Anda di halaman 1dari 21

PEMERINTAH KABUPATEN BONE

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TENRIAWARU


Alamat : JL. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 12 Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan
Kode Pos 92733 Telp. (0481) 21069, Fax (0481) 26634

KEPUTUSAN
DIREKTUR RSUD TENRIAWARU
NOMOR 19.a TAHUN 2019

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN


DI RSUD TENRIAWARU

Menimbang : a. Bahwa pelayanan farmasi di Rumah Sakit bertujuan untuk


meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan;
b. Bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit yang berasaskan pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care) perlu adanya suatu kebijakan Pelayanan
Kefarmasian yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pemberian pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit;
c. Bahwa sehubungan hal-hal tersebut di atas perlu ditetapkan
Kebijakan PelayananFarmasi Rumah Sakit dalam bentuk Keputusan
Direktur

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;


2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotik;
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan
Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.01/MENKES/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/MENKES/PER/V/2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014, tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014, tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
15.. Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016, tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN


KEFARMASIAN DI RSUD TENRIAWARU

KEDUA : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian di RSUD Tenriawaru dimaksud


dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur
ini.

KETIGA : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian di RSUD Tenriawaru sebagaimana


dimaksud Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman oleh
tenaga Kesehatan dan lainnya dalam melaksanakan pelayanan
farmasi di RSUD Tenriawaru

KEEMPAT : Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dilakukan


oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan Satuan Pemeriksa
Internal (SPI)

KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Watampone
Pada tanggal : 3 Januari 2019

DIREKTUR,

Dr. Hj. NURMINAH A. YUSUF, MARS


Pangkat : Pembina Utama Muda / IV.c
NIP : 19641206 199903 2 002

Tembusan Yth. :
1. Ketua SPI RSUD Tenriawaru
2. Ketua KFT RSUD Tenriawaru
3. Arsip
Lampiran
Keputusan Direktur RSUD TENRIAWARU
Nomor : 19.a Tahun 2019
Tanggal : 3 Januari 2019

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI


RSUD TENRIAWARU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang beriorentasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi dengan sistem
satu pintu dan Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap semua sediaan
farmasi / perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit. Dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian satu pintu, Instalasi Farmasi adalah
satu-satunya penyelenggara pelayanan kefarmasian yang melakukan
pengawasan dan pengendalian, standarisasi, menjamin mutu serta pengendalian
harga sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan
administrasi.
Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran
riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO),
konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), monitoring efek samping obat
(MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril dan
pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
1.2 Tujuan :
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit;
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit;
3. Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian;
4. Untuk memperluas fungsi dan peran Apoteker farmasi rumah sakit;
5. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional.
1.3 Pengertian
a. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku;
b. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
c. Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke dalam
obat keras, obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan kepada
pasien oleh Apoteker;
d. Perlengkapan farmasi rumah sakit adalah semua peralatan yang digunakan
untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di farmasi rumah
sakit;
e. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus
kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi
dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan;
f. Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta
menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk proses
peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan
g. Alat Kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, serta
pemulihan kesehatan, pada manusia dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh;
h. Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit
yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan
perbekalan farmasi,pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi
klinik;
i. Mutu Pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat,serta
mpenyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang
ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi;
j. Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medik;
k. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan farmasi,
alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi;

BAB II
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penghapusan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi keiatan pelayanan.
Tujuan :
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan;
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenagafarmasi;
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna;
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

2.1.1 Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah Sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga memperbaharui standar obat.
Pemilihan/seleksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai di dasarkan pada Formularium Rumah Sakit, Standar / Pedoman
Diagnosa dan Terapi, Pola Penyakit, efektifitas dan keamanan,
pengobatan berbasis bukti, mutu, harga dan ketersediaan di pasaran.

