Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN TINDAKAN BEDAH PADA PASIEN PRE-OPERASI DI


RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah RSUD Kabupaten Temanggung

Disusun oleh
Annisa Istiqomah 20204010074
Aisyah Amieni 20204010132
Lutfi Fardias Rizaldy 20204010138
Haryo Nindito Wicaksono 20204010243
Amanda Attalie 20204010222
Hidayatika Sholehah 20204010273
Sajidah Salsabila 20204010260

Pembimbing:
dr. Dudy D. Nurkusuma, Sp. B.

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU BEDAH RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tindakan operasi merupakan salah satu bentuk upaya terapi yang dapat

mendatangkan ancaman integritas tubuh dan jiwa seseorang. Operasi yang

direncanakan dapat menimbulkan respon fisiologis maupun psikologi pada pasien.

Respon psikologis yang biasanya terjadi pada pasien pre operasi adalah

kecemasan (Rohmawati,2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari World

Health Organization (WHO) 2011-2012 jumlah pasien dengan tindakan operasi

mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ketahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)

2011-2012 jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan

yang sangat signifikan dari tahun ketahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140

juta pasien diseluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data

mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa.Berdasarkan data WHO tahun 2007,

Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien operasi dirawat di unit

perawatan intensif antara 10 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, dari 8.922

pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 pasien (7%) mengalami

kecemasan sebelum operasi (Hasanah,2017).

Tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan yaitu operasi

yang merupakan pengalaman yang sangat menakutkan, baik bagi orang kesehatan

sendiri maupun orang awam terutama yang tidak direncanakan jika operasi yang

dilakukan termasuk dalam kategori segera dilakukan. Reaksi cemas ini akan
3

berlanjut bila klien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang

berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Carpenito (2006) mengatakan 90% pasien pre operasi mengalami kecemasan

(Nuraeni 2015).

Menurut Solehati dan Kosasih (2018) kecemasan adalah pengalaman

manusia yang bersifat universal, suatu respon yang tidak menyenangkan,penuh

kekhawatiran, suatu rasa takut yang tidak terekspresikan dan tidak terarah karena

suatu sumber ancaman atau pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak

teridentifikasi.

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tingkat kecemasan dapat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kurangnya informasi hasil pemeriksaan

dan alasan dilakukannya tindakan operasi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

“Bagaimana pengaruh faktor eksternal terhadap tingkat kecemasan pasien pre-

operasi?”

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui pemahaman dan pendapat pasien tentang tingkat kecemasan

sebelum dilakukan tindakan bedah di RSUD Temanggung

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis:
4

Memberikan informasi tentang pemahaman dan pendapat pasien

mengenai kecemasan sebelum dilakukan tindakan bedah di RSUD

Temanggung

2. Manfaat praktis:

a. Pendidikan

Panduan untuk melengkapi penelitian selanjutnya

b. Rumah Sakit

Informasi dan bahan evaluasi pelayanan di RSUD Temanggung

c. Masyarakat:

Informasi tentang pemahaman dan pendapat pasien mengenai

kecemasan sebelum dilakukan tindakan bedah di RSUD Temanggung


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pembedahan

a. Pengertian

Operasi adalah suatu pengalaman baru dan peristiwa

komplek yang menegangkan. Seseorang yang menghadapi

operasi akan mengalami kecemasan yang berbeda-beda.

Menurut Sjamsuhidayat (2005) operasi atau tindakan

pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan

bagian tubuh yang akan ditangani. Digiulio (2014) mengatakan

operasi adalah suatu ancaman potensial maupun aktual pada

integritas yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis

maupun psikologis.

b. Klasifikasi

Secara garis besar, pembedahan dibedakan menjadi dua

yaitu bedah minor dan bedah mayor (Mansjoer, 2000). Bedah


6

mayor adalah tindakan bedah besar yang menggunakan

anastesi umum atau general anastesi yang merupakan salah satu

bentuk dari pembedahan yang sering dilakukan (Barbara,

2005). Operasi besar atau bedah mayor menurut Long (1996

dalam Asmadi, 2009) adalah bedah komplit yang dilaksanakan

dengan general anestesi atau anestesi umum di unit bedah

rawat inap. Tindakan pembedahan yang berupa operasi besar

merupakan stressor bagi klien yang dapat membangkitkan

reaksi stress baik secara fisiologis maupun psikologis. Menurut

Komisariat Fakultas Kedokteran Unpad (2019) Bedah Minor

adalah suatu tindakan operasi ringan dengan menggunakan

anestesi yang bersifat local dan dapat dilakukan dengan

menggunakan peralatan sederhana. Bedah minor adalah salah

satu skill yang paling penting dikuasai oleh dokter umum

dalam praktek keseharian. Berdasarkan Health Autority (1990),

dokter umum telah memiliki kewenangan untuk melakukan

bedah minor. Di Indonesia, cakupan pelayanan bedah minor

yang dapat dilakukan oleh seorang dokter umum cukup

beragam, mulai dari tindakan hecting luka terbuka, insisi,

eksisi, ekstraksi, kauterisasi dan lain sebagainya.

