Anda di halaman 1dari 42

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BAHAGIA MAKASSAR


NOMOR :

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN UNIT GIZI
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BAHAGIA MAKASSAR

DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BAHAGIA MAKASSAR

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan RSIA Bahagia


Makassar dipandang perlu adanya pengaturan manajemen
Pelayanan secara optimal dan terarah;
b. bahwa untuk dapat melaksanakan point 1 (Satu) dipandang perlu
langkah-langkah dan pedoman untuk mencapainya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada poin a dan
b perlu menetapkan Pedoman Pengorganisasian Unit Gizi RSIA
Bahagia Makassar;
d. bahwa untuk pelaksanaannya perlu ditetapkan dengan Surat
Keputusan Direktur RSIA Bahagia Makassar;

Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
290/Menkes/Per/III/2008tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
6. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 78 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Saki (PGRS)
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN UNIT GIZI DI RUMAH SAKIT IBU


DAN ANAK BAHAGIA MAKASSAR.
KESATU : memberlakukan pedoman Pelayanan sebagaimana terlampir dalam
Surat Keputusan ini di RSIA Bahagia Makassar;

KEDUA : pedoman ini menjadi acuan pelayanan di unit Gizi RSIA Bahagia
Makassar;
KETIGA : mengamanatkan kepada seluruh pejabat struktural, fungsional dan
seluruh jajarannya untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
KEEMPAT : pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan di unit Gizi RSIA
Bahagia Makassar.
KELIMA : keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila dikemudian
Terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : (disesuaikan)
RSIA Bahagia MAKASSAR
DIREKTUR

dr. …………………
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................


KATA PENGANTAR ..................................................................................................
SURAT KEPUTUSAN .................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN. .........................................................................................
A. Latar Belakang ……………………………………………………………….
B. Tujuan Pedoman ..............................................................................................
C. Ruang Lingkup Pelayanan ...............................................................................
D. Batasan Oprasional...........................................................................................
E. Landasan Hukum..............................................................................................
F. Kerangka Konsep..............................................................................................
BAB II STANDAR KETENAGAAN ......................................................................
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia .................................................................
B. Distribusi Ketenagaan ......................................................................................
C. Pengaturan Jaga................................................................................................
BAB III STANDAR FASILITAS ..............................................................................
A. Denah Ruangan .................................................................................................
B. Standar Fasilitas................................................................................................
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN .............................................................
BAB V LOGISTIK ...................................................................................................
BAB VI KESELAMATAN PASIEN .......................................................................
BAB VII KESELAMATAN KERJA .......................................................................
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU .......................................................................
BAB IX PENUTUP ..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit diperlukan sumber daya manusia
yang kompoten, sarana dan prasarana yang memadai, agar pelayanan gizi yang di
laksanakan memenuhi standar yang telah di tetapkan. Pelayanan gizi merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang saling menunjang dan tidak
dipisahkan dengan pelayanan. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena
secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, yang digambarkan
melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan tingkat pendidikan. Tingkat
pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang yang sehat dan berstatus gizi baik.
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individual mengenai apa
yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi secara individu.
Demikian pula masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara langsung ataupun
tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan, harus diperhatikan secara individual.
Adanya kecendrungan peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan nutrition related
disease pada semua kelompok rentan dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan usia
lanjut, semakin dirasakan perlunya penanganan khusus. Semua ini memerlukan
pelayanan gizi yang bermutu untuk mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga
tidak terjadi kurang gizi dan untuk mempercepat penyembuhan.
Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut/gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit
saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, usila tidak sadar dalam waktu
lama, kegagalan fungsi saluran cerna dan pasien yang mendapat kemoterapi. Fungsi
organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan kekurangan
gizi. Disamping itu masalah gizi lebih dan obesitas yang erat hubungannya dengan
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan darah tinggi,
penyakit kanker, memerlukan terapi gizi medis untuk penyembuhan
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap orang, memerlukan adanya
sebuah pedoman agar diperoleh hasil pelayanan yang bermutu. Pelayanan gizi yang
bermutu di rumah sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan pasien, yang
berarti pula memperpendek lama hari rawat sehingga dapat menghemat biaya
pengobatan. Keuntungan lain jika pasien cepat sembuh adalah mereka dapat segera
kembali mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sehingga pelayanan gizi yang
disesuaikan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi klien/ pasien semakin buruk karena
tidak di perhatikan keadaan gizi.
Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan tentunya harus
diperhatikan agar pemberian tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan seiring dengan
perubahan fungsi organ selama proses penyembuhan. Dengan kata lain, pemberian diet
pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya
peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah
sakit, merupakan tugas dan tanggung- jawab tenaga kesehatan, terutama tenaga yang
bergerak di bidang gizi.

B. TUJUAN PEDOMAN

1) Tujuan Umum

Tujuan umum pelayanan gizi rumah sakit adalah terciptanya sistem pelayanan gizi
di rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi dam penyakit, serta
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh untuk meningkatkan
dan mengembangkan mutu pelayanan gizi di rumah sakit.