2.1.2 Perencanaan
Merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan
untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
Pedoman Perencanaan :
- Formularium Rumah Sakit, Formularium Nasional;
- Anggaran yang tersedia;
- Penetapan prioritas;
- Sisa persediaan;
- Data pemakaian periode yang lalu;
- Rencana pengembangan;
- Data catatan Medik;
- Siklus penyakit.
2.1.3 Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui :
a. Pembelian :
- Proses pengadaan obat dengan cara e-Purchasing menggunakan
aplikasi e-Purchasing Obat yang terdapat pada aplikasi Sistem
Pengadaan Secara Elektronik (SPSE)
- Secara langsung dari pabrik / distributor / pedagang besar farmasi
/ rekanan
Apabila terjadi kekosongan obat karena keterlambatan pengiriman,
stok nasional kurang, atau sebab lain yang tidak diantisipasi
sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan
kepada professional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan
lainnya tentang kekosongan obat tersebut serta saran subsitusinya
atau mengadakan dengan pihak luar dalam hal peminjaman maupun
pembelian langsung ke rumah sakit atau apotek lain yang telah
menjalin kerjasama dengan RSUD Tenriawaru.
b. Sumbangan / droping / hibah.
2.1.4 Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
Kriteria obat yang diproduksi :
- Sediaan farmasi dengan formula khusus;
- Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil;
- Sediaan farmasi dengan konsentrasi lebih rendah;
- Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
2.15 Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian secara
langsung, konsinyasi atau sumbangan.
Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai di lakukan dengan menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan, harga yang tertera dalam dokumen,
penerimaan barang dengan kondisi fisik barang.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
- Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa;
- Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS)
- Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar;
- Expire date minimal 2 (dua) tahun, kecuali untuk sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain).
2.1.6 Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan dalam penyimpanan perbekalan farmasi
menurut persyaratan yang ditetapkan :
- Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya;
- Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya;
- Mudah tidaknya meledak / terbakar;
- Tahan/tidaknya terhadap cahaya;
- Penyimpanan di dalam rak menggunakan sistem First In First Out
(FIFO) dan memperhatikan tangal kadaluarsa (FEFO);
- Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan (kartu stok);
- Seluruh obat dan sediaan farmasi harus di simpan di tempat yang
sesuai dengan syarat penyimpanan yang tertera pada label produk /
obat;
- Semua ruangan yang di gunakan untuk menyimpan obat dilengkapi
dengan pengatur suhu ruangan. Pemantauan suhu dan kelembapan di
seluruh tempat penyimpanan obat dilakukan setiap hari untuk
memastikan penyimpanan obat sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan. Pemantauan suhu meliputi lemari pendingin (suhu dingin
yaitu 20C – 80C dan 90C – 150C) dan suhu penyimpanan di
rak/laci/lemari pada suhu kamar (150C – 250C). Pemantuan
kelembapan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan (Kelempaban
ruangan 40 – 80%). Jika terjadi kerusakan pada pengatur suhu, maka
penanggung jawab ruangan harus segera menghubungi Instalasi
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana;
- Reagen untuk keperluan Laboratorium dan Haemodialisa langsung
didistribusikan ke unit tersebut setelah di terima oleh bagian logistik
farmasi dan diperiksa oleh Tim Pemeriksa Barang;
- Seluruh area penyimpanan diawasi dan dihindari dari kehilangan dan
kecurian. Gudang/apotek/depo farmasi aksesnya terbatas dan harus
selalu dalam keadaan terkunci;
- Seluruh tempat penyimpanan sediaan farmasi diinspeksi oleh kepala
instalasi farmasi setiap bulan untuk memastikan sediaan farmasi
disimpan secara benar
- Pemeriksaan tanggal kadaluarsa sediaan farmasi dilakukan minimal 1
kali dalam sebulan oleh staf instalasi farmasi atau pada saat stok
opname
2.1.6.1 Penyimpanan Nutrisi Enteral
Nutrisi Enteral adalah sejenis makanan cair yang diberikan pada
pasien melalui oral pipa (sonde) untuk memenuhi kebutuhan /
suplemen tubuh. Penyimpanan bahan baku (bubuk) nutrisi
enteral dipisahkan dari bahan makanan lain, ditempat yang
kering pada suhu kamar (150C – 250C). Penyimpanan untuk
cairan siap pakai dalam lemari pendingin (20C – 80C) dan
dihabiskan dalam waktu 24 jam
2.1.6.2 Penyimpanan Nutrisi Parenteral
Nutrisi Parenteral adalah nutrisi/makanan tambahan yang
diberikan melalui rute parenteral (intra vena) untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien. Penyimpanan nutrisi parenteral
komersial mengikuti syarat penyimpanan yang tertera pada label
produk.
2.1.6.3 Penyimpanan Bahan Radioaktif dan investigasi
RSUD Tenriawaru tidak melakukan kegiatan penggunaan bahan
radioaktif dan investigasi
2.1.6.4 Penyimpanan Obat Sampel
Penggunaan obat sampel tidak diperbolehkan di lingkungan RSUD
Tenriawaru
2.1.6.5 Penyimpanan Obat Untuk penelitian
RSUD Tenriawaru tidak melakukan kegiatan penggunaan obat
untuk penelitian
2.16.6 Penyimpanan Obat Sitostatika
RSUD Tenriawaru tidak melakukan kegiatan penggunaan obat
sitostatika
2.16.7 Penyimpanan Obat dengan Kewaspadaan Tinggi (High Alert)
Penyimpanan Obat dengan Kewaspadaan Tinggi (High Alert) harus
disimpan terpisah dengan obat-obat lainnya dan diberi penandaan
khusus baik pada tempat penyimpanan maupun pada obat high
alert itu sendiri. Lemari Penyimpanan obat High Alert dalam
lemari terkunci dan diberi tanda merah disekelilingnya. Obat
dengan Kewaspadaan Tinggi (High Alert) di beri Label dengan
tulisan HIGH ALERT
a. Penyimpanan Elektrolit Pekat
Elektrolit konsentrasi tinggi tidak boleh disimpan di unit
perawatan, kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting yang
disimpan di troli emergensi di unit tertentu, ruang intensive
dan kamar operasi. Disimpan pada kotak dan diberi merah
sekelilingnya.
Unit perawatan yang boleh menyimpan elektrolit konsentrasi
tinggi MgSO4 40% dan Meylon (Natrium Bicarbonat) di troli
emergensi adalah ruang Kamar bersalin, IRD Obgyn,
perawatan Mawar, dan perawatan Nifas
b. Penyimpanan Obat NORUM / LASA
Penyimpanan sediaan farmasi dengan penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak
boleh ditempatkan secara bersisihan tetapi kotak LASA yang
satu dengan yang lainnya dipisah minimal satu kotak obat
lain dan diberi stiker LASA dan Stiker HIGH ALERT untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
c. Penyimpanan Obat Narkotika
Narkotika harus disimpan di tempat khusus yang dibuat
seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, dan
mempunyai pintu ganda dengan kunci yang berlainan. Kunci
pintu luar dikuasakan ke asisten apoteker (AA) atau Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK). Kunci pintu dalam dikuasakan ke
apoteker. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang
aman dan tidak diketahui oleh umum.
2.16.8 Penyimpanan Obat Emergensi
Obat emergensi dan perbekalan emergensi lainnya disimpan
dalam troli emergensi atau tas emergensi. Dikunci dengan segel
yang mudah dibuka / dilepas. Sistem penyimpanan obat di troli