2.1.2. Kecemasan

a. Pengertian

Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang

pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah


7

dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana

seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri

yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Kecemasan adalah

sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu

dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal

terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang.

Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-

gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb, kecemasan adalah

respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan

merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan,

perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah

dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.

Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun

cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan

akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum

dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak

adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada

umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan

menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis.

Namora Lumongga Lubis menjelaskan bahwa kecemasan


8

adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal.

Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian

dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang

sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Siti

Sundari (2004:62) memahami kecemasan sebagai suatu

keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman

terhadap kesehatan. Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A, &

Greene Beverly (2005:163) memberikan pengertian tentang

kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai

ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak

menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk

akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir , takut yang tidak

jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang

besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku

yang menyimpang ataupun yang terganggu. Keduanya

merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari

pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Singgih D. Gunarsa,

2008:27). Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa

pendapat diatas bahwa kecemasan adalah rasa takut atau

khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam yang

dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian

dimasa mendatang serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk

akan terjadi.

b. Teori-teori kecemasan
9

Konsep kecemasan berkembangnya dari zaman dahulu

sampai sekarang. Masing – masing model mengembangkan

beberapa teori tertentu dari fenomena kecemasan. Teori-teori

ini saling diperlukan untuk memahami kecemasan secara

komprehensif. Berikut beberapa teori kecemasan menurut

(Kaplan dan Sadock, 2010) yaitu :

1) Teori genetik

Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat

hidup dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk

berperilaku cemas. Sejak kanak – kanak mereka merasa risau,

takut dan merasa tidak pasti tentang sesuatu yang bersifat

sehari – hari. Penelitian riwayat keluarga dan anak kembar

menunjukkan faktor genetik ikut berperan dalam gangguan

kecemasan.

2) Teori katekolamin

Situasi – situasi yang ditandai oleh sesuatu yang baru,

ketidakpastian perubahan lingkungan, biasanya menimbulkan

peningkatan sekresi adrenalin (epinefrin) yang berkaitan

dengan intensitas reaksi – reaksi yang subjektif, yang

ditimbulkan oleh kondisi yang merangsangnya. Teori ini

menyatakan bahwa reaksi cemas berkaitan dengan peningkatan

kadar katekolamin yang beredar dalam badan.

3) Teori James – Lange


10

Kecemasan adalah jawaban terhadap rangsangan fisik perifer,

seperti peningkatan denyut jantung dan pernapasan.

4) Teori psikoanalisa

Kecemasan berasal dari impulse anxiety, ketakutan berpisah

(separation anxiety), kecemasan kastrisi (castriation anxiety)

dan ketakutan terhadap perasaan berdosa yang menyiksa

(superego anxiety).

5) Teori perilaku atau teori belajar

Teori ini menyatakan bahwa kecemasan dapat dipandang

sebagai sesuatu yang dikondisikan oleh ketakutan terhadap

rangsangan lingkungan yang spesifik. Jadi kecemasan disini

dipandang sebagai suatu respon yang terkondisi atau respon

yang diperoleh melalui proses belajar.

6) Teori belajar sosial

Kecemasan dapat dibentuk oleh pengaruh tokoh – tokoh

penting masa kanak – kanak.

7) Teori sosial

Kecemasan sebagai suatu respon terhadap stessor lingkungan,

seperti pengalaman – pengalaman hidup yang penuh dengan

ketegangan.

8) Teori eksistensi

Kecemasan sebagai suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan

dirinya dan respon terhadap kehidupan yang hampa dan tidak

berarti.
11

c. Tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2009) ada 4 tingkat kecemasan yaitu:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada masalah yang penting dan

mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang

terarah.

3) Kecemasan berat

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk

memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak

dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area

yang lain.

