Anda di halaman 1dari 92

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH

MARDHATILLAH RANDUDONGKA
L
Jl. Jenderal Soedirman Timur Randudongkal Pemalang 52353
Telp/Fax . 0284 – 3287180 email : rsmuhmardhatillah@gmail.com

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MARDHATILLAH
NOMOR : /PRN/IV.06.AU/B/2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MARDHATILLAH

Menimbang : a. bahwa dalam upaya mendukung terlaksananya pelayanan


kefarmasian dan penggunaan obat secara efektif dan
efisien di Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah
maka diperlukan adanya Pedoman Pelayanan Kefarmasian;
b. bahwa agar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah dapat terlaksana dengan
baik, perlu adanya Pedoman Pelayanan Kefarmasian
sebagai landasan dalam melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah.
c. bahwa berdasarkan pasal a dan b di atas perlu ditetapkan
Peraturan Direktur tentang Pedoman Pelayanan
Kefarmasian

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014
tentang Tenaga kesehatan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tentang Pekerjaan Kefarmasian;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah
Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MUHAMMAD


IYAH MARDHATILLAH TENTANG PEDOMAN PELAY
ANAN KEFARMASIAN

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2) Pedoman Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan
sebagai acuan bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3) Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
5) Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
6) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
7) Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
8) Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang undangan.
9) Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
10) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
11) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.

Pasal 2
Pengaturan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3
1) Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.

2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. Penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.

3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf


b meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
h. dispensing sediaan steril.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Rumah
Sakit ini.

Pasal 4
1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung
oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur
operasional.
2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan peralatan.
4) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus
menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta
hubungan koordinasi di dalam maupun di luar Pelayanan Kefarmasian
yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
5) Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya kefarmasian dan
pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Rumah Sakit ini.

Pasal 5
1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus dil
akukan Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Mutu Pelayananan
Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Rumah Sakit ini.

Pasal 6
1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
melalui sistem satu pintu.
3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipimpin oleh
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dapat
dibentuk satelit farmasi sesuai dengan kebutuhan yang merupakan
bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Pasal 7
1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit wajib mengikuti Pedoman Pelayanan
Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Rumah Sakit
ini.
2) Pemangku kepentingan terkait di bidang Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus mendukung penerapan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

Pasal 8
Rumah Sakit, melalui instalasi farmasi wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
1) Dokumen Pedoman Pelayanan Kefarmasian tercantum dalam Lampiran
Peraturan Direktur ini, dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan
kefarmasian dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur ini.
2) Peraturan Direktur Rumah Sakit ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Randudongkal
Pada tanggal : 20 Dzulqa’dah 1443 H
20 Juni 2022M

Direktur
RS Muhammadiyah Mardhatillah

dr. Aviv Aziz Triono, MMR


NIK. 018.01.0716
LAMPIRAN 1
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SA
KIT MUHAMMADIYAH MARDHATIL
LAH
NOMOR : /PRN/IV.06.AU/B/2022
PEDOMAN PELAYANAN
KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT M
UHAMMADIYAH MARDHATILLAH

PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT MUH


AMMADIYAH MARDHATILLAH
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai,
norma agama, sosial budaya, moral dan etika profesi. Dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan pemerintah memiliki tanggungjawab dalam hal
merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menjalankan fungsinya harus
berlandaskan pada falsafah dan tujuan yang sesuai dengan visi, misi dan
kebijakan mutu yang ditetapkan rumah sakit untuk menunjang
tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu. Berdasarkan visi, dan
misi Rumah Sakit Umum Habibullah Gabus, maka Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Habibullah Gabus mengimplementasikannya dalam bentuk visi,
misi, falsafah, tujuan, fungsi, sistem, organisasi dan cakupan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit Umum Habibullah Gabus, yang disusun dalam
Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Umum Habibullah Gabus,
dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

B. TUJUAN PEDOMAN
Tujuan dari penyusunan buku Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah ini agar menjadi pedoman dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
di Rumah Sakit dan sebagai acuan bagi seluruh karyawan, khususnya yang
bekerja di Instalasi Farmasi, supaya dapat memberikan pelayanan yang cepat,
tepat dan memuaskan. Selain itu juga untuk meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian, memberikan jaminan kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
serta melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah meliputi
2 (dua) macam kegiatan :
I. Kegiatan bersifat manajerial, berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi :
1. Pemilihan/Seleksi
2. Perencanaan
3. Pengadaan
4. Penerimaan
5. Penyimpanan
6. Pendistribusian
7. Pemusnahan dan Penarikan
8. Pengendalian
9. Administrasi
1. Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik, meliputi :
1. Pengkajian dan pelayanan resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat
3. Rekonsiliasi obat
4. Pelayanan Informasi Obat
5. Konseling Apoteker
6. Visite Apoteker
7. Pemantauan Terapi Obat
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

D. BATASAN OPERASIONAL
1. Seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite Farmasi dan
Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas, serta jaminan purna
transaksi pembelian.
2. Perencanaan merupakan kegiatan yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam
pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
dengan menggunakan metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi yang
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3. Pengadaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi
untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui.
4. Penerimaan merupakan kegiatan memeriksa dan menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan dilakukan oleh petugas pengelola perbekalan
farmasi
5. Penyimpanan merupakan kegiatan menerima, menyimpan dan melakukan
pencatatan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan
pada tempat yang sesuai dengan kestabilan perbekalan farmasi tersebut dan
pengeluarannya berdasarkan sistem FlFO dan FEFO.
6. Distribusi merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi ke
unit-unit lain sesuai dengan surat pesanan/permohonan dari unit tersebut,
mencakup distribusi ke ruang rawat inap berdasarkan resep.

E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2009 tentang
Psikotropika.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07
/Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.11 Tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya.
12. Pedoman Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit tahun 2017.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. STANDAR SUMBER DAYA MANUSIA
Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar
tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 tahun
2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, maka RS
Muhammadiyah Mardhatillah yang merupakan Rumah Sakit Tipe D, maka
Tenaga Kefarmasian yang dimiliki paling sedikit terdiri atas:
1. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;
2. 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu
oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;
3. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian
Rumah Sakit.

B. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)


Tenaga kesehatan terdiri antara lain tenaga medis, tenaga kefarmasian,
tenaga keperawatan dan sebagainya. Tenaga kefarmasian menurut Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2009 terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.

Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah


kualifikasi SDM meliputi :
1. Tenaga kefarmasian dari berbagai pendidikan profesi yang terdaftar di
Departemen Kesehatan dan Asosiasi Profesi dan mempunyai ijin kerja dan
SK penempatan, yang terdiri dari :

a.a. Tenaga S-1 Profesi : SSarjana Farmasi Strata-1 (S1), Apoteker

b.b.Tenaga Akademi : TTenaga Teknik Kefarmasian (D3


Farmasi)
c.C.Tenaga Setingkat SLTA :
TTenaga Teknis Kefarmasian (SMF/SMK
Farmasi)

KUALIFIKASI
Nama Jabatan Jumlah
Pendidikan non formal/
Pendidikan Formal jumlah Kebutuhan
sertifikasi

Ka. Instalasi Apoteker 1 STRA, SIPA


Apoteker
Apoteker pendamping 2 STRA, SIPA
SMF atau D3
Asisten Apoteker Farmasi 7 STRTTK, SIKTTK

2. Perhitungan Kebutuhan Jumlah Tenaga


a) Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di Rawat inap yang meliputi pelayanan
farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas
pengkajian resep rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat, pemberian
informasi obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien rawat inap;
b) Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanañ Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan
farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik beserta
pendukungnya dengan aktivitas pengkajian Resep, entry obat ke
dalam SIM RS, dan pencetakan etiket, penyiapan obat, penempelan
etiket, pemeriksaan akhir hasil penyiapan obat, dan penyerahan obat,
serta konseling, idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio l
Apoteker untuk 50 pasien rawat jalan;
c) Kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan farmasi
yang lain seperti di ruang pengelolaan perbekalan farmasi, distribusi,
dan unit intra vena admixture steril/aseptic dispensing, ruang
pelayanan informasi obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas
dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi
RS Muhammadiyah Mardhatillah;

C. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Karyawan Instalasi Farmasi
Tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang akan melakukan
kegiatan pelayanan farmasi merupakan tenaga Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian dengan status kepegawaian dari RS Muhammadiyah
Mardhatillah;
2. Tenaga Pelayanan Farmasi dan Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian didistribusikan untuk
melakukan kegiatan pelayanan farmasi di unit pelayanan rawat inap dan
rawat jalan serta kegiatan pengelolaan perbekalan;
3. Distribusi tenaga farmasi untuk pelayanan farmasi meliputi :

 TENAGA KEFARMASIAN DAN TENAGA NON KEFARMASIAN


Bagian Jam Buka Shift

Farmasi Rawat Inap 24 Jam 3 shift

Farmasi Rawat Jalan 24 Jam 3 shift

Gudang Farmasi 07.00 – 14.00 1 shift

Namun demikian, implementasi di Instalasi Farmasi mengalami pe


nyesuaian agar dapat memenuhi prinsip yang telah dinyatakan diatas, yai
tu jumlah karyawan terbanyak ada untuk melayani pasien pada jam pelay
anan tersibuk di Instalasi Farmasi dengan distribusi Shift dapat dilihat pa
da tabel berikut :
Farmasi Rawat Inap Farmasi Rawat Jalan

Shift 1 07.00 – 14.00 07.00 – 14.00

Shift 2 14.00 – 21.00 14.00 – 21.00

Shift 3 21.00 – 07.00 21.00 – 07.00

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. KETENTUAN UMUM
1 Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi
ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku sehingga
menjamin terselenggaranya pelayanan kefarmasian dengan baik.
2 Sarana dan prasarana pelayanan kefarmasian meliputi:
a) Sarana distribusi/pelayanan
b) Sarana penyimpanan
c) Sarana peracikan
3 Tersedia ruangan, peralatan, dan fasilitas lain yang mendukung
administrasi, profesionalisme, dan fungsi teknik pelayanan farmasi,
sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional,
profesional, dan etis.
4 Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelayanan kefarmasian
harus memenuhi persyaratan kekuatan, keamanan, kecukupan,
kenyamanan, penerangan, dan kebersihan sesuai kebutuhan serta memiliki
ciri dan penandaan yang jelas/spesifik.
5 Ruangan-ruangan dan fasilitas tersebut adalah : penyimpanan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan, pengemasan kembali, ruang peracikan,
pendistribusian obat, pemberian informasi dan edukasi, penyimpanan
arsip resep, ruang tunggu pasien, tempat penyimpanan obat di ruang
perawatan, fasilitas toilet dan kamar mandi menyatu dengan rumah sakit,
ruang penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dari distributor, tempat untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang rusak dan kadaluwarsa atau
hampir kadaluwarsa.
6 Lokasi Instalasi Farmasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
7 Dipisahkan ruang-ruang menurut undang-undang yang berlaku.
8 Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat.
9 Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan
kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan
dan/atau institusi yang berwenang.
10 Peralatan harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasikan, serta
dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.

B. STANDAR FASILITAS
1. Bangunan
a) Bangunan untuk menyimpan obat dibangun dan dipelihara untuk
melindungi obat yang disimpan dari pengaruh temperatur dan
kelembaban, banjir, rembesan melalui tanah, termasuk bersarangnya
binatang kecil, tikus, burung, serangga dan binatang lain, cukup luas,
tetap kering dan bersih, dan tersedia tempat yang memenuhi
persyaratan untuk penyimpanan produk tertentu (narkotika,
psikotropika).
b) Bangunan harus mempunyai sirkulasi udara yang baik, selalu dalam
keadaan bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang-barang yang
tidak diperlukan. Penerangan yang cukup untuk dapat melaksanakan
kegiatan dengan aman dan benar.
c) Perlengkapan yang memadai untuk memungkinkan penyimpanan
produk yang memerlukan pengamanan maupun kondisi
penyimpanan khusus disertai alat monitor yang tepat, kondisi
penyimpanan yang menuntut ketepatan temperatur dan kelembaban.
d) Tata letak ruang (lay-out design) diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan pergerakan pada saat bekerja, mencegah terjadinya
kontaminasi mikroba serta menghindarkan dari hubungan langsung
antara ruang peracikan dan ruang konsultasi maupun ruang distribusi.
e) Suhu dan kelembaban ruang dijaga agar tidak mempengaruhi
stabilitas obat.
f) Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan
dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku :
- Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah.
- Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan
kefarmasian di Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah.
- Persyaratan fasilitas sarana prasarana tentang suhu,
pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari
pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan
dispensing terutama sediaan cair untuk obat luar maupun obat
dalam, bahan mudah meledak.
2. Pembagian Ruangan
Ruangan harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin
lingkungan kerja yang aman untuk petugas dan memudahkan sistem
komunikasi Rumah Sakit.
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi,
terdiri dari :
a) Ruang Penyimpanan

Ruang penyimpanan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan


medis habis pakai. Ruang ini harus diperhatikan kondisi, kebutuhan,
sanitasi temperatur sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan
untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas yang terdiri dari:
1) Kondisi Umum untuk Ruang Penyimpanan
(a)Obat Jadi
(b)Bahan baku obat
(c) Alat Kesehatan
2) Kondisi Khusus untuk Ruang Penyimpanan
(a)Obat Termolabil
(b)Sediaan Farmasi mudah terbakar
(c)Obat/Bahan obat berbahaya (narkotik/psikotropik)
(d)Obat High Alert dan LASA
b) Ruang Distribusi/ Pelayanan
1) Ruang distribusi untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi
rumah sakit
2) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap jadi
satu dan untuk melayani kebutuhan ruangan
3) Ruang peracikan obat
4) Ruang untuk penerimaan barang dan penyimpanan
c) Ruang Penunjang

Ruang penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi


adalah
1) Ruang tunggu pasien
2) Ruang penyimpanan dokumen/arsip resep dan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang rusak atau
kadaluwarsa
3) Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan
4) Fasilitas toilet dan kamar mandi menyatu dengan rumah sakit
d) Peralatan

Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan


terutama untuk perlengkapan peracikan dan dispensing baik untuk
sediaan cair, obat luar, maupun obat dalam. Fasilitas peralatan
dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan,
peneraan, dan dikalibrasi untuk peralatan setiap tahun.

