PENDAHULUAN
yang cepat dan tepat. Salah satu jenis masalah kegawatdaruratan yang dapat
(cardiac arrest), dalam keadaan ini tindakan resusitasi segera sangat diperlukan.
Jika tidak segera dilakukan resusitasi dapat menyebabkan kematian atau jika
masih sempat tertolong dapat terjadi kecacatan otak permanen. Waktu sangat
sebelum sampai di rumah sakit. Di Indonesia tidak ada data statistik mengenai
terhadap terjadinya berbagai bencana alam antara lain gempa bumi dan letusan
kesehatan, kita juga harus mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di fasilitas
1
keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di Instalasi Gawat
kondisi gawat darurat, diperlukan sebuah sistem informasi yang terpadu dan
handal untuk bisa digunakan sebagai rujukan bagi penanganan gawat darurat baik
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam anggota badannya
dan jiwanya (akan menjadi cacat atau mati) bila tidak mendapatkan pertolongan
dengan segera. Pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan
nyawa dan pencegahan kecacatan. Kejadian ini dapat menimpa setiap orang
sehingga membutuhkan penangan yang cepat dan tepat. Dalam kondisi gawat
darurat diperlukan sebuah sistem informasi yang terpadu dan handal untuk bisa
utama yang bersifat multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi
bersifat multi disiplin dan multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan
suatu bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan
sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar biasa. Dengan
menelpon call center 119 untuk mendapatkan layanan informasi mengenai rumah
sakit mana yang paling siap dalam memberikan layanan kedaruratan, advis untuk
3
Petugas call centre adalah dokter dan perawat yang mempunyai
yang terjadi pada pasien sebelum mendapatkan pelayanan medis di Rumah Sakit.
(Prawira, 2014)
cepat, cermat, dan tepat, dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan
mencegah kecacatan (time saving is life and limb saving) terutama ini dilakukan
sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju yang melibatkan masyarakat awam
umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem
bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat
(Adzanri, 2014). Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada
Gawat Darurat, dan sistem transportasi harus saling terintegrasi satu sama lain
4
demi keberhasilan dalam SPGDT. Oleh karena itu di bentuklah badan
(Permenkes, 2016).
5
pengevakuasi korban/pasien Gawat Darurat dan pengoordinasi dengan fasilitas
Alur pelayanan dalam SPGDT dimulai saat NCC menerima panggilan dari
6
ataupun merujuk pasien guna mendapatkan penanganan gawat darurat (tergantung
kondisi pasien). PSC dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan unit teknis
terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit di Rumah Sakit antar
Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap
hidup misalkan korban kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, dll. Pelayanan
medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem pelayanan pra rumah
sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit (intra-rumah sakit) dan sistem
pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu
1. First Responder
gawat darurat, baik itu korban kecelakaan, serangan jantung, ibu melahirkan,
maupun korban tersedak. Seorang first responder meliputi orang awam (orang
umum di sekitar kejadian) dan orang awam khusus (pemadam kebakaran, polisi,
tim SAR). Keberadaan seorang first responder ini dapat menentukan keselamatan
jiwa korban. Orang umum di sekitar kejadian sangat membantu dalam mencari
7
pertolongan melalui pusat komunikasi. Seorang first responder terlatih dapat
medis datang. First responder terlatih minimal harus sudah mengikuti pelatihan
Komponen paling vital pada fase pra-rumah sakit adalah adanya pusat
pertolongan pertama bagi korban, distribusi informasi kepada tim ambulans dan
rumah sakit. Dispatcher berperan dalam mencari rumah sakit yang terdekat dan
sesuai dengan kebutuhan korban, sehingga korban dirujuk pada rumah sakit yang
tepat. Selain itu, rumah sakit juga dapat mempersiapkan ruangan, peralatan
maupun tenaga medis bagi korban yang akan dirujuk. Dispatcher juga dapat
3. Emergency Ambulance
untuk melakukan stabilisasi pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi korban
8
Pelayanan kegawatdaruratan pra-rumah sakit mengacu pada protokol yang
telah ditentukan. Hal tersebut merupakan aspek etik legal yang harus dijalankan
oleh setiap petugas ambulans. Protokol tersebut mengacu pada Standar Operating
Procedure (SOP) yang telah disusun oleh tim ahli sebagai offline medical
direction. Sedangkan kasus-kasus khusus yang tidak tertuang dalam SOP, petugas
lapangan akan diberikan bimbingan tindakan dan monitoring langsung dari dokter
antara fase pra-rumah sakit dan fase intra-rumah sakit. Emergency Call Center
mendapatkan informasi dari Dispatcher, sehingga rumah sakit dapat dengan cepat
2. Kualitas Pelayanan
ruangan harus terintegrasi satu sama lain, dan memiliki fasilitas yang memadai.
masing ruangan.
