0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
37 tayangan18 halaman
Dokumen tersebut membahas konsep dasar keperawatan perioperatif yang mencakup definisi, alasan pembedahan, dan tahap-tahap keperawatan perioperatif yang terdiri dari fase preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Fase-fase tersebut meliputi aktivitas keperawatan seperti persiapan pasien, pemantauan selama operasi, serta pemulihan dan perawatan pasca operasi. Dokumen juga menjelaskan klasifikasi pembedahan berdasark
Dokumen tersebut membahas konsep dasar keperawatan perioperatif yang mencakup definisi, alasan pembedahan, dan tahap-tahap keperawatan perioperatif yang terdiri dari fase preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Fase-fase tersebut meliputi aktivitas keperawatan seperti persiapan pasien, pemantauan selama operasi, serta pemulihan dan perawatan pasca operasi. Dokumen juga menjelaskan klasifikasi pembedahan berdasark
Dokumen tersebut membahas konsep dasar keperawatan perioperatif yang mencakup definisi, alasan pembedahan, dan tahap-tahap keperawatan perioperatif yang terdiri dari fase preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. Fase-fase tersebut meliputi aktivitas keperawatan seperti persiapan pasien, pemantauan selama operasi, serta pemulihan dan perawatan pasca operasi. Dokumen juga menjelaskan klasifikasi pembedahan berdasark
1. Defenisi Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif. 2. Alasan dilakukannya pembedahan Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan seperti : a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan 3. Tahap dalam Keperawatan Perioperatif a. Fase Pre operatif. Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien). 1) Persiapan Psikologi Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan. 2) Persiapan Fisiologi, meliputi : Diet (puasa) à pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi. Persiapan Perut à Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi. Persiapan Kulit à Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Hasil Pemeriksaan à hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain. Persetujuan Operasi / Informed Consent à Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. b. Fase Intra operatif Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah : 1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi. 2) Umur dan ukuran tubuh pasien. 3) Tipe anaesthesia yang digunakan. 4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis). 5) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril : 1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen 2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit). c. Fase Post operatif Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah : 1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room). Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi 2) Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk : 1) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) 2) Ahli anastesi dan ahli bedah 3) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. 4. Klasifikasi Perawatan Perioperatif Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu : a. Kedaruratan/Emergency à Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas. b. Urgen à Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. c. Diperlukan à Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak. d. Elektif à Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal. e. Pilihan à Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik. Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi : a. Minor à Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi b. Mayor à Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain. 5. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya a. Syok Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir, gusi dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine pekat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat. b. Perdarahan Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. c. Trombosis vena profunda Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis. d. Retensi urin Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih. e. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses) Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril. f. Sepsis Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ. g. Embolisme Pulmonal Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal. h. Komplikasi Gastrointestinal Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen. 6. Asuhan Keperawatan Perioperatif NO. NANDA NOC NIC 1. Pre Operatif Tujuan : cemas dapat Penurunan kecemasan Cemas b.d krisis terkontrol. Bina hubungan saling percaya dengan situasional Kriteria hasil : klien / keluarga Operasi Secara verbal dapat Kaji tingkat kecemasan klien. mendemonstrasikan Tenangkan klien dan dengarkan keluhan teknik menurunkan klien dengan atensi cemas. Jelaskan semua prosedur tindakan Mencari informasi kepada klien setiap akan melakukan yang dapat tindakan menurunkan cemas Dampingi klien dan ajak berkomunikasi Menggunakan teknik yang terapeutik relaksasi untuk Berikan kesempatan pada klien untuk menurunkan cemas mengungkapkan perasaannya. Menerima status Ajarkan teknik relaksasi kesehatan. Bantu klien untuk mengungkapkan hal- hal yang membuat cemas. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian obat penenang, 2. Pre Operatif Tujuan : bertambah-nya Pendidikan kesehatan : proses penyakit Kurang pengetahuan pasien Kaji tingkat pengetahuan klien. Pengetahuan tentang penyakitnya. Jelaskan proses terjadinya penyakit, b.d Pengetahuan: Proses tanda gejala serta komplikasi yang keterbatasan Penyakit mungkin terjadi informasi Kriteria hasil : Berikan informasi pada keluarga tentang tentang Pasien mampu men- perkembangan klien. penyakit dan jelaskan penyebab, Berikan informasi pada klien dan proses komplikasi dan cara keluarga tentang tindakan yang akan operasi pencegahannya dilakukan. Klien dan keluarga Diskusikan pilihan terapi kooperatif saat Berikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan tindakan ambulasi dini Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul 3. Post Operatif Tujuan : kerusakan per- Pengelolaan jalan napas Gangguan tukaran gas tidak Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, pertukaran terjadi kedalaman dan usaha nafas. gas b.d efek Status Pernapasan: Auskultasi bunyi napas, tandai area samping ventilasi penurunan atau hilangnya ventilasi dan dari Kriteria hasil : adanya bunyi tambahan anaesthesi. Status neurologis Pantau hasil gas darah dan kadar DBN elektrolit Dispnea tidak ada Pantau status mental PaO2, PaCO2, pH Observasi terhadap sianosis, terutama arteri dan SaO2 dalam membran mukosa mulut batas normal Pantau status pernapasan dan oksigenasi Tidak ada gelisah, Jelaskan penggunaan alat bantu yang sianosis, dan keletihan diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer) Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi napas, pola napas, sputum,efek dari pengobatan) Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai dengan keperluan
4. Post Operatif Tujuan : kerusakan Perawatan luka
Kerusakan integritas kulit tidak Ganti balutan plester dan debris integritas terjadi. Cukur rambut sekeliling daerah yang kulit b.d Penyembuhan Luka: terluka, jika perlu luka post Tahap Pertama Catat karakteristik luka bekas operasi operasi Kriteria hasil : Catat katakteristik dari beberapa Kerusakan kulit tidak drainase ada Bersihkan luka bekas operasi dengan Eritema kulit tidak sabun antibakteri yang cocok ada Rendam dalam larutan saline yang Luka tidak ada pus sesuai Suhu kulit DBN Berikan pemeliharaan lokasi IV Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi sesuai kebutuhan Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka bekas operasi yang sesuai Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai Balut dengan perban yang cocok Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka bekas operasi Periksa luka setiap mengganti perban Bandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-perubahan pada luka Jauhkan tekanan pada luka Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka
5. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat Manajemen Nyeri :
Nyeri akut b.d teratasi. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, proses Kontrol Resiko karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas pembedahan Kriteria hasil : dan faktor presipitasi ). Klien melaporkan Observasi reaksi NV dr ketidak nyeri berkurang dg nyamanan. scala 2-3 Gunakan teknik komunikasi terapeutik Ekspresi wajah untuk mengetahui pengalaman nyeri klien tenang Kontrol faktor lingkungan yang klien dapat istirahat mempengaruhi nyeri seperti suhu dan tidur ruangan, pencahayaan, kebisingan. v/s dbn Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis). Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri. Evaluasi tindakan pengurang nyeri Monitor TTV
B. KRITERIA KEPERAWATAN PREOPERATIF
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai. Pengkajian: Rumah/Klinik: 1. Melakukan pengkajian perioperatif awal 2. Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien 3. Melibatkan keluarga dalam wawancara. 4. Memastikan kelngkapan pemeriksaan pra operatif 5. Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif Unit Bedah : 1. Melengkapi pengkajian praoperatif 2. Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain. 3. Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi. 4. Membuat rencana asuhan keperawatan Ruang Operasi : 1. Mengkaji tingkat kesadaran klien. 2. Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis) 3. Mengidentifikasi pasien 4. Memastikan daerah pembedahan Perencanaan : 1. Menentukan rencana asuhan 2. Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi) Dukungan Psikologis : 1. Memberitahukan pada klien apa yang terjadi 2. Menentukan status psikologis 3. Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri. 4. Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan. C. PERSIAPAN PASIEN YANG OPERASI SEGERA 1. Persiapan kulit Jelaskan protokol mandi pada malam sebelum rencana operasi. Biasanya area yang akan dioperasi akan dibersihkan pada malam sebelum tindakan pembedahan dengan sabun dan air atau cairan antimikroba untuk mengurangi jumlah mikroba pada kulit. Bila ada alergi dengan zat kimia (misalnya iodine) perlu diganti dengan agen pembersih yang lain. Tindikan misalnya anting atau yang lainnya harus dibebaskan dari kulit untuk mengurangi infeksi atau cedera. Jika pada saat pengkaijan kulit teridentifikasi kulit sudah keriput misalnya pada pasien yang lebih tua, perawat harus melibatkan metode yang gentle untuk membersihkan kulit dan rambut. Pertimbangan tambahan adalah tekanan berlebih akibat bantalan agar tidak terjadi iritasi kulit, misalnya sewaktu memindahkan pasien dan untuk mencegah trauma pada kulit. 