2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin di capai adalah adanya peningkatan pelayanan gizi yang
mencakup :
 Penegakan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi berdasarkan
anamnesis, antropometri, gejala klinis, dan biokimia tubuh (laboratorium).
 Penyelenggaraan pengkajian dietetik dan pola makan berdasarkan anamnesis
diet dan pola makan.
 Penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien.
 Penentuan bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan,
jumlah pemberian serta cara pengelolaan bahan makanan.
 Penyelenggaraan evaluasi terhadap preskripsi diet yang diberikan sesuai
perubahan keadaan klinis, status gizi dan status laboratorium
 Penterjemahan preskripsi diet, penyediaan dan pengolahan sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan penyakit
 Penciptaan standar diet khusus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dapat membantu penyembuhan penyakit.
 Penyelenggaraan penyuluhan dan konseling tentang pentingnya diet pada
klien/ pasien dan keluarga.
 Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tenaga pelayanan gizi yang
mempunyai kompetensi dan kemampuan sebagai berikut:
a. Menegakkan diagnosis gangguan gizi dan metabolisme zat gizi
berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan.
b. Menentukan kebutuhan zat gizi, bentuk makanan, jumlah serta
pemberian makanan yang sesuai dengan keadaan klinis dan
metabolisme pasien.
c. Melakukan pengkajian diet dan pola makan dengan cara anamnesa
diet ( sistim recall dan record)
d. Mengubah dan menterjemahkan perskripsi diet, dari mulai
perencanaan menu sampai menyajikan makanan sesuai dengan
keadaan pasien.
e. Menyelenggarakan administrasi pelayanan gizi.
f. Memberikan pelayanan dan penyuluhan gizi dan konseling gizi pada
pasien dan keluarganya.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup pelayanan kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit terdiri dari :
1. Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Pasien Rawat Inap
3. Penyelenggaraan Makanan
Untuk meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien, maka perlu dibentuk Tim
Asuhan Gizi yang bertugas menyelenggarakan rawat inap dan rawat jalan, termasuk
pelayanan Klinik Gizi yang merupakan bagian dari Instalasi Rawat Jalan.

D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan Operasional ini merupakan batasan istilah, sesuai dengan kerangka konsep
pelayanan gizi di rumah sakit yang tertuang didalam pedoman pelayanan gizi
1) Pelayanan Gizi Rumah Sakit : adalah kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat
jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun
mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan promotif.
2) Pelayanan Gizi : adalah rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di
institusi kesehatan (rumah sakit), puskesmas dan institusi kesehatan lain untuk
memenuhi kebutuhan gizi klien/ pasien. Pelayanan gizi merupakan upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka meningkatkan kesehatan klien/
pasien.
3) Tim Asuhan Gizi : adalah sekelompok petugas rumah sakit yang terkait dengan
pelayanan gizi terdiri dari dokter/ dokter spesialis, nutrisionst/dietisien, dan perawat
dari setiap unit pelayanan bertugas menyelenggarakan asuhan gizi ( nutrition care)
untuk mencapai pelayanan paripurna yang bermutu.
4) Terapi Gizi Medis : adalah pelayanan gizi khusus untuk peyembuhan penyakit baik
akut maupun kronis atau kondisi luka- luka, serta merupakan suatu penilaian terhadap
kondisi klien/ pasien sesuai dengan intervensi yang telah diberikan, agar klien/pasien
serta keluarganya dapat menerapkan rencana diet yang telah disusun.
5) Terapi Gizi : adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada klien/pasien untuk
penyembuhan penyakit sesuai dengan hasil diagnosis, termasuk konseling, baik
sebelum perawatan dalam dan sesudah perawatan.
6) Terapi Diet : adalah pelayanan dietetik yang merupakan bagian dari terapi gizi.
7) Preskripsi Diet atau Rencana Diet : adalah kebutuhan zat gizi klien/ pasien yang
dihitung berdasarkan status gizi, degenerasi penyakit dan kondisi kesehatannya.
Preskripsi diet dibuat oleh dokter sedangkan Rencana diet dibuat oleh
nutrisionis/dietisien.
8) Konseling Gizi : adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2 (dua) arah
untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku sehingga
membantu klien/ pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi, dilaksanakan oleh
nutrisionis/dietisien.
9) Nutrisionis : seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara
penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang
pelayanan gizi, makanan, dan dietetik, baik di masyarakat maupun rumah sakit, dan
unit pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar akademi gizi.
10) Dietisien : adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan
keterampilan dietetik, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun pengalaman
bekerja dengan masa kerja minimal satu tahun, atau yang mendapat sertifikasi dari
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), dan bekerja di unit pelayanan yang
menyelenggarakan terapi dietetik.
11) Food Model : adalah bahan makanan atau contoh makanan yang terbuat dari bahan
sintetis atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan
kebutuhan, yang digunakan untuk konseling gizi, kepada pasien rawat inap maupun
pengunjung rawat jalan.
12) Klien : adalah pengunjung poliklinik rumah sakit, dan atau pasien rumah sakit yang
sudah berstatus rawat jalan.
13) Nutrition related disease : penyakit- penyakit yang berhubungan dengan masalah
gizi dan dalam tindakan serta pengobatan memerlukan terapi gizi.

