi :
norma, nilai - nilai kemampuannya, pola komunikasi, tujuan, ekspresi dan
keakraban kelompok.

3. Karakteristik individu
Pemahaman tentang karakteristik individu juga sangat penting karena
setiap individu unik dan masing - masing mempunyai kontribusi yang
berbeda.

1.1.5 Tugas Kepemimpinan dalan Keperawatan


Tugas penting seorang pemimpin di ruang rawat adalah:
a. Selalu siap menghadapi setiap perubahan. Setiap pemimpin di ruang rawat
harus mampu bersikap proaktif dalam setiap perubahan yang terjadi, berperan
dalam setiap aspek kehidupan berorganisasi, serta mengkaji setiap
kemungkinan untuk mengembangkan sesuatu yang baru serta mampu
menanggapi setiap kesempatan sebagai suatu tantangan yang dapat
menghasilkan.
b. Mengatasi konflik yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan, kebijakan, ataupun
hubungan yang terkait dengan atasan, bawahan atau pasien dan keluarganya.
c. Meningkatkan dinamika kelompok diantara bawahan sebagai upaya pemimpin
untuk memotivasi bawahan
d. Meningkatkan komunikasi dengan atasan, bawahan, rekan sejawat dan
konsumen lainnya. Keterbukaan dalam berkomunikasi akan dapat memperlancar
proses pelaksanaan kegiatan sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan.
e. Melatih kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki dengan menerapkan berbagai
cara untuk membuktikan bahwa kekuasaan dan kewenangan itu masih dapat
dihargai oleh bawahan.
f. Menggunakan aspek politik untuk mempengaruhi orang lain, dalam rangka
memperlancar pencapaian tujuan.
g. Menatalaksanakan waktu dengan baik. Penatalaksanaan waktu yang baik
mencerminkan pemanfaatan sumber-sumber yang tersedia digunakan dengan
baik pula sehingga produktivitas kerja menjadi meningkat.

1.1.6 Penerapan Kepemimpinan dalam Keperawatan


Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan
yang kompleks dan melibatkan berbagai individu.Agar tujuan keperawatan tercapai
diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan.
Menurut Kron, kegiatan tersebut meliputi :
1. Perencanaan dan Pengorganisasian
Pekerjaan dalam suatu ruangan hendaknya direncanakan dan
diorganisasikan. Semua kegiatan dikoordinasikan sehingga dapat dikerjakan
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Sebagai seorang kepala
ruangan perlu membuat suatu perencanaan kegiatan di ruangan.

2. Membuat Penugasan dan Memberi Penghargaan


Setelah membuat penugasan, perlu diberikan pengarahan kepada para
perawat tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan secara singkat dan
jelas. Dalam memberi pengarahan, seorang pemimpin harus mampu
membuat seseorang memahami apa yang diarahkan dan juga mempunyai
tanggung jawab untuk melihat apakah pekerjaan tersebut dikerjakan dengan
benar.

3. Pemberian bimbingan
Bimbingan merupakan unsur yang penting dalam keperawatan. Bimbingan
berarti menunjukkan cara menggunakan berbagai metode mengajar dan
konseling. Bimbingan yang diberikan meliputi pengetahuan dan keterampilan
dalam keperawatan. Hal ini akan membantu bawahan dalam melakukan
tugas mereka sehingga dapat memberikan kepuasan bagi perawat dan klien.

4. Medorong Kerjasama dan Partisipasi


Kerjasama diantara perawat perlu ditingkatkan dalam melaksanakan
keperawatan.Seorang pemimpin perlu menyadari bahwa bawahan
bekerjasama dengan pemimpin bukan untuk atau dibawah pimpinan.
Kerjasama dapat ditingkatkan melalui suasana demokrasi dimana setiap
individu/perawat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, dan mereka
mendapat pujian serta kritik yang membangun. Bawahan perlu mengetahui
bahwa pemimpin mempercayai kemampuan mereka.Hubungan antar
manusia yanng baik dapat meningkatkan kerjasama.Disamping itu setiap
individu dalam kelompok diusahakan untuk berpartisipasi. Hal ini akan
membuat setiap perawat merasa dihargai termasuk bagi mereka yang sering
menarik diri atau yang pasif. Partisipasi setiap perawat dapat berbeda-beda,
tergantung kemampuan mereka.

5. Kegiatan Koordinasi
Pengkoordinasian kegiatan dalam suatu ruangan merupakan bagian yang
penting dalam kepemimpinan keperawatan.Seorang pemimpin perlu
mengusahakan agar setiap perawat mengetahui kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam suatu ruangan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah
melaporkan kepada atasan langsung tentang pencapaian kerja bawahan.
Agar dapat melakukan koordinasi dengan efektif, diperlukan suatu
perencanaan yang baik dan penggunaan kemampuan setiap individu dan
sumber-sumber yang ada.

6. Evaluasi Hasil Penampilan Kerja


Evaluasi hasil penampilan kerja dilakukan melalui pengamatan terhadap staf
dan pekerjaan mereka. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk
menganalisa kekurangan dan kelebihan staf sehingga dapat mendorong
mereka mempertahankan pekerjaan yang baik dan memperbaiki
kekuranngan yang ada. Agar seorang pemimpin dapat menganalisa perawat
lain secara efektif, ia juga harus dapat menilai diri sendiri sebagai seorang
perawat dan seorang pemimpin secara jujur.
Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang kepala ruangan dapat
melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.
Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan, kepala ruangan
sebagai seorang pemimpin bertanggung jawab dalam :
a. Membantu perawat lain mencapai tujuan yang ditentukan
b. Mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatan
c. Tanggungjawab atas tindakan keperawatan yang dilakukan
d. Pelaksanaan keperawatan berdasarkan standar
e. Penyelesaian pekerjaan dengan benar
f. Pencapaian tujuan keperawatan
g. Kesejahteraan bawahan
h. Memotivasi bawah
LAPORAN PENDAHULUAN 4
FUNGSI – FUNGSI KEPEMIMIPINAN

a. Mempengaruhi Orang Lain


Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan
bimbingan yang ditujukan kepada semua staf keperawatan untuk menciptakan
kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas
dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efesien.

b. Motivator
Memotivasi bawahan dan menciptakan kondisi menyenangkan dalam
melaksanakan pekerjaan. Kepemimpinan berusaha untuk membuat perubahan
dalam organisasi dengan
(1) menyusun visi masa depan dan strategis untuk membuat perubahan yang
dibutuhkan,
(2) mengkomunikasikan dan memperjelas visi, dan
(3) memotivasi dan memberi inspirasi kepada orang lain untuk mencapai visi itu

c. Role Model/Contoh/Tauladan
Dalam teori kepemimpinan, secara sederhana arti dari kata role model adalah
teladan. Untuk memastikan bahwa organisasi yang dipimpinnya berjalan dengan
dinamis, seorang pemimpin harus mempunyai nilai-nilai tertentu yang dapat
menjadi teladan. Nilai-nilai tersebut hendaknya dapat bersifat implementatif,
dapat diterapkan dengan mudan dan dapat dipahami dengan jelas oleh
bawahan. Contoh nilai-nilai tertentu atau teladan yang dapat dijadikan role
model, misalnya seorang pemimpin itu harus mempunyai integritas, attitude,
amanah, ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Tujuan utamanya adalah
bagaimana dapat menjalankan yang terbaik untuk organisasi dan kemaslahatan
bagi bawahan yang dipimpinnya.

d. Decision Making/Pengambil Keputusan


Tipe Pengambilan keputusan ( Decision making) : adalah tindakan manajemen
dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya
dalam pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil
tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin.
Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang manajer
memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya,
menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis
data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi
informasi terutama informasi bisnisnya. Pengambilan keputusan dalam tinjauan
perilaku mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin.
Dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa
aspek, yaitu :

1. Proses pengambilan keputusan


Pada proses ini dilakukan beberapa tahap seperti :
a. Identifikasi masalah
b. Mendefinisikan masalah
c. Memformulasi dan mengembangkan alternative
d. Implementasi keputusan
e. Evaluasi keputusan

2. Gaya pengambilan keputusan


Gaya adalah kebiasaan yang dipelajari. Gaya pengambilan keputusan
merupakan kuadran yang dibatasi oleh dimensi:
1) Cara berpikir, terdiri dari:
a. Logis dan rasional ; mengolah informasi secara serial
b. Intuitif dan kreatif; memahami sesuatu secara keseluruhan.
2) Toleransi terhadap ambiguitas
a. Kebutuhan yang tinggi untuk menstruktur informasi dengan cara
meminimalkan ambiguitas.
b. Kebutuhan yang rendah untuk menstruktur informasi, sehingga dapat
memproses banyak pemikiran pada saat yang sama.

e. Peran Kepala Ruangan


1) Definisi
Peran adalah kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam suatu
posisi khusus seperti ibu, anak, dokter, perawat dan sebagainya (Maramis,
2006).
Soekanto (1990) menyatakan bahwa peran adalah aspek dinamis dari
kedudukan (status) dan apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu
peran.
Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional
yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan
pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Suarli, 2009).Kepala
ruangan bertugas untuk membantu pembinaan dan peningkatan
kemampuan pihak dalam perngawasan agar mereka dapat
melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan
efektif (Nursalam, 2011).
Kepala ruang adalah menejer tingkat pemula yang fokus utama
kegiatannya berada diunit kerja.kepala ruangan dalam melakukan
kegiatan dibantu oleh orang orang yang bekerja ditingkat menejer
pemula antara lain wakil kepala ruangan dan ketua tim serta perawat.
Peran utama seorang kepala ruangan adalah mengelola seluruh sumber
daya yang unit perawatan untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu.
Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervise
pelayanan keperawatan pada pasien di ruang perawatan yang
dipimpinnya (Nurhidayah, 2013).

2) Tugas Kepala Ruangan


Menurut Depkes RI 1994, “ Kepala ruangan adalah seorang tenaga
perawat profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam
mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat.”
Adapun tugas dan tanggung jawab kepala ruangan menurut
Burgess (2013) antara lain :
a. Ketenagaan, yaitu mengidentifikasi dan mengusulkan jumlah
kebutuhan tenaga keperawatan dan non keperawatan di unitnya
kepada atasan dan memberdayakan tenaga yang sudah ada.
b. Manajemen operasional, yaitu melaksanakan tugas dan tanggung
jawab sebagai manajemen pemula dalam hubungan dengan atasan
dan bawahan guna mendukung tugas pokoknya.
c. Manajemen kualitas pelayanan, yaitu melaksanakan asuhan
keperawatan professional berdasarkan kaidah ilmu dan etika profesi
agar bisa diserahkan langsung oleh pasien, keluarga, dan masyarakat
serta menjamin mutu pelayanan keperawatan yang memuaskan
semua pihak.
d. Manajemen financial, yaitu melaksanakan tugas perhitungan
keuangan dan logistic keperawatan (pengadaan dan pemanfaatan
alat kesehatan dan material kesehatan).

3) Fungsi Kepala Ruangan


Fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2003) dalam
Fahrurozi (2014)sebagai berikut :
a. Perencanaan, dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran,
kebijakan, dan peraturan-peraturan, membuat peraturan jangka
panjang dan jangka pendek untuk mencapai visi, misi dan tujuan
organisasi, menetapkan biaya-biaya untuk setiap kegiatan serta
merencanakan dan pengelolaan rencana perubahan.

b. Pengorganisasian, meliputi pembentukan struktur untuk


melaksanakan perencanaan, menetapan metode pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien yang paing tepat, menggelompokan
kegiatan untuk mencapai tujuan unit, serta melakukan peran dan
fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang
dengan tepat.

c. Ketenagaan, dimulai dari rekrutment, interview, mencari, orientasi


dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf.

d. Pengarahan, mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber


daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik,
pendelegasian, komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi.
Pengawasan, meliputi penampilan kerja, pengawasan umum,
pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan
kelima fungsinya tersebut sehari-hari akan bergerak dalam berbagai
bidang penjualan, pembelian, produksi, personalia dan lain-lain.
LAPORAN PENDAHULUAN 5
IMPLEMENTASI FUNGSI FUNGSI KEPEMIMPINAN

A. Landaan Teori

1. Pengertian manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno mḗnagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan atau mengatur. Manajemen belum memiliki
definisi yang mapan dan diterima secara universal. Manajemen adalah suatu
proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan
bantuan manusia lainnya serta sumber-sumber lainnya dengan metode yang
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses yang terdiri
darirangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan evaluasi yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

2. Pengertian fungsi manajemen

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada


dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Manajemen
berlangsung dalam suatu proses berkesinambungan secara sistemik, yang
meliputi fungsi-fungsi manajemen, yaitu; perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan evaluasi.

B. Ulasan Materi
1. Pengertian manajemen secara umum dan menurut ahli
Kata manajemen bahasa Italia maneggiare yang berarti “mengendalikan”
terutama “mengendalikan kuda” yang berasal dari bahasa Latin manus yang
berati “tangan”. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manḗge yang
berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni
mengendalikan kuda), dimana istilah inggris ini juga berasal dari bahasa Italia.
Bahasa Perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris mḗnagement,
yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Mary Parker Follet mendefinisikan “manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer harus mengatur dan mengarahkan lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan “manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan pengontrolan sumber
daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,
sedangkan efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,
terorganisir dan sesuai dengan jadwal. George R. Terry dan Leslie W. Rue
dalam bukunya Principle of Management yang dialih-bahasakan oleh G. A.
Ticoalu mengemukakan bahwa “manajemen adalah suatu proses atau kerangka
kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang ke
arah tujuan organisasional”. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaanya
adalah “managing” pelaksanaan, sedangkan pelaksananya disebut manajer atau
pengelola.

2. Fungsi manajemen

Planning
Planning

Organizin
Organizin
Evaluati
Evaluating gg

Actuanting
Actuanting
Controli
Controling

Fungsi-fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang selalu


ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan
oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Namun
terdapat perbedaan pandangan mengenai fungsi-fungsi manajemen oleh
beberapa ahli. Menurut George R. Terry (Hasibuan, Fungsi Fungsi Manajemen,
2009 : 38) fungsi-fungsi menejemen meliputi Perencanaan (Planning),
Pengorganisasian (Organizing), Pengarahan (Actuatting), Pengendalian
(Cotrolling). Menurut Henry Fayol (Safroni, 2012 : 47 ), fungsi-sungsi
manajemen meliputi perencanan (planning), Pengorganisasian (Organizing),
Pengarahan (Commanding), Pengoordinasian (Coordinating), Pengendalian
(Controlling). Sedangkan menurut Ricki W. Griffin (Safroni L. , 2012 : 47),
fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan dan pengambilan keputusan
(planning and decision making), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(leading) serta pengendalian (controling).
Dari perbandingan beberapa fungsi-fungsi manajemen di atas, dapat
dipahami bahwa semua manajemen di awali dengan perencanaan (planning)
karena perencanaan yang akan menentukan tindakan apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Setelah perencanaan adalah pengorganisasaian (organizing).
Hampir semua ahli menempatkan pengorganisasian diposisi kedua setelah
perencanaan. Pengorganisasian merupakan pembagian kerja dan sangat
berkaitan erat dengan fungsi perencanaan karena pengorganisasian pun harus
direncanakan.
Selanjutnya, setelah menerapkan fungsi perencanaan dan
pengorganisasianadalah menerapkan fungsi pengarahan yang diartikan dalam
kata yang berbeda-beda seperti actuating, leading, commanding, tetapi
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengarahkan semua karyawan agar
mau bekerjasama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Tetapi
juga ada penambahan fungsi pengoordinasian (coordinating) setelah fungsi
setelah fungsi pengarahan.
Fungsi pengoordinasian untuk mengatur karyawan agar dapat saling
bekerjasama sehingga terhindar dari kekacauan, percekcokan dan kekosongan
kerja. Selanjutnya fungsi terakhir dalam proses manajemen adlah pengendalian
(controlling). Pada fungsi manajemen ini, peneliti lebih cenderung memakai
fungsi manajemen menurut Henry Fayol.
Adapun penjelasan mengenai fungsi-fungsi manajemen menurut Henry
Fayol adalah sebagai berikut :

a. Perencanaan (planning)
Perencanaan (planning adalah fungsi dasar (fundamental)
manajemen, karena pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, dan
pengendalian pun harus terlebih dahulu direncanakan. Perencanaan ini
dinamis artinya dapat dirubah sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi pada
saat itu. Perencanaan ini ditujukan pada masa depan yang penuh demgan
ketidakpastian, karena adanya perubahan kondisi dan situasi, sedangkan hal
dari perencanaan akan diketahui pada masa depan.
Menurut Louis A. Allen (Hasibuan, Fungsi Fungsi Manajemen, 2009 :
92) perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakanuntuk mencapai
hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut ahli manajemen, Harold Koontz
dan Cyril O’ Donnel (Sukarna, 2001) perencanaan adalah fungsi dari pada
manajer di dalam pemilihan alternatif-alternatif, tujuan-tujuan kebijaksanaan,
prosedur-prosedur dan program.
Perencanaan adalah upaya manuasia secara sadar memilih
alternative masa depan yang dikehendaki dan kemudian mengarahkan
sumber daya untuk mewujudkan tujuan (Gito Sudarmo dalam Sri
Mugianti, 2016)

Perencanaan (planning), merupakan fungsi dasar dari manajemen


dan semua fungsi dalam manajemen tergantung dari fungsi perencanaan.
Maksudnya fungsi-fungsi yang lain dari manajemen tidak akan berjalan
secara efektif tanpa adanya perencanaan yang baik. Hal ini sesuai
dengan definisi perencanaan dari Swansburg dan Swansburg (1999),
bahwa perencanaan adalah proses berkelanjutan yang diawali dengan
menetapkan tujuan, dan kemudian melaksanakannya sesuai dengan
proses, memberikan umpan balik dan melakukan modifikasi rencana jika
diperlukan. Lebih lanjut Swansburg dan Swansburg (1999) menjelaskan
bahwa perencanaan merupakan proses berfikir atau proses mental dalam
membuat keputusan dan peramalan yang berorientasi pada masa yang
akan datang.

Menurut Rosyidi, Khollid, 2013 planning merupakan perumusan


perencanaan sebagai penetapan apa yang harus di capai, bila hal itu
dicapai, dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai,
siapa yang bertanggung jawab dan penetapan mengapa hal itu harus di
capai.

Pada dasarnya merencanakan adalah kegiatan yang hendak dilakukan dimasa depan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang
dicapai sesuai yang diharapan. Ada tiga kegiatan dalam setiap perencanaan,
diantaranya:
1) Perumusan tujuan yang ingin dicapai.
2) Pemilihan program untuk mencapai tujuan.
3) Indentifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya terbatas.
Untuk mengembangkan suatu rencana, seseorang harus mengacu
pada masa depan (forecast) atau menentukan pengaruh pengeluaran biaya
dan keuntungan, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir;
mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan akhir; menyusun program
yakni menetapkan prioritas dan urutan strategi; anggaran baiaya atau lokasi
sumber-sumber; menetapkan prosedur kerja dengan metode yang baru; dan
mengembangkan kebijakan-kebijakan berupa aturan dan ketentuan.
Menurut Robert Anthony, perencanaan dibedakan menjadi tiga
macam jenisnya yaitu :
1) Perencanaan strategis
Merupakan suatu proses perencanaan dimana keputusan tentang
tujuan organisasi akan dicapai melalui pengeloaan sumber-sumber daya
dan dana yang dimiliki, didasarkan pada kebijaksanaan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2) Perencanaan untuk mengendalikan manajemen
Merupakan suatu proses perencanaan dimana manajer bertanggung
jawab bahwa penggunaan sumber-sumber saya dan dana digunakan
seefektif mungkin dan seefisien mungkin untuk mencapai tujuab
organisasi.
3) Perencanaan operasional
Merupakan suatu proses diamana usaha melaksanakan kegiatan
tertentu dijamin seefektif dan seefisien mungkin.
b. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi pengorganisasian yang dalam bahasa Inggrisnya
organizing berasal dari kata organize yang berarti menciptakan struktur
dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga
hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan terhadap
keseluruhannya. Pengorganisasian tentu berbeda dengan organisasi.
Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen dan suatu proses yang
dinamis, sedangkan organisasi merupakan alat atau wadah yang statis.
Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan-pekerjaan
yang harus dilakukan, pengelompokan tugas-tugas dan pembagian
pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan departemen-departemen
(subsistem) dan penentuan hubungan-hubungan. Untuk memahami
pengorganisasian secara mendalam, maka perlu mengetahui arti
pengorganisasian menurut beberapa ahli. Berdasarkan pengertian
pengorganisasian, maka dapat dikatakan bahwa terdapat ciri-ciri yang
dimiliki oleh organisasi yang melakukan fungsi pengorganisasian
(Hasibuan, Fungsi Fungsi Manajemen, 2009 : 122), yaitu :
1) Manusia, artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang
bekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2) Tempat kedudukan, artinya organisasi baru ada jika ada tempat
kedudukannya.
3) Tujuan, artinya organisasi baru ada apabila ada tujuan yang hendak
dicapai.
4) Pekerjaan, artinya organisasi itubaru ada jika pekerjaan yang akan
dikerjakan serta ada pembagian pekerjaan.
5) Struktur, artinya organisasi itu baru ada jika ada hubungannya dan
kerjasama antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
6) Teknologi, artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur teknis.
7) Lingkungan, artinya organisasi itu baru ada jika ada lingkungan yang
saling mempengaruhi misalnya ada sistem kerjasama sosial.
Menurut George R. Terry (Hasibuan, Fungsi Fungsi Manajemen,
2009 : 119) pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-
hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka
dapat bekerjasama secara efisien dan dengan demikian memperoleh
kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam
kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan sasaran tertentu.
Henry Fayol (Hasibuan, Fungsi Fungsi Manajemen, 2009 : 13)
mengemukakan teori pengorganisasian mengenai organisasi lini yaitu
terdapat pemusatan wewenang pada tingkat pimpinan organisasi
sehingga berbagai fungsi berpusat dalam tangan pimpinan tertentu
karena dengan tegas memisahkan bidang kegiatan oimpinan (manajerial
sebagai pusat wewenang) dan bidang teknis (nonmanajerial). Akibatnya
muncul persyaratan tertentu (generalis serba, bisaberpengetahuan luas)
bagi jabatan pimpinan yang berbeda dari pekerja teknis/spesialis yang
berpengetahuan kejujuran.
Selain itu, definisi pengorganisasian dikemukakan oleh Koontz
O’Donnell (Hasibuan, Fungsi Fungsi Manajemen, 2009 : 119), menurut
mreka fungsi pengorganisasian manajer meliputi penentuan golongan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk tujuan-tujuan perusahaan,
pengelompkan kegiatan-kegiatan tersebut kedalam suatu bagian yang
dipimpin oleh seorang manajer, serta melimpahkan wewenang untuk
melakasanakannya.
Menurut Gordon (Siswanto, 2007 : 90) ada tiga bentuk struktur
organisasi yang cukup popular dan selama ini dipergunakan dalam
organisasi publik, yaitu :

1) Lini
Bentuk ini merupakan struktur yang palin sederhana. Lini ditandai
dengan garis hubungan yang bersifat vertikal antara setiap tingkatan
organisasi. Semua anggota organisasi menerima perintah melalui
prinsip scalar. Struktur kewenangan dalam bentuk ini sangat jelas dan
dikembangankan dalam organisasi yang memiliki ruang lingkup kecil.
Sistem pembagian printah dari pucuk pimpinan kepada kebawah
menyangkut seluruh kegiatan operasional dan kegiatan penunjang,
sehingga semua strktur dibawah manajer terlihat dalam kegiatan
operasionaol.
2) Lini dan staf
Bentuk lini dan staf menghasilkan konstruksi struktur yang agak
berbeda dengan yang pertama karena adanya tambahan staf. Staf
hanya merupakan fasilitator, dan membantu tugas pimpinan seperti
memberikan masukan, nasihat, membantu pengawasan. Akan tetapi,
staf tidak memiliki otoritas dan hubungan langsung kepada bawahan.
Staf diangkat berdasaran keahlian yang dimiliki.
3) Matrix
Bentuk matrix adalah bentuk organisasi proyek. Bentuk ini
merupakan kombinasi sumber daya manusia dan non manusia yang
diolah berssama-sama dan bersifat sementara, dan dibuat untuk
tujuan khusus. Apabila sudah selesai sumber daya manusia yang
dikonsentrasikan di sana akan dikembalikan pada unit masing-
masing.
Berdasarkan penjelasan mengenai definisi pengorganisasian
menurut beberapa ahli, peneliti setuju dengan pendapat para ahli
bahwa pengorganisasian pun perlu adanya perencanaan yang
dilakukan oleh manajer sebelum menetapkan kegiatan apa yang harus
dilakukan, pembagian setiap karyawan, serta penggolongan kegiatan-
kegiatan agar proses manajemen berjalan efisien, selaras dan tepat
sasaran. Dengan demikian, peneliti menarik kesimpulan dari definisi
pengorganisasian adalah suatu proses pengelompokan dan
pembagian pekerjaan oleh karyawan, penentuan kegiatan apa yang
akan dilakukan guna mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Henry Fayol adalah
pembagian tugas pekerjaan, kesatuan pengarahan, sentralisasi, ,mata
rantai tingkat jenjang organisasi.

c. Staf (Staffing)
Komponen yang temasuk dalam fungsi staffing adalah prinsip
rekrutment, seleksi, orientasi pegawai baru, penjadwalan tugas dan
klasifikasi pasien. Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa
penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga
kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agara setiap tenaga
petugas member daya guna maksimal kepada organisasi
Organizing dan staffing merupakan dua fungsi manajemen yang sangat erat
hubungannya.

d. Pengarahan (actuating/ Directing)


Fungsi pengarahan (actuating) merupakan fungsi terpenting dan
paling dominan dalam proses manajemen. Fungsi ini baru dapat diterapkan
setelah rencana, organisasi, dan karyawan ada. Jika fungsi ini di terapkan
maka prpses manajemen dala merealisasi tujuan dimulai. Namun,
penerapan fungsi ini sangat sulit, rumit dan kompleks karena keinginan
karyawan tidak dapat dipenuhi sepenuhnya. Hal ini disebabkan karena
karyawan adalah makhluk hidup yang punya pikiran, perasaan, harga diri,
cita-cita, dan lain-lain. Prinsip-prinsip pengarahan (Salsabila, 2001)
ditujukan pada keterpaduan antara tujuan perorangan dan tujuan
organisasinya, keterpaduan antara tujuan kelompok dan tujuan
organisasinya, kerjasama antara pimpinan, partisipasi dalam pembuatan
keputusan, terjalinnya komunikasi yang efektif dan pengawasan yang efektif
dan efisien.
Definisi fungsi pengarahan secara sederhana adalah untuk membuat
atau mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan
harus mereka lakukan. Menurut Hanry Fayol mengemukakan bahwa
pengarahan dilakukan untuk memberikan arahan kepada Sumber Daya
Manusia sebagai pegawai di dalam suatu organisasi atau perusahaan agar
pegawai tersebut mampu menyelesaikan tugas dengan baik.
Menurut George R. Terry, pengarahan adalah membuat semua
anggota kelompok agar mau bekerjasdan bekerjasama dan bekerja secara
ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan
dan usaha-usaha pengorganisasian.
Peneliti menyimpulkan bahwa fungsi pengarahan adalah kegiatan
yang dilakukan oleh pimpinan di dalam suatu organisasi untuk membimbing,
menggerakan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas dalam
melaksanakan suatu kegiatan usaha.

e. Pengoordinasian (coordinating)
Setelah dilakukan pendelegasian wewenang dan pembagian pekerja
kepada para karyawan oleh manajer, langkah selanjutnya adalah
pengoordinasian. Setiap bawahan mengerjakan hanya sebagian dari
pekerjaan perusahaan, karena itu masing-masing pekerja bawahan harus
disatukan, diintegrasikan, dan diarahkan untuk mencapai tujuan. Tanpa
koordinasi tugas dan pekerja dari setiap individu karyawan maka tujuan
perusahaan tidak akan tercapai. Koordinasi itu sangat penting di dalam suatu
organisasi. Beberapa alasan mengapa koordinasi sangat penting, yaitu :
1) Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, dan kekembaran
atau kekosongan pekerjaan.
2) Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk
pencapaian tujuan perusahaan/organisasi.
3) Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
4) Supaya semua unsur manajemen (6M) dan pekerjaan masing-masing
individu karyawan harus membantu tercapainya tujuan organisasi.

