Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SPRAIN & STRAIN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Emergency

Disusun Oleh :
Agnes Arisca
190070300111027
Kelompok 1A

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Strain adalah cedera yang melibatkan peregangan atau robeknya
sebuah otot dan tendon (struktur otot). Strain akut terjadi di ujung saat otot
menjad sebuah tendon. Menurut Taylor (1997:115) cedera akut ditimbulkan
oleh karena adanya penekanan melakukan gerakan membelok secara tiba-
tiba. Strain biasa terjadi pada saat berlari ataupun saat melompat dan
biasanya terjadi pada otot hamstring. Strain kronis adalah cedera yang
terjadi secara berkala karena penggunaan secara berlebihan atau tekanan
berulang-ulang dan menghasilkan tendonitis atau peradangan pada
tendon. Gejala yang terjadi pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri,
kehilangan kekuatan dan keterbatasan lingkup gerak sendi (Januardi,
2011).
Sprain adalah cedera yang disebabkan oleh tertariknya atau robeknya
ligamen (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul
persendian. Kerusakan parah pada sendi ini akan menyebabkan sendi
tidak stabil. Gejala yang ditimbulkan berupa rasa sakit, bengkak, memar,
ketidakstabilan dan kehilangan kemampuan untuk bergerak. Namun tanda-
tanda dan gejala dapat bervariasi dalam intensitas, tergantung pada
beratnya sprain tersebut (Januardi, 2011:15)

2. Etiologi
a. Penyebab cedera strain
Penyebab cedera ini adalah akibat konstraksi yang hebat, gerakan yang
tidak terkoordinasi dan mendadak.
b. Penyebab cedera sprain
Penyebab cedera ini adalah karena stress yang berlebihan yang
mendadak atau penggunaaan berlebihan yang berulang-ulang dari
sendi.

3. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung
(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot
tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika
terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot
pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera
memar dan membengkak.
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot,
kehilangan kekuatan, dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain kronis
adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan
berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan tendonitis
(peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tenis bisa
mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-
menerus dari servis yang berulang-ulang.

4. Manifestasi Klinis
a. Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan
teraba pada bagian otot yang mengaku.
b. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan
terbentuk benjolan
c. Nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu.pada cidera
strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera,
terlebih jika otot berkontraksi.
d. Nyeri menyebar keluar dengan kejang atau kaku otot.
e. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada
tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami
kekejangan.

5. Pencegahan
Tindakan mencegah (preventif) lebih baik dari pada mengobati (kuratif),
karena tindakan preventif biayanya lebih murah serta menghindarkan
terjadinya invalid (cacat seumur hidup).
Untuk mencegah cedera olahraga, dibedakan menjadi 2 sebab antara lain:
a. Ditinjau dari sudut sarana/prasarana (infrastruktur)
b. Ditinjau dari sudut si atlet sendiri, yaitu:
1) Dari atlet yang belum mengalami cedera keseleo
a) Berlatih secara teratur, sistematis dn terprogram
b) Atlet haus berlatih (bertanding) dalam kondisi sehat jasmani dan
rohani.
c) Mematuhi peraturan permainan dan pertandingan (fair play)
d) Tidak mempunyai kelainan anatomis maupun antropometri
e) Memakai alat pelindung yang adekuat
f) Melakukan pemanasan dan pendinginan (Hardianto, 1995;77- 80)
2) Atlet yang pernah mengalami cedera keseleo
Usaha pencegahan bila setelah program rehabilitasi keseleo yaitu:
a) plester atau pembungkus plastic sebaiknya digunkan untuk
mendukung pergelangan kaki selama 4 sampai 6 minggu setelah
memulai latihan kembali.
b) Latihan-latihan kekuatan otot-otot peritoneal sebaiknya tetap
dilakuan selama 2 sampai 3 bulan.
c) Sebaiknya pemakaian plester pada pergelangan kaki tetap dipakai
pada janga waktu yang tidak terbatas (Paul, 2002; 118).
c. Untuk menghindari cedera keseleo alangkah baiknya melakukan
pencegahan Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia (2012) 2: 54-58
58
d. Dengan melakukan streatching, pemanasan, latihan penguatan
ligament-ligament sendi, otot dan tendon yang melintasi sendi, latihan
pergelangan kaki, serta melakukan pembebatan pergelangan kaki, pada
saat latihan maupun pertandingan.