emergensi atau tas emergensi berdasarkan nama generik. Jenis
dan jumlah isi troli emergensi disesuaikan dengan standar dan
kebutuhan masing-masing ruangan. Setiap pengambilan obat
emergensi harus dapat dipertanggungjawabkan dan mudah
ditelusur. Troli emergensi di tempatkan di semua ruang
perawatan.Tas emergensi diperuntukkan untuk mobil ambulans
2.16.8 Penyimpanan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)
Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) termasuk bahan yang mudah
meledak / terbakar (misalnya : formalin, alkohol) diberi tanda
peringatan yang sesuai sifat bahan tersebut dan disimpan dalam
ruang / lemari khusus B3 yang ada di Farmasi
2.16.9 Penyimpanan Gas Medik
Penyimpanan gas medik harus terpisah dari tempat penyimpanan
sediaan farmasi, bebas dari sumber api, ditempat yang
berventilasi baik, dengan troli pengaman dan diberi label dan
warna yang sesuai jenis gas medik
2.16.9 Penyimpanan Obat yang dibawa Pasien dari Luar RS
Seluruh pengelolaan obat pasien yang berasal dari pasien, apabila
digunakan dalam pengobatan maka dilakukan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang berlaku. Obat yang dibawa oleh
pasien yang tidak digunakan lagi, di bawa pulang oleh keluarga
pasien
Obat yang dibawa oleh pasien baru rawat inap dari luar rumah
sakit harus dilakukan verifikasi terlebih dahulu oleh petugas
instalasi Farmasi RSUD Tenriawaru dan dicatat dalam formulir
Rekonsilisasi Obat serta disimpan di tempat / lemari tersendiri di
instalasi farmasi
2.1.7 Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Distribusi perbekalan farmasi dari instalasi farmasi dilakukan dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas jenis, jumlah dan ketepatan waktu
Pelayanan pendistribusian perbekalan farmasi dilaksanakan oleh gudang
dan depo farmasi, yang terdiri dari :
1. Gudang Farmasi
2. Depo farmasi pada jam kerja (1 shift) : Apotek Rawat Jalan
3. Depo farmasi 3 shift kerja : Depo Rawat Inap, Depo Umum, Depo IGD
dan Depo IBS
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan :
- Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada;
- Metode sentralisasi atau desentralisasi;
- Sistem resep individu, dispensing unit day dose atau kombinasi.
Pendistribusian perbekalan farmasi dari gudang farmasi ke unit-unit lain
di rumah sakit dilakukan dengan cara mengampra ke gudang farmasi.
Untuk penyerahan barang menggunakan sistem mutasi dan tercatat pada
kartu stok
2.1.7.1 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang
diselenggarakan dengan sistem resep perorangan atau sistem
dispensing unit day dosis oleh depo farmasi, di mana resep dan
obat pasien ditangani langsung oleh petugas perawatan dan
sistem unit dosis di ruang perawatan.
2.1.7.2 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang
diselenggarakan dengan sistem resep perorangan oleh depo
Farmasi.Rawat Jalan
2.1.7.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar jam kerja merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh :
a. Depo farmasi yang buka 24 jam;
b. Petugas on call gudang farmasi 24 jam untuk pelayanan
perbekalan farmasi yang hanya tersedia di gudang farmasi
c. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
untuk keperluan pelayanan perbekalan farmasi yang bersifat
emergensi
2.1.7.4 Pendistribusian Bahan Medis Habis Pakai di ruang perawatan
Pendistribusian Bahan Medis Habis Pakai untuk di ruang
perawatan dilakukan dengan cara mengampra yang dilakukan
pada setiap awal bulan dengan melampirkan Lembar Penggunaan
dan Penerimaan.
2.1.8 Peresepan
Merupakan kegiatan penulisan resep secara manual / tulisan atau
melalui sistem informasi rumah sakit / electronic prescribing. Resep
merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku
2.1.8.1 Yang berhak menulis resep adalah dokter umum, dokter spesialis,
dokter gigi yang bertugas dan mempunyai Surat Izin Praktek (SIP)
di RSUD Tenriawaru Penulisan resep harus dilakukan pada
blangko resep yang tersedia di RSUD Tenriawaru
2.1.8.2 Setiap resep harus memperhatikan kelengkapan persyaratan
administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis
Persyaratan administrasi meliputi :
- Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis
- Nama, nomor telepon, alamat (untuk resep narkotika) dan
tanda tangan/paraf dokter;
- Tanggal resep;
- Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan Farmasi meliputi:
- Bentuk dan kekuatan sediaan;
- Dosis dan jumlah obat;
- Stabilitas dan ketersediaan;
- Aturan, cara dan teknik penggunaan;
Persyaratan klinis meliputi:
- Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;
- Berat badan pasien terutama pasien anak (dibawah 14 tahun);
- Duplikasi pengobatan;
- Alergi, interaksi dan efek samping obat;
- Kontra indikasi, terutama pasien dengan kondisi gangguan
fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui
2.1.8.3 Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication
reconciliation) sebelum menuliskan resep. Penyelarasan obat
adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang
digunakan dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi
duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat. Penulis resep juga
harus mengetahui riwayat penggunaan obat pasien yang
kemudian digunakan sebagai acuan dalam pemesanan awal obat
pasien
2.1.8.4 Peresepan harus berdasarkan formularium yang berlaku. Dalam
penulisan resep tidak diperkenankan menggunakan singkatan
yang tidak resmi dan hindari penggunaan angka desimal (angka 0
dibelakang koma)
2.1.8.5 Peresepan obat narkotika golongan opiod intravena
Yang berhak menulis resep narkotika golongan opiod intravena
adalah dokter dalam Tim Tatalaksana Nyeri dan dokter anastesi
yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) dan memiliki
kewenangan klinik untuk menuliskan resep di RSUD Tenriawaru
2.1.8.6 Tidak diperbolehkan menuliskan “iter” dalam resep narkotika dan
tidak dapat dilakukan pengulangan pelayanan terhadap salinan
resep narkotika
2.1.8.7 Untuk menghindari adanya interaksi obat, demi keselamatan
pasien, maka maksimum jumlah permintaan sehari dalam satu
resep adalah 5 (lima) jenis obat. Kecuali dalam kondisi tertentu
yang dapat dipertanggungjawabkan secara klinis dan setiap
penulisan resep sebanyak dua atau lebih jenis obat harus disertai
dengan telaah interaksi obat dari farmasis / apoteker. Sumber
informasi yang digunakan untuk mengecek interaksi obat adalah
website Pelayanan Informasi Obat Bina Farmasi Kemenkes dan
aplikasi Medscape
2.1.8.8 Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum
dalam rekam medik pasien
2.1.8.9 Resep yang tidak memenuhi kelengkapan yang telah ditetapkan,
tidak akan dilayani oleh farmasi
2.1.8.10 Jika resep / instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak
jelas, maka apoteker / asisten apoteker / tenaga teknis
kefarmasian / perawat yang menerima resep / instruksi
pengobatan tersebut harus melakukan konfirmasi ke dokter
penulis resep
2.1.8.11 Instruksi lisan (verbal order) harus diminimalkan. Instruksi lisan
tidak diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Instruksi
lisan untuk obat high alert dan narkotika tidak diperbolehkan
kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi secara lisan harus
mengikuti sistem komunikasi efektif secara TBAK (Tulis dan Baca
Konfirmasi)
2.1.8.12 Untuk obat-obat tertentu dapat dilakukan automatic stop order
oleh instalasi farmasi

