Anda di halaman 1dari 23

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA OTOT (FRAKTUR TULANG)

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu


Praktek Profesi Ners Departement Gadar Dan Kritis

Oleh :

Krisno Tanggu

199012328

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIRAMEDIKA PPNI BALI

2020
LAPORAN PENDAHULUAN
CEDERA OTOT

A. Definisi
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon.
Secara fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada
pergerakan dan posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot
jantung dan otot polos. (Joyce M Black, 2014). Trauma muskuloskeletal adalah
suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot
karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan
industri merupakan penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan
tulang dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu :
 Tulang panjang
Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan
di ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna,
femur, tibia, fibula, metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan
tulang panjang.
 Tulang pendek
Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang
serta berbentuk kubus.
 Tulang pipih
Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis
girdle dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan
memberikan permukaan yang luas untuk melekatnya otot.
 Tulang irregular
Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel
telinga, tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang
lain dalam struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2014)
B. Etiologi

Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas,


olahraga, jatuh dan kecelakaan industri.

1. Fraktur
Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada
suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak
dibandingkan yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)
 Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah
tekanan misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna.
 Trauma tidak langsung
Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur
dimana pada k
eadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah.
2. Strain
Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung
misalnya (jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar
dari posisinya kemudian meregang. (Joyce M Black, 2014)
3. Sprain
Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma
tidak langsung. (Joyce M Black, 2014)
C. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer, Bare, 2014) adalah nyeri,


hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan
lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen


tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
2. Deformitas Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
3. Krepitasi Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
4. Pembengkakan dan perubahan warna Pembengkakan dan
perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
5. Fals Moment Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang
(bengkok)

D. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) dibagi menjadi


beberapa yaitu :

a. Berdasarkan komplet atau ketidakklomplitan fraktur :


1) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2) Fraktur inkomplet : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
b. Berdasarkan sifat fraktur :
Fraktur simple/tertutup : tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur
kompleks/terbuka : merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrane
mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi :
1) Grade I dengan luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak.
3) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan yang paling berat.
c. Berdasarkan bentuk garis patah :
1) Fraktur Greenstick : fraktur salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
2) Fraktur Tranversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang

E. Komplikasi

Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2013)

1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan
jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan
akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat
dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa
sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia.
Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan
tulang hasta (radius atau ulna).
c) Fat Embolism Syndrom Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat
menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung
lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan
sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d) Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat
terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala
femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah.
Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode
waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai
dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada
saat menahan beban.
f) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
g) Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka
tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka
amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen
atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union (Penyatuan tertunda) Delayed Union merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b) Non union (tak menyatu) Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh
jaringan fibrosa. Kadangkadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat
ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c) Malunion Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

F. Pathofisiologi

Menurut (Elizabeth, 2013), Ketika tulang patah, sel tulang mati.

Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan

lunak di sekitar tulang tersebut. jaringan lunak biasanya mengalami

kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah patah

tulang. Sel darah putih dan sel mast terakumulasi sehingga menyebabkan

peningkatan aliran darah ke area tersebut. fagositosis dan pembersihan sel

dan jaringan mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di

tempat patah dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru.

Aktivitas osteoblas akan segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru

imatur, disebut kalus. Bekuan fibrin segera direabsorpsi dan sel tulang baru

secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.

Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami

kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai


beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan

dapat terganggu atau terhambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak

sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama

kalsifikasi dan pengeras

G. Pathway

Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015).


H. Pemeriksaan penunjang
1. Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang fraktur berupa:
Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
 Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
 Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
 Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan
yang normal
 Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
 Darah rutin
 Faktor pembekuan darah,
 Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
 Urinalisa
 Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.

