Anda di halaman 1dari 15

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG


Jalan RA.Kartini 5 Lawang Telp. (0341) 426072 Fax. (0341) 426072
Email : rsudlawang@ymail.com
MALANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG KABUPATEN


MALANG
NOMOR 800/ /KEP/ 421.127/2015

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG KABUPATEN MALANG

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG KABUPATEN MALANG

MENIMBANG : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit Umum Daerah Lawang Kabupaten Malang,
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan farmasi
yang bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelayanan farmasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Lawang Kabupaten Malang dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Kebijakan Direktur Rumah
Sakit Umum Daerah Lawang Kabupaten Malang sebagai
landasan bagi penyelenggaraan Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit Umum Daerah Lawang Kabupaten Malang;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a dan b,perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Lawang
Kabupaten Malang;

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 tentang Rumah Sakit;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2010 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197 /Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi Di Rumah Sakit;
5. Keputusan Direktur RSUD Lawang Nomor 800/
/KEP/421.127/2015 tentang Kebijakan Pelayanan
Rumah Sakit Umum Daerah Lawang Kabupaten Malang;

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


LAWANG KABUPATEN MALANG TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
LAWANG KABUPATEN MALANG
Pertama : Kebijakan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah Lawang Kabupaten Malang sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Lawang Kabupaten
Malang dilaksanakan oleh Kepala Bidang Pelayanan
Rumah Sakit Umum Daerah Lawang Kabupaten Malang.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan
apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Dikeluarkan di : Lawang
Pada tanggal : Juni 2015
DIREKTUR RSUD LAWANG

drg. MARHENDRAJAYA, MM. Sp.KG.


Pembina Tingkat I
NIP. 196612041992031004

Lampiran
Keputusan Direktur RSUD Lawang
Nomor : 800/ /KEP/ 421.127/2015
Tanggal : Juni 2015

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG KABUPATEN MALANG

1. Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan farmasi / perbekalan


farmasi yang beredar di rumah sakit.
2. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi seleksi, perencanaan, pengadaan,
produksi, penyimpanan, distribusi atau penyaluran, pelayanan sediaan farmasi dan
pemantauan.
a. Pemilihan (seleksi)

Pemilihan adalah proses memilih perbekalan farmasi yang akan digunakan dalam
menunjang pelayanan kesehatan di Rumah sakit.

a. Pemilihan dilaksanakan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan dituangkan
dalam bentuk formularium RS.
b. Mengutamakan penggunaan obat generik.
c. Memiliki rasio manfaat – resiko yang paling menguntungkan penderita.
d. Memiliki rasio manfaat – biaya yang tinggi sehingga harga terjangkau bagi
pasien.
e. Mutu terjamin, aman, praktis dalam penggunaan dan paling dibutuhkan untuk
pelayanan.
f. Penambahan obat diluar formularium RS dapat dilakukan bila obat belum
terdapat dalam formularium RS, sedangkan :
 Obat dibutuhkan dan tidak dapat tergantikan oleh terapi lain.
 Obat mempunyai efektivitas tinggi dengan harga terjangkau
g. Obat dapat dikeluarkan dari formularium apabila :
 Obat mati (death stock) karena tidak dilakukan penulisan oleh dokter
 Obat diketahui memiliki angka kejadian efek samping yang besar
 Obat ditarik dari peredaran oleh BPOM
b. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses merencanakan jenis dan jumlah perbekalan


farmasi yang akan disediakan di Instalasi Farmasi Rumah sakit.

a. Perencanaan tahunan dilaksanakan setiap tahun sebelum tahun anggaran


yang akan datang melalui Rencana Bisnis Anggaran (RBA) RS berdasarkan:
- Formularium RS yang disusun oleh KFT
- Buffer stock yang tersedia di gudang perbekalan farmasi dan pemakaian
tahun sebelumnya.
- Data rekam medik meliputi pola penyakit
- Anggaran RS yang tersedia
- Usulan user, untuk jenis perbekalan farmasi yang tidak tercantum dalam
formularium RS misalnya implant orthopaedi, IOL atau obat tidak tersedia
dalam bentuk generiknya.
b. Perencanaan tahunan dijabarkan dalam perencanaan bulanan atau mingguan
untuk pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi.
c. Perencanaan dilaksanakan oleh Penanggungjawab Gudang Farmasi dengan
mengetahui Kepala Instalasi Farmasi.
c. Pengadaan