4) Panik (kecemasan sangat berat)

Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami

kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan


12

Menurut Muttaqin dan Sari (2009) faktor – faktor yang

dapat menyebabkan kecemasan pasien pre operasi adalah takut

terhadap nyeri, kematian, ketidaktahuan, takut tentang

deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh. Sedangkan

faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut

Kaplan dan Sadock (2010) adalah :

1) Faktor – faktor intrinsik antara lain :

a) Usia pasien

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua

usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak

pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada

usia 21 – 45 tahun. Feist (2009) mengungkapkan bahwa

semakin bertambahnya usia, kematangan psikologi

individu semakin baik, artinya semakin matang

psikologi seseorang maka akan semakin baik pula

adaptasi terhadap kecemasan.

b) Pengalaman pasien menjalani pengobatan (operasi)

Pengalaman awal pasien dalam pengobatan

merupakan pengalaman – pengalaman yang sangat

berharga yang terjadi pada individu terutama untuk

masa – masa yang akan datang. Pengalaman awal ini

sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan

bagi kondisi mental individu di kemudian hari. Apabila

pengalaman individu tentang anestesi kurang, maka


13

cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat

menghadapi tindakan anestesi.

c) Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan

dan pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya

dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang

lain.

2) Faktor – faktor ekstrinsik antara lain :

a) Usia pasien

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan

dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun

insidensi gangguan bervariasi untuk masing – masing

kondisi medis, misalnya : pada pasien sesuai hasil

pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan,

hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien.

Sebaliknya pada pasien dengan diagnosa baik tidak

terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.

b) Tingkat pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing

– masing. Pendidikan pada umumnya berguna dalam

merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola

pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang

cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor

dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat


14

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan

pemahaman terhadap stimulus.

c) Akses informasi

Akses informasi adalah pemberitahuan tentang

sesuatu agar orang membentuk pendapatnya

berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi

adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien

sebelum pelaksanaan tindakan anestesi terdiri dari

tujuan anestesi, proses anestesi, resiko dan komplikasi

serta alternatif tindakan yang tersedia, serta proses

administrasi.

d) Proses adaptasi

Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh

stimulus internal dan eksternal yang dihadapi individu

dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus.

Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk

mendapatkan bantuan dari sumber – sumber di

lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan

sumber daya yang tersedia di lingkungan rumah sakit

yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk

membantu pasien mengembalikan atau mencapai

keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang

baru.

e) Tingkat sosial ekonomi


15

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola

gangguan psikiatrik.
16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan

pendekatan content analysis. Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian

peneliti memilih penelitian deskriptif kualitatif karena digunakan untuk meneliti

subjek alamiah, mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, atau

aktifitas sosial yang dialami subjek penelitian dimana peneliti memahami

perilaku, persepsi, perasaan motivasi , dan kepercayaan pada individu maupun

kelompok yang menghasilkan data deskriptif berupa tulisan atau lisan dari

enomena yang diamati secara luas, menyeluruh, dan mendalam (Sugiyono, 2010)

Penelitian ini menggunakan pendekatan content analysis karena peneliti

ingin menggali persepsi dan pengalaman informan mengenai tingkat kecemasan

pada pasien pre operasi serta pemahaman dan pendapat pasien tentang pelayanan

bedah di RSUD Temanggung. Pendekatan content analysis oleh peneliti juga

digunakan untuk menggali data wawancara, wawancara ditinjau beberapa kali

untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam untuk pembuatan kode,

kategori, dan tema.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan RSUD Temanggung, Jawa Tengah. Adapaun

waktu penelitian dilakukan pada Juni 2021.


17

3.3. Informan

Informan dalam penelitian adalah orang yang mempunyai pengalaman dan

pengalaman tersebut sesuai dengan tujuan penelitian. Informan dalam penelitian

ini adalah orang yang akan digali pengalaman, perasaan, dan sikapnya. Informan

dipilih dengan teknik non random sampling yang bersifat purposive. Peneliti

memilih teknik purposive sampling karena peneliti ingin memperoleh informan

dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini

pertimbangan dan tujuannya adalah informan merupakan pasien dengan indikasi

bedah di RSUD Temanggung yang mempunyai pengalaman sesuai dengan tujuan

penelitian. Penentuan jumlah informan ditinjau dari penelitian sebelumnya yang

serupa. Pemilihan informan dipilih yang sekiranya dapat memberikan informasi

secara lengkap dan akurat serta memenuhi kriteria.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah usia lebih dari 18 tahun atau

yang membutuhkan tindakan bedah dan mampu berkomunikasi dengan baik

secara verbal maupun nonverbal, sedangkan kriteria eksklusi adalah informan

mengalami gangguan kesehatan mental.