E. LANDASAN HUKUM
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit diperlukan perundang- undangan pendukung (legal aspect). Beberapa
ketentuan perundang- undangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Undang – Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang- Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333 tahun 1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara nomor 23/Kep/ M. PAN/4/2001
tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kredit
F. KERANGKA KONSEP

Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pasien Masuk Rs

Ruang Rawat Inap Ruang Rawat Jalan


Tahap Penapisan

Ya
Pasien Berisiko Dirawat ?
Tahap Pengkajian Masalah Gizi

YA

Pengkaian Diet

Dukungan Gizi

Perencanaan Diet Perencanaan Diet


Makanan Biasa Makanan Khusus
Terapi
Diet

Tahap Intervensi/
Pengelolaan Makanan biasa dan makanan khusus
Implementasi Penyulu
han Gizi
Penyajian Makanan biasa dan makanan khusus
Umum

Pemantauan Asupan Pemantauan Asupan


Tahap Monev Makanan Makanan

Konseling Gizi
(klinik Gizi)

Masalah Penyesuaian
Gizi? Diet

Tidak

Tidak Konseling Gizi bagi


pasien Pulang
Selesai Tidak Ya
Perlu Tindak Kunjungan
Lanjut
Rumah

Penjelasan Kerangka Konsep

Klien / Pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 (dua ) kategori , yaitu :

1. Pasien Rawat Inap


Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
antropometri, laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan
apakah pasien memerlukan terapi atau tidak.
Pada tahap intervensi/ implementasi :
a. Bila tidak memerlukan terapi diet :
 Pasien dipasankan makanan biasa ke tempat makanan biasa ke tempat
pengolahan.
 Dari tempat pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan. Di
ruang perawatan makanan di sajikan ke pasien.
 Selama dirawat, pasien yang berminat, mendapatkan penyuluhan mengenai
gizi umum tentang makanan seimbang untuk mempertahankan kesehatan dan
lingkungannya.
 Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium dan
lain- lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan
makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa ia
memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
 Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang.
 Bila memerlukan terapi diet, prosesnya sama dengan bila ia dari semula
memerlukan terapi diet.
b. Bila memerlukan terapi diet :
 Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus/ diet, yang sesuai
dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan.
 Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan atau konseling gizi agar
diperoleh persesuaian paham tentang dietnya, dan pasien dapat menerima serta
menjalankan diet.
 Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari tempat
pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan. Di ruang perawatan
makanan khusus disajikan ke pasien.
 Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain- lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan
makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinannya apakah
memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
 Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan makanan biasa proses selanjutnya
sama dengan butir a.
 Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus proses selanjutnya
lihat pada butir b.
 Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet maka saat akan
pulang pasien memperoleh penyuluhan konseling gizi tentang penerapan diet
di rumah.
 Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan
gizi rawat jalan.
 Bila tidak, kegiatan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirujuk ke
puskesmas atau institusi kesehatan lain untuk pembinaan selanjutnya.
2. Pasien Rawat Jalan
Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter
lainnya, kemudian menentukan apakan pasien perlu terapi diet.
 Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan
gizi umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan darinya dan
lingkungannya.
 Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik gizi untuk
memperoleh penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan dokter.
Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari klinik tersebut.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1) Kepala Unit Pelayanan Gizi
Kepala Unit Pelayanan Gizi adalah penganggung jawab umum organisasi unit
pelayanan gizi di sebuah rumah sakit, yang ditetapkan oleh Direktur rumah sakit
dengan berdasarkan ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Kepala unit
pelayanan gizi rumah sakit bertugas memimpin penyelenggaraan pelayanan gizi di
rumah sakit, yang pada umumnya bertanggung jawab kepada Direktur Bidang
Penunjang Medis.
Tugas dan fungsi kepala unit pelayanan gizi di rumah sakit meliputi :
a. Menyusun Perencanaan Pelayanan Gizi
b. Menyusun Rencana Evaluasi Pelayanan Gizi
c. Melaksanakan Pengawasan dan Pengendalian
d. Melaksanakan Pengkajian Data Kasus.
e. Melaksanakan Penelitian Dan Pengembangan

Rumah Sakit Ibu dan Anak Bahagia Makassar saat ini berada pada kelas Tipe C,
Untuk melaksanakan tugas- tugas tersebut maka seorang kepala unit pelayanan gizi
rumah sakit harus memenuhi kriteria tertentu sebagai berikut :
a. Lulusan S1- Gizi/ Kesehatan dengan Pendidikan dasar D3- Gizi.
b. Lulusan D4 – Gizi dengan Pendidikan dasar D3- Gizi
c. Serendah- rendahnya lulusan D3 Gizi dengan pengalaman kerja tertentu.
2) Koordinator Unit- Unit
Koordinator unit- unit melaksanakan tugas mengkoordinasikan :
a. Perencanaan dan evaluasi pelayanan gizi
b. Pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pelayanan gizi.
c. Pemantauan proses pelayanan
d. Pengkajian data kasus