Pengadaan merupakan proses penyediaan perbekalan farmasi dengan


melibatkan pihak ketiga.

a. Dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Rumah Sakit.


b. Jumlah perbekalan farmasi yang diadakan disesuaikan dengan ajuan
perencanaan.
c. Dilaksanakan secara berkala tiap periode demi menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi di Rumah Sakit.
d. Pengadaan perbekalan farmasi melalui distributor resmi.
d. Penerimaan

Penerimaan adalah proses menerima perbekalan farmasi dari pihak ketiga atau
rekanan / distributor farmasi.

a. Penerimaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh Tim Penerima RS dengan


petugas farmasi sebagai salah satu anggotanya.
b. Tim penerima wajib memeriksa perbekalan farmasi :
 Sesuai spesifikasi surat pesanan (nama obat, jenis sediaan, kekuatan
sediaan dan jumlah)
 Perbekalan farmasi diterima mempunyai masa kadaluwarsa minimal 2
tahun. Kecuali untuk obat cito dan obat dengan stabilitas rendah dapat
diterima minimal 6 bulan.
 Kondisi fisik. No batch, Kemasan utuh, tidak rusak dan tidak terjadi
perubahan warna.

e. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan proses penempatan atau penataletakan perbekalan


farmasi, baik di gudang perbekalan farmasi maupun di unit pelayanan farmasi
(UPF).

Penyimpanan perbekalan farmasi secara umum disesuaikan dengan persyaratan /


ketentuan / peraturan berdasarkan sifat, bentuk dan jenis golongan masing-
masing perbekalan farmasi.
a. Perbekalan farmasi disimpan dengan sistem FIFO ( first in first out ) dan FEFO
( first expired first out ).
b. Penyimpanan dilakukan secara terpisah berdasarkan :
 unit pelayanan farmasi masing-masing
 bentuk sediaan
 alfabetis
 golongan sediaan khusus (obat yang dibawa pasien, obat emergency, high
alert medication).
Penyimpanan golongan sediaan khusus :

 obat emergency, disimpan dalam kit emergency di masing-masing ruang


perawatan, dikunci dengan kunci plastic / segel / pengaman disposable,
disertai daftar obat emergency, tidak dicampur obat lain. Dilakukan
penggantian setelah terpakai dan dilakukan pengecekan berkala.
 “high alert medication” disimpan dalam kotak atau wilayah penyimpanan
yang telah diberi tanda merah di sekelilingnya. Pada sediaan atau wadah
penyimpanan diberi pelabelan “high alert” atau LASA disesuaikan dengan
klasifikasi dan bentuk sediaannya.
 Obat psikotropika dan narikotika disimpan dalam lemari terkunci berpintu
ganda.
 Elektrolit pekat dilarang disimpan di unit perawatan, kecuali di ruang
Intensive Care Unit (ICU), Kamar Bersalin (KABER) dan Instalasi Kamar
Operasi (IKO).
 Obat yang dibawa pasien dari rumah disimpan di nurse station, setelah
dicatat pada formulir rekonsiliasi.
 B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun ) termasuk gas medis disimpan di
tempat terpisah dengan ventilasi yang baik, bebas dari sumber api dan diberi
label sesuai klasifikasi B3.
 Gas medis yang berada diluar gudang penyimpanan, dilengkapi dengan
rantai pengaman ganda. Gas medis menjadi tanggung Kepala Seksi
Penunjang Medis.
 Obat sampel disimpan di tempat tersendiri dan diberi penandaan obat
sampel. Obat sampel tidak tersedia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
c. Penyimpanan obat yang tidak segera didistribusikan kepada pasien, baik di
unit pelayanan atau ruang perawatan diberi pelabelan yang memuat informasi
minimal meliputi nama sediaan / isi, tanggal kadaluwarsa dan atau peringatan.
d. Pada setiap wadah penyimpanan perbekalan farmasi terdapat kartu stok dan
dilakukan pencatatan pada setiap pemasukan dan pengeluaran.
f. Pendistribusian

Pendistribusian adalah proses penyaluran barang kepada pasien atau pengguna


perbekalan farmasi.

a. Dilaksanakan setiap hari, dari gudang perbekalan farmasi ke UPF.


b. Dilaksanakan setiap bulan, dari gudang perbekalan farmasi ke unit perawatan.
c. Sistem distribusi perbekalan farmasi dari UPF kepada pasien maupun unit
perawatan terdiri dari :
1. Sistem Individual Prescribing
Yaitu pelayanan perbekalan farmasi kepada pasien sesuai resep tertulis
dan atau disesuaikan dengan kemampuan pasien ( individual ).
2. Sistem One Day Dose Dispensing (ODDD)
Yaitu pelayanan perbekalan farmasi yang diberikan untuk dosis sehari.
3. Sistem ward floor stock
Yaitu pelayanan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
emergency di ruang perawatan.
d. Pendistribusian memprioritaskan pasien cyto atau urgent.
e. Setiap kegiatan distribusi atau transaksi keluar dicatat pada kartu stok masing-
masing perbekalan farmasi.
f. Setiap obat yang akan didistribusikan kepada pasien diberi pelabelan / etiket
yang memuat tanggal pelayanan, nama pasien, umur, frekuensi dan cara
pemakaian, nomor resep.
g. Petugas farmasi melakukan pengecekan berkala terhadap ketersediaan obat
di UPF dan unit perawatan.
h. Distribusi obat kepada pasien rawat inap yang belum tersedia tenaga farmasi
didelegasikan kepada perawat ruangan.
i. Distribusi obat dilakukan dalam troli tertutup
g. Stok opname

Stok opname adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendata stok fisik
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi.

Tujuan pelaksanaan stok opname adalah :

 mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi


 memastikan kesesuaian stok fisik dengan kartu stok atau sistem informasi
Rumah Sakit.
 memastikan masa kadaluwarsa masing-masing sediaan.
 memastikan perbekalan farmasi disimpan secara benar
Sehingga diharapkan kebutuhan perbekalan farmasi tetap terpenuhi dengan mutu
yang tetap terjaga.

Stok opname dilakukan secara periodik sehingga terdapat kesinambungan antara


jumlah perbekalan farmasi yang masuk, keluar dan sisa yang ada. Pelaksanaan
stok opname di Instalasi farmasi dilakukan setiap bulan pada masing-masing Unit
Pelayanan Farmasi dan Gudang Farmasi.

Tata laksana stok opname :

 Petugas farmasi melakukan pencatatan stok fisik dan pengecekan


kadaluwarsa.
 Petugas farmasi melakukan cross check terhadap stok yang tertera pada kartu
stok dan dilakukan pencatatan jumlah pada kartu stok dan sistem informasi.
 Apabila terdapat ketidaksesuaian antara stok fisik dan kartu stok dilakukan
perunutan penyebab ketidaksesuaian
 Dilakukan pengaturan kembali terhadap cara penyimpanan. Meliputi ketentuan
FIFO, FEFO dan persyaratan penyimpanan agar perbekalan farmasi tetap
stabil.
 Wadah penyimpanan diberi label masa kadaluwarsa sesuai ketentuan.
 Perbekalan farmasi dengan masa 6 bulan sebelum masa kadaluwarsa
diinformasikan kepada Apoteker Penanggungjawab Unit Perbekalan Farmasi.
 Dilakukan evaluasi terhadap hasil pelaksanaan stok opname.
 Dari masing-masing unit pelayanan setiap tgl 1 diwajibkan memberikan laporan
LPLPO (Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Obat) yang diserahkan kepada
petugas gudang farmasi untuk di rekap dan dilaporkan setiap bulannya.

3. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan denngan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
a. Peresepan

Peresepan adalah proses permintaan tertulis dari dokter kepada Apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien.

a. Peresepan hanya dapat dilaksanakan oleh dokter RSUD “Lawang”.


Bila dilakukan pendelegasian penulisan resep kepada dokter selain dokter
karyawan RSUD Lawang harus divalidasi oleh DPJP ( Dokter
Penanggungjawab Pasien ) per masing-masing resep.
b. Penyelarasan obat (medication reconciliation) harus dilakukan sebelum
penulisan resep.
c. Peresepan menggunakan blangko resep resmi yang diterbitkan oleh RS dan
membubuhkan tanda R/ pada tiap sediaan
d. Peresepan harus menggunakan tulisan yang jelas, dapat dibaca dan
menggunakan istilah singkatan yang tidak dilarang.
Hal ini untuk mencegah terjadinya salah pelayanan obat kepada pasien,
terutama untuk obat golongan high alert medication.
e. Isi resep harus lengkap, memuat :
 persyaratan administrasi :
nama dokter, tanggal, asal ruangan/poli, nama pasien, nomor rekam medis,
umur, berat badan (untuk pasien anak) dan alamat pasien.
 persyaratan farmasi dan klinis :
nama obat, dosis, jumlah, frekuensi, rute pemakaian dan riwayat alergi.
 Tanda tangan dokter untuk peresepan obat golongan narkotika.
f. Peresepan ditulis nama generik dan atau mengacu kepada formularium yang
telah ditetapkan.
g. Peresepan yang diperuntukkan “prn” (pro re nata = bila perlu) harus ditulis dosis
maksimal dan atau indikasinya.
h. Peresepan verbal dapat dilayani hanya untuk kasus emergency. Petugas
farmasi wajib mencatat, mengeja jenis pesanan dan membacakannya kembali.
Peresepan verbal wajib diganti dengan peresepan tertulis oleh DPJP atau
dokter jaga maksimal 1x24 jam setelah dilayani.
i. Peresepan obat LASA wajib dilakukan konfirmasi ulang kepada DPJP
j. Penulisan resep diharapkan secara One Day Dose / peresepan perhari untuk
pasien rawat inap. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir jumlah obat yang
ditempatkan di ruang perawatan serta untuk menurunkan angka kejadian
perbekalan farmasi yang dikembalikan ke Instalasi Farmasi saat terjadi
perubahan terapi atau pasien pulang.
k. Peresepan dari IGD (Instalasi Gawat Darurat) dan rawat inap maksimal untuk
penggunaan obat selama 3 hari dalam satu lembar resep.
Resep dari IGD merupakan peresepan awal pasien sebelum pasien menjalani
pengobatan rawat jalan atau rawat inap. Peresepan maksimal bertujuan untuk
meminimalisir obat tidak terpakai atau meningkatkan efisiensi biaya pengobatan
oleh pasien dan memudahkan penggantian obat apabila terjadi Drug Related
Problems (DRP) atau perubahan terapi.
l. Terhadap kekurangjelasan, ketidaktersediaan atau perubahan isi resep,
petugas farmasi harus mengkonfirmasikan kepada DPJP dan hasil konfirmasi
dicatat pada lembar resep.
Hasil konfirmasi menyebutkan perubahan terhadap: nama obat, jumlah, dosis
atau sediaan dan dicatat waktu pelaksanaan konfirmasi.
m.Bila obat kosong (habis) atau tidak tersedia di Rumah Sakit, maka :
 Petugas farmasi melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep, untuk
penggantian dengan sediaan lain.
 Petugas farmasi melalui Penanggungjawab Unit Perbekalan Farmasi,
diteruskan kepada Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Rumah Sakit
untuk melakukan pengadaan cyto untuk obat emergency atau dimasukkan
dalam perencanaan pengadaan selanjutnya.
Pengadaan cyto dilaksanakan hanya untuk obat yang bersifat “life saving”
yang belum tersedia di Rumah Sakit dan tidak dapat disubstitusi dengan
obat lain.
 Dokter penulis resep dapat melakukan pengajuan obat baru melalui formulir
permintaan obat baru terbitan Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit, bila
obat termasuk obat esensial yang belum tersedia di Rumah Sakit.
 Dibuat salinan resep kepada pasien untuk mendapatkan pelayanan
perbekalan farmasi diluar Instalasi Farmasi Rumah Sakit, bila dokter
mempunyai pertimbangan tertentu tidak dapat mengganti obat.
b. Verifikasi Resep

Verifikasi resep merupakan proses skrining terhadap isi resep sebelum resep
dapat dilayani.

 Tujuan :
a. Untuk memastikan bahwa resep yang diterima memuat elemen yang
dibutuhkan dalam pelayanan obat.
b. Memastikan bahwa resep merupakan resep asli, diberikan kepada orang
yang tepat, dengan obat dan dosis yang sesuai dan meminimalkan
permasalahan terkait penggunaan obat yang diresepkan.
c. Sebagai bentuk pengawasan terhadap insiden penyalahgunaan obat.
 Tata laksana :
a. Petugas farmasi menerima resep dan melakukan skrining terhadap :
 persyaratan administrasi :
nama dokter, tanggal, asal ruangan/poli, nama pasien, nomor rekam medis,
umur, berat badan (untuk pasien anak) dan alamat pasien.

Skrining terhadap persyaratan administrasi merupakan skrining dasar.

 persyaratan farmasi dan klinis :


nama obat, dosis, jumlah, frekuensi, rute pemakaian, riwayat alergi,
duplikasi, kontraindikasi dan interaksi obat.
 Tanda tangan dokter untuk peresepan obat golongan narkotika.
 Kelengkapan administrasi yang dibutuhkan berdasarkan status pasien.
b. Petugas farmasi melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep apabila
terdapat hasil verifikasi resep yang kurang memenuhi syarat.
c. Hasil konfimasi tercatat di lembar resep.
c. Dispensing / penyiapan

Dispensing merupakan kegiatan pemenuhan jumlah, jenis dan bentuk sediaan


yang dikehendaki dalam resep untuk selanjutnya didistribusikan kepada pasien.
Permintaan obat diproses sampai dengan satuan terkecil perbekalan farmasi agar
siap digunakan atau dikonsumsi oleh pasien.

Pada dasarnya teknik penyiapan / dispensing terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Dispensing obat non racikan adalah dispensing obat dalam sediaan tunggal
dan dalam pemberiannya tidak mengubah bentuk sediaan asal.
2. Dispensing obat racikan adalah dispensing obat yang mengharuskan
pencampuran dari beberapa macam atau jenis obat untuk dijadikan sediaan
homogen berupa puyer, kapsul, salep maupun sirup atau terjadi perubahan
bentuk sediaan asal.
 Tujuan :
Untuk membuat sediaan farmasi atau campuran sediaan farmasi, bermutu,
sesuai jenis, jumlah, dosis dan bentuk sediaan yang diinginkan. yang siap
digunakan pasien, dalam kondisi baik
 Tata laksana :
a. Penyiapan obat khususnya untuk resep racikan harus menggunakan
teknik aseptik dengan tetap memperhatikan inkompatibilitas antara obat
satu dengan yang lainnya.
b. Obat yang diambil dari tempat penyimpanan dan dilakukan pengecekan
ganda untuk obat yang termasuk golongan high alert medication.
c. Obat disiapkan dalam satuan terkecil yang sudah siap digunakan atau
dikonsumsi.
d. Obat yang sudah siap dikonsumsi atau digunakan dikemas dengan baik
dan diberi pelabelan / etiket yang memuat tanggal pelayanan, nama
pasien, umur, frekuensi dan cara pemakaian, nama obat, dosis dan
tanggal kadaluwarsa .
e. Petugas berbeda ( selain petugas dispensing ) melakukan pengecekan
untuk hasil dispensing, dengan tujuan meminimalisir kesalahan pemberian
obat khususnya obat golongan high alert medication.
Proses akhir dari dispensing atau penyiapan obat adalah penyerahan obat
kepada pasien yang disertai dengan pemberian informasi obat.
Keseluruhan proses pelayanan resep dicatat untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan dalam pelayanan resep. Hal ini dapat menunjukkan mutu
pelayanan yang diberikan melalui indikator kinerja, yang terangkum dalam
salah satu parameter Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit.
Waktu tunggu untuk pelayanan farmasi adalah :
 Obat racikan : ≤ 60 menit
 Obat non racikan : ≤ 30 menit
d. Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan terapi obat merupakan proses memastikan bahwa


penggunaan obat pada diagnosa suatu penyakit tersebut berdasarkan standar
terapi yang berlaku di Rumah Sakit.

Kegiatan pemantauan teapi obat yaitu memastikan terapi obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien.

 Tujuan :
1. Meningkatkan efektivitas terapi
2. Menurunkan angka resiko permasalahan yang terkait penggunaan obat yang
tidak dikehendaki.
3. Meningkatkan peresepan yang rasional, sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Pemantauan terapi juga dapat digunakan untuk tujuan lain antara lain untuk
pemetaan kuman pada penggunaan obat antibiotik.

Pemantauan penggunaan obat antibiotik dapat digunakan untuk menyusun


suatu pemetaan kuman dimana pada ruang perawatan pasien yang satu dengan
yang lain akan menghasilkan resistensi kuman yang berbeda sehingga kepekaan
penggunaan antibiotic pada masing-masing ruangan akan berbeda pula.

Pemetaan kuman yang telah tersusun akan dapat digunakan sebagai


masukan kepada Tim KFT Rumah Sakit dalam rangka penyusunan pedoman
penggunaan antibitiotika di RS. Pedoman ini digunakan dalam pemberian terapi
antibiotika yang selektif sehingga dapat menurunkan resiko resistensi dan
kegagalan terapi karena penggunaan antibiotic yang tidak sesuai.
 Tata laksana :
1. Petugas farmasi ruangan melakukan pengkajian terhadap pemberian obat
yang tercantum pada rekam medik.
2. Pengkajian dilakukan terhadap pemilihan obat, duplikasi, dosis, cara
pemberian, interaksi, ADR (adverse drug reaction) dan kejadian atau reaksi
obat yang tidak diinginkan.
3. Petugas farmasi menyampaikan hasil kajian pada lembar terintegrasi yang
terdapat pada dokumen rekam medik dan menyampaikan rekomendasi
kepada dokter dan melakukan diskusi dengan profesi lain.
4. Petugas farmasi melakukan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi.
5. Hasil pengkajian penggunaan obat dicatat pada buku catatan farmasi
ruangan.
e. Pemantauan efek samping obat

Pemantauan efek samping obat adalah pengawasan terhadap reaksi yang


tidak dikehendaki / diinginkan yang ditimbulkan akibat penggunaan obat pada
dosis lazimnya. Efek samping obat ada kalanya bersifat subyektif atau berbeda
pada masing-masing individu.

 Tujuan :
Untuk mengidentifikasi kejadian efek samping obat sedini mungkin,
meminimalkan resiko kejadian efek samping dan mencegah kejadian berulang
reaksi obat yang tidak dikehendaki, terutama efek samping yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
 Tata laksana :
1. Petugas ruangan mendeteksi adanya kejadian efek samping obat dan
melaporkan kepada tim Komite Farmasi dan Terapi.
2. Dilakukan identifkasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
dan dievaluasi menggunakan algoritme Naranjo.
3. Petugas mendokumentasikan dan mendiskusikan di Komite Farmasi dan
Terapi.
4. Dilakukan pelaporan kepada Pusat MESO Nasional Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM).
Pelaporan dapat menggunakan formulir Monitoring Efek Samping Obat yang
diterbitkan oleh Pusat MESO Nasional Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM).
f. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan


pemberian informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat kepada
pasien, tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit atau pihak lain.

Pemberian informasi obat meliputi karakteristik obat ( kandungan obat,


dosis, frekuensi penggunaan, cara penggunaan, efek samping, indikasi, kontra
indikasi, interaksi antara obat dengan makanan, minuman atau obat lain, dan
sebagainya ) dan hal lain yang berkaitan dengan sediaan farmasi ( ketersediaan
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi, harga, bentuk sediaan, dan sebagainya).

Pemberian informasi dapat disampaikan dengan metode

1. Aktif : penyuluhan , tanya jawab


2. Pasif : buletin, leaflet, poster
 Tujuan :
1. Memberikan informasi mengenai obat kepada pasien, tenaga kesehatan di
lingkungan Rumah Sakit atau pihak lain.
2. Meningkatkan penggunaan obat yang benar oleh pasien dan optimalisasi
penggunaan obat secara rasional oleh profesi lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan Rumah Sakit terkait
perbekalan farmasi.
 Tata laksana :
1. Petugas menjawab pertanyaan terkait obat.
2. Pemberian informasi untuk obat golongan psikotropika, narkotika atau
prekursor diberikan secara terbatas. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari penyalahgunaan obat yang wajib diawasi penggunaannya.
3. Pemberian informasi dan edukasi obat wajib diberikan pada saat
menyerahkan obat oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian.
4. Informasi dan edukasi yang telah diberikan dilakukan pencatatan pada
formulir tersendiri disertai tandatangan penerima informasi.
g. Konseling

Konseling adalah kegiatan tanya jawab disertai dengan penjelasan dan


pemberian saran oleh Apoteker kepada pasien dan atau keluarganya, terkait
penggunaan / terapi obat.

Konseling dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap atas
permintaan pasien, rujukan dokter atau inisiatif Apoteker.

 Tujuan :
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien, sebagai
bentuk kepedulian kepada pasien.
2. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat sehingga meningkatkan
kepatuhan minum obat dan menurunkan angka kejadian pasien salah
minum obat maupun dosis.
 Tata laksana :
1. Pelaksanaan konseling wajib didukung oleh pustaka dan peralatan yang
memadai agar tujuan konseling dapat tercapai.
2. Konseling dilaksanakan setiap hari kerja pukul 09.00 – 12.00 WIB.
3. Apoteker membuka komunikasi dengan pasien..
4. Apoteker melakukan identifikasi tingkat pemahaman pasien melalui three
prime question.
5. Apoteker sebagai konselor menggali informasi dari pihak pasien perihal
riwayat penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, keluhan-keluhan, pola hidup
dan efek samping yang mungkin pernah dialami oleh pasien (identifikasi).
6. Apoteker memberikan penjelasan untuk menyelesaikan permasalahan
terkait obat dan penggunaannya.
7. Dilakukan verifikasi akhir untuk mengecek pemahaman pasien.
8. Seluruh hasil kegiatan didokumentasikan dan dilaporkan tiap bulan kepada
Kepala Instalasi Farmasi.
Konseling dilaksanakan dengan melihat kriteria pasien, terutama untuk pasien
dengan kondisi khusus (geriatri, ibu hamil, ibu menyusui, peidatri), pasien dengan
terapi jangka panjang / penyakit kronis ( DM,TB,epilepsi, dan lain-lain), pasien
yang menggunakan obat indeks terapi sempit dan pasien dengan polifarmasi.

h. Visite Apoteker

Visite Apoteker adalah kegiatan kunjungan apoteker ruangan kepada


pasien rawat inap di ruang perawatan yang dilakukan secara mandiri atau
bersama dokter, perawat dan tim tenaga kesehatan yang lain, untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung.
Keberhasilan pengobatan pasien tidak hanya didasarkan pada diagnosa
dan pemilihan obat yang benar, namun juga dipengaruhi oleh :
- Penggunaan obat secara benar
- Asupan gizi yang sesuai
- Manajemen efek samping obat yang muncul
- Perasaan aman dan nyaman yang dirasakan pasien.
 Tujuan :
Memantau terapi obat, meningkatkan terapi obat yang efektif dan rasional
,mencegah terjadinya Permasalahan Terkait Obat (Drug Related Problems) serta
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
 Tata laksana :
- Visite apoteker dapat dilakukan secara mandiri dan atau kolaborasi dengan
profesi lain.
- Pasien yang akan divisite diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kondisi pasien
dan jenis obat yang diperoleh serta kompleksitas regimen.
- Petugas farmasi mempelajari data tentang profil pasien, profil penyakit dan
profil pengobatan melalui rekam medik, catatan perawat, catatan terintegrasi
atau melalui wawancara dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain.
- Setiap memulai kegiatan konseling, Apoteker selalu memperkenalkan diri dan
menerangkan tujuan visite kepada pasien.
- Kegiatan visite dilaksanakan diantaranya mengidentifikasi masalah terkait
obat, yaitu : ada obat tanpa indikasi, ada indikasi tapi tidak diobati, pemilihan
obat yang tidak tepat, obat tidak tersedia (gagal mendapatkan obat), dosis
berlebih atau kurang, interval (saat dan lama pemberian tidak tepat), ada
interaksi obat dan ada efek Samping Obat
- Terhadap permasalahan yang ditemukan, dilakukan analisa untuk memberikan
rekomendasi terapi kepada dokter.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, diantaranya
bahwa obat harus menyembuhkan penyakit, menghilangkan / mengurangi
gejala klinis, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah kondisi yang
tidak diinginkan.

- Apoteker mendokumentasikan kegiatan visite, termasuk diantaranya


permasalahan dan penyelesaian masalah dalam Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT).
Dengan bertemunya dokter, apoteker, ahli gizi dan perawat akan menjamin
diagnose, pengobatan dan penggunaan obat yang benar, serta asupan gizi
yang seimbang dan perawatan yang memadai sehingga akan meningkatkan
efektivitas pengobatan pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

4. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan sistem satu pintu.


5. Instalasi Farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang telah
memilliki Surat Tanda Registrasi Apoteker dan Surat Izin Kerja.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap administrasi sediaan farmasi dan
pengawasan distribusi .
7. Sediaan farmasi / perbekalan farmasi terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan,
reagensia, radiofarmasi, dan gas medis.
8. Mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi kepala instalasi sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh
apoteker pendamping dan / atau tenaga tehnis kefarmasian.
9. Obat hanya dapat diberikan berdasarkan resep atau pesanan dari dokter, dan
apoteker menganalisa secara kefarmasian.
10. Lembaran resep dilayani apabila sudah memenuhi persyaratan administrasi,
meliputi :
 Nama , umur, jenis kelamin, berat badan pasien
 Nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter
 Tanggal resep
11. Obat pasien rawat inap dikembalikan jika alergi atau pasien meninggal dunia atau
hal lain dengan persetujuan dokter.
12. Penyediaan obat didasarkan pada formularium rumah sakit dan Formularium
Nasional untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional.
13. Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.
14. Besarnya persediaan obat/ alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum untuk
pemakaian satu bulan, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan “fast moving”
persediaan dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum untuk dua bulan.
15. Penerimaan obat / alkes dari logistik farmasi dengan kadaluarsa paling lambat
satu tahun hanya untuk obat-obat yang digolongkan “ cito “ dan segera pakai.
16. Untuk menjaga kualitas, semua obat atau alkes dari pedagang besar farmasi (PBF)
yang resmi.
17. Permintaan narkotika di tulis dokter atau dokter yang berwenang dengan
mencantumkan nomor Surat Izin Praktek (SIP) dan alamat lengkap.
18. Tidak menyediakan alkohol 70% dijual bebas.
19. Memberikan pelayanan selama 24 jam terus menerus ke seluruh unit kerja terkait
seperti IGD, rawat inap, rawat jalan, dan rawat intensif.
20. Tidak menyediakan susu bayi (< 6 bulan ) untuk dijual bebas.
21. Tidak menyediakan produksi sediaan nutrisi dan sediaan sitostatika (radioaktif).
22. Tidak melakukan penyimpanan obat sampel.
23. Tidak melakukan kegiatan produksi sediaan steril.

Dikeluarkan di : Lawang
Pada tanggal : Juni 2015
DIREKTUR RSUD LAWANG

drg. MARHENDRAJAYA, MM. Sp.KG.


Pembina Tingkat I
NIP. 196612041992031004

Anda mungkin juga menyukai