Peralatan minimal yang tersedia :


1) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan
2) Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
3) Almari penyimpanan khusus untuk narkotika, dengan system
doubel pintu dan doubel kunci
4) Almari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
5) Penerangan, sarana air, ventilasi, dan sistem pembuangan limbah
(menjadi satu dengan rumah sakit) yang baik.
3. Macam-Macam Peralatan
a. Peralatan Kantor
1) Furniture (meja, kursi, almari buku/ rak dan lain-lain)
2) Komputer
3) Alat tulis kantor
4) Telepon
5) Almari/rak obat
b. Peralatan sistem komputerisasi
Sistem komputerisasi diadakan dan difungsikan secara optimal
untuk kegiatan administrasi, pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik.
Sistem informasi farmasi ini terintegrasi dengan sistem informasi
rumah sakit untuk meningkatkan efesiensi fungsi manajerial dan agar
data klinik pasien mudah diperoleh untuk monitoring terapi pengobatan
dan fungsi klinik lainnya. Sistem komputerisasi meliputi :
1) Jaringan
2) Perangkat keras
3) Perangkat lunak (program aplikasi)
c. Peralatan Penyimpanan
1) Peralatan penyimpanan kondisi umum
a) Almari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban,
dan cahaya yang berlebihan
b) Lantai dilengkapi dengan palet
2) Peralatan penyimpanan kondisi khusus
a) Almari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil.
Fasilitas peralatan penyimpanan dingin divalidasi secara berkala
b) Almari penyimpanan khusus narkotik dan obat psikotropika
c) Peralatan untuk penyimpanan obat
d. Peralatan pendistribusian
1. Pelayanan farmasi rawat jalan
2. Pelayanan farmasi rawat inap
3. Kebutuhan di ruang perawatan
4. Denah Ruang
1) Denah Ruang Instalasi farmasi
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. KEGIATAN PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT
KESEHATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan
proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam
ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan
Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh
Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan
non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung,
implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis habis


Pakai di RS Muhammadiyah Mardhatillah menggunakan sistem satu pintu
yaitu satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium,
pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien
melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian semua Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di RS
Muhammadiyah Mardhatillah merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi
RS Muhammadiyah Mardhatillah, sehingga tidak ada Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di RS
Muhammadiyah Mardhatillah yang dilaksanakan selain oleh Instalasi
Farmasi RS Muhammadiyah Mardhatillah;

Ruang Lingkup Pengelolaan Perbekalan Farmasi berupa pemilihan, peren


canaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, p
emusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan b
agi kegiatan pelayanan kefarmasian.

1. PEMILIHAN/SELEKSI
a. Pemilihan adalah proses kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan.
b. Penentuan pemilihan sediaan farmasi merupakan peran aktif dari
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk menetapkan kualitas dan
efektivitas, serta jaminan purna transaksi.
c. Tim farmasi dan terapi adalah komite yang bertanggung jawab
dalam mengelola formularium, melakukan evaluasi, edukasi dan
advisori aspek yang berkaitan dengan penggunaan obat di rumah
sakit kepada staf medik dan manajemen rumah sakit; dan meninjau
kebijakan serta prosedur tentang semua aspek penggunaan obat di
rumah sakit.
d. Rumah sakit berkomitmen untuk tidak memasukkan obat haram
dalam formularium rumah sakit
e. Daftar obat yang diterima atau disetujui oleh TFT untuk digunakan
di rumah sakit yang tercantum di dalam Buku Formularium Rumah
Sakit diutamakan yang telah termasuk dalam obat-obatan
formularium nasional.
f. Formularium rumah sakit berisi
1) Obat -obat generik
2) Obat -obat dalam formularium nasional
3) Obat branded
g. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit antara lain:
1) Melakukan analisis terhadap konsumsi obat satu tahun terakhir
dan dikelompokkan menjadi pareto A (fast moving), pareto B
(slow moving), dan pareto C (very slow moving) serta
dikombinasi dengan analisis VEN.
2) Membuat rekapitulasi usulan obat dari anggota staf medik dan
Sub Seksi Farmasi untuk obat-obat yang belum ada di
formularium edisi sebelumnya.
3) TFT melakukan penilaian terhadap hasil analisis dan usulan
anggota staf medik atau Instalasi Farmasi .
4) Hasil pembahasan dikembalikan kepada anggota staf medik
untuk mendapatkan umpan balik untuk kemudian dibahas
kembali oleh TFT.
5) Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium
Rumah Sakit.
6) Melakukan sosialisasi mengenai Formularium Rumah Sakit
kepada staf dan melakukan monitoring.
Formularium Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah di revisi ti
ap 1 tahun sekali, berdasarkan usulan semua dokter Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah yang disampaikan menurut Staf Medi
s Fungsional (SMF) masing-masing. Pencetakan buku formularium
disesuaikan dengan perubahan.
Proses revisi formularium dilaksanakan sesuai mekanisme yang dise
pakati antara ketua, sekretaris dan seluruh anggota Tim Farmasi Ter
api.
h. Kriteria pemilihan kebutuhan obat dalam formularium meliputi :
1) Memiliki rasio manfaat–resiko yang paling menguntungkan
pasien
2) Mutu terjamin, termasuk stabilitas
3) Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
4) Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
5) Relevan dengan pola penyakit di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah
6) Mengutamakan penggunaan obat esensial dan daftar obat
Formularium Nasional
Untuk menjamin pengendalian nilai persediaan obat, maka diteta
pkan kriteria obat yang masuk dalam formularium untuk tiap zat aktif ob
at dipilih 1 jenis produk generik, dan 2 jenis obat paten.
Bila obat yang ditambahkan dalam formularium adalah obat baru, maka
perlu ditetapkan kriteria untuk memastikan efikasi dan keamanan obat te
rsebut.
Secara umum hanya obat formularium yang disetujui untuk
diadakan secara rutin dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Prinsip
yang mendasari untuk menyetujui pemberian obat non formularium
adalah pada keadaan dimana penderita sangat memerlukan terapi obat
yang tidak tercantum di dalam formularium, sebagai contoh :
1) Kasus tertentu yang jarang terjadi, misalnya kelainan hormon pada
anak atau penyakit kulit yang jarang terjadi
2) Perkembangan terapi yang sangat memrlukan obat baru yang belum
terakomodir dalam formularium rumah sakit
Apabila dokter memberikan obat diluar formularium untuk kasus k
husus, demi kesembuhan pasien atau pertimbangan finansial tertent
u, obat tersebut akan diadakan dengan sistem pembelian khusus. As
sement untuk penetapan kekhususan kasus pasien dilakukan oleh A
poteker klinis dan atau Kepala Instalasi Farmasi.
i. Mekanisme pengajuan obat baru ke dalam formularium:
1) Dokter pengusul mengisi form usulan obat baru
2) Formulir diajukan ke Panitia Farmasi dan Terapi
3) Penilaian oleh TFT mengenai usulan yang disampaikan
4) Jawaban usulan diberikan secara tertulis baik diterima maupun
tidak
j. Obat baru (zat aktif maupun brand name} yang masuk formularium
akan dievaluasi awal selama 3 bulan pertama. Aspek evaluasi awal
meliputi:
1) Tingkat peresepan
2) Efek samping yang dilaporkan ke TFT
3) Tingkat KTD yang terkait dengan obat tersebut
4) Stabilitas obat dalam penyimpanan
5) Laporan klinisi terkait dengan efektivitas obat tersebut
k. Kriteria obat yang dikeluarkan dari formularium:
1) Obat very slow moving, non esensial, dan tidak memenuhi
syarat di atas
2) Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3
(tiga) bulan maka obat tersebut dikeluarkan dari formularium.
3) Ada keputusan pemerintah untuk menarik obat tersebut dari
peredaran.
4) Pihak principal beserta jajarannya melakukan pelanggaran etika
dalam memasarkan obat di RS Muhammadiyah Mardhatillah
5) Usulan dari dokter yang praktek di rumah sakit dengan
mempertimbangkan berbagai faktor.
l. Evaluasi formularium dilakukan setiap satu tahun sekali.
m. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,
pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit.
n. Evaluasi kepatuhan peresepan obat formularium dilakukan setiap
bulan.
o. Jika ada obat non formularium yang diresepkan harus mendapatkan
persetujuan dari manager pelayanan medis mempertimbangkan
alasan penggunaannya.
p. Instalasi Farmasi melakukan pencatan obat non formularium yang
diresepkan dan memberikan laporan kepada TFT.

2. PERENCANAAN KEBUTUHAN
a. Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan juml
ah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan baha
n medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk m
enjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu d
an efisien. yang telah ditentukan, disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia;
b. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat denga
n menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi da
n disesuaikan dengan anggaran yang tersedia;
c. Pedoman Perencanaan Kebutuhan
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1) Formulariurn RS Muhammadiyah Mardhatillah
2) Formularium Nasional;
3) E-Katalog Obat;
4) Anggaran yang tersedia;
5) Pola penyakit
6) Penetapan prioritas;
7) Sisa persediaan;
8) Data pemakaian periode yang lalu;
9) Waktu tunggu pemesanan; dan
10) Rencana pengembangan.
d. Perhitungan Perencanaan Kebutuhan Obat
1) Perhitungan perencanaan kebutuhan obat menggunakan metode
konsumsi dengan beberapa penyesuaian.
2) Ruang pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi dan
instalasi/bagian di luar Instalasi Farmasi mengusulkan
perencanaan di instalasi/bagian masing-masing kepada
koordinator pengelolaan perbekalan farmasi untuk kemudian
dilakukan kroscek dengan data distribusi.

3. PENGADAAN
a. Pengadaan adalah kegiatan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan yang sudah disusun dan disetujui.
b. Acuan pengadaan adalah formularium Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah, yang telah disusun dengan memperhatikan kebutuhan
pasien asuransi, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai
peraturan perundang-undangan, sesuai perencanaan reguler
(berdasarkan rata-rata kebutuhan, pada waktu yang ditetapkan,
kepada distributor terpilih) dan non reguler (pemenuhan fluktuasi
kebutuhan) yang ditetapkan.
c. Sistem Pengadaan Sediaan Farmasi, alkes dan bahan medis
habis pakai (BMHP) di Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah
mengacu pada kebijakan satu pintu sesuai dengan Undang-undang
Nomor Republik Indonesia 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
pasal 15 ayat 3.Dimana pengadaan yang dimaksud adalah termasuk
pengadaan perbekalan farmasi radiologi, laboratorium dan
perbekalan farmasi lainnya.
d. Pengadaan Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai (BMHP) harus :
1) Dari jalur resmi
2) Berdasarkan kontrak termasuk hak akses meninjau ke tempat
penyimpanan dan transportasi sewaktu-waktu
3) Ada garansi keaslian obat
e. Pengadaan Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai harus dari jalur resmi, dengan ketentuan memiliki :
a. Akte pendirian perusahaan
b. Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
c. NPWP
d. Ijin Pedagang Besar Farmasi atau Penyalur Alat Kesehatan
(PAK)
e. Perjanjian Kerjasama Distributor dengan Principal dan RS
f. Nama dan Surat Ijin Kerja Apoteker Penanggungjawab PBF
g. Alamat dan denah Kantor PBF
h. Surat Garansi jaminan keaslian produk yang didistribusikan
(dari principal)
f. Distributor atau pemasok dievaluasi setiap bulan, meliputi:
1) Lead time kurang dari 48 jam
2) Kesesuaian Purchasing Order (PO) dan Delivery Order (DO)
3) Ketersediaan obat di distributor (presentase obat yang tidak
dapat dilayani sesuai surat pesanan).
g. Pengadaan dilakukan melalui:
1) Pembelian
a) Pembelian dilakukan oleh kepala instalasi farmasi
berdasarkan informasi obat yang jumlahnya mendekati
reorder point (ROP) dari petugas gudang farmasi,
pembelian harus disetujui oleh supervisor instalasi farmasi
dan kepala bidang penunjang medik
b) Hal-hal yang diperhatikan dalam pembelian adalah:
(1) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai, yang meliputi kriteria umum dan
kriteria mutu obat
(2) Persyaratan pemasok.
(3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
(4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah
dan waktu.
c) Laporan pembelian di laporkan secara berkala kepada
direktur dan diverifikasi oleh supervisor instalasi farmasi
dan kepala bidang penunjang medik
d) Pembelian dilakukan dengan membuat Surat Pesanan (SP)
Surat pesanan ditandatangani oleh kepala Instalasi
Farmasi. Surat pesanan dibedakan menjadi : Surat Pesanan
Narkotika, Surat Pesanan Psikotropika, Surat Pesanan
Prekusor Narkotika, Surat Pesanan Reguler.
e) Tata laksana pengadaan perbekalan farmasi (perbekalan
farmasi ) di RS Muhammadiyah Mardhatiilah meliputi :
(1) Petugas gudang membuat laporan harian permintaan
obat dan alat kesehatan berdasarkan persediaan yang
sudah mendekati Reorder Point (ROP).
(2) Pengecekan persediaan obat dan alat kesehatan
dilakukan dengan melihat data kartu stok, data
computer dan mengecek secara langsung barang di
gudang.
(3) Laporan diserahkan kepada penanggung jawab gudang
untuk direncanakan pengadaan.
(4) Penanggung jawab gudang membuat Surat Pemesanan
(SP) perbekalan farmasi kepada Distributor/ Pedagang
Besar Farmasi (PBF).
(5) Pengadaan barang berbahaya dan beracun (B3),
supplier harus menyampaikan MSDS (Material Safety
Data Sheet
(6) Surat Pemesanan (SP) dibuat rangkap 2:
(a) Lembar 1 (putih) untuk distributor / PBF.
(b) Lembar 2 (merah) untuk arsip logistik Farmasi.
(7) Surat Pemesanan (SP) diserahkan kepada salesman
PBF yang berkunjung ke RS
(8) Pemesanan bisa juga dilakukan via telepon atau
wahatsap jika pada hari itu bukan jadwal salesman
untuk berkunjung, dan Surat Pemesanan (SP) dititipkan
kepada pengantar barang saat mengantar barang yang
dipesan.