2. Persiapan saluran pencernaan Saluran pencernaan perlu persiapan spesial pada malam hari sebelum pembedahan untuk mengurangi resiko terjadi muntah dan aspirasi, menurunkan resiko obstruksi bowel, mempermudah visualisasi pada pembedahan saluran cerna dan untuk mencegah kontaminasi dari material feses. Karena makanan padat sudah harus ditahan 8 sampai 10 jam sebelum operasi, jadi pasien harus diinstruksikan agar tidak makan dan minum setelah tengah malam. Jika pasien tetap makan atau minum maka jadwa operasi akan ditunda. Pada pasien yang puasa tersebut, mesti dijelaskan hal-hal berikut: a. Menjelaskan alasan pembatasan cairan dan makanan. b. Pindahkan makanan dan minuman dari dekat tempat tidur selepas tengah malam. c. Tandai tanda puasa pada pintu atau tempat tidur pasien. d. Informasikan ke bagian nutrisi tentang status puasa pasien. e. Beritahukan kepada anggota keluarga atau menjaga pasien tentang status puasa pasien. f. Jika pasien perlu minum obat yang sangat penting sebelum operasi misalnya pada pasien dengan operasi kardiovaskular, dijelaskan bahwa minum obatnya dengan cara menghisap air minum saja tanpa diminum secara banyak. Catat obat yang telah diberikan. Persiapan bowel dengan enema tetapi tidak secara rutin dilakukan kecuali pada bedah saluran cerna, perianal atau perineal area dan pelvic cavity. 3. Bedah emergensi Pasien yang menghadapi bedah emergensi berbeda dari mereka yang dijadwalkan untuk bedah elektif. Diagnosis yang mendasari mungkin tidak diketahui dan operasi yang direncanakan tidak pasti. Waktu untuk mempersiapkan kondisi medis pasien biasanya terbatas, dan sering ada nyeri, kecemasan dan distres yang harus diatasi. Banyak prosedur emergensi terjadi pada pasien usia lanjut yang sering sudah ada kemunduran fungsi organ akibat penyakit bedahnya maupun oleh penyakit dalam yang sudah ada. Pasien emergensi memiliki mortalitas dan morbiditas lebih tinggi, terutama jika disertai hipovolemia, penyakit jantung, masalah pernapasan atau kemunduran fungsi ginjal. Dengan waktu yang tersedia sebelum operasi, setiap kelainan kardiovaskular dan respiratorik harus didiagnosis dan diobati segera. Kontak dini dengan spesialis anestesi akan menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra bedah. Setelah diskusi, operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda untuk memungkinkan pengobatan medis memperbaiki keadaan umum pasien. Pada situasi tertentu, dibutuhkan operasi segera. 4. Perawatan pra bedah dari pasien-pasien emergensi a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau keluarganya. Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir dan kepatuhan pasien. Apakah pasien memiliki alergi atau mengalami masalah dengan pembiusan dahulu. b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium untuk melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50% pasien dengan riwayat infark miokard aktual atau dicurigai akan menceritakan riwayat penyakit dengan tidak akurat pada 5 tahun sesudahnya. Pasien mungkin yakin mengalami serangan jantung ketika sebenarnya tidak, dan begitupula sebaliknya. c. Pemeriksaan fisik: d. Uji diagnostik: kebanyakan pasien membutuhkan pemerik-saan hematologi dan biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim sampel darah segera mungkin. EKG dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada kecurigaan patologi. Pasang pulse oximetry pada pasien dispnea dan cek gas darah arteri. e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat kehilangan darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang syok tidak selalu takikardia. Pasien hipertensi mungkin mengalami hipotensi bila tekanan sistoliknya 100 mmHg. f. Obati nyeri g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan ketat untuk menilai respons terhadap pengisian beban cairan. Volume cairan yang besar harus terlebih dahulu dihangatkan. Kateter urin harus dipasang. Kadang-kadang hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh gagal jantung atau sepsis. Jika respons terhadap terapi cairan tidak adekuat, pemantauan CVP dibutuhkan. Jangan biarkan kepala pasien jatuh ketika memasang infus vena sentral. h. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons dengan pergantian volume memiliki risiko serius dan harus dikelola di HDU/ICU. Sebagai alternatif, pasien bisa dirujuk ke kamar operasi. Pasien-pasien perdarahan aktif memer-lukan operasi penyelamatan jiwa dan kamar operasi harus dipersiapkan segera. Persediaan darah yang telah diuji silang harus diusahakan. Kalau bisa darah sampai ke kamar operasi sekaligus dengan pasien, dan pada pasien yang kehabisan darah, darah dari golongan sama dan belum diuji silang harus sudah ada segera. i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan setiap jam dan CVP. j. Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct) harus diperiksa secara reguler. k. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan saturasi oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry. Pemeriksaan fisik dan radiologi biasanya akan menentukan penyebab hipoksia. Pada pasien kritis, dispnea bisa disebabkan oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat yang disebabkan hipoksia jaringan sering akan memberi respons terhadap resusitasi umum, walaupun sebab-sebab lain dari asidosis harus dicari. l. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan aritmia jantung. Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus dekstrosa. m. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk mengurangi kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa pasien dengan penurunan kesadaran memiliki jalan napas tidak tersumbat, dan menerima oksigen serta dalam posisi sesuai. Pada pasien dengan riwayat refluks asam, berikan omeprazole 40 mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika penyerapan usus jelek) tepat sebelum operasi. n. Tentukan profilaksis tromboemboli yang sesuai. o. Antibiotik mulai diberikan bila ada indikasi. p. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai rencana anda dan minta persetujuan untuk setiap prosedur yang direncanakan. Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan operasi atau kondisi medis pasien. Jika operasi memiliki risiko kematian, pastikan bahwa ini dipahami. Jangan anggap semua pasien (khususnya usia lanjut) menginginkan operasi.
Masalah medis yang sering dijumpai pada pasien bedah emergensi.