1. Sistem Rujukan
korban gawat darurat karena kurangnya fasilitas ataupun SDM Kesehatan, maka
9
Fasyankes tersebut harus melakukan rujukan ke rumah sakit yang memiliki grade
lebih tinggi. Fasyankes tersebut harus memiliki sistem rujukan yang baik sehingga
proses rujukan korban dapat dilakukan dengan tepat, cepat, efektif dan efisien.
Hal tersebut tentunya didukung oleh sistem komunikasi yang bagus (Primasari,
2015).
2. Sistem Transportasi
sesuai (basic hingga advanced ambulance) dan didukung oleh petugas terlatih.
Bila fasyankes tidak memiliki fasilitas maupun SDM Kesehatan yang memadai
jasa pihak ketiga untuk melakukan evakuasi medis dengan menggunakan fasilitas
SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan
Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali
memadai.
10
2.2.2.2.1 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu
akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami
porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya
adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai
11
2.2.2.2.2 Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan
dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang
Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada
12
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan
yang sangat penting. Hal ini untuk mobilisasi pasien dari lokasi pasien berada
disediakan oleh PSC (Public Safety Center) dan juga oleh Fasilitas pelayanan
untuk mengangkut orang sakit atau korban kecelakaan. Ambulans juga digunakan
atau Rumah sakit untuk dirujuk ke Rumah sakit rujukan untuk perawatan lebih
13
lanjut. Di indonesia terdapat bermacam-macam ambulans dari berbagai instansi
mengangkut orang sakit mendapat hak utama untuk kelancaran dalam lalu lintas.
Ambulan mempunyai hak istimewa untuk melanggar peraturan lalu lintas seperti
menerobos lampu merah, melawan arus jalan dan melewati bahu jalan dalam
buat terbalik dengan tujuan agar pengemudi kendaraan didepan ambulans bisa
membaca tulisan ambulans dari kaca spion untuk memberi jalan untuk ambulans
lewat.
penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.
pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat
(Fitzgerald, 2010).
berdasarkan keputusan yang diambil dalam proses triase. Penilaian kondisi medis
triase tidak hanya melibatkan komponen hidup dasar yaitu jalan nafas (airway),
14
approach, tapi juga melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik.
Penilaian kondisi ini disebut dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan
gejala (syndromic approach). Contoh sindrom yang lazim dijumpai di unit gawat
darurat adalah nyeri perut, nyeri dada, sesak nafas, dan penurunan kesadaran
(Christ M, 2010).
dasar yaitu ABC approach dan fokus pada kasus-kasus trauma. Setelah kriteria
triase ditentukan, maka tingkat kegawatan dibagi dengan istilah warna, yaitu
warna merah, warna kuning, warna hijau dan warna hitam. Penyebutan warna ini
merah, zona kuning, dan zona hijau (tabel 1). Triase bencana bertujuan untuk
mengerahkan segala daya upaya yang ada untuk korban-korban yang masih
mungkin diselamatkan sebanyak mungkin (do the most good for the most people)
Tabel 1. Triase
Kriteria Deskripsi
Merah Korban dalam kondisi kritis dan membutuhkan pertolongan
segera
Kuning Korban tidak dalam kondisi kritis namun membutuhkan
pertolongan segera
Hijau Trauma minor dan masih mampu berjalan (walking wounded)
Hitam Meninggal
mengancam nyawa agar dapat mengerahkan segala daya upaya dan fokus untuk
melakukan pertolongan medis pada pasien sampai keluhan pasien dan semua
15
pasien mendapatkan jenis dan kualitas pelayanan medik yang sesuai dengan
kebutuhan klinis (prinsip berkeadilan) dan penggunaan sumber daya unit yang
Aging, 2009).
Selain tingkat kegawatan suatu kondisi medis, triase juga harus menilai
urgensi kondisi pasien. Urgensi berbeda dengan tingkat keparahan. Pasien dapat
dikategorikan memiliki kondisi tidak urgen tapi masih tetap membutuhkan rawat
inap dirumah sakit karena kondisinya. Setelah penilaian keparahan (severity) dan
menunggu. Yaitu berapa lama pasien dapat dengan aman menunggu sampai
the right patient , to the right place at the right time serta melakukan yang
terbaik mungkin dengan jumlah korban yang lebih banyak dengan seleksi korban
Trauma ringan
Sudah meninggal
terhadap pasien dengan ancaman jiwa yang lebih besar (Habib, 2016). Tingkat
prioritas :
16
Prioritas 1 (prioritas tertinggi) digolongkan menjadi warna merah. Warna
merah untuk berat nya kondisi pasien, mengancam jiwa atau fungsi vital
fungsi vital jika tidak segera di tangani dalam waktu singkat. Penanganan
terlambat contoh : patah tulang besar, luka bakar grade 2-3 <25%, trauma
sangat parah , hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung, trauma
kepala yang bersifat kritis dan harapan hidup sudah tidak memungkinkan.
selanjutya
17
Monitoring korban akan kemungkinan terjadi perubahan dari keadaan
korban seperti derajat kesadaranya dan vital sign, serta tanda tanda lain
Pasal 82
18
Pasal 83
yang dimiliki
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
19
Pasal 32 ayat 1
Pasal 32 ayat 2
pertolongan pada kasus kasusu kegawat daruratan dan bencana. Yang disebut
dengan tenaga kesehatan dalam undang undang kesehatan no 36 tahun 2009 bab 1
ketentuan umum pasal 1 ayat 6 : setiap orang yang mengabdikan diri dalam
upaya kesehatan termasuk dalam pelayanan dawar darurat yang terjadi baik dalam
Dalam undang undang rumah sakit nomor 44 tahun 2009 bab 1 ketentuan
umum pasal 1 ayat 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat
darurat. Ini membuktikan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat
20
darurat kepada pasien atau penderita dengan didukung oleh sarana, pra sarana dan
BAB VII pasal 37 ayat 2. Dokter atau dokter gigi yang diminta untuk
memberikan pelayanan medis oleh suatu sarana pelayanan kesehatan bakti sosial,
penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan tidak memerlukan izin praktik
tetapi harus member tahukan kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota tempat
Disisi lain dari aspek hukum pelayanan gawat darurat seperti standart
Peraturan Menteri ini berdasarkan pasal 1 yakni pelayanan Gawat Darurat adalah
21
tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien Gawat Darurat dalam waktu
berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan
melibatkan masyarakat. Call Center 119 adalah suatu desain sistem dan teknologi
panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan nomor kode akses 119 yang
22
BAB 3
KESIMPULAN
dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multi sektor dan harus
ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin dan multi profesi untuk
gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.
Prinsip berpedoman pada respon cepat yang memberikan pelayanan yang cepat,
cermat, dan tepat, dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan
mencegah kecacatan (time saving is life and limb saving) terutama ini dilakukan
sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju yang melibatkan masyarakat awam
umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem
bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat.
yang mendapatkan kondisi Gawat Darurat, dalam hal ini semua koordinasi mulai
23
Dalam kasus Gawat Darurat baik peristiwa sehari-hari maupun bencana
selalu ada korban maka dari itu perlu dibentuk triase untuk menentukan prioritas
dengan ancaman jiwa yang lebih besar. Triase berguna untuk memilah korban
24
DAFTAR PUSTAKA
Padang: Sekretaris Komite Etik dan Hukum RSUP Dr. MD Jamil Padang
Kemenkes RI
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-sistem-penanggulangan-gawat-
darurat-terpadu-spgdt-menggurangi-tingkat-kematian-dan-kecacatan-
713.html
25
10. Lee CH. 2010. Disaster And Mass Casualty Triage. American Medical
11. Moskop JC, Sklar DP, Geiderman JM, Schears RM, Bookman KJ. 2009.
12. Murni, Tri Wahyu. 2016. Penanggulangan Kasus Gawat Darurat Pra
Terpadu. http://kota.surakarta.go.id/index.php?q=berita/pemkot-
kembangkan sistem-penanggulangan-gawat-darurat-terpadu-spgdt
19 Tahun 2016.
16. Prawira, MA. 2014. Studi Kasus Call Center SPGDT 119 Sebagai
Administrasi UB.
17. Primadi, Oscar. 2016. Public Safety Centre 119 dan NCC. Jakarta : Biro
26
19. Salim, Carolina. 2015. Sistem Penilaian Trauma. Jurnal CDK-232 Vol. 42
Prawiranegara Serang.
Kesehatan RI.
Kesehatan Masyarakat.
ke 65 FK UGM.
27