3.4. Alat dan Bahan Penelitian

a. Perekam suara

b. Buku catatan dan alat tulis untuk menulis catatan lapangan (fieldnotes)

c. Panduan wawancara

d. Kuesioner/angket

3.5. Definisi Operasional

Operasi adalah suatu pengalaman baru dan peristiwa komplek yang

menegangkan. Seseorang yang menghadapi operasi akan mengalami kecemasan


18

yang berbeda-beda. Menurut Sjamsuhidayat (2005) operasi atau tindakan

pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara

invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.

Digiulio (2014) mengatakan operasi adalah suatu ancaman potensial maupun

aktual pada integritas yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun

psikologis.

Menurut kamus Kedokteran Dorland, kata kecemasan atau disebut dengan

anxiety adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-

respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau

khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari

secara langsung (Dorland, 2010).

Menurut Muttaqin dan Sari (2009) faktor – faktor yang dapat

menyebabkan kecemasan pasien pre operasi adalah takut terhadap nyeri,

kematian, ketidaktahuan, takut tentang deformitas dan ancaman lain terhadap citra

tubuh. Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Kaplan

dan Sadock (2010) terdiri dari faktor intrinsik (usia,pengalaman pasien menjalani

pengobatan/operasi, konsep diri dan peran) dan faktor ekstrinsik (tingkat

pendidikan, askes informasi, proses adaptasi, tingkat social ekonomi).

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid atau dapat dipertanggung jawabkan

atas kebenarannnya, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode,

sebagai berikut:
19

1. Wawancara atau Interview

Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau

lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh penulis kepada subjek atau

sekelompok subjek penelitian untuk dijawab.

Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi atau data

mengenai tingkat kecemasan pasien pre operasi terhadap tindakan

bedah di RSUD Kabupaten Temanggung, serta apa saja faktor eksternal

yang berpengaruh pada tingkat kecemasan pasien sebagai bahan

evaluasi terkait pelayanan kesehatan yang diberikan.

Data adalah hasil atau bahan yang didapatkan dari informan

mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan tentang

suatu fakta yang ditemui peneliti di lokasi penelitian. Dalam penelitian

ini data diambil menggunakan metode wawancara semi-structured

interview. Semi-structured interview digunakan untuk mengeksplorasi

lebih jauh ide-ide baru yang disampaikan oleh informan.

Peneliti juga membuat field note atau catatan lapangan yang

digunakan sebagai data tambahan. Peneliti akan mencatat gambaran

wawancara yang tidak dapat ditangkap melalui perekam suara.

Gambaran ini meliputi bahasa tubuh atau bahasa nonverbal yang

dilakukan oleh informan saat wawancara berlangsung, gambaran

tersebut bisa menimbulkan suatu persepsi tersirat yang dapat membantu

proses analisis hasil wawancara.


20

2. Observasi

Menurut S. Margono observasi diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematik yang tampak pada obyek penelitian.

Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengamati secara

langsung di lapangan bagaimana kondisi psikologis terutama tingkat

kecemasan pasien pra operasi terkait tindakan bedah yang akan

dilakukan.

3. Angket

Angket atau kuesioner adalah seperangkat pernyataan atau

pertanyaan tertulis dalam lembaran kertas atau sejenisnya dan

disampaikan kepada responden penelitian untuk diisi olehnya tanpa

intervensi dari penulis atau pihak lain. Metode ini digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti tentang pribadinya,

atau hal – hal lain yang ia ketahui.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan angket terbuka, yang

sudah disediakan jawabannya namun responden masih bisa menuliskan

jawabannya sendiri apabila jawabannya tidak ada dalam pilihan yang

telah disediakan. Teknik angket ini untuk mendapatkan data tentang

faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre

operasi yang akan menjalani tindakan bedah di RSUD Kabupaten

Temanggung.

3.7. Jalannya Penelitian

Rencana jalannya penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :

1. Tahap Awal
21

Langkah awal dalam penelitian ini melihat dan mengkaji penelitian-

penelitian terdahulu yang mendukung jalannya penelitian. Setelah itu

peneliti merumuskan masalah untuk penelitian yang akan dibuat, tahap

selanjutnya yaitu melakukan pengumpulan data. Cara pengumpulan data

tersebut dengan melakukan interview dan menyebarkan kuesioner kepada

responden. Dilanjutkan pembuatan karya tulis ilmiah, selanjutnya

presentasi karya tulis ilmiah dan perbaikan atau revisi sesuai hasil

presentasi.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Sebelum Wawancara

• Pertama peneliti menyiapkan panduan wawancara, menyiapkan

daftar informan (nama, usia, jenis kelamin, usia, alamat, pekerjaan)

yang akan diwawancara agar mempermudah proses pencatatan

setelah proses wawancara selesai.