2) Produksi Sediaan Farmasi


a) Produksi perbekalan farmasi berupa kegiatan membuat,
merubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi
non steril, dan dilakukan oleh petugas logistik farmasi
berpengalaman dibawah supervisi Apoteker.
b) Kriteria obat yang diproduksi adalah:
(1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran
(2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
(3) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih
kecil/repacking
3) Pengadaan Melalui Sumbangan/Dropping/Hibah
a) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sumbangan/dropping/hibah yang akan digunakan di
Rumah Sakit harus mendapatkan persetujuan dari Tim
Farmasi dan Terapi, dimonitor dan dievaluasi
penggunaannya.
b) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sumbangan/dropping/hibah harus dikelola oleh
Instalasi Farmasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan kepada Direktur
dan Dinas Kesehatan apabila hibah berasal dari
pemerintah;
c) Pasien tidak dikenakan biaya apabila diberikan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sumbangan/dropping/hibah.
4) Pengadaan Obat Program Pemerintah
a) Obat Program Pemerintah yang akan digunakan di Rumah
Sakit harus mendapatkan persetujuan dari Komite Farmasi
dan Terapi, dimonitor dan dievaluasi penggunaannya.
b) Obat Program Pemerintah harus dikelola oleh Instalasi
Farmasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan kepada Direktur
Utama dan Dinas Kesehatan Kabupaten;
c) Pasien tidak dikenakan biaya apabila diberikan Obat
Program Pemerintah.
(1) Tatalaksana pengadaan Obat Program Pemerintah:
(a) Kepala Instalasi Farmasi membuat permohonan
tertulis permintaan Obat Program Pemerintah
kepada Direktur Utama meliputi Kategori Obat
dan jumlah obat yang dibutuhkan;
(b) Kepala Instalasi Farmasi menyerahkan
permohonan tersebut kepada Staf Administrasi
Rumah Sakit untuk dibuatkan surat pengantar
permintaan Obat Program Pemerintah;
(c) Petugas RS datang ke Dinas Kesehatan Kabupaten
menyerahkan surat permintaan;
(d) Petugas RS pengelola Obat Program Pemerintah
menerima surat pengantar pengambilan Obat
Program Pemerintah di Gudang Farmasi
Kabupaten;
(e) Petugas RS mengambil Obat Program Pemerintah
ke Gudang Farmasi Kabupaten;
(f) Petugas RS menyerahkan surat pengantar
pengambilan obat dari DKK ke Petugas Gudang
Farmasi Kabupaten.
(g) Petugas RS melakukan pengecekan kesesuaian
antara obat yang sudah disiapkan dengan obat
yang diminta.
(h) Petugas RS dan Petugas Gudang Farmasi
Kabupaten melakukan serah terima Obat Program
Pemerintah;
(i) Petugas RS kembali ke rumah sakit
(j) Petugas RS menyerahkan Obat Program
Pemerintah dan dokumen ke Petugas gudang
Farmasi Rumah Sakit.
(k) Petugas gudang Farmasi RS melakukan proses
dokumentasi/ pencatatan.
(l) Petugas gudang Farmasi RS melakukan
penyimpanan pada rak Obat Program Pemerintah.
5) Pengadaan Obat/alkes Tidak Tersedia Saat Dibutuhkan
a) Tidak tersedia dikarenakan kosong distributor/terlambat
kirim Pengadaan Obat/alkes di luar formularium atau
keterlambatan suplai dari pemasok resmi dan kosong
distributor, maka Instalasi Farmasi akan mengupayakan
dari apotek rekanan atau instalasi farmasi rumah sakit luar
yang memiliki ijin resmi sehingga keaslian obat dapat
terjamin. Instalasi Farmasi tidak diperkenankan membeli
perbekalan farmasi dari jalur non formal.
b) Pemberitahuan Kepada staf medis terkait Penanganan
permasalahan obat dikarenakan kosong distributor dan
tidak tersedia di apotek rekanan serta instalasi farmasi
rumah sakit lain maka Kepala Instalasi Farmasi membuat
surat pemberitahuan kepada dokter beserta alternatif
penggantinya dan meminta konfirmasi ke dokter tentang
obat alternatif.
c) Tidak tersedia di ruang pelayanan farmasi dikarenakan
ruang pengelolaan perbekalan tutup/terkunci.
(1) Jika obat tidak tersedia pada saat akan digunakan
karena gudang farmasi tutup atau terkunci maka 2
orang petugas farmasi yang bertugas mengambil kunci
gudang.
(2) Pengambilan obat di luar jam kerja gudang farmasi
wajib mencatat di buku catatan pengambilan obat
6) Pengadaan obat/alkes yang ada di formularium (baik generik
dan paten), tetapi dokter menuliskan merek dagang yang lain,
maka petugas farmasi dapat memberikan obat yang ada dalam
formularium dengan mengkonfirmasikan ke dokter penulis
resep.
h. Monitoring dan Evaluasi Proses Pengadaan
1) Monitoring dan evaluasi proses pengadaan dilakukan setiap
bulan, meliputi:
a) Tingkat kesesuaian penerimaan barang dengan surat
pesanan
b) Kesesuaian lead time yang ditargetkan (target pengiriman
one day service)
c) Persentase obat yang tidak dapat dilayani sesuai surat
pesanan
2) Monitoring dan evaluasi pemasok dilakukan secara berkala
dan menjadi acuan dalam proses pengadaan perbekalan
farmasi selanjutnya.

4. PENERIMAAN
a. Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
b. Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor/
rekanan/ rumah sakit/ Apotek/ donatur lain oleh petugas penerima
barang, diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan.
c. Penerimaan perbekalan farmasi berdasarkan kesesuian terhadap :
1) Faktur perbekalan farmasi.
2) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP.
3) Kondisi fisik perbekalan farmasi.
4) Jumlah perbekalan farmasi.
5) Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan
farmasi tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun
dengan persetujuan user. Perbekalan farmasi yang kadaluwarsa
< 2 tahun tetapi sangat dibutuhkan dan akan segera digunakan
dapat diterima dengan masa kadaluwarsa lebih dari 6 bulan.
6) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of
origin untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS)
untuk bahan berbahaya.
d. Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh petugas
gudang farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang yang
disesuaikan dengan faktur barang datang.
e. Penyimpanan perbekalan farmasi.
f. Penerimaan perbekalan farmasi RS Muhammadiyah Mardhatillah
dilakukan di gudang farmasi setiap hari kerja. Penerimaan
perbekalan farmasi di luar jam dan hari kerja diterima oleh petugas
farmasi rawat jalan untuk selanjutnya diserah terimakan kepada
petugas gudang farmasi segera pada saat jam dan hari kerja unit
pengelolaan perbekalan farmasi.

5. PENYIMPANAN
a. Penyimpanan adalah kegiatan pengamanan dengan cara
menempatkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diterima, harus disimpan dalam kondisi yang memenuhi syarat
menurut sanitasi, suhu, cahaya, kelembaban, keamanan, dipisahkan
menurut kriteria tertentu yang ditetapkan untuk memastikan kualitas
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
yang disimpan dan keselamatan karyawan.
b. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi adalah:
1) Memelihara mutu sediaan farmasi
2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan
4) Memudahkan pencarian dan pengawasan
c. Pengaturan tata ruang penyimpanan
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyususnan,
pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan
pengaturan tata ruang penyimpanan dengan baik.
Faktor-faktor perlu dipertimbangkan dalam pengaturan tata ruang
penyimpanan meliputi :
1) Kemudahan bergerak
(a) Tempat penyimpanan menggunakan sistem satu lantai
(b) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat
2) Sirkulasi udara yang baik
Idealnya terdapat AC, alternatif lain adalah menggunakan kipas
angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi dan
jendela.
3) Rak dan pallet
4) Kondisi penyimpanan khusus
(1) Vaksin memerlukan “cold chain” khusus dan harus
dilindungi dari kemungkinan terputusnya arus listrik
(2) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam
lemari khusus dan selalu terkunci
(3) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus
5) Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adannya penumpukan bahan-bahan yang mudah
terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam
kebakaran dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan
dalam jumlah yang cukup.
d. Syarat ruang penyimpanan
Syarat tempat penyimpanan perbekalan farmasi yang baik adalah :
1) Cukup luas minimal 3 x4 m2 atau sesuai jumlah obat yang
disimpan
2) Ruangan kering dan tidak lembab
3) Adannya ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembap/panas
4) Perlu ada cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindarkan cahaya langsung
5) Lantai diberi alas papan (pallet)
6) Dinding dibuat licin
7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
8) Memiliki kunci ganda
9) Tersedian lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan
psikotropika yang selalu terkunci
10) Adannya pengukur suhu ruangan

Untuk menjaga keamanan penyimpanan perbekalan farmasi maka :


1) Perbekalan farmasi disimpan disertai kartu stok untuk digudang
farmasi sedangkan diunit pelayanan farmasi rawat inap atau pun
rawat jalan dan kamar operasi hanya untuk obat narkotik dan
psikotropika.
2) Semua pintu area penyimpanan perbekalan farmasi harus
dikunci setiap saat.
3) Petugas yang boleh masuk ke ruangan penyimpan obat adalah
- Petugas farmasi
- Petugas unit lain (petugas tehnik, cleaning service, EDP)
- Petugas di RS dan instansi yang berwenang melakukan
pemeriksaan (tim auditor RS, petugas dinkes, petugas
BPOM)
4) Untuk menjaga keamanan penyimpanan perbekalan farmasi di
gudang farmasi dipasang CCTV.
e. Sistem Penyimpanan
1) Penyimpanan perbekalan farmasi disusun dengan sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) yaitu
barang yang datang terlebih dahulu dan atau kadaluwarsa
terdekat dikeluarkan dahulu;
2) Semua perbekalan farmasi disimpan berdasarkan:
a) Stabilitas terhadap suhu;
b) Sifat bahan dan aturan khusus;
c) Bentuk dan jenis sediaan; dan
d) Berdasarkan urutan alfabet.
3) Perbekalan farmasi dalam kemasan besar tersusun rapi dan
teratur di atas pallet.
4) Nama masing-masing perbekalan farmasi tercantum dalam label
nama perbekalan farmasi dan terpasang secara rapi pada rak
penyimpanan.
5) Obat dan zat kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang terdiri atas isi/nama obat, tanggal
kadaluwarsa, dan peringatan khusus.
f. Tempat Penyimpanan Perbekalan Farmasi
1) Tempat Penyimpanan Setelah barang diterima di Instalasi
Farmasi RS Muhammadiyah Mardhatillah maka dilakukan
penyimpanan di Di gudang Farmasi dan disimpan sesuai dengan
instruksi dari produsen baik dalam hal temperatur maupun
kondisi ketahanan terhadap cahaya.
2) Tempat Penyimpanan Di Ruang Pelayanan Farmasi
Perbekalan farmasi di ruang penyimpanan farmasi rawat
jalan dan ruang pelayanan farmasi rawat inap disimpan pada
rak yang telah tersedia dan disimpan sesuai dengan instruksi
dari produsen baik dalam hal temperatur maupun kondisi
ketahanan terhadap cahaya.
Semua perbekalan farmasi disimpan pada suhu dan
kelembaban yang tepat dan terkontrol.
a) Suhu penyimpanan obat meliputi :
(1) Obat simpan pada suhu kamar, jika tidak dengan
penjelasan lain, berarti disimpan pada suhu 15°C -
25°C
(2) Obat simpan ditempat sejuk, jika tidak dengan
penjelasan lain, berarti disimpan pada suhu 8°C - 15°C
(3) Obat disimpan ditempat dingin, jika tidak dengan
penjelasan lain, berarti disimpan pada suhu 2°C - 8°C
b) Untuk memantau suhu penyimpanan perbekalan farmasi,
maka
(1) Setiap ruang penyimpanan perbekalan farmasi harus
dipasang termometer dan hygrometer ruangan dengan
ketentuan kelembaban 60%-70%.
(2) Refrigerator yang dipakai harus refrigenator yang
memiliki termometer digital.
(3) Semua kulkas tempat penyimpanan obat harus bersih,
bebas dari segala bentuk makan dan diberi label
“HANYA UNTUK MENYIMPAN OBAT”
c) Penyimpanan Obat dan Zat Kimia Yang Digunakan Untuk
Mempersiapkan Obat diberi label yang terdiri atas
isi/nama obat, tanggal kadaluwarsa, dan peringatan khusus.
3) Tempat Penyimpanan di Instalasi Pelayanan Pasien Yang Lain
a) Suhu Penyimpanan dalam almari pendingin 2 – 80C, suhu
ruang <300C.
b) Disimpan sesuai dengan instruksi dari produsen baik dalam
hal temperatur maupun kondisi ketahanan terhadap cahaya
c) Obat yang telah dibuka dari kemasannya harus diberi label
identitas obat, identitas pasien, jam berapa obat dibuka, dan
jika melewati batas kestabilan obat, obat harus segera
dibuang.
g. Tempat Penyimpanan Berdasarkan sifat bahan dan aturan khusus
Penyimpanan perbekalan farmasi berdasar sifat bahan dan aturan
khusus:
1) Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun
a) Tempat Penyimpanan Bahana Beracun Berbahaya
Bahan berbahaya (B3) yang bersifat mudah menyala atau
terbakar, eksplosif, radioaktif,oksidator/reduktor, racun,
korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi dan
berbahaya lainnya disimpan di tempat terpisah atau dalam
lemari terpisah (tahan api dan korosif). Semua bahan
memiliki label yang menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa,
dan label tanda bahan berbahaya peringatan disesuaikan
dengan klasifikasi B3
b) Kelengkapan Tempat Penyimpanan Bahan Berbahaya
Beracun (B3) Penyimpanan B3 harus disertai dengan
Material Safety Data Sheet (MSDS) atau Lembar Data
Pengaman (LDP) yang memuat identitas bahan, bahaya
yang ditimbulkan, cara penanggulangan bila terjadi
tumpahan/kebocoran serta cara penanggulangan
kedaruratan. Di tempat penyimpanan B3 harus dilengkapi
dengan Alat pelindung Diri (APD) bagi petugas.
2) Penyimpanan Narkotika dan psikotropika:
a) Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam
lemari tersendiri dan selalu terkunci.
b) Narkotika dan psikotropika di ruang pelayanan farmasi
disimpan pada lemari khusus dengan kunci ganda. Kunci
disimpan oleh dua petugas farmasi yang berbeda, yang saat
itu jaga, untuk menjamin keamanannya;
c) Petugas farmasi yang ditunjuk atau yang didelegasikan
dengan tepat harus menyimpan atau menjaga kunci lemari
narkotika dan psikotropika, selama petugas tersebut tidak
ada di ruang pelayanan farmasi maka harus menyerahkan
kepada petugas yang ditunjuk;
d) Setiap pergantian shift petugas yang memegang kunci
narkotik dan psikotropika melakukan serah terima dengan
petugas berikutnya dan mencatat dalam buku serah terima
kunci lemari narkotik dan psikotropika;
e) Ruang perawatan hanya menyimpan narkotika dan
psikotropika di dalam emergensi kit;
f) Penggunaan narkotika dan psikotropika dilaporkan secara
akurat kepada Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat
Kesehatan secara online melalui program SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narikotika dan Psikotropika).
3) Penyimpanan Obat High Alert Medications :
a) High Alert Medication yang disimpan di instalasi farmasi
terpisah dari obat lainnya dan diberikan label/peringatan
“high alert medication” di setiap kotak penyimpanan obat;
b) High alert medication golongan narkotika disimpan sesuai
dengan peraturan penyimpanan narkotika berdasarkan
peraturan perundang undangan.
c) High alert medication yang berada di ruang perawatan
disimpan dalam kotak emergensi yang memiliki kunci
dispossible bernomor dan diberi label/peringatan “high
alert medication” pada setiap obat.
d) Infus intravena yang mengandung high alert medication
harus diberikan label high alert medication.
e) LASA atau Norum disimpan tidak bersisihan dan diberikan
label LASA pada setiap kotak penyimpanannya maupun
pada setiap ampul dan vialnya.
f) Ketentuan lain mengenai High Alert Medication di atur
dalam Panduan High Alert Medication.
4) Penyimpanan Obat LASA
a) Obat Look Alike tidak ditempatkan berdekatan, dipisahkan
oleh minimal satu boks obat yang tidak Look Alike dan
diberi penandaan khusus berupa stiker LASA berwarna
kuning.
b) Obat Sound Alike diberikan penanda obat dengan prinsip
penulisan Tall Men Lettering dan diberi penandaan khusus
berupa stiker LASA berwarna kuning.
c) Prosedur penyimpanan obat LASA :
(1) Terima dan pisahkan sediaan farmasi yang termasuk
dalam obat LASA
(2) Siapkan kotak tempat penyimpanan obat maupun di
ampul atai vial untuk sediaan injeksi, dan beri stiker
LASA berwarna kuning
(3) Tulis nama obat menggunakan huruf kapital dengan
warna dan ukuran yang cukup sehingga terbaca dengan
jelas contoh penulisan obat Sound Alike DIAzepam,
LORAzepam, CeFOTAxim.
(4) Susun kotak LASA secara tidak berdekatan, dipisahkan
oleh satu boks obat yang tidak LASA
5) Penyimpanan Elektolit konsentrat:
a) Elektrolit konsentrat hanya disimpan di ruang pelayanan
farmasi, IGD, IBS, ICU, Kamar Bersalin
b) Disimpan di rak penyimpanan high alert medications;
c) Diberi wadah tambahan pada setiap satu botol elektrolit
konsentrat dan diberi label “High Alert-Elektrolit
konsentrat- harus diencerkan”;
d) Elektrolit disimpan sesuai prosedur penyimpanan high alert
medications.
6) Penyimpanan obat emergensi
a) Obat emergensi disediakan sesuai standar di unit-unit
pelayanan pasien dalam kondisi aman, siap pakai, dan dapat
diakses segera untuk memenuhi kebutuhan emergensi.
b) Obat emergensi sesuai standar yang ditetapkan rumah sakit,
di bangsal perawatan, ICU, Kamar Operasi, dan IGD
disimpan di trolley (suhu ruangan) yang memiliki kunci
dispossible bernomor yang bisa dipotong saat akan
digunakan dan penyimpanan di kotak di dalam kulkas
c) Dipakai hanya untuk emergensi saja dan sesudah dipakai
harus segera diresepkan untuk diganti dengan obat (untuk
trolley emergensi) dan emergensi kit yang lengkap (untuk
kotak emergensi) dengan kunci yang baru.
d) Harus dicek secara berkala setiap satu bulan sekali meliputi
aspek ketepatan jumlah dan kondisi obat (kadaluarsa atau
rusak)
e) Penggunaan obat emergency disertai dengan berita acara
penggunaan obat emergency, yang selanjutnya dilakukan
penggantian obat oleh petugas farmasi maksimal 2 jam
sejak obat digunakan.
f) Penggantian obat emergency disertai dengan berita acara
penggantian obat emergency.
g) Supervisi penyimpanan obat emergency dilakukan sebulan
sekali oleh petugas farmasi yang ditunjuk dengan disertai
berita acara.
7) Penyimpanan Nutrisi parenteral
a) Disimpan terpisah dengan sediaan lain dan dipantau kondisi
penyimpanannya;
b) Disimpan sesuai instruksi dari produsen baik dalam hal
temperatur maupun kondisi ketahanan terhadap cahaya;
c) Penyimpanan cairan nutrisi parenteral diperiksa secara
teratur untuk memastikan kondisi penyimpanan (suhu,
kelembaban, kadaluarsa, dan kerusakan) dan keamanannya
serta dicatat dalam form monitoring suhu penyimpanan
nutrisi.