Supaya semua tegas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran


yang diinginkan. Menurut Henry Fayol ada beberapa tipe-tipe koordinasi,
antara lain :
1) Koordinasi vertikal
Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan
yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-
kesatuan kerja yang ada dibawah dan tanggungjawabnya.
2) Koordinasi horizontal
Koordinasi horizontal adalah mengoordinasikan tindakan-tindakan
atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap
kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
Koordinasi horizontal dibagi atas interdisciplinary dan interralated.
Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan,
menyatukan tindakan-tindakan, meuwujudkan, dan menciptakan disiplin
antar unit yang satu dengan antar unit yang lain secara intrn maupun
ekstrn pada unit-unit yang sama tugasnya. Interralated adalah koordinasi
antar badan (instansi) atau unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi
instansi yang satu dengan yang lain saling bergantungan atau
mempunyai kaitan baik secara intrn maupun ekstern yang levelnya
setara.
Pengoordinasian ini merupkan tugas penting yang harus dilakukan
oleh seorang manajer dan tugas ini sangat sulit. Untuk lebih jelasnya
mengenai pengertian pengoordinasian, perlu pamahaman lebih
mendalam mengenai fungsi pengoordinasian. Peneliti mengutip
beberapa definisi fungsi pengoordinasian oleh beberapa ahli.
Menurut E.F.L Brech,pengoordinasian adalah mengibangi dan
menggerakan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang
cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang smestinya diantara para anggota
itu sendiri. Henry Fayol mengatakan bahwa mengoordinasi berarti
mengikat bersama menyatukan dan menyelaraskan semua kegiatan
yang ada dalam mecapai tujuan organisasi. Koordinasi yang baik dapat
dilakukan jika masing-masing individu menyadari dan memahami akan
tugas-tugas mereka. Mereka harus mengetahui bahwa sebenarnya tugas
mereka sangat membantu pada usaha-usaha untuk mencapai organisai.
Definisi selain itu, menurut T. Hani Handoko, pengoordinasian adalah
pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan
yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.

Cara-cara mengadakan koordinasi yang baik dapat dilakukan yaitu dengan


cara :
1) Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan
mengenai pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang
tepat harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi
yang baik.
2) Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan
dicapai oleh anggota, tidak menurut masing-masing individu anggota
dengan tujuannya sendiri-sendiri. Tujuan itu tujuan bersama.
3) Mendorong anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide dan
saran-saran dan sebagainya.
4) Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan
penciptaan sasaran.
5) Membina human relation yang baik antara sesama pegawai.
6) Manajer sering melakukan komunikasi informal dengan para bawahan.
Ringkasannya suatu koordinasi yang baik jika memperoleh partisipasi
dari bawahan, dan pihak-pihak yang terkait yang akan melakukan pekerjaan
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan supaya mereka
antusias dalam melaksanakannya.
Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
pengoordinasian adalah usaha untuk mengatur para karyawan agar bekerja
secara teratur, sinkron dan selaras agar pekerja tersebut dapat dilakukan
secara efektif dan tujuan dari organisasi tersebut dapat tercapai.

f. Pengendalian (controlling)
Fungsi pengendalian (controlling) adalah fungsi terakhir dari proses
manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan
proses manajemen, karena itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Pengendalian ini berkaitan erat dengan fungsi perencanaan dan kedua fungsi
ini merupakan hal yang saling mengsisi, karena :
1) Pengendalian harus terlebih dahulu direncanakan.
2) Pengendalain baru dapat dilakukan jika ada rencana.
3) Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengendalian dilakukan dengan
baik.
4) Tujuan baru dapat diketahuan tercapai dengan baik atau tidak setelah
pengendalian atau penilaian dlakukan.
Pemahaman mengenai fungsi pengendalian dikemukakan oleh beberapa ahli.
Seperti menurut George R. Terry dalam buku Principles of Management
mengemukakan pengendalian dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang
harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilaksanakan yaitu pelaksanaan,
menilaipelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
Menurut Harold Koontz, pengendalian artinya pengukuran dan perbaikan
terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk
mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggarakan. Sedangkan Earl P.
Strong, mengatakan bahwa pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor
dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan ketepatan-ketepatan dan
rencana.
Peneliti menyimpulakan bahwa pengendalian adalah salah satu fungsi
manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi
sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan
maksud dengan tjuan yang telah digariskan semula agar rencana dapat
terselenggarakan dengan baik.

TINGKATAN MANAJEMEN
Ada tiga tingkatan menajerial dan setiap tingkatan dipimpin oleh seseorang
yang mempunyai kompetensi yang relevan. Tingkat manajerial tersebut yaitu

Puncak

Menengah

Bawah

Gambar 1.1 Tingkat Manajerial

Agar mencapai hasil yang baik, ada beberapa faktor yang perlu dimiliki
oleh orang-orang yang memimpin dalam tiap level manajerial tersebut. Faktor-
faktor tersebut adalah : kemampuan menerapkan pengetahuan, ketrampilan
kepemimpinan, kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin, dan
kemampuan melaksanakan fungsi manajemen
1. First line manajer /Bawah
Merupakan tingkatan paling bawah dalam klasifikasi manajemen.
Pada tingkatan manajemen ini , manajer memiliki tugas untuk mengelola
pekerjaan dari pekerja-pekerja diluar tingkatan manajerial, yang meliputi
orang yang melakukan pekerjaan di bidang produksi dan pelayanan pada
pelanggan. Dan pada first lina manajer ini harus mempertanggungjawabkan
pekerjaan karyawan –karyaewan yang dipimpinnya kepada middle line
manajer.

2. Middle line manajer / Menengah


Merupakan tingkatan dalam klasifikasi manajemen yang
menjembatani antara tingkatan fisrt line manajer dengan top manajer. Middle
line manajer bertugas mengelola pekerjaan first line manajer dan
mempertanggungjawabkan kepada top manajer

3. Top Manajer/ Atas


Merupakan tingkatan manajemen tertinggi dalam stuktur organisasi
dan memiliki tanggung jawab dalam membuat keputusan organisasi serta
menyusun rencana dan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi.
LAPORAN PENDAHULUAN 6
KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

A. Pengertian Komunikasi Efektif


Salah satu komponen terpenting dalam pelayanan kesehatan adalah
sumber daya manusia kesehatan. Semua tenaga kesehatan profesional
yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan kepada pasien harus mempunyai
kemampuan komunikasi yang baik. Dokternya sudah komunikatif, tetapi
perawatnya tidak komunikatif dengan sendirinya maka pelayanan yang
diberikan tidak maksimal. Oleh karena itu komunikasi efektif perlu
diciptakan oleh semua tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada
pasien. Komunikasi efektif adalah pengembangan hubungan antara tenaga
kesehatan (dokter, perawat, fisioterapis, bidan, nutrisionis, atau tenaga
kesehatan lain) dengan pasien secara efektif dalam kontak sosial yang
berlangsung secara baik, menghargai kemampuan dan keunikan masing-
masing pihak, dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh pasien secara bersama. Pengembangan hubungan berkaitan
erat dengan kepercayaan, yang dilandasi keterbukaan, kejujuran, saling
menghargai, serta memahami kebutuhan dan harapan masing-masing.
Dengan terjalinya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan
keterangan yang benar dan lengkap berkaitan dengan kondisinya, sehingga
dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan
memberi terapi yang tepat bagi pasien. Demikian juga dengan tenaga
kesehatan lain, apabila sudah terjalin hubungan saling percaya, maka tindakan
keperawatan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
Pasien dan tenaga kesehatan sama-sama memperoleh manfaat dari
hubungan saling percaya. Setiap pihak merasa dimengerti dan dihargai,
sehingga apa yang diinginkan dapat tercapai. Pasien ingin segera mendapat
pertolongan dari dokter karena penyakitnya, segera ditangani dan lekas
sembuh. Sebaliknya dokter membutuhkan informasi yang jelas berkaitan
dengan gejala dan keluhan yang dihadapi oleh pasien, dan saat dilakukan
pemeriksaan pasien kooperatif. Kedua tujuan ini baik dari pasien maupun
dokter dapat tercapai apabila didasari keinginan yang kuat untuk terus
menjalin dan mempertahankan hubungan saling percaya.
Komunikasi efektif harus terus dipertahankan mulai awal kontak
dengan pasien, selama proses pengobatan/perawatan, sampai akhir dari
terapi atau pasien dinyatakan sembuh.

B. Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan / Keperawatan


Komunikasi dalam pelayanan keperawatan merupakan salah satu
komponen keterampilan utama yang harus dimiliki oleh seorang perawat,
selain keterampilan intelektuan dan teknikal. Menjadi seorang perawat dituntut
tidak hanya pandai dan menguasai semua permasalahan kesehatan yang
dialami pasien, terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar ketika
pasien sakit. Perawat dituntut juga harus terampil dalam melaksanakan
tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan berperilaku adaptif dalam
membangung hubungan interpersonal saat melakukan asuhan keperawatan.
Keterampilan interpersonal ini menjadi ciri khas utama yang dapat
membedakan antara perawat satu dengan lainnya. Hal ini penting diperhatikan
karena pasien yang dirawat bukanlah robot, tetapi manusia yang memiliki
perasaan dan harga diri. Beberapa karakter interpersonal yang baik antara
lain, ketika bertemu pasien perawat harus selalu senyum, salam, dan sapa.
Ketika akan melakukan tindakan perawatan, lakukanlah komunikasi verbal
meskipun hanya sekedar menanyakan kondisi terkini pasien. ketika telah
selesai melakukan tindakan, berpamitanlah kepada pasien, jika mungkin
sertakan doa kesembuhan untuk pasien. Dengan demikian maka pasien akan
sangat terkesan dan senang dengan asuhan yang berikan oleh perawat
berkarakter ini.
Keterampilan interpersonal juga merupakan skill utama yang harus
dikuasai perawat, diataranya berupa komunikasi verbal, non verbal, bekerja
dengan kertas dan hitung-hitungan, dengan angka, penggunaan teknolgi,
keterampilan yang dapat diaplikasikan pada berbagai kondisi, kepribadian
dan beberapa keterampilan tambahan seperti menjahit, memasak,
mengendarai kendaraan dan sebagainya.
C. Tehnik Komunikasi Efektif
Agar komunikasi dapat berjalan lancar, maka tenaga kesehatan harus
paham tentang tehnik komunikasi efektif. Bagaimana menciptakan hubungan
saling percaya? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas
kesehatan sebelum komunikasi berlangsung yaitu:
1. Ciptakan Lingkungan yang Kondusif
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan pada
saat berkomunikasi dengan pasien adalah menciptakan lingkungan yang
membuat nyaman pasien untuk menjalin suatu hubungan profesional.
Sebagai contoh ruangan dokter praktek, apabila ruangan tersebut
didominasi warna putih yang monoton, maka akan menimbulkan image
tersendiri bagi pasien yaitu formal dan jagalah kebersihan, sehingga
pasien sudah terbelenggu oleh warna yang menghakiminya, bahwa dia
harus sopan karena berhadapan dengan orang yang ahli di bidang
kesehatan, serta hati - hati agar jangan mengotori ruangan ini.
Alangkah indahnya jika kesan formal tersebut sedikit dirubah menjadi
lebih welcome atau dinamis, menggunakan permainan warna yang lembut,
serta dekorasi yang indah, dengan tetap mengedepankan konsep bersih.
Pasien akan merasa lebih nyaman berada di lingkungan yang hangat,
sehingga akan lebih dapat membuka diri untuk mengungkapkan
permasalahan yang dihadapinya. Efek ruangan yang dinamis dan
welcome tersebut juga dengan sendirinya akan mempengaruhi psikologis
dokter, sehingga tidak terlalu memposisikan diri sebagai orang yang ahli
di bidang kesehatan. Demikian juga dengan tenaga kesehatan lain,
perawat atau bidan harus memperhatikan ruangan perawatan apakah
nyaman bagi pasien. Pasien tidak akan dapat berkomunikasi dengan
baik jika ruangan gaduh, kotor, atau privacy-nya tidak terjamin.
Bagaimana pasien bisa terbuka menceritakan tentang masalah-masalah
yang dihadapi, apabila orang lain bisa mendengarkan pembicaraannya.
Hal tersebut sering dijumpai pada pasien yang harus menjalani
perawatan di bangsal dengan kapasitas tempat tidur yang banyak.
Perawat, bidan, atau fisioterapis, harus pintar membaca kebutuhan
pasien akan lingkungan yang dikehendaki, dan dapat meminimalkan
faktor lingkungan yang menghambat proses komunikasi efektif. Sebagai
contoh apabila pasien bisa berjalan atau mobilisasi, maka perawat atau
bidan bisa mengajak pasien berbicara di ruang perawat, taman, atau
ruangan lain yang bisa dimanfaatkan. Sebaliknya jika pasien harus bedrest
atau tinggal di tempat tidur, padahal saat itu dia membutuhkan ruangan
yang privacy maka perawat bisa membatasi tempat tidur antar pasien
dengan skat atau pembatas.

2. Hargai penampilan dan harga diri pasien


Bagaimanapun buruknya penampilan seorang pasien, petugas kesehatan
baik dokter atau perawat, sama sekali tidak diperkenankan untuk
mengaggap bahwa kepribadian pasien juga buruk. Penampilan-
penampilan tersebut hendaknya tidak menghalangi petugas kesehatan
untuk mengangkat harga diri pasien, dan memberikan pelayanan
kesehatan sebaik mungkin. Terkadang dijumpai pasien dengan kondisi
yang kotor dan bau, akibat kondisi/penyakitnya. Dokter atau perawat
tidak boleh menunjukkan rekasi baik verbal maupun nonverbal yang
dapat menyebabkan pasien malu atau menyinggung harga diri pasien.
Harga diri pasien harus kita jaga dan lindungi. Petugas kesehatan
hendaknya tidak sekali-kali merendahkan harga diri pasien, meskipun tidak
di depan umum. Apabila pasien merasa dipermalukan dan harga dirinya
jatuh, maka dipastikan pasien tidak akan mau menjalin hubungan
dengan dokter atau perawat, sehingga komunikasi efektif tidak akan
berlangsung, bahkan pasien bisa mengakhiri suatu hubungan. Agar
harga diri pasien tetap terjaga, petugas kesehatan harus siap menerima
kondisi pasien apa adanya, dan terus membina hubungan yang baik
dan harmonis, siap membatu mengatasi permasalah kesehatan yang
dihadapi oleh pasien, dengan penuh perhatian dan penghargaan.

3. Posisi Petugas Kesehatan (dokter/perawat/nakes lain) Dengan Pasien


Posisi seseorang dalam berkomunikasi, akan mempengaruhi proses
interaksi selanjutnya. Pasien akan merasa tidak nyaman apabila posisi
antara dokter dan pasien tidak sejajar, sebagai contoh pada saat
komunikasi berlangsung pasien dalam posisi duduk, sedangkan dokter
berdiri. Situasi ini sangat tidak menyenangkan, pasien akan merasa berada
di posisi yang lebih rendah, atau akan timbul perasaan digurui atau
dihakimi. Sedangkan dokter akan merasa superior atau keberadaannya
lebih tinggi dari pasien. Keberadaan psikologis antara kedua belah pihak
sangat berbeda, dan sifat hubungan ini antara “aku dan dia”. Demikian
juga sebaliknya, apabila petugas kesehatan (dokter/perawat) duduk,
sedangkan pasien berdiri, maka pasien akan merasa tidak nyaman,
apakah kehadirannya tidak dikehendaki, sehingga pasien akan membatasi
komunikasi atau tidak berani terbuka. Agar komunikasi dapat efektif, maka
dalam berkomunikasi usahakan posisi petugas kesehatan (dokter / perawat)
dengan pasien sejajar, saling berhadapan, dengan jarak personal (1,5 – 4
meter). Apabila kedua belah pihak dalam posisi yang sama, maka sifat
hubungan menjadi “kami / kita,” tidak ada pihak yang lebih rendah atau
tinggi.

4. Menyamakan Tujuan Perlunya Komunikasi Berlangsung


Sebelum komunikasi berlangsung, dokter dan pasien harus sama-sama
meyakinkan diri, bahwa mereka menghendaki komunikasi tersebut harus
berlangsung, sehingga mereka merasa perlu untuk menjalin suatu
hubungan. Apabila salah satu dari kedua belah pihak tidak menghendaki,
maka komunikasi efektif tidak akan tercapai. Masing-masing pribadi
mempersiapkan diri untuk memulai suatu hubungan yang baik, dengan
tetap menghargai keunikan masing-masing. Seorang dokter akan
merasa perlu menjalin hubungan baik dengan pasien, dengan harapan
dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyakit pasien
selengkap mungkin, timbulnya kepercayaan pasien terhadap dokter,
pasien kooperatif dalam semua tindakan yang dilaksanakan, serta mau
menjalankan saran-saran yang diberikan oleh dokter untuk mengatasi
permasalahan kesehatannya.

Pelayanan kesehatan merupakan industri jasa, oleh karena itu dokter


maupun petugas kesehatan lain, harus mengetahui dasar-dasar pelayanan
terhadap pelanggan atau pasien, hal tersebut bertujuan untuk menghindari
kesalahan atau hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pemberian
pelayanan kesehatan. Menurut Endar Sugiarto, ada 8 (delapan) teknik
keterampilan dasar yang dapat diterapkan pada semua situasi pelayanan.
Dan kedelapan teknik ketrampilan dasar tersebut dapat diaplikasikan dalam
pelayanan kesehatan, guna menciptakan komunikasi efektif atara dokter
dengan pasien. Teknik komunikasi efetif tersebut adalah:
1. Pusatkan perhatian pada pasien
Semua pasien ingin mendapat pelayanan yang terbaik bagi dirinya,
pasien ingin mendapat perhatian penuh dari dokter atau perawat yang
menanganinya. Oleh karena itu dokter atau perawat pada saat
memberikan pelayanan kesehatan pada pasien hendaknya tidak memecah
perhatiannya pada orang atau obyek lain. Pasien akan marah jika merasa
diabaikan atau dilayani separuh hati. Dengan memberikan perhatian penuh
kepada pasien, berarti dokter / perawat telah memberikan pelayanan yang
sopan, bermartabat, dan menyenangkan.

2. Berikan pelayanan kesehatan yang efisien


Memberikan pelayanan yang efisien adalah menggunakan waktu
sewajarnya untuk memenuhi harapan dan keinginan pasien. Fokus dari
prinsip ini adalah petugas kesehatan baik dokter maupun perawat harus
bisa membaca apa kebutuhan pasien. Beberapa pasien membutuhkan
waktu pelayanan kesehatan yang lebih lama, apabila pasien ingin
mencurahkan perasaannya, berkaitan dengan respon psikologis akibat
penyakitnya. Pasien yang mengalami kecemasan, depresi, atau gangguan
jiwa, sangat sulit untuk memulai suatu komunikasi, dengan sendirinya waktu
yang dibutuhkan lebih banyak, dibandingkan dengan pasien yang tidak
mengalami gangguan psikologis. Kalau petugas kesehatan terburu-buru
dalam melayani pasien, dengan sendirinya pasien tidak berani untuk
menyampaikan semua keluhannya. Dan sebaliknya petugas kesehatan
tidak memperoleh informasi atau data yang lengkap tentang penyakit
pasien. Apabila petugas kesehatan melakukan tindakan medis secara
terburu-buru, maka dikhawatirkan akan terjadi kelalaian pada pasien.
Tetapi jika petugas kesehatan terlalu lama melayani pasien, juga akan
menimbulkan kesan negatif, yaitu terlalu lambat dalam memberikan
pelayanan, membosankan, dan tidak profesional atau terampil.
3. Naikkan harga diri pasien
Harga diri adalah segala-galanya bagi pasien. Dalam kondisi
apapun pasien akan berusaha untuk tetap mempertahankan harga dirinya.
Baginya tidak masalah mengeluarkan uang banyak, asal harga dirinya
tetap terjaga. Sering dijumpai keluhan pasien akan pelayan tenaga
kesehatan baik dokter atau perawat yang tidak menyenangkan, bahkan
menyinggung harga diri, sehingga pasien marah dan memutuskan untuk
pindah ke rumah sakit yang lebih mahal, bahkan bila perlu berobat ke luar
negeri.
Pada suatu sore ada pasien baru anak-anak, dirawat di ruang paviliun
salah satu rumah sakit, secara fisik pasien tersebut tampak tidak rapi
dan seperti kalangan ekonomi lemah demikian juga dengan ibu dan
keluarga yang mengantar. Karena pasien masuk ruang paviliun otomatis
dokter yang menangani adalah dokter senior. Pada saat dokter senior
datang, ibu pasien bertanya berapa hari anaknya harus di rawat di
rumah sakit. Dokter tersebut tidak langsung menjawab tetapi dia sibuk
membolak-balik status pasien yang ditulis oleh dokter
yuniornya.
Si ibu pasien tampak tidak puas, tetapi dia tidak tampak marah,
sehingga dia mengulang pertanyaannya, berapa lama anaknya harus
diopname di rumah sakit, karena dia harus mengatur jadwal kerjanya.
Entah karena capai atau ada masalah, si dokter ini menjawab “saya
tidak tahu, tetapi kalau ibu tidak niat anaknya dirawat di ruang paviliun
rumah sakit ini, kenapa ibu bawa kesini? Kalau niat berobat
ya..serahkan semua kepada dokter, kalau anak sakit jangan mikir
pekerjaan, tetapi utamakan dulu anaknya.” Si ibu ini diam, tetapi tidak
selang lama, wajah ibu tersebut mulai memerah, si ibu tampak marah, lalu
muncul ucapan yang tidak mengenakkan “ Saya..minta ganti dokter!...,
dokter saya datangkan ke sini, karena saya bayar....kalau saya tidak
niat merawat anak saya, tidak mungkin saya bawa ke rumah sakit ini,
dan saya memilih ruang paviliun.” Dokter senior tersebut juga tidak
terima, dengan sikap acuh dia tinggalkan ibu yang marah tersebut. Si ibu
lebih marah lagi dan dia langsung memutuskan untuk pindah ke rumah sakit
lain.
Ibu tersebut merasa tersinggung dengan pernyataan dokter tersebut,
yang seolah-olah menganggap dia tidak mampu membayar biaya perawatan
di ruang paviliun. Dan kenapa ibu tersebut memutuskan pindah rumah
sakit, karena dia merasa tidak bisa menjalin hubungan dengan dokter
yang dianggap arogan, dengan alasan bagaimana dia harus berhadapan
dengan dokter tersebut setiap harinya, pada saat anaknya menjalani
perawatan. Permasalahan ini menjadi rumit, karena ibu tersebut merasa
sakit hati dan harga dirinya dilecehkan, mungkin menurut sang dokter kata-
katanya tidak menyinggung, tetapi bagi si ibu kata-kata sang dokter
merupakan penghinaan. Mari kita analisis contoh permasalahan di atas.
Kalimat “tidak niat merawat anak di rumah sakit,” sangat menyinggung
harga diri pasien. Siapapun orangnya jika sudah datang ke rumah sakit,
berarti orang tersebut meminta perolongan, dan ada niat untuk mengatasi
masalah kesehatan yang di hadapi.
Kalimat “serahkan semua pada dokter,” ini juga sangat tidak
menyenangkan bagi pasien atau keluarga, kalimat ini menunjukkan bahwa
dokter mempunyai peran yang sangat besar atau dominan. Kalimat ini juga
merendahkan peran dari keluarga pasien, seolah- olah keluarga tidak
mempunyai kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
Kalimat ini juga sangat membahayakan posisi dokter itu sendiri, karena
jika ada kejadian yang fatal, maka keluarga dapat menuntut, karena
dokter mengambil semua tanggung jawab yang berkaitan dengan pasien
tersebut. Kalimat “kalau anak sakit, jangan mikir pekerjaan,” kalimat ini juga
sangat tidak etis, seolah-olah keluarga tidak memprioritaskan si pasien.
Keluarga mempunyai pertimbangan sendiri, karena mereka mempunyai
pekerjaan, anggota keluarga lain yang juga perlu mendapat perhatian,
atau urusan lain. Dengan sendirinya keluarga berusaha untuk mengatur
agar semua urusannya dapat tertangani tanpa harus menimbulkan
masalah baru.
Jasa pelayanan kesehatan juga menghadapi berbagai
permasalahan yang kompleks, khususnya penyakit-penyakit yang akan
berdampak kepada harga diri si pasien. Sebagai contoh, pasien yang
menderita penyakit kelamin akan malu datang ke tempat pelayanan
kesehatan, dan biasanya pada awal komunikasi pasien cenderung
tertutup atau bertele-tele saat menjelaskan riwayat penyakitnya. Demikian
juga dengan pasien / penderita kusta atau penyakit lepra, sebagian besar
dari mereka mengalami gangguan konsep diri, yaitu timbul perasaaan
malu dan rendah diri, terutama berkaitan dengan perubahan fisik atau
anatomi tubuh. Karena penyakit khusta dapat menimbulkan kecacatan. Pada
kondisi tersebut penderita sangat sensitif perasaannya, karena sebagian
besar masyarakat menganggap penyakit kelamin dan penyakit kusta adalah
penyakit yang memalukan, menjijikkan, dan masih banyak stigma negatif
lain tentang penyakit ini. Dokter atau perawat harus berusaha agar harga
diri pasien tidak jatuh, dan selalu menjaganya, terutama jika menghadapi
pasien-paien dengan masalah penyakit yang sensitif tersebut.

