Anda di halaman 1dari 17

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS PNEUMOTHORAX


Dosen Pengampu: Lina Ema P, M.Kep

Kelompok 5:
1. HAFIS AMANATTYASADI 16631583
2. REZA PRAWIRA P 16631570
3. FIFI FEBSIANA 16631539
4. RETNO DIAH A.M 16631553

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah memberikan sumbangan baik dari segi materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini yang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 06 Juli 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................................ 4
B. TUJUAN ....................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
A. PENGERTIAN ............................................................................................................................... 6
B. ETIOLOGI ..................................................................................................................................... 6
C. KLASIFIKASI.................................................................................................................................. 6
D. MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................................... 7
E. PENATALAKSAAN ........................................................................................................................ 8
F. PENCEGAHAN.............................................................................................................................. 9
G. PENGOBATAN ........................................................................................................................... 10
H. PENGKAJIAN .............................................................................................................................. 11
BAB III .................................................................................................................................................... 16
PENUTUP ............................................................................................................................................... 16
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 16
B. SARAN ....................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUASTAKA ............................................................................................................................... 17

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura.Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura
pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar
masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan
tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai
prosedur diagnostik maupun terapeutik.Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam
kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum
ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks
artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan
dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi
pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura,
ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks
(pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu:
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau
abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga
pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas
misalnya pada empiema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus
yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky
memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun.
Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita
(4:1); paling sering pada usia 20-30tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan
oleh adanya bronkitis kronik dan empisema.Lebih sering pada orang-orang dengan bentuk

4
tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan
merokok.Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep asuhan keperawatan dalam kasus pneumothorax.
2. Tujuan Khusus
 Memahami konsep asuhan keperawatan pada kasus pneumothorax.
 Mampu mengevaluasi atau menilai proses keperawatan dengan kasus
pneumothorax.
 Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep asuhan keperawatan pada
kasus pneumothorax.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara ekstrapulmoner
dalam rongga pleura, antara pleura visceral dan pariental, yang dapat menyebabkan
timbulnya kolaps paru.Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-
paru leluasa mengembang, terhadap rongga dada.

Pneumotorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura.(Arif


Muttaqin,2008)

B. ETIOLOGI
1. Infeksi saluran napas
2. Adanya rupture ‘bleb’ pleura
3. Traumatik misalnya pada luka tusuk
4. Acute lung injury yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia
5. Penyakit inflamasi paru akut dan kronis (penyakit paru obstruktif kronik(PPOK), TB
Paru, fibrosis paru, abses paru, kanker dan tumor metastase ke pleura.

C. KLASIFIKASI
Pneumotorak dapat diklasifikasikan menjadi spontan dan traumatic.

1. Traumatic dapat dibagi lagi menjadi :


a. Pneumotorak iatrogonik
Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi
dua yaitu:
 Pneumotorak traumatic iatrogonik aksedentil ini terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada
tindakan parasentesis dada, biopsy pleura, biopsi transbronkial,
biopsy/aspirasi paru perkutaneus.
 Pneumotorak traumatic iatrogonik artificial (delibarate) merupakan
pneumotorak yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara kedalam
rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya
untuk terapi tuberkolusis (sebelum era antibiotic), atau untuk menilai
permukaan paru.

6
b. Pneumotorak non-iatrogenik (accidental)
Pneumotoraks spontan dapat dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya penyakit
yang mendasari) ataupun sekunder (komplikasi dari penyakit paru akut atau
kronik).

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala pneumothorax sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis). Gejalanya
bisa berupa:

 Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
 Sesak nafas
 Dada terasa sempit
 Mudah lelah
 Denyut jantung yang cepat
 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan:

 Hidung tampak kemerahan


 Cemas, stres, tegang
 Tekanan darah rendah (hipotensi)
E. PATHWAY

7
F. PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain dengan
melakukan :

1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara
dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks
tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang
harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu
dengan membuat hubungan udara ke luar.
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan
demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi
negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut.
b. b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ven il.
1) Dapat memakai infus set
2) Jarum abbocath
3) Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )
Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan
perantara thoakar atau dengan bantuan klem penjepit ( pean ). Pemasukan pipa
plastik( thoraks kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis
aksila belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya
berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya gelembung udara dapat dengan
mudah keluar melalui tekanan tersebut.
3. Tindakan bedah

Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya
penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan
pengelupasan atau dekortisasi. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami

8
robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak
dapat dipertahankan kembali. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara
kedua pleura ditempat fistel.

Tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk menangani pneumothorax ialah:

a. Torakoskopi
Tindakan torakoskopi untuk masih menjadi perdebatan, karena pada dasarnya sekitar
64 % dari tindakan torakoskopi tidak terjadi rekurensi pada pemasangan.Tindakan
yang dilakukan adalah reseksi bula dan pleurodesis.Torakoskopi harus dilakukan bila
paru tidak mengembang setelah 48-72 jam.
b. Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal.Tindakan ini memiliki
angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi dan 2-5 %
bila dilakukan pleurodesis dengan abrasi mekanik.

Pengobatan tambahan :

 Apabila terdapat proses lai diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya ;
- Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis.
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan
ringan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat perlu
mengejan terlalu keras.
 Istirahat total
- Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat ), batuk,
bersin terlalu keras, mengejan.

G. PENCEGAHAN
Pencegahan pneumothorax dapat dilakukan dengan cara:

a. Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya, terutama


bila penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering-
seringlah dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras-keras. Juga
penderita tidak boleh mengangkat benda-benda berat atau mengejan terlalu kuat.

9
b. Penderita TB paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi bila
penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat
sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.