8) Penyimpanan Nutrisi Enteral


a) Prosedur Penyimpanan Nutrisi Enteral
(1) Terima dan periksa keadaan sediaan nutrisi enteral,
meliputi tanggal kadaluwarsa, kemasan masih utuh,
tidak penyok dan tidak rusak
(2) Nutrisi enteral yang memenuhi syarat diterima dan
disimpan di tempat penyimpanan yang telah disetujui
(3) Susun nutrisi enteral mengikuti prinsip kombinasi
antara prinsip FIFO (First In First Out = pertama
masuk- pertama keluar) dan FEFO (First Expired First
Out = pertama kadaluwarsa-pertama keluar);
(4) Catat jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
sediaan enteral di dalam kartu stok
(5) Jumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran sediaan
nutrisi enteral pada kartu stok.
(6) Catat nama/paraf petugas pada kartu stok
b) Prosedur Penyimpanan Nutri Enteral Yang Kemasannya
Telah Dibuka
(1) Nutrisi enteral yang telah dibuka kemasannya akan
disimpan dalam lemari penyimpanan sesuai dengan
rekomendasi pabrik.
(2) Petugas gizi yang membuka kemasan nutrisi enteral
wajib menempelkan label yang berisi tanggal
pembukaan kemasan nutri enteral.
(3) Untuk pemberian nutrisi enteral kepada pasien, Ahli
Gizi terlebih dahulu akan menakar dan menyimpan
nutrisi enteral tersebut di dalam plastik dan
ditempelkan stiker yang menuliskan tanggal
pengemasan, jenis nutrisi enteral, dan nama pasien
yang menerima nutrisi enteral.
(4) Nutrisi enteral yang telah dibuat segera diberikan
kepada pasien sesuai dengan jadwal pemberian.
(5) Pembersihan lemari penyimpanan dilakukan secara
berkala setiap sepekan tiga kali oleh petugas gizi.
(6) Petugas gizi memonitoring suhu penyimpanan nutrisi
enteral sesuai rekomendasi pabrik secara berkala tiga
kali dalam sepekan.
(7) Nutrisi enteral ditempatkan dalam wadah tertutup rapat,
terbungkus rapat, tidak berlubang dan tidak tembus
cahaya.
9) Penyimpanan Obat-obat pasien rawat inap yang dibawa dari
rumah
a) Obat yang dibawa pasien dari rumah disimpan di instalasi
farmasi
b) Obat yang diputuskan oleh DPJP untuk dilanjutkan
penggunaannya, diberikan kepada pasien dengan sistem
distribusi Peresepan Individual menggunakan stok obat
instalasi farmasi dan diberikan oleh petugas yang
berwenang;
c) Obat yang disimpan di instalasi farmasi akan dikembalikan
kepada pasien ketika pasien pulang.
10) Penyimpanan Sediaan Farmasi Sumbangan/Dropping/Hibah
a) Pengelolaan perbekalan farmasi sumbangan/dropping/hibah
dilakukan dengan tertib yaitu disertai dengan dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas, dan sesuai dengan
kebutuhan.
b) Petugas ruang pengelolaan perbekalan farmasi melakukan
penyimpanan sumbangan/dropping/hibah di rak ruang
pengelolaan perbekalan farmasi terpisah dengan obat lain
dan disertai kartu stok.
c) Penyimpanan perbekalan farmasi
sumbangan/dropping/hibah di ruang pelayanan farmasi
diawali dengan permintaan ke ruang pengelolaan
perbekalan farmasi.
d) Penyimpanan perbekalan farmasi
sumbangan/dropping/hibah di ruang pelayanan farmasi
disimpan terpisah dari obat lain.
11) Penyimpanan Perbekalan farmasi sampel:
a) Perbekalan farmasi sampel yang ada di RS Muhammadiyah
Mardhatillah adalah berupa alat kesehatan dan perbekalan
farmasi yang didonasikan ke rumah sakit namun tidak
untuk tujuan clinical trial dan tidak diperjualbelikan;
b) Alat kesehatan sampel disimpan terpisah dengan perbekalan
farmasi yang lain.
12) Penyimpanan vaksin
a) Vaksin disimpan di dalam lemari es dengan suhu 2–8 oC;
b) Setiap hari suhu lemari es dipantau secara berkala;
c) Vaksin disimpan di unit farmasi rawat jalan, gudang farmasi
dan rawat inap secara aman di ruangan berkunci;
d) Semua persediaan vaksin di rawat inap diperiksa secara
teratur setiap hari oleh farmasi untuk memastikan kondisi
penyimpanan yang tepat terpenuhi termasuk temperatur
dan keamanannya.
13) Penyimpanan reagen
a) Reagen disimpan secara aman di ruangan terkunci dan
menggunakan indikator suhu yang sesuai kebutuhan
reagen;
b) Semua persediaan reagen pada unit harus diperiksa
secara teratur untuk memastikan kondisi penyimpanan
yang tepat terpenuhi:
(1) Temperatur;
(2) Tidak boleh terkena sinar matahari langsung;
(3) Tutuplah botol waktu penyimpanan;
(4) Reagen yang mudah rusak bila terkena paparan sinar
matahari langsung harus disimpan dalam botol coklat;
(5) Bahan-bahan berbahaya dioletakkan di bagian
bawah/lantai dengan label tanda bahaya;
(6) Buat kartu stok yang memuat tanggal penerimaan,
tanggal kadaluwarsa, tanggal wadah dibuka, jumlah
reagen yang diambil dan jumlah reagen sisa serta paraf
tenaga pemerika yang menggunakan reagen.
h. Supervisi Apoteker Ke Tempat Penyimpanan Obat
1) Seluruh tempat penyimpanan obat dilakukan pengecekkan secara
berkala setiap satu pekan sekali melalui supervisi Apoteker;
2) Supervisi Apoteker di tempat penyimpanan meliputi:
a) Suhu dan kelembapan yang tertera pada termohigrometer;
b) Pengisian lembar monitoring suhu dan kelembapan oleh
petugas;
c) Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan farmasi, FIFO
dan FEFO, alfabetis, stabilitas dan instruksi dari produsen;
d) Penyimpanan bahan berbahaya (B3), high alert, dan nutrisi
disimpan terpisah dan diberi penandaan;
e) Tanggal kadaluwarsa obat;
f) Melakukan pemeriksaan obat-obatan emergensi di unit
pelayanan pasien (obat emergensi disimpan dalam toolbox
dengan keadaan terkunci menggunakan kunci dispossible)
dan diperiksa ketepatan jumlah dan jenis sesuai dengan
daftar obat emergensi serta kondisi obat (kadaluwarsa
kurang dari 1 bulan atau rusak);
g) Ada tidaknya hewan pengerat meliputi semut, rayap, tikus
dan lainnya.

6. PENARIKAN/RECALL OBAT-OBATAN
a. Kriteria Barang Yang Dilakukan Penarikan/Recall meliputi :
1) Obat kadaluwarsa;
2) Obat rusak;
3) Obat ditarik oleh pabrik/distributor obat;
4) Mutu substandar;
5) Adanya risiko yang dapat membahayakan pasien.
b. Mekanisme Penarikan/Recal
1) Ruang pengelolaan perbekalan farmasi mendokumentasikan dan
membuat berita acara penarikan sediaan farmasi
2) Perbekalan farmasi tersebut dikembalikan ke distributornya
dengan disertai serah terima antara farmasi dan distributor
sediaan farmasi.
3) Perbekalan farmasi yang dicabut izin edarnya oleh BPOM,
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) maka segera dipisah dan dikeluarkan dari
tempat penyimpanan di seluruh unit yang menyimpan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tersebut,
kemudian dikembalikan ke unit pengelolaan perbekalan
farmasi.
c. Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang Kadaluarsa / Rusak
1) Obat dan alat kesehatan yang telah kadaluarsa atau rusak
disimpan di lemari terpisah, didalam kardus di beri label
“Obat Rusak/ Kadaluarsa, Jangan Diracik/ Digunakan” dan
tanda silang merah.
2) Obat kadaluarsa tidak boleh digunakan.
3) Pengecekan tanggal kadaluarsa :
a) Pengecekan tanggal kadaluarsa obat dan alkes di setiap
area penyimpanan dilakukan setiap seminggu sekali, oleh
petugas farmasi yang ditunjuk.
b) Tiga bulan sebelum tanggal kadaluarsa, semua
perbekalan farmasi harus sudah dikembalikan ke Gudang
Farmasi, kecuali obat serum/ vaksin 1 bulan mendekati
tanggal ED, baru ditarik ke gudang farmasi.