4. Bina hubungan baik dan harmonis dengan pasien


Seseorang akan terus melanjutkan interaksi dengan orang lain,
apabila merasa nyaman selama hubungan berlangsung, dan seseorang
akan segera mengakhiri suatu hubungan, apabila merasa dirinya
terancam, tidak nyaman atau dilecehkan. Membina hubungan yang
baik antara dokter / petugas kesehatan dengan pasien sangat
diperlukan, tanpa ini niscaya pasien tidak akan mau melanjutkan
pemeriksaan atau pengobatan berikutnya, apabila masing terus
melanjutkan hubungan hal tersebut terjadi karena keterpaksaan semata.
Dengan membina hubungan baik dengan pasien, dokter/tenaga
kesehatan setidaknya dapat mengerti apa yang diinginkan dan dibutuhkan
oleh pasien. Coba anda bayangkan bagaimana seseorang menjalani
saat-saat bersama dengan orang lain, padahal bubungan antara kedua
belah pihak sangat buruk. Bagaimana pasien akan tenang di rawat jika dia
merasa perawat tidak ramah terhadap dirinya, pasti pasien akan malas
untuk berbicara , curhat tentang penyakitnya, atau minta tolong pada
perawat tersebut. Apabila respon pasien demikian dengan sendirinya akan
menghambat proses perawatan, pasien tidak akan terbuka tetang riwayat
penyakti atau permasalahan yang dihadapi, dan perawat juga akan
kesulitan dalam melakukan asuhan keperawatan.
5. Berikan penjelasan dan informasi sebaik mungkin
Salah satu prinsip dasar dalam memberikan pelayanan jasa
adalah menjaga kepercayaan pelanggan. Di dalam pelayanan kesehatan,
kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan khususnya dokter dan
perawat, mempunyai peran penting untuk kegiatan tersebut.
Seseorang yang menderita sakit, tidak hanya fisiknya saja, tetapi
secara psikologis dan sosial juga sakit. Pasien akan menjadi lebih sensitif,
karena dihadapkan pada kondisi tidak nyaman, dan situasi lingkungan yang
baru. Dokter tidak akan bisa memeriksa pasien, apabila pasien tidak
percaya terhadap kredibilitas sang dokter, dengan sendirinya dokter juga
akan kesulitan dalam memberikan pengobatan. Demikian juga dengan
keperawatan, asuhan keperawatan akan sulit dilaksanakan, jika pasien
tidak kooperatif. Pasien akan kooperatif terhadap keperawatan, apabila
sudah ada trust atau hubungan saling percaya antara pasien dengan
perawat. Salah satu cara untuk menjaga kepercayaan pasien, adalah
memberikan penjelasan dan informasi sebaik mungkin, mengenai
penyakitnya, maupun tindakan yang akan diberikan. Dari pengamatan
sering terjadi miskomunikasi. Timbul perasaan curiga karena
ketidaktahuan, akibat minimnya informasi yang diterima oleh pasien. Karena
itu, penjelasan dan informasi yang diberikan kepada pasien/keluarga tidak
boleh dilebihkan atau dikiurangi.
Hal tersebut penting untuk meyakinkan, dan menjaga
kepercayaan pasien. Pelayanan kesehatan juga memiliki tingkat resiko
yang cukup besar bagi pasien, apabila salah dalam memberikan
informasi. Sebagai contoh, apabila dokter salah memberikan informasi
tentang obat yang harus di minum, entah itu dosis, cara dan waktu
minum obat, maka akan bisa berakibat fatal bagi pasien. Pernah ada
kejadian di salah satu rumah sakit, seorang pasien dengan infark
miokart akut (IMA), kurang lengkap diberikan informasi secara rinci dan jelas
oleh petugas kesehatan baik dokter atau perawat, bahwa pasien harus
bedtres atau tinggal di tempat tidur selama kondisi serangan. Saat itu
pasien ingin buang air besar (BAB), karena tidak terbiasa BAB dengan
menggunakan pispot di atas tempat tidur, maka pasien mencoba turun dan
BAB di kamar mandi. Akibatnya cukup fatal, pasien terjatuh dan kondisi
pasien semakin buruk. Salah satu kontra indikasi pasien dengan
serangan IMA adalah melakukan aktifitas fisik dan mengejan, karena
kegiatan ini dapat memacu kerja jantung. Oleh karena itu memberikan
informasi sejelas mungkin kepada pasien, sangat diperlukan, agar pasien
dapat mengerti tentang tindakan apa yang harus dilakukan agar mendukung
proses kesembuhannya, dan tidak berakibat fatal bagi dirinya.

6. Ketahuilah apa yang diinginkan pasien


Memang sulit sekali mengetahui apa yang diinginkan orang lain,
tetapi tenaga kesehatan harus belajar dan terus mengasah ketrampilan
perasaan atau insting, untuk menerka dan mengantisipasi kebutuhan
pasien. Tenaga kesehatan harus “care” dan “peka” terhadap keinginan
pasien, hal tersebut penting agar pasien merasa diperhatikan. Alangkah
sedihnya pasien apabila dia membutuhkan pertolongan, tetapi petugas
kesehatan tidak peduli.
Apabila tenaga kesehatan masih mengerti pasiennya dalam keadaan
sedih, hal tersebut sangat bagus. Berarti petugas kesepatan masih peka
terhadap respon psikologis pasien.Tenaga kesehatan akan dianggap
tidak punya hati nurani, apabila mereka tidak tahu pasien dalam kondisi
sedih atau tidak. Mengetahui apa yang diinginkan oleh pasien, dan melatih
kepekaan untuk memahami perasaan pasien, sangat diperlukan untuk
kelangsungan hubungan komunikasi efektif. Untuk mengetahui apa yang
diinginkan oleh pasien, petugas kesehatan dapat melihat respon pasien
baik secara verbal maupun non verbal. Sebagai contoh, pasien yang hilir
mudik di ruang tunggu dokter, menunjukkan dirinya sedang cemas atau
gelisah. Pasien yang sering menatap keluar jendela ruang perawatan,
menunjukkan ada sesuatu yang sedang dipikirkan atau kegalauan. Pasien
yang sering marah-marah, menunjukkan adanya ketakutan di dalam
dirinya.

7. Jelaskan pelayanan atau tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien.
Tindakan medis di pelayanan kesehatan banyak mengandung resiko,
baik secara fisik, psikologis, sosial, maupun ekonomi. Oleh karena itu
sebelum melakukan tindakan medis, petugas kesehatan khususnya
dokter atau perawat, harus menginformasikan secara jelas tentang
penyakit yang diderita, atau tindakan yang akan dilakukan, alasan atau
keuntungan tindakan tersebut perlu untuk dilakukan, akibat atau kerugian
yang kemungkinan timbul dari tindakan tersebut baik secara fisik,
psikologis,sosial maupun ekonomi, serta alternatif lain yang
memungkinkan untuk mengatasi penyakitnya. Setelah pasien mendapat
informasi secara jelas, pasien perlu menandatangani informet consent.
Informet consent bisa berupa persetujuan atau penolakan pasien /
keluarga terhadap tindakan yang akan dilakukan setelah yang
bersangkutan memperoleh informasi secara jelas.
Tindakan ini perlu dilakukan untuk menghindari salah pengertian,
dan meminimalkan kekecewaan di belakang hari. Di samping itu dengan
memberikan penjelasan kepada pasien sebelum melakukan tindakan
medis, berarti tenaga kesehatan menghargai pasien, sebagi orang yang
mempunyai otonomi terhadap dirinya.

8. Apabila dokter atau perawat tidak mampu melayani alihkan pada tenaga
kesehatan lain yang lebih mampu.
Kemampuan seseorang sangat terbatas, demikian juga dengan
keahliannya. Terkadang dokter yang ahli di penyakit tertentu, perlu
meminta bantuan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi permasalahan
pasien, yang terkadang kompleks atau di luar kemampuannya. Tenaga
kesehatan harus berperilaku profesional, apabila tidak tahu atau tidak
mampu, maka lebih baik mengatakan tidak tahu. Dokter atau perawat
tidak boleh melakukan tindakan medis, apabila yang bersangkutan ragu-
ragu untuk melakukan tindakan tersebut. Tindakan medis tidak boleh
dilakukan dengan dasar coba-mencoba, tetapi harus didasari oleh keahlian
dan ketrampilan. Lebih baik dokter atau perawat merujuk pasien kepada
dokter atau perawat lain yang lebih ahli. Hal ini penting, agar pasien bisa
tertangani secara baik.

D. Prinsip-Prinsip Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang
kemungkinan timbul akibat hubungan antara dokter/tenaga kesehatan
dengan pasien. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada
umumnya akan menimbulkan rasa nyaman dan puas bagi kedua belah
pihak.

Prinsip – prinsip komunikasi efektif yang dapat dilakukan adalah:


1. Keterbukaan, artinya membuka diri bagi orang lain, bereaksi pada
orang lain secara spontan dengan didasari ketulusan. Prinsip
komunikasi efektif yang pertama adalah keterbukaan, pada awal
komunikasi yang pertama di lihat oleh pasien adalah, apakan dokter
atau tenaga kesehatan membuka diri untuk kehadiran pasien secara
tulus? Keterbukaan secara fisik dan psikologis sangat diperlukan untuk
memasuki hubungan lebih lanjut.

2. Respect atau peduli kepada orang lain, dengan memberikan rasa


hormat dan saling menghargai. Rasa peduli kepada orang lain, dengan
didasari rasa hormat dan saling menghargai merupakan kunci
berkomunikasi dengan oang lain. Pada prinsipnya semua manusia ingin
dihargai dan diakui keberadaannya. Demikian juga dengan pasien, Apabila
dokter atau perawat respect kepada pasien, dengan sendirinya pasien
akan merasa dihormati dan dihargai.

3. Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi atau


kondisi yang dihadapi oleh orang lain atau merasakan perasaan orang
lain. Perasaan empati sangat diperlukan dalam jasa pelayanan kesehatan,
bagaimana seorang dokter atau perawat dapat merasakan penderitaan
pasien tanpa harus hanyut dalam permasalahan pasien. Rasa mpati
dapat dikembangkan, apabila tenaga kesehatan baik dokter maupun
perawat memiliki ketrampilan mendengarkan, merasakan (feeling), dan
berbicara. Empati ini harus dipelajari dan dilatih secara terus menerus,
hal tersebut penting untuk melatih kepekaan terhadap permasalahan.

4. Care atau perhatian, adalah kemampuan untuk memberikan perhatian


pada orang lain. Seseorang akan merasa senang apabila dirinya
diperhatikan, dengan diperhatikan maka harga diri individu akan
meningkat. Pasien akan merasa seorang diri, disisihkan, dan
tersinggung, apabila tidak diperhatikan oleh petugas kesehatan. Secara
psikologis pasien sudah merasa asing dengan lingkungan baru rumah
sakit, kondisi ini akan diperparah apabila petugas kesehatan tidak care
terhadap kebutuhan pasien. Semua pasien akan merasa senang
apabila petugas kesehatan baik dokter maupun perawat, memberikan
perhatian denga tulus. Sapaan sederhana kepada pasien “bagaimana
perasaan anda hari ini?” merupaka bagian dari terapi yang mujarap
bagi pasien, pasien akan merasa diperhatikan.

5. Sikap positif (positiveness), dokter atau perawat diharapkan


menunjukkan sikap positif atau kebesaran jiwa, baik kepada pasien, diri
sendiri, dan lingkungan. Apapun yang dilakukan oleh pasien, dan
dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal, dokter atau perawat
harus tetap memberikan penilaian yang positif. Karakter atau kepribadian
pasien masing-masing berbeda, ada yang temperamen suka marah, ada
yang cuek atau acuh tak acuh, dan ada juga yang kooperatif atau
mudah diajak bekerjasama. Petugas kesehatan harus tetap profesional
apabila ada pasien yang berbicara keras/kasar, petugas kesehatan tidak
boleh membalasnya. Tetapi menerima kondisi pasien apa adanya,
mendengarkan dengan penuh perhatian, dengan tetap memegang
konsep, bahwa pasien adalah individu yang sedang sakit. Kondisi sakit
dapat didefinisikan situasi yang tidak seimbang baik fisik, psikologis,
sosial maupun spiritual.

6. Sikap mendukung (supportiveness), komunikasi akan efektif apabila


kedua belah pihak saling memberikan dukungan terhadap pesan yang
disampaikan. Dokter atau perawat akan memberikan dukungan kepada
pasien guna menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi,
sebaliknya pasien memberikan dukungan kepada dokter dengan
memberikan informasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara jelas,
dan kooperatif dalam setiap tindakan medis. Sikap saling mendukung
ini akan memberikan perasaan nyaman bagi kedua belah pihak, selama
proses hubungan berlangsung.

7. Rendah hati, apapun kondisi pasien tidak peduli apakah pasien kaya
atau miskin, berpendidikan atau tidak, pintar atau bodoh, semua itu harus
dilayani dengan rendah hati dan kasih sayang. Terkadang karena kondisi
penyakitnya, pasien akan mengalami kecemasan atau gangguan
psikologis. Mudah sekali marah, cerewet, minta perhatian, dan merasa
sudah membayar jasa pelayanan, sehingga pasien harus dilayani. Kalau
tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat tidak memahami kondisi
pasien, maka akan timbul ituasi yang tidak kondusif atau efektif lagi. Dokter
atau perawat bisa jengkel karena ulah dari si pasien, kondisi ini tidak
boleh terjadi, karena dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang
profesional. Oleh karena itu mengembangkan rasa rendah hati perlu terus
dilakukan oleh tenaga kesehatan, agar timbul rasa kasih sayang terhadap
pasien. Apapun keadaan pasien, saat ini dia sedang sakit, dan harus
ditolong.
Dengan melakukan komunikasi efektif antara petugas kesehatan
dengan pasien, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan/kepuasan kedua
belah pihak. Masalah-masalah yang bisa terjadi dalam proses pelayanan
kesehatan, dapat diminimalkan apabila petugas kesehatan mempunyai
ketrampilan komunikasi efektif. Opini yang mengatakan komunikasi tidak
penting dan menghambat pekerjaan perlu untuk diluruskan. Justru
dengan membangun komunikasi efektif dengan pasien, maka banyak
pekerjaan dokter atau perawat yang lebih diuntungkan. Dokter atau
perawat lebih mengetahui bagaimana kondisi dan keinginan pasien. Dan
pasien merasa percaya dan lebih nyaman ditangani oleh dokter dan
perawat, karena mereka yakin bahwa semua yang dilakukan demi
untuk kebaikan dan mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
Dokter atau perawat akan lebih efektif dan efisien dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien, karena pasien memberikan
dukungan penuh kepada petugas kesehatan untuk menjalankan tugas dan
kewajibannya.
E. Komunikasi Efektif SBAR
1. Pengertian komunikasi SBAR
Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assassement,
Recomendation) adalah metode komunikasi yang digunakan untuk
anggota tim medis kesehatan dalam melaporkan kondisi pasien3. SBAR
digunakan sebagai acuan dalam pelaporan kondisi pasien saat transfer
pasien. Teknik SBAR (Situation, Background, Assassement,
Recomendation)menyediakan kerangka kerja untuk komunikasi antara
anggota tim kesehatan tentang kondisi pasien. SBAR merupakan
mekanisme komunikasi yang mudah diingat, merupakan cara yang
mudah untuk berkomunikasi dengan anggota tim, mengembangkan
kerja anggota tim dan meningkatkan keselamatan pasien.

2. Tujuan Komunikasi Efektif S-BAR


Dengan berkomunikasi secara efektif dapat menjalin saling
pengertian dengan teman sejawat perawat atau perawat dengan dokter
karena komunikasi memiliki manfaat, antara lain adalah :

1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan


jelas sesuai dengan yang dimaksudkan.
2. Adanya saling kesefahaman dalam suatu permasalahan, sehingga
terhindar dari salah persepsi.
3. Memberikan sesuatu pesan kepada pihak tertentu, dengan maksud agar
pihak yang diberi informasi dapat memahaminya. 

3. Keuntungan Komunikasi Efektif S-BAR


1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif
2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat
paham akan kondisi pasien
3. Memperbaiki komunikasi = memperbaiki keamanan pasien

4. Pengaplikasian Komunikasi Metode S-BAR


Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan
oleh semua tenaga kesehatan, sehingga dokumentasi tidak terpecah sendiri-
sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan pasien terintegrasi
dengan baik. sehingga tenaga kesehatan lain dapat mengetahui
perkembangan pasien.
LAPORAN PENDAHULIAN 7
KAJIAN ANALISA SWOT

A. PENGERTIAN
Menurut Keller (2012), analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat)
adalah evaluasi keseluruhan dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman.

Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu


organisasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk
merancang strategi dan program kerja..
Menurut Robert W.Duncan (2007), menganalisa lingkungan internal dan
eksternal merupakan hal penting dalam proses perencanaan strategi. Faktor-
faktor lingkungan internal di dalam perusahaan biasanya dapat digolongkan
sebagai Strength (S) atau Weakness (W), dan lingkungan eksternal
perusahaan dapat diklasifikasikan sebagai Opportunities (O) atau Threat (T).
Analisis lingkungan strategi ini disebut sebagai analisis SWOT.

B. PENGAMATAN DAN ANALISIS LINGKUNGAN


Pengamatan dan analisis lingkungan ini terbagi atas dua bagian, yaitu bersifat
eksternal dan internal. Tujuan pengamatan lingkungan adalah untuk melihat
peluang pemasaran baru.

a. Analisis Lingkungan Internal


Analisis lingkungan internal ini terdiri dari:
1) Kekuatan (Strength)
Merupakan faktor-faktor yang telah dilakukan dan atau dimiliki oleh unit
bisnis dalam menjalankan usahanya. Merupakan kekuatan yang
dimiliki oleh perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
Pada poin kekuatan ini hal-hal dapat dianggap mewakili sebagian
atau seluruhnya melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
 Kemampuan apa yang dimiliki unit bisnis kita?
 Seperti apa advantage of proposition yang kita miliki?
 Resources seperti apa saja yang kita miliki (keuangan, personel,
aset-aset, dll.) serta seberapa jauh kemampuan resources
tersebut mampu mendukung pengembangan usaha kita?
 Kemampuan, pengetahuan, data, maupun pengalaman seperti
apa yang saat ini telah dimiliki dan mampu langsung
diimplementasikan dalam unit bisnis kita?
 Bagaimana kemampuan pengelolaan keuangan kita?
 Bagaimana kemampuan kita dalam pengaturan marketing mulai
dari pembentukan program, distribusi, dll.?
 Berada di mana kah lokasi unit usaha kita dijalankan?
 Sistem seperti apa yang akan atau telah dijalankan (IT,
communication, systems,dll.)?
 Apakah iklim budaya, kebiasaan, maupun sikap masyarakat
setempat dapat menunjang kelangsungan usaha?
 Bagaimana kita mengatur harga, nilai, dan kualitas yang terjaga?
 Apa yang menjadikan produk usaha kita ini memiliki UPS (unique
selling points)?
 Bagaimana manajemen yang akan atau sedang diterapkan saat
ini serta bagaimana pengukuran kesuksesannya?

2) Kelemahan (Weakness)
Merupakan faktor-faktor yang belum dilakukan dan atau tidak dimiliki
oleh unit bisnis dalam menjalankan usahanya. Masalah-masalah yang
dihadapi oleh perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain,
sehingga ini menjadi kelemahan bagi perusahaan Poin kelemahan ini
dapat diwakilkan melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
 Bagaimana disadvantages of proposition kita saat ini?
 Apakan manajemen kita menjadi kelemahan usaha yang sedang
berlangsung?
 Apakah pengaturan keuangan yang akan atau sedang berjalan
telah berlaku sebagaimana mestinya?
 Sejauh mana reputasi, hasil, dan nilai yang telah dicapai memberi
kontribusi yang kecil atau malah membuat keburukan bagi image
perusahaan?
 Apakah pencapaian target yang telah ditetapkan menjadi tidak
terkendali?
 Apakan proses dan sistem kita berjalan dengan baik?
 Apakah moral, komitmen, dan kepemimpinan saat ini membawa
kebaikan bagi kelangsungan usaha?
 Bagaimana kondisi cashflow dan start-up cash-drain kita saat ini?
 Bagaimana kondisi budaya, sikap, dan moral lingkungan usaha
kita saat ini?
 Apakah produk kita memiliki kekurangan nilai kompetitif?

b. Analisis Lingkungan Eksternal


Setiap unit bisnis sangat perlu memantau stakeholder-nya guna
mengetahui kekuatan lingkungan makro. Sering kali kekuatan yang
bersifat makro ekonomi ini berpengaruh
secara langsung terhadap unit bisnis, seperti halnya krisis ekonomi yang
melanda Indonesia tahun 1998. Krisis finansial mampu mengubah
keadaan negara secara menyeluruh. Tidak terhitung unit bisnis yang
mengalami kebangkrutan, namun ada juga unit bisnis yang ternyata
mampu survive dan berkembang dengan baik. Analisis lingkungan
eksternal ini terdiri dari:

1) Peluang ( Opportunity)
Merupakan suatu kesempatan dimana perusahaan dapat melakukan
operasi dalam menghadapi tantangan dan untuk menjadikan
kesempatan itu menjadi sebuah keuntungan atau kondisi lingkungan
eksternal yang mampu menstimulasi unit bisnis Berikut ini
merupakan daftar pertanyaan atas poin tantangan:
 Bagaimana pemetaan market share usaha kita saat ini?
 Berapa banyak pesaing usaha kita serta bagaimana karakter
mereka?
 Bagaimana perkembangan industri atau trend lifestyle yang akan
terjadi?
 Bagaimana perkembangan teknologi serta inovasi memberikan
tantangan bagi perusahaan?
 Apakah akan dapat terbentuk pasar baru?
 Bagaimana perkembangan produk kita agar tetap memiliki USP
atau kah membentuk USP yang baru?
 Setauh mana kita dapat menghimpun data dan penelitian yang
dapat menunjang pengembangan usaha kita?
 Sejauh mana kita dapat membanguna relasi secara partnership
dengan agensi atau distributor?
 Bagaimana iklim dan geografi lingkungan perusahaan
memberikan tantangan baru?

2) Ancaman (Threat )
Merupakan kondisi lingkungan yang mampu memberikan tekanan
terhadap unit bisnis. Suatu bahaya yang biasanya terjadi karena
perkembangan yang kurang menguntungkan, dimana akan
memberikan dampak seperti pengurangan laba dan penjualan jika
tidak dilakukan tindakan untuk bertahan
 Political effects?
 Legislative effects?
 Environmental effects?
 IT developments?
 Competitor intentions - various?
 Market demand?
 New technologies, services, ideas?
 Vital contracts and partners?
 Sustaining internal capabilities?
 Obstacles faced?
 Insurmountable weaknesses?
 Loss of key staff?
 Sustainable financial backing?
 Economy - home, abroad?
 Seasonality, weather effects?

C. Sumber Data
1. Data Internal
 Observasi Internal
 Wawancara “Orang Dalam”
 Statistik Internal
 Survei Data
 Kuesioner
2. Data Eksternal
 Observasi Lingkungan
 Wawancara “orang Luar”
 Statistik Independen
 Survei Independen
 Literatur
Menurut Kurtz (2012), SWOT analisis adalah suatu alat perencanaan strategik
yang penting untuk membantu perencana untuk membandingkan kekuatan dan
kelemahan internal organisasi dengan kesempatan dan ancaman dari external.
Menurut Kurtz (2012), step dari SWOT analisis dapat dilihat pada gambar 

Gambar  Step dari SWOT analisis menurut Kurt (2008)


D. STRATEGI SWOT
Para analisis SWOT memberikan informasi untuk membantu dalam hal
mencocokan perusahaan sumber daya dan kemampuan untuk menganalisa
kompetitif lingkungan di mana bidang perusahaan itu bergerak. Informasi
tersebut dibuat berdasarkan perumusan strategi dan seleksi yaitu:

1. Kekuatan/Strength
Sebuah kekuatan perusahaan adalah sumber daya dan kemampuan
yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan competitive
advantage.
2. Kelemahan / Weakness
Kelemahan adalah sesuatu yang menyebabkan satu Rumah Sakit
bersaing dengan Rumah Sakit lain.
3. Peluang / Opportunities
Analisis lingkungan eksternal dapat membuahkan peluang baru bagi
sebuah Rumah Sakit untuk meraih keuntungan dan pertumbuhan.
4. Ancaman / Threat
Perubahan dalam lingkungan eksternal juga dapat menghadirkan
ancaman bagi Rumah Sakit.