6. Penatalaksanaan
Salah satu prinsip utama dalam pengobatan cedera adalah dengan RICE.
Karena jika terjadi penanganan yang salah pada pertolongan pertama,
akan memperparah cedera yang dialami. Menurut (Rahardjo, 1992:35)
perlu memahami apakah itu RICE.
a. Rest (Istirahat)
Istirahat adalah penting karena jika latihan tidak dilanjutkan atau
melakukan aktifitas lain, dapat memperluas cedera. Hentikanlah
pergerakan pada bagian tubuh yang cedera pada saat timbulnya rasa
nyeri/ sakit untuk pertama kalinya.
b. Ice (es)
Pendinginan atau mengurangi pendarahan dari pembuluh darah pada
tempat cedera. Karena pendinginan menyebabkan pembuluh darah
ditempat cedera berkontraksi/ menyempit.
c. Compression (Penekanan)
Penekanan membatasi pembengkakan. Untuk penekanan, balutkan
pembalut elastic dengan kuat diatas es, disekitar daerah cedera. Jangan
membalut terlalu kuat, karena dapat menghentikan aliran darah. Tanda-
tanda aliran darah berhenti ialah mati rasa, kejang dan sakit. Bila timbul
rasa tersebut diatas, segera buka balutan.
d. Elevation (Peninggian)
Letakkan tubuh yang cedera lebih tinggi dari jantung, ini memanfaatkan
gaya berat, untuk membantu cairan yang berlebihan. Program RICE ini
dapat dikerjakan sampai selama dua puluh empat jam (dikerjakan 24
jam pertama setelah cedera). Bila tidak ada penyembuhan kirim ke
dokter atau rumah sakit.
Menurut (Paul M. Taylor 1997:31) hindari atau Do not HARM yaitu:
a. Heat atau hot, pemberian (balsam atau kompres air panas) justru akan
meningkatkan pendarahan.
b. Alcohol, akan meningkatkan pembengkakan.
c. Running, atau exercise atau mencoba latihan terlalu dini akan
memperburuk cedera.
d. Massage, pemijatan tidak boleh diberikan pada masa akut karena
merusak jaringan.
7. Pathway

Penggunan berlebihan , Tekanan yang berulang, Peregangan yang berlebihan



Cedera otot → Perubahan jaringan
↓ sekitar
Spasme otot

Gerakan minimal ← Nyeri Akut → Hospitalisasi


Hambatan ↓ Pengetahuan
mobilitas fisik
↓ Laserasi kulit

Anxietas


Risiko infeksi

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Triage
Gambaran triage pada kasus strain biasanya ditemukan sebagai berikut:
1) Merah, P2 (Merah : Prioritas Pertama : Gangguan ABC, Prioritas 2
atau Urgent : Pasien dengan penyakit yang akut, Mungkin
membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, Waktu tunggu 30
menit, Area Critical care).
2) Kuning, P2 (Kuning : Prioritas Sedang : Tanpa gangguan ABC tapi
bisa memburuk perlahan, Prioritas 2 atau Urgent : Pasien dengan
penyakit yang akut, Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau
jalan kaki, Waktu tunggu 30 menit, Area Critical care).
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Ada atau tidanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
a) Look : Kesimetrisan bising nafas kanan dan kiri dan mungkin juga
dijumpai sianosis, penggunaan otot bantu pernapasan, Respirasi :
 Dewasa : 12-20 kali/menit
 Anak : 15-30 kali/menit
 Bayi baru lahir : 30-50 kali/menit
 Pada orang dewasa, abnormal bila pernapasan >30 kali/menit
atau <10 kali/menit.
b) Listen : suara nafas tambahan seperti ronchi dan wheezing
c) Feel : adanya hembusan nafas
d) Palpasi : rate, ritme dan bentuk pernapasan, juga diperiksa
peranjakan paru apakah simetris atau tidak dan dilihat adanya
tanda apnea.
e) Perkusi : pada daerah paru selalu sonor, pada daerah
jantung menjadi pekak dan di atas lambung menjadi tympani, juga
perkusi harus simetris kanan dan kiri.
f) Aukskultasi : bising napas vesikuler tanpa ronkhi, tempat
pemeriksaan dibawah klavikula dan pada garis aksilaris anterior,
bising napas harus simetris kanan dan kiri.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, takikardi, brakikardia, bunyi jantung
normal pada tahap dini, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut, mungkin juga adanya gejala syok dan
henti jantung, denyut nadi, CRT.
4) Disability
Pemeriksaan neurologist secara cepat dapat dilakukan dengan
metode AVPU (Allert, Voice respons, Pain respons dan
Uniresponsive).
Pemeriksaan dengan CGS secara periodic dapat dilakukan untuk
hasil yang lebih detail pada survey secunder. Bila hipoksia dan
hipovolemia pada penderita dengan gangguan kesadaran dapat
disingkirkan, pikirkan adanya kerusakan CNS sampai terbukti lain.
5) Environment/exposure
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus dilakukan disertai tindakan
untuk mencegah hipotermia. Pemasangan bidai atau vacuum matras
untuk menghentikan perdarahan dapat juga dilakukan pada fase ini.
Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak dilakukan pada survey
primer. Yang dapat dilakukan pada survey primer adalah ;
pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oksimetri, foto cervical,
foto thoraks dan foto polos abdomen. Tindakan lainnya yang dapat
dilakukan pada survey primer adalah pemasangan monitor EKG,
kateter dan NGT. Pemeriksaan dikerjakan tanpa menunda /
menghentikan proses survey primer.
c. Pengkajian Sekunder
Prinsip pada pemeriksaan sekunder adalah memeriksa ulang tubuh
dengan lebih teliti mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to
toe), baik pada tubuh bagian depan maupun belakang.
Dimulai dengan anamnesa singkat yang meliputi SAMPLE :
1) Sing & syptomp :
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan
mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan
tendon.
2) Allergy :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat alergi obat-obatan.
3) Medication :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan
(anti hipertensi, antibiotik).
4) Past medical history :
Berkaitan dengan ada atau tidaknya riwayat gangguan
kardiovaskuler, pernafasan, dsb.
5) Last meal :
Makan terakhir yang dilakukan oleh klien.
6) Even lead to injury :
Gambaran tentang bagaimana awal terjadinya strain hingga klien
sampai ke rumah sakit dan diperiksa oleh tenaga kesehatan.
d. Focus Assement
1) P (Penyebab) : faktor yang menyebabkan nyeri itu datang.
a) Apa penyebab nyeri
b) Faktor yang meringankan nyeri
c) Faktor yang memperlambat nyeri
d) Obat_obatan yang diminum
2) Q (Quality) : menggambarkan nyeri yang dirasakan, klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya
sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien
tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. Bagaimana rasa
nyerinya : terbakar, ditusuk-tusuk, di gigit, di iris-iris, di pukul-pukul
dan lain-lain.
3) R(region/tempat) : meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri
terasa, menetap atau terasa pada menyebar.
a) Lokasi nyeri
b) Penyebaran nyeri
c) Penyebaran ini apakah sama intensitasnya dengan lokasi
sebenarnya.
4) S (skala) : untuk mengukur tingkat nyeri klien di suruh untuk
menunjukan tingkat nyeri tersebut dengan menggunakan skala nyeri
yang di beri oleh perawat.
a) Berapa berkurang skala nyeri
b) Apakah nyeri mengganggu aktivitasnya : gangguan motorik,
gangguan kesadaran.
c) Apakah nyeri semakin bertambah atau
5) T (Time/waktu) : kapan nyeri itu tersa atau datag dan lama nyeri
tersebut.
a) Kapan terasa nyari : pagi, siang, sore, malam.
b) Berapa kali serangannya dalam sehari.
c) Serangan tiba-tiba atau perlahan-lahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Hambatan Mobilitas Fisik
c. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi NIC :
berhubungan keperawatan 3x24 jam Manajemen nyeri (NIC) :
dengan agens- diharapkan klien: 1. Gunakan laporan dari
agens penyebab Memperlihatkan pasien sendiri sebagai
cedera (biologi, pengendalian nyeri pilihan pertamauntuk
kimia, fisik dan NOC : mengumpulkan
psikologis) 1. Melaporkan nyeri informasi pengkajian.
kepada penyedia 2. Minta pasien untuk
layanan kesehatan menilai nyeri atau
2. Melaporkan nyeri dapat ketidak nyamanan pada
dikembalikan skala 0 sampai 10.
3. Memperlihatkan tehnik 3. Lakukan pengkajian
relaksasi secara nyeri secara
individual yang efektif komprehensif
untuk mencapai 4. Observasi isyarat
kenyamanan nonverbal
4. Mempertahankan 5. Observasi tanda-tanda
tingkat nyeri pada atau vital
kurang (dengan skala 6. Ajarkan tehnik
0-10). nonfarmakologis (Tehnik
relaksasi napas dalam
dan distraksi).
7. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
analgetik.