7. Pemusnahan Sediaan Farmasi


a. Sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
akan dimusnahkan diberikan kepada Bagian Sanitasi/Kesling setiap
1 tahun sekali.
b. Tahapan pemusnahan obat terdiri dari:
1) Instalasi Farmasi membuat daftar sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang akan
dimusnahkan;
2) Instalasi Farmasi membuat laporan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang akan
dimusnahkan ke Sub Bagian Sanitasi/Kesling dan disertai serah
terima antara Instalasi Farmasi dan Bagian Sanitasi/Kesling.
3) Bagian Sanitasi/Kesling Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah bekerjasama dengan pihak ketiga untuk
memusnahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai

8. Administrasi Penyimpanan
Keluar masuknya perbekalan farmasi dicatat dalam kartu stok barang da
n Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM RS).
a. Fungsi Kartu Stok
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa)
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 (satu) jenis obat
3) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian
mutasi obat
4) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding
terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanannya.
b. Kolom-kolom pada Kartu Stok diisi sebagai berikut:
1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran.
2) Tanggal kadaluwarsa
3) No batch
4) Jumlah penerimaan
5) Jumlah pengeluaran
6) Sisa stok
7) Paraf petugas yang mengerjakan
c. Penggunaan Kartu Stok
Kegiatan yang harus dilakukan :
1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat
bersangkutan
2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
3) Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/ daluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok
4) Seminggu sekali jumlah obat fisik dicocokan dengan kartu stok
5) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan

9. PERESEPAN, PERMINTAAN, PENCATATAN, DAN


PENYALINAN
a) Peresepan dan Permintaan
1) Tata Laksana Peresepan.
a) Seluruh permintaan /peresepan obat dilakukan oleh dokter yang
memiliki SIP, diberi kewenangan oleh Direktur Utama RS
Muhammadiyah Mardhatillah untuk melakukan peresepan dan
ditetapkan dengan Surat Kebijakan Dokter Penulis Resep;
b) Penulisan resep harus memperhatikan kelengkapan elemen pokok
resep.
c) Permintaan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dapat
dilakukan oleh perawat dengan menggunakan formulir “Lembar
Permintaan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai”;
d) Dalam hal DPJP tidak ada di tempat atau instruksi terapi
diberikan lewat telepon maka dokter jaga yang melakukan
penulisan resep.
e) Setiap obat yang diresepkan oleh dokter dan yang diberikan
kepada pasien harus ditulis di dalam rekam medis, termasuk
dosis dan cara pemberiannya.
f) Tulisan harus jelas dan dapat dibaca.
g) Ketentuan lain mengenai Peresepan di atur tersendiri dalam
Keputusan Direktur tentang Pedoman Peresepan.
2) Rekonsiliasi Obat
a) Pengertian Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pe
ngobatan dengan obat yang telah didapat pasien.
b) Tujuan Rekonsiliasi
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat
(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalah
an dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) re
ntan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rum
ah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang kelua
r dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
c) Apoteker wajib melakukan rekonsiliasi pasien terkait obat pada
saat pasien masuk rumah sakit, pindah unit pelayanan dan
sebelum pulang
d) Apoteker wajib mendata hasil rekonsiliasi dalam rekam medis
antara lain:
(1) Nama obat;
(2) Dosis / frekuensi;
(3) Berapa lama;
(4) Alasan minum obat; dan
(5) Berlanjut atau tidak saat rawat inap.
e) Dalam kondisi tertentu dimana terbatasnya tenaga apoteker
dalam melakukan rekonsiliasi, maka rekonsiliasi dapat
didelegasikan kepada staf klinis yang sesuai.
3) Assesmen riwayat alergi obat
Dokter wajib assesmen pasien terkait riwayat alergi obat dan mendat
a di rekam medis antara lain :
a) Tanggal kejadian;
b) Nama obat;
c) Severity alergi : ringan (tidak perlu terapi atau perlu terapi,
gejala hilang ≤ 24 jam), sedang (perlu terapi, gejala hilang > 24
jam) dan berat (shok anaphilaksis, steven Johnson); dan
d) Manifestasi reaksi alergi.
4) Resep untuk 1 pasien
Resep harus dituliskan untuk satu pasien sesuai dengan identitas di r
esep. Dalam satu resep tidak boleh dituliskan untuk pasien lain (mis
alnya untuk keluarganya).
5) Identitas Pasien
a) Data yang akurat untuk identifikasi pasien, yaitu:
(1) Nama Pasien;
(2) Nomor rekam medis;
(3) Jenis kelamin;
(4) Alamat; dan
(5) Usia/tanggal lahir.
b) Data identitas pasien di RS Muhammadiyah Mardhatillah
sudah menggunakan stiker yang dicetak dari SIMRS.
6) Resep yang lengkap memenuhi unsur/syarat sbb:
a) Persyaratan administrasi:
(1) Identitas pasien;
(2) Nama dokter dan nomor Surat Izin Praktek (SIP);
(3) Berat badan (untuk pasien anak);
(4) Nomor rekam medik;
(5) Ruangan/poliklinik; dan
(6) Tanggal peresepan (hari/bulan/tahun).
b) Persyaratan farmasetik:
(1) Tanda R/ pada setiap sediaan;
(2) Bentuk sediaan;
(3) Kekuatan sediaan dan dosis;
(4) Cara dan teknik penggunaan/pemberian; dan
(5) Jumlah.
c) Persyaratan klinik:
(1) Riwayat alergi obat harus ditulis pada lembar resep;
(2) Tidak ada duplikasi pengobatan;
(3) Aturan pakai lengkap meliputi waktu
penggunaan/frekuensi, dosis dan rute pemberian;
(4) Upayakan untuk menghindari interaksi obat-obat ;
(5) Perhatikan efek samping obat;
(6) Tidak kontraindikasi; dan
(7) Perhatian untuk efek adiksi.
7) Penulisan Obat Generik dan Nama Dagang:
a) Obat generik diresepkan bagi pasien peserta JKN, atas
permintaan pasien, dan atas pengkajian dokter terhadap riwayat
pengobatan pasien;
b) Obat dengan nama dagang (bermerk) diresepkan bagi pasien
umum, pasien peserta JKN kelas rawat VIP.
c) Penulisan resep dengan nama dagang (bermerek) boleh
disubtitusi dengan generik bagi atas permintaan pasien, atau
atas ketentuan penjamin;
d) Pasien JKN diutamakan diresepkan dengan obat yang masuk
daftar Formularium Nasional;
e) Peresepan obat generik maupun merek bagi pasien relasi
disesuaikan dengan ketentuan masing-masing relasi;
f) Perubahan terapi pasien dari generik ke paten/merek atau
sebaliknya atau ganti terapi yang disebabkan visite dokter
pengganti atau konsulan atau rawat bersama maka yang
menentukan adalah DPJP dan terapi DPJP menjadi acuan
perencanaan kebutuhan obat pasien rawat inap;
g) Penggunaan obat diluar Formularium Rumah Sakit dan
Formularium Nasional harus mendapat persetujuan dari
Direktur Pelayanan Medik setelah mendapat rekomendasi dari
Komite Medis dan Komite Farmasi dan Terapi.
8) Penulisan nama
a) Obat tunggal ditulis dengan nama generik atau brand name
sesuai formularium RS Muhammadiyah Mardhatillah
b) Dilengkapi bentuk sediaan (tablet, sirup, drop, injeksi, salep,
sup, ovula dll) dan dosis sediaan (contoh 250 mg, 500 mg);
c) Nama obat dalam resep tidak diperbolehkan untuk disingkat;
d) Setiap item wajib diberi tanda tangan/paraf dokter;
9) Aturan pakai :
a) Dosis pemberian obat non oral untuk anak-anak wajib dengan
mg (milligram);
b) Jika perlu atau p.r.n (pro renata) harus dituliskan dosis maksimal
dalam sehari;
c) Penulisan milliliter dengan “ml” (tidak “cc”) untuk mencegah
kesalahan transkripsi dengan C (sendok makan) atau cth
(sendok teh);
d) Jika aturan pakai obat terlalu panjang untuk ditulis di kertas
resep (misalnya kortikosteroid oral dengan penurunan dosis
berkala) boleh dituliskan singkatan u.c. (usus cognitus) atau u.n.
(usus notus). Kepada pasien diserahkan kertas terpisah dengan
keterangan lengkap cara penggunaan obatnya hari demi hari.
10) Untuk pemesanan obat High Alert Medication dan LASA/NORUM
a) Peresepan tidak boleh diberikan hanya secara lisan;
b) Resep harus ditulis oleh DPJP atau dokter jaga dengan tulisan
yang jelas dan dapat dipahami oleh penerima resep;
c) Resep ini harus mencakup minimal:
d) Nama pemberi instruksi dan nama penulis resep;
e) Nama pasien dan nomer rekam medis;
f) Tanggal dan waktu resep dibuat;
g) Untuk high alert medications ditulis : Nama obat (zat aktif),
dosis, jalur pemberian, dan tanggal pemberian setiap obat
h) Dokter harus menuliskan diagnosis, kondisi, dan indikasi
penggunaan setiap high alert medications serta kecepatan dan/
atau durasi pemberian obat secara tertulis di rekam medik;
i) Informasi terbaru tentang pemberian elektrolit konsentrat akan
dievaluasi dan diberikan secara periodik yang menyangkut
standar pelayanan, dosis, dan konsentrasi obat (yang telah
disetujui oleh Komite Farmasi dan Terapi), serta informasi yang
dibutuhkan untuk mengoptimalisasi keselamatan pasien.
11) Penanganan bila terjadi permasalahan dalam resep
a) Jika terdapat permasalahan dalam resep
Penanganan permasalahan dalam resep yaitu permintaan obat- o
batan tidak lengkap, tidak terbaca, atau tidak jelas, tidak tepat p
asien, indikasi, obat, dosis, cara pemberian, waktu pemberian, a
danya interaksi obat, alergi, kontra indikasi, dan obat non formu
larium, ataupun obat tidak tersedia di rumah sakit, maka petuga
s farmasi melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep me
nggunakan formulir konfirmasi resep ke dokter;
Formulir konfirmasi resep ke dokter

b) Jika terdapat obat yang kosong distributor


Penanganan permasalahan obat dikarenakan kosong distributor
maka Kepala Instalasi Farmasi membuat surat pemberitahuan k
epada dokter beserta alternatif penggantinya;
c) Kebutuhan terapi di luar perencanaan dan kebutuhan obat
emergensi selain yang tersedia dalam trolley
emergency/emergensi kit bisa menggunakan stok obat ruangan
maupun pinjam ke farmasi dan berikutnya mengganti dengan
resep.
12) Automatic Stop Order (ASO)
Obat Automatic Stop Order adalah obat-obatan untuk pasien rawat i
nap yang pada waktu terapi tertentu harus dilakukan assessment ulan
g terkait lanjut/tidaknya terapi dan batas waktu peresepan. Apoteker
dan atau perawat harus memberikan feedback kepada penulis resep t
erkait data klinis dan data laboratorium sebagai dasar reassessment t
erapi, kecuali ketorolak dan meperidine.

Daftar Obat Automatic Stop Order*)

Nama Obat Maksimal Keterangan


Lama

Anti infeksi oral 4 hari 24 jam sebelum penghentian harus


dikomunikasikan dengan

Anti infeksi IV 4 hari penulis resep untuk dilakukan

Anti infeksi topical 10 hari assessment ulang berdasar pada data


(salep/mata/telinga); nystatin oral & respon klinis serta data

Antikoagulan (heparin, 7 hari laboratorium


fundaparinux, LWMH))

Warfarin 14 hari

Ketorolac (oral & IV) 5 hari Mencegah ESO pada saluran c


erna dan ginjal

Meperidine 2 hari Menghindari akumulasi


metabolit yang toksik

13) Tapering off


a) Pengertian Tapering off
Tapering off atau lebih sering disebut dose tapering off merupak
an penurunan dosis obat tertentu ketika obat hendak dihentikan
penggunaannya.
b) Tujuan dilakukannya tapering off
Tujuan dilakukannya tapering off adalah agar tubuh kita tidak
mengalami gangguan akibat penghentian obat yang bersifat tiba-
tiba. Tidak semua obat dilakukan dose tapering off, hanya untu
k obat-obat yang memiliki efek berlebihan pada tubuh yang aka
n dilakukan tapering off.
c) Contoh obat-obat yang mengalami tapering off
Golongan Contoh Obat

Kortikosteroid prednison, dexamethasone, methylprednisolon

Beta-blocker bisoprolol, propranolol, atenolol

Antiepilepsi phenytoin

Anti-depresan alprazolam, lorazepam, diazepam

14) Kategori Perintah Pemberian Obat


a) Standing Order (Perintah Tetap)
(1) Pengertian Standing Order
Standing Order adalah instruksi dari dokter yang mengauto
risasi perawat untuk memberikan obat-obatan tertentu kepa
da pasien, dimana dokter tidak menuliskan lagi secara leng
kap komponen kelengkapan instruksi pengobatan (bentuk d
an kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, signature, atur
an pemakaian).
(2) Tata Laksana Pelayanan
(a) Tenaga Kesehatan yang diperbolehkan untuk
melakukan standing order adalah perawat.
(b) Perawat harus mengikuti instruksi pemberian yang
tercantum dalam standing order.
(c) Pemberian obat diberikan kepada pasien selama
beberapa hari, pemberian obat ini harus dicek dan
ditulis ulang setiap hari sampai dengan ada
perubahan/penggantian obat atau dosis obat. Contoh:
pemberian injeksi gentamisin 500 mg selama 7 hari
pada pasien pasca operasi.
(d) Perawat yang telah melakukan standing order harus
mendokumentasikan pemberian obat tersebut ke dalam
rekam medis pasien.
b) Single order (perintah satu kali)
(1) Pengertian Single Order
Single Order adalah instruksi dari dokter yang mengautoris
asi perawat untuk memberikan obat-obatan tertentu kepada
pasien, diberikan sekali dan pada waktu tertentu.

(2) Tata Laksana Pelayanan


(a) Tenaga Kesehatan yang diperbolehkan untuk
melakukan single order adalah perawat.
(b) Perawat harus mengikuti instruksi pemberian yang
tercantum dalam single order.
(c) Pemberian obat diberikan kepada pasien sekali
pemberian pada waktu tertentu. Contoh: pemberian
injeksi midazolam 2 mg IM pada pukul 7 pagi.
(d) Perawat yang telah melakukan single order harus
mendokumentasikan pemberian obat tersebut ke dalam
rekam medis pasien.
c) Jika Perlu (perintah Pro Re Nata)
(1) Pengertian Jika Perlu
Jika perlu adalah instruksi dari dokter yang mengautorisasi
perawat untuk memberikan obat-obatan tertentu kepada pas
ien, dimana obat diberikan atas permintaan klien dan penila
ian perawat dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kea
manan.
(2) Tata Laksana Pelayanan
(a) Tenaga Kesehatan yang diperbolehkan untuk
melakukan perintah jika perlu adalah perawat.
(b) Perawat harus mengikuti instruksi pemberian yang
tercantum dalam perintah jika perlu.
(c) Pemberian obat diberikan kepada pasien atas
permintaan pasien dan penilaian perawat dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan keamanan. Contoh:
pemberian parasetamol 500 mg tablet setiap 3-4 jam
PRN untuk sakit kepala.
(d) Perawat yang telah melakukan perintah jika perlu harus
mendokumentasikan pemberian obat tersebut ke dalam
rekam medis pasien.
d) Segera (perintah STATIM)
a. Pengertian Segera
Segera adalah instruksi dari dokter yang mengautorisasi per
awat untuk memberikan obat-obatan tertentu kepada pasien
untuk diberikan sekali dan segera.
b. Tata Laksana Pelayanan
(a) Tenaga Kesehatan yang diperbolehkan untuk
melakukan perintah segera adalah perawat.
(b) Perawat harus mengikuti instruksi pemberian yang
tercantum dalam perintah segera.
(c) Pemberian obat diberikan kepada pasien sekali dan
segera.
Contoh: pemberian injeksi epineprin/adrenalin pada
pasien henti jantung, pemberian diazepam 2 mg rektal
tube untuk pasien kejang demam (pasien anak).
(d) Perawat yang telah melakukan perintah segera harus
mendokumentasikan pemberian obat tersebut ke dalam
rekam medis pasien.
15) Permintaan obat secara lisan atau melalui telepon
a) Apabila DPJP berhalangan hadir, maka ia dapat memberikan
resep secara lisan melalui telepon untuk situasi yang darurat;
b) Resep lisan tidak boleh digunakan untuk kemudahan atau
kenyamanan bagi dokter;
c) Peresepan obat secara lisan wajib TBK (Tulis, Baca ulang, dan
Konfirmasi);
d) Peresepan obat melalui telepon tidak boleh dilakukan untuk
kategori obat berikut:
a. Narkotika (kecuali instruksi berhenti dan tunda);
b. Obat yang masuk kategori High Alert Medications.
e) Permintaan obat secara lisan dari DPJP harus ditulis oleh dokter
jaga.
16) Peresepan Untuk Pasien Populasi Khusus
Resep pasien anak-anak harus mencantumkan data berat badan dala
m kg.
17) Unit Farmasi rawat jalan dan rawat inap memiliki Daftar Nama
Dokter yang Berhak Menulis Resep di RS Muhammadiyah
Mardhatillah beserta spesimen tandatangannya.
18) Batasan penulisan resep atau terapi khusus
a) Narkotika dan psikotropika tidak boleh atas permintaan pasien;
b) Obat anestesi hanya boleh diresepkan oleh Dokter Spesialis
Anestesi;
c) Pencampuran beberapa obat dalam satu sediaan tidak dianjurkan
kecuali telah terbukti aman dan efektif, penulisan nama bahan
obat wajib dilengkapi jumlah bahan obat (untuk bahan padat:
mikrogram, milligram, gram, untuk cairan : tetes, milliliter,
liter).
d) Jumlah obat :
a. Pasien rawat jalan diberikan obat untuk 7-15 hari, kecuali
pengobatan jangka panjang/kronis;
b. Pasien rawat inap & rawat intensif: injeksi, obat oral dan
alkes diberikan untuk maksimal 3 hari;
c. Jumlah obat narkotik dan obat potensi disalahgunakan harus
ditulis dengan angka dan huruf, contoh: morphin inj II
(dua);
d. Obat untuk pasien pulang diberikan sampai waktu kontrol
pasien di rawat jalan.
19) Daftar Nama Dokter yang Berhak Menulis Resep di RS
Muhammadiyah Mardhatillah beserta spesimen tandatangannya
tersedia di seluruh bagian/instalasi pelayanan pasien.
20) Setiap obat yang diresepkan oleh dokter dan yang diberikan kepada
pasien harus ditulis di dalam rekam medis, termasuk dosis dan cara
pemberiannya.
21) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) serta konsultasi obat
yang diberikan kepada pasien dicatat di dalam rekam medis atau
dicantumkan dalam catatan pemulangan pasien rawat inap. Pada
pasien rawat jalan, informasi obat diberikan dalam bentuk lisan dan
leaflet serta didokumentasikan dalam Buku Pelayanan Informasi
Obat dan Buku Konsultasi Obat.
22) Obat yang telah dipakai pasien dengan menggunakan stok emergensi
maka penggantian dilakukan dengan diresepkan.
b) Pencatatan resep
Semua resep dan permintaan obat yang masuk ke Instalasi Farmasi harus
dicatat dan didokumentasikan dalam sistem informasi Rumah Sakit. Penc
atatan secara manual diperlukan untuk kepentingan pelaporan sesuai den
gan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Penyalinan resep
1) Apabila sebuah resep perlu ditulis ulang dalam catatan medis yang
baru, maka harus dilakukan oleh dokter;
2) Salinan resep hanya boleh dilakukan oleh Apoteker atau Tenaga
Teknis Kefarmasian;
3) Salinan resep rawat jalan dibuat dengan ketentuan:
a) Obat dalam resep belum diambil;
b) Ada pengulangan (iter);
c) Jumlah obat baru diambil sebagian;
d) Atas permintaan pasien (keterangan “det” bila sudah diambil).

10. PENYIAPAN DAN PENYERAHAN OBAT


1. Penyiapan
1) Pengertian Penyiapan
Dispensing/penyiapan meliputi kegiatan seperti memeriksa keabsaha
n resep, kesesuaian obat untuk setiap pasien, pengambilan obat, pem
berian etiket sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan pemberian
informasi kepada pasien.
2) Tatalaksana Penyiapan
a) Petugas yang menyiapkan
a. Obat-obatan dan alat kesehatan dapat disiapkan oleh apoteker
dibantu tenaga teknis kefarmasian (TTK) yang memiliki
Surat Izin Praktek (SIP) dan terdaftar, kemudian diperiksa
oleh apoteker atau TTK lainnya.
b. Dalam kondisi tertentu dimana terbatas tenaga maka dapat
mendelegasikan kepada staf klinik yang sesuai dan
menggunakan teknik aseptik.
b) Praktek dispensing yang baik adalah suatu praktek yang
memastikan suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar,
ditujukan kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas
sesuai instrusi yang jelas, dan dalam kemasan yang memelihara
potensi obat.
c) Obat-obat disiapkan dalam area yang bersih, aman, dan jauh dari
pasien di ruang pelayanan farmasi.
d) Sebelum melakukan penyiapan obat, apoteker atau TTK harus
memastikan bahwa semua informasi yang harus ada di resep
sudah tercantum (unsur-unsur penulisan resep).
e) Tata Laksana Pelayanan Resep Rawat Jalan
(1) Apoteker/TTK menerima resep dari dokter IGD ataupun
poliklinik yang dibawa oleh pasien.
(2) Apoteker/TTK melakukan telaah resep sesuai dengan SPO
Telaah Resep.
(3) Apoteker/TTK meng-entry resep pada SIMRS sesuai dengan
SPO Entry Resep Rawat Jalan Dalam SIMRS.
(4) Apoteker/TTK menyerahkan resep kepada Apoteker/TTK
yang lain untuk disiapkan, diracik dan ditempeli etiket obat
sesuai resep.
(5) Apoteker/TTK menyiapkan sediaan farmasi sesuai dengan
permintaan resep.
(6) Apoteker/TTK melakukan pengecekan akhir meliputi nama
lengkap pasien, kesesuaian nama jenis jumlah obat sesuai
dengan label obat.
(7) Apoteker/TTK penyiapan obat menyerahkan obat dan resep
kepada Apoteker/TTK lain yang bertugas menyerahkan obat.
(8) Apoteker/TTK melakukan telaah obat meliputi identitas
pasien dan kesesuaian obat sesuai dengan resep.
(9) Apoteker/TTK mengisi kolom telaah obat yang tersedia pada
formulir resep.
(10) Apoteker/TTK menyerahkan obat kepada pasien/pendamping
minum obat pasien dengan memberikan informasi dan
konseling sesuai dengan kebutuhan pasien.
(11) Apoteker/TTK meminta pasien/pendamping minum obat
pasien untuk memberikan tanda tangan pada formulir resep.
(12) Apoteker/TTK menuliskan nama pasien dan jam penyerahan
obat pada formulir waktu tunggu rawat jalan.
f) Tata Laksana Pelayanan Resep Rawat Inap
(1) Apoteker/TTK menerima resep dari dokter yang dibawa oleh
perawat.
(2) Apoteker/TTK melakukan telaah resep sesuai dengan SPO
Telaah Resep.
(3) Apoteker/TTK mencatat penyiapan obat di Profil Pengobatan
Pasien Rawat Inap.
(4) Apoteker/TTK meng-entry resep pada SIMRS sesuai dengan
SPO Entry Resep Rawat Inap Dalam SIMRS.
(5) Apoteker/TTK menyerahkan resep kepada Apoteker/TTK
yang lain untuk disiapkan, diracik dan ditempeli etiket obat
sesuai resep.
(6) Apoteker/TTK menyiapkan sediaan farmasi sesuai dengan
permintaan resep.
(7) Apoteker/TTK melakukan pengecekan akhir meliputi nama
lengkap pasien, kesesuaian nama jenis jumlah obat sesuai
dengan label obat.
(8) Apoteker/TTK memasukkan obat dan alat kesehatan habis
pakai ke dalam wadah.
(9) Apoteker/TTK penyiapan obat menuliskan nama dan jam
selesai penyiapan pada formulir serah terima obat.
(10) Petugas farmasi menyerahkan obat dan alkes kepada perawat.
(11) Perawat melakukan pencocokan jenis dan jumlah yang
disiapkan sesuai dengan permintaan.
(12) Perawat menuliskan nama petugas dan jam pengambilan obat
pada formulir serah terima obat.
3) Apoteker atau TTK terlatih harus melakukan pengkajian atau
telaah (pemeriksaan kelayakan) terhadap resep meliputi:
a) Identitas Paisen;
b) Nama Dokter;
c) Nomor SIP Dokter;
d) Paraf Dokter;
e) Tanggal Peresepan;
f) Kejelasan tulisan;
g) Ketepatan pasien, berat badan pasien (anak), obat, dosis,
frekuensi, aturan minum dan waktu pemberian;
h) Ketepatan indikasi;
i) Ketepatan dosis;
j) Ketepatan rute pemberian atau sediaan obat;
k) Tidak adanya duplikasi obat;
l) idak adanya riwayat alergi ataupun potensi terhadap obat yang
diresepkan;
m)Tidak adanya interaksi obat;
n) Tidak adanya kontraindikasi pada pasien tersebut;
o) Kesesuaian dengan formularium rumah sakit, formularium
nasional, mapun formularium relasi.
4) Pemeriksaan kelayakan mungkin tidak diperlukan atau kurang sesuai
dalam keadaan darurat atau bila dokter pemesannya hadir untuk
melakukan permintaan, memberikan dan memantau pasien (di ruang
operasi, kamar bersalin, dan IGD), atau dalam radiologi intervensi
atau pencitraan diagnostik dimana obat-obatan merupakan bagian
dari prosedur.
5) Telaah resep dilakukan dengan data yang berasal dari wawancara
pasien, rekam medis, maupun riwayat pengobatan di komputer.
6) Dalam proses telaah resep, apoteker atau TTK terlatih dapat
menggunakan sumber informasi obat berupa Formularium Rumah
Sakit, Formularium Nasional, MIMS online, dan ISO edisi terakhir.
Telaah aspek klinis dapat pula menggunakan informasi tambahan
yang bersumber dari program software Medscape dan Lexicom
yang di up date secara berkala atau auto up date atau literatur dari
buku seperti Drug Information Handbook yang disediakan di
Instalasi Farmasi.
7) Bila terdapat masalah dalam resep, apoteker atau TTK melakukan
konfirmasi kepada dokter penulis resep.
8) Penyiapan obat racikan
a) Obat racikan disiapkan di ruang terpisah yang bersih, bebas debu
dan kotoran, dan dibersihkan setiap hari;
b) Semua peralatan untuk meracik, seperti blender, mortir, stamper,
spatula, timbangan, gelas ukur, gelas pengaduk, wadah pembagi
puyer, dll dibersihkan hingga bersih dan kering sebelum
pemakaian sediaan selanjutnya;
c) Timbangan dikalibrasi sesuai peraturan yang ada;
9) Penyiapan High Alert Medications
a) Setiap high alert medications diberikan label “high alert
medications” pada setiap kemasan terkecil (untuk obat injeksi)
dan pada plastik etiket obat (untuk obat tablet) agar
mengingatkan petugas yang memberikan obat dan merawat
pasien;
b) Obat high alert berbentuk infus diberi label yang jelas dengan
tulisan yang bisa terbaca.
2. Penyerahan dan Distribusi/Penyaluran Obat
1) Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan perbekalan farmasi dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
2) Sistem distribusi yang diterapkan di RS Muhammadiyah
Mardhatillah ada beberapa macam sistem, yaitu:
a) Sistem Resep Perorangan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
didistribusikan berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan
dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
b) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
(1) Sistem floor stock merupakan sistem pendistribusian
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan
dikelola oleh perawat di unit perawatan dan disupervisi
oleh Instalasi Farmasi;
(2) Untuk perawatan rawat inap, floor stock hanya berupa alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sudah
ditentukan jenisnya dan dalam jumlah sesuai kebutuhan;
(3) Sediaan farmasi yang tersedia di Kamar operasi, IGD, dan
kamar bersalin berupa obat-obatan, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang ditentukan jenisnya dan
dikelola oleh petugas farmasi. Dalam kondisi sementara
dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas
jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
c) Setiap obat yang sudah disiapkan dikemas ke dalam wadah yang
tepat
(1) Tablet atau kapsul lepasan dan kemasan blister
dimasukkan dalam plastik kemasan obat;
(2) Puyer disiapkan dalam kertas perkamen atau kertas
medicine lalu dimasukkan ke dalam plastik kemasan
obat;
(3) Sediaan cair racikan, dimasukkan ke dalam botol;
(4) Sediaan salep, krim, atau pasta racikan dimasukkan ke
dalam pot salep;
(5) Sediaan lotion racikan dimasukkan ke dalam botol
plastik.
d) Setiap obat di dalam pengemas obat, diberikan label/etiket
obat yang berisi:
(1) Nama dan alamat rumah sakit;
(2) Nomor nota resep;
(3) penyiapan obat;
(4) Tanggal kadaluarsa obat; Untuk obat racikan, diberikan
berupa peringatan waktu (bulan) maksimal diberikan
setelah penyiapan obat (beyond use date)
(5) Nomor rekam medis pasien;
(6) Nama lengkap pasien;
(7) Nama obat, dosis atau konsentrasi;
(8) Jumlah obat;
(9) Aturan pakai obat, yang berupa:
(a) Frekuensi penggunaan;
(b) Jika obat diresepkan p.r.n (pro renata) maka ditulis jika
perlu dan indikasinya, serta dosis maksimal boleh
digunakan;
(c) Waktu minum obat (pagi/siang/sore/malam), jika ada
ketentuan khusus;
(d) Sebelum/bersama atau tanpa/sesudah makan;
(e) Informasi tambahan seperti “dapat menyebabkan
mengantuk”;
(f) Informasi jarak minum obat (misal: tiap 8 jam) untuk
obat- obat tertentu seperti antibiotik dan obat indeks
terapi sempit;
(g) Informasi cara penggunaan (misal : dimasukkan ke
dalam anus).
10)Label tambahan berupa stiker untuk obat-obat khusus, yaitu
“harus diminum sampai habis kecuali nasehat dari dokter”,
“kocok dahulu”, dan “high alert”.
e) Sebelum obat diserahkan kepada pasien, dilakukan telaah obat
yang dilaksanakan setelah obat selesai disiapkan untuk
memastikan bahwa obat yang telah disiapkan sudah sesuai
dengan resep/instruksi pengobatan.
f) Telaah obat dilakukan terhadap obat yang telah disiapkan
meliputi:
(1) Identitas pasien;
(2) Ketepatan obat;
(3) Dosis;
(4) Rute pemberian; dan
(5) Waktu pemberian.
g) Obat racikan hanya diberikan untuk dosis obat yang tidak
tersedia pada obat jadi atau untuk meningkatkan kepatuhan
pasien.
h) Obat yang telah selesai disiapkan dan diberi label, harus
dipastikan kesesuaian dengan resep yang telah dilakukan telaah
dan disipakan dengan memperhatikan aspek 7 benar, yaitu
benar pasien, benar indikasi, benar obat, benar dosis, benar
rute/cara pemberian, benar waktu pemberian, dan benar
dokumentasi.
i) Obat-obat disiapkan sesuai waktu yang ditargetkan, yaitu:
1) Resep non racikan kurang dari 20 menit;
2) Resep racikan kurang dari 60 menit;
3) Waktu penyiapan obat dievaluasi setiap bulan dengan target
kesesuaian dispensing time sebesar 95%.
j) Penggunaan narkotika dan psikotropika dilaporkan secara akurat
kepada Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan
secara online melalui program SIPNAP (Sistem Pelaporan
Narikotika dan Psikotropika).
k) Distribusi / Penyaluran obat dari unit pengelolaan perbekalan
Farmasi ke Unit-Unit pelayanan :
1) Stok perbekalan farmasi yang ada pada unit pelayanan
merupakan stok tetap yang telah diusulkan kepala bangsal
sesuai kebutuhan di unit tersebut.
2) Sistem Informasi Manajemen (SIM) mendukung kontrol
pengawasan penggunaan perbekalan farmasi yang ada di
stok bangsal.
3) Bukti penyaluran/distribusi perbekalan farmasi harus
terdokumentasi dengan baik. Pada sistem digunakan kode
amprahan unit.
4) Dilakukan pengawasan distribusi dengan stok opname
secara berkala.