Sebuah Rumah sakit tidak selalu harus mengejar peluang yang


menguntungkan karena dengan mengembangkan competitive advantage, ada
kesempatan yang lebih baik untuk meraih kesuksesan dengan cara
mengidentifikasi sebuah kekuatan dan kesempatan mendatang. Dalam
beberapa kasus, perusahaan dapat mengatasi kelemahannya dengan cara
mempersiapkan diri untuk meraih kesempatan yang pasti. Untuk
mengembangkan strategi yang mempertimbangkan profil SWOT,SWOT
matriks (juga dikenal sebagai TOWS Matrix) ditunjukkan pada Gambar
Gambar SWOT / TOWS Matrix:

1. S-O strategi : mengejar peluang yang sesuai dengan kekuatan.


2. W-O strategi : mengatasi kelemahan untuk meraih peluang.
3. S-T Strategi : mengidentifikasi cara untuk Rumah Sakit dapat
menggunakan kekuatan untuk mengurangi ancaman luar.
4. W-T strategi : membuat rencana pencegahan ancaman luar karena
kelemahan dari Rumah Sakit

E. MANFAAT
Manfaat dari analisis SWOT adalah meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman organisasi sehingga mampu menganalisis apa yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam organisasi untuk
mendapatkan strategi yang tepat dengan menggunakan kekuatan dan peluang
yang ada untuk mengatasi segala ancaman dan mengurangi kelemahan yang
ada sehingga organisasi dapat bertahan dan mampu untuk berkembang.

F. TUJUAN
1) Memanfaatkan keuntungan dari kekuatan yang dimiliki dan kesempatan
yang ada
2) Meminimalisasi Kelemahan dan mengeliminasi ancaman
G. FUNGSI
Menurut Ferrel dan Harline (2005) fungsi dari analisis Swot adalah untuk
mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok
persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal
(peluang dan ancaman).

H. PENDEKATAN ANALISIS SWOT


Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu:
1) Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh
Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak
faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak
sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat
kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai
hasil titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

Matriks SWOT Kearns


EKSTERNAL
INTERNAL OPPORTUNITY THREATH

STRENGTH Comparative Advantage Mobilization

Damage
WEAKNESS Divestment/Investment
Control

Keterangan:

Sel A: Comparative Advantages

Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang


sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa
berkembang lebih cepat.
Sel B: Mobilization

Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus
dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan
organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan
kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.
Sel C: Divestment/Investment

Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang


dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang
kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat
dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk
menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas
peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau
memaksakan menggarap peluang itu (investasi).
Sel D: Damage Control

Sel ini merupaka kondisi yang paling lemahdari semua sel karena
merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman
dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa
bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil
adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak
menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

2) Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT


Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif
melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce
dan Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
a. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor setta
jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor
S-W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan
secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor
tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap
point faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat
menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah
dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling
rendah dan 10 berarti skor yang peling tinggi. Perhitungan bobot (b)
masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling
ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah
dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point
faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang
telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point
faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).
b. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d)
dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya
menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka
(e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y;
c. Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada
kuadran SWOT.
No, STRENGTH SKOR BOBOT TOTAL
1.
2. Dst
Total Kekuatan

No. WEAKNESS SKOR BOBOT TOTAL


1.
2.
Total Kelemahan
Selisish Total Kekuatan – Total Kelemahan = S – W = x

No, OPPORTUNITY SKOR BOBOT TOTAL


1.
2. Dst
Total Peluang

No. THREAT SKOR BOBOT TOTAL


1.
2. Dst
Total Tantangan
Selisih Total Peluang – Total Tantangan = O – T = y

KUADRAN SWOT O Opportunity

(-,+) (+,+)

Ubah Strategi progresif


Kuadran III Kuadran I

S
Weakness Kuadran IV Kuadran II Strength
(-,-) (+,-)

Strategi Bertahan DiversifikasiStrategi

T Threat
W

 Kuadran I (positif, positif)


Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi
dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk
terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih
kemajuan secara maksimal.

 Kuadran II (positif, negatif)


Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi
tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah
Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda
organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya
bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenya, organisasi disarankan
untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

 Kuadran III (negatif, positif)


Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi,
artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya.
Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap
peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
 Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis.
Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi
bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok.
Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
I. LANGKAH-LANGKAH ANALISA SWOT
Adapun langkah-langkah dalam menganalisa SWOT adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi kelemahan dan ancaman yang mendesak


2. Indentifikasi kekuatan dan peluang yang relevan
3. Masukkan kelemahan serta ancaman dan kekuatan serta peluang dalam pola
analisis
4. Perumusan strategi penanganan kelemahan dan ancaman
5. Skala prioritas penanganan
Penjelasan :

Langkah 1: Identifikasi kelemahan dan ancaman yang paling penting untuk


diatasi secara umum pada semua komponen 9(mendesak)

Langkah 2: Identifikasi kekuatan dan peluang yang diperkirakan cocok


untuk upaya mengatasi kelemahan dan ancaman yang telah
diidentifikasi lebih dahulu pada Langkah 1 (relevan).

Langkah 3: Masukkan butir-butir hasil identifikasi (Langkah 1 dan Langkah


2) ke dalam Pola Analisis SWOT. Langkah ini dapat dilakukan
secara keseluruhan, atau jika terlalu banyak, dapat dipilah
menjadi analisis SWOT untuk komponen masukan, proses, dan
keluaran.

Langkah 4: Rumuskan strategi atau strategi-strategi yang


direkomendasikan untuk menangani kelemahan dan ancaman,
termasuk pemecahan masalah, perbaikan, dan pengembangan
lebih lanjut.

Langkah 5: Tentukan prioritas penanganan kelemahan dan ancaman itu,


dan disusun suatu rencana tindakan untuk melaksanakan
program penanganan (kalau mungkin dalam bentuk Ganntchart).
LAPORAN PENDAHULUAN 8
MODEL ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengertian
Sistem Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) merupakan suatu
kerangka kerja yang mendefenisikan empat unsure, yakni standar, proses
keperawatan, pendidikan keperawatan dan sitem MAKP. Defenisi tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas
produksi/ jasa layananan perawatan.
Hoffart & Woods (1996) juga menyebutkan Sistem MAKP adalah sebagai suatu
sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang
pemberian asuhan tersebut.

B.      Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional


(MAKP)
Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model pemberian
asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah
Keperawatan Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan
berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama
dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis &
Huston, 1998; 143) yaitu:
1.     Sesuai dengan visi dan misi institusi
2.     Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
3.     Efisien dan efektif penggunaan biaya.
4.     Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.
5.     Kepuasan kinerja perawat.

C.      Faktor-Faktor yang Berhubungan Dalam Perubahan MAKP


1.       Kualitas Pelayanan Keperawatan
2.       Standar Praktik Keperawatan
3.       Model Praktik
4.       Manajerial Grid

D.      Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional ( MAKP)


Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4 metode
pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan,
yaitu:
1.   Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat
hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di
bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat
melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada
(Nursalam, 2002).

2.   Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus


Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini
umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari
filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi
pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).

3.   Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer


Menurut Gillies (1986) perawat yang menggunakan metode keperawatan primer
dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat
komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya
mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat
dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi
dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat
rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas ,
kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse)
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama
24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai
keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara
si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan
adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi keperawatan selama
pasien dirawat.

4.   Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim


Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan
asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat
yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat.
Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep
berikut:
a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik
kepemimpinan.
b) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin.
c) Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik
bila didukung oleh kepala ruang.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan
dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan
pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada
kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2002):

Kelebihan :
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b) Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
c) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan :
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-
waktu sibuk.

B.  MODEL KASUS


Model Kasus  merupakan model pemberian asuhan yang pertama
digunakan.  Sampai Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model
pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan.  Pada model ini
satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien
secara total dalam satu periode dinas.  Jumlah pasien yang dirawat oleh satu
perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan kompleksnya
masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
yang mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien.  Pada model
ini perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara
menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien
dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena
mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya.  Dengan model ini
menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas profesional dan
membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang
perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan
sebagainya.

C.  MODEL FUNGSIONAL


            Model Fungsional  dikembangakan setelah perang dunia kedua, dimana
jumlah pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah
sakit dari berbagai jenis program pendidikan keperawatan.  Agar pemanfaatan
yang bervariasi tenaga keperawatan tersebut dapat dimaksimalisari, maka
memunculkan ide untuk mengembangkan model fungsional dalam pelayanan
asuhan keperawatan.
            Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan.  Setiap perawat diberikan satu atau
beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu
ruangan.  Seorang perawat mungkin bertanggung jaawb dalam pemberian obat,
mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya.  Prioritas utama yang dikerjakan
adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang
menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga
dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena
pemberian asuhan yang terfragmentasi.  Komunikasi antara perawat sangat
terbatas, sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien
secara komprehensif, kecuali mungkin Kepala Ruangan.  Hal ini sering
menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang
diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-
hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya
dengan perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi. 
Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah pasien.  Perawat
terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau
mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang diberikan.
            Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas
setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas
yang dikerjakan kepada Kepala Ruangan.  Dan Kepala Ruangan lah yang
bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien.
            Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang
sehingga seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan
kepada semua petugas yang datang kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang
memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif.  Informasi yang
disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak
didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan
keperawatan.
            Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai
waktu untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam
memenuhi kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil
asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok.  Dan
orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga
pendekatan secara holistik sukar dicapai.
            Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila
jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan
keperawatan yang diberikan.

D.  MODEL TIM


Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional,  beberapa
pimpinan keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model
tersebt dalam pemberian asuhan keperawatan profesional.  Oleh karena adanya
berbagai jenis tenaga dalam keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang
adekuat, maka pada tahun 1950 dikembangkan Model Tim dalam pelayanan
asuhan keperawatan.
            Model Tim  merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan
dimana seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya
kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).
            Konsep model ini didasarkan kepada  falsafah bawah sekelompok tenaga
keperawatan bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif
sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada setiap pasien.
           Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi,  sehingga
setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam
mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang
bermutu.  Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan
yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa
kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi.
       Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung
dua konsep utama yang harus ada, yaitu:

1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat
profesional (Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk
bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien  dalam merencanakan
asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim,
melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.

2. Komunikasi yang efektif


Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan
asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasien secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. 
Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui
laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan,
pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan
dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

            Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang


merupakan bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. 
Dalam model ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat
setiap pasien.  Dengan cara ini Ketua Tim membantu semua anggota tim untuk
belajar apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi pasien.
            Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman
praktek melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan
membina anggotanya.  Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan
hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai
kegiatan yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama. 
Untuk mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui
prinsip dasar administrasi, supervisi, bimbingan dan tehnik mengajar agar dapat
dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim.  Ketua Tim juga harus
mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim


1.      Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan, yang
berperan sebagai menejer di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam:
 Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
 Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan.
 Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
 Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim
dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
 Menjadi nara sumber bagi ketua tim
 Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
 Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

2.      Tanggung Jawab Ketua Tim


 Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.
 Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.
 Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melaui pre atau post conference.
 Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang
diharapkan serta mendokumentasikannya.

3.      Tanggung Jawab Anggota Tim


– Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang
telah disusun.
– Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah
diberikan berdasarkan respon pasien.
– Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan.
– Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. 
Model tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam.  Apakah
terdapat 2 atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan
kualitas tenaga keperawatan.  Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga
keperawatan untuk 10-20 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas
(1984), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan
model asuhan kperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga
keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan
keperawatan.  Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada
kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan
secara menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam
sistem pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi
pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien.

E.   MODEL PRIMER


Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dn berbagai ilmu dalam bidang
kesehatan, serta meningkatknya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang bermutu tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan
keperawatan model tim masih mempunyai beberapa kekurangan, maka
berdasarkan studi,  para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian
asuhan keperawatan yang terbaru yaitu Model Primer (Primary Nursing).  Dan
perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai “Primary
Nurse”.
Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan.  Penugasan
yang diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak
pasien masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau
masalah keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan Primary Nurse. 
Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung jawab selama 24
jam selama pasien dirawat.  Primary Nurse akan melakukan pengkajian secara
komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan.  Selama bertugas ia akan
melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan
mengetahui bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse
tertentu.  Dia bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi
dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan
pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan
didelegasikan kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”.  Primary nurse
bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan
menginformasikan tentang keadaan pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan
staf keperawatan lainnya.  Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu persatu
pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan
yang diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk
melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan
sebagainya.  Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.  Primary Nurse
berperan sebagai advokat pasien  terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan
asuhan keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif
terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.  Kepuasan yang
dirasakan oleh Primary Nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang
tinggi terletak pada kemampuan supervisi.  Staf medis juga merasakan
kepuasannya dengan model primer ini, karena senantiasa informasi tentang kondisi
pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif, sedangkan pada model
Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat. Untuk pihak rumah
sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu
mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus
berkualitas tinggi.
Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati
karena memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan
asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar
berbagai disiplin ilmu.  Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk
sebagai primary nurse adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai
kualifikasi Master.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena:
1.      Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan.
2.      Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan
dengan 10-20 orang pada setiap tim.
3.      Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.
4.      Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.
5.      Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

F.  MODEL MODULAR


Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary
nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga
professional dan non professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga
profesional dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat
profesional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus,
sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke
rumah sakit.  Agar model ini efektif maka Kepala Ruangan secara seksama
menyusun tenaga profesional dan non profesionaln serta bertanggung jawab
supaya kedua tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian,
terutama kepemimpinan.  Dalam menerapkan model modular, 2-3 tenaga
keperawatan bisa bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk
mengelola 8-12 kasus.  Seperti pada model primer,  tugas tim keperawatan ini
harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-malam dan pada hari-hari libur,
namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat profesional.  Perawat
profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat non
profesional dalam memberikan asuhan keperawatan.  Konsekuensinya peran
perawat profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan
perawat primer.  Model modular merupakan gabungan dari model tim dan primary
model.

G.  MODEL MANAJEMEN KASUS


Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary
nursing.  Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas
berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.
Tujuan dari manajemen kasus adalah:
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan
sesuai dengan standar.
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin.
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
4. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
5. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
6. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan
Kerangka kerja dari model Manajemen Kasus adalah:
1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan
evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan pasien itu berasal dari
unit mana.
2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:
a. Case Management Plan (CMP).  Merupakan perencanaan bersama
dari masing-masing profesi kesehatan.
b. Critical Path Diagram (CPD).  Merupakan penjabaran dari CMP dan
ada target waktunya.
3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu
pada tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan.  Bentuk spesifik dari
manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik tatanan asuhan
keperawatan.
LAPORAN PENDAHULUAN 9
KAJIAN SITUASIONAL 5M

1. TEORI
Manajemen adalah suatu proses, yang terdiri dari kegiatan pengaturan,
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoorganisasian dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya untuk
mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Manajemen operasi merupakan kegiatan untuk mengelola secara
optimal pengolahan sumber daya dalam proses transformasi input menjadi
output.
Manajemen Operasional adalah usaha pengelolaan secara optimal
penggunan faktor produksi : tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan
mentah dan faktor produksi lainnya dalam proses tranformasi menjadi
berbagai produk barang dan jasa.

1.1 Man
Merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam
manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang
membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai
tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya
manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena
adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

1.2 Money
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya
hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan.
Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai
tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini
akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk
membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta
berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.

1.3 Material
Material atau bahan baku terdiri dari bahan setengah jadi (raw material)
dan bahan jadi. Merujuk pada bahan baku sebagai unsur utama untuk diolah
sampai menjadi produk akhir untuk diserahkan pada konsumen. Dalam dunia
usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam
bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah
satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi
tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.

1.4 Machine
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.

1.5 Market
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan
(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat
penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi
barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh
sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi
merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai
maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan
daya beli (kemampuan) konsumen.

LAPORAN PENDAHULUAN 10
MANAJEMEN KONFLIK, KOLABORASI DAN NEGOSIASI

Konflik
Pengertian Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibt dari
perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Konflik
merupakan ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau
kelompok-kelompok dalam organisasi yang terjadi karena menjalankan kegiatan
secara bersama-sama dan memiliki status, tujuan, nilai dan persepsi yang berbeda-
beda terhadap masalah yang ada. Konflik adalah suatu kondisi yang diakibatkan
oleh adanya perbedaan persepsi, nilai dan latar belakang individu atau kelompok
yang saling berinteraksi, dimulai dari dalam individu itu sendiri, antar individu,
kelompok dan organisasi.

Sumber Konflik
Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena: (1)
perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras,
pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat,
budaya, kebangsaan, keyakinan, dll, (2) perbedaan kepentingan dalam
hubungan antar manusia karena perbedaan budaya, posisi, peran, status, dan
tingkat hirarki.

Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang


melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut
juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu :
komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

a. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan
kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,
pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi
kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan,
dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan
bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konflik.

c. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.

Jenis-jenis Konflik
Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar
kelompok.

a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan
ini merupakan masalah internal untuk mengklasifikasinilai dan keinginan dari
konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari
kompetisi peran. Misalnya seorang manajer mungkin merasa konflik
intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas
terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.

b. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih, dimana nilai, tujuan,
dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara
konstan berinteraksi dengan orang lain sehinggaditemukan perbedaan-
perbedaan. Sebagai contoh seorang manajer sering mengalami konflik
dengan teman sesame manajer, atasan, dan bawahannya.

c. Konflik Intra kelompok


Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam kelompok melakukan kerja
berbeda dari tujuan, dengan contoh seorang perawat tidak
mendokumentasikan rencana tindakan perawatan pasien sehingga akan
mempengaruhi kinerja perawat lainnya dalam satu tim untuk mencapai tujuan
perawatan di ruangan tersebut.

d. Konflik Antar Kelompok


Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk
mencapai tujuan kelompoknya. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan
dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan),
keterbatasan prasarana.

Manajemen Konflik
a. Definisi Manajemen Konflik
Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku
atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah
penyelesaian yang konstruktif atau destruktif (Ross, 1993).

b. Gaya Penyelesaian Konflik


Terdapat 2 hal yang memegang peranan penting dalam keberhasilan
penyelesaian konflik, yaitu menentukan besarnya konflik dan gaya
penanganan konflik (Rahim, 2002). Yang dimaksud dengan besarnya konflik
terkait dengan jumlah individu yang terlibat, apakah konflik mengarah pada
intrapersonal, interpersonal, intra kelompok, atau antar kelompok. Kreitner dan
Kinicki (2005) mengungkapkan lima gayapenanganan konflik (Five Conflict
Handling Styles). Model ini ditujukan untuk menangani konflik disfungsional
dalam organisasi. Menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi
pada oranglain (concern for others) dan pemecahan masalah yang
berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel
ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu:
integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising.
1) Integrating (Problem Solving)
Proses integrasi berkaitan dengan mekanisme pemecahan masalah
(problem solving), seperti dalam menentukan diagnosis dan
intervensi yang tepat dalam suatu masalah. Dalam gaya ini pihak-
pihak yang berkepentingan secara bersama-sama
mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, bertukar informasi,
kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi
alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan
isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham
(misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan
masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan
utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam
penyelesaian masalah (Rahim, 2002). Langkah-langkah untuk
mencapai solusi ini antara lain adalah mulai dengan berdiskusi,
dengan waktu dan tempat yang kondusif, menghargai perbedaan
individu, bersikap empati dengan semua pihak, menggunakan
komunikasi asertif dengan mamaparkan isu dan fakta dengan
jelas, membedakan sudut pandang, meyakinkan bahwa tiap
individu dapat menyampaikan idenya masing-masing, membuat
kerangka isu utama berdasarkan prinsip yang umum, menjadi
pendengar yang baik. Setuju terhadap solusi yang
menyeimbangkan kekuatan dan memuaskan semua pihak sehingga
dicapai “win-win solution”.

2) Obliging (Smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian
pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri.
Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena
berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada
persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat.
Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong
terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat
sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin
dipecahkan.

3) Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian
terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk
menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering
disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal
dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika
cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam
penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu
penting, dan harus mengambil keputusan dalam waktu yang cepat.
Namun, teknik ini tidak tepat untuk menangani masalah yang
menghendaki adanya partisipasi dari mereka yang terlibat dan juga
tidak tepat untuk konflik yang bersifat kompleks . Kekuatan utama
gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan konflik. Kelemahannya, sering menimbulkan
kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh
mereka yang terlibat.

4) Avoiding
Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang sederhana, atau jika biaya yang
harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada
keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk
menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”. Teknik ini
kurang tepat pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan
adanya tuntutan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah
secara tuntas (Rahim, 2002). Kekuatan dari strategi penghindaran
adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau
mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya,
penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak
menyelesaikan pokok masalah.

5) Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang
secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan
kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi
dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang
terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah
yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi
memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari kompromi
adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang
merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat
sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam
penyelesaian masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Hendel (2005), gaya ini merupakan gaya yang paling banyak
dipilih oleh perawat dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

Gambar 1. Gaya Penyelesaian Konflik

c. Proses Manajemen Konflik


Proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi,
dan evaluasi (feedback). Penentuan diagnosis merupakan dasar dari
keberhasilan suatu intervensi. Berikut adalah skema proses manajemen
konflik menurut Rahim (2002):
Gambar 2. Proses Manajemen Konflik (Rahim, 2002)

Dalam proses diagnosis yang perlu dilakukan adalah pengumpulan


data-data antara lain identifikasi batasan konflik, besarnya konflik,
sumber konflik, kemudian mengkaji sumber daya yang ada apakah
menjadi penghalang atau dapat dioptimalkan untuk membantu
penyelesaian konflik (Huber, 2010). Setelah proses identifikasi
(measurement), selanjutnya dilakukan proses analisis terhadap data-
data yang telah dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan
strategi resolusi konflik yang akan diambil disesuaikan berdasarkan
besarnya konflik dan gaya manajemen konflik yang akan dipakai
(integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising).

Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam


strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi,
mediasi, arbitrasi, litigasi, dan force. Intervensi ditentukan berdasarkan
dua hal, yaitu proses dan struktural. Proses yang dimaksud adalah
intervensi yang dilaksanakan harus mampu memperbaiki keadaan
dalam suatu organisasi, seperti misalnya intervensi mampu
memfasilitasi keterlibatan aktif dari individu yang berkonflik, dan juga
penggunaan gaya penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami
mungkin dengan tujuan meningkatkan proses belajar dan pemahaman
individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun
yang akan datang (Shetach, 2012). Proses ini juga diharapkan
dapat merubah pola kepemimpinan seseorang dan budaya dalam
menyelesaikan konflik. Dengan demikian organisasi atau individu
akan memperoleh keterampilan baru dalam penanganan konflik.
Selain itu, intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur
organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi,
hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Pendekatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk
menyelesaikan konflik berdasarkan berbagai sudut pandang individu
yang terlibat di dalamnya menuju ke arah konstruktif (Rahim, 2002).

Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya


proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah dilakukan secara
bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah
yang berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu
organisasi yang harus ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel,
2005). Setelah intervensi, dilaksanakan suatu evaluasi terhadap setiap
tindakan yang dilakukan, sekaligus hal ini sebagai feedback proses
diagnosing pada konflik yang sudah ada ataupun konflik yang baru.

d. Outcome Resolusi Konflik


Menurut Huber (2010) outcome conflict adalah hasil dari proses
manajemen konflik antara lain:

1) Win-lose
Salah satu pihak mendominasi dan pihak yang lain terabaikan.
Yang menduduki porsi lebih besar mendapatkan kemenangan dan
sebaliknya yang lebih sedikit mengalami kekalahan.

2) Lose-lose
Semua pihak yang bertentangan mengalami kerugian. Teknik
penyuapan, memperjualbelikan, menggunakan pihak ketiga untuk
mengancam dapat memuncullkan hasil resolusi ini.

3) Win-win
Resolusi ini dicapai saat semua pihak menyetujui dan mendapatkan
manfaat dari penyelesaian konflik
Kolaborasi
Definisi Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan
memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
kerja bidang respektif mereka. Praktik keperawatan kolaboratif menekankan
tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses
pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan
kemampuan praktisi (Siegler & Whitney, 2000).

Kolaborasi adalah suatu hubungan yang kolegial dengan pemberi perawatan


kesehatan lain dalam pemberian perawatan pasien. Praktik kolaboratif
membutuhkan atau dapat mencakup diskusi diagnosis pasien dan kerjasama
dalam penatalaksanaan dan pemberian perawatan (Blais, 2006).

Kolaborasi menurut Asosiasi Perawat Amerika (ANA, 1992), adalah hubungan


kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada klien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi diskusi tentang diagnosa, kerjasama dalam
asuhan kesehatan saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada kepercayaannya (Sumijatun, 2010).

Defenisi kolaborasi dapat disimpulkan yaitu hubungan kerja sama antara


perawat dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien yang
didasarkan pada pendidikan dan kemampuan praktisi yang memiliki tanggung
jawab dalam pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.