Peneliti juga menyusun kuesioner yang nantinya akan disebarkan

kepada responden.

• Kedua, peneliti menyiapkan alat perekam suara. Alat perekam

suara bisa menggunakan digital voice recorder atau mobile phone,

mobile phone yang digunakan bukan merupakan mobile phone

untuk kegiatan sehari-hari untuk menghindari gangguan (panggilan

masuk) saat proses merekam suara.

• Ketiga, penentuan tempat wawancara. Yang terpenting dalam

penentuan tempat adalah informan merasa nyaman, terhindar dari


22

perhatian orang lain dan kebisingan untuk kepentingan kualitas

hasil rekaman suara.

• Keempat, peneliti dan informan harus mendapatkan suasana yang

nyaman dan aman, misalnya bila mewawancarai informan yang

berjenis kelamin beda dengan peneliti. Untuk mengatasi masalah

tersebut, peneliti bisa menawarkan adanya pihak ketiga yang bisa

berasal dari informan atau dari peneliti. Namun harus dipastikan

bahwa pihak ketiga akan menjaga kerahasiaan informasi dan tidak

mengganggu jalannya wawancara.

• Kelima, persiapan buku atau catatan kecil untuk mencatat field

notes atau catatan lapangan.

• Keenam, proses penentuan waktu wawancara berdasarkan

kesepakatan informan dan peneliti. Wawancara diusakan

dilaksanakan pada pagi hari atau sore hari dimana peneliti dan

informan dalam keadaan segar dan tidak ada kesibukan. Namun

semuanya bergantung pada kenyamanan informan.

b. Selama Wawancara

1. Peneliti memastikan informan bersedia untuk diwawancarai dan

merasa nyaman.

2. Peneliti menempatkan alat perekam suara di tempat yang tidak

terlalu jauh dari informan maupun peneliti agar suara dari

informan dan peneliti terekam jelas dengan baik.

3. Peneliti mengawali wawancara dengan menyebutkan bahwa

peneliti sedang mewawancarai misalnya informan A


23

(menyebutkan nama, alamat, dan usia), tanggal, serta dimana

wawancara tersebut dilakukan.

4. Sebelum wawancara, peneliti memberikan kuesioner kepada

responden untuk menilai tangkat kecemasan responden terlebih

dahulu.

Peneliti akan menanyakan dengan tipe pertanyaan open

ended question dengan jelas. Selama proses wawancara peneliti

akan menunjukkan sikap netral baik verbal maupun nonverbal.

Pada proses wawancara peneliti akan mencatat dalam field notes

meliputi suasana tempat wawancara dan hal-hal yang dilakukan

oleh informan yang tidak terekam pada alat perekam suara.

c. Setelah Wawancara

1. Memindah hasil rekaman suara ke file komputer kemudian

membuat transkrip.

2. Dalam file transkrip peneliti akan mendeskripsikan hasil

wawancara secara keseluruhan meliputi segala hal yang terjadi

saat proses wawancara.

3.8. Analisis Data

Content analysis adalah teknik penelitian kualitatif yang banyak digunakan

untuk menginterpretasikan makna dari data atau isi komunikasi baik verbal

maupun nonverbal (Hsieh and Shannon, 2005). Syarat dari content analysis yaitu

obyektivitas, sistematis, dan generalisasi yang mempunyai sumbangan teoritis.

Dalam penelitian kualitatif pendekatan content analysis menekankan bagaimana

peneliti menilai konsistensi isi, bagaimana peneliti membuat kode, kategori, lalu
24

tema. Tahapan analisis data dengan teknik content analysis (Graneheim and

Lundman, 2004) :

a. Peneliti akan membaca transkrip wawancara berulang-ulang untuk

mendapatkan pemahaman tentang kontennya secara keseluruhan.

b. Makna yang sesuai dengan tujuan penelitian diidentifikasi sebagai

kode.

c. Langkah selanjutnya adalah menganalisis kategori pada tingkat yang

lebih interpretatif yang menghasilkan dua tema yang berkaitan dengan

bagaimana informan merasakan variasi dalam pengalaman mereka tentang

manajemen diri, motivasi, hubungan, dan perubahan pekerjaan.

d. Akhirnya, satu tema keseluruhan yang menggambarkan kategori dan

tema diidentifikasi.

3.9. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pendekatan validitas dalam penelitian kualiatif (Creswell, 2014) :

1. Triangulasi

a. Triangulasi investigator atau peer debriefing

Triangulasi investigator dilakukan dengan mengecek hasil

penelitian yang telah dilakukan nantinya dengan cara meminta

teman sesama peneliti untuk memberikan opini dan pandangan

tentang hasil penelitian tersebut.