Untuk melaksanakan tugas- tugas tersebut, maka pendidikan tenaga koordinator unit
di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bahagia Makassar yang mempunyai kelas Tipe C harus
mempunyai kriteria tertentu:
a. Lulusan S1- Gizi/ Kesehatan dengan Pendidikan dasar D3- Gizi.
b. Lulusan D4 – Gizi dengan Pendidikan dasar D3- Gizi
c. Serendah- rendahnya lulusan D3 Gizi.
3) Supervisor
Supervisor bertugas mengawasi dan mengendalikan proses penyelenggaraan
pelayanan gizi rumah sakit mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian dan
pelayanan paska rawat dan rujukan. Bidang tugas aspek yang diawasi mencakup
aspek dietetik dan non dietetik.
Supervisor/ pengawas mempunyai klasifikasi pendidikan sebagai berikut:
a. Lulusan S1- Gizi/ Kesehatan dengan Pendidikan dasar D3- Gizi.
b. Lulusan D4 – Gizi atau D3- Gizi
c. Lulusan D3- perhotelan, atau serendah- rendahnya lulusan SMK-Tataboga +
pengalaman dibidang penyelenggaraan makanan minimal selama 3 tahun.
Supervisor dapat ditukar/ digantikan (rotasi) secara bergiliran berdasarkan
pertimbangan tertentu , baik berdasarkan kemampuan teknis, keterampilan maupun
masa tugas.
4) Pelaksana
Pelaksana yang dimaksud adalah petugas gizi yang bertugas sebagai Juru Masak,
Perbekalan, Pranata komputer, dan Ketatausahaan
a. Juru Masak
Juru masak yaitu tenaga pengolahan bahan makanan yang bertugas mulai dari
persiapan bahan makanan hingga pendistribusian mempunyai kriteria pendidikan
SMU/ SLTP + Kursus Masak.
b. Urusan Gudang/ Perbekalan
Tenaga urusan gudang atau perbekalan bertugas pada unit penyimpanan bahan
makanan untuk menjamin ketersediaan dan kesiapan bahan makanan yang
bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan mempunyai kriteria pendidikan
D1- Gizi, SMU, atau yang sederajat.
c. Operator komputer
Operator komputer bertugas terutama pada perencanaan dan evaluais untuk
mendukung formulasi dan akurasi perencanaan anggaran serta kebutuhan bahan
makanan. Selain itu juga diperlukan dalam pengoganisasian data untuk
mendukung efektifitas pelaporan. Pendidikan dasar tenaga untuk operator
komputer adalah D3 Gizi + kursus komputer.
d. Tata Usaha
Tugas – tugas ketatausahaan meliputi registrasi pesanan, pembukuan keuangan,
penyiapan laporan berkala, penyiapan laporan khusus, serta pengaturan hal-hal
yang berkaitan dengan kepegawaian Pendidikan dasar tenaga untuk tata usaha
adalah D3 Gizi + kursus komputer
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi tenaga gizi disesuaikan dengan tingkat pendidikan pada unit
pelayanan gizi di rumah sakit. Adapun kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit adalah
sebagai berikut :
 Tenaga untuk penyelenggaraan makanan
 Tenaga untuk asuhan rawat jalan
 Tenaga untuk rawat inap
 Tenaga untuk litbang gizi.
C. PENGATURAN JAGA
BAB III

STANDART FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
 Standar Denah Ruang Dapur Instalasi Gizi Rumah Sakit Kelas C

VI V IV III II I

VIII

VII XI

XII

IX

XIII

Keterangan Denah Rumah Sakit Kelas C

a. Luas :
b. Kapasitas : 200 – 600 t.t
c. Bagian- bagian :
I. Ruang Penerimaan
II. Ruang Penyimpanan bahan makanan kering
III. Ruang penyimpanan bahan makanan basah dan kering
IV. Ruang Formula Bayi
V. Ruang Penyimpanan Alat
VI. Ruang Pencucian Alat
VII. Ruang Pemasakan
VIII. Tempat Pemasakan
IX. Tempat Pembagian Makanan
X. Ruang Locker
XI. Ruang Pengawas Pengolahan dan administrasi Instalasi Gizi
XII. Tempat Amprahan Makanan
XIII. Pintu Keluar Untuk Distribusi Makanan
 Standar Denah Ruang Dapur Unit Gizi Rumah Sakit Ibu dan Anak Sentosa Makassar

IV III

II

VI
V
I

XI
VII
X

OUT
VIII

TANGGA KE LANTAI 2
IX

XII
XII XIII XIII

XV
XIV

IN

XVI
Keterangan :
I. Papan Ampra Pasien
II. Lemari tempat penyimpanan peralatan makan
III. Tempat pencucian piring
IV. Tempat pengolahan makanan
V. Tempat penyimpanan bumbu
VI. Tempat proses pengolahan bahan makanan
VII. Lemari tempat penyimpanan makanan
VIII. Tempat penyimpanan celemek
IX. Papan informasi
X. Gudang tempat penyimpanan peralatan masak
XI. Tempat distribusi makanan
XII. Wastafel
XIII. Gudang basah
XIV. Ruang administrasi Unit Gizi
XV. Gudang Kering
XVI. Tempat penerimaan barang
B. STANDART FASILITAS
Pelayanan Gizi RSIA Bahagia Makassar Mempunyai Standart Fasilitas Gizi. Adapun
Fasilitas yang ada adalah :
a. Meja dan kursi
b. Lemari buku
c. Telepon
d. Komputer
e. Wastafel
f. AC
g. Kulkas
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Produksi dan Distribusi Makanan


1) Pengertian
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah serangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam
rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.
Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi.
2) Tujuan
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk
menyediakan makanan yang berkualitas baik dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta
pelayanan yang layak dan memadai bagi klien atau konsumen yang membutuhkannya.
3) Bentuk Penyelenggaraan Makanan
Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan Unit gizi, atau
unit pelayanan gizi di rumah sakit. Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan
oleh RSIA Bahagia Makassar adalah sistem sewakelola, yaitu mulai instalasi
bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan penyelenggaraan makanan,
mulai dari perencanaan , pelaksanaan dan evaluasi.
4) Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan
Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan meliputi :
 Perencanaan Menu
Perencanaan Menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah
untuk memenuhi selera konsumen/ pasien, dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi
prinsip gizi seimbang.
Tujuannya adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikasi pelayanan yang
ada di rumah sakit , misalnya siklus menu 10 hari
 Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan
Pemesanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan makanan berdasarkan
menu atau pedoman menu dan rata- rata jumlah konsumen atau pasien yang
dilayani.
Tujuannya adalah agar tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai
standart atau spesifikasi yang ditetapkan.
Adapun persyaratan Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan adalah
sebagai berikut :
 Adanya kebijakan rumah sakit tentang pengadaan bahan makanan
 Adanya surat perjanjian dengan bagian logistik rekanan
 Adanya spesifikasi bahan makanan
 Adanya daftar pesanan bahan makanan
 Tersedianya dana