Manfaat Kolaborasi
Kolaborasi dilakukan dengan beberapa alasan sebagai manfaat dari
kolaborasi yaitu antara lain:
a. Sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien, dengan
tujuan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi klien.
b. Sebagai penyelesaian konflik untuk menemukan penyelesaian masalah atau
isu.
c. Memberikan model yang baik riset kesehatan.
Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi
yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan
balik, pengambilan keputusan, dan manajemen konflik (Blais, 2006).

a. Keterampilan Komunikasi Yang Efektif


Komunikasi sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi karena memfasilitasi
berbagai pengertian individu (Kemenkes, 2012). Chittiy, 2001 dalam Marquis
(2010) mendefenisikan komunikasi adalah sebagai pertukaran kompleks antara
pikiran, gagasan, atau informasi, pada dua level verbal dan nonverbal. Komunikasi
yang efektif adalah kemampuan dalam menyampaikan pesan dan informasi
dengan baik, menjadi pendengar yang baik dan keterampilan menggunakan
berbagai media. Thomas Leech, menyatakan bahwa untuk membangun
komunikasi yang efektif, harus menguasai empat keterampilan dasar dalam
komunikasi, yaitu: membaca, menulis, mendengar dan berbicara (Nurhasanah,
2010).

b. Saling Menghargai dan Rasa Percaya


Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau merasa
terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya terjadi saat
seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Saling menghargai maupun
rasa percaya menyiratkan suatu proses dan hasil yang dilakukan bersama.
Tanpa adanya saling menghargai maka kerja sama tidak akan terjadi. Yang
dimaksud dengan pentingnya menghargai satu sama lain yaitu:
1) Dapat mengurangi perbedaan status professional.
2) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
3) Meningkatkan pembagian informasi diantara profesi.
4) Menerima konstribusi profesi lain.
5) Sebagai advokasi evaluasi kritis kritis penampilan kerja diantara anggota tim.
6) Mempermudah pengambilan keputusan bersama.
7) Meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja.
i. Memberi dan Menerima Umpan Balik
Salah satu yang dihadapi para professional adalah memberi dan menerima
umpan balik pada saat yang tepat, relevan, dan membantu untuk dan dari satu
sama lain, dan klien mereka. Umpan balik yang positif dicirikan dengan gaya
komunikasi yang hangat, perhatian, dan penuh penghargaan.

ii. Pengambilan Keputusan


Proses pengambilan keputusan ditingkat tim mencakup pembagian tanggung
jawab untuk hasil. Jelasnya, untuk menciptakan suatu solusi, tim tersebut harus
mengikuti tiap langkah proses pengambilan keputusan yang dimulai dengan
defenisi masalah yang jelas.

iii. Manajemen Konflik


Konflik peran dapat terjadi, dalam situasi apapun di tempat individu
bekerjasama. Konflik peran muncul saat seseorang diharapkan melaksanakan
peran yang bertentangan atau tidak sesuai dengan harapan.

Proses Kolaboratif
Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat dengan dokter
menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA, 1998 dalam Siegler & Whitney (2000)
menjabarkan kolaborasi sebagai hubungan rekan yang sejati, dimana masing-
masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain dengan mengenal dan menerima
lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing dan adanya tujuan bersama.
Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator yaitu kontrol kekuasaan,
lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama.
a. Kontrol Kekuasaan
Kontrol kekuasaan dapat terbina apabila dokter dan perawat mendapat
kesempatan yang sama mendiskusikan pasien tertentu. Kemitraan
terbentuk apabila interaksi yang diawali sama banyaknya dengan yang
diterima dimana terdapat beberapa kategori antara lain: menanyakan
informasi, memberikan informasi, menanyakan dan memberi pendapat,
memberi pengarahan atau perintah, pengambilan keputusan, memberi
pendidikan, memberi dukungan/persetujuan, menyatakan tidak setuju,
orientasi dan humor.
b. Lingkungan Praktik
Menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang berbeda dengan
peraturan masingmasing tetapi tugas-tugas tertentu dibina yang sama.

c. Kepentingan Bersama
Kepentingan bersama merupakan tingkat ketegasan masing-masing
(usaha untuk memuaskan kepentingan sendiri) dan faktor kerjasama
(usaha untuk memuaskan pihak lain).

d. Tujuan Bersama
Tujuan bersama pada proses ini bersifat lebih terorientasi pada pasien
dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang berkaitan
dengan prognosis pasien.

Konsep Negosiasi
Pengertian
Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi,
negosiasi juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis dan
Huston, 1998). Negosiasi sering dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan
konflik dengan pendekatan kompromi. Selama negosiasi berlangsung, berbagai
pihak yang terlibat menyerah dan lebih menekankan untuk mengakomodasi
perbedaan-perbedaan antara keduanya.

Smeltzer (1991) dalam Nursalam (2012) mengidentifikasi dua tipe dasar


negosiasi, yakni kooperatif (setiap orang menang), dan kompetitif (hanya satu
orang yang menang). Satu hal yang penting dalam negosiasi adalah apakah ada
salah satu atau kedua pihak menghendaki adanya perubahan hubungan yang
berlangsung dengan meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua pihak
menghendaki adanya perbaikan hubungan, maka akan muncul tipe kooperatif.
Namun, jika hanya salah satu pihak yang menghendaki perbaikan hubungan, maka
yang muncul adalah tipe kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak yang
menang dan kalah, sebagai negosiator penting untuk memaksimalkan kemenangan
kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama, meminimalkan kekalahan dengan
membuat pihak yang kalah tetap dapat tujuan bersama, dan membuat kedua belah
pihak merasa puas terhadap hasil negosiasi.

Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum manajer setuju untuk
memulai proses negosiasi, yaitu: masalah harus dapat dinegosiasikan, negosiator
harus tertarik terhadap “take and give” selama proses negosiasi, dan mereka harus
saling percaya (Smeltzer, 1991 dalam Nursalam, 2012).

Langkah-langkah Sebelum Negoisasi


Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah
sebagai berikut. (Nursalam. 2015)
a. Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena
pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka
semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
b. Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah
melakukan kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama. Tujuan
tersebut sebagai masukan dari tingkat bawah.
c. Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi dan
efektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu juga
diperhatikan oleh manajer.
d. Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda
negosiasi alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.

Strategi Negosiasi
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan
kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan.
a. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
b. Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang
nampak.
c. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif
informasi yang disampaikan.
d. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan
bicara Anda. Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan
persetujuan.
e. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-
masalah pribadi pada saat negosiasi.
f. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
g. Jujur.
h. Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
i. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan
mintalah waktu untuk menjawabnya.
j. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi
berlangsung, istirahatlah sebentar.
k. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda
pahami.
l. Bersabarlah (Smeltzer, 1991).

Kunci Sukses dalam Melakukan Negosiasi


Adapun kunci sukses dalam melakukan negosiasi yang dikemukakan oleh
Nursalam (2015), yaitu :

a. Lakukan
1) Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda
mengetahui keinginan orang lain.
2) Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah,
bukan sebagai musuh. Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3) Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat
diterima, jika Anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan
menarik.
4) Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak.
Perhatikan gerakan tubuhnya.
5) Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6) Antisipasi penolakan.
7) Tahu apa yang dapat Anda berikan.
8) Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9) Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat terhadap
pendapat Anda.
10) Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11) Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.
12) Pergunakan gerakan tubuh, jika Anda menyetujui atau tidak terhadap
suatu pendapat.
13) Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar

b. Hindari
1) Sikap yang tidak baik, seperti sinis, kasar, dan menyepelekan.
2) Trik yang tidak baik, seperti manipulasi.
3) Distorsi.
4) Tergesa-gesa dalam proses negosiasi.
5) Tidak berurutan.
6) Membuat hanya satu pilihan.
7) Memaksakan kehendak
8) Berusaha menekankan pada satu pendapat.
LAPORAN PENDAHULUAN 11
Mutu Pelayanan Keperawatan

1. Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan


Mutu Pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang
dilakukan oleh profesi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dalam
mempertahankan keadaan dari segi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual
pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012).
Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan professional yang
mengacu pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu, (reability, tangibles,
assurance, responsiveness, dan empathy) (Bauk et al, 2013).

Mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan yang


menggambarkan produk dari pelayanan keperawatan itu sendiri yang meliputi
secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pada individu sakit maupun
yang sehat dan dilakukan sesuai standar keperawatan (Asmuji, 2012).
Berdasarkan pernyataan ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa
pelayanan keperawatan merupakan kegiatan atau upaya pelayanan yang dapat
dilakukan secara mandiri atau bersama-sama dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara holistik.

2. Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan


Menurut Nursamalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan
keperawatan terdapat 5 tahap yaitu:
a. Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria.
Dimaksudkan agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan terencana
berdasarkan standar kriteria masing-masing perawat.
b. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria.
Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam proses asuhan
keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
c. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam
memilih informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang
ketat dan berkesinambungan. Beberapa informasi juga
didapatkan dari pasien itu sendiri.
d. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data.
Perawat dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian
menganalisa satu- persatu.
e. Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Dihahap ini berfungsi
untuk meminimkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan
pada asuhan dan tidakan keperawatan.

Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara optimal


oleh perawat. Tujuan keperawatan menurut Gillies cit Asmuji (2012) menyebutkan:

a. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang


optimal. Dari hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan
meningkakan kerja perawat.
b. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus dikolaborasikan
dengan tim sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak
diperkenankan untuk melakukan tindakan secara persepsi tetapi secara
rasional berdasarkan hasil diskusi.
c. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif
sehingga akan lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian
keberhasilan tersebut.
d. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar
pencapaian target lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan
target dan tidak mengesampingkan kolaborasi dengan pasien.

3. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan


Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas
beberapa faktor yaitu:
a. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), biasanya
komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam yang
telah mendapatkan perawatan dari sebuah instansi. Yang nantinya akan
menyebarkan berita positif apabila mereka mendapatkan perlakuan yang baik
selama di rawat atau menyampaikan berita negatif tentang mutu pelayanan
keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
b. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien
bervariasi maka mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan
berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.

c. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung


menilai sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami. Didalam
mutu pelayanan keperawatan yang baik akan memberikan pengalaman yang
baik kepada setiap pasien, namun sebaliknya jika seseorang pernah
mengalami hal kurang baik terhadap mutu pelayanan keperawatan maka akan
melekat sampai dia mendapatkan perawatan kembali di suatu instansi.

d. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai pemberi


mutu pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi sehingga pasien
akan mempercayai penuh terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi
tersebut.

Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu


pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya:
a. Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah
tindakan keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan
kekuatan yang ada pada diri perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang baik
akan menghasilkan atau meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.

b. Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan


asuhan keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat, pasien
dan keluarga pasien.
c. Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih
memiliki pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan
pasien dengan cermat dan baik.
d. Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang paling dekat
dengan pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui keluhan
pasien dengan mendetail dan melakukan pendokumentasian teliti setelah
melakukan asuhan.
e. Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu
melakukan penilaian dan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas utama
pasien.
f. Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus
melakukan evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik,
dan perawat mampu melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan.

4. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan


Setiap instansi kesehatan akan lebih mengedepankan mutu pelayanan
dibandingkan dengan hal lainnya. Mutu pelayanan itu sendiri dapat terwujud
apabila didalam setiap instasi memiliki peranan dan tugas sesuai dengan profesi.
Setiap profesi kesehatan juga harus mengedepankan mutu dengan memberikan
pelayanan yang optimal kepada semua pasien.
Suatu pelayanan keperawatan dapat dikatakan baik apabila dalam
pemenuhan kebutuhan pasien berjalan dengan sesuai. Dari pelayanan yang baik
tersebut maka akan menimbulkan budaya penanganan yang baik kepada semua
pasien. Dan akan tercapainya tingkat kepuasan pasien pada standar yang
setinggi-tingginya.
Mutu pelayanan keperawatan sebagai alat ukur dari kualitas pelayanan
kesehatan dan mejadi salah satu faktor penentu citra instansi pelayanan
kesehatan di masyarakat. Di karenakan keperawatan merupakan salah satu
profesi dengan jumlah terbanyak dan yang paling dekat dengan pasien. Mutu
pelayanan keperawatannya sendiri dilihat dari kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang diberikan puas atau tidak puas (Nursalam, 2011).

Menurut Nursalam (2013) suatu pelayanan keperawatan harus memiliki mutu


yang baik dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah:
a. Caring adalah sikap perduli yang ditunjukkan oleh perawat kepada pasiennya.
Perawat akan senantiasa memberikan asuhan dengan sikap yang siap tanggap
dan perawat mudah dihubungi pada saat pasien membutuhkan perawatan.

b. Kolaborasi adalah tindakan kerja sama antara perawat dengan anggota medis
lain, pasien, keluarga pasien, dan tim sejawat keperawatan dalam
menyelesaikan prioritas perencanaan pasien. Disini perawat juga bertanggung
jawab penuh dalam kesembuhan dan memotivasi pasien.

c. Kecepatan, suatu sikap perawat yang cepat dan tepat dalam memberikan
asuhan keperawatan. Dimana perawat menunjukkan sikap yang tidak acuh tak
acuh, tetapi akan memberikan sikap baik kepada pasien.

d. Empati adalah sikap yang harus ada pada semua perawat. Perawat akan selalu
memperhatikan dan mendengarkan keluh kesah yang dialami pasien. Tetapi
perawat tidak bersikap simpati, sehingga perawat dapat membimbing
kepercayaan pasien.

e. Courtesy adalah sopan santun yang ada pada diri perawat sendiri.
Perawat tidak akan cenderung membela satu pihak, tetapi perawat akan
bersikap netral kepada siapapun pasien mereka. Perawat juga akan
menghargai pendapat pasien, keluarga pasien, dan tim medis lain dalam hal
kebaikan dan kemajuan pasien.

f. Sincerity adalah kejujuran dalam diri perawat. Jujur juga merupkan salah satu
kunci keberhasilan perawat dalam hal perawatan kepada pasien. Perawat akan
bertanggung jawab atas kesembuhan dan keluhan yang dialami pasien.

g. Komunikasi teraupetik merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk
dilakukan perawat dalam memberikan asuhan. Karena komunikasi teraupetik
sendiri merupakan cara efektif agar pasien merasa nyaman dan lebih terbuka
dengan perawat.

Mutu pelayanan keperawatan yang baik merupakan ujung tombak pelayanan di


rumah sakit. Agar terwujudnya pelayanan keperawatan yang berkualitas perawat
professional harus memiliki kemampuan intelektual yang cukup, teknikal dan
interpersonal, melaksanakan asuhan berdasarkan standar praktik dan berdasarkan
etik legal (Syahrudin et al, 2014).
Berdasarkan pendapat ketiga teori diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu
pelayanan keperawatan dikatakan baik harus memiliki beberapa prisip tertentu.
Prinsip tersebut dapat meliputi caring, kecepatan, kolaborasi, empati, courtesy,
dan sincerity. Dalam melakukan pelayanan perawat juga harus memiliki standar
kompetensi yang baik dan berdasarkan etik legal keperawatan.

B. Kepuasan
1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan tetapi meliputi juga pada nilai objektifnya dan dilandasi pada
pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikologi, dan pengaruh lingkungan
(Sabarguna dan Rubaya, 2011). Pengguna jasa pelayanan keperawatan akan
memberikan suatu penilaian terhadap produk atau jasa pelayanan yang
diterimanya dan bertindak atas dasar kepuasaannya. Apakah pasien puas
atau tidak, tergantung kepada penampilan jasa pelayanan yang ditawarkan
dalam hubungannya dan harapannya (Wijono, 2008). Kepuasan pelayanan
keperawatan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap mutu, kinerja hasil
(luaran klinis), dengan manfaat yang diperoleh dari produk atau pelayanan
yang diterima. Dengan demikian, kepuasan terjadi karena penilaian terhadap
manfaat serta kenikmatan yang diperoleh lebih dari apa yang dibutuhkan atau
diharapkan (Koentjoro, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien dapat terwujud dari
pelayanan kesehatan keperawatan yang baik. Kualitas atau mutu pelayanan
dapat dinilai secara tindakan ataupun sikap anggota tim medis dalam
memberikan asuhan kepada semua pasien. pasien akan mengganggap suatu
instasi itu baik jika mereka merasakan kepuasan dari hal rohani dan badani.
Kepuasan pasien yang lainnya juga didapatkan dari perbincangan antar
pasien yang menyebarluaskan tentang pelayanan keperawatan disuatu instasi
yang baik dan memuaskan. Maka akan menimbulakan pandangan positif
masyarakat kepada instansi dan tim medis tersebut.
2. Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Sabarguna (2004) terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi
kepuasan pasien diantaranya:
a. Aspek kenyamanan, dimana pasien merasakan kenyamanan dari berbagai
fasilitas yang ada di sebuah Rumah Sakit tertentu dari lokasi yang mudah
dijangkau, kenyamanan ruangan, kebersihan lingkungan Rumah Sakit, dan
Peralatan yang tersedia.
b. Aspek hubungan pasien dengan perawat, meliputi sikap petugas kesehatan
yang berjaga terutama perawat, informasi yang diberikan oleh pasien jelas,
tim medis juga bersikap cekatan dalam menangani keluhan pasien.
c. Aspek kompetensi teknis perawat, meliputi keberhasilan perawat dan tim
medis lainnya dalam memberikan asuhan kepada pasien dan berpengalaman.
d. Aspek biaya, meliputi terjangkaunya biaya administrasi Rumah Sakit yang
diberikan, dan adanya keringanan dari pihak instansi kepada pasien untuk
mempermudah pembiayaan.

Versi Griffith Zahrotul (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi


kepuasan pasien meliputi 5 faktor yaitu:
a. Sikap dan pendekatan perawat dengan pasien yaitu dimana perawat yang
berada di suatu instansi Rumah Sakit tertentu di tuntut untuk bersikap ramah
kepada pasien, sehingga mempengaruhi kepuasan pasien.
b. Pengetahuan dari perawat, yaitu pasien mendapatkan informasi aktual dan
mudah dipahami oleh pasien dari keadaan real pasien.
c. Prosedur administrasi, yaitu pasien merasakan kemudahan
dalam pelayanan administrasi Rumah sakit dimana alurnya tidak
berbelit- belit.
d. Fasilitas yang disediakan oleh Rumah sakit, meliputi peralatan dan kebersihan
lingkungan dan ruangan dimana pasien di rawat.
e. Keterampilan keperawatan, dalam memberikan asuhan kepada pasien,
perawat harus terampil dan cekatan. Sehingga pasien yang

mendapatkan pelayanan keperawatan merasakan puas dengan


kinerja keterampilan perawat.
Wijono (2008) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien terhadap suatu pelayanan yaitu:
a. Pendekatan dan prilaku tim medis khususnya perawat sangat berpengaruh
dengan pasien, terutama kesan pertama pasien saat akan mendapatkan
asuhan pelayanan dari instansi tertentu.
b. Kelengkapan informasi yang diterima, informasi yang lengkap akan
mempengaruhi prilaku seorang pasien, dimana pasien tersebut akan merasa
nyaman dan leluasa dalam melakukan tindakan.
c. Prosedur perjanjian, perawat yang akan melakukan asuhan dan mempunyai
jadwal dengan pasien harus tepat waktu dalam menangani keluhan pasien,
karena berdampak besar dengan kepercayaan pasien kepada perawat itu
sendiri.
d. Waktu tunggu, setiap pasien akan merasakan puas apabila alur administrasi
dan waktu tunggu tidak membuat pasien terlalu lama menunggu.
e. Fasilitas umum, semua fasilitas dari instansi tertentu harus tersedia sehingga
memudahkan pasien dalam melakukan aktivitas, seperti ruang rawat yang
bersih dan rapi.
f. Outcome perawatan yang diterima, pasien merasakan puas dari keberhasilan
sebuah perawatan dan tidak mengalami kerugian fisik, psikologis maupun
material.

3. Indikator Kepuasan Pasien


Salah satu satu indikator keberhasilan pelayanan keperawatan adalah
kepuasan pasien. Nursalam (2011) mengatakan model kepuasan yang
komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi
lima dimensi penilaian sebagai berikut:
a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan perawat memberikan
pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan keperawatan
adalah waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat
pelayanan dari tenaga kesehatan (perawat).
b. Reability (kehandalan), yaitu kemampuan perawat memberikan pelayanan
kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan keperawatan adalah penilaian
pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan khususnya perawat.
c. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan perawat memberikan pelayanan
kepada pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayann keperawatan adalah
kejelasan dalam memberikan informasi tentang penyakit dan obatnya kepada
pasien.
d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan perawat membina hubungan, perhatian,
dan memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan keperawatan adalah
meningkatkan komunikasi terapeutik dalam menyapa dan berbicara,
keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan
kebebasan pasien memilih tempat

berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat
kunjungan keluarga.
e. Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang
dapat langsung dirasakan oleh pasien. Dalam pelayanan keperawatan adalah
keberhasilan dalam memberikan asuhan selama pasien dirawat dan
kecepatan perawat saat pasien membutuhkan.

Menurut Khoiri dan Kiki (2014) indikator kepuasan pasien terhadap suatu
pelayanan keperawatan dapat dilihat dari beberapa hal yaitu: dilihat dari
fasilitas fisik, perawat berpakaian rapi, harmonis, hubungan komunikasi yang
baik dan memahami kebutuhan pasien, penuh perhatian, melayani pasien
dengan ramah dan dengan menarik, memahami aspirasi pasien,
berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat peneliti simpulkan, bahwa kepuasan
pasien dalam menggunakan layanan keperawatan dapat dilihat
5 hal yaitu: dari segi Tangibles (kenyataan), Reability (keandalan),
Responsiveness (tanggung jawab), Assurance (jaminan), dan Empaty
(empati). Perawat dalam pelayanan harus memliki ke 5 hal diatas.

4. Faktor Ketidakpuasan Pasien


Menurut Nursalam (2011) faktor yang mempengaruhi seseorang tidak
merasakan puas terhadap suatu layanan keperawatan adalah:
a. Pasien merasa mutu pelayanan keperawatan tidak sesuai yang

diharapkan. Pasien akan cenderung menilai lebih teliti kepada setiap tindakan
keperawatan, karena perawat menjadi tim medis yang paling sering ditemui
oleh pasien.
b. Pelayanan selama proses penikmatan jasa tidak dirasakan oleh pasien.
Pasien merasa tidak puas terhadap mutu yang dilakukan oleh keperawatan itu
sendiri.
c. Perilaku personil yang kurang memuaskan. Pasien menganggap asuhan yang
diberikan oleh perawat tidak sesuai harapan. Dilihat dari bagaimana prilaku
keseharian perawat terhadap perawatan kepada pasien.
d. Dari segi lingkungan dan kondisi fisik juga mempengaruhi pasien tidak
merasakan puas. Pasien cenderung pasrah dan tidak ingin memikirkan diluar
masalah internal dari pasien.
e. Biaya yang terlalu tinggi juga sangat mempengaruhi. Pasien dari kalangan
menengah ke bawah akan merasakan puas dari kriteria biaya yang
terjangkau.
Ketidakpuasan pasien menurut Oroh dkk (2014) dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik dari pasien tersebut. Bagaimana seorang pasien
membedakan antara pelayanan perawat satu dengan yang lainnya.
Karakteristik tersebut berupa dari segi umur, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, suku bangsa, agama, dan pekerjaan dari pasien itu sendiri.

5. Manfaat Feedback Kepuasan Pasien


Menurut Wijono (2008) manfaat feedback dalam penilaian kepuasan
pasien dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya:
a. Untuk mengetahui, tidak menebak atau mengira-ngira, tingkatan kepuasan
pasien terhadap mutu pelyanana keperawatan. Sehingga diperlukan evaluasi
dalam meningkatkan kinerja keperawatan dari hasil penelaian pasien.
b. Memonitor kepuasan sepanjang waktu, dan memberikan peluang untuk
memperbaiki apabila terjadi penurunan kepuasan pasien dalam semua
tindakan keperawatan.
c. Mengidentifikasi aspek masalah dalam keperawatan dalam meningkatkan
kepuasan pasien, sehingga untuk kedepannya menjadi semangat tersendiri
dalam pemenuhan kebutuhan pasien.
d. Mempersempit aspek yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien
dan mengetahui aspek yang tidak memuaskan, sehingga dapat dilakukan
perbaikan.
e. Meningkatkan pertanggung jawaban perawat terhadap kepuasan pasien,
keluarga dan diri sendiri pada perawat. Sehingga tercapainya pelayanan mutu
keperawatan yang optimal.
f. Mengukur hasil inovasi dan perubahan yang dilakukan, apakah pasien dapat
merasakan kepuasan setelah diadakan perbaikan. Perubahan dilakukan
bertahap sampai tingkat kepuasan pasien menjadi baik dan tidak adanya
keluhan yang didapatkan pasien.

Menurut Alamri dkk (2015) manfaat feedback kepuasan pasien adalah rumah
sakit dapat menyusun program survei kepuasan pasien secara berkala sehingga
dapat mengevaluasi kinerja pelayanan perawat dengan melakukan perbaikan serta
meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan keperawatan dengan
memaksimalkan pelayanan yang diberikan kepada pasien
LAPORAN PENDAHULUAN 12
PENGELOLAAN SDM RUMAH SAKIT

Pengertian Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia merupakan potensi yang terkandung dalam diri
manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan
transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang
terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan
yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih
dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi
yang mengelola sumberdaya alam (SDA).
 
Komponen Data Sumber Daya Manusia
Adapun komponen data-data SDM untuk meningkatkan dan mengelola SDM
dalam mengembangkan usaha yaitu :
1. Kualitas pekerjaan dan inovatifnya
kualitas kerja adalah suatu hasil yang dapat diukur dengan efektifitas dan
efisiensi suatu pekerjaan yang dilakukan oleh sumber daya manusia atau
sumber daya lainnya dalam pencapaian tujuan atau sasaran perusahaan
dengan baik dan berdaya guna. Inovatif yaitu Kemampuan seseorang dalam
mendayagunakan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan karya baru.

2. Kejujuran dalam bekerja


Kejujuran selain membawa banyak dampak positif juga membawa kepada
kehidupan yang jauh lebih baik. Pentingnya kejujuran dalam bekerja wajib kita
terapkan sejak usia dini agar senantiasa bersikap jujur dalam berbagai
tindakan.