2 Hambatan NOC : NIC :


Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi Pengaturan posisi (NIC)
keperawatan 3x24 jam 1. Kaji tingkat kemandirian
diharapkan pasien: pasien
Memperlihatkan mobilitas 2. Kaji kebutuhan pasien
dengan indikator: terhadap bantuan
1. Keseimbangan pelayanan kesehatan
2. Peforma posisi tubuh 3. Atur posisi pasien
3. Berjalan dengan kesejajaran yang
4. Bergerak dengan mudah benar
5. Meminta bantuan untuk 4. Ubah posisi pasien
aktivitas mobilisasi jika minimal setiap dua jam.
diperlukan 5. Ajarkan cara bangun dari
6. Melakukan aktivitas tempat tidur secara
kehidupan sehari-hari perlahan
secara mandiri
3 Ansietas NOC : NIC:
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tingkat
keperawatan diharapkan kecemasan
kecemasan teratasi 2. Dorong pasien untuk
dengan kriteria hasil : mengungkapkan
1. Pasien mampu perasaan, ketakutan,
mengungkapkan gejala dan persepsi.
cemas. 3. Beri edukasi kepada
2. Pasien mampu pasien tentang
mengungkapkan teknik penyakitnya.
untuk mengontrol 4. Instruksikan pasien
cemas. untuk menggunakan
3. Ekspresi wajah teknik relaksasi.
menunjukkan 5. Libatkan keluarga agar
berkurangnya mendampingi klien untuk
kecemasan. mengurangi takut.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2016. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan


Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 10. EGC. Jakarta

Sumartiningsih, Sri. 2012. Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle


Sprains). Volume 2. Edisi 1. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Erwan, Nur Arinda. 2014. Analisis Cedera Olahraga Dan Pertolongan Pertama
Pemain Sepak Bola. Volume 02 Nomor 03. Fakultas Ilmu
Keolahragaan. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai