Anda di halaman 1dari 21

ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA (IPAI)

BAB I

KEANGGOTAAN

Pasal 1

Kreteria Anggota

(1) Anggota biasa adalah Penata Anestesi, Warga Negara Indonesia,


berpendidikan sekurang-kurangnya Diploma III (tiga) lulusan dalam negeri
atau luar negeri yang telah menjalani adaptasi di dalam Tugas Penata
Anestesi. (mohon pertimbangan teman-teman yang masih bekerja ditempat
anestesi yang masih berpendidikan SPK, dasar hukum yang mengatur
mereka masih bisa melaksanakan pekerjaan anestesi adalah Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, BAB XV,
Ketentuan Peralihan, Pasal 88, ayat (1), berbunyi ; Tenaga Kesehatan lulusan
pendidikan di bawah Diploma Tiga yang telah melakukan praktik sebelum
ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk
menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam)
tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan)

(2) Anggota kehormatan adalah mereka yang dinilai berjasa dalam


pengembangan organisasi IPAI maupun Ilmu Kepenataan Anestesi di
Indonesia. (kata Keperawatan Anestesi ketut hapus mengingat seluruh nama
Perawat/Keperawatan telah diganti menjadi Penata/Kepenataan, agar
penulisan konsisten, berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2014 dan Permenkes
nomor 18 Tahun 2016)

Pasal 2

Tata Cara Penerimaan dan Pengangkatan Anggota IPAI

(1) Tata Cara Penerimaan Anggota IPAI.


a. penerimaan penata anestesi dilakukan oleh organisasi IPAI daerah
setempat;
b. calon anggota mengajukan permohonan secara tertulis kepada
organisasi IPAI daerah setempat;
c. untuk dapat diterima menjadi Anggota Penata Anestesi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut;dan
1. warga Negara Indonesia;
2. bertempat tinggal di Indonesia;
3. lulus dari pendidikan sekurang-kurangnya Diploma III Keperawatan
dan memiliki sertifikat pelatihan dari institusi penyelenggara
pelatihan yang telah terakreditasi melaksanakan pelatihan;
4. lulus pendidikan Diploma III/Diploma IV Kepenataan Anestesi.

1
5. tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
6. berprilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi;dan
7. membuat surat pernyataan persetujuan terhadap anggaran dasar,
anggaran rumah tangga dan kode etik profesi IPAI.

d. Penata Anestesi yang telah diterima berdasarkan persyaratan


sebagaimana dimaksud pada butir (a) dapat menjalankan praktiknya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pengangkatan Anggota Kehormatan.


a. usulan dari pengurus daerah dan/atau pengurus pusat;
b. penilaian oleh tim khusus yang dibentuk pengurus pusat;dan
c. pengesahan oleh Musyawarah Nasional Berkala dan/atau Musyawarah
Nasional Luar Biasa.

Pasal 3

Hak-Hak Anggota IPAI

(1) Memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan pelayanan asuhan


kepenataan anestesi sesuai dengan standar profesi Penata Anestesi.

(2) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan/atau keluarga.

(3) Melaksanakan pelayanan asuhan kepenataan anestesi sesuai dengan


kompetensi.

(4) Menerima imbalan jasa profesi.

(5) Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan


dengan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Kebebasan pribadi (privacy) dalam melaksanakan profesinnya.

(7) Menolak melakukan tindakan kepenataan anestesi yang bertentangan


dengan standar, kode etik penata anestesi, hokum, agama, hati nurani dan
peraturan perundang-undangan.

(8) Bekerja sesuai dengan standar profesi.

(9) Menjadi anggota perhimpunan profesi.

(10) Membela diri.

(11) Mengikuti semua kegiatan IPAI.

(12) Mengajukan pertanyaan/usul.

2
(13) Mengemukakan pendapat (hak bicara).

(14) Dipilih dan memilih (hak suara).

(15) Mengikuti pendidikan berkelanjutan.

Pasal 4

Kewajiban Anggota IPAI

(1) Kewajiaban Anggota Biasa.


a. mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik
Profesi IPAI, Standar Profesi, Standar Pelayanan, Standar Operasional
Prosedur, Peraturan/Ketetapan yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi
dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
b. menghormati hak pasien;
c. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
d. member informasi tentang masalah kesehatan dan pelayanan asuhan
kepenataan anestesi yang dibutuhkan;
e. membayar uang pangkal;
f. membayar uang iuran bulanan anggota;
g. wajib bekerja sama dengan profesi kesehatan dan pihak lain terkait
secara timbale-balik dalam memberikan pelayanan asuhan kepenataan
anesetesi;
h. wajib membuat catatan asuhan kepenataan anestesi dalam
melaksanakan profesi secara berkesinambungan;dan
i. wajib secara terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan
mengikuti perkembangan ilmu kepenataan anestesi.

(2) Anggota Kehormatan.


Anggota Kehormatan memiliki kewajiban;
Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik Profesi IPAI
Peraturan/Ketetapan yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 5

Kelalaian dan Sanksi

(1) Anggota yang melalikan kewajiban dapat diberikanperingatan maupun sanksi


berupa:
a. peringatan biasa;
b. peringatan keras;
c. pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;dan
d. pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

3
(2) Dengan mempertimbangkan atas berat atau ringannya sifaf pelanggarannya
dapat dikenakan sanksi:
a. peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat;;
b. peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena
mengulangi kembali perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan
yang berlaku atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah
diberikan;
c. pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat
pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati
ketentuan peraturan organisasi atau bilamana setelah mendapat sanksi
berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran;
d. pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan
pelanggaran peraturan organisasi dengan maksud dan tujuan merusak
citra serta martabat kehormatan profesi IPAI yang wajib dijunjung tinggi
sebagai profesi yang otonom dan mandiri.

(3) Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus


diikuti larangan untuk menjalankan profesi IPAI dimanapun.

(4) Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu
tertentu dan/atau pemecatan dari keanggotaan organisasi IPAI disampaikan
kepada Kementerian Kesehatan untuk diketahui.

Pasal 6

Kehilangan Hak Keanggotaan

(1) Meninggal dunia/wafat.

(2) Setiap anggota yang wafat dibebaskan dari segala kewajibannya sebagai
anggota yang mungkin masih terhutang sebelum wafat.

(3) Tidak terdaftar sebagai anggota aktif Ikatan Penata Anesetesi Indonesia.

(4) Atas permintaan sendiri secra tertulis yang disampaikan kepada Pengurus
DPD IPAI dan diteruskan kepada Pengurus DPP IPAI.

(5) Terkena disiplin organisasi dengan mencemarkan nama baik organisasi IPAI.

(6) Seseorang dapat diberhentikan keangotaannya oleh organisasi karena


mengundurkan diri atau sebagai hukuman akibat melalaikan kewajibannya
sebagai anggota.

(7) Anggota kehormatan kehilangan keanggotaannya karena;


a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;dan
c. terkena disiplin organisasi.

4
Pasal 7

Tatacara Pemberhentian Anggota IPAI

(1) Pemberhentian karena mengndurkan diri:


a. seorang anggota yang ingin mengundurkan diri dari ke anggotaan IPAI
harus mengajukan surat permohonan pengunduran diri secara tertulis
kepada pengurus daerah setempat;
b. paling lambat 1 (satu) bulan setelah surat permohonan pengunduran diri
tersebut diterima, pengurus daerah akan menerbitkan surat
pemberhentian dengan hormat, dengan syarat anggota tersebut telah
memenuhi segala kewajibannya sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga;dan
c. surat pemberhentian disampaikan kepada yang bersangkutan dengan
tembusan ke Dewan Pengurus Pusat.

(2) Pemberhentian sebagai hukuman karena kelalaian:


a. seorang anggota yang melalaikan kewajibannya dapat diberikan
hukuman berupa pemberhentian semetara atau diberhentikan tetap,
dengan atau tanpa peringatan sebelumnya.
b. pemberhentian sementara dilakukan oleh pengurus DPD sebagai upaya
dalam pembinaan/ evaluasi terhadap yang bersangkutan.
c. paling lambat enam bulan sesudah pemberhentian sementara,
pengurus daerah dapat merehabilitasinya atau mengusulkan kepada
pengurus pusat untuk diterbitkan surat pemecatan (pemberhentian tidak
dengan hormat).
d. pemecatan (pemberhentian tidak dengan hormat) hanya dapat
dilakukan oleh pengurus pusat atas usulan pengurus daerah.
e. seseorang yang telah diberhentikan dari organisasi diperkenankan lagi
mendaftarkan diri sebagai anggota IPAI untuk masa mendatang dengan
mendaftarkan kembali sebagai anggota IPAI.
f. khusus bagi anggota kehormatan pemberhentian keanggotaan hanya
dapat dilakukan oleh rapat pleno IPAI.

Pasal 8

Tatacara Pembelaan

(1) Anggota yang dikenakan pemberhentian sementara dapat mengajukan


pembelaan secara tertulis, atau dengan meminta bantuan kepada badan
pembinaan dan pembelaan anggota daerah. Pembelaan ini akan menjadi
bahan pertimbangan apakah anggota tersebut akan direhabilitasi atau
diusulkan kepada pengurus pusat untuk diberhentikan.

(2) Anggota yang diusulkan oleh pengurus daerah untuk diberhentikan, dapat
mengajukan pembelaan secara tertulis atau dengan meminta bantuan kepada
badan pembinaan dan pembelaan anggota pusat. Pembelaan ini akan
menjadi bahan pertimbangan apakah usulan pemecatan tersebut diterima
atau di tolak.

5
(3) Anggota yang diberhentikan oleh pengurus pusat, masih diberi kesempatan
untuk mengajukan pembelaan pada musyawarah nasional.

(4) Musyawarah nasional dapat membatalkan atau memperkuat pemberhentian


tersebut, dengan ketentuan bahwa keputusan yang sah harus disetujui oleh
lebih dari setengah jumlah peserta.

Pasal 9

Perangkapan Keanggotaan dan Jabatan

(1) Anggota biasa Ikatan Penata Anestesi Indonesia tidak dapat merangkap
dengan keanggotaan organisasi terlarang yang bertentangan dengan asas,
sifat dan tujuan IPAI.

(2) Anggota biasa atau pengurus IPAI tidak merangkap sebagai pengurus partai
politik atau atau menjadi anggota legislative partai politik tertentu.

(3) Perangkapan keanggotaan dan jabatan yang dimaksud pada Pasal 9 ayat (1)
dan ayat (2) diatas dikenakan sanksi pemberhentian keanggotaan.

BAB II

MUSYAWARAH NASIONAL

Pasal 10

Ketentuan Umum

(1) Musyawarah Nasional adalah Pertemuan musyawarah nasional anggota


dengan acara terdiri dari siding organisasi, kegiatan ilmiah dan kegiatan
sosial.

(2) Musyawarah Nasional diadakan 5 (Lima) tahun sekali dan sedapat –


dapatnya diselenggarakan bertempatan dengan hari jadi IPAI.

(3) Tempat penyelengaaraan Musyawarah Nasional ditetapkan pada


Musyawarah Nasional sebelumnya.

(4) Penyelengara Musyawarah Nasional adalah panitia yang terdiri dari panitia
pengarah yang disusun oleh Dewan Pengurus Pusat, dan panitia pelaksana
yang disusun dan diusulkan oleh Dwan Pengurus Daerah setempat dan
ditetapkan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat.

(5) Panitia Musyawarah Nasional dibentuk paling lambat 8 (delapan) bulan


sebelum waktu penyelenggaraan.

(6) Biaya penyelengaraan di upayahkan bersama oleh Dewan Pengurus Pusat,


selaku panitia pengarah, dan Dewan Pengurus Daerah setempat selaku

6
panitia pelaksana.
(7) Perubahan waktu dan tempat penyelengaraan yang sudah ditetapkan hanya
bisa ditetapkan melaui rapat pleno khusus oleh Dewan Pengurus Pusat
dengan Dewan Pertimbagan dan Pengawas serta Dewan Pengurus Daerah.

Pasal 11

Sidang Organisasi

(1) Sidang Organisasi Musyawarah Nasional terdiri dari :


a. sidang pendahuluan;
b. sidang pleno;
c. sidang komisi – komisi;dan
d. sidang khusus.

(2) Setiap sidang organisasi dihadiri oleh:


a. peserta, yang mempunyai hak bicara, dipilih, dan memilih (hak suara)
pada setiap siding;
b. peninjau, yang mempunyai hak bicara, tanpa hak memilih dan dipilih
pada sidang pleno, dan mempunyai hak bicara dan dipilih tanpa hak
memilih pada sidang khusus;dan
c. undangan, hanya mempunyai hak jawab.

(3) Sidang pendahuluan


a. sidang pendahuluan dipimpin oleh pengurus pusat, dengan peserta
adalah seluruh anggota biasa;
b. peninjau adalah semua anggota IPAI selain anggota biasa, sedangkan
undangan adalah bukan anggota IPAI yang dipandang perlu hadir oeleh
panitia;dan
c. sidang pendahuluan bertiugas mengesahkan sidang, mengesahkan
acara/ agenda dan tata tertib sidang, dan memilih pimpinan sidang, dan
memilih pimpinan sidang pleno;
1. Sidang dinyatakan syah apabila memenuhi kuorum, yaitu dihadiri
oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari seluruh
jumlah anggota biasa IPAI yang hadir. Apabila tidak terpenuhi,
sidang diskors selama 10 (sepuluh) menit untuk selanjutnya dibuka
kembali dan segala keputusannya dianggap sah;
2. Rancangan acara dan tat tertib sidang, sudah disiapkan oleh panitia
pengarah, dengan acuan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga ini;dan
3. Pimpinan sidang pleno terpilih, terdiri seorang ketua merangkap
anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan seorang
anggota, yang berasal dari 3 (tiga) daerah provinsi yang berbeda.

(4) Sidang pleno diatur sebagai berikut:


a. sidang pleno merupakan lanjutan sidang pendahuluhan, dipimpin oleh
pimpinan sidang yang terpilih dalam sidang pendahuluan;
b. sidang pleno bertugas dan berwenang:
1. membahas seluruh acara/agenda yang disepakati dalam sidang

7
pendahuluan;
2. menetapkan/merubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga;
3. menilai dan mengesahkan laporan pertanggung jawaban
kepemimpinan pusat periode lewat;
4. menetapkan garis besar program kerja kepemimpinan pusat
periode mendatang;
5. memilih dan menetapkan Ketua Umum DPP IPAI, mengukuhkan
Dewan Pertimbangan dan Pengawas, Ketua Kolegium, Ketua
Majelis Kode Etik Profesi periode mendatang;dan
6. menetapkan keputusan lain yang dipandang perlu, termasuk tempat
Musyawarah Nasional dan Pertemuan Ilmiah Nasional mendatang.

c. bila dipandang perlu sidang pleno dapat membentuk sidang komisi,


yang jumlah, materi, dan pimpinan sidangnya ditetapkan oleh sidang
pleno. Hasil sidang komisi bersifat sementara, dilaporkan pada sidang
pleno untuk dibahas serta disyahkan;

d. pada akhir tugasnya, pimpinan sidang pleno, dengan atau tanpa dibantu
tim perumus, merumuskan hasil sidang yang dipimpinnya, dalam surat
ketetapan/keputusan yang rancangannya telah disiapkan oleh panitia
pengarah;dan

e. sidang khusus dipimpin Ketua lama dengan peserta:


1. sidang kolegium : semua pengelola sekolah aktif maupun purna,
dan dosen berkualifikasi penilai dan dipimpin oleh Ketua Kolegium;
2. sidang Majelis Etik Profesi : seluruh personalia kehormatan etik
profesi pusat maupun derah dan dipimpin oleh Ketua Majelis
Komite Etik;dan
3. sidang khusus bertugas : menyusun rencana kerja Kolegium dan
Majelis Komite Etik Profesi.

(5) Pengambilan keputusan dalam setiap Sidang Organisasi Musyawarah


Nasional mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. setiap keputusan sedapat mungkin diambil berdasarkan musyawarah;
b. apabila gagal, dilakukan pemungutan suara, dan keputusan dianggap
syah apabila mendapatkan suara sedikitnya setengah ditambah satu;
c. apabila gagal, pemungutan suara diulang sekali lagi;dan
d. apabila gagal lagi, dilakukan undian.

Pasal 12

Tata Pemilihan Ketua

Pemilihan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi Indonesia,
Ketua Majelis Komite Etik Penata Anestesi dilaksanakan pada sidang organisasi,
dengan ketentuan:
1. Ketua Umum DPP IPAI, Ketua Majelis Komite Etik Penata Anestesi, dipilih
dan ditetapkan pada sidang pleno;

8
2. pemilihan dilakukan melalui pentahapan, yaitu tahap pencalonan dan tahap
pemungutan suara. Pencalonan dilakukan secara tertutup, diusulkan oleh
daerah, pemungutan suara secara langsung, bebas, dan rahasia;
3. yang berhak dicalonkan sebagai:
a. Ketua Umum DPP IPAI adalah anggota biasa, berpengalaman dalam
organisasi, harus bersedia dan dicalonkan oleh sekurang-kurangnya
oleh 5 (lima) DPD;dan
b. Ketua Majelis Komite Etik Penata Anestesi adalah setiap anggota biasa
yang dinilai memiliki integritas moral tinggi.

4. pemungutan suara:
a. yang berhak memberikan suara adalah peserta sidang masing-masing;
b. tujuan pemungutan suara adalah menentukan satu calon yang
memperoleh dukungan mayoritas (mendapatkan suara lebih dari
setengah);dan
c. mekanisme pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1) apabila calon 2 (dua) orang, dan pada penghitungan suara ternyata
hasilnya sama, maka pemungutan suara diulang, dan apabila
hasilnya tetap sama, maka dilakukan undian;dan
2) apabila calon lebih dari 2 (dua)orang, dan pada penghitungan suara
belum ada calon yang mendapatkan suara lebih dari ½ (setengah),
maka diambil 2 (dua) calon dengan suara terbanyak, untuk
selanjutnya dilakukan pemungutan suara seperti pada huruf (1).

Pasal 13

Kegiatan Ilmiah

(1) Kegiatan Ilmiah Musyawarah Nasional merupakan bagian dari usaha


organisasi untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan profesi anggota.

(2) Kegiatan Ilmiah Musyawarah Nasional dapat berupa sidang ilmiah, kursus,
pelatihan dan lain-lain.

(3) Sidang ilmiah:


a. dapat dihadiri semua anggota yang telah memenuhi kewajibannya dan
bukan anggota atas persetujuan atau permintaan panitia Musyawarah
Nasional;
b. sedapat mungkin menampung karya ilmiah mutakhir anggota maupun
pembicara tamu;dan
c. dapat berbentuk ceramah/kuliah, seminar, symposium, lokakarya,
penyajian makalah bebas, dll.

(4) Bagi anggota yang tidak mendapat kesempatan menyajikan karya ilmiahnya
melalui sidang ilmiah, diberi kesempatan untuk menyajikan dalam bentuk
poster.

9
(5) Kursus dan pelatihan dapat diadakan sebelum, selama atau setelah
Musyawarah Nasional.

(6) Kegiatan ilmiah lain diadakan tergantung kebutuhan dan kemamupan panitia.

Pasal 14

Kegiatan Sosial

Ada tidaknya kegiatan sosial serta bentuknya diserahkan sepenuhnya kepada


panitia Musyawarah Nasional.

Pasal 15

Musyawarah Nasional Luar Biasa

(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan apabila timbul hal-hal


yang sifatnya mendesak, atas permintaan tertulis dari sekurang-kurangnya
2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPD.

(2) Kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah sidang seperti


Musyawarah Nasional.

BAB III

Pasal 16

Dewan Pengurus Pusat (DPP)

(1) Dewan Pengurus Pusat (DPP) adalah kepemimpinan tertinggi Ikatan yang
mengurus dan melaksanankan kebijakan bersekala nasional yang
diamanatkan Musyawarah Nasional, dengan masa jabatan 5 (lima) tahun.

(2) Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat ditetapkan oleh Musyawarah Nasional
dengan tugas awal:
a. menetapkan susunan dan personalia Dewan Pengurus Pusat lengkap
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sesudah Musyawarah
Nasional;dan
b. mengadakan serah terima dengan pengurus lama paling lama 1 (satu)
bulan sesudah pengurus baru terbentuk.

(3) Dewan Pengurus Pusat terdiri dari sekurang-kurangnya seorang Ketua


Umum, seorang Sekretaris Umum, seorang Bendahara, dan beberapa Ketua
Bidang sesuai kebutuhan, yang secara bersama-sama melaksanakan
kegiatan secara kolektif.

(4) Sesuai kebutuhan, pengurus pusat dapat mengangkat penasehat, melengkapi


diri dengan badan kelengkapan dan membentuk badan khusus, komisi, tim,

10
atau panitia, sesuai kebutuhan.
(5) Seluruh personalia pengurus pusat berasal dari anggota biasa, sedangkan
anggota panitia dapat berasal dari anggota biasa.

(6) Apabila Ketua Umum berhalangan melaksanakan tugasnya, jabatannya dapat


dipangku oleh salah satu Ketua Bidang, atau Sekretaris Umum, sampai
berakhirnya periode kepengurusan.

(7) Dewan Pengurus Pusat bertugas dan berwenang:


a. melaksanakan isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
segala keputusan yang ditetapkan/diamanatkan Musyawarah Nasional;
b. mempertanggungjawabkan kepengurusan kepada seluruh anggota
pada siding pleno Musyawarah Nasional;dan
c. menyelenggarakan Musyawarah Nasional pada akhir periode, sekaligus
mempersiapkan bahan/materi Musyawarah Nasional (rancangan
agenda/acara dan tata tertib siding, dan rancangan
ketetapan/keputusan Musyawarah Nasional).

(8) Dewan Pengurus Pusat mengesahkan Dewan Pengurus Daerah dan


perangkat kelengkapan organisasi menyesuaikan dengan Dewan Pengurus
Pusat.

(9) Untuk menyelenggarakan kegiatan, Dewan Pengurus Pusat harus


mengadakan rapat:
a. rapat pleno terbatas (rapat pengurus lengkap); dihadiri oleh segenap
personalia/fungsianaris pengurus pusat; diadakan sekurang-kurangnya
sekali dalam 3 (tiga) bulan;
b. rapat pleno yang dihadiri oleh seluruh personalia/fungsionaris diadakan
sesuai kebutuhan;
c. rapat pleno diperluas yang dihadiri oleh seluruh personalia/fungsionaris
dan diadakan sedikitnya 3 (tiga) kali dalam satu periode kepengurusan
(Rapimnas);
d. Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang dihadiri oleh seluruh
personalia/ fungsionaris, diadakan 1 (satu) kali dalam satu periode
kepengurusan;dan
e. rapat lain sesuai kebutuhan.

(10) Sebagai pedoman kegiatan yang akan ditetapkan, Dewan Pengurus Pusat di
awal kepengurusan wajib membuat program kerja sebagai penjabaran garis
besar program kerja yang diamanatkan MUNAS, dengan senantiasa
mengacu pada:
a. isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPAI;
b. segala ketetapan MUNAS maupun IPAI;
c. program dan kebijakan pemerintah;
d. program kerja pengurus lama;dan
e. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi profesi.
Program kerja sedapat mungkin disahkan pada rapat pleno dan
disosialisasikan kepada seluruh perangkat organisasi.

11
Pasal 17

Kolegium Penata Anestesi Indonesia

(1) Kolegium Penata Anestesi Indonesia adalah suatu badan untuk


mengembangkan keilmuan profesi anestesi yang bertanggung jawab kepada
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP).

(2) Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat membentuk Kolegium Penata Anestesi
Indonesia apabila telah dapat memenuhi syarat bagi dibentuknya kolegium
sesuai peraturan perundangan-undangan.

(3) Susunan personalia, keanggotaan dan tujuan pokok dan fungsinya diatur dan
ditetapkan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat.

BAB V

Dewan Pengurus Daerah (DPD)

Pasal 18

(1) Dewan Pengurus Derah adalah Kepengurusan Organisasi/kepemimpinan


tertinggi organisasi di tingkat daerah yang mengurus dan melaksanakan
kebijakan berskala daerah yang diamanatkan MUNAS maupun MUSDA.

(2) Dewan Pengurus Derah terdiri dari sekurang-kurangnya seorang Ketua,


seorang Sekretaris, dan seorang Bendahara, dan dapat menyesuaikan
dengan pengembangan jalannya organisasi dalam masa jabatan 5 (lima)
tahun.

(3) Ketua Dewan Pengurus Derah dipilih dari dan oleh anggota biasa dalam
Musyawarah Daerah (MUSDA) / Musyawarah Daerah Luar Biasa
(MUSDALUB). Personalia lain dalam kepengurusan daerah adalah anggota
biasa yang ditunjuk oleh Ketua terpilih.

(4) Apabila Ketua Dewan Pengurus Derah berhalangan melanjutkan tugasnya,


jabatan Ketua dapat dipegang oleh Sekretaris atau Bendahara.

(5) Ketua Dewan Pengurus Derah dipilih dalam MUSDA yang dilaksanakan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah MUNAS Ketua terpilih melengkapi
dan melaporkan kepengurusan lengkap ke pengurus pusat selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpilih; pengurus pusat melantik pengurus
daerah bersangkutan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima
laporan. Pelantikan bisa sendiri atau bersama-sama beberapa daerah.

(6) Dewan Pengurus Derah mempunyai tugas dan wewenang:


a. mematuhi dan melaksanakan isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, amanat MUNAS maupun MUSDA, dan kebijakan pengurus

12
pusat;
b. mengatur dengan memberikan bimbingan/arahan, pengawasan dan
peringatan bila perlu, kepada anggota, kaitannya dengan
tugas/kewajibannya sebagai anggota organisasi maupun dalam
menjalankan profesinya;
c. menyusun dan melaksanakan program kerja/kegiatan kepengurusan,
baik dalam bidang organisasi, ilmiah maupun social/kemasyarakatan;
d. menyelenggarakan rapat pimpinan daerah, rapat pengurus lengkap,
rapat harian, dan rapat yang dipandang perlu;
e. mengangkat badan, komisi atau panitia sesuai kebutuhan;dan
f. menyelenggarakan Musyawarah Daerah pada akhir kepengurusan.

(7) Dewan Pengurus Derah bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah dan
melaporkan hasilnya kepada Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat.

(8) Ketua Dewan Pengurus Derah dapat dijabat secara berturut-turut oleh orang
yang sama paling banyak 2 (dua) kali.

Pasal 19

Pembentukan DPD

(1) Di Wilayah yang sekurang-kurangnya ada 15 orang anggota biasa, dapat


dibentuk DPD baru, dengan syarat di wilayah tersebut adalah satu provinsi.

(2) Apabila anggota biasa kurang dari 15 (lima belas) orang, DPP dapat
mempertanggungjawabkan untuk terbentuknya DPD.

(3) Pembentukan DPD diusulkan oleh anggota kepada pengurus pusat,


diputuskan dalam rapat pleno, dikukuhkan pada Musyawarah Daerah.

BAB VI

MUSYAWARAH KERJA NASIONAL (MUKERNAS)

Pasal 20

Peserta dan Waktu

(1) Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) adalah rapat yang dihadiri oleh
segenap perangkat organisasi DPP dengan DPD dan Badan Lain.

(2) MUKERNAS dapat diadakan sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan
periode Kepengurusan.

13
Pasal 21

Tugas dan Wewenang

(1) Menilai pelaksanaan program kerja nasional yang diamanatkan MUNAS,


memperbaiki/menyempurnakannya untuk dilaksanakan pada sisa waktu
kepengurusan.

(2) Mengadakan pembicaraan pendahuluhan tentang bahan-bahan MUNAS yang


akan datang.

Pasal 22

Penanggung Jawab

(1) Penanggung Jawab MUKERNAS adalah Ketua Umum Dewan Pengurus


Pusat (DPP).

(2) MUKERNAS dihadiri oleh seluruh perangkat/personalia organisasi IPAI.

(3) Siding-sidang MUKERNAS terdiri dari siding pleno dan bila diperlukan dapat
dilakukan siding Komisi.

(4) Siding pleno MUKERNAS dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus
Pusat.

BAB VII

KEGIATAN ILMIAH NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Pasal 23

Kegiatan Ilmiah Dalam MUNAS dan MUKERNAS

(1) Kegiatan ilmiah nasional yang dirangkaikan dengan pelaksanaan MUNAS


harus dilakukan sesuai kebutuhan / trend pada saat itu.

(2) Hasil investasi yang diperoleh melalui Kegiatan Ilmiah sebgai rangkaian
bersama MUNAS, MUKERNAS dan Kegiatan Ilmiah Lainnya yang
dilaksanakan bersama oleh DPP dan DPD IPAI dibagi secara proporsional
oleh Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah.

(3) Pembagian hasil investasi kegiatan ilmiah yang diselenggarakan bersama


olehDPP dan DPD, diatur melalui Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Ilmiah
Ikatan Penata Anestesi Indonesia.

14
Pasal 24

Kegiatan Ilmiah Di Luar MUNAS dan MUKERNAS

(1) Kegiatan Ilmiah Nasional, Regioanal dan Internasional menjadi kewenangan


Dewan Pengurus Pusat.

(2) Kegiatan Ilmiah Nasional IPAI di luar MUNAS dan MUKERNAS terdiri dari
Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN).

(3) Pertemuan Ilmiah Nasional merupakan pertemuan ilmiah yang diikuti oleh
semua anggota IPAI.

(4) Keputusan tempat dan waktu penyelenggaraan kegiatan Ilmiah Nasional,


Regional dan Internasional ditetapkan dalam rapat pleno pengurus.

(5) Biaya penyelenggaraan dibebankan pada anggota yang hadir.

BAB VIII

HARTA KEKAYAAN

Pasal 25

Pengelolaan Kekayaan

(1) Kekayaan IPAI terdiri dari barang, baik berupa benda bergerak maupun tidak
bergerak, surat berharga, dan uang tunai maupun tabungan / simpanan /
deposito.

(2) Kekayaan IPAI, langsung atau tidak langsung menjadai tanggung jawab
pengurus, yang pada pengelolaaannya senantiasa menggunakan prinsip
keterbukaan dan akuntabilitas.

(3) Laporan kekayaan termasuk keuangan merupakan bagian dari laporan


pertanggungjawaban Dewan Pengurus Pusat atau Dewan Pengurus Daerah.

BAB IX

PENDAPATAN

Ppasal 26

Uang Pangkal dan Iuran Anggota

(1) Uang Pangkal dan Iuran Anggota merupakan satu-satunya sumber


pendapatan tetap IPAI, penarikannya dilakukan oleh pengurus DPD.

15
(2) Besaran uang pangkal dan iuran ditetapkan dalam MUNAS;
a. uang pangkal Rp. 100.000,-
b. iuran anggota Rp. 35.000,-

(3) Penyerahan uang pangkal dan iuran anggota, disertai laporan tertulis, dari
Dewan Pengurus Daerah kepada Dewan Pengurus Pusat, dilakukan setiap 6
(enam) bulan sekali.

(4) Untuk kepentingan DPD, pengurus DPD dapat menetapkan iuran tambahan
atas persetujuan MUSDA.

(5) Besarnya iuran anggota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dibagi
sebagai berikut;
a. DPP Rp. 15.000,-
b. DPD Rp. 20.000,-

Pasal 27

Sumbangan dan Usaha Lain

(1) Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah berhak dan
berkewajiban mencari dana penunjang kegiatan organisasi melalui
permintaan sumbangan/bantuan yang sah dan tidak mengikat.

(2) Dewan Pengurus Pusat dan Dewan Pengurus Daerah berhak mendirikan
badan usaha untuk kepentingan organisasi maupun kesejahteraan anggota,
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan/ketentuan yang berlaku.

(3) Segala bentuk usaha penggalian dana, baik berupa permintaan sumbangan
maupun pendirian badan usaha, dilaporkan kepada MUNAS atau MUSDA
sesuai tingkatannya.

BAB X

SEKRETARIAT ORGANISASI

Pasal 28

Adapun sekretariat organisasi Dewan Pengurus Pusat Ikatan Penata Anestesi


Indonesia lokasinya berada di Ibukota Jakarta.

Pasal 29

Pembiayaan Sekretariat Organisasi

(1) Iuran anggota.

(2) Donator.

16
(3) Hasil usaha organisasi.

(4) Bantuan yang legal, sah, ikhlas, dan tidak mengikat baik.

Pasal 30

Kedudukan Sekretariat Organisasi

Status penggunaan Sekretariat Organisasi adalah semua anggota merasa mimiliki


terhadap secretariat organisasi IPAI, dimana secretariat bukan sepenuhnya hak
Dewan Pengurus Pusat saja, melainkan semua anggota memiliki hak dan
kewajiban yang sama.

Pasal 31

Kesekretariatan

Untuk mempermudah dan memperlancar pengadministrasian beberapa jenis surat


yang dikeluarkan dengan kode yang digunakan. Surat-surat tersebut adalah
administrasi yang ditetapkan dalam organisasi untuk keluar maupun masuk. Hal ini
ditetapkan menjadi pedoman pelaksanaan administrasi surat menyurat Organisasi
IPAI, agar menjadi keseragaman bentuk dan jenisnya.

Pasal 32

Jenis dan Kode Surat

(1) Surat yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pengurus Pusat;


a. surat keputusan;
nomor : 0001/……./X/2016
b. surat mandat;dan
nomor : 0001/……../X/2016
c. surat tugas;
nomor : 0001/……../X/2016

(2) Surat yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Pengurus Pusat;
a. surat undangan;
nomor : 0001/……../X/2016
b. surat biasa;dan
nomor : 0001/……../X/2016
c. surat kepanitian.
nomor : 0001/……../X/2016

(3) Surat yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah;


a. surat keputusan;
nomor : 0001/……../X/2016
b. surat mandat;dan
nomor : 0001/……../X/2016

17
c. surat tugas;
nomor : 0001/……../X/2016
(4) Surat yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Pengurus
Daerah;
a. surat undangan;
nomor : 0001/……../X/2016
b. surat biasa;dan
nomor : 0001/……../X/2016
c. surat kepanitian.
nomor : 0001/……../X/2016

(5) Kode penomeran surat yang dimaksud pada Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4) adalah sebagai berikut;
a. 0001 : nomor surat keluar:
b. ……………. : kode jenis surat;
c. X : bulan pengeluaran surat;dan
d. 2016 : tahun pengeluaran surat.

BAB X

ATRIBUT IKATAN PENATA ANESTESI INDONESIA (IPAI)

Pasal 33

Lambing Organisasi

(1) Lambang IPAI berupa gambar Persegi Lima berada di dalam lingkaran
bertuliskan kewaspadaan indera menuju keselamatan.

(2) Bentuk dan warna lambang beserta penjelasannya terdapat pada lampiran
Anggaran Rumah Tangga ini, dengan perubahan pencantuman.

(3) Lambang dicantumkan pada kepala surat, piagam, spanduk, kartu anggota,
panji, dan lain-lain.

Pasal 34

Panji

(1) Panji IPAI berupa bendera dengan warna dasar biru tua, tulisan Ikatan Penata
Anestesi Indonesia.

(2) Panja dipasang pada setiap acara penting/pertemuan yang diselenggarakan


IPAI.

18
Pasal 35

Lagu

(1) Lagu resmi terdiri dari hymned an mars yang ditetapkan pada MUNAS VI
tahun 2014 di Surakarta.

(2) Partitur, lirik hymned an mars IPAI terdapat dalam lampiran Anggaran Rumah
Tangga ini.

(3) Pada setiap kegiatan nasional diwajibkan menyanyikan bersama hymned an


mars IPAI.

Pasal 36

Seragam Almamater

(1) Seragam Almamater IPAI berupa Jas dan Celana bagi Pria serta Jas
dan/atau Celana/Rok bagi wanita, dengan warna dasar biru tua, dengan
lambing dan tulisan Ikatan Penata Anestesi Indonesia.

(2) Seragam Almamater IPAI, digunakan pada setiap pertemuan Nasional


dan/atau kegiatan penting lainnya yang diselenggarakan IPAI.

Pasal 37

Gambar Lambang, MARS dan Seragam Almamater

Gambar Lambang, MARS dan Seragam Almamater Ikatan Penata Anestesi


Indonesia menjadi lampiran dari Anggaran Rumah Tangga ini.

BAB XI

PERUBAHAN AD DAN ART

Pasal 38

Alas an Perubahan

AD dan ART yang tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi harus segera
diadakan perubahan dalam rangka penyesuaian yang dilakukan dalam MUNAS
BIASA atau MUNASLUB

Pasal 39

Tatacara Perubahan

(1) Usulan perubahan AD dan ART dapat diajukan kepada Ketua Umum Dewan

19
Pengurus Pusat oleh setiap anggota secara tertulis, disertai alasannya.
(2) Melalui rapat pleno usulan tersebut akan diterima atau ditolak oleh Ketua
Umum Dewan Pengurus Pusat.

(3) Apabila usulan tersebut diterima, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat akan
membentuk tim yang personalianya diangkat dari anggota biasa, untuk
membuat rancangan perubahan AD dan ART.

(4) Rancangan perubahan AD dan ART yang telah dibuat oleh tim dilaporkan
kepada Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat untuk mendapat persetujuan di
Rapat Pleno.

(5) Rancangan AD dan ART baru yang telah disetujui Rapat Pleno dilaporkan
oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat ke siding Pleno MUNAS BIASA
atau MUNASLUB untuk mendapat pengesahan.

(6) Dengan telah disahkannya AD dan ART yang baru, AD dan ART yang lama
tidak berlaku lagi.

BAB XII

PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 40

Tatacara Pembubaran

(1) MUNAS Khusus untuk pembubaran organisasi dapat diselenggarakan atas


usulan sekurang-kurangnya setengah jumlah DPD seluruh Indonesia.

(2) Keputusan pembubaran organisasi dapat ditetapkan apabila dihadiri oleh


sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) jumlah anggota biasa, dan disetujui
oleh sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) peserta siding pleno.

(3) Setelah pembubaran, maka segala kekayaan IPAI diserahkan kepada Badan
Sosial atau perkumpulan yang ditetapkan oleh MUNAS.

BAB XIII

ATURAN TAMBAHAN

Pasal 41

Setiap Anggota IPAI dianggap telah mengetahui dan wajib mentaati seluruh isi
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.

20
Pasal 42

Perselisihan akibat perbedaan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Anggaran


Rumah Tangga inin deselesaikan oleh Dewan Pengurus Pusat, dan
dipertanggungjawabkan pada MUNAS yang akan datang.

Pasal 43

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini dimuat dalam
Peraturan tersendiri, yang ditetapkan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat
sepanjang tidak bertentangan dengan AD dan ART.

BAB XIII

PENUTUP

Pasal 44

Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : Pada Musyawarah Nasional Luar


Biasa (MUNASLUB)
di : Denpasar
tanggal : 8 Oktober 2016

Ketua Umum DPP IPAI

(Dra. Dorce Tandung, M. Si.)

21

Anda mungkin juga menyukai