Kardiovaskular Hipovolemia/defisit cairan Sindrom sepsis Penyakit jantung iskemik Gagal jantung (akut atau kronik) Fibrilasi atrium tak terkontrol (>100/menit) Aritmia Hipertensi tak terkontrol Pernapasan Hipoksia Atelektasis paru Konsolidasi (pemadatan) Edema paru Fiksasi (splinting) diafgrama karena nyeri, atau pembengkakan abdomen Batuk tidak adekuat untuk mengeluarkan sputum Darah Anemia Koagulopati Ginjal Oliguria/anuria SSP Ensefalopati septik/toksik Nyeri/cemas Bingung/ tingkat kesadaran menurun Gastrointestinal Risiko aspirasi Metabolik Demam/hipotermia Asidosis Hipo/hiperglikemia Gangguan imbang elektrolit, terutama K+ dan Mg++.
D. ASPEK LEGAL INFORMED CONSENT
1. Pengertian Informed Consent Informed Consent adalah “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya. Syarat-syarat Informed Consent a. Hakim Cardozo (King, 1977) menyatakan bahwa setiap manusia dewasa dan berpikiran sehat mempunyai hak untuk menetukan hal yang dapat dilakukan terhadap tubuhnya. b. Menurut Beauchamp bahwa informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. c. Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut : 1) Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter 2) Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan 3) Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan. 2. Peran Perawat dalam Informed Consent Perawat sangat berperan dalam pelaksanaan informed consent yaitu berfungsi sebagai advocator pasien dan sumber informasi (communicator ) bagi pasien selama fase perawatan di rumah sakit, tetapi pada kenyataanya, pelaksanaan informed consent di indonesia sampai saat ini belum terkoordinasi, karena terdapat kesenjangan dalam pelaksanaanya. Fenomena yang terlihat sekarang ini adalah bahwa perawat belum melaksanakan informed consent secara optimal sesuai dengan standar praktik keperawatan, seolah-olah perawat tidak mempunyai wewenang dalam pelaksanaan informed consent (Suhaemi,2004). Hal-hal yang harus dijelaskan oleh dokter dan perawat terkait informed consent: a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan (purhate of medical procedure) b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical procedure) c. Tentang risiko (risk inherene in sual medical procedures) d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya (alternative medical procedure and risk). f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan. 3. Contoh-contoh Informed Consent secara lisan dan tulisan Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung risiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien. Contohnya, ketika perawat melakukan komunikasi kepada psien untuk melakukan tindakan keperawatan yaitu memandikan klien dan perawatn menyanyakan kepada klien dan keluarga mengenai kesediaan untuk dilakukan tindakan. Kemudian pasien atau keluarga pun hanya menyetujui dengan lisan tanpa harus dilakukan persetujuan dengan tulisan. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung risiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PERMENKES No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi adekuat tentang perlunya tindakan medis serta risiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent). Contoh: SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : (L/P) Umur/Tgl Lahir : Alamat : Telp : Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang t ua/*suami/*istri/*anak/*wali dari : Nama : (L/P) Umur/Tgl Lahir
Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis
berupa……………………………………………………………………………. Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.
Medan,………………….20……
Dokter/Pelaksana, Yang membuat pernyataan,
Ttd ttd (……………………) (…………………………..) *Coret yang tidak perlu
4. Kendala dari pelaksanaan Informed Consent yang Baik
Ada beberapa kelemahan dalam formulir informed consent, yaitu informasinya tidak tertulis sehingga mengakibatkan ketidakjelasan informasi medis dan lemah sebagai alat bukti, pasien kurang memahami, untuk itu perlu dilakukan perbaikan, sehingga informasinya dapat diuraikan dalam formulir tersebut dan dijelaskan secara lisan. Hambatan pelaksanaan informed consent, tidak ada SOP, pemahaman pelaksana informed consent seperti perawat atau dokter belum maksimal, rendah pengetahuan pelaksana tentang hukum informed consent, dan informasi disampaikan secara lisan.
5. Peran dokumentasi dalam pembuktian, pelanggaran, pidana dan perdata
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus bersifat obyektif, akurat dan menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada diri klien. Sehingga apabila diperlukan, dokumentasi ini dapat menunjukkan bahwa perawat telah mencatat dengan benar dan tidak bertentangan dengan kebijakan atau peraturan institusi pemberi pelayanan kesehatan.
6. Peran dokumentasi dalam pembinaan etik di Rumah Sakit
Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Dalam hal ini, pendokumentasian memiliki peranan dalam pembinaan etik atau perilaku yang baik bagi perawat. Karena dengan dokumentasi, perawat dapat menelaah masalah klien dan dapat engetahui perkebangan kondisi klien dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik. Dengan ini, klien dapat terhindar dari malpraktek atau kerugian lainnya. Sehingga akan memberi imbas baik bagi rumah sakit. Dengan pendokumentasian yang baik, kondisi klien akan terpantau secara baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan klien 7. Prinsip – Prinsip Legal Tindakan Keperawatan Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. a. Advokasi Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal : 1) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen. 2) Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya. 3) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasien. Istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”. Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting. Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri”. Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik dan mengetahui keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien (curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien, memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi. Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982). Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit. b. Responsibilitas Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas- tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat memberikan tempat. c. Loyalitas Loyalitas merupakan suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Hubungan profesional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian kepuasan bersama (Jameton, 1984, Fry, 1991). Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan berbagai pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik loyalitas kepada klien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi.
