Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR IGA

1.

PENGERTIAN

Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang/ tulang rawan
yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam
lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit,
sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas
terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat
fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas
atas dan kepala (pleksus brakhialis, subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur
klavikula.
2.

KLASIFIKASI FRAKTUR

Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
c.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.


1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.
3. KLASIFIKASI FRAKTUR IGA
a) Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan : fraktur simple, fraktur
multiple
b) Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat : fraktur segmental, fraktur simple, fraktur
comminutif
c) Menurut letak fraktur dibedakan : superior (costa 1-3 ), median (costa 4-9), inferior (costa
10-12 ).
d) Menurut posisi: anterior, lateral, posterior.
Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula
1. Akibat dari tenaga yang besar
2. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar
3. Mortalitas sampai 35%
Fraktur Costae tengah (4-9) :
1. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat
ditangani pada rawat jalan.
2. MRS jika pada observasi :
a. Penderita dispneu
b. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
c. Penderita berusia tua
d. Memiliki preexisting lung function yang buruk.
Fraktur Costae bawah (10-12) : Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma yang
diintubasi pada adanya fraktur kostae. Associated injuriessering terlewatkan meliputi :
kontusio kardiak, ruptur diafragmatik dan injury esophageal.

4. ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1) Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain:
Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh
pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka
tembak
2) Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan
putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan
dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
5. PATOFISIOLOGI
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping
ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma
costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua
trauma dada akan terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada
tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang
diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.Seperti pada kasus
kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada
sebelah depan dari angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling
lemah.
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis ,pleura
visceralis,paru

maupun

jantung

,sehingga

hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi jantung.

dapat

mengakibatkan

timbulnya

6. TANDA dan GEJALA


a.
b.
c.
d.
e.

Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada


Adanya gerakan paradoksal
Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri
Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk

membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.


f. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
g. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara
udara yang dihisap masuk ke dalam rongga dada.
h. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
7. TEST DIAGNOSTIK
a. Rontgen standar

Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks


dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur

costae.
Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa.
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain,
namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.

b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
8. KOMPLIKASI
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Hematotoraks
d. Pneumotoraks
e. Cidera intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
f. Laserasi jantung.

9. PENATALAKSANAAN
a. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
b. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)

c. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks,


atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
1) Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
2) Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
3) Cek Foto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan
pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit
diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada
2. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan
santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat,
menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai
indikasi untuk situasi individual
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit Mengurangi nyeri dan mencegah


dengan tirah baring, gips, bebat dan atau
malformasi
traksi
Meningkatkan aliran balik vena,
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
mengurangi edema/nyeri
Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Lakukan tindakan untuk meningkatkan Meningkatkan
sirkulasi
umum,
kenyamanan (masase, perubahan posisi)
menurunakan area tekanan lokal
dan kelelahan otot.
Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri Mengalihkan perhatian terhadap

(latihan napas dalam,


aktivitas dipersional)

imajinasi

visual,

Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-


48 jam pertama) sesuai keperluan.
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal
dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

nyeri,
meningkatkan
kontrol
terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama
Menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri
Menurunkan
nyeri
melalui
mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.
Menilai perkembangan masalah klien.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat,
tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Dorong klien untuk secara rutin melakukan Meningkatkan sirkulasi darah dan
latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
mencegah kekakuan sendi.
Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan Mencegah stasis vena dan sebagai
bebat/spalk yang terlalu ketat.
petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk
Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang Meningkatkan drainase vena dan
cedera kecuali ada kontraindikasi adanya
menurunkan edema kecuali pada
sindroma kompartemen.
adanya keadaan hambatan aliran
arteri
yang
menyebabkan
penurunan perfusi
Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila
Mungkin diberikan sebagai upaya
diperlukan.
profilaktik
untuk
menurunkan
trombus vena.
Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler,
Mengevaluasi
perkembangan
warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera,
masalah klien dan perlunya
bandingkan dengan sisi yang normal.
intervensi sesuai keadaan klien.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan: Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien
tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Instruksikan/bantu latihan napas dalam Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi


dan latihan batuk efektif.
Lakukan dan ajarkan perubahan posisi Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
menurunkan kongesti paru
yang aman sesuai keadaan klien.
Kolaborasi
pemberian
obat Mencegah terjadinya pembekuan darah pada
keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah
antikoagulan (warvarin, heparin) dan
menunjukkan
keberhasilan
untuk
kortikosteroid sesuai indikasi.
mencegah/mengatasi emboli lemak.
Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2
kalsium, LED, lemak dan trombosit.
menunjukkan gangguan pertukaran gas;
anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan penurunan
trombosit sering berhubungan dengan emboli
lemak.
Evaluasi frekuensi pernapasan dan
Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental
upaya bernapas, perhatikan adanya
merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan,
stridor, penggunaan otot aksesori
mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru
pernapasan, retraksi sela iga dan
tahap awal.
sianosis sentral

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi
yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan
tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi Memfokuskan


perhatian,
terapeutik
(radio,
koran,
kunjungan
meningkatakan rasa kontrol diri/harga
teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
diri, membantu menurunkan isolasi
sosial.
Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada Meningkatkan
sirkulasi
darah
ekstremitas yang sakit maupun yang sehat
muskuloskeletal,
mempertahankan
sesuai keadaan klien.
tonus otot, mempertahakan gerak
sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena

imobilisasi.
Mempertahankan
posis
fungsional
Berikan papan penyangga kaki, gulungan
ekstremitas.
trokanter/tangan sesuai indikasi.
Meningkatkan kemandirian klien dalam
Bantu
dan
dorong
perawatan
diri
perawatan
diri
sesuai
kondisi
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien
keterbatasan klien
Menurunkan insiden komplikasi kulit
Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan
dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,
klien.
penumonia
Mempertahankan hidrasi adekuat, menDorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000
cegah komplikasi urinarius dan
ml/hari.
konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup
Berikan diet TKTP.
diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi fisiologis
tubuh.

Kerjasama
dengan fisioterapis perlu
Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai
untuk menyusun program aktivitas
indikasi.
fisik secara individual
Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan Menilai perkembangan masalah klien.
program imobilisasi.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan: Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk
mencegah

kerusakan

kulit/memudahkan

penyembuhan

sesuai

indikasi,

mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi


INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit
aman (kering, bersih, alat tenun kencang,
yang lebih luas.
bantalan bawah siku, tumit).
Masase kulit terutama daerah penonjolan Meningkatkan sirkulasi perifer dan
meningkatkan kelemasan kulit dan otot
tulang dan area distal bebat/gips.
terhadap tekanan yang relatif konstan
pada imobilisasi.
Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal Mencegah gangguan integritas kulit dan
jaringan akibat kontaminasi fekal.
Observasi
keadaan
kulit,
penekanan Menilai perkembangan masalah klien.
gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

a. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan: Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau
eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN

RASIONAL

Lakukan perawatan pen steril dan perawatan


luka sesuai protocol
Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas
insersi pen.
Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid
tetanus sesuai indikasi.

Analisa hasil pemeriksaan laboratorium


(Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan
sensitivitas luka/serum/tulang)

Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda

peradangan lokal pada luka.

Mencegah
infeksi
sekunderdan
mempercepat penyembuhan luka.
Meminimalkan kontaminasi
Antibiotika spektrum luas atau spesifik
dapat digunakan secara profilaksis,
mencegah atau mengatasi infeksi.
Toksoid tetanus untuk mencegah
infeksi tetanus.
Leukositosis biasanya terjadi pada
proses
infeksi,
anemia
dan
peningkatan LED dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk
mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi.
Mengevaluasi perkembangan masalah
klien.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan: klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti
dan memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji kesiapan klien mengikuti program Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi
pembelajaran

oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk


mengikuti program pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian

Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi


sesuai program terapi fisik.
Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka

klien dalam perencanaan dan pelaksanaan


program terapi fisik.
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk
mengenali

tanda/gejala

dini

yang

evaluasi

medik

(nyeri

berat,

demam,

perubahan sensasi kulit distal cedera)


Persiapkan klien untuk mengikuti terapi
pembedahan bila diperlukan.

memerulukan intervensi lebih lanjut.


Upaya pembedahan mungkin diperlukan
untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
klien.

B. EVALUASI
1.
2.
3.
4.
5.

Nyeri berkurang atau hilang


Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
Pertukaran gas adekuat
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Infeksi tidak terjadi
6. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang didalam

Anda mungkin juga menyukai