I. Penatalaksanaan
Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :
1) Reduksi Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur.
Reposisi memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular
dan rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada
fraktura ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai),
dimana spasme otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester
felt melekat diatas kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui
tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh
sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat & pin, batang atau sekrup.
Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka.
Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi
atau displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian
analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan
reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi umum.Kontra indikasi
reposisi tertutup.
 Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
 Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
 Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced
patellar fracture.
2) Imobilisasi. Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat
fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur
ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan
brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat
bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien
fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai neurology dan vascular. Bila
traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai
imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai
sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada
penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan
memakai gips/brace.
3) Rehabilitasi Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi
terutama merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi,
otot dan ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu
gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan
pasif serta penguatan otot.
J. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Muttaqin, (2017) pengkajian yang harus dilakukan pada klien


dengan pneumonia, yaitu :
a) Identitas
Pengkajian pada identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosa medis

b) Keluhan Utama

Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat


beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /


kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau


tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis


dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan
menular

f) Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan


1) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola tidur dan istrahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
e) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain
f) Pola hubungan atau peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola Presepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak
serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Data obyektif
1) keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
3) pemeriksaan fisik :
a) Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
oedema.
e) Mata Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
f) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
h) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
j) Paru
I. Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
II. Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
III. Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
IV. Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
I. Inspeksi Tidak tampak iktus jantung.
II. Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
III. Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
I. Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
II. Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak
III. teraba.
IV. Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
V. Auskultasi Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur meliputi :

1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan


fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan
gangguan pola tidur.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak
nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/tahanan.
5) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6) Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterb1atasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
L. Intervensi

No Diagnosa
Keperawatan
NOC NIC Rasional
1. Nyeri akut Tujuan : 1) Identifikasi faktor 1) Mengetahui faktor
berhubungan pencetus dan terjadinya nyeri dan cara
Setelah dilakukan
dengan agen pereda nyeri meredahkan nyeri
tindakan
injury fisik 2) Kaji tingkat 2) Tingkat intensitas nyeri
keperawatan
intensitas dan dan frekwensi
selama1x24 nyeri
frekwensi nyeri menunjukkan skala nyeri
dapat berkurang atau
3) Jelaskan pada klien 3) Memberikan penjelasan
hilang.
penyebab dari nyeri akan menambah
Dengan Kriteria 4) Observasi tanda- pengetahuanklien
Hasil : tanda vital tentang nyeri.
5) Monitor durasi dan 4) Untuk mengetahui
 Nyeri
frekuensi nyei perkembangan klien
berkurang atau
6) Monitor intensitas 5) Mengetahui skala nyeri
hilang
nyeri dengan pasien
 Klien tampak
menggunakan skala 6) Mengurangi tingkat
tenang.
7) Anjurkan relaksasi terjadinya nyeri.
nafas dalam
Diagnose
No keperawatan NOC NIC Rasional
.
2 Intoleransi aktivitas Tujuan :
B.d kelemahan Setelah dilakukan 1. Rencanakan periode 1. Mengurangi
Spasme Otot tindakan istirahat yang cukup. aktivitas yang tidak
keperawatan selama 2. Berikan latihan diperlukan, dan
1 x 24 klien memiliki aktivitas secara energi terkumpul
cukup energi untuk bertahap. dapat digunakan
beraktivitas. 3. Bantu pasien dalam untuk aktivitas
Kriteria Hasil : memenuhi kebutuhan seperlunya secar
 Perilaku sesuai kebutuhan. optimal.
menampakan 4. Setelah latihan dan 2. Tahapan-tahapan
kemampuan untuk aktivitas kaji respons yang diberikan
memenuhi pasien. membantu proses
kebutuhan diri. 5. Identifikasi aktivitas secara
 pasien kemampuan perlahan dengan
mengungkapkan berpartisipasi dalam menghemat tenaga
mampu untuk aktivitas tertentu namun tujuan yang
melakukan 6. Anjurkan melakukan tepat, mobilisasi
beberapa aktivitas aktivitas fisik,social, dini.
tanpa dibantu spiritual dan kognitif 3. Mengurangi
 Koordinasi otot, dalam menjaga fungsi pemakaian energy
tulang dan dan kesehatan. sampai kekuatan
anggota gerak pasien pulih
lainya baik kembali
4. Menjaga
kemungkinan
adanya respons
abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari
latihan
5. Mengetahui tingkat
kemampuan
aktivitas klien
6. Mengurangi
kelelahan dalam
melakukan aktivitas.