8. Hak – hak pasien dalam informed consent
Hasil penelitian menunjukkan seorang partisipan mengatakan hak – hak pasien dalam informed consent adalah mendapat informasi, menerima ganti rugi bila merasa dirugikan, menolak pengobatan.Partisipan lain mengatakan bahwa hak – hak pasien dalam informed consent adalah menerima maupun menolak persetujuan. Konsumen pelayanan kesehatan mempunyai hak umum untuk menentukan jenis pelayanan kesehatan dan harus bersedia untuk kebutuhan saat ini dan saat yang akan datang. E. Edukasi preoperasi terstruktur Edukasi merupakan salah satu peran keperawatan yang penting. Edukasi akan lebih baik dilakukan sejak 1 atau dua hari sebelum pembedahan, karena pasien akan dapat mempelajarinya dengan baik (Potter & Perry, 2006). Rasa cemas dan takut adalah hambatan belajar, kedua emosi ini akan semakin meningkat jika waktu pembedahan semakin dekat (Potter & Perry, 2006). Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang edukasi preoperasi dengan variasi materi, metode, media maupun waktu untuk pembelajaran. Standar Edukasi Pada tatanan pelayanan keperawatan, edukasi merupakan bagian dari standar praktik keperawatan professional. Seluruh peraturan keperawatan di Negara bagian Amerika Serikat mengakui bahwa edukasi merupakan cakupan praktik keperawatan (Bastable, 2006). The Joint Commission (TJC 2006 dalam Potter & Perry, 2009) memberikan standar bagi edukasi pasien dan keluarga. Standar ini mewajibkan perawat dan tim kesehatan untuk menilai kebutuhan pembelajaran pasien dan menyediakan edukasi tentang berbagai topic. Pencapaian yang berhasil membutuhkan kolaborasi antar profesi kesehatan dan meningkatkan pemulihan pasien. Usaha edukasi harus menyertakan nilai psikososial, spiritual dan budaya yang dimiliki pasien (Potter & Perry, 2009) Tujuan edukasi preoperative terstruktur 1. Mengajarkan orang untuk hidup didalam kondisi yang terbaik yaitu berusaha keras untuk mencapai tingkat kesehatan yang maksimum (Smeltzer & Bare,2002) 2. Pemeliharaan dan promosi kesehatan, serta pencegahan penyakit (Potter & Perry, 2009) 3. Pemulihan kesehatan (Potter & Perry, 2009) 4. Beradaptasi dengan gangguan fungsi (Potter & Perry, 2009) Manfaat edukasi preoperative terstruktur Edukasi preoperative terstruktur dapat mempengaruhi beberapa factor preoperative sebagai berikut: 1. Fungsi pernafasan Edukasi meningkatkan kemampuan pasien untuk nafas dalam dan batuk secara efektif (Potter & Perry, 2006); Johansson et al,2006. 2. Kapasitas fungsi fisik Edukasi meningkatkan kemampuan pasien melakukan ambulasi dan melaksanakan aktivitas sehari-hari secara lebih awal (Potter & Perry, 2006; Johansson et al,2005). 3. Perasaan sehat. Pasien yang telah dipersiapkan untuk menjalani pembedahan memiliki kecemasan yang lebih rendah dan menyatakan rasa sehat secara psikologis lebih besar (Potter & Perry, 2006) 4. Lama rawat inap dirumah sakit. Edukasi preoperative terstruktur dapat mempersingkat waktu rawat inap pasien di rumah sakit (Potter & Perry, 2006; Johansson et al, 2005) 5. Menurunkan ansietas rasa nyeri dan jumlah obat-obatan anti nyeri yang diperlukan untuk kenyamanan. Pasien yang telah diberikan edukasi tentang nyeri dan cara menghilangkannya memiliki kecemasan tentang nyeri yang lebih rendah (Potter & Perry, 2006; Johansson et al, 2005). 6. Meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap penggunaan obat anti nyeri. Hasil dari studi kuasi-eksperimental menunjukkan bahwa pasien yang menerima pengajaran terstruktur preoperasi memiliki pengetahuan yang lebih tinggi secara statistic signifikan tentang penggunaan terapi PCA (Pain Controlled Analgesia) dan sikap yang lebih positif terhadap penggunaan obat nyeri. Demikian juga pelaksanaan pembelajaran preoperasi secara terstruktur tentang PCA mengembangkan pengetahuan dan sikap dalam memanajemen nyeri secara signifikan jika dibandingkan dengan pembelajaran secara informal (Knoerl et al, 1999). 7. Meningkatkan self-efficacy. Edukasi preoperasi operasi dapat meningkatkan self-efficacy (Johansson et al, 2005; Potter & Perry, 2009). Bidang Pembelajaran 1. Pembelajaran Kognitif Meliputi seluruh perilaku intelektual dan membutuhkan pemikiran (Bastable, 2003). Pada hirarki perilaku kognitif perilaku termudah adalah perolehan pengetahuan, sedangkan yang paling kompleks adalah evaluasi. Pembelajaran kognitif meliputi hal-hal berikut (Potter & Perry, 2009). 