3. Kehadiran dalam bekerja


Kehadiran seorang karyawan sebagai sebuah kewajiban yang harus
dilakukan kecuali ada hal-hal lain yang sifatnya penting dan hal tersebut dapat
dipertanggung jawabkan oleh yang bersangkutan. Sistem kehadiran karyawan
sudah ditentukan dan diatur dari perusahaan dan kemudian duterapkan di
masing-masing bagian.
4. Sikap dalam bekerja
Sikap positif diperlukan terutama jika menemukan masalah dalam pekerjaan.
Jangan langsung pasrah melainkan berusaha mencari berbagai jalan untuk
mencari solusi permasalahannya. Bisa jadi ini langkah untuk mencapai posisi
yang lebih tinggi jadi selesaikan dengan hati yang jernih.

5. Inisiatif dan kreatif


Seseorang akan dikatakan kreatif apabila dia mampu membuat atau
menciptakan sesuatu, entah itu hasil pemikiran atau asumsi dari orang” yang
belum pernah melihat hal yang dibuatnya, namun orang yang kreatif belum
tentu inisiatif, Sedangkan seseorang akan dikatakan mempunyai inisiatif
apabila dia mampu melakukan sesuatu tanpa disadari oleh orang lain
disekitarnya, mungkin pula dia selalu mengandalkan dirinya sendiri dalam
melakukan hal apapun, namun orang yang punya inisiatif belum tentu kreatif.
Kerjasama dengan pihak lain
Kerjasama dengan pihak lain sangat diperlukan dalam bekerja, karena
kerjasama akan membantu kelancaran dalam bekerja dan berjalannya suatu
pekerjaan.

6. Keandalan dalam bekerja


Keandalan dalam menjaga pekerjaan berarti mampu menjalani kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip moral dan etika kerja; mampu mengembangkan
karakter diri yang taat moral dan etika; mampu menjaga kejujuran dan
keikhlasan hati untuk berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan, serta
mampu membebaskan diri dari kontrol dan pengaruh negatif orang lain.

7. Pengetahuan tentang pekerjaan


Pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kerja agar dapat
melakukan kerja dengan wajar, Pengalaman kerja ini sebelum ditempatkan
dan harus diperoleh pada ia bekerja dalam pekerjaan tersebut.

8. Tanggung jawab terhadap pekerjaan


Dalam bertanggung jawab berarti kita sedang menyelesaikan sebuah
masalah. Di dalam bekerja selalu saja ada kesalahan yang kita perbuat. Dan
kesalahan tersebut harus dipertanggung jawabkan, harus diselesaikan. Di
saat kita menyelesaikan masalah itu  kita harus bijaksana dalam memilih cara
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal tersebut agar rasa tanggung
jawab yang telah kita kerjakan dapat berhasil dengan baik. Sehingga masalah
itu kita dapat selesaikan dengan bijaksana.

9. Pemanfaatan waktu dalam bekerja


Waktu tidak hanya setara dengan uang, namun lebih dari itu. Waktu
merupakan aset tak kasat mata yang paling sulit untuk dikendalikan
penggunaannya. Untuk itulah kita harus memanfaatkan waktu dengan lebih
efisien lagi.
 
Fungsi dan Tujuan Sumber Daya Manusia
Fungsi Pengelolaan Sumber Daya Manusia
1. Fungsi Pengadaan Tenaga Kerja
Fungsi pengadaan tenaga kerja meliputi kegiatan penentuan kebutuhan
tenaga kerja (baik mengenai mutu maupun jumlahnya), mencari sumber-
sumber tenaga kerja secara efektif dan efisien, mengadakan seleksi terhadap
para pelamar, menempatkan tenaga kerja sesuai dengan posisi yang sesuai,
dan memberikan pendidikan serta latihan yang diperlukan untuk pelaksanaan
tugas bagi para tenaga kerja baru.
2. Fungsi pemeliharaan tenaga kerja
Fungsi pemeliharaan tenaga kerja mencakup pelaksanaan program-program
ekonomis maupun non-ekonomis, yang diharapkan dapat memberikan
ketentraman kerja bagi pekerja, sehingga mereka dapat bekerja dengan
tenang dan penuh konsentrasi guna menghasilkan prestasi kerja yang
diharapkan oleh organisasi.
 
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan manajemen SDM adalah menigkatkan kontribusi produktif orang-
orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab
secara strategis, etis, dan sosial. Selain itu, Tujuan pengembangan sumber daya
manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan,
keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan
efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
2.4  Manfaat Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya
manusia menurut Schuler (1992), yaitu :

1. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk

Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai


saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan
untuk dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh
organisasi.
2. Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh
tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi
pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara
tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya.
3. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan
lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan
adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila
organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi
tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai yang
dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.
4. Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki
persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan
meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk
menampilkan kinerja yang baik.
5. Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi
akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over
absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas
organisasi.
Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Manusia
1. Pengelolaan SDM Melalui Mutasi
Mutasi adalah kegiatan dari pimpinan perusahaan untuk memindahkan
karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap
setingkat/sejajar. Mutasi merupakan aspek yang penting untuk
menghilangkan rasa jemu/bosan menghadapi pekerjaan pada diri pegawai.
Mutasi akan terjadi bila adanya lowongan suatu jabatan yang harus segera
diisi oleh SDM yang berkualitas.
2. Pengelolaan SDM Melalui Promosi
Promosi adalah kenaikan jabatan yang lebih tinggi, baik kekuasaan maupun
tanggungjawabnya dalam struktur organisasi perusahaan. Promosi
merupakan alat untuk meningkatkan SDM yang berkualitas, meningkatkan
prestasi, dan moral pegawai di dalam.
3. Pengelolaan SDM Melalui Motivasi
Motivasi adalah suatu perangsang dan dorongan bagi karyawan agar bekerja
lebih giat dan produktif. Motivasi dapat berupa inspirasi, semangat dan
dorongan kepada karyawan agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan
keinginan wirausaha. Pemberian motivasi bisa dengan dua cara: 1)
Pemberian insentif semimaterial: pemberian motivasi ini tidak dalam bentuk
pemberian uang, seperti : penempatan pegawai ditempat yang tepat,
memberikan latihan pendidikan/kursus menyediakan fasilitas kerja, dll 2)
Pemberian insentif material: pemberian motivasi dengan memberikan
upah/gaji/bonus yang memadai dan cukup untuk keperluan hidupnya.
4. Pengelolaan SDM Melalui Actuating
Untuk melaksanakan perencanaan SDM perlu diadakan tindakan Actuating
(penggerakan). Ini semata-mata ditujukan untuk mendapatkan SDM yang
penuh disiplin, taat, patuh, dan setia dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya.
 
Analisis Jabatan dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Dalam melaksanakankan analisis jabatan ada beberapa prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan, yaitu proses analisis jabatan dilakukan untuk memahami tanggung
jawab pada setiap jabatan dan kontribusi hasil jabatan tersebut terhadap pencapaian
hasil atau tujuan organisasi.  Objek dari kegiatan analisis ini adalah jabatan,
bukanlah si
pemegang jabatan yang memangku jabatan tersebut. Meskipun data
diperoleh dari si pemegang jabatan (incumbent) melalui pengamatan, wawancara
atau pun kuesioner/angket, produk yang menjadi hasil analisis jabatan  adalah
berupa uraian jabatan (job description) atau spesifikasi jabatan (specifications of the
job), bukan suatu uraian tentang orang (description of the person).  Jabatan yang
akan dideskripsikan kedalam uraian jabatan merupakan jabatan yang sesuai dengan
struktur organisasi pada saat ini.
Kegunaan Analisis Jabatan, yaitu :
1. Fungsi Administratif
Fungsi ini erat hubungannya dengan dokumen yang berhubungan juga
dengan fungsi control dan pengendaliannya. Bagi perusahaan yang telah
menggunakan ISO akan sangat membutuhkan hal ini. seluruh fungsi dalam
pengelolaan SDM membutuhkan job description dalam melakukan berbagai
kegiatan darirekruitment, seleksi dan penempatan pegawai baru., merancang
program pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan, melakukan penilaian dan
standar hasil kerja, dan melakukan evaluasi kerja.

2. Fungsi Maintenance

Bagi perusahaan dan mempertahankan SDM dalam karirnya di masa yang


akan datang dalam perusahaan tersebut. Bagi perusahaan, evaluasi dan
pengembangan organisasi menjadi perhatian yang khusus dalam menjawab
tantangan kebutuhan bisnis yang sangat kompetitif saat ini. hasil job analysis
ini dapat digunakan untuk pengembangan organisasi, perencanaan tenaga
kerja, perencanaan karir dan konseling kerjanya
 
Cara Memotivasi Sumber Daya Manusia
1. Melakukan pendekatan emosional terhadap para karyawan
Kedekatan emosional antara seorang pimpinan dan bawahan yang
proporsional akan membuat seorang bawahan merasa lebih nyaman saat
berinteraksi. Kenyamanan akan menumbuhkan hubungan yang baik, dan
hubungan baik tersebut bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap perusahaan.
Kecintaan dan rasa memiliki akan membuat seseorang memiliki motivasi
kerja yang baik terhadap perusahaan Anda.

2. Motivasi karyawan dibangun didasarkan pada contoh suri tauladan

Keteladanan meliputi keteladanan sikap, moral, kinerja, kecerdasan dan


sebagainya. Motivasi akan terbangun kuat apabila seorang pimpinan memiliki
hal yang memang pantas untuk di tularkan kepada para karyawan atau
bawahan.

3. Melibatkan karyawan atau bawahan untuk memberikan usul, ide dan saran
bagi pengembangan sebuah perusahaan.

Motivasi karyawan akan terbangun apabila ia diberi kesempatan untuk


menyampaikan ide, gagasan atau saran yang membangun bagi
perkembangan perusahaan. Memberikan kesempatan menyampaikan ide,
saran dan gagasan tersebut juga akan membuat kualitas sumber daya
manusia perusahaan semakin berkembang. Bisa jadi usul atau ide mereka
lebih cemerlang dan baru dibanding apa yang Anda pikirkan.

4. Menjelaskan mengenai visi misi, tujuan serta misi mulia apa sebenarnya yang
ada di perusahaan untuk masyarakat.

Melakukan bisnis usaha tidak semata-mata ditujukan untuk kepentingan


profit pribadi pemilik perusahaan, namun juga memiliki misi kebermanfaatan
terhadap masyarakat. Pelayanan bisnis usaha yang baik terhadap konsumen
perlu dibangun pada karyawan agar motivasi karyawan dalam bekerja tidak
hanya untuk kepentingan pribadi, namun juga untuk manfaat kehidupan
masyarakat.
 
5. Pelatihan Manajemen
Tujuan diadakan pelatihan yang diselenggarakan organisasi/perusahaan
terhadap SDM karena ,menginginkan adanya perubahan dalam prestasi kerja
SDM sehingga dapat sesuai dengan tujuan perusahaan.
6. Tata Usaha Sistem Penggajian dan Upah SDM

7. Kondisi kerja

Kondisi kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi


motivasi karyawan, dengan motivasi yang tinggi maka kinerja suatu
perusahaan dapat meningkat bahkan produktivitaspunakan meningkat
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

8. Menghargai dan Memerhatikan SDM

 
LAPORAN PENDHULUAN 13
TINGKAT KETERGANTUNGAN

Jumlah Tenaga Keperawatan yang diperlukan berdasarkan perhitungan


Douglas/Depkes/Gillies
Jumlah pasien yang dirawat diidentifikasi berdasarkan derajat ketergantungan.
Identifikasi jumlah pasien berdasarkan ketergantungan dilakukan mengikuti
panduan berikut :
a. Dilakukan 1x sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya dilakukan oleh
perawat yang sama selama beberapa hari sesuai kebutuhan, dengan
menggunakan format klasifikasi pasien berdasarkan derajat ketergantungan
b. Setiap pasien dinilai berdasarkan criteria klasifikasi pasien (minimal memenuhi 3
kriteria).
c. Kelompokan pasien sesuai dengan klasifikasi tersebut dengan memberi tanda
tally (I) pada kolom yang tersedia sehingga dalam waktu 1 hari dapat
diketahui beberapa jumlah pasien dengan klasifikasi minimal, parsial, dan total.
d. Bila pasien hanya mempunyai 1 kriteria dari klasifikasi tersebut, maka
pasien dikelompokkan pada klasifikasi diatasnya.

Penetapan Tenaga Keperawatan berdasarkan Perhitungan Douglas


Terdapat beberapa cara/metode penghitungan jumlah tenaga perawat. Pada MPKP,
jumlah tenaga keperawatan disuatu ruang rawat ditetapkan dari klasifikasi
berdasarkan deraja ketergantungan. Menurut Douglas ( 1992 ), klasifikasi derajat
ketergantungan pasien dibagi dalam 3 kategori :
a. Kategori I : Minimal Care/ Perawatan minimal (1-2 jam/24 jam)
Kegiatan sehari-hari dapat dilakukan sendiri, penampilan secara umum baik,
tidak ada reaksi emosional, pasien memerlukan orientasi waktu, tempat dan
pergantian shift, tindakan pengobatan biasanya ringan dan simple.

Kriteria :
1. Kebersihan diri, mandi ganti pakaian dilakukan sendiri
2. Makan dan minum dilakukan sendiri
3. Ambulansi dengan pengawasan
4. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap jaga ( shift )
5. Pengobatan minimal dengan status psikologis stabil
b. Kategori II : Partial care/ Perawatan parsial (3-4 jam/24 jam)
Kriteria :
1. Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
3. Ambulansi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
4. Pasien dengan kateter urine, pemasukan dan pengeluaran intake output
ciaran dicatat / dihitung.
5. Pasien dengan infus, persiapan pengobatan yang memerlukan prosedur
6. Penampilan pasien sakit sedang.
Tindakan perawatan pada pasien ini monitor tanda-tanda vital, periksa urine
reduksi, fungsi fisiologis, status emosinal, kelancaran drainage atau infus. Pasien
memerlukan bantuan pendidikan kesehatan untuk support emosi 5-10 menit/shift
atau 30-60 menit/shift dengan mengobservasi side efek obat atau reaksi alergi.
c. Kategori III : Total care/ Perawatan total (5-6 jam/24 jam)
Kebutuhan sehari-hari tidak bisa dilaksanakan sendiri, semua dibantu oleh
perawat penampian sakit berat. Pasien memerlukan observasi terus-menerus.

Kriteria :
1. Semua keperluan pasien dibantu
2. Perubahan posisi, observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap 2 jam
3. Makan melalui slang ( NGT / pipa lambung ), terapi intravena
4. Dilakukan penghisapan lender
5. Gelisah / disorientasi.

Klasifikasi Klien Berdasarkan Derajad Ketergantungan

Kriteria Ketergantungan Jumlah Klien Perhari Sesuai Kriteria

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dst

Perawatan Minimal:

Kebersihan diri, mandi, ganti


pakaian dilakukan sendiri
1. Makan dan minum dilakukan
sendiri
2. Ambulasi dengan pengawasan
3. Observasi tanda-tanda vital
dilakukan setiap shift
4. Pengobatan minimal, status
psikologis stabil
5. Persiapan prosedur memerlukan
pengobatan
Perawatan Parsial:

1. Kebersihan diri dibantu, makan


dan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital setiap
4 jam sekali
3. Ambulasi dibantu, pengobatan
lebih dari sekali
4. Folly cateter intake output dicatat
5. Klien dengan pasang infus,
persiapan pengobatan
memerlukan prosedur
Perawatan total:

1. Segalanya diberi bantuan


2. Posisi yang diatur, observasi
tanda-tanda vital setiap 2 jam
3. Makan memerlukan NGT,
intravena terapi
4. Pemakaian suction
5. Gelisah/ disorientasi
Jumlah total pasien perhari

Berdasarkan kategori tersebut, didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan


pada pagi, sore dan malam sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien,
seperti pada table 1.1
Klasifikasi pasien
Minimal Parsial Total
Pagi Sore Malam pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1. 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2. 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3. 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
Dsb
Sumber : Dauglas ( 1984 ).

Rumus menurut Douglas

∑Perawat = ∑Pasien × Derajat ketergantungan pasien

Contoh :

Suatu ruang rawat dengan 22 pasien (3 pasien dengan klasifikasi minimal, 14


pasien dengan klasifikasi parsial, dan 5 pasien dengan klasifikasi total), maka
jumlah perawat yang dibutuhkan untuk jaga pagi ialah:

3 x 0,17 = 0,51

14 x 0,27 = 3,78

5 x 0,36 = 1,80

Jumlah = 6,09 → 6 orang

Menghitung jumlah pasien berdasarkan derajat ketergantungan selama 22 hari ( 4


minggu ) diruang rawat yang akan diimplementasi MPKP. Setelah itu dihitung jumlah
perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam. Berdasarkan observasi jumlah
pasien selama 22 hari, maka :

 Jumlah kebutuhan perawat setiap hari : 7,11 + 5,28 + 3,35 = 15,74 → 16 orang
 Libur / Cuti : kurang lebih 5 orang
 Jumlah tenaga yang dibutuhkan : 16 + 5 = 21 orang + 1 Kaur + 3 PP = 25 orang.
 Keterangan : jumlah PP / Tim ditetapkan dengan pertimbangan bahwa seorang
PP bertanggung jawab 9 – 10 pasien, dengan variasi klasifikasi pasien.
Contoh Perhitungan :

Di ruang Anggrek RSU Bandung dirawat 20 orang pasien dengan kategori sebagai
berikut : 5 pasien dengan perawatan minimal, 10 pasien dengan perawatan parsial
dan 5 pasien dengan perawatan total. Maka kebutuhan tenaga perawatan adalah
sebagai berikut :

1. untuk shift pagi : 2. untuk shift sore 3. untuk shift malam

- 5 p x 0,17 = 0,85 - 5 p x 0,14 = 0,70 - 5 p x 0,10 = 0,50

- 10 p x 0,27 = 2,7 - 10p x 0,15 = 1,5 - 10p x 0,07 = 0,70

- 5 p x 0,36 = 1,80 - 5 p x 0,30 = 1,50 - 5 p x 0,20 = 1,00

 Total tenaga pagi = 5,35 Total tenaga sore = 3,70 Total tenaga malam =
2,20
 Jadi jumlah tenaga yang dibutuhkan adalah = 5,35 + 3,70 + 2,20 = 11,25 (11 orang perawat)
Jumlah Kebutuhan
Klasifikasi Klien
Hari Rata-rata Perawat
ke... Parsia klien/ hari
Minimal Total Pagi Sore Malam
l

1 6 2 4 12 3 2,34 1,54

2 4 3 3 10 2,57 1,91 1,21

3 3 6 3 12 3,21 2,22 1,32

4 4 5 3 12 3,11 2,21 1,35

5 6 3 2 11 2,55 1,89 1,21

6 5 7 1 13 3,1 2,05 1,19

7 7 4 1 12 2,63 1,88 1,18

8 9 3 1 13 2,7 2,01 1,31

9 5 5 3 13 3,28 2,35 1,45

10 7 3 1 11 2,36 1,73 1,11


11 3 8 2 13 3,39 2,22 1,26

12 4 9 2 15 3,83 2,51 1,43

13 6 7 3 16 3,99 2,79 1,69

14 2 10 3 15 4,12 2,68 1,5

15 7 4 4 15 3,71 2,78 1,78

16 5 9 3 16 4,36 2,95 1,73

17 6 3 4 13 3,27 2,49 1,61

18 4 6 5 15 4,1 2,96 1,82

19 6 5 5 16 4,17 3,09 1,95

20 7 4 3 14 3,35 2,48 1,58

21 6 5 4 15 3,81 2,79 1,75

22 7 4 3 14 3,35 2,48 1,58

Jadi rata-rata tenaga yang dibutuhkan untuk tiga shift adalah 7 perawat. Berarti
kebutuhan
untuk satu ruanagan adalah 7 perawat+1 Karu+3 Katim+2 cadangan = 13 perawat

Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam sesuai
dengan tingkat ketergantungan pasien berdasarkan katagori

Klasifikasi pasien
Minimal Parsial Total
Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1. 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2. 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3. 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
4 0,68 0,56 0,28 1,08 0,60 0,40 1,44 1,20 0,80
5 0,85 0,70 0,35 1,35 0,75 0,50 1,80 1,50 1,00
6 1,02 0,84 0,42 1,62 0,90 0,60 2,16 1,80 1,20
7 1,19 0,98 0,49 1,89 1,05 0,70 2,52 2,10 1,40
8 1,36 1,12 0,56 2,16 1,70 0,80 2,88 2,40 1,60
9 1,53 1,26 0,63 2,43 1,35 0,90 3,24 2,70 1,80
10 1,70 1,40 0,70 2,70 1,50 1,00 3,60 3,00 2,00
11 1,87 1,54 0,77 2,97 1,65 1,10 3,96 3,30 2,40
12 2,04 1,68 0,84 3,24 1,80 1,20 4,32 3,60 2,60
13 2,21 1,82 0,91 3,51 1,95 1,30 4,68 3,90 2,80
14 2,38 1,96 0,98 3,78 2,10 1,40 5,04 4,20 3,00
15 2,55 2,10 1,05 4,05 2,25 1,50 5,40 4,50 3,20
16 2,72 2,24 1,12 4,32 2,40 1,60 5,76 4,80 3,40
17 2,89 2,38 1,19 4,59 2,55 1,70 6,02 5,10 3,60
18 3,06 2,52 1,26 4,86 2,70 1,80 6,48 5,40 3,80
19 3,23 2,66 1,33 5,13 2,85 1,90 6,84 5,70 4,00
20 3,40 2,80 1,40 5,40 3,00 2,00 7,20 6,00 4,20
21 3,57 2,94 1,47 5,67 3,15 2,10 7,56 6,30 4,40
22 3,74 3,08 1,54 5,94 3,30 2,20 7,92 6,60 4,60
23 3,91 3,22 1,61 6,21 3,45 2,30 8,28 6,90 4,80
24 4,08 3,36 1,68 6,48 3,60 2,40 8,64 7,20 5,00
25 4,25 3,50 1,75 6,75 3,75 2,50 9,00 7,50 5,00
26 4,42 3,64 1,82 7,02 3,90 2,60 9,36 7,80 5,20
27 4,59 3,78 1,85 7,29 4,05 2,70 9,72 8,10 5,40
28 4,76 3,92 1,96 7,59 4,20 2,80 10,08 8,40 5,60
29 4,93 4,06 2,03 7,83 4,35 2,90 10,14 8,70 5,80
30 5,10 4,20 2,10 8,10 4,50 3,00 10,80 9,00 6,00
31 5,27 4,34 2,17 8,37 4,65 3,10 11,16 9,30 6,20
32 5,44 4,48 2,24 6,64 4,80 3,20 11,52 9,60 6,40
33 5,61 4,62 2,31 8,91 4,95 3,30 11,88 9,90 6,60
34 5,78 4,76 2,38 9,18 5,10 3,40 12,24 10,20 6,80
35 5,96 4,90 2,45 9,45 5,25 3,50 12,60 10,50 7,00
36 6,13 5,04 2,52 9,72 5,40 3,60 12,96 10,80 7,20
37 6,30 5,18 2,59 9,99 5,55 3,70 13,32 11,10 7,40
38 6,47 5,32 2,66 10,26 5,70 3,80 13,68 11,40 7,80
39 6,64 5,46 2,73 10,53 5,85 3,90 14,04 11,70 8,00
40 6,81 5,60 2,80 10,80 6,00 4,00 14,40 12,00 8,20
41 6,96 5,74 2,87 11,07 6,15 4,10 14,76 12,30 8,40
42 7,15 5,88 2,94 11,34 6,30 4,20 15,12 12,60 8,60
43 7,32 6,02 3,01 11,61 6,45 4,30 15,48 12,90 8,80
44 7,45 6,16 3,08 11,88 6,60 4,40 15,84 13,20 9,00
45 7,66 6,30 3,15 12,15 6,75 4,50 16,20 13,50 9,20
46 7,83 6,44 3,22 12,42 6,90 4,60 16,56 13,80 9,40
47 8,00 6,58 3,29 12,69 7,05 4,70 16,90 14,10 9,60
48 8,17 6,72 3,36 12,96 7,20 4,80 17,26 14,40 9,80
49 8,34 6,86 3,43 13,23 7,35 4,90 17,62 14,70 10,00
50 8,51 7,00 3,50 13,50 7,62 5,05 17,98 15,00 10,20
51 8,68 7,14 3,57 13,77 7,77 5,20 18,34 15,30 10,40

Sumber : Dauglas ( 1984 )

Pembahasan Kasus (Perhitungan Jumlah Tenaga) Menurut Douglas:

Dalam kasus dapat diklasifikasikan di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Mentari
dirawat 15 orang pasien dengan kategori sebagai berikut : 4 pasien dengan
perawatan minimal(Minimal Care), 9 pasien dengan perawatan parsial (Partial Care)
dan 2 pasien dengan perawatan total (Total Care). Maka kebutuhan tenaga
perawatan adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Pasien

Minimal Care Partial Care Total Care

Tn. B, Tn. C, Tn. D, Tn. E, Tn. F, Tn. Tn. A, Tn. K


Tn. G, Tn. L H, Tn. I, Tn. J, Tn. M,
Tn. N, Tn. O

Maka jumlah perawat yang dibutuhkan pershift adalah sbb:

Rata-rata Jumlah Pasien


Klasifikasi
Pagi Sore Malam

Minimal care 4 x 0,17 = 0,68 4 x 0,14 = 0,56 4 x 0,07 = 0,28


Partial care 9 x 0,27 = 2,43 9 x 0,15 = 1,35 9 x 0,10 = 0,9

Total care 2 x 0,36 = 0,72 2 x 0,30 = 0,6 2 x 0.20 = 0,4

Jumlah 3,83 2,51 1,58

Dari hasil perhitungan jumlah perawat per shift, maka total perawat ideal yang
dibutuhkan di ruangan melati adalah, sbb:
Total perawat = ∑ perawat shift pagi + ∑ perawat shift sore + ∑ perawat shift malam
= 3,83 + 2,51 + 1,58

= 7,92
Berarti total perawat yang dibutuhkan di ruang penyakit dalam adalah 8 orang.
Untuk mengantisipasi perawat yang tidak bisa masuk atau off , jumlah perawat
ditambah 25% total perawat.
Maka total perawat yang dibutuhkan adalah 8 + 2 = 10. Sehingga total perawat yang
dibutuhkan adalah 10 orang.

Penetapan Tenaga Keperawatan berdasarkan Perhitungan DEPKES


Klasifikasi pasien (Depkes, 2002) sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan
akan perawatan selama 24 jam terus menerus, sehingga dapat menentukan
kebutuhan tenaga.

Menurut Departemen Kesehatan, ada 4 kategori klasifikasi ketergantungan pasien:

1. Asuhan keperawatan minimal : 2 jam / 24 jam


a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.

b) Makan dan minum dilakukan sendiri.

c) Ambulasi dengan pengawasan.

d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.

e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.


2. Asuhan keperawatan sedang : 3,08 jam/24 jam
a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.
b) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3. Asuhan keperawatan agak berat : 4,15 jam/24 jam
a) Sebagian besar aktifitas dibantu.
b) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 – 4 jam sekali.
c) Terpasang folley cateter, intake output dicatat.
d) Terpasang infuse.
e) Pengobatan lebih dari sekali.
f) Persiapan pengobatan perlu prosedur
4. Asuhan keperawatan maksimal : 6,16 jam/24 jam
a) Segala aktifitas diberikan perawat.

b) Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.

c) Makan memerlukan NGT, terapi intra vena.

d) Penggunaan suction.

e) Gelisah/disorientasi

Pengelompokan unit kerja di rumah sakit (Depkes, 2002):

a. Rawat inap dewasa

b. Rawat inap anak / perinatal

c. Rawat inap intensif

d. Gawat Darurat (IGD)

e. Kamar bersalin

f. Kamar operasi

g. Rawat jalan.

Kebutuhan tenaga perawat di ruang perawatan menggunakan rumus:

Kebutuhan tenaga = jumlah jam perawatan di ruangan/hari

jam efektif perawat


Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:

Menambah perawat libur (loss day) dan tugas non keperawatan.

Loss Day = jumlah minggu dlm 1 th + cuti + hari besar x keb.tenaga

Jumlah hari kerja efektif/th

Tenaga keperawatan yang mengerjakan pekerjaan non-keperawatan diperkirakan

25% dari jumlah tenaga keperawatan .

Tugas non keperawatan = (kebutuhan tenaga + loss day ) x 25%

Jumlah kebutuhan tenaga = kebutuhan tenaga + faktor koreksi(loss day +tugas non kep.)

Pembahasan Kasus (Perhitungan Jumlah Tenaga) Menurut Depkes:

NO. KLASIFIKASI JUMLAH JAM JUMLAH JAM


PASIEN/HARI PERAWATAN/HARI PERAWATAN/HARI

1. Minimal 4 2 8

2. Agak Berat 9 4,15 37.35

3. Maksimal 2 6,16 12.32

JUMLAH 15 57.67

Jumlah jam perawatan di ruangan per hari = 57.67

Jumlah jam kerja perawatan per sift = 7

Maka kebutuhan tenaga perawat = 57.67 = 8.24

7
Faktor koreksi :

Loss Day = jumlah minggu dlm 1 th + cuti + hari besar x keb.tenaga

Jumlah hari kerja efektif/th

= 52 + 12 + 18 x 8.24

365 – 82

= 82 x 8.24 = 675.68 = 2.39

283 283

Tugas non keperawatan = (kebutuhan tenaga + loss day ) x 25%

= (8.24 + 2.39) x 25%

= 10.63 x 25% = 2.66

Jadi tenaga keperawatan yang dibutuhkan

= kebutuhan tenaga + faktor koreksi(loss day +tugas non kep.)

= 8.24 + (2.39 + 2.66)

= 8.24 + 5.05 = 13.29 = 13 orang/hari

Jadi tenaga keperawatan yang dibutuhkan menurut Depkes adalah 13 orang.

Penetapan Tenaga Keperawatan berdasarkan Perhitungan Metode Gillies


 Penghitungan jumlah tenaga ini berfungsi untuk memprediksi kebutuhan tenaga
perawat dengan menganalisa jumlah rata-rata pasien setiap hari (BOR) dan
sensus harian, tingkat ketergantungan pasien, dan metode askep yang
dilaksanakan.

 Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit


perawatan adalah sebagai berikut :

Jumlah perawat yang dibutuhkan


Jumlah jam kep yg Rata-rata jumlah Jumlah jam kep yg
dibutuhkan / hari pasien / hari Jumlah hari / tahun
dibutuhkan /thn

Hari libur Jumlah jam kerja Jumlah jam kep yg


Jumlah hari / tahun
masing tiap tiap perawat /hari diberikan perawat /thn
perawat /tahun
Dapat dipersingkat menjadi seperti di bawah ini :

AxBxC F

= = H

(C – D) x E G

Ket:

- A : Jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan/hari


jumlah jam perawatan langsung + perawatan tidak langsung + penyuluhan klien
jumlah klien

- B : Rata-rata jumlah klien/hari


Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit
berdsasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR)
dengan rumus:

Jumlah hari perawatan x100


%

Jumlah tempat tidur x 365 hari

Jumlah hari perawatan adalah jumlah hari perawatan seluruh pasien yang
pernah dirawat di ruang perawatan tersebut selama 1 tahun. Setelah
didapatkan berapa persen, lalu :

BOR (Bed Occupancy Rate) x TT = Rata-rata klien dalam satu hari

- C : Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari


- D : Hari libur masing-masing perawat/tahun
Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu: 73 hari (hari minggu/libur =
52 hari (untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini
merupakan hari libur maka harus diperhitungkan , begitu juga sebaliknya),
hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari).

- E : Jumlah jam kerja tiap perawat/hari


Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (jika hari kerja efektif 5
hari maka 40/5 = 8 jam, jika hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam
= 6,6= 7 jam perhari)
- Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah
20% (untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan)
- Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45 %

 Prinsip perhitungan rumus Gillies


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang
ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan
spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat (rata rata
4-5 jam/pasien/hari) maka dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok,
yaitu: minimal care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti
Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah
empat jam perhari sedangkan untuk:
- minimal care dibutuhkan ¼ - ½ x 4 jam : 1 - 2 jam
- partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
- total care dibutuhkan 1 - 1½ x 4 jam : 4-6 jam
- intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam

b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana


perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim,
menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari
hasil penelitian:
a. menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/pasien/hari
b. menurut Wolfe & Young (Gillies, 1994) = 60 menit/pasien/hari = 1
jam/pasien/hari
c. penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/pasien
(Gillies, 1994)

c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas,


pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies
(1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15
menit/klien/hari = 0,25 jam/hari/pasien

 Contoh:
Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah
rumah sakit A yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah
rata-rata klien yang dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria klien yang dirawat
tersebut adalah 5 orang dapat melakukan perawatan minimal, 5 orang perlu
diberikan perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus diberikan perawatan
total. Tingkat pendidikan perawat yaitu, SPK dan D III Keperawatan. Hari kerja
efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat
dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:
a. Menentukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien
perhari, yaitu:
- Minimal care, 5 orang klien : 5 x 2 jam = 10 jam
- Parsial care, 5 orang klien : 5 x 3 jam = 15 jam
- Total care, 5 orang klien : 5 x 6 jam = 30 jam
- Keperawatan tidak langsung 15 orang klien : 15 x 1 jam = 15
jam
- Pendidikan kesehatan 15 orang klien : 15 x 0,25 jam = 3,75 jam
Total jam keperawatan secara keseluruhan 73,75
jam

b. Menentukan jumlah jam keperawatan per klien/hari = 73,75 jam / 15


klien = 4,9 jam
c. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan
tersebut adalah langsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1994) diatas,
sehingga didapatkan hasil sbb:

4,9 jam/klien/hari x 15 klien/hari x 365 hari = 13,125 orang (13 orang)

(365 hari – 73 hari) x 7 jam


d. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan
perhari, yaitu:

Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah jam


klien perhari (BOR) keperawatan pasien
perhari/pasie

Jumlah jam kerja perawat perhari

Jadi, jumlah perawat yang bekerja perhari = 15 orang x 4,9 jam : 7 jam = 10,5
dibulatkan = 11 perawat
e. Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift,
yaitu dengan ketentuan menurut Warstler (dalam Swansburg, 1990, h. 71).
Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di
atas jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift adalah:

persentase shift X total perawat tugas setiap hari

- Shift pagi : 47% x 11 orang = 5,17 orang (5 orang)


- Shift sore : 36% x 11 orang = 3,96 orang (4 orang)
- Shift malam : 17% x 11 orang = 1, 87 orang (2 orang)
f. Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain Health Care Inc.
adalah:
- S1 Keperawatan : 58% = 6,38 (6 orang)
- D III Keperawatan : 26% = 2,86 (3 orang)
- SPK : 16% = 1,76 (2 orang)
Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:

- Tenaga professional : 55% = 6,05 (6 orang)


- Tenaga non professional : 45% = 4,95 (5 orang)

 Penghitungan jumlah perawat tambahan atau cadangan


Dengan pertimbangan jumlah perawat yang akan cuti, misalnya melahirkan.

Contoh : Bila 14 perawat yang bertugas terdiri dari PUS (Pasangan Usia Subur)
atau sedang hamil sebanyak 7 perawat dan sisanya masih belum menikah. Jika
diasumsikan tenaga yang akan cuti melahirkan (CM) adalah 50%. Maka jumlah
perawat yang diperlukan sebagai tambahan atau cadangan dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

%CM X ∑ perawat X 12 Minggu X 6 hari X jam kerja yang diperlukan per hari
Hari kerja efektif per tahun x jam kerja per hari

Jadi, 50% x 14 x 12 x 6 x 8 = 1,67 = 2 perawat

301 x 8

Dengan demikian kita peroleh rencana jumlah tenaga perawat yang diperlukan
dalam 1 tahun untuk 1 ruang rawat berkapasitas X TT sebanyak :

Jumlah perawat yg dibutuhkan + perawat cadangan

Jadi, total perawat yang diperlukan : 14 + 2 = 16 perawat

Pembahasan Kasus (Perhitungan Jumlah Tenaga) Menurut Gillies:

a. Menentukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari,


yaitu:
- Minimal care, 4 orang klien : 4 x 2 jam = 8 jam
- Parsial care, 9 orang klien : 9 x 3 jam = 27 jam
- Total care, 2 orang klien : 2 x 6 jam = 12 jam
- Keperawatan tidak langsung 15 orang klien : 15 x 1 jam = 15 jam
- Pendidikan kesehatan 15 orang klien : 15 x 0,25 jam = 3,75 jam
Total jam keperawatan secara keseluruhan 65,75 jam

b. Menentukan jumlah jam keperawatan per klien/hari = 65,75 jam / 15 klien = 4,38
= 4,4 jam
c. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan tersebut
adalah langsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1994) diatas, sehingga
didapatkan hasil sbb:

4,4 jam/klien/hari x 15 klien/hari x 365 hari = 11,7 = 12 orang

(365 hari – 73 hari) x 7 jam

= 12 orang x 20% (cadangan)

= 14,4 = 14 orang

d. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang dibutuhkan perhari,


yaitu:

Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah jam


klien perhari (BOR) keperawatan pasien
perhari/pasie

Jumlah jam kerja perawat perhari

Jadi, jumlah perawat yang bekerja perhari = 15 orang x 4,4 jam : 7 jam = 9,4 =
9 perawat
e. Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu
dengan ketentuan menurut Warstler (dalam Swansburg, 1990, h. 71).

Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di atas
jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift adalah:

persentase shift X total perawat tugas setiap hari

- Shift pagi : 47% x 9 orang = 4,23 orang (4 orang)


- Shift sore : 36% x 9 orang = 3,24 orang (3 orang)
- Shift malam : 17% x 9 orang = 1,53 orang (2 orang)
f. Kombinasi jumlah tenaga menurut Intermountain Health Care Inc. adalah:
- S1 Keperawatan : 58% = 5,22 (5 orang)
- D III Keperawatan : 26% = 2,34 (3 orang)
- SPK : 16% = 1,44 (1 orang)
Kombinasi menurut Abdellah dan Levinne adalah:

- Tenaga professional : 55% = 4,95 (5 orang)


- Tenaga non professional : 45% = 4,05 (4 orang)

2.2 Pengendalian Mutu Kualitas Keperawatan menurut Konsep JCI

JCI merupakan singkatan dari Joint Commission International adalah sebuah


badan akreditasi rumah sakit yang memiliki tujuan meningkatkan keamanan dan
kualitas pelayanan keperawatan di komunitas internasional melalui penetapan
pendidikan, publikasi, konsultasi, dan evaluasi pelayanan (JCI, 2011). Di dalam JCI
terdapat 2 ketentuan jaminan mutu yaitu: (1) standar jaminan mutu berpusat pada
klien yang terdiri dari: international Patient Savety Goals, Asses to Care and
continuity of Care, Patient and family right, Assessment of patient, Care of patient,
Anesthesia and Surgical care, Medication and management use dan Patient and
family education, (2) Standar manajemen organisasi pelayanan kesehatan. Pada
laporan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah poin kedua karena berhubungan
dengan manajemen keperawatan dan berkaitan dengan penyelesaian kasus.

Pengendalian mutu dan keamanan pasien merupakan poin pertama dalam


standar JCI. Standar pengendalian mutu dalam JCI digabng dengan keamanan
pasien sehingga disebut dengan istilah Quality and Patient Safety Standard (QPS).
Terdapat 11 standar dalam QPS yang akan dijabarkan dalam uraian berikut ini

1) Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pemerintahan dan manajemen


organisasi harus berpartisipasi dalam perencanaan program peningkatan
kualitas dan keamanan pasien
 Pemimpin organisasi berkolaborasi untuk menjamin keberhasilan program
peningkatan mutu dan kemanan klien
 Pemimpin memprioritaskan proses mana yang harus diukur dan aktivitas
peningkatan mutu mana yang harus dikerjakan
 Pemimpin menyediakan dukungan teknologi maupun yang lainnya bagi
program peningkatan mutu pelayanan dan keamanan pasien
 Informasi mengenai Program peningkatan mutu dan keamanan pasien harus
dikomunikasikan kepada staff
 Staff dilatih untuk berpartisipasi dalam program
2) Organisasi merancang sistem dan proses yang baru merujuk pada prinsip
peningkatan mutu
 Petunjuk praktik klinis, alur klinis, protocol klinis, digunakan sebagai petunjuk
pelayanan klinis
3) Pemimpin organisasi mengidentifikasi alat pengukur utama dalam struktur
organisasi, proses, hasil, untuk digunakan dalam rencana peningkatan mutu dan
keamanan pasien yang luas
4) Seseorang dengan pengalaman, pengetahuan, dan skill yang memadai secara
sitematis mengumpulkan dan menganalisa data dalam organisasi
5) Organisasi menggunakan proses internal untuk memvalidasi data
6) Organisasi menggunakan proses yang jelas untuk mengidentifikasi dan
mengatur acara-acara sentinel
7) Data dianalisis ketika tren yang tidak diinginkan dan variasi yang terlihat dari
data
8) Organisasi menggunakan proses yang ditetapkan untuk identifikasi dan analisis
near-miss event
9) Peningkatan kualitas dan keselamatan dicapai dan berkelanjutan
10) Perbaikan dan kegiatan pengamanan yang dilakukan untuk bidang-bidang
prioritas yang diidentifikasi oleh pemimpin organisasi
11) Sebuah program berkelanjutan dari manajemen risiko digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengurangi kerugian yang tak terdugan peristiwa dan
risiko keamanan lainnya untuk pasien dan staf

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara sederhana terdapat


beberapa poin penting tentang dimensi mutu pelayanan keperawatan yaitu:
a. Tangible (bukti langsung) :

Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan,
kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan;
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan
kerapian serta kebersihan penampilan perawat.

b. Reliability (keandalan) :

Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk


memberikan pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana
‘dapat dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatanyang
‘konsisten’. Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan
adalah : prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat; pemberian perawatan
yang cepat dan tepat; jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan
konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan
tidak berbelat belit.

c. Responsiveness (ketanggapan) :

Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’
dan memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan
pada persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam
pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan
informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat
membantu pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat pada saat pasien
membutuhkan.

d. Assurance (jaminan kepastian) :

Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjami pelayanan


keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi
yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan
kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen : ‘kompetensi’,
yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan; ‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat
sebagai aspek dari sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang
menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada
pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.

e. Emphaty (empati) :

Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien
secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat
diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada
setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya; perawatan
diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain.

Berkaitan dengan kasus, pengendalian mutu yang harus dilakukan oleh perawat
harus berfokus pada acuan-acuan JCI dan dimensi-dimensi pengendalian mutu di
atas. Perawat harus menjadi dapat dipercaya, dapat diandalkan, responsive, dan
dapat diandalkan dalam segala sesuatu sertankompeten di bidangya. Mutu
pelayanan keperawatan jika dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input,
proses dan outcome, maka mutu pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan
ketergantungan antara berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan
keperawatan.

Selain itu mengingat pada kasus terdapat banyak pasien dengan penyakit
infeksi, kronik, maupun akut, manajemen risiko harus diperhatikan secara ketat oleh
perawat untuk mencegah terjadinya injuri, maupun infeksi nosokomial terjadi. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam manajemen resiko diantaranya adalah : 1)
menciptakan hubungan yang baik antara perawat dan klien, 2) Pahami kebijakan
instusi dan proses yang berlaku, 3) Dokumentasi tindakan keperawatan : faktual,
menunjuk waktu, runtut, nama dan paraf, 4) Jaminan keamanan klien, 4) Laporan
kejadian khusus (incident). Dalam memfasilitasi jaminan keamanan pada
pasien/klien, unsure-unsur penting yang harus dilakukan dalam memberikan
pelayanan keperawatan adalah : 1) Cegah dari potensi bahaya fisik dan lindungi
martabat klien, 2) Kesiapan alat-alat pendukung tindakann dan pemakaian secara
proper, 3) Lakukan setiap tindakan sesuai standar.
Mutu pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga,
masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan
keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan.
Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan
peningkatan derajat kesehatan pasien. Oleh karena itu pengendalian mutu
sangatlah penting demi menjaga profesionalisme asuhan keperawatan.

2.1 Pengarahan
2.1.1 Hakekat dan Konsep Pengarahan
Pengarahan adalah suatu proses penugasan berupa pesanan ataupun
instruksi yang menyebabkan staf/ tenaga kerja memahami apa yang diharapkan
oleh manajer yang berisi pedoman serta pandangan dalam bekerja sehingga staf
dapat berperan secara efektif dan efisien dalam mencapai objektif organisasi
(Swansburg, 1999). Pengarahan juga dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai
sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha. Dalam pengarahan
fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja
secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat serta dinamis
sangat diperlukan. Pemberian instruksi, tugas, dan pengarahan dapat membuat
personel atau staf mengerti tentang apa yang diharapkan dari mereka.

Pengarahan merupakan fungsi manajemen sangat penting, karena masing-


masing orang yang bekerja di dalam suatu organisasi mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda. Supaya kepentingan yang berbeda-beda tersebut tidak saling
bertabrakan satu sama lain, maka pimpinan perusahaan harus dapat
mengarahkannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan pokok dari
pengarahan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang yang melakukan
kegiatan yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang memungkinkan tidak tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2003).

Supaya pengarahan yang diberikan menjadi efektif, seorang manajer perlu


memperhatikan beberapa hal, diantaranya instruksi yang diberikan haruslah
lengkap, dapat dimengerti, saat memberikan pengarahan manajer perlu memberikan
penekanan untuk hal-hal yang penting, berbicara dengan jelas dan tidak cepat
supaya instruksi yang diberikan dapat dimengerti dengan jelas oleh staf yang
diberikan pengarahan. Selain itu, manajer perlu memberikan pengarahan yang
dapat diterima logika, dan tidak memberikan arahan yang terlalu banyak pada satu
waktu, dan pastikan instruksi yang diberikan dilakukan dengan benar.

2.2.2 Ruang Lingkup Pengarahan

Lingkup pengarahan yang efektif mencakup peningkatan motivasi,


manajemen waktu, kemampuan delegasi, kemampuan supervisi, kemampuan
komunikasi yang baik, manajemen konflik dan memfasilitasi kolaborasi, serta
kemampuan negoisasi (Marquis dan Huston, 2006).

a) Peningkatan Motivasi
Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang untuk
melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku.
Sedangkan motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk
membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja.
Menurut bentuknya, motivasi terdiri dari :

 Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu untuk
meningkatkan produktifitas dalam bekerja. Pekerja harus menghargai
pekerjaannya dan produktifitas.
 Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu.
Manajer memegang peranan penting dalam memotivasi staf untuk mencapai
tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas itu, manajer harus
mempertimbangkan keunikan/ karakteristik dari stafnya dan berusaha untuk
memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf. Langkah-
langkah yang dapat dilakukan oleh manajer untuk meningkatkan motivasi
karyawan, antara lain:

 Mempunyai harapan yang jelas terhadap para karyawan dan


mengkomunikasikan harapan secara efektif
 Adil dan konsisiten dalam membuat persetujuan dengan karyawan
 Membuat keputusan yang sesuai
 Mengembangkan konsep kerja tim
 Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan karyawan dengan tujuan
organisasi
 Mengenal masing-masing karyawan beserta keunikannya
 Hindarkan adanya suatu kelompok/perbedaan antar staf
 Memberikan pengalaman yang memberikan tantangan karyawan dan
memberikan kesempatan untuk berkembang
 Meminta partsipasi dan masukan dalam semua keputusan yang sesuai
 Yakin bahwa karyawan mengerti alasan dibalik setiap keputusan dan
tindakan
 Membiarkan karyawan melatih penialaian individu sesering mungkin
 Menciptakan hubungan saling meolong dan saling percaya dengan karyawan
 Membiarkan karyawan melatih sebagai kontrol diluar pekerjaannya
 Menjadi role model untuk karyawan
 Memberikan reinforcement positif kapanpun jika memungkinkan
Motivasi adalah bagaimana peran kepala ruangan sebagai manajer dalam
merangsang perawat pelaksana dengan menanamkan perasaan berharga dan
bermanfaat serta menjadikan kerja sebagai bagian dari kehidupan yang dinikmati.
Setiap usaha yang dilakukan oleh manajer tidak hanya membentuk iklim motivasi
bagi timnya, tetapi juga akan membentuk lebih banyak calon pemimpin di dunia
keperawatan. Pemenuhan kebutuhan sosial juga merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam rangka meningkatkan motivasi perawat pelaksana dalam
melaksanakan tugas.

b) Manajemen Waktu
Manajemen waktu dapat diartikan sebagai pengoptimalan kinerja waktu yang
dimiliki. Terdapat tiga langkah dasar dalam memanajemen waktu, yaitu:
 Penggunaan waktu untuk merencanakan dan menentukan prioritas
 Selesaikan tugas yang paling prioritas kapanpun jika memungkinkan dan
selesaikan satu tugas sebelum memulai tugas yang baru
 Reprioritas berdasarkan tugas-tugas yang tersisa dan berdasarkan setiap
informasi terbaru yang didapatkan.
Seorang manajer yang harus membagi waktu dan energinya, dapat membagi
setiap tindakannya dalam tiga tahap sederhana, yaitu kegiatan yang tidak harus
digunakan, kegiatan yang akan dilakukan nanti, dan kegiatan yang harus
dilakukan sekarang. Setiap tindakan yang akan dilakukan akan disusun dalam
bentuk list tindakan. Dari list ini akan dapat dilihat evaluasi setiap tindakan yang
berhasil dilakukan dan yang tidak. Oleh karena itu, akan ada perubahan prioritas,
selama hal itu akan terus mendatangkan perbaikan.
Penyusunan prioritas dalam memanajemen waktu oleh kepala ruangan
sangatlah penting untuk menyeimbangkan antara manajemen pelayanan dan
manajemen asuhan keperawatan. Kepala ruangan akan berusaha menyusun
waktu sedemikian rupa sehingga seluruh perawat yang berada di bawah
lingkupnya juga akan memiliki pengaturan waktu yang baik. Manajemen waktu
yang baik akan menunjukkan bagaimana kepala ruangan mampu mengatur setiap
lini di bawahnya dan menggiring setiap stafnya mengikuti alur waktu yang telah
disusunnya, mendidik dan mengembangkan sikap disiplin, dan penghargaan
terhadap waktu.

c) Delegasi dan Supervisi


 Delegasi
Manajer harus belajar melepaskan tugas-tugas tertentu kepada orang-orang
yang ia pimpin agar ia tidak mengerjakan segala sesuatu sendiri. Pendelegasian
yang dilakukan oleh seorang pemimpin memungkinkan dia dapat berbuat banyak
hal melalui staf terhadap orang lain yang membutuhkannya. Pendelegasian
sebagai bagian dari penggerakkan atau pengarahan dalam suatu organisasi
sangat penting artinya guna menyelesaikan setiap pekerjaan yang menuntut
untuk segera diselesaikan dan tidak untuk ditunda lagi. Delegasi merupakan
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk
melaksanakan tugas tertentu agar dapat berfungsi secara efisien.

Manfaat dilakukannya pendelegasian adalah untuk memaksimalkan efektifitas


karyawan, mempercepat pengambilan keputusan, dan/ atau dapat membuat
keputusan yang lebih baik. Delegasi yang baik tergantung dari keseimbangan
antara 3 komponen utama yaitu; tanggung jawab, kemampuan dan wewenang.
Kelebihan dilakukannya pendelegasian adalah meningkatkan bawahan untuk
tumbuh dan berkembang bahkan dapat digunakan sebagai alat belajar dari
kesalahan.

Pendelegasian dalam praktek keperawatan profesional adalah, bagaimana


kepala ruangan mengembangkan dan memberdayakan perawat pelaksana
secara personal dan profesional untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan cara
menyerahkan tugas dan wewenang sesuai kecakapan, kemampuan dan dedikasi
perawat pelaksana dalam mencapai tujuan organisasi.