Sehingga untuk melakukan pemesanan bahan Makanan harus mempunyai


langkah- langkah sebagai berikut :
 Ahli gizi membuat rekapitulasi kebutuhan bahan makanan untuk esok hari
dengan cara : standar porsi x jumlah psien.
 Hasil perhitungan diserahkan ke bagian gudang logistik
 Bagian gudang menyiapkan bahan makanan sesuai dengan permintaan.
 Bagian pengolahan mengambil bahan makanan yang dipesan (order)
5) Penerimaan, Penyimpanan dan penyaluran Bahan Makanan
a. Penerimaan Bahan Makanan
Penerimaan Bahan Makanan adalh suatu kegiatan uang meliputi pemeriksaan /
penelitian , pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan
makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah
ditetapkan.
Tujuannya adalah tersedianya bahan makanan yang siap untuk
diolah.Peryaratannya adalah :
 Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa macam dan jumlah
bahan makanan yang akan diterima.
 Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan
b. Langkah- langkah Penerimaan Bahan Makanan :
 Setelah bahan makanan diambil dari gudang logistik kemudian diperiksa satu
persatu, untuk mengetahui ada barang yang ada, kurang atau berlebih.
 Kemudian bahan makanan disimpan di gudang penyimpanan kecil sesuai jenis-
jenis barang.
 Esok harinya masing- masing bagian pengolahan mengambil bahan makanan
sesuai dengan kebutuhannya.
c. Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan Bahan Makanan adalah suatu tata cara menata , menyimpan,
memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun
kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan
pelaporannya. Tujuannya agar tersedianya bahan makanan siap pakai dengan
kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan perencanaan. Untuk memenuhi hal
ini maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Adanya sistem penyimpanan barang
2) Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.
3) Tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuk bahan makanan.
d. Penyaluran Bahan Makanan
Penyaluran Bahan Makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan makanan
berdasarkan permintaan harian. Tujuannya agar tersedianya bahan makanan siap
pakai dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan pesanan. Sehingga harus
mempunyai persyaratan sebagai berikut :
1) Adanya bon permintaan bahan makanan
2) Tersedianya kartu stok/ buku catatan keluar masuk makanan
6) Persiapan Bahan Makanan
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam penanganan
bahan makanan, yaitu meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong,
mengupas, mengupas, mengocok, merendam. Tujuannya adalah mempersiapkan
bahan- bahan makanan, serta bumbu- bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasakan.
Sehingga untuk melakukan persiapan bahan makanan harus mempunyai persyaratan
sebagai berikut :
 Tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan
 Tersedianya peralatan persiapan
 Tersedianya protap persiapan
 Tersedianya aturan proses – proses persiapan
7) Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (
memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas,
dan aman untuk dikonsumsi. Tujuannya pengolahan bahan makanan adalah :
 Mengurangi resiko kehilangan zat- zat gizi bahan makanan.
 Meningkatkan nilai cerna
 Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa keempukan dan penampilan
makanan.
 Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Untuk dapat memenuhi hal tersebut, maka harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
 Tersedianya siklus menu.
 Tersedianya peraturan pengguna bahan tambahan pangan (BTP)
 Tersedianya bahan makanan yang akan diolah.
 Tersedianya peralatan pengolahan bahan makanan
 Tersedianya aturan penilaian.
 Tersedianya prosedur tetap pengolahan.
8) Pendistribusian Makanan
Pendistribusian Makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan
sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani ( makanan
biasa maupun makanan khusus.) Tujuannya agar konsumen mendapat makanan sesuai
diet dan ketentuan yang berlaku. Agar pendistribusian makanan dapat berjalan dengan
baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Tersedianya standar pemberian makanan rumah sakit menyangkut standar
penyediaan energi dan zat gizi lainnya serta dietetika.
 Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit
 Adanya peraturan pengambilan makanan
 Adanya bon permintaan makanan.
 Tersedianya makanan sesuai ketentuan diet pasien/ kebutuhan konsumen.
 Tersedianya peralatan makanan
 Tersedianya sarana pendistribusian makanan
 Tersedianya tenaga pramusaji.
 Adanya jadwal pendistribusian makanan di dapur utama.
Adapun sistem penyaluran makanan dirumah sakit umum kec. Mandau adalah
sietem sentralisasi maksudnya adalah makanan pasien dibagikan dan disajikan
dalam alat makan di tempat pengolahan.
9) Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan Dan Ruang Rawat Inap
Pada pelayanan gizi rumah sakit, asuhan gizi dapat dilaksanakan kepada pasien rawat
jalan dan rawat inap.
a. Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan.
Pengertian asuhan gizi rawat jalan adalah keriatan pelayanan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet, pelaksanaan konseling diet
hingga evaluasi rencana diet kepada klien/ pasien rawat jalan. Tujuannya adalah
memberikan pelayanan gizi kepada pasien/ klien rawat jalan agar memperoleh
asupan makanan yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Pelayanan gizi pasien
rawat jalan merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi :
 Pengkajian status gizi.
 Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakit.
 Penentuan macam atau jenis diet, sesuai dengan penyakit dan cara pemberian
makanan
 Konseling dan penyuluhan gizi.
 Pemantauan evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi.
b. Asuhan Gizi Rawat Inap
Pengertian asuhan gizi rawat inap adalah serangkaian proses kegiatan pelayanan
gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet hingga evaluasi rencana
diet pasien di ruang rawat inap.
Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar
memperoleh gizi yang sesuai dengan kondisi penyakit, dalam upaya mempercepat
proses penyembuhan. Pelayanan gizi pasien rawat inap merupakan serangkaian
kegiatan selama perawatan yang meliputi :
 Pengkajian status gizi.
 Penentuan kebutuhan gizi sesuai dengan status gizi dan penyakit.
 Penentuan macam atau jenis diet, sesuai dengan penyakit dan cara pemberian
makanan
 Konseling dan penyuluhan gizi.
 Pemantauan evaluasi dan tindak lanjut pelayanan gizi.
10) Penelitian Dan Pengembangan Gizi
a. Pengertian
Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi di instalasi gizi rumah sakit atau unit
pelayanan gizi merupakan pendukung kegiatan PGRS, yang dilaksanakan secara
terencana dan terus menerus seperti halnya kegiatan gizi yang lain, dalam rangka
meningkatkan pelayanan gizi di rumah sakit. Unit pelayanan gizi menyusun
program- program penelitian dan pengembangan yang bermanfaat dalam
meningkatkan mutu pelayanan gizi, yang disusun berdasarkan kaidah- kaidah
penelitian yaitu adanya usulan penelitian atau proposal, laporan hasil penelitan,
serta dokumen hasil penelitian. Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi
terapan diupayakan dengan mendayagunakan sarana, fasilitas, dan dana yang
tersedia.
b. Tujuan
 Sebagai bahan masukan bagi perencanaan kegiatan PGRS
 Evaluasi kegiatan PGRS
 Mengembangkan teori, tatalaksana atau standar baru
c. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dapat dikelompokkan besdasarkan aspek asuhan gizi
dan penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
d. Ruang Lingkup Pengembangan
Kegiatan pengembangan di unit pelayanan gizi dapat dilakukan pada berbagai
aspek penting untuk pengembangan mutu pelayanan gizi. Beberapa aspek penting
adalah aspek sumber daya manusia, standar terapi diet, standar sarana prasarana
dan penggunaan berbagai perangkat lunak serta berbagai tehnik pengolahan
makanan.
BAB V
LOGISTIK