1) Pengetahuan pembelajaran fakta atau informasi baru dan mampu mengingatnya 2) Komprehensif: Kemampuan memahami arti dari materi ajar 3) Aplikasi: menggunakan ide abstrak yang baru dipelajari ke dalam situasi yang kongkret 4) Analisis: menguraikan informasi menjadi bagian-bagian yang terorganisasi. 5) Sintesis: Kemampuan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan untuk menghasilkan bentuk baru 6) Evaluasi: penilaian tentang nilai informasi bagi tujuan tertentu. 2. Pembelajaran Afektif Pembelajaran ini berhadapan dengan ekspresi perasaan, dan penerimaan sikap, opini atau nilai (Potter & Perry, 2009). Pembelajaran afektif meliputi hal berikut: 1) Menerima: bersedia menerima perkataan orang lain 2) Merespon: Partisipasi aktif melalui kegiatan mendengarkan dan bereaksi secara verbal dan nonverbal 3) Memberi nilai: menentkan nilai pada suatu objek atau perilaku yang diperlihatkan oleh pelajar. 4) Mengorganisasi: membangun system nilai dengan menganalisis dan mengorganisasi nilai dan memecahkan konflik 5) Karakteristik beraksi dan merespons dengan system nilai yang konsisten. 3. Pembelajaran psikomotor Melibatkan perolehan ketrampilan yang membutuhkan integrasi aktifitas mental dan otot, seperti kemampuan berjalan atau menggunakan alat makan (Redman, 2007). Pembelajaran psikomotor meliputi hal-hal berikut (Potter & Perry, 2009). 1) Persepsi: Menyadari adanya objek atau kualitas melalui penggunaan indra. 2) Penetapan: Kesiapan untuk mengambil aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan yaitu mental, fisik dan emosional. 3) Respon yang dibimbing: Pelaksanaan suatu pernyataan dibawah bimbingan instruktur yang melibatkan peniruan aksi yang didemonstrasikan. 4) Mekanisme: Perilaku dengan tingkat yang lebih tinggi dimana individu memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan dalam melakukan yang lebih kompleks atau melibatkan beberapa langkah yang lebih banyak. 5) Respon terbuka yang kompleks melakukan ketrampilan motorik yang membutuhkan pola gerakan kompleks yang lancer dan akurat. 6) Adaptasi: kemampuan mengubah respons motorik saat terjadi masalah yang tidak terduga. 7) Originasi: menggunakan ketrampilan dan kemampuan psikomotor untuk melakukan aksi motorik kompleks yang melibatkan penciptaan pola gerakan baru. F. Metode Edukasi Metode edukasi harus disesuaikan dengan sasaran, sehingga dapat dibagi menjadi 3 kelompok metode yaitu: metode edukasi untuk individual; metode edukasi untuk kelompok, dan metode edukasi untuk massa. Pada edukasi terstruktur metoda yang bisa digunakan adalah metode edukasi individual dan kelompok, berikut ini penjelasannya: I. Metode edukasi individu dipakai untuk memotivasi perilaku baru atau membina individu agar tertarik kepada suatu perubahan perilaku dan inovasi. Bentuk pendekatan ini antara lain (Notoadmojo, 2007). 1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counseling). Pada metode pendekatan ini terjadi antara perawat dengan pasien lebih intensif, pasien dibantu dalam menyelesaikan masalahnya. Perubahan perilaku pada pasien akan terjadi dengan sukarela dan kesadaran penuh. 2) Wawancara (Interview). Pada metode pendekatan ini terjadi dialog antara perawat dan pasien untuk menggali informasi tentang penerimaan pasien tentang perubahan, ketertarikannya terhadap perubahan serta sejauh mana pengertian dan kesadaran pasien dalam mengadopsi perubahan perilaku. II. Metode edukasi kelompok perlu memperhatikan besarnya kelompok sasaran dan tingkat pendidikan sasaran. Berikut ini metode yang bisa diterapkan. 1) Ceramah, lebih tepat dgunakan untuk kelompok besar, yang perlu diperhatikan dari metode ini pertama adalah penguasaan materi yang disampaikan dan penyampaian menarik serta tidak membosankan. Kedua adalah pelaksana harus menguasai sasaran meliputi sikap, suara cukup keras dan jelas, pandangan tertuju kepada peserta, posisi berdiri, dan sebaiknya menggunakan alat bantu lihat Audio Visual Aid (AVA). 2) Diskusi, lebih tepat untuk kelompok kecil, kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi. Formasi duduk dapat diatur berhadap-hadapan atau saling memandang dan bebas mengeluarkan pendapat. 3) Curah pendapat (Brain Storming), adalah modifikasi metode diskusi, pada metode ini disini peserta diberikan satu masalah dan kemudian dilakukan curah pendapat. G. Prinsip Edukasi Berikut ini adalah beberapa prinsip yang harus diperhatikan perawat dalam memberikan intervensi edukasi 1. Gaya belajar pasien, sebelum mengajar secara efektif perawat harus memahami dua cara belajar individu (Black, 2004). Gaya belajar seseorang mempengaruhi pilihan untuk belajar. Beberapa dapat belajar secara bertahap sedangkan orang lain belajar secara sporadic. 