 Supervisi
Supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (pengarahan) dalam fungsi
manajemen yang berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang
telah diprogramkan dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Supervisi secara
langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan/
permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya. Pengawasan adalah proses
pengarahan, memandu, dan mempengaruhi capaian kinerja individu dari suatu
tugas atau aktivitas. Tanpa melakukan supervisi maka akan sulit untuk menjaga
dan mempertahankan mutu asuhan keperawatan, karena masalah-masalah yang
terjadi di ruangan tidak dapat diketahui hanya melalui informasi yang diberikan
perawat pelaksana.

Supervisi klinis adalah suatu proses profesional mendukung dan belajar di


mana perawat dibantu dalam mengembangkan praktek mereka melalui suatu
diskusi berkala dengan rekan sekerja yang banyak mengetahui dan
berpengalama. Supervisi adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang
diperlukan untuk penyelesaian tugas-tugasnya. Tujuan supervisi adalah
memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan
bantuan tersebut memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas
atau pekerjaan dengan hasil yang baik, sedangkan, tujuan supervisi klinis adalah
meningkatkan praktek keperawatan oleh karena itu perlu untuk dipusatkan pada
interaksi pasien-perawat.

Supervisi diarahkan pada kegiatan, mengorientasikan staf dan pelaksana


keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya
untuk menimbulkan kesadaran dan pengertian akan peran dan fungsinya sebagai
staf dan difokuskan pada pemberian pelayanan kemampuan staf dan
pelaksanaan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Jadi agar
seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara
benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi seperti hubungan
profesional, perencanaan yang matang , bersifat edukatif, memberikan rasa
aman, dan membentuk suasana kerja yang demokratis.

Supervisi perlu dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan bukan untuk


mencari kesalahan atau penyimpangan. Supervisi juga dilakukan terutama
memberikan bimbingan dan arahan untuk meningkatkan pemahaman perawat
pelaksana dalam menjalankan tugas dan tangung jawabnya memberikan
pelayanan.

d) Manajemen Konflik
Konflik organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota
organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau
aktivitas kerja, dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penilaian, atau
pandangan yang berbeda. Manajemen konflik berarti para manejer harus
berusaha menemukan cara untuk mengembangkan konflik dan kooperasi. Jenis-
jenis konflik, antara lain:
 Konflik di dalam individu
Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap pekerjaan mana yang
harus dilakukannya, bila berbagi permintaan saling bertentangan atau bila
individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
 Konflik antar individu dalam organisasi yang sama
Biasanya timbul akibat tekanan yang berhubungan dengan kedudukan atau
perbedaan-perbedaan kepribadian
 Konflik antara individu dan kelompok
Konflik ini berhubungan dengan cara individu menganggapi tekanan untuk
keserangaman yang dipaksakan kelompok kerja mereka
 Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
Timbul karena adanya peretentangan kepentingan antar kelompok.
 Konflik antar organisasi
Umumnya karena adanya bentuk persaingan ekonomi.
Metode-metode pengelolan konflik:
 Metode stimulasi konflik
Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan kepada karyawan, karena
karyawan pasif yang disebabkan oleh situasi konflik yang terlalu rendah.
Metode stimulasi konflik meliputi: 1) pemasukan atau penempatan orang luar
ke dalam kelompok 2) penyusunan kembali organisasi 3) penawaran bonus,
pembayaran insentif, dan penghargaan untuk mendorong persaingan 4)
pemilihan menejer menejer yang tepat 5) perlakuan yang berbeda dengan
kebiasaan

 Metode pengurangan konflik


Metode ini mengurangi permusuhan yang ditimbulkan oleh konflik, dengan
mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana’, akan tetapi tidak
berurusan dengan masalah yang pada awalnya menimbuklan konflik. Langkah-
langkah dalam metode ini adalah: mengganti tujuan yang menimbulkan
persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima, dan mempersattukan
kelompok tersebut untuk menghadapi ancaman yang sama.
 Metode penyelesaian konflik
Yaitu metode yang dipusatkan pada tindakan para menejer yang dapat secara
langsung mempengaruhi pihak-pihak yang bertentangan. Ada tiga langkah
dalam metode penyelesaian konflik ini antara lain: 1) dominasi dan penekanan
yaitu melalui kekerasan yang bersifat otokratik, penenangan yang lebih
diplomatis, penghindaran dan penentuan melalui suara terbanyak. 2)
kompromi, menejer mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh pihak-pihak
yang saling berselisih untuk menyelesaikan asalah yang terjadi. 3) pemecahan
masalah secara menyeluruh yaitu dimana antar kelompok yang mengalami
konflik ditempatkan pada suatu situasi dimana mereka bersama-sama
berusaha mencari penyelesaian masalah yang timbul yang dapat diterima
semua pihak, manajer perlu mendorong bawahannya agar bekerja sama agar
mencapai tujuan bersama, melakukan pertukaran gagasan secara bebas dan
menekankan usaha-usaha pencairan penyelesaian yang integratif.
Posisi kepala ruangan sangat penting dalam memanajemen konflik. Sebagai
salah satu pemilik jabatan tertinggi, maka seorang kepala ruangan harus mampu
mengatur, menengahi, dan menyelesaikan konflik yang terjadi. Setiap kepala
ruangan diharapkan mampu membentuk situasi yang mendukung semua staf
untuk berkembang dari setiap masalah yang dihadapi, menjadikan keadaan lebih
baik setelah masalah itu terjadi.
e) Komunikasi
Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya
pengarahan. Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran
organisasi dalam mencapai tujuannya. Para manajer mencurahkan sepertiga
aktifitas mereka untuk komunikasi rutin, menukar dan memproses informasi rutin.
Akan tetapi yang lebih penting lagi adalah penemuan bahwa aktifitas komunikasi
memberi kontribusi yang paling besar untuk manajer yang efektif. Komunikasi
memperkuat motivasi dengan menjelaskan ke para karyawan apa yang harus
dilakukan, seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat dikerjakan untuk
memperbaiki kinerja yang dibawah standar. Kurangnya kerjasama adalah salah
satu penyebab yang umum dari salah pengertian atau kegagalan dalam
komunikasi. Komunikasi yang terbuka dan efektif dapat dianggap sebagai aset
bagi sebuah organisasi.

Komunikasi dalam suatu organisasi kita kenal seperti komunikasi kebawah dan
komunikasi keatas. Proses komunikasi ke bawah (downward process). Tujuan
proses komunikasi ke bawah diidentifikasi menjadi 5 (Lima) tujuan dalam
organisasi yaitu; 1) memberi arahan tugas khusus mengenai instruksi kerja; 2)
memberi informasi mengenai prosedur dalam praktek organisasi; 3) menyediakan
informasi mengenai pemikiran dasar pekerjaan; 4) memberitahu bawahan
mengenai kinerja mereka; dan 5) menyediakan informasi ideologi guna
memudahkan indoktrinasi tujuan. Tujuan utama komunikasi kebawah adalah
memberi saran, memberi tahu, mengarahkan, memberi instruksi, dan
mengevaluasi karyawan serta menyediakan informasi mengenai sasaran dan
kebijakan perusahaan kepada anggota organisasi. Komunikasi kebawah adalah
pola yang digunakan oleh pemimpin kelompok dan manajer untuk menetapkan
sasaran, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan dan
prosedur ke bawahan.

Komunikasi ke atas, secara formal terdapat juga dalam organisasi, akan tetapi
dalam prakteknya kecuali untuk kontrol umpan balik, sistem kebawah
sesungguhnya mendominasi sistem keatas. Cara terbaik dan termudah untuk
mengembangkan komunikasi keatas adalah manajer yang mengembangkan
kebiasaan mendengarkan dengan baik dan membangun sistem untuk
mendengarkan. Komunikasi keatas adalah komunikasi yang digunakan untuk
memberikan umpan balik ke atasan, menginformasikan pada mereka mengenai
kemajuan sasaran, dan menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi kepala ruangan


dalam praktek keperawatan adalah bagaimana kemampuan kepala ruangan
dalam membina komunikasi kebawah dan komunikasi keatas, bersifat terbuka,
jujur, dan menyampaikan pesan dengan jelas serta menanggapi perawat
pelaksana dengan positif agar tidak terjadi kesalahan komunikasi yang
menghambat arus informasi dan sekaligus mempengaruhi pencapaian tujuan
organisasi.

LAPORAN PENDAHULUAN 14
METODE ASUHAN KEPERAWATAN

a. SOP Supervisi
SPO PELAKSANAAN

TIMBANG TERIMA
Logo RS
No. Dokumen No. Dokumen No. Dokumen

000 000 000

TanggalTerbit Ditetapkan,
PROSEDUR DIREKTUR RS
TETAP

(….......................................) (........................................)
Pengertian Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya adalah
mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama (H. Burton,
dalam Pier AS, 1997 : 20). Supervisi keperawatan adalah suatu proses
pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas dalam rangka mencapai tujuan.

Tujuan Tujuan supervisi adalah pemenuhan dan peningkatan pelayananan


pada klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan, ketrampilan
dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas
Prinsip 1. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen,
ketrampilan hubungan antar manusia dan kemampuan
menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan.
3. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisir dan
dinyatakan melalui petunjuk, peraturan, uraian tugas dan standart.
4. Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokrasi antara
supervisor dan perawat pelaksana.
5. Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang
spesifik.
6. Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi
efektif, kreatifitas dan motivasi.
Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam
pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan
manajer.
Pelaksana 1. Kepala Ruangan :
a) Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan
pada klien di ruang perawatan
b) Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya
tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
c) Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktek
keperawatan diruang perawatan.
2. Pengawas perawatan :
Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan pada kepala
ruangan yang ada di instalasinya.
3. Kepala seksi perawatan :
Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung
dan seluruh perawat secara tidak langsung.

Langkah/prosedur 1. Pra supervisi

a) Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.

b) Supervisor menetapkan tujuan

2. Supervisi

a) Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau


instrumen yang telah disiapkan.

b) Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan


pembinaan.

c) Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associste


untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.

d) Pelaksana supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan


memvalidasi data sekunder

 Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.


 Supervisor melakukan tanya jawab dengan Perawat Primer
dan Perawat Associate
3. Pasca Supervisi (3F)
a) Supervisor memberikan penilaian supervisi F-Fair

b) Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi

c) supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan

Peran dan Fungsi 1. Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah
mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan
manajemen sumber daya yang tersedia, dengan lingkup tanggung
jawab supervisor antara lain:
a) Menetapkan dan mempertahankan standar praktek
keperawatan.
b) Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang
diberikan.
c) Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur
pelayanan keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan
lain yang terkait.
d) Manajemen anggaran
2. Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu
perencanaan, dan pengembangan. Supervisor berperan dalam :
a) Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan
dana tahunan yg tersedia, mengembangkan tujuan unit yang
dapat dicapai sesuai tujuan RS.
b) Membantu mendapatkan informasi statistik untuk perencanaan
anggaran keperawatan.
c) Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.
Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu
saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar dapat
dijalankan dengan tepat. Kegegalan supervisi dapat menimbulkan
kesenjangan dalam pelayanan keperawatan.
Teknik Supervisi a) Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok, yaitu
:
a) Mengacu pada standar asuhan keperawatan.
b) Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding
untuk menetapkan pencapaian.
c) Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan
kualitas asuhan.
b) Area Supervisi.
a) Pengetahuan dan pengertian tentang klien.
b) Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar.
c) Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran,
empati
c) Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara, Yaitu:

a) Langsung.
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang
berlangsung, dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan,
feed back dan perbaikan. Adapun prosesnya adalah:
1) Perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu
tindakan keperawatan didampingi oleh supervisor.
2) Selama proses, supervisor dapat memberi dukungan,
reinforcement dan petunjuk.
3) Setelah selesai, supervisor dan perawat pelaksana
melakukan diskusi yang bertujuan untuk menguatkan
yang telah sesuai dan memperbaiki yang masih kurang.
Reinforcement pada aspek yang positif sangat penting
dilakukan oleh supervisor.
b) Supervisi secara tidak langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor
tidak melihat langsung apa yang terjadi dilapangan sehingga mungkin
terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

b. SOP Timbang Terima


SPO PELAKSANAAN

TIMBANG TERIMA
Logo RS
No. Dokumen No. Dokumen No. Dokumen

000 000 000

TanggalTerbit Ditetapkan,
PROSEDUR DIREKTUR RS
TETAP

(….......................................) (........................................)
PENGERTIAN Timbang Terima adalah suatu proses komunikasi pemberian
informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat)
tentang klien yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift
jaga yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan
konfirmasi tentang klien.

TUJUAN 1. Mengetahui kondisi dan keadaan klien .


2. Mengidentifikasi hal yang sudah/belum dilakukan dalam
pemberian asuhan keperawatan  kepada klien
3. Memberikan informasi penting yang harus ditindaklanjuti oleh
perawat dinas berikutnya
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya
5. Menjaga keselamatan klien
KEBIJAKAN -
PROSEDUR PENGKAJIAN

1. Kaji kesiapan kedua shift perawat yang akan melakukan


timbang terima
2. Kaji kesiapan tempat pelaksanakan timbang terima
3. Kaji kesiapan rekam medik dalam timbang terima

PERENCANAAN

1. Persiapan alat:
a. Alat tulis
b. Rekam medik klien
2. Persiapan perawat:
a. Perawat dalam kedua sift siap melakukan timbang terima.
b. Timbang terima minimal diikuti katim/PJ shif dan perawat pelaksana

c. SOP Ronde Keperawatan


SPO RONDE KEPERAWATAN

Logo RS No. Dokumen No. Dokumen


000 000
Tanggal Berlaku Ditetapkan di ..........
PROSEDUR
Direktur,
TETAP
..........................................

Pengertian Sebagai bahan dalam peningkatan pemberian asuhan keperawatan


untuk menyelesaikan masalah pasien yang belum teratasi.

Tujuan a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi


b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer, tim
kesehatan lain
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah
pasien
Kebijakan a. Dilakukan minimal sebulan sekali untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor perawat.
b. Melibatkan tim kesehatan lain.
Persiapan a. Catatan keperawatan dan medis pasien
b. Kasus pasien diambil minimal 1 hari sebelum pelaksanaan ronde
c. Inform consent
d. Literatur/ referensi terkait dengan penyakit klien
e. Buku notulen ronde keperawatan dan alat tulis.
Prosedur Kerja Tahap Pra-interaksi
a. Cek catatan keperawatan dan medis
b. Tetapkan kasus minimal satu hari sebelum waktu pelaksanaan
ronde
c. Berikan inform consent pada keluarga atau pasien
d. Membuka kegiatan ronde dengan mengucapkan salam
e. Menjelaskan tentang hasil yang diharapkan dari hasil ronde
f. Menjelaskan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan
dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas
yang perlu di diskusikan.
g. Memberikan kesempatan anggota tim untuk diskusi dan
mengajukan pendapat/ pertanyaan
h. Mengajak peserta menuju ruang pasien (bila perlu )

Tahap Orientasi

a. Beri salam dan panggil klien dengan namanya


b. Jelaskan tentang kegiatan yang akan dilakukan (oleh ketua tim
atau perawat primer).

Tahap Kerja

a. Memberikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan


dilakukan
b. Jaga privasi klien
c. Memulai dengan cara yang baik
d. Mempersilahkan tim untuk validasi, intervensi, dan edukasi sesuai
dengan kebutuhan pasie
i. Memberikan kesempatan pasien dan keluarga untuk
menyampaikan permasalahannya dan yang belum jelas.

Tahap Terminasi

a. Evaluasi perasaan pasien


b. Simpulkan kegiatan ronde keperawatan (tidak didepan pasien)
c. Berikan reinforcement positif pada tim
d. Buat rencana tindak lanjut setelah kegiatan ronde keperawatan.
e. Kontrak pertemuan selanjutnya (kegiatan, waktu dan tempat)
f. Menutup kegiatan ronde keperawatan

Dokumentasi

Catat dalam notulen ronde keperawatan.


d. SOP Pendelegasian

SPO PENDELEGASIAN TUGAS

Logo RS No. Dokumen No. Dokumen


000 000

Tanggal Berlaku Ditetapkan di .........


PROSEDUR
Direktur,
TETAP
..........................................

Pelimpahan tugas dan wewenang kepada seorang bawahan atau


seorang kepala ruangan lainnya untuk menjalankan tugas atau
PENGERTIAN
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab pimpinannya untuk sementara
waktu.
Sebagai langkah atau acuan dalam melimpahkan tugas dan wewenang
TUJUAN kepada seorang bawahan atau sesama kepala ruangan.
KEBIJAKAN 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
2. SK Kepala Dinas Kesehatan Nomor 440/RS.01/414.051/2014
tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
133/MENKES/SK/XII/1999 Tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
A. Pendelegasian dari Kepala Bidang Keperawatan
1. Bila Kepala Bidang Keperawatan berhalangan hadir maka sebagai
penggantinya adalah salah satu dari Kepala Ruangan yang ditunjuk
dengan persetujuan Direktur.
2. Kepala Bidang Keperawatan mengisi form pendelegasian tugas
dan mendelegasikan hal-hal yang didelegasikan kepada Kepala
Ruangan.
3. Apabila dalam pelaksanaan pendelegasian terdapat hal-hal yang
harus diputuskan maka Kepala Ruangan dapat mengambil
keputusan dengan meminta pertimbangan kepada Direktur atau
yang mewakili.
4. Pejabat sementara Kepala Bidang Keperawatan membuat laporan
PROSEDUR
pelaksanaan tugas, tanggung jawab dan keputusan/tindakan yang
diambil selama bertugas dan melakukan serah terima kepada
Kepala Bidang Keperawatan.
B. Pendelegasian dari Kepala Ruangan
1. Bila Kepala Ruangan berhalangan hadir maka sebagai
penggantinya adalah salah satu dari Penganggung Jawab Shift
yang ditunjuk dengan persetujuan Kepala Bidang Keperawatan
2. Kepala Ruangan mengisi format/buku pendelegasian tugas dan
mendelegasikan hal-hal yang didelegasikan kepada Penanggung
Jawab Shift
3. Apabila dalam pelaksanaan pendelegasian terdapat hal-hal yang
harus diputuskan maka Penanggung Jawab Shift dapat mengambil
keputusan dengan meminta pertimbangan kepada Kepala Bidang
Keperawatan.

1. Instalasi Rawat Inap stase Interna


2. Instalasi Rawat Inap stase Bedah pediatrik
3. Instalasi Gawat Darurat
4. Intensive Care Unit.
UNIT KERJA 5. Instalasi Bedah Sentral
6. Instalasi Rawat Jalan
7. Instalasi VK Bersalin
8. Instalasi Perinatologi
9. Instalasi Rawat Inap stase Maternitas
e. SOP Dicharge Planning

SPO DISHARGE PLANNING

Logo RS
No. Dokumen No. Dokumen No. Dokumen

000 000 000

TanggalTerbit Ditetapkan,
PROSEDUR DIREKTUR RS
TETAP

(….......................................) (........................................)
Pengertian Suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat perencanaan segera setelah
pasien masuk sebagai pasien rawat inap

Tujuan
1. Melakukani dentifikasi kebutuhan pasien saat pemulanganya dari
rumah sakit
2. Memberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan pasien saat
keluar rumah sakit

Kebijakan -
Langkah/prosedur
1. Siapkan form rencana pemulangan (discharge planing), lengkapi dan
digabungkan dengan form pengkajian awal
2. Tulis identitas pasien pada kolom yang tersedia
3. Tulis diagnose medis pasien dan ruangan dimana pasien pertama kali
dirawat inap
4. Buat tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) pasien dirumah sakit
serta alasan MRS
5. Tulis jam dan tanggal initial asesmen perencanaan pemulangan pasien
dilakukan
6. Tulis tanggal estimasi pemulangan pasien
7. Centang pada kolom yang sesuai dengan rencana tempat tinggal
pasien setelah keluar dari rumah sakit
8. Tulis nama perawat yang mengkaji dan nama dr DPJP yang merawat
pasien
9. Centang pada kolom yang tersedia sesuai daftar pertanyaan yang ada
bilaya, jelaskan secara detail
10. Apabila ada perubahan tulis perubahan yang harus dipersiapkan pada
saat pemulangan pasien pada kolom yang tersedia dan dilengkapi
paraf dan nama terang perawat

Unit Terkait 1. UnitGawatDarurat


2. UnitRawatInap
3. UnitRawatJalan

f. SOP Sentralisasi Obat

SPO SENTRALISASI OBAT

Logo RS
No. Dokumen No. Dokumen No. Dokumen

000 000 000

TanggalTerbit Ditetapkan,
PROSEDUR DIREKTUR RS
TETAP

(….......................................) (........................................)
Sentralisasi Obat adalah pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan
PENGERTIAN diberikan kepada pasien diserahkan sepenuhnya kepada perawat.
Pembagian obat dilakukan oleh perawat

1. Meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien terutama dalam hal


pemberian obat.
TUJUAN
2. Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan : tepat pasien, tepat
obat, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cara pemberian
KEBIJAKAN -
PROSEDUR I.Prosedur penerimaan dan pencatatan obat
a. Nama, bentuk dan jumlah obat yang diresepkan dokter dicatat oleh
perawat di dalam buku serah terima obat
b. Resep diberikan kepada keluarga setelah dilengkapi identitas pasien.
c. Obat diantar oleh Instalasi Farmasi ke nurse station dengan
membubuhkan tanda tangan telah pengecekan bersama pada Kartu
Pengobatan Pasien
d. Obat yang diterima oleh perawat selanjutnya dijelaskan oleh perawat
kepada keluarga pasien “ kapan obat tersebutakan diberikan kepada
pasien (jadwal pemberian), bagaimana cara pemberian (injeksi /oral )
dan kapan obat tersebut akan habis
e. e.Kelurga menandatangani Kartu Pengobatan Pasien setelah
mendapat penjelasan
f. f.Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam
kota kobat.

II. Prosedur pemberian obat

a. Nama obat beserta dosis, cara pemberian dan jadwal pemberian


(sesuai instruksi dokter) dicatat oleh ketua tim didalam buku program
therapy setiap pagi setelah visite dokter.
b. Obat dipersiapkan dikamar jaga dengan terlebih dahulu mencocokkan
dengan buku program therapi
c. Obat-obat injeksi antibiotika yang baru pertama kali diberikan agar
dilakukan skin test.
d. Obat diberikan kepada pasien sesuai jadwal dibuku program therapi
e. Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan :
1) macamobat
2) kegunaan obat
3) jumlah obat
4) Nama, jenis, dosis dan cara pemberian obat yang sudah diberikan
kepada pasien dicatat distatus pasien pada lembar” catatan obat
parentral dan obat oral”
f. Sisa obat pasien di cek setiap pagi oleh tim dan dicatat dalam buku
program therapy untuk bahan informasi kepada dokter saat visite.

III. Penambahan obat baru

a. Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis, atau


cara pemberian obat maka informasi ini akan dimasukkan kedalam
buku program therapi.
b. Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (waktu saja) maka
didokumentasikan hanya dilakukan pada status pasien (dilembar
catatan obat oral dan parentral) saja.

1. DPJP
2. Perawat
UNIT TERKAIT
3. Instalasi Farmasi
4. Keluarga Pasien
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong dan Baron. 2005. Productivity in Organization. London : Philadelpia.

As’ad, M. 2003. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty, hlm 45−64.

Azwar, S. 2000. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke 3. Jakarta: Bina Rupa


Aksara, hlm 287−321.

Brown, D. 2001. “Reward Strategies: From Intent to Impact.”


http://www.amazon.co.uk/

Davidow, Moshe 2003. “Have You Heard the Word? The Effect of Word of Mouth on
Perceived Justice, Satisfied and Repurchase Intentions Following Complain
Handling.” Journal of and Complaining Behavior. Vol.16 hlm. 67.

Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, J.H. Donnelly, Jr. 2003. Organisasi, Perilaku, Struktur,
Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 119−275.

Gordon. 2004. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara,
hlm 119−275.
Herzberg F. 1977. One more time: how do you Motivate employee? The
management process. Edisi 2. New York: Macmillan.

Kopelman, R.E. 1986. Managing productivity in organizations. New York: Mc Graw-


Hill.

Marquis, B.L. dan C. J. Huston. 1998. Management Decision Making for Nurses. 124
Case Studies. Edisi 3. Philadelphia: J.B. Lippincott.

McCaffery, J., Heerey, M dan Bose, K. P. 2003. “Refining Performance Improvement


Tools and Methods: lessons and Challenges”. www.ispi.org.

Muhith, A. 2012. “Pengembangan model mutu asuhan keperawatan berdasarkan


analisis kinerja perawat dan kepuasan perawat serta pasien di RS Kabupaten
Gresik”. Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pasca Sarjana. Universitas
Airlangga.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta, hlm 36−54.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Parasuraman A, Zeithamal V, Berry L. (1985). “A conceptual model of service quality


and its impact for future research”. Journal of marketing, (Musim Gugur), hlm.
41−50. arasuraman, A., Zeithaml, V., Berry, L. 1988. “Servequal: A Multiple-
Item Scale For Measuring Consumer Perception Of Service Quality”. Journal
of Retailing.\

Robbins S.P. 2002. Organizational behavior. Edisi 10. 16 Oktober. San Diago State
University: Prentice Hall International Inc.

Rowland, H.S. dan B. L. Rowland. 1997. Nursing Administration Handbook. Edisi 4.


Marylan: An Aspen Pub.

Ruky, A.S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja. Perfomence Management System


Panduan Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: PT.
Gramedia.
Sadirman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Summers C. 1994. “Self-Care: the Greatest Challenge for Nurses. Rev.” J Nurse
Emprow. 4(3): 92–96.

Sudarsono. 2006. Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Supriyanto S., dan Ratna. 2007. Manajemen mutu, Health Advocacy. Surabaya

Trarintya, M. 2011. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Word of


Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di Wing Amerta RSUP Sanglah
Denpasar)”. Tesis Diterbitkan, Universitas Udayana. Denpasar

Anda mungkin juga menyukai