2. Member checking

Member-checking atau konfirmasi ulang adalah memastikan

kembali hasil akhir atau tema atau suatu penjelasan khusus kepada

informan, apakah mereka merasa atau beranggapan sudah akurat.


25

Pendekatan reliabilitas dalam penelitian kualitatif (Creswell, 2014) :

1. Penelitian ini memastikan bahwa transkrip ditulis dengan menghindari

kesalahan penulisan meliputi penggunaan tata bahasa dan tanda baca

yang benar.

Penelitian ini memastikan bahwa tidak ada perbedaan arti dari kode

yang telah dibuat. Penelitian ini akan mempunyai semacam logbook

untuk menjaga keruntutan ide.


26

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Partisipan


Berikut ini adalah karakteristik partisipan penelitian :
No Partisipan Jenis Usia Pekerjaan Pendidika Skor Tingkat
Kelamin (Tahun n Terakhir Kecemasan Kecemasan
)
1 Partisipan Perempua 36 Petani SMA 10 Tidak ada
1 (P1) n kecemasan
2 Partisipan Laki-laki 22 Pegawai SMK 2 Tidak ada
2 (P2) swasta kecemasan
3 Partisipan Laki-laki 51 Perangka SMA 2 Tidak ada
3 (P3) t desa kecemasan
4 Partisipan Perempua 48 Pedagang SMA 20 Kecemasan
4 (P4) n ringan
5 Partisipan Laki-laki 56 Tidak SMP 27 Kecemasan
5 (P5) bekerja sedang
6 Partisipan Perempua 33 Ibu SMP 13 Tidak ada
6 (P6) n rumah kecemasan
tangga

Partisipan penelitian ini adalah tiga perempuan dan tiga laki-laki rentang
usia 20 – 60 tahun. Pekerjaan partisipan dipilih secara acak dengan rata-rata
tingkat pendidikan terakhir adalah SMA. Tingkat kecemasan partisipan bervariasi,
yaitu tidak ada kcemasan, kecemasan ringan, dan kecemasan sedang.
4.2. Hasil Penelitian
Peneliti melakukan wawancara terhadap 6 partisipan guna menggali
faktor-faktor eksternal terhadap tingkat kecemasan pasien sebelum tindakan
bedah.
1. Pemahaman pasien tentang tindakan operasi yang akan dilakukan
Kelima partisipan mengungkapkan telah mengetahui tindakan
operasi yang akan dilakukan. Informasi mengenai tindakan operasi
27

yang akan dilakukan partisipan dapatkan dari dokter dan perawat di


poliklinik. Sementara, satu partisipan mengaku belum mendapatkan
informasi dan tidak mengetahui tindakan operasi yang akan dilakukan.
Namun, partisipan yang telah mendapatkan informasi tersebut
belum tentu memahami dengan baik penjelasan yang telah disampaikan
dokter dan perawat. Empat partisipan menyatakan belum terlalu paham
dengan penjelasan yang disampaikan, satu partisipan menyatakan
paham, dan satu partisipan menyatakan sangat paham.
Partisipan yang paham dan sangat paham merupakan partisipan
yang sebelumnya telah menjalani tindakan bedah yang sama, sudah
berobat ke fasilitas kesehatan lain, serta berusaha mencari informasi
lain melalui internet dan orang lain. Partisipan yang belum terlalu
paham mengenai penyakit dan tindakan operasi yang akan dilakukan
juga mencari informasi di internet. Informasi yang partisipan dapatkan
di internet cukup membantu partisipan dalam memahami penyakit dan
tindakan operasi yang akan dilakukan sehingga mampu menurunkan
perasaan cemas sebelum tindakan operasi.
2. Pelayanan rumah sakit
Seluruh partisipan berpendapat pelayanan rumah sakit sudah baik.
Ruang perawatan, pelayanan medis, dan pelayanan administrasi sudah
baik dan membuat pasien nyaman. Persyaratan administrasi yang perlu
diurus dinilai oleh keenam partisipan tidak membebani. Partisipan
berpendapat bahwa pelayanan medis terutama tenaga keperawatan
memiliki respon yang cepat dan sangat tanggap ketika dibutuhkan
partisipan. Satu partisipan berpendapat bahwa pemberian semangat dan
dukungan moril oleh tenaga kesehatan di rumah sakit perlu
ditingkatkan. Dengan pemberian semangat dan dukungan moril
menurut partisipan tersebut dapat mengurangi kecemasan yang
dirasakan sebelum tindakan operasi.
3. Pembiayaan
Partisipan menyatakan bahwa sumber pembiayaan selama masa
perawatan dan tindakan operasi adalah asuransi kesehatan BPJS.
28