2.1.9 Penarikan dan Pemusnahan Obat


2.1.9.1 Penarikan
Merupakan kegiatan penarikan perbekalan farmasi yang tidak
terpakai karena kadaluarsa, rusak atau mutu yang tidak
memenuhi standar baik di gudang, depo, ruang perawatan dan
troli emergensi dengan cara membuat daftar obat yang akan
ditarik dari perbekalan farmasi kepada pihak terkait untuk
ditindak lanjuti sesuai dengan prosedur retur ke distributor dan
prosedur pemusnahan perbekalan farmasi.
Penarikan perbekalan farmasi (recall) dilakukan bila ada
pemberitahuan resmi bahwa ada penarikan suatu produk dengan
nomor produksi tertentu dikarenakan :
a. Tidak sesuai dengan standar wajib yang telah ditentukan
pemerintah
b. Adanya temuan yang dapat membahayakan keselamatan dan
keamanan konsumen
c. Adanya kasus / kejadian / peristiwa terhadap produk tersebut
yang telah berakibat membahayakan keselamatan pasien
Pemeriksaan mutu perbekalan farmasi dilakukan minimal sekali
dalam sebulan, yaitu dilakukan pada saat stok opname.
Pemeriksaan mutu di gudang dan depo farmasi dilakukan oleh
petugas farmasi (apoteker / asisten apoteker / Tenaga Teknis
Kefarmasian). Pemeriksaan mutu perbekalan farmasi di ruang
perawatan dan di troli emergensi dilakukan oleh perawat ruangan,
penanggung jawab obat dan apoteker ruangan.
2.1.9.2 Pemusnahan Obat
Pemusnahan dilakukan terhadap perbekalan farmasi yang telah
kadaluarsa atau rusak yang tidak bisa dikembalikan ke
distributor agar perbekalan farmasi tersebut tidak digunakan
ataupun disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Pemusnahan sediaan Farmasi dilakukan 3 - 4 tahun sekali oleh
Panitia Pemusnahan yang dibentuk oleh direktur RSUD
Tenriawaru dan disaksikan oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan
dan Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bone.
Pemusnahan dibuktikan dengan adanya Berita Acara
Pemusnahan

2.2 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan


Merupakan pendekatan professional yang bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan
dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan
lainnya.
Tujuan:
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit;
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan
dan efisiensi penggunaan obat;
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
terkait dalam pelayanan farmasi;
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.
Kegiatan :
2.2.1 Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan adminitrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan sesuai prosedur pengkajian
resep.

2.2.2 Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap telaah Resep,
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.
Telaah Resep meliputi kejelasan tulisan, benar pasien (nama, umur, jenis
kelamin, berat badan dan tinggi badan), benar dokter (Nama, NO.SIP,
alamat dan paraf), tanggal resep, asal ruangan, benar obat (bentuk dan
kekuatan), benar dosis (dosis dan jumlah obat), stabilitas, benar rute
(cara peggunaan), benar waktu pemberian (aturan pakai), benar
informasi, benar dokumentasi, duplikasi obat, alergi, kontra indikasi dan
interaksi obat.
Petugas yang berwenang melakukan telaah resep adalah apoteker dan
tanaga tehnis kefarmasian yang memiliki kompetensi dan telah mengikuti
pelatihan telaah resep
Tujuan :
- Mendapatkan dosis yang tepat dan aman;
- Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan secara oral atau enteral;
- Menurunkan total biaya obat.
Dispensing sediaan farmasi secara umum
a. Menyiapkan obat / bahan obat
Merupakan kegiatan mengambil obat dari tempat penyimpanan obat
berdasarkan permintaan (benar obat, benar dosis) dengan
memperhatikan mutu dan kelayakan obat yang meliputi bentuk fisik
dan penampakan kasat mata serta tanggal kadaluarsa
Penyiapan obat di ruang perawatan dibuat dalam unit dosis yang siap
dipakai dan dilakukan sesaat sebelum digunakan. Jika terdapat sisa
obat dari penyiapan tersebut maka harus dikembalikan ke depo
farmasi yang terdekat disertai dengan label dan formulir obat sisa
b. Pemberian label / etiket
Merupakan kegiatan pemberian label yang berisi informasi tentang
obat dan atau informasi pasien.
- Label obat untuk pasien terdiri dari : identitas pasien sesuai
kebijakan rumah sakit, nama obat, dosis obat, waktu pemberian,
rute pemberian dan tanggal kadaluarsa obat. Label warna putih
untuk penggunaan secara oral dan label warna biru untuk
penggunaan external (obat luar)
- Label obat yang mengalami perubahan bentuk harus
mencantumkan tanggal rekonsititusi atau pembuatan dan tanggal
kadaluarsanya
- Label obat multi dosis harus mencantumkan tanggal awal obat
dibuka dan tanggal kadaluarsa setelah dibuka. Jika tidak
dinyatakan secara khusus, maka tanggal kadaluarsa obat adalah
28 hari setelah obat dibuka
- Label bahan obat dan bahan berbahaya terdiri dari : nama bahan,
tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa dan peringatan yang
diperlukan
c. Validasi obat
Merupakan kegiatan memverifikasi obat yang telah disiapkan sebelum
diberikan ke pasien dengan memperhatikan benar obat (nama obat
dan tanggal kadaluarsa), benar pasien dan benar dosis, benar waktu
pemberian, benar rute pemberian
d. Penyerahan obat
Merupakan kegiatan menyerahkan / memberikan obat yang telah
disiapkan kepada petugas kesehatan lainnya dengan disertai informasi
yang dibutuhkan
e. Dokumentasi
Merupakan kegiatan pendokumentasian seluruh rangkaian kegiatan
dari dispensing obat dan dilakukan secara berkelanjutan segera
setelah melakukan kegiatan dispensing

2.2.3 Pemberian Obat


Merupakan kegiatan memberikan obat kepada pasien untuk
pengobatannya sesuai yang tercantum dalam rekam medis pasien.
Pemberian dan penggunaan obat ke pasien di ruang perawatan atau
ruang tindakan yang dilakukan oleh perawat, harus sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan perawat tersebut. Perawat yang boleh
memberikan obat adalah yang mereka yang terdaftar sebagai pegawai di
RSUD Tenriawaru, memiliki Surat Tanda Register, memiliki surat izin
praktek dan memiliki kewenangan klinis yang dibuktikan dengan SPK
(Surat Penugasan Klinis) dan RKK (Rincian Kewenangan Klinis).
Jika dalam kondisi tertentu dan pasien mendesak untuk menggunakan
obatnya sendiri, maka dapat dilaksanakan oleh pasien yang bersangkutan
atau keluarga pasien dengan tetap dalam pengawasan rumah sakit dan
tercatat dalam kontrol pemberian obat
Jenis obat yang dapat digunakan sendiri oleh pasien dibatasi pada obat
penggunaan external (obat luar), sirup, pen insulin bagi pasien yang
sudah biasa menggunakannya.

2.2.4 Pemantauan dan Pelaporan Kesalahan Pengobatan (Medication Error)


Merupakan kegiatan pemantauan terhadap kejadian kesalahn selama
proses pelayanan obat yang dapat menyebabkan cedera.
Tujuan :
- Untuk menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat
- Sebagai bahan evaluasi dan perbaikan mutu pelayanan obat
Pelaksanaan pemantauan dilakukan pada tahap :
- Proses pemilihan
- Proses penyimpanan
- Proses Peresepan
- Proses Penyiapan
- Proses Penyerahan dan Pemberian Obat
Yang termasuk insiden kesalahan obat adalah
a. Kesalahan peresepan (prescription error) : tulisan tidak terbaca atau
tidak jelas, salah tulis nama obat, bentuk sediaan, dosis, rute
pemberian dan waktu pemberian
b. Kesalahan pengeluaran dan pengemasan obat (dispensing error) : salah
menyiapkan obat, salah tulis etiket / label obat, obat diberi tidak
sesuai dengan stabilitasnya, obat diberi lewat tanggal kadaluarsanya
Insiden kesalahan terkait obat dilaporkan kepada Tim KPRS untuk
dilakukan penetapan grading berdasarkan dampak (consequences) dan
probabilitas (likelihood). Grading hijau dan biru dilakukan investigasi
sederhana, grading kuning dan merah dilakukan analisis akar masalah
(Root Cause Analysis, RCA) untuk menentukan tindakan yang perlu
dilakukan. Pelaporan kejadian insiden kesalahan selambat-lambatnya 2 x
24 jam setelah kejadian. Kejadian sentinel akibat obat adalah kematian
karena kesalahan pemberian obat dilaporkan dalam waktu selambat-
lambatnya 1 x 24 jam kepada direktur melalui Tim KPRS untuk dilakukan
analisis akar masalah (RCA) dalam kurun waktu 45 hari setelah kejadian.
2.2.5 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
Tujuan :
- Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
- Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali,
yang baru saja ditemukan
- Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan /
mempengaruhi timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian
dan hebatnya ESO
Kegiatan :
- Menganalisa laporan Efek Samping Obat (ESO)
- Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami Efek Samping Obat (ESO)
- Mengisi formulir ESO
- Melaporkan ke Panitia ESO Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan :
- Kerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi dan ruang rawat;
- Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Pemantauan terhadap efek obat dilakukan bersama antar dokter,
farmasis dan perawat. Setiap adanya kecurigaan efek samping obat atau
efek obat yang tidak diharapkan yang terjadi selama pengobatan
dilaporkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Efek samping obat atau
efek obat yang tidak diharapkan pada pasien rawat inap dan rawat jalan
yang terjadi dicatat dalam rekam medis pasien dan dilaporkan dalam
kurun waktu 2 x 24 jam sejak terjadinya efek samping obat atau efek obat
yang tidak diharapkan terjadi. Laporan diserahkan kepada direktur
melalui Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Efek samping obat atau efek obat yang tidak diharapkan yang dilaporkan
adalah semua reaksi efek obat yang terjadi dan reaksi efek samping yang
dicurigai sebagai akibat interaksi obat, misalnya anafilaktik, aritmia
jantung, perforasi usus, diskrasia darah, perdarahan lambung, edema
laring, serangan epilepsy dan neuropati, kelainan congenital, efek toksik
pada hati, gagal ginjal, efek karsinogenik, sindrom Steven Johson dan
semua efak fatal lainnya

2.2.6 Pelayanan Informasi Obat


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan :
- Menyediakan informasi menenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan dilingkungan rumah sakit;
- Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi panitia/Komite Farmasi dan
Terapi;
- Meningkatkan profesionalisme Apoteker;
- Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan :
- Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif;
- Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka;
- Membuat buletin, leaflet, label obat;
- Menyediakan informasi bagi Komite Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;
- Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya;
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
- Sumber informasi obat;
- Tempat;
- Tenaga;
- Perlengkapan
2.2.7 Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
pengunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap
Tujuan :
Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal
pemngobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek
samping obat (ESO), interaksi obat (obat dengan obat, obat dengan
makanan), tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan
pemggunaan obat-obat lain
Kegiatan :
- Membuka komunikasi antara apoteker dan pasien
- Menanyakan hal-hal yanng menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question
- Apa yang dikatakan dokter mengenai obat;
- Bagaimana cara pemakaian;
- Efek yang diharapkan dari obat tersebut;
- Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat;
- Verifikasi akhir : dan dengan mengecek pemahaman pasien ,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
degan cara penggunaan obat, untuk menngoptimalkan tujuan terapi
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kriteria Pasien :
- Pasien rujukan dokter
- Pasien dengan penyakit kronis
- Pasien dengan obat yang berindeks terapeutik sempit dan
polifarmasi
- Pasien geriatrik
- Pasien padiatrik
- Pasien pulang sesuai kriteria di atas
-
b. Sarana dan Prasarana :
- Ruangan khusus
- Kartu pasien / catatan / lembar konseling
2.2.8 Ronde / Visite pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter
atau tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan :
- Pemilihan obat
- Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik;
- Menilai kemajuan pasien
- Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain
Kegiatan :
- Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan tersebut kepada pasien
- Untuk pasien baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
- Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar;
- Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk
pemberian obat
- Setelah kunjungan, membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan setiap
Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari
pengulangan kunjungan.
Faktor-faktor yang perlu diperhaikan :
- Pengetahuan cara berkomunikasi;
- Memahami teknik edukasi;
- Mencatat perkembangan pasien.
2.2.9 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional
bagi pasien. Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pilihan obat, dosis,
cara pemberian obat, respon terapi, resiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki (RTOD) serta rekomendasi atau alternatif terapi. PTO harus
dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada
periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat
diketahui.
Pasien yang mendapat PTO diseleksi berdasarkan kriteria pasien dan obat
yang digunakan. Kondisi pasien yang perlu dilakukan PTO antara lain :
a. Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga
menerima polifarmasi
b. Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika
c. Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal
d. Pasien geriatri dan pediatri
e. Pasien hamil dan menyusui
f. Pasien dengan perawatan intensif
g. Pasien yang menerima regimen yang kompleks : polifarmasi, variasi
rute pemberian, variasi aturan pakai, cara pemberian khusus (contoh
inhalasi, drip intravena (bukan bolus), dsb
Adapun pasien dikatakan menerima obat dengan resiko tinggi, yaitu bila
menerima
- Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin)
- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh : gentamisin) dan hepatotoksik
(contoh : OAT)
- Sitostatika (contoh : metotreksat)
- Antikoagulan (contoh : warfarin, heparin)
- Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh : metoklorpramid, AINS)
- Obat Kardiovaskular (contoh : nitrogliserin)
Kegiatan Pemantauan Obat di RSUD Tenriawaru berdasarkan jenis
penyakit yaitu hipertensi dan diabetes mellitus.
Metode pelaksanaan PTO adalah dengan menggunakan kerangka S-O-A-
P sebagai berikut :
- S : Subjective
Data Subyektif adalah gejala yang dikeluhkan pasien. Misalnya pusing,
mual, nyeri, sesak nafas
- O : Objective
Data obyektif adalah tanda atau gejala yang terukur oleh tenaga
kesehatan. Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan
darah, suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan), hasil
pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
- A : Assessment
Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis terkait
obat
- P : Plans
Setelah dilakukan S-O-A maka langkah berikutnya adalah menyusun
rencana yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifiksi adanya
masalah terkait obat. Masalah yang dapat ditemukan antara lain sebagai
berikut :
1. Ada indikasi tetapi tidak diterapi : pasien yang diagnosisnya telah
ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan atau gejala klinik
harus diterapi dengan obat
2. Pemberian obat tanpa indikasi, pasien mendapatkan obat yang tidak
diperlukan
3. Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang bukan
pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama,
obat yang tidak cost effective, kontra indikasi)
4. Dosis terlalu tinggi
5. Dosis terlalu rendah
6. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (RTOD)
7. Interaksi Obat
Dalam PTO, petugas perlu memahami jenis-jenis efek samping obat
sebagai berikut :
1. Efek samping yang dapat diperkirakan
- Aksi farmakologik yang berlebihan
- Respons karena penghentian obat
- Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan
- Reaksi alergi
- Reaksi karena faktor genetik
- Reaksi idiosinkratik

2.2.10 Pengkajian Pengunaan Obat


Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan :
- Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu;
- Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan
kesehatan/dokter satu dengan yang lain;
- Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik;
- Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan pola.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
- Indikator peresepan;
- Indikator pelayanan;
- Indikator Fasilitas

BAB III
ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN

3.1 Struktur Organisasi


Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi dan struktur
organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan
kefarmasian. Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan
pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Struktur organisasi
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan dan manajemen
mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap
menjaga mutu.
3.2 Sumber Daya Manuasia Farmasi Rumah Sakit
Personalia Pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Tenriawaru adalah sumber
daya manusia atau tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian
yaitu Apoteker dan Tenaga Tekhnis Kefarmasian (TTK) asisten apoteker (AA)
yang termasuk dalam struktur organisasi Instalasi Farmasi dengan persyaratan
:
- Terdaftar di Departemen Kesehatan;
- Terdaftar di Asosiasi Profesi;
- Mempunyai STRA untuk profesi apoteker;
- Mempunyai STRTTK untuk tenaga tekhnis kefarmasian;
- Mempunyai SK Penempatan.
Dalam kondisi tertentu dimana apoteker tidak dapat melaksanakan tugas
sepenuhnya, maka pekerjaan kefarmasian dapat didelegasikan ke TTK yang
memiliki kompetensi dan kewenangan klinik tersebut. Kewenangan yang dapat
didelegasikan antara lain pengkajian resep, validasi obat, pemebrian obat dan
informasi obat ke pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lainnya.
Personalia pelayanan dan pemberian obat ke pasien di ruang perawatan dan di
ruang tindakan dapat didelegasikan dari farmasis / apoteker kepada perawat
ruangan yang memiliki kompetensi dan kewenangan klinik untuk memberikan
obat dan informasi obat

3.3 Komite Farmasi dan Terapi


Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah
sakit dan Apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.
Tujuan :
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan
obat serta evaluasinya;
b. Menerbitkan formularium rumah sakit
c. Melengkapi staf professional dibidang kesehatan dengan pengetahuan
terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.