A. Sarana, Peralatan dan Perlengkapan di Unit Pelayanan Gizi.


1. Ruang Penyelenggaraan Makanan
Fasilitas Ruang Yang Dibutuhkan
 Tempat penerimaan bahan makanan
 Tempat/ ruang penyimpanan bahan makanan
 Tempat persiapan bahan makanan
 Tempat pemasakanan dan distribusi makanan
 Tempat pencucian dan penyimpanan alat
 Tempat pembuangan sampah
 Ruang fasilitas pegawai
 Ruang pengawas

B. Sarana Fisik
Kontruksi sarana fisik, peralatan dan perlengkapan sangat mempengaruhi efisiensi kerja
pelayanan makanan di RSIA Bahagia Makassar. Hingga saat ini, masih dijumpai sarana
fisik instalasi hanya merupakan lokasi atau ruangan yang tersisa, sehingga letaknya kurang
memenuhi syarat karena berdampingan dengan lokasi tempat pencucian/ londri.
C. Arus Kerja
Arus kerja dalam memproses bahan makanan menjadi hidangan, mulai dari penerimaan
bahan makanan, persiapan, pemasakan, pembagian/ distribusi makan juga kurang
memadai, karena arusnya masih bolak balik. Hal ini disebabkan tempatnya yang begitu
sempit.
D. Peralatan dan Perlengkapan di Ruang Penyelenggaraan Makanan.
Peralatan dan perlengkapan di ruang penyelenggaraan makanan di RSIA Bahagia
Makassar juga masih kurang lengkap. Berdasarkan arus kerja maka ruangan dan peralatan
yang dibutuhkan adalah sebagai barikut :
1) Ruang penerimaan dan peralatan yang dibutuhkan :
Timbangan 100- 300 kg, rak bahan makanan beroda, kereta angkut, pembuka botol,
pisau dsb
2) Ruang penyimpanan bahan makanan kering dan segar
Timbangan 20 – 100 kg, rak bahan makanan, lemari es, freezer,
3) Ruang persiapan bahan makanan
Meja kerja, meja daging, mesin sayuran, mesin pemotong dan penggiling daging,
mixer, blender, timbangan meja, talenan, bangku kerja, bak cuci.
4) Ruang masak dan alat yang dibutuhkan.
5) Ketel uap 10-250 lt, tungku masak, oven, penggorengan, mixer, blender, lemari es,
meja pemanas,pemanggang, toaster, meja kerja, bak cuci, kereta dorong, rak alat,
bangku, meja pembagi.
6) Ruang pencuci dan penyimpanan alat
7) Bak cuci, rak alat, tempat sampah, lemari
8) Dapur Susu
Meja kerja, meja pembagi, sterelisator, tempat sampah, pencuci botol, mixer, blender,
lemari es, tungku, meja pemanas.
9) Ruang pegawai
Kamar mandi, locker, meja kursi, tempat sampah, WC, tempat tidur.
10) Ruang perkantoran
Meja kursi, filling cabinet, lemari buku. Lemari es, alat peraga, alat tulis menulis,
komputer, printer, lemari kaca, AC, TV, dsb.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan Pasien ( Patient Safety )
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :


 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )

C. Standar Keselamatan Pasien


1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
 KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ( KTD )
Adverse Event :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah KTD yang tidak
dapat dicegah Unpreventable Adverse Event : Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi
yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan mutakhir

 KEJADIAN NYARIS CEDERA ( KNC )


Near Miss :
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan ( commission ) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission ), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi :
- Karena “ keberuntungan”
- Karena “ pencegahan ”
- Karena “ peringanan ”

 KESALAHAN MEDIS
Medical Errors:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien

 KEJADIAN SENTINEL
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti :
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi ( seperti, amputasi pada kaki yang salah ) sehingga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada
kebijakan dan prosedur yang berlaku.
D. TATA LAKSANA
 Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
 Melaporkan pada dokter jaga
 Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
 Mengobservasi keadaan umum pasien
 Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”

E. Standar Keselamatan Pasien


Mengingat masalah keselamatan pasien rumah sakit merupakan masalah yang
perlu ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar
keselamatan pasien yang merupakan acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan
kegiatannya. Standar keselamatan tersebut adalah : Hak pasien, mendidik pasien dan
keluarganya, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien, peran pimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang
keselamatan pasien, komunikasi untuk mencapai keselamatan pasien.
Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
a. Standar I : tentang Hak Pasien.
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
kejadian tidak diharapkan (KTD).
b. Standar II. Mendidik pasien dan keluarga.
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawabpasien dalam asuhan pasien
c. Standar III Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
1) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari Rumah Sakit.
2) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik
dan lancar
3) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan
tindak lanjut lainnya
4) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses kordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
d. Standar IV. Penggunaan Metode - metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
Rumah Sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor, dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Setiap Rumah Sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktek bisnis yang sehat, dan faktor
– faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh langkah
menuju keselamatan pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap Rumah Sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen resiko, utilisasi,
mutu pelayanan keuangan.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
kejadian tidak diharapkan, dan secara proaktif, melakukan evaluasi satu proses
kasus resiko tinggi.
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
e. Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi kejadian
tidak diharapkan
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
mningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan
program meminimalkan insiden yang mencakup jenis-jenis kejadian yang
memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss)”
sampai “Kejadian Tidak Diharapkan (Adverse Event)
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
4) Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan menyampaikan informasi yang benar dn jelas untuk keperluan
analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah (RCA), “Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss)” dan
“Kejadian Sentinel” pada saat program keselamatan pasien. Mulai
dilaksanakan.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
“Kejadian Sentinel (Sentinel Event)” atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil resiko, trmasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam
kaitan dengan “Kejadian Sentinel (Sentinel Event)”.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara suka rela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan
antar disiplin.
8) Tersedian sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9) Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

f. Standar VI. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien


Standar :
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan serta memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1) Setiap rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugas
masing-masing.
2) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan in-service training dan memberikan pedoman yang
jelas tentang pelaporan insiden.
3) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g. Standar VII. Komunikasi Merupakan Kunci Staf Untuk Mencapai
Keselamatan Pasien
Standar :
1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2) Transmisi data informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
yangterkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan
dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja petugas ataupun
kelalaian / kesengajaan.
B. TUJUAN
Menurut Undang- undang Keselamatan Kerja Tahun 1970, Syarat- syarat keselamatan
kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan :
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3) Mencegah, mengurangi bahaya ledakan
4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian yang berbahaya.
5) Memberi pertolongan pada kecelakaan
6) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi
7) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/ psikis,
keracunan, infeksi dan penularan
8) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
9) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
10) Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat perlakuan dan penyimpanan
barang
11) Mencegah terkena aliran listrik
C. PRINSIP KESELAMATAN KERJA PEGAWAI DALAM PROSES
PENYELENGGARAAN
1) Pengendalian teknis mencakup :
 Letak, bentuk dan kontruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang
telah ditentukan
 Ruangan dapur cukup cukup luas, denah sesuai arus kerja dan dapur dari bahan-
bahan kontruksi yang memenuhi syarat.
 Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis
 Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat
 Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai
2) Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai
3) Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai
4) Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah
ditetapkan.
5) Maintenence (perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar peralatan tetap dalam
kondisi yang layak dipakai
6) Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai
7) Adanya fasilitas /peralatan pelindung keselamatan bagi pegawai
8) Petunjuk penggunaan alat keselamatan kerja.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN GIZI