2. Perhatian, merupakan keadaan mental yang memungkinkan pelajar berfokus dan memahami kegiatan belajar. Sebelum belajar pasien harus mampu berkonsentrasi pada informasi yang akan dipelajari. Kemampuan ini dipengaruhi oleh gangguan fisik, kegelisahan dan lingkungan (Potter & Perry, 2009). 3. Motivasi adalah suatu kekuatan yang beraksi pada atau didalam diri seseorang (emosi, idea tau kebutuhan fisik yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu (Redman,2007). 4. Menggunakan teori Edukasi pasien sangat kompleks terdapat beberapa teori dan model untuk membimbing edukasi pasien. Penggunaan teori yang sesuai dengan kebutuhan pasien yang akan membantu edukasi yang efektif. Teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh bandura merupakan salah satu teori yang pembelajaran yang efektif dan sering digunakan untuk pembelajaran dalam bidang kesehatan. Teori ini merupakan salah satu pendekatan yang menjelaskan karakteristik pelajar dan membimbing educator dalam menetapkan intervensi pengajaran yang efektif yang akan menghasilkan peningkatan pembelajaran dan motivasi (Bandura, 2001; Bastable,2003). 5. Adaptasi psikososial terhadap penyakit Kesiapan belajar biasanya berhubungan dengan tahap berduka, pasien tidak akan dapat belajar jika mereka tidak bersedia atau tidak mampu menerima kenyataan tentang penyakit. Pengajaran pada waktu yang tepat akan memfasilitasi penyesesuaian terhadap penyakit (Potter & Perry, 2009). 6. Partisipasi aktif Pembelajaran terjadi ketika pasien terlibat secara aktif didalam sesi edukasi (Edelman & Mandle, 2006) 7. Kemampuan belajar Kemampuan terjadi ketika pasien dipengaruhi kemampuan perkembangan dan kemampuan fisik, kemampuan perkembangan pasien berkaitan dengan perkembangan kognitif pasien. Sehingga pada tahap ini penting untuk mempertimbangkan kemampuan intelektual pasien agar mendapatkan pembelajaran yang sukses (Potter & Perry, 2009). Pada kemampuan fisik adalah penting memperhatikan kesehatan fisik pasien, karena untuk mempelajari psikomotor diperlukan kekuatan, ketajaman sensorik pada tingkat tertentu. Karakteristik berikut ini diperlukan untuk mempelajari psikomotor: 1) Ukuran (kesesuaian tinggi dan berat badan dengan tugas atau penggunaan alat (tongkat, bantu jalan) 2) Kekuatan (kemampuan pasien untuk mengikuti program yang banyak mengkomsumsi energy) 3) Koordinasi (ketangkasan untuk ketrampilan motorik kompleks, seperti penggunaan alat, atau mengganti perban) H. Pengkajian Edukasi Pre-Operatif Pengalaman klien dengan operasi lanjutan dan tingkat kecemasan yang di catat. Tingkat pendidikan klien, gangguan sensori (misalnya, kehilangan penglihatan), harapan mengenai operasi, dan ketersediaan sistem dukungan haruslah menjadi pedoman rencana untuk pengajaran. Pada umumnya, klien yang telah menjalani beberapa operasi membutuhkan persiapan yang kurang pendidikan. Namun, jangan menganggap bahwa klien tersebut perlu penguatan penilaian pra operasi dan pasca operasi dan intervensi. I. Edukasi Preoperatif Edukasi preoperative adalah sangat penting untuk memastikan pengalaman bedah yang positif untuk klien. Studi penelitian banyak telah mendukung nilai instruksi pra operasi baik dalam mengurangi kejadian komplikasi pasca operasi dan lama tinggal di rumah sakit. Klien kebutuhan belajar, tingkat kecemasan, dan ketakutan tentang operasi dinilai rencana pengajaran individual dapat dirumuskan. Waktu pengajaran pra operasi sangat individual. idealnya, akan ada cukup waktu untuk klien yang akan diberikan instruksi dan waktu untuk menjawab pertanyaan. jika mengajar dilakukan terlalu jauh di muka, klien mungkin lupa komponen penting dari pendidikan. di sisi lain, klien yang diajarkan segera sebelum operasi mungkin terlalu cemas untuk memahami apa yang diajarkan. dalam banyak kasus, klien diakui pada mengatakan operasi. Itu sangat penting bahwa klien telah menerima instruksi tertulis atau lisan sebelum waktu ini, sehingga perawat hanya dapat memperkuat petunjuk ini dan menjawab pertanyaan individu dari klien dan anggota keluarga. Banyak operasi atau pada hari yang sama pusat bedah rawat jalan melakukan wawancara telepon sebelum masuk untuk mendidik dan memungkinkan klien untuk mengajukan pertanyaan. Menyadari efek dari operasi pada kognisi, menentukan kebutuhan belajar dan mengajar sebelum operasi kedua klien dan keluarga sebelum operasi jika