Selain pencegahan diatas dapat juga dilakukan pencegahan dengan cara rehabilitasi yang
dilakukan dengan cara:

a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan


secara baik untuk penyakit dasar
b. Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita
dilarang mengejan, mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.
c. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk atau
sesak nafas.

H. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru
bisa kembali mengembang. Pada pneumothorax yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan
pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa
hari udara akan diserap.

Penyerapan total dari pneumothorax yang besar memerlukan waktu sekitar 2-4 minggu. Jika
pneumothoraxnya sangat besar sehingga menggangu pernafasan, maka dilakukan
pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga yang memungkinkan pengeluaran udara dari
rongga pleura.Selang dipasang selama beberapa hari agar paru-paru bisa kembali
mengembang.Untuk menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya penderita dirawat di
rumah sakit.

Pengobatan tambahan yang dapat kita lakukan antara lain:

1. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yang difokuskan pada:
· Apabila terjadinya proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis
· Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita
diberipengobatan ringan dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat
perlu mengejan terlalu keras.

10
2. Istirahat total
Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat ), batuk, bersin
terlalu keras, mengejan.

Terapi :

a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.

I. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama

Sesk, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi sakit, terasanya
berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan respirasi.Sesak ringsn sampai
berat, napas tertinggal, senggal pendek-pendek.Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak sakit
ringan sampai berat, lemah sampai shock, berkeringat dingin.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat.Nyeri
dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain-lain.

4. Aktivity Daily Life (ADL)


 Nutrisi : Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus tekanan
 Aktivitas : Dispinoa dengan aktifitas atuaa isturahat.
 Istitrahat tidur : Terganggu karena dispnoa.
 Elimirasi : Cenderung tidak mengalami perubahan.
 Personal hygiene : Penurunan kemampuan dalam menjaga kebersihan.

5. Pemeriksaan Fisik

wajah :Perilaku distraksi, mengkerutkan wajah

11
Thorak:

I :Penggunaan otot bantu pernafasan pada dada, leher, retraksi interkostae, okspirasi
abdominal kuat

P :Gerakan dada tidak sama (paradokak) bila trauma ataukrikes penurunan pengembangan
torak (arrea yang sakit).

P :Hiperresonan di atas area terisi udara (preumoterak), bunyi pekek di atas area yang terisi
cairan

A :Bunyi nafas menurun atau tidak ada

Kulit: Pusat sianosis, berkeringat, krepilasi sub ceton(udara pada jaringan dengan palpasi).

1. Sistem Pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk
 Terdapat retraksi klavikula dada
 Pengembangan paru tidak simetris
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
 Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematorak (redup)
 Pada auskultasi suara nafas menurun, suara napas berkurang/menghilang
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
 Dispnea dengan aktiivtas ataupun istirahat
 Gerakan dada tidak simetris saat bernapas
2. Sistem Kardiovaskuler
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan
Tidak ada kelainan.

12
6. Sistem Muskuloskeletal
 Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS PNEUMOTHORAKS

NO ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Pasien mengeluh : Pola nafas tidak Ketidakadekuatan
efektif
- Sesak nafas ekspansi paru
- Nyeri dada menusuk

DO :
- RR naik
- HR naik
- Sianosis suara nafas melemah
- Suara amforik
- Tampak pucat

2. DS : Pasien mengeluh : Kurangnya Kurangnya


pengetahuan
- gelisah informasi tentang
- cemas penatalaksanaan
medis.

DO :
- Ketakutan
- Cemas
- Terlihat kesakitan
-

13
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan denagan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
3. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSD.

C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan denagan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.

NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Identifikasi faktor penyebab kolaps spontan, Memahami penyebab dari
trauma keganasan, infeksi komplikasi mekanik kolaps paru sangat penting
pernapasan. untuk mempersiapkan
WSD pada pneumothoraks
dan menentukan untuk
intervensi lainnya.
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kualitas,
pernapasan, laporkan setiap perubahan yang frekuensi dan kedalaman
terjadi pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.

3. Observasi tanda-tanda vital Peningkatan RR dan


takikardi merupakan
indikasi adanya penurunan
fungsi paru.

2. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.


NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji patologi masalah individu Informasi penurunan
takut karena

14
ketidaktahuan.
Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman
kondisi dinamik dan
pentingnya intervensi
terapeutik.
2. Identifikasi kemungkinan kambuh/ Penyakit paru yang ada
komplikasi jangka panjang. seperti PPOM berat dan
keganasan dapat
meningkatkan insiden
kambuh.
3. Kaji ulang tanda/ gejala yang memerlukan Berulangnya
evaluasi medic cepat, contoh nyeri dada pneumothorak/
tiba-tiba, dispnea, pernapasan lanjut. hemotorak memerlukan
intervensi medik untuk
mencegah/ menurunkan
potensial komplikasi.
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, Mempertahankan
contoh nutrisi baik, istirahat, latihan. kesehatan umum
meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pneumotorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura.(Arif
Muttaqin,2008). Salah satau penyebab dari pneumotorak yaitu traumatik misalnya pada luka
tusuk. Tanda dan gejala dari pneumotorak seperti nyeri dada tajam, sesak nafas, mudah lelah
dll. Pengobatan pada pneumotorak biasanya untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura,
sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumothorax yang kecil biasanya tidak
perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan
dalam beberapa hari udara akan diserap.

B. SARAN
Pneumothorax merupakan salah satu penyakit pernafasan yang berbahaya. Untuk itu hal
yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah dengan memiliki pengetahuan yang
baik mengenai pneumothorax kemudian mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki
di kehidupan nyata. Selain itu kita juga harus menjaga pola hidup kita agar segala sesuatu
yang buruk pada saluran pernafasan kita seperti pneumothorax dapat dicegah.

16
DAFTAR PUASTAKA

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan.


Jakarta:Salemba Medika

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

17

Anda mungkin juga menyukai