Keenam partisipan merupakan peserta BPJS PBI. Pembiayaan yang


ditanggung sepenuhnya oleh asuransi kesehatan membuat pasien tidak
merasa terbebani. Oleh karena itu, dari segi finansial partisipan tidak
merasa cemas. Dengan adanya pembiayaan dari asuransi kesehatan
partisipan juga tidak ragu untuk memutuskan melakukan tindakan
operasi. Apabila seluruh partisipan bukan peserta asuransi kesehatan
BPJS, partisipan merasa terbebani dari segi finansial dan menjadi salah
satu pertimbangan dalam memutuskan melakukan tindakan operasi.
Dua partisipan berpendapat bahwa apabila bukan perserta asuransi
kesehatan perlu mencari keringanan dana baik dari perangkat desa,
perusahaan tempat bekerja, maupun sumber-sumber lain.
4. Faktor lain
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecemasan partisipan
sebelum melaksanakan tindakan operasi bervariasi. Dukungan moril
dari keluarga merupakan faktor terbesar yang membuat seluruh
partisipan merasa nyaman dan tidak cemas sebelum melakukan
tindakan operasi. Disamping itu, keinginan partisipan untuk sembuh
membuat partisipan tidak ragu dengan tindakan operasi yang telah
diputuskan oleh dokter.
Partisipan dengan riwayat pernah menjalani dan merencanakan
tindakan operasi menyatakan bahwa memiliki kecemasan dengan
tindakan operasi yang saat ini akan dilaksanakan. Satu partisipan
dengan riwayat batal melaksanakan tindakan operasi sebelumnya
karena kadar hemoglobin rendah berpendapat bahwa terdapat perasaan
khawatir akan mengalami hal serupa. Kekhawatiran partisipan tersebut
diakibatkan oleh rencana operasi sebelumnya tidak mendapatkan
transfusi darah sehingga rencana operasi dibatalkan.
Sementara satu partisipan lain yang pernah menjalani prosedur
tindakan operasi serupa berpendapat bahwa cemas yang dirasakan saat
ini berkaitan dengan riwayat tindakan operasi yang pernah dilakukan.
Partisipan menyatakan bahwa pernah mengalami efek post anastesi
berupa muntah-muntah hingga 5 hari pada tindakan operasi
29

sebelumnya. Hal tersebut membuat pasien merasa cemas efek tersebut


akan timbul kembali pada operasi saat ini. Selain itu, pemahaman
partisipan yang baik mengenai penyakit komorbid yang diderita
membuat partisipan merasa cemas dengan penyembuhan luka operasi.
4.3. Pembahasan
Pemahaman pasien terkait informasi yang diberikan akan mempengaruhi
tingkat kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang dialami tergantung pada
persepsi atau penerimaan responden itu sendiri terhadap operasi yang akan
dijalankannya, mekanisme pertahanan diri dan mekanisme koping yang
digunakan. Pada sebagian orang yang mengetahui informasi pra bedah secara baik
justru akan meningkatkan kecemasannya, dan sebaliknya pada responden yang
mengetahui informasi pra bedah yang minim justru membuatnya santai
menghadapi operasinya, karena menurut Ridwan (2013) dalam penelitiannya yang
berjudul “Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Mayor” menyatakan setiap ada
stresor yang menyebabkan individu merasa cemas maka secara otomatis muncul
upaya untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping.
Didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hasanah
yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Informasi Pre Operasi
Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi” yang menunjukan pengetahuan atau
informasi yang diberikan sebelum dilakukan operasi dapat mengalami penurunan
tingkat kecemasan seseorang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Marianti (2011) Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Klien Pre Operasi Katarak Di Poli Klinik Mata Rumah Sakit
Islam Siti Khodijah, yang menyimpulakan pemahaman informasi dapat
menurunkan tingkat kecemasan dan meningkatkan pengetahuan pada pasien pre
operasi. Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui seseorang dan ini
terjadi setelah orang tersebut melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, sebagian pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga dari berbagai macam sumber seperti, media poster,
kerabat dekat, media massa, media elektronik (Notoatmodjo, 2010). Hasil
penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rolly (2014) tentang
30

Hubungan Pengetahuan dengan Tingkat Kecemasan Pada KLIEN Pre Operasi


Katarak di Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Manado, penelitian ini
membuktikan pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat, media massa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya. Pengetahuan
adalah suatu proses dengan menggunakan panca indra yang dilakukan seseorang
terhadap objek tertentu dapat menghasilakan pengetahuan dan keterampilan.
Dukungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan pada tingkat
ansietas pasien pre operasi mayor (Nisa, et.al 2018). Menurut Ratna (2010)
dukungan keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya pasien
yang akan menjalani operasi. Dukungan ini membuat individu memiliki perasaan
nyaman, yakin, diperdulikan, nasihat yang mampu membuat penerima dukungan
akan merasa disayang, dihargai, dan dicintai oleh keluarga sehingga individu
dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan keluarga meliputi sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita sakit. Salah satu peran dan
fungsi keluarga yaitu memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarganya dalam memberikan kasih sayang (Friedman,
2010).