1) Pengertian Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan
agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi, pedoman, standar,
peraturan dan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai tujuan yang
diharapkan.
2) Pengendalian
Pengendalian merupakan bentuk atau bahan untuk melakukan pembetulan atau
perbaikan pelaksanaan yang terjadi sesuai dengan arah yang ditetapkan. Pengertian
pengawasan dan pengendalian hampir sama. Perbedaannya jika pengawasan
mempunyai dasar hukum dan tindakan administratif, sedangkan pengendalian tidak.
Pengawasan dan pengendalian bertujuan agar semua kegiatan- kegiatan dapat tercapai
secara berdaya guna dan berhasil guna, dilaksanakan sesuai dengan rencana,
pembagian tugas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3) Evaluasi/ Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi menajemen. Evaluasi ini
bertujuan untuk menilai pelaksanan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang
disusun sehingga dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Melalui penilaian,
pengelola dapat memperbaiki rencana yang lalu bila perlu, ataupun membuat rencana
program yang baru.
B. BENTUK BENTUK PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
1) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data dan
pengolahan data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu,
untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit
maupun untuk pengambilan keputusan.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di Instalasi Gizi.
a. Pencatatan dan Pelaporan Pengadaan Makanan
 Formulir pemesanan bahan makanan harian.
 Pencatatan bahan makanan yang diterima oleh bagian gudang instalasi gizi
pada hari itu.
 Pencatatan sisa bahan makanan (harian/ bulanan), meliputi bahan makan basah
dan bahan makanan kering.
 Pencatatan data permintaan/ pesanan bahan makanan berdasarkan bon- bon
pemesanan dari masing- masing.
b. Pencatatan Dan Pelaporan Tentang Penyelenggaraan Makanan
 Buku laporan timbang terima barang antara penggantian rotasi (berisi pesan-
pesan yang penting)
 Buku laporan pasien baru/ yang berdiet khusus.
 Buku laporan pasien baru makanan biasa
 Buku laporan pergantian/ pertukaran diet pasien.
c. Pencatatan Dan Pelaporan Tentang Perlengkapan Peralatan Instalasi Gizi.
 Membuat kartu inventaris peralatan masak.
 Membuat kartu inventaris peralatan makan
 Membuat kartu inventaris peralatan kantor
 Buku besar tentang peralatan keseluruhan ( untuk aimpan pinjam)
 Formulir untuk pelaporan alat- alat masak.
 Formulir daftar kekuatan pasien dalam sehari
 Laporan jumlah pasien pada pagi hari setiap harinya.
d. Pencatatan dan Pelaporan Anggaran Belanja Bahan Makanan
 Pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian bahan makanan harian selama 1
kali putaran menu
 Perhitungan tentang rencana kebutuhan bahan makanan untuk yang akan
datang selama triwulan/ tahunan.
 Rekapitulasi tentang pemasukan dan an pemakaian bahan makanan
 Perhitungan harga rata- rata bahan makanan per orang perhari dalam satu kali
putaran menu
 Pelaporan tentang kondite rekanan harian/tahunan
 Pencatatan tentang penggunaan bahan bakar perbulan
e. Pencatatan Dan Pelaporan Pelayanan Gizi Di Ruang Rawat Inap.
 Buku catatan harian pasien tentang perkembangan diet, termasuk catatan
makanan sisa yang tidak dihabiskan.
 Formulir permintaan makanan untuk pasien baru
 Formulir pembatalan makanan untuk pasien pulang
 Formulir perubahan diet
 Formulir permintaan makan pagi, siang, sore.
 Laporan harian tentang kegiatan penyuluhan
f. Pencatatan Dan Pelaporan Di Ruang Penyuluhan Dan Konsultasi Gizi/ Poliklinik
Gizi.
 Mencatat registrasi pasien yang baru datang (nama, diagnosa, jenis diet,
antropometri)
 Membuat / mengisi leaflet sesuai standar dan penyakitnya.
 Formulis anemnesis.
 Formulir frekwnsi makan
 Formulir status pasien.
 Membuat laporan penyuluhan (pada penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit, laporan pada pasien rawat jalan dan rawat inap). Semua laporan
dikumpulkan, lalu dibuat rangkuman kemudian disampaikan kepada kepala
Instalasi/Unit Pelayanan Gizi untuk dimanfaatkan, sesuai dengan apa yang
dibutuhkan rumah sakit.
2) Pengawas Standar Porsi
a. Untuk bahan makanan (pada) pengawasan porsi dilakukan dengan penimbangan.
b. Untuk bahan makanan yang cair atau setengah cair seperti susu dan bumbu
dipakai gelas ukuran/liter matt, sendok ukuran atau alat ukur lain yang sudah
distandarisasi atau bila perlu ditimbang.
c. Untuk pemotongan bentuk bahan makanan yang sesuai untuk jenis hidangan.
Dapat dipakai alat-alat pemotong.
d. Untuk memudahkan persiapan sayuran dapat diukur dengan kontainer/panci yang
standar dan bentuk sama.
e. Untuk mendapatkan porsi yang tetap(tidak berubah-ubah) harus digunakan standar
porsi dan standar resep.
C. INDIKATOR KEBERHASILAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
1) Terselenggaranya diagnosis terhadap gangguan gizi dan metabolisme zat gizi
berdasarkan anamnesis, antropometri, gejala klinis, dan biokimia tubuh (laboratorium)
2) Terselenggaranya pengkajiann dietetik dan pola makan berdasarkan anemnesis diet
dan pola makan.
3) Terwujudnya penentuan kebutuhan gizi sesuai keadaan pasien
4) Terwujutnya bentuk pembelian bahan makanan, pemilihan bahan makanan, jumlah
pemberian serta cara pengolahan bahan makanan.
BAB IX
PENUTUP

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan


kedokteran, berdampak pula pada bidang gizi dan dietetik. Pelayanan gizi yang dilaksanakan
di rumah sakit tentunya akan disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (GPRS) ,merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan lainnya di rumah sakit dan cara menyeluruh merupakan salah satu upaya dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Pedoman pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) bertujuan untuk memberikan acuan
yang jelas dan profesional dalam mengelola dan melaksanakan pelayanan gizi di rumah sakit
yang tepat bagi klien/pasien sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, dalam
mengimlementasikan dan mengevaluasi kemajuan dan perkembangan gizi yang holistik

Anda mungkin juga menyukai