mungkin. Hanya kegiatan penting harus diajarkan pada periode pra operasi segera karena konsentrasi klien kemungkinan difokuskan pada hidup operasi. Menilai kemampuan klien untuk melihat, mendengar dan memahami komunikasi verbal. kacamata dan alat bantu dengar dapat dipakai sampai prosedur bedah sebenarnya untuk mempromosikan pembelajaran informasi yang diperlukan dan untuk mengurangi ketakutan dan feat. sebagai klien bergerak ke ruang operasi, barang-barang penting harus hati-hati disimpan akan atau diberikan kepada orang dewasa yang menyertainya. untuk memastikan pengambilan setelah operasi, jelas dokumen pada catatan klien lokasi barang-barang seperti alat bantu dengar dan kacamata. Jika salah satu item hilang, lembaga yang bertanggung jawab untuk menggantinya. Klien harus memahami apa yang pra operasi, intraoperatif, dan pasca operasi saja memerlukan. sebelum berbicara kepada klien tentang rincian spesifik atau teknis, konsultasikan dengan dokter untuk memastikan Anda memahami dan dapat memperjelas informasi ini. Jelaskan semua perawatan dan ketidaknyamanan yang mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari intervensi keperawatan. memberitahu klien apa yang akan Anda lakukan untuk meminimalkan ketidaknyamanan apapun. jika klien dijadwalkan untuk pergi ke unit perawatan intensif bedah (SICU) setelah operasi, tanyakan apa yang anggota klien dan keluarga sudah tahu atau pernah mendengar tentang perawatan intensif. mengambil waktu terhadap alamat setiap kesalahpahaman atau informasi yang salah. J. Komponen dari Edukasi Preoperatif Informasi yang diberikan kepada klien sebelum operasi harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Informasi ini dapat berupa (1) sensori, (2) Psikososial, atau (3) prosedur. Informasi sensorik membahas pemandangan, suara, dan nuansa ruang operasi. Instruksikan klien bahwa ruang operasi dan cairan persiapan kulit akan menjadi dingin tapi selimut hangat yang tersedia. Banyak operasi suite sekarang menggabungkan musik ke daerah pra operasi dan intraoperatif mereka. klien dapat diberikan headphone dan dapat memilih dari berbagai jenis musik untuk membantu mereka rileks dan mengurangi suara berbahaya eksternal dalam lingkungan ruang operasi. jika klien memakai alat bantu dengar dan musik digunakan, periksa dengan personil anestesi untuk menentukan apakah alat bantu dengar dapat tetap di tempat selama operasi. Informasi psikososial melibatkan mengatasi kemampuan dan kekhawatiran tentang keluarga dan simlar keprihatinan. Pertanyaan Khas klien mungkin adalah sebagai berikut: "Apa aku mati?" "Siapa yang akan merawat anak-anak?" Anda dapat memberikan jawaban jika informasi ini tersedia, atau Anda dapat mengatur untuk orang lain, seperti pekerja sosial atau anggota ulama, untuk berbicara dengan klien. Informasi prosedural rincian kegiatan selama periode pra operasi dan perawatan pasca operasi. itu termasuk informasi bahwa klien perlu tahu dan ingin tahu tentang apa yang akan terjadi. misalnya, Anda dapat menyatakan sesuai: "Keluargamu bisa di daerah presurgical sebelum Anda dibawa ke ruang operasi," atau "Akan selalu ada seorang perawat dengan Anda selama ini, dan saya akan tetap di sisi Anda melalui seluruh operasi. "Memberikan penjelasan dan informasi tentang fasilitas dicetak rutinitas perawatan kesehatan, jam besuk, waktu makan, dan lokasi kapel dan ruang tunggu, misalnya. jika Anda menemukan bahwa klien tidak jelas tentang apa yang memerlukan operasi, dokter harus diberitahu. Anda bisa menjelaskan atau mengklarifikasi informasi mengenai operasi. Peran klien dalam perawatan pascaoperasi diajarkan sebelum operasi. perawat memberikan instruksi pada (1) pernapasan dalam, (2) batuk, (3) mobilisasi, (4) ambulating, dan (5) kontrol nyeri, dan pemahaman klien dari beberapa prosedur ini divalidasi oleh kembali demonstrasi. Kesimpulan dari isi jurnal “Preoperative Teaching Received and Valued in a day surgery setting” adalah penelitian ini menguji kesesuaian antara pendidikan diterima dan dihargai oleh pasien yang mengalami operasi hari yang sama. 116 pasien diwawancari menggunakan 26 item yang membahas lima dimensi informasi preoperasi: 1) Informasi situasional/ prosedur 2) Ketidaknyamanan informasi 3) Informasi peran pasien 4) Dukungan psikososial 5) Pelatihan keterampilan Hubungan yang signifikan diamati diantara tingkat pendapatan dan preferensi untuk informasi situasional/ prosedur dan antara gender dan preferensi untuk informasi dukungan psikososial.