3 Kerusakan 1) Kaji kulit dan 1) Mengetahui sejauh


integritas kulit identifikasi pada mana
berhubungan Tujuan : tahap perkembangan perkembangan
dengan trauma Setelah dilakukan luka. luka
tindakan keperawtan 2) Kaji lokasi, ukuran, mempermudah
selama 1x24 jam warna, bau, serta dalam melakukan
diharpkan Setelah jumlah dan tipe tindakan yang
dilakukan asuhan cairan luka. tepat.
keperawatan 3) Pantau peningkatan 2) Mengidentifikasi
Mencapai suhu tubuh. tingkat
penyembuhan luka 4) Berikan perawatan keparahan luka
pada waktu yang luka dengan tehnik akan
sesuai. aseptik. Balut luka mempermudah
Dengan Kriteria dengan kasa kering intervensi.
Hasil : dan steril, gunakan 3) Suhu tubuh
 tidak ada tanda plester kertas. yang meningkat
tanda infeksi 5) Jika pemulihan tidak dapat
seperti pus. terjadi kolaborasi diidentifikasikan
 luka bersih tindakan lanjutan, sebagai adanya
tidak lembab misalnya proses
dan tidak kotor. debridement. peradangan.
 Tanda-tanda 4) Tehnik aseptik
vital dalam membantu
batas normal mempercepat
atau dapat penyembuhan
ditoleransi. luka dan
mencegah
terjadinya
infeksi.
5) Agar benda
asing atau
jaringan yang
terinfeksi tidak
menyebar luas
pada area kulit
normal lainnya.
1)

DAFTAR PUSTAKA
M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan
Medical Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang
Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media Edukasi

Brunner dan Suddarth. 2014.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3.Jakarta:


EGC.

Campbell, D. (2066). Music : Physician For Times to Come. 3 Edition.


Wheaton: quest books.

Elizabeth J. Corwin. (2013). BukuSakuPatofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media.

Mardiono, (2010). TeknikDistraksi. Posted by Qittun on Wedneday,October


29 2008, (www.qittun.com ,diaksespadatanggal 20 November
2014).

Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R. 2010. Clinically oriented anatomy.
6th edition. Lippincott William and Wilkins. Amerika. 246-53.
Jakarta: Erlangga.

Nurarif & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan
Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Prof. Chairuddin Rasjad, MD. P. 2012.Pengantar Ilmu Bedah


Ortopedi.Jakarta: PT. Yarsif Watampone.

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2014).Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner &Suddarth( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.

CONTOH KASUS

Laki laki 45 tahun terdiagnosis pre op close fraktur fremur.Klien mengatakan jika dua
hari yang lalu kecelakaan tabrakan dengan sepeda motor.Klien mengatakan saat ini
pada daerah pah sakit dan terasa tebal sampai ke ujung kaki sebela kanan.Saat ini
skala nyeri klien 6 dan nyeri timbul hilang dan berlangsung lama.Klien mengatakan saat
ini memiliki riwayat alergi dengan makanan tertentu.Klien juga mengatakan jika saat ini
ayanya memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi.Saat ini TD 150/120 mmhg,Nadi
82kali/menit,Suhu 37,5 derajat celcius dan RR 16 kali/menit.Saat klien minum sehari
kurang lebih 1400 cc/hari.Klien mengatakan jika nyeri disebela pinggang,klien terpasang
infus NS 14 Tpm,dibagian ekstermitas superior sinistra.Pergerakan sendi terbatas
karena adanya fraktur.Terpasang tensocrap pada paha kanan dan terpasang trakasi
beban 5 Kg.Kekuatan otot kaki otot kaki kanan 1,kaki kiri 5 turgor kulit pucat dan CRT
Lebih dari 2 detik ada edema perifer pada kanan bawah.Saat ini ADL klien ditempat tidur
dan dibantu oleh perawat dan keluarga.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 6 L d/dl
Eritrosit 50 L 10^6/ul
Hematokrit 8L%
Leukosit 12,7O H10^3/ul
Eosinofil 1, 4L%
Neutrofil 13 , 9 %
Limfosit 9 , 10 %
Trombosit 350 10^3/ul

Terapi farmakologo

1.Infus NS 14 tetes per menit

2.Injeksi Ketorolac (IV) 1x250 mg

3.Injeksi ceftriaxone (IV) 1x250 mg

Anda mungkin juga menyukai