11. PEMBERIAN OBAT


a. Staf yang kompeten dan berwenang memberikan obat
1) Pemberian obat oral kepada pasien dilakukan oleh petugas yang
berkompeten yaitu apoteker, sedangkan pemberian obat injeksi
dilakukan oleh dokter.
2) Dalam hal petugas farmasi (Apoteker) tidak dapat memberikan
obat, maka pemberian obat didelegasikan kepada TTK, tenaga
medis / dokter, tenaga keperawatan dan radiografer.
3) Dalam kondisi tertentu dimana dokter tidak dapat memberikan obat
injeksi, maka dokter dapat mendelegasikan kepada staf klinis yang
sesuai.
4) Hanya dokter spesialis yang mendapat hak istimewa yang boleh
memberikan obat-obatan melalui epidural dan intrathecal.
5) Rumah sakit mengidentifikasi petugas tersebut di atas melalui :
a) Surat ijin praktek;
b) Uraian jabatan;
c) Surat Penugasan Klinik;
d) Standing order/pendelegasian kewenangan sesuai keperluan.
b. Obat diberikan apabila telah dilakukan verifikasi untuk menjamin
kesesuaian dengan resep dan instruksi dalam hal:
1) Identitas pasien.
2) Nama dan jumlah obat;
3) Dosis;
4) Rute pemberian;
5) Waktu dan frekuensi pemberian obat;
c. Verifikasi sebelum obat diberikan kepada pasien dengan prinsip 7
benar, yaitu:
(1) Benar pasien
a) Untuk setiap obat yang diberikan, petugas yang memberikan
harus mengidentifikasi pasien secara aktif dengan
menanyakan nama dan tanggal lahir pasien;
b) Petugas yang memberikan obat harus memeriksa status alergi
pasien dengan melihat rekam medis, melihat gelang pasien,
dan secara lisan dengan pasien sebelum pemberian obat.
(2) Benar indikasi
Sebelum obat diberikan kepada pasien, harus dipastikan sesuai
dengan indikasinya.
(3) Benar obat
a) Periksa nama obat secara hati-hati dan disesuaikan dengan
resep atau catatan pemberian obat;
b) Periksa obat-obatan yang tidak biasanya dengan referensi obat-
obatan misalnya buku MIMS;
c) Baca label secara hati-hati;
d) Periksa tanggal kadaluarsa dan instruksi penyimpanan;
e) Untuk pasien rawat inap, perawat harus melakukan proses
berikut ini:
(1) Periksa label pada saat memindahkan tempat obat dari
loker obat pasien;
(2) Periksa obat pada saat memindahkannya dari tempatnya;
(3) Periksa obat sebelum mengembalikannya ke loker obat
pasien.
(4) Benar dosis
a) Untuk memastikan pemberian obat yang aman, petugas harus:
(1) Membaca instruksi dokter di rekam medis (catatan
pemberian obat untuk pasien rawat inap);
(2) Membaca ukuran dan singkatan dengan hati-hati;
(3) Periksa perhitungan dosis obat;
(4) Untuk pemberian obat high alert, petugas yang
memberikan obat harus telah melakukan pengecekan
ganda kepada petugas lain.
(5) Benar rute/cara pemberian
a) Cara pemberian obat diantaranya adalah:

(1 Oral; (10 Epidural;


) )
(2 Nasogastric; (11 Intravesical;
) )
(3 Rectal; (12 Intra-arterial;
) )
(4 Vaginal; (13 Topical;
) )
(5 Intradermal; (14 Inhalasi;
) )
(6 Intramuscular ; (15 Ocular;
) )
(7 Intravenous; (16 Intranasal;
) )
(8 Subcutaneous; (17 Aural.
) )
(9 Spinal; (18
) )
b) Obat diberikan dengan rute/cara pemberian sesuai instruksi
dokter yang meresepkan. Apabila instruksi cara pemberian
obat tidak biasa, maka konsultasikan kepada apoteker.
Apoteker akan mengkaji sesuai referensi dan
mengkonfirmasikan kepada penulis resep.
c) Untuk status pasien yang berpuasa, perawat akan menghubungi
dokter untuk menanyakan jika ada obat-obatan yang harus
diberikan secara oral.

(6) Benar waktu pemberian


a) Obat rutin harus diberikan pada waktu yang rutin. Jika obat
rutin telah digunakan sebelum pasien rawat inap, harus
dikonfirmasikan kepada pasien waktu minum rutinnya.
b) Obat diberikan sesuai waktu yang direkomendasikan, yaitu
 Obat oral
(1) Obat oral rawat inap diberikan menyesuaikan dengan
waktu efektif obat serta jadwal makan pasien.
(2) Jadwal makan pasien yaitu:
(a) Pagi : pukul 05.00-06.00 WIB
(b) Siang : pukul 11.00-12.00 WIB
(c) Malam : pukul 16.00-17.00 WIB
c) Jadwal pemberian obat sesuai frekuensi

Frekuensi Waktu
1x sehari Pagi 05-07
1x sehari Siang 11-13
1x sehari Sore 17-18
1x sehari Malam 21-22
2x sehari 05-06 17-18
(tiap 12 jam)
3x sehari 05-06 12-13 19-20
(tiap 8 jam)
4x sehari 06-07 12-13 18-19 22-23
(tiap 6 jam)
5x sehari 06-07 10-11 15-16 20-21 23-24
(tiap 4,5 jam)
6x sehari 05-06 09-10 13-14 17-18 21-22 01-02
(tiap 4 jam)

 Obat parenteral
- 1 x 1 = jam 08.00 (Pagi)
- 1 x 1 = jam 16.00 (Sore)
- 1 x 1 = jam 00.00 (Malam)
- 2 x 1 = jam 08.00 dan 20.00
- 3 x 1 = jam 08.00, 16.00 dan 00.00
- 4 x 1 = jam 08.00, 14.00, 20.00 dan 02.00
- 6 x 1 = jam 08.00, 12.00, 16.00, 20.00, 00.00 dan
04.00

d) Jika dokter akan memberikan dosis pertama obat-obatan di


luar waktu rutin (obat-obat cito), maka obat dapat diberikan
dalam waktu 30 menit dari saat dokter meresepkan,
selanjutnya dosis berikutnya diberikan sesuai jadwal rutin.
e) Obat-obat yang diberikan secara infus terus-menerus, waktu
pemberian adalah pada saat penggantian infus baru.
f) Obat yang diberikan dengan syringe pump, maka waktu
menyesuaikan dengan perhitungan kecepatan dan lama
pemberian obat.
(7) Benar dokumentasi
a) Semua obat yang diberikan harus dicatat dalam rekam medis;
b) Untuk pasien rawat inap, perawat harus menulis jam
pemberian obat pada catatan pemberian obat;
c) Perawat yang memberikan obat untuk pasien rawat inap harus
menuliskan nama petugas (perawat) pada catatan pemberian
obat;
d) Jika obat tidak diberikan dengan alasan tertentu, maka harus
dicatat di dalam catatan pemberian obat;
e) Untuk pasien rawat jalan, setelah menyerahkan obat kepada
pasien sesuai resep, apoteker atau TTK harus memberikan
paraf/nama pada kolom di balik lembar resep.
d) Obat yang dibawa oleh pasien
1) Obat yang dibawa oleh pasien baik obat dari fasilitas kesehatan lain
sebelum masuk rumah sakit maupun obat rutin diidentifikasi ketika
pasien masuk rawat inap.
2) Identifikasi obat yang dibawa pasien dilakukan dengan prosedur
rekonsiliasi obat.
3) Rekonsiliasi obat awal dilakukan oleh apoteker pada saat masuk
rawat inap dan menjadi bagian dari pengkajian awal rawat inap.
Dalam hal apoteker sedang berhalangan melakukan rekonsiliasi,
maka rekonsiliasi dapat didelegasikan kepada staf klinis yang
sesuai.
4) Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan obat yang dibawa
pasien ada pada DPJP sebagai clinical leader memperhatikan
masukan dari tim asuhan pasien lainnya.
e) Pengobatan oleh Pasien Sendiri
1) Pasien yang mengkonsumsi obat-obat atas inisiatif sendiri di luar
peresepan dokter, maka harus atas sepengetahuan perawat,
apoteker, dan DPJP serta tercatat di dalam rekam medis.
2) Petugas melakukan monitoring pengobatan oleh pasien sendiri.

12. Pengendalian
a. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh instalasi Farmasi bersama
dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit, yang
dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
b. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai adalah untuk:
1) Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, yang
dievaluasi setiap bulan
2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa
dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai.
c. Pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dilakukan dengan cara:
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving)
a) Obat slow moving adalah obat yang jarang diresepkan oleh
dokter atau obat yang selama 6 bulan terakhir tidak pernah/
jarang diresepkan oleh dokter.
b) Obat slow moving yang memiliki waktu minimal 6 bulan
sebelum kadaluarsa (kecuali serum minimal 1 bulan sebelum
kadaluarsa) harus dibuatkan memo internal kepada semua
staf medis Rumah Sakit Muhammadiyah Mardhatillah untuk
meresepkan obat tersebut sebelum batas kadaluarsa
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock)
d. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala yaitu setiap
1 bulan sekali.
e. Pengendalian Obat mendekati expired date dilakukan secara berkala
f. Data Obat mendekati ED dilaporkan setiap 1 bulan.
g. Obat dengan kategori ED 3 dikembalikan kepada PBF masing-masing
sesuai dengan ketentuan yang disepakati
h. Obat yang sudah terlanjur melewati batas ED dikumpulkan di Gudang
Farmasi untuk selanjutnya diserah terimakan kepada bagian IPAL
untuk dimusnahkan.
i. Pengendalian yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kefarmasian
adalah sebagai berikut:
1) Catatan pemberian obat
Catatan pemberian obat adalah formulir yang digunakan perawat
untuk menyiapkan obat sebelum pemberian. Pada formulir ini
perawat memeriksa obat yang akan diberikan pada pasien.
Dengan formulir ini perawat dapat langsung merekam/mencatat
waktu pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai petunjuk.
2) Pengembalian obat yang tidak digunakan
Semua perbekalan farmasi yang belum diberikan kepada pasien
rawat tinggal harus tetap berada dalam kotak obat. Hanya
perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel yang dapat
dikembalikan ke farmasi.

13. PELAYANAN FARMASI KLINIK

a. Pengertian Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan langsung oleh apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan terjadinya efek
samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) pasien terjamin.
b. Jenis pelayanan farmasi klinik
1) Pengkajian dan Pelayanan resep
a) Seluruh resep yang dilayani oleh instalasi Farmasi dikaji
terlebih dahulu oleh apoteker
b) Pengkajian resep didokumentasikan dalam bentuk checklist
yang sudah tercetak permanen di setiap lembar resep
c) Petugas yang melakukan telaah resep membubuhkan paraf
pada kolom yang tersedia
d) Setiap resep yang masuk ke instalasi Farmasi diberi nomor
urut sesuai kedatangan resep
e) Resep dilayani sesuai dengan nomor urut, kecuali resep CITO
untuk dilayani terlebih dahulu
f) Kriteria resep CITO
(1) Pasien dengan kondisi gawat darurat
(2) Pasien yang akan dirujuk di fasilitas kesehatan lain
(3) Pasien yang dinyatakan boleh pulang
(4) Pasien dengan kondisi lain yang mengharuskan untuk
segera mengkonsumsi obat
g) Setiap resep yang dilayani harus dicek ulang oleh petugas
yang berbeda sebelum diserahkan
h) Pengecekan ulang didokumentasikan dengan mengisi kolom
yang sudah tercetak permanen pada lembar resep

2) Rekonsiliasi obat
a) Pengertian Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruks
i pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.
b) Tujuan Rekonsiliasi
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikas
i, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medic
ation error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta
pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehat
an primer dan sebaliknya.
c) Kegiatan Rekonsiliasi obat adalah :
(1) Rekonsiliasi obat saat di UGD
(2) Rekonsiliasi obat saat transfer
(3) Rekonsiliasi obat sebelum pasien pulang
d) Apoteker wajib mendata hasil rekonsiliasi dalam rekam
medis antara lain:
(1) Nama obat;
(2) Dosis / frekuensi;
(3) Berapa lama;
(4) Alasan minum obat; dan
(5) Berlanjut atau tidak saat rawat inap.
e) Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu
(1) Pengumpulan Data:
(a) Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat,
dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien
serta efek samping Obat yang pernah terjadi.
(b) Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat,
dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang
terjadi, dan tingkat keparahan.
(c) Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari
pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat
yang ada pada pasien, dan rekam medik. Data Obat
yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh
pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
(2) Komparasi
(a) Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan.
(b) Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana
ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-
data tersebut.
(c) Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat
yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti
tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada
rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat
bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja
(unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya
perbedaan pada saat menuliskan Resep.
(3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi k
urang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh A
poteker adalah:
(a) menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut
disengaja atau tidak disengaja;
(b) mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan,
atau pengganti; dan
(c) memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannya rekonsilliasi Obat.
(4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga
pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang
terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
3) Pelayanan informasi obat
a) PIO yang dilakukan bersifar aktif dan pasif
b) Kegiatan PIO aktif meliputi:
(1) Menerbitkkan leaflet
(2) Melakukan penyuluhan terkait kefarmasian dengan
kerjasama Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS)
(3) Menyediakan informasi terkait obat bagi tenaga
kesehatan lain
(4) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga
kefarmasian
c) Kegiatan PIO pasif berupa menjawab pertanyaan dari tenaga
kesehatan lain
d) kegiatan PIO pasif didokumentasikan dalam formulir yang
telah tersedia
e) Informasi obat untuk pasien sekurang kurangnya mencakup :
(1) Cara pemakaian obat;
(2) Cara penyimpanan Obat;
(3) Jangka waktu penggunaan obat;
(4) Aktivitas / makanan minuman yang harus dihindari
terkait dengan obat yang sedang dikonsumsi pasien.
4) Konseling
a) konseling dilakukan terhadap pasien rawat inap atau rawat
jalan yang membutuhkan
b) Kriteria pasien yang perlu mendapatkan konseling
(1) pasien kondisi khusus (geriatri, pediatri, gangguan fungsi
ginjal, ibu hamil dan menyusui)
(2) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(3) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi
khusus
(4) pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi
sempit
(5) pasien yang menggunakan banyak obat
(6) pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan yang rendah
c) Konseling yang dilakukan didokumentasikan dengan mengisi
formulir yang sudah disediakan yang berisi ringkasan
konseling.
5) Visite
a) Visite dilakukan oleh apoteker kepada pasien rawat inap
b) Visite dilakukan untuk memantau terapi obat yang dijalankan
pasien
c) Visite dapat dilakukan secara mandiri ataupun bersama
dengan tenaga kesehatan yang lain
d) Kriteria pasien yang dilakukan visite adalah pasien dengan
diagnosa diabetus mellitus, dengan hipertensi dan gagal
jantung.

6) Pemantauan efek obat


a) Pengertian Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu proses yang me
ncakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, ef
ektf and rasional bagi pasien.
b) Tujuan Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan Terapi Obat bertujuan untuk meningkatkan efekt
ifitas terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki.
c) Kriteria pasien yang dilakukan pemantauan terapi adalah
pasien dengan diagnosa diabetus mellitus, dengan hipertensi
dan gagal jantung.
d) Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam
PTO adalah : subjective, objective, assesment, planning
(SOAP)
e) Kegiatan:
(1) Pengkajian pemilihan obat,dosis,cara pemberian
obat,respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTD)
(2) Pemberian rekomendasi penyelesaiamasalah terkait obat.
(3) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
f) Tahapan Pemantauan Terapi Obat
(1) Pengumpulan data pasien
(2) Identifikasi masalah terkait obat
(3) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
7) Monitoring Efek Samping Obat
a) Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis, dan terapi.
b) Pemantauan efek samping obat yang terjadi pada pasien
dilakukan oleh seluruh tim kesehatan yang merawat pasien
tersebut.
c) Kegiatan yang dilakukan apoteker meliputi:
(1) Menganalisa laporan efek samping obat dari dokter,
perawat atau petugas kesehatan lain menggunakan
algoritme naranjo.
No Pertanyaan/Question Skala/Scale
Ya/Yes Tidak/No Tidak
diketahui
/ Unkno
wn
1 Apakah ada laporan efek samping obat yang serupa? 1 0 0
( Are there previous conclusive reports on this reaction?)
2 Apakah efek samping obat terjadi setelah pembe 2 -1 0
rian obat yang dicurigai?
( Did the ADR appear after the suspected drug was administr
ered)
3 Apakah efek samping obat membaik setelah obat dihenti 1 0 0
kan atau obat antagonist khusus diberikan?
( Did the ADR improve when the drug was discontinu
ed or a specific antagonist was administered?)
4 Apakah efek samping obat terjadi berulang setelah o 2 -1 0
bat diberikan kembali?
(Did the ADR recure when the drug was readministrastere
d?)
5 Apakah ada alternatif penyebab yang dapat menjelaskan -1 2 0
kemungkinan terjadinya efek samping obat?
( Are there alternative cause that could on their own h
ave caused the reaction ?)
6 Apakah efek samping obat muncul kembali ketika plac -1 1 0
ebo diberikan? (Did the ADR reappear when a placebo
was given?)
7 Apakah obat yang dicurigai terdeteksi didalam darah ata 1 0 0
u cairan tubuh lainnya dengan konsentrasi yang toksik?
( was drug detected in the blood (or other fluids ) in
concentrations known to be toxic?)
8 Apakah efek sanping obat bertambah parah ketika dosi 1 0 0
s obat ditingkatkan atau bertambah ringan ketika obat
diturunkan dosisnya? ( Was the ADR more severe when t
he dose was increased oe less severe when the dose was d
ecreased?)
9 Apakah pasien pernah mengalami efek samping obat y 1 0 0
ang sama atau dengan obat yang mirip sebelumnya?
( Did the patient have a similar ADR to the same or simil
ar drugs in any previous exposure?)
10 Apakah efek samping obat dapat dikonfirmasi deng 1 0 0
an bukti yang obyektif?
( Was the ADR confirmed by objective evidence?)

(2) Skala probabilitas NARANJO :

Total Skor Kategori


9+ Sangat mungkin/Highly probable
5-8 Mungkin/ Probable
1-4 Cukup mungkin/Possible
0- Ragu-ragu/ Doubful

Hasil :
Cara pengisian Algoritma Naranjo:
 Pertanyaan nomor 1 dijawab berdasarkan literatur.
 Pertanyaan nomor 2-4 ditanyakan langsung ke pasien.
 Pertanyaan nomor 5 dijawab dengan melihat efek
samping obat lain dan keluhan karena penyakit.
 Pertanyaan nomor 6-9 dijawab berdasarkan uji klinis.
 Pertanyaan nomor 10 didukug oleh data lab.
 Semua skor dijumlah berdasarkan angka yang sudah
tertera dalam algoritma naranjo.
(3) Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang
mempunyai risiko tinggi mengalami efek samping obat.
(4) Mengisi formulir efek samping obat di rekam medis.
(5) Melaporkan kepada Tim Farmasi dan Terapi dan bila
perlu melaporkan ke Komite Efek Samping Obat
Nasional. Pelaporan kejadian MESO ke Pusat MESO
Nasional dilakukan secara online setiap ada kejadian
d) Efek samping obat yang terjadi direkap oleh TFT dan
dilaporkan sesuai peraturan perundangan.
e) Pelaporan kejadian efek samping direkap dan dilaporkan ke
TFT setiap 3 bulan.
f) TFT membahas kejadian efek samping, melakukan analisa
dan melaporkan kepada Direktur.
8) Dispensing sediaan steril
a) Dispensing sediaan steril merupakan pelayanan farmasi
klinik .
b) Perawat yang melakukan dispensing sediaan steril
mendapatkan pelatihan / in house training
c) Penyiapan sediaan steril/obat suntik dilakukan dengan teknik
aseptis untuk menghindari infeksi nosokomial.
d) Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang
meminimalisir kontaminan mikroorganisme.
Kontaminan kemungkinan terbawa ke dalam daerah aseptis
dari alat kesehatan, sediaan obat, atau petugas jadi sangatlah
penting untuk mengontrol faktor faktor ini selama proses
pengerjaan produk aseptis.
Dalam melakukan penyiapan obat suntik yang akan diberikan
kepada pasien, petugas harus:
1) Terlatih dan Paham akan teknik Aseptis;
2) Bekerja sesuai SPO pencampuran obat suntik;
3) Mengacu pada pedoman pencampuran obat suntik yang
digunakan di rumah sakit . (Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan tahun 2009 )
BAB V

LOGISTIK

Logistik farmasi terdiri dari beberapa jenis barang yaitu :


A. PERBEKALAN FARMASI
1. Sediaan Farmasi, yang terdiri dari:
a. Obat
1) Obat Apotek adalah obat yang disediakan untuk kebutuhan
penjualan kepada pasien
Contoh : paracetamol tablet, asam mefenamat tablet
2) Obat Farmasi adalah obat yang disediakan untuk kebutuhan
ruangan pelayanan di rumah sakit
Contoh : isofluran, handsrub
b. Bahan obat
c. Obat tradisional
d. Kosmetika
2. Alat Kesehatan
a. Alat Kesehatan Apotek adalah alat kesehatan yang di sediakan untuk
penjualan kepada pasien
Contoh : Folley Catheter, Suction Catheter
b. Alat Kesehatan Farmasi adalah alat kesehatan yang di sediakan
untuk kebutuhan perlengkapan pelayanan di rumah sakit
Contoh : Apron
3. Bahan Medis Habis Pakai
4. Gas medis
5. Nutrisi
6. Reagen
7. Kontras media

B. LOGISTIK PENDUKUNG

NO Peralatan Jumlah Persyaratan


(buah)
Peralatan minimal yang harus Gudang Inatalas
tersedia Farmasi i
Farmas
1 Peralatan untuk penyimpanan, Ruang Racik:
peracikan, dan pembuatan obat
Mortir stamper,
baik non steril maupun aseptik.
blader, gelas ukur,
1
Mortir dan Stamper alat untuk
0 0 mengkapsul, mesin
Gelas Ukur
press, timbangan
0 0
Timbangan
0 1
Mesin Press Kertas Puyer
0 1
Mesin Blender Obat
0 1
2 Peralatan kantor untuk 0 6 Box file
administrasi dan arsip

3 Kepustakaan yang memadai 0 2 Contoh:


untuk melaksanakan pelayanan
MIMS, ISO
informasi obat

4 Lemari penyimpanan khusus 0 1


untuk narkotika dan
psikotropika
5 Lemari pendingin untuk obat 0 1
yang termolabil

6 AC 0 1

7 Penerangan 1 1
8 Sarana air dan sistem 0 1
pembuangan limbah yang baik

NO Macam-macam Peralatan Gudang Inatalasi


. Farmasi Farmasi
1 Peralatan Kantor Furniture (meja,
kursi, lemari buku/
Telepon 0 1
rak, dll), komputer,
Meja 1 3 alat tulis kantor,
telpon.
Kursi 1 6

2 Peralatan Penyimpanan Lemari/ rak yang


rapi terlindung dari
1.1. Peralatan Penyimpanan
debu, kelembaban
Kondisi Umum (Lemari/ rak)
4 4 dan cahaya yang
berlebih.

1.2. Peralatan Penyimpanan Lemari pendingin


Kondisi Khusus : dan AC divalidasi
- lemari Pendingin secara berkala,
- lemari Narkotika 0 1 lemari narkotika
dan psikotropika.
0 1

3 Peralatan Pendistribusian/ Blanko copy


Pelayanan resep, kartu stock,
buku laporan
narkotika dan
psikotropika, buku
kefarmasian,
kumpulan resep
lima tahun terakhir,
hasil evaluasi dan
tindak lanjut,
formularium
Rumah Sakit

4 Peralatan konsultasi/ Informasi Meja = 1 Meja, kursi


Obat Kursi = 1

BAB VI
ADMINISTRASI DAN SISTEM INFORMASI
A. ADMINISTRASI DAN PELAPORAN
1. Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
2. Administrasi dan pelaporan dilakukan oleh tenaga administrasi di bawah
supervisi langsung Kepala Instalasi Farmasi, adminstrasi kegiatan
pelayanan, administrasi perbekalan farmasi, administrasi keuangan dan
administrasi penghapusan.
3. Kegiatan administrasi terdiri dari :
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
meliputi perencanaan kebutuhan pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
b. Administrasi/Keuangan
Terkait dengan masalah keuangan, Instalasi Farmasi RS
Muhammadiyah Mardhatillah tidak melakukan pengelolaan
keuangan tersendiri khususnya dalam hal pembayaran atas belanja
perbekalan farmasi. Untuk penerimaan uang atas pelayanan pasien
non jaminan dilakukan oleh kasir yang secara kepegawaian, kasir
tersebut dibawah Keuangan. Sehingga instalasi Farmasi tidak perlu
membuat Laporan Keuangan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
B. SISTEM DOKUMENTASI DAN INFORMASI MANAJEMEN
1. Penyimpanan dokumen (resep, faktur, surat pesanan, laporan, surat-
surat). Resep dan faktur disimpan selama 5 tahun dan setelah itu
dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Surat-surat,
laporan-laporan, evaluasi kinerja dan administrasi lainnya harus
dikelola dengan baik, disimpan minimal 5 tahun atau selama masih
berlaku.
2. Manajemen data
Kepala Instalasi bertanggung jawab terhadap menajemen data,
melakukan analisa, telaah dan menyajikan informasi kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
3. Sistem Informasi
Sistem informasi di Instalasi Farmasi merupakan bagian integral dari
sistem informasi manajemen (SIM) rumah sakit melalui jaringan
area lokal (LAN-Local Area Network) dan dapat digunakan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan manajemen. Pengelolaan
sistem informasi baik perangkat keras, perangkat lunak dan fasilitas
penunjang lainnya merupakan tanggung jawab bagian IT. Panduan
teknis pemanfaatan SIM dikeluarkan oleh bagian IT disertai
tingkatan password untuk menjamin keamanannya.
4. Pemanfaatan informasi
Informasi diberikan kepada pihak manajemen, namun bila
diperlukan dapat diberikan untuk kepentingan penilaian dengan
mempertimbangkan kebijakan rumah sakit dan kode etik organisasi.

BAB VII

KESELAMATAN PASIEN

Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran keselamatan pasien di Instalasi Farmasi memastikan upaya
peningkatan spesifik dalam keselamtan pasien yang berkaitan dengan
pelayanan farmasi dan penggunaan obat. Sasaran ini menyoroti area yang
bermasalah dalam pelayanan penggunaan obat dan menguraikan tentang solusi
atas konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap permasalahan ini. Dengan
pengakuan bahwa desain/rancangan sistem yang baik itu instrinsik/menyatu
dalam pemberian asuhan yang aman dan bermutu tinggi, tujuan sasaran
umumnya difokuskan pada solusi secara sistem.
Laporan Institute Of Medicine (1999) menyatakan bahwa paling sedikit
44.000 hingga 98.000 pasien meninggal akibat medical error di rumah sakit yang
sebetulnya bisa dicegah. Pada penelitian Bates (JAMA, 1995, 29-34)
menunjukkan bahwa kesalahan paling sering terjadi adalah medication error yang
terjadi pada tahap prescribing & ordering