TENTANG
MEMUTUSKAN:
Dikeluarkan di : Lawang
Pada tanggal : Juni 2015
DIREKTUR RSUD LAWANG
Lampiran
Keputusan Direktur RSUD Lawang
Nomor : 800/ /KEP/ 421.127/2015
Tanggal : Juni 2015
Pemilihan adalah proses memilih perbekalan farmasi yang akan digunakan dalam
menunjang pelayanan kesehatan di Rumah sakit.
a. Pemilihan dilaksanakan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan dituangkan
dalam bentuk formularium RS.
b. Mengutamakan penggunaan obat generik.
c. Memiliki rasio manfaat – resiko yang paling menguntungkan penderita.
d. Memiliki rasio manfaat – biaya yang tinggi sehingga harga terjangkau bagi
pasien.
e. Mutu terjamin, aman, praktis dalam penggunaan dan paling dibutuhkan untuk
pelayanan.
f. Penambahan obat diluar formularium RS dapat dilakukan bila obat belum
terdapat dalam formularium RS, sedangkan :
Obat dibutuhkan dan tidak dapat tergantikan oleh terapi lain.
Obat mempunyai efektivitas tinggi dengan harga terjangkau
g. Obat dapat dikeluarkan dari formularium apabila :
Obat mati (death stock) karena tidak dilakukan penulisan oleh dokter
Obat diketahui memiliki angka kejadian efek samping yang besar
Obat ditarik dari peredaran oleh BPOM
b. Perencanaan
Penerimaan adalah proses menerima perbekalan farmasi dari pihak ketiga atau
rekanan / distributor farmasi.
e. Penyimpanan
Stok opname adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendata stok fisik
perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi.
Peresepan adalah proses permintaan tertulis dari dokter kepada Apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien.
Verifikasi resep merupakan proses skrining terhadap isi resep sebelum resep
dapat dilayani.
Tujuan :
a. Untuk memastikan bahwa resep yang diterima memuat elemen yang
dibutuhkan dalam pelayanan obat.
b. Memastikan bahwa resep merupakan resep asli, diberikan kepada orang
yang tepat, dengan obat dan dosis yang sesuai dan meminimalkan
permasalahan terkait penggunaan obat yang diresepkan.
c. Sebagai bentuk pengawasan terhadap insiden penyalahgunaan obat.
Tata laksana :
a. Petugas farmasi menerima resep dan melakukan skrining terhadap :
persyaratan administrasi :
nama dokter, tanggal, asal ruangan/poli, nama pasien, nomor rekam medis,
umur, berat badan (untuk pasien anak) dan alamat pasien.
1. Dispensing obat non racikan adalah dispensing obat dalam sediaan tunggal
dan dalam pemberiannya tidak mengubah bentuk sediaan asal.
2. Dispensing obat racikan adalah dispensing obat yang mengharuskan
pencampuran dari beberapa macam atau jenis obat untuk dijadikan sediaan
homogen berupa puyer, kapsul, salep maupun sirup atau terjadi perubahan
bentuk sediaan asal.
Tujuan :
Untuk membuat sediaan farmasi atau campuran sediaan farmasi, bermutu,
sesuai jenis, jumlah, dosis dan bentuk sediaan yang diinginkan. yang siap
digunakan pasien, dalam kondisi baik
Tata laksana :
a. Penyiapan obat khususnya untuk resep racikan harus menggunakan
teknik aseptik dengan tetap memperhatikan inkompatibilitas antara obat
satu dengan yang lainnya.
b. Obat yang diambil dari tempat penyimpanan dan dilakukan pengecekan
ganda untuk obat yang termasuk golongan high alert medication.
c. Obat disiapkan dalam satuan terkecil yang sudah siap digunakan atau
dikonsumsi.
d. Obat yang sudah siap dikonsumsi atau digunakan dikemas dengan baik
dan diberi pelabelan / etiket yang memuat tanggal pelayanan, nama
pasien, umur, frekuensi dan cara pemakaian, nama obat, dosis dan
tanggal kadaluwarsa .
e. Petugas berbeda ( selain petugas dispensing ) melakukan pengecekan
untuk hasil dispensing, dengan tujuan meminimalisir kesalahan pemberian
obat khususnya obat golongan high alert medication.
Proses akhir dari dispensing atau penyiapan obat adalah penyerahan obat
kepada pasien yang disertai dengan pemberian informasi obat.
Keseluruhan proses pelayanan resep dicatat untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan dalam pelayanan resep. Hal ini dapat menunjukkan mutu
pelayanan yang diberikan melalui indikator kinerja, yang terangkum dalam
salah satu parameter Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit.
Waktu tunggu untuk pelayanan farmasi adalah :
Obat racikan : ≤ 60 menit
Obat non racikan : ≤ 30 menit
d. Pemantauan Terapi Obat
Kegiatan pemantauan teapi obat yaitu memastikan terapi obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien.
Tujuan :
1. Meningkatkan efektivitas terapi
2. Menurunkan angka resiko permasalahan yang terkait penggunaan obat yang
tidak dikehendaki.
3. Meningkatkan peresepan yang rasional, sesuai dengan kondisi klinis pasien.
Pemantauan terapi juga dapat digunakan untuk tujuan lain antara lain untuk
pemetaan kuman pada penggunaan obat antibiotik.
Tujuan :
Untuk mengidentifikasi kejadian efek samping obat sedini mungkin,
meminimalkan resiko kejadian efek samping dan mencegah kejadian berulang
reaksi obat yang tidak dikehendaki, terutama efek samping yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
Tata laksana :
1. Petugas ruangan mendeteksi adanya kejadian efek samping obat dan
melaporkan kepada tim Komite Farmasi dan Terapi.
2. Dilakukan identifkasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
dan dievaluasi menggunakan algoritme Naranjo.
3. Petugas mendokumentasikan dan mendiskusikan di Komite Farmasi dan
Terapi.
4. Dilakukan pelaporan kepada Pusat MESO Nasional Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM).
Pelaporan dapat menggunakan formulir Monitoring Efek Samping Obat yang
diterbitkan oleh Pusat MESO Nasional Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM).
f. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Konseling dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap atas
permintaan pasien, rujukan dokter atau inisiatif Apoteker.
Tujuan :
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien, sebagai
bentuk kepedulian kepada pasien.
2. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat sehingga meningkatkan
kepatuhan minum obat dan menurunkan angka kejadian pasien salah
minum obat maupun dosis.
Tata laksana :
1. Pelaksanaan konseling wajib didukung oleh pustaka dan peralatan yang
memadai agar tujuan konseling dapat tercapai.
2. Konseling dilaksanakan setiap hari kerja pukul 09.00 – 12.00 WIB.
3. Apoteker membuka komunikasi dengan pasien..
4. Apoteker melakukan identifikasi tingkat pemahaman pasien melalui three
prime question.
5. Apoteker sebagai konselor menggali informasi dari pihak pasien perihal
riwayat penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, keluhan-keluhan, pola hidup
dan efek samping yang mungkin pernah dialami oleh pasien (identifikasi).
6. Apoteker memberikan penjelasan untuk menyelesaikan permasalahan
terkait obat dan penggunaannya.
7. Dilakukan verifikasi akhir untuk mengecek pemahaman pasien.
8. Seluruh hasil kegiatan didokumentasikan dan dilaporkan tiap bulan kepada
Kepala Instalasi Farmasi.
Konseling dilaksanakan dengan melihat kriteria pasien, terutama untuk pasien
dengan kondisi khusus (geriatri, ibu hamil, ibu menyusui, peidatri), pasien dengan
terapi jangka panjang / penyakit kronis ( DM,TB,epilepsi, dan lain-lain), pasien
yang menggunakan obat indeks terapi sempit dan pasien dengan polifarmasi.
h. Visite Apoteker
Dikeluarkan di : Lawang
Pada tanggal : Juni 2015
DIREKTUR RSUD LAWANG