Seluruh partisipan menyatakan bahwa keluarga memberikan dukungan


sebelum partisipan melaksanakan operasi. Bentuk dukungan yang partisipan
terima berupa semangat, doa, dan dorongan untuk segera melakukan tindakan
operasi. Seluruh partisipan memiliki dukungan keluarga yang baik dan
mempengaruhi tingkat kecemasan sebelum melakukan operasi. Partisipan merasa
lebih nyaman dan teanang untuk melakukan tindakan operasi salah satunya karena
terdapat dukungan keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


Romadoni (2016) terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
ansietas pasien pre operasi mayor. Hal terebut disebabkan oleh dukungan
keluarga dari pihak keluarga sangat dibutuhkan terhadap penderita sakit. Penderita
sakit merasa anggota keluarga sangat penting, sehingga penderita sakit merasa
nyaman dan dicintai. Apabila dukungan keluarga tersebut tidak adekuat maka
31

merasa diasingkan atau tidak dianggap oleh keluarga, sehingga sesorang akan
mudah mengalami ansietas dalam menjalani operasi.
4.4. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kesulitan untuk menggali
pengalaman partisipan saat melakukan wawancara. Dengan demikian, tidak jarang
bagi peneliti untuk melakukan konfirmasi ulang dengan partisipan tentang
pernyataan mereka untuk mendapatkan persepsi yang sama. Variasi karakteristik
partisipan yang belum majemuk membuat jawaban hasil wawancara cenderung
kurang beragam.
32

BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesmipulan

5.2. Saran
33

DAFTAR PUSTAKA

Anita, M. D. (2018). Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap


Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Anestesi Umum Di Rsud Sleman
Yogyakarta (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Erin, A. (2014). Hubungan Dukungan Suami Dengan Tingkat Kecemasan Ibu


Hamil Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Turi Sleman (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS ALMA ATA).
Friedman, MM. Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga: Riset, teori, dan prakyik, alih Bahasa Akhir Yani S. Hamid dkk; Ed 5.
Jakarta : EGC.

INDONESIA, I. D. A. Medical Challenges in Pediatric Practice.

Kuraesin, N. D. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat


kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUP Fatmawati tahun 2009.

Liandi, R., & Arofiati, F. (2011). Hubungan Dukungan keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Pre Operasi pada Anak Usia Sekolah di RSu PKU Muhammadiyah
Yogyakarta (Doctoral dissertation, STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).

Nisa et al. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Ansietas


Pasien Pre Operasi Mayor. Jurnal Keperawatan. 6 (2) : 116-120. ISSN 2338-2090.

Pre Operasi Bedah Mayor Digestif Di Rsup Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar.


Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 2(3), 59-67.

Ratna, W. (2010). Sosiologi dan antropologi kesehatan. Yogyakarta : Pustaka


Rihama.

Romdoni, Siti. (2016). Karakteristik Dan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat


Kecemasan Pasien Pre Operasi Mayor Di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang. STIKes Muhammadiyah Palembang. Volume 4, Nomor 1, Juni 2016.

Saragih, D., & Suparmi, Y. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat


kecemasan pasien yang dirawat di ruang icu/iccu rs husada jakarta. KOSALA:
Jurnal Ilmu Kesehatan, 5(1).

Sari, Y. P., Riasmini, N. M., & Guslinda, G. (2020). Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Bedah Mayor
Di Ruang Teratai. Menara Ilmu, 14(2).

Sihombing, R., & Rundjan, E. (2019). Kajian Tentang Rasa Khawatir Pada
Kehidupan “Orang Percaya” Dalam Perspektif Alkitab. The Way Jurnal Teologi
dan Kependidikan, 5(1), 70-84.
34

Uskenat, M. D., Kristiyawati, S. P., & Solechan, A. (2012). Perbedaan Tingkat


Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Dengan General Anestesi Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Relaksasi Otot Progresif Di Rs Panti Wilasa Citarum
Semarang. Karya Ilmiah.
35

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai