Anda di halaman 1dari 10

PERATURAN DIREKTUR

RSIA MITRA PLUMBON MAJALENGKA


NOMOR 249 / RSIA MPM / VIII /2018

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI


DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MITRA PLUMBON MAJALENGKA

Menimbang :
1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon
Majalengka, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan Farmasi yang bermutu tinggi;
2. Bahwa agar pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon Majalengka dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon
Majalengka sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra
Plumbon Majalengka;
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon Majalengka.

Mengingat :
1. Undang – undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.436/Menkes/SK/VI/1993 tentang Berlakunya
Standar Pelayanan di Rumah Sakit
3. Keputusan Menteri no.1197 /MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan di Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah no.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
5. Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
6. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

Pertama : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MITRA PLUMBON MAJALENGKA
TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MITRA
PLUMBON MAJALENGKA

1
Kedua : Kebijakan Pelayanan Instalasi farmasi Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon Majalengka
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Instalasi farmasi Rumah Sakit Mitra
Ibu dan Anak Plumbon Majalengka dilaksanakan oleh Kepala Bidang Penunjang Medis di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon Majalengka
Keempat : Kepala instalsi farmasi memimpin penyelenggaraan pelayanan Instalasi Farmasi di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Mitra Plumbon Majalengka dan bertanggung jawab kepada kepala bidang
penunjang medis Rumah Sakit Mitra plumbon Majalengka
Kelima : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di Majalengka
Pada tanggal 01 Agustus 2018
Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon
Majalengka

dr. Raymond Gasbara Pribadi

2
KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK MITRA PLUMBON MAJALENGKA

A. Kebijakan Umum
1. Penyelenggaraan pelayanan Instalasi Farmasi dilaksanakan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam
seminggu dan dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi sebagai Apoteker Penanggung Jawab.
2. Pemenuhan fasilitas dalam penyelenggaraan pelayanan Instalasi Farmasi diupayakan sesuai dengan
standar fasilitas dalam ketentuan yang berlaku.
3. Pelayanan Instalasi Farmasi harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
4. Seluruh petugas harus bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, standar profesi,
pedoman/panduan dan standar prosedur operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi,
etika RS yang berlaku.
5. Apabila terjadi permasalahan pelayanan, pelaporan dan koordinasi disesuaikan dengan struktur
organisasi dan bila terjadi di luar dinas maka apoteker dijadikan rujukan.
6. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan, kualifikasi dan distribusinya.
7. Semua petugas Instalasi Farmasi wajib memiliki izin profesi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
8. Setiap petugas atau staf Instalasi Farmasi wajib meningkatkan kompetensinya melaluii program
pengembangan SDM melalui kegiatan orientasi, penilaian kinerja dan diklat.
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan K3L (Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Lingkungan) termasuk pengelolaan Barang Beracun dan Berbahaya (B3),
penggunaan alat pelindung diri (APD), Maintenance peralatan dan kalibrasi, pengelolaan kesehatan
lingkungan kerja, pencegahan dan tanggap darurat bahaya serta proteksi kebakaran.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan pencegahan dan
pengendalian infeksi termasuk budaya hand higyne, sterilisasi dan desinfeksi, pengelolaan limbah dan
air bersih, pest control.
11. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin internal farmasi minimal
1 bulan sekali.
12. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan dibuat mekanisme monitoring dan pelaporan yang
teragenda

B. Kebijakan Khusus
1. Seleksi :
a. Rumah sakit membentuk suatu organisasi yang disebut Komite Farmasi Terapi (KFT) yang bertugas
untuk melakukan proses seleksi obat, alat kesehatan dan Bahan medis habis pakai.
b. Proses seleksi yang dilakukan oleh Komite Farmasi Terapi (KFT) menghasilkan sebuah Formularium
RSIA Mitra Plumbon Majalengka yang mengacu pada peraturan perundang-undangan.

3
c. Pemilihan/ seleksi barang perbekalan farmasi melibatkan panitia farmasi dan terapi dengan peran
aktif apoteker serta terdokumentasi berkala minimal satu tahun sekali dalam sebuah formularium
d. Rumah sakit menetapkan apabila tejadi kehabisan obat karena keterlambatan pengiriman, stok
nasional kurang, atau sebab lain yang tidak diantisipasi sebelumnya maka Tenaga Kefarmasian
wajib memberikan informasi kepada professional pemberi asuhan (Perawat atau Bidan) dan Staf
klinis pemberi asuhan lainnya tentang kekosongan obat tersebut dan memberikan saran
substitusinya atau melakukan kerjasama dengan pihak luar.
2. Perencanaan :
a. Instalasi farmasi menjamin ketersediaan barang perbekalan farmasi yang aman, bermutu,
bermanfaat dan berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Perencanaan pengadaan dan pengurangan barang perbekalan farmasi berdasarkan indikasi
penggunaan, efektivitas, resiko, biaya, stok minimal dan banyaknya jumlah kasus dan mengacu
pada formularium Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Plumbon Majalengka.
c. Pedagang Besar Farmasi yang dipilih untuk menjadi rekanan pengadaan obat RS harus selalu
dievaluasi melalui kriteria : on time, on spec, on quality, on price yang dilaksanakan satu bulan
sekali.
d. Untuk barang perbekalan farmasi yang dibutuhkan pada kasus tertentu tetapi tidak ada dalam stok
dan atau tidak terdaftar dalam formularium, Instalasi farmasi dapat mengupayakan pengadaan
dengan cara menghubungi Apotik atau Rumah Sakit lain yang memiliki stok. Dan disertai laporan
pembelian obat cito setiap bulan.
3. Pengadaan :
a. Proses pengadaan barang perbekalan farmasi dalam kondisi biasa/rutin dilaksanakan oleh bagian
pengadaan setiap hari senin dan kamis di jam dinas.
b. Proses pengadaan yang meliputi pembelian dan pengelolaan sumbangan/ dropping/ hibah
diterima sesuai kebijakan.
c. Pengadaan perbekalan farmasi akibat hibah pasien pasca perawatan kepada Instalasi Farmasi di
dokumentasikan dan ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien dan petugas farmasi serta
dipergunakan untuk pasien yang membutuhkan dan tidak mampu.
4. Penerimaan :
a. Penerimaan perbekalan farmasi harus memperhatikan indikator kelogistikan meliputi “ on time,
on spect, on quality “.
b. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kriteria spect dan quality maka obat dikembalikan ke
Pedagang Besar Farmasi.
5. Penyimpanan obat disesuaikan dengan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu penyimpanan dan
stabilitasnya, sifat bahan dan ketahanan terhadap cahaya. Seperti :

4
a. Penyimpanan obat disusun alfabetis dengan sistem FIFO (first in first out) / FEFO (first expired first
out).
b. Obat golongan Narkotika dan Psikotropika disimpan dalam lemari khusus dengan Double Lock
c. Obat High Alert disimpan dalam lemari terpisah dan diberi label
d. Elektrolit konsentrat termasuk ke dalam golongan obat yang perlu diwaspadai (High Alert
Medication) tidak disimpan di unit keperawatan. Kecuali dibutuhkan secara klinis diperbolehkan
disimpan di ruang keperawatan, disimpan dalam KIT terkunci untuk menjaga keamanan dan
mencegah pemberian yang tidak sengaja atau kekeliruan.
e. Obat LASA disimpan dalam lemari dan diberi label LASA
f. Perbekalan Farmasi dan alat kesehatan Emergency disimpan dalam KIT Emergency yang
teregistrasi dan disimpan di ruangan yang mudah terjangkau dan terpantau .
g. Bahan Baracun dan berbahaya disimpan di ruangan khusus, diberi label, disimpan di atas palet
dengan aerasi yang baik, serta terdapat wastufle di dekat ruangan.
h. Obat yang dibawa pasien sebelum dilakukan perawatan disimpan di Ruang Perawat dan dilakukan
Rekonsiliasi obat oleh Apoteker.
i. Bahan Radio aktif dan kemoterapi disimpan di tempat khusus dengan label, disimpan sesusai suhu
penyimpanan dan terpisah dengan obat lain.
j. Gas medis disimpan diberi label, ruang terbuka, jauh dari kontak api dan panas, diberi tanda
khusus Gas Mudah Meledak, ditempatkan di area khusus yang tidak mudah dijangkau.
k. Penyimpanan produk nutrisi sesuai dengan rekomendasi industrinya
l. Penyimpanan perbekalan farmasi karena hibah ditempatkan dan didokumentasikan tersendiri
terpisah dari obat lain
m. Penyimpanan obat program atau bantuan pemerintah disimpan dalam lemari secara terpisah
sesuai dengan suhu penyimpanan.
n. Barang Perbekalan farmasi yang disimpan di tulis dalam kartu stok.
o. Penyimpanan dan pengawasan barang perbekalan farmasi yang tersimpan di luar instalasi farmasi
di lakukan setiap akhir pekan yaitu hari sabtu pagi, dengan kriteria pengecekan tanggal kadaluarsa
dan kondisi fisik obat, dan melakukan pergantian untuk setiap pemakaian.
p. Setiap akhir jam dinas, dilakukan pengecekan kesesuaian stok obat oleh Asisten Apoteker,
sedangkan Stock opname dilakukan secara konsisten setiap tiga bulan sekali.
6. Pendistribusian :
Distribusi perbekalan farmasi mencakup pemesanan/ peresepan, persiapan, penyaluran, pemberian
dan pemantauan.
a. Pelayanan resep
Pesanan obat dapat dilakukan oleh tenaga medis (dokter) atau tenaga non medis (perawat /
bidan) tetapi penulisan resep obat hanya boleh dilakukan oleh dokter.

5
b. Penulisan etiket meliputi : Nama obat, dosis/konsentrasi, tanggal penyiapan, tanggal kadaluarsa,
nama pasien, aturan pemakaian obat.
c. Pemberian obat dilakukan oleh seorang apoteker atau asisten apoteker yang diberikan
kewenangan.
d. Distribusi perbekalan farmasi dari farmasi ke unit pemberi pelayanan.
e. Perbekalan farmasi yang disimpan di unit kerja lain terbatas hanya untuk obat-obat yang
diperlukan dalam kondisi Emergency dan disimpan di tempat yang diberi tanda khusus agar
mudah dijangkau bila dibutuhkan.
f. Instalasi Farmasi mensosialisasikan obat golongan LASA dan High Alert ke unit kerja lain.
7. Penarikan
a. Penarikan / recall obat dilakukan terhadap obat yang penggunaannya diketahui kadaluarsa , slow
moving, atau berdasarkan surat edaran penarikan obat dari Pemerintah, Pabrik atau Pemasok
b. Untuk obat yang sudah kadaluarsa dibuat berita acara untuk kemudian dimusnahkan.
c. Untuk obat slow moving dilakukan pendekatan ke user/ dokter spesialis.
d. Untuk perbekalan farmasi yang mengalami kerusakan, di upayakan dikembalikan ke Pedagang Besar
Farmasi. Jika tidak dapat dikembalikan maka dibuat berita acara untuk dimusnahkan.
8. Pemusnahan
Pemusnahan obat yang diketahui rusak, mengalami perubahan atau kadaluarsa dilakukan setiap satu
tahun sekali dengan disertai pengecekan, pendokumentasian dan pelaporannya.
9. Pelaporan
Pelaporan meliputi pemusnahan obat, penarikan obat, penggunaan psikotropika dan narkotika, stok
opname, pelaporan obat kadaluarsa dan slow moving.
10. Peresepan dan Penyalinan
a. Rumah sakit menetapkan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk menulis resep adalah dokter
RSIA Mitra Plumbon Majalengka yang memiliki Surat Ijin Praktek di RSIA Mitra Plumbon Majalengka.
b. Penulisan resep obat-obat anastesi dilakukan oleh Dokter Anastesi yang memiliki Surat Ijin Praktek
di RSIA Mitra Plumbon Majalengka.
c. Format resep menggunakan Formulir resep RSIA Mitra Plumbon Majalengka
d. Penulisan resep harus jelas dan berisi informasi : Tanggal resep, nama obat, dosis, bentuk sediaan,
jumlah obat, aturan pakai dan rute pemberian.
e. Penulisan identitas dokter penulis resep harus lengkap, meliputi nama dokter, SIP dan tanda tangan
dokter
f. Penulisan identitas pasien harus lengkap meliputi, nama pasien, Nomor rekam medis, tanggal lahir,
berat badan pasien, riwayat alergi, ruang/poli dan diagnosis atau tindakan
g. Penulisan nama obat tidak boleh disingkat, ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi
Penulisan jumlah/ kadar obat yang ditulis dalam bentuk sistem metrik mengikuti satuan berikut:

6
a) berat ˂ 1 gram = mg (miligram)
b) berat ˂ 1 mg = mcg (microgram)
c) volume ˂ 1 liter = ml (mililiter)
d) sediaan TPN/elektrolit = mEq (miliequivalent)
e) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair drop
 Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
f) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair atau drop untuk takaran sediaan cairnya :
 sendok teh (cth.) = 5 ml
 sendok bubur = 10 ml
 sendok makan (C) = 15 ml
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga karena
volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok
plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
h. Untuk menghindari keragaman dan menjaga keselamatan pasien maka rumah sakit
menetapkan persyaratan atau elemen penting kelengkapan suatu resep atau
permintaan obat dan instruksi pengobatan. Persyaratan atau elemen kelengkapan
paling sedikit meliputi :
a) Data identitas pasien secara akurat (dengan stiker);
b) Elemen pokok di semua resep atau permintaan obat atau instruksi pengobatan;
c) Kapan diharuskan menggunakan nama dagang atau generik;
d) Kapan diperlukan penggunaan indikasi seperti pada PRN (pro re nata atau “jika
perlu”) atau instruksi pengobatan lain;
e) Jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat badan seperti untuk anak
anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya;
f) Kecepatan pemberian (jika berupa infus);
g) Instruksi khusus, sebagai contoh: titrasi, tapering, rentang dosis
i. Untuk resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap dan
tidak terbaca, petugas farmasi wajib konsultasi ke dokter penulis resep kemudian di catat dalam
kolom
j. Untuk resep atau perimintaan obat dan instruksi pengobatan yang NORUM (Nama Rupa Ucapan
Mirip) atau LASA (Look Alike Sound Alike) resep ditulis dengan huruf Kapital
k. Instruksi lisan atau permintaan obat melalui telepon harus diminimalkan, hanya dilakukan dalam
kondisi sangat mendesak atau emrgensi dilakukan dengan menerapkan system CABAK (Catat, Baca
ulang dan meminta konfirmasi). Dalam waktu 24 jam, dokter sudah harus meresepkan obat yang
diminta secara lisan.

7
l. Permintaan obat emergensi atau cito perawat dapat menggunakan obat yang ada dalam KIT
emergency dan dokter akan menuliskan resep obat-obat yang digunakan dalam waktu 24 jam
setelah KIT dipakai.
m. Permintaan obat-obat khusus seperti Tappering Off dokter akan menuliskan dosis awal dan
penurunan dosis sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
n. Standing order, penulisan resep dilakukan setelah obat digunakan.
o. Setiap obat yang diberikan pada pasien rawat inap dicatat dalam rekam medis yang memuat
identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dan tanda tangan
dokter serta bila perlu tapering off, titrasi dan rentang dosis.
11. Persiapan dan Penyerahan
a. Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan
kepada pasien maka RSIA MItra Plumbon Majalengka menetapkan bahwa petugas yang
mempunyai kewenangan dalam menyiapkan obat adalah TenagaTeknik Kefarmasian yang memiliki
Surat Ijin Praktek di RSIA Mitra Plumbon Majalengka.
b. Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan pada
pasien maka RSIA Mitra Plumbon Majalengka menetapkan bahwa petugas yang memiliki
kewenangan dalam proses pencampuran obat secara aseptic adalah Perawat yang telah mengikuti
pelatihan Pencampuran Obat Secara Aseptik dan memiliki sertifikat pelatihan.
c. Pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta pengemasan kembali obat
suntik harus dilakukan dalam ruang yang bersih (Clean room) yang dilakukan oleh petugas perawat
yang sudah terlatih dengan teknik asptik serta menggunakan alat pelindung diri yang sesuai.
d. Rumah sakit menetapkan bahwa setiap resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan
dilakukan telaah atau pengkajian resep yang dilakukan oleh Apoteker yang meliputi :
a) ketepatan identitas pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan frekuensi, ketepatan
aturan minum/makan obat dan waktu pemberian.
b) Duplikasi pengobatan
c) Potensi alergi atau sensitivitas
d) Interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan
e) Variasi kriteria penggunaan dari rumah sakit
f) Berat badan pasien atau informasi fisiologik lainnya
g) Kontra indikasi
e. Dilakukan telaah obat terhadap obat yang telah disiapkan yang meliputi 5 informasi
1) Identitas pasien
2) Ketepatan oba
3) Dosis
4) Rute pemberian

8
5) Waktu pemberian
12. Pemberian obat
a. Rumah sakit menetapkan bahwa yang memiliki kewenangan untuk memberikan obat pasien rawat
jalan adalah Apoteker dan Asisten Apoteker jika Apoteker tidak ada di tempat
b. Rumah sakit menetapkan bahwa yang memiliki kewenangan untuk memberikan obat pasien rawat
inap adalah perawat yang memiliki Ijin Praktek di RSIA Mitra Plumbon Majalengka, memiliki
sertifikat untuk memberikan obat.
c. Pemberian obat Narkotika dan Psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknik
Kefarmasian yang memiliki surat ijin praktek di RSIA Mitra Plumbon Majalengka.
d. Pemberian obat anastesi dilakukan oleh Dokter Spesialis Anastesi yang memiliki Ijin Praktek di
RSIA Mitra Plumbon Majalengka.
e. Sebelum obat diberikan kepada pasien atau perawat, dilakukan telaah obat yang meliputi Identitas
pasien, Nama obat, Dosis, Rute Pemberian dan Waktu pemberian obat. Telaah obat dilakukan oleh
Apoteker atau Tenaga Teknik Kefarmasian
f. Dilakukan Double check terhadap obat High alert oleh petugas yang berbeda.
g. Obat yang dibawa pasien dan keluarganya sebelum dilakukan perawatan harus dilakukan
Rekonsiliasi obat kemudian dilaporkan ke dokter yang merawat dan dicatat di rekam medis pasien.

13. Pemantauan (Monitoring)


a. Apoteker melakukan pengawasan penggunaan obat pada pasien rawat inap dan rawat jalan dan
monitoring efek samping obat.
b. Melakukan penyelarasan atau rekonsiliasi obat yang dibawa pasien dari rumah yaitu
membandingkan daftar obat yang sedang digunakan pasien dan daftar obat yang diresepkan agar
tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat.
c. Konsultasi dengan dokter penulis resep atau dokter jaga jika ada resep yang tidak terbaca,
penulisan resep yang tidak lengkap, atau jika kondisi stok obat yang diminta tidak tersedia.
d. Hasil kegiatan farmasi klinis didokumentasikan dalam catatan perkembangan pasien terintegrasi
dan atau arsip farmasi.
e. Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta tindak lanjut terhadap
kesalahan dalam penggunaan obat (Medication Error), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Sentinel, Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dengan cara melaporkan
setiap kejadian kesalahan dalam pemberian obat yang ditujukan kepada tim keselamatan pasien
rumah sakit. Kemudian laporan ini dijadikan sebagai media pembelajaran untuk mencegah
kejadian yang sama di kemudian hari.

Direktur,

9
dr. Raymond Gasbara Pribadi

10

Anda mungkin juga menyukai