3.3.1 Organisasi dan Kegiatan


Susunan Kepanitiaan Komite Farmasi dan Terapi RSUD Tenriawaru :
a. Komite Farmasi dan Terapi terdiri dari dokter mewakili semua staf
medis fungsional yang ada, Apoteker dan Perawat.
b. Ketua Komite Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada didalam
kepanitiaan . Sekretarisnya adalah Apoteker dari Instalasi Farmasi
atau Apoteker yang ditunjuk;
c. Membina hubungan kerja didalaM rumah sakit yang sasarannya
berhubungan dengan penggunaan obat.
3.3.2 Fungsi dan Ruang Lingkup
a. Mengembangkan formularium di Rumah sakit dan merevisinya.
Pemilihan obat untuk dimasukkaN dalam formularium harus
didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi
dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama;
b. Komite Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui
atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh
anggota staf medis
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan Rumah Sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus;
d. Membantu Instalasi Farmasi dalam mengembakan tinjauan terhadap
kebijakan- kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan
obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal
maupun nasional;
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di Rumah Sakit
dengan mengkaji Rekam Medik dibandingkan dengan standar
diagnose dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
secara terus-menerus penggunaan obat secara rasional;
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
(ESO);
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyakut obat kepada staf
medis dan perawat.
3.3.3 Kewajiban Komite Farmasi dan Terapi
a. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan Rumah Sakit untuk
mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional;
b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi,
formularium Rumah Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika dll;
c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan
obat terhadap pihak – pihak yang terkait;
d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut
3.3.4 Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Komite
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan direvisi setiap
tahun. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap
berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu
digunakan oleh staf medis, di lain pihak Komite Farmasi dan Terapi
mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat
yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kebutuhan pasien
3.4 Manajemen Mutu
Instalasi farmasi RSUD Tenriawaru berkewajiban melaksanakan program
pengendalian mutu pelayanan. Evaluasi mutu pelayanan dilakukan dengan cara
audit (penngawasan). review (penilaian), survey dan observasi langsung.
Monitoring dan evaluasi mutu pelayanan dilakukan terhadap pelayanan secara
prospektif, konkuren dan retrospektif. Indikator mutu yang diukur adalah waktu
tunggu obat jadi dan obat racik, kepatuhan terhadap penulisan resep sesuai
formularium, kekosongan obat dan kesalahan pemberian obat.

3.5 Administrasi dan Pelaporan


3.5.1 Administrasi
Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan
laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi.
Administrasi Keuangan Pelayanan Farmasi merupakan pengaturan
anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan pelayanan farmasi.
Administrasi Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karna kadaluarsa, rusak,
mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep,
dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten.

3.5.2 Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang
disajikan kepada pihak yang berkepentingan.
Tujuan :
- Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi;
- Tersedianya informasi yang akurat;
- Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan;
- Mendapat data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan;
- Agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi
dapat dikelola secara efisien dan efektif.
Penyusunan Laporan Evaluasi manajemen pengelolaan dan penggunaan
obat- obatan dibuat secara rutin setiap periode dalam bentuk :
a. Laporan bulanan berupa :
1. Laporan kegiatan yang terdiri dari :
- Pelayanan resep
- Transaksi Pendapatan / Penerimaan
- Pelayanan/ pengeluaran ke unit perawatan
2. Laporan stok opname
3. Laporan penggunaan Obat Narkotik dan Psikotropika
4. Laporan pengunaan obat bantuan/hibah
b. Laporan Triwulan berupa :
1. Laporan Standar Pelayanan Minimal yang terdiri dari
- Waktu tunggu obat jadi dan racikan
- Kepuasan pasien
- Peresepan obat formularium
- Kesalahan pemberian obat
c. Laporan tahunan berupa penyampaian rekapan dari laporan tiap bulan
dan rekapan laporan triwulan sebagai laporan akhir tahun.
Proses pendaftaran dan pelaporan dilakukan secara :
- Otomatis dengan menggunakan computer (soft ware)
- Pengambilan data dari rekam medik.
- Pengambilan data dari bagian evaluasi dan perencanaan

BAB IV
PENUTUP

Dengan ditetapkannya KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI DI RSUD


TENRIAWARU BONE, tidaklah berarti semua permasalahan tentang pelayanan
kefarmasian menjadi mudah dan selesai. Dalam pelaksanaanya di lapangan, sudah
barang tentu akan menghadapi berbagai kendala, antara lain sumber daya
menusia/tenaga, sarana dan prasarana serta kepatuhan dari pihak – pihak terkait
dalam melaksanakan kebijakan ini.

Untuk keberhasilan pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Farmasi di RSUD Tenriawaru


Bone yang merupakan penjabaran dari Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun
2016, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, perlu komitmen dan
kerjasama yang lebih baik antara seluruh jajaran di RSUD Tenriawaru, sehingga
pelayanan rumah sakit akan semakin optimaknl dan menjadi Rumah Sakit dengan
layanan berstandar Nasional dan khususnya pelayanan farmasi akan dirasakan oleh
pasien/masyarakat.

DIREKTUR

dr. Hj NURMINAH A. YUSUF, MARS


Pangkat : Pembina Utama Muda / IV.c
NIP : 196412061999032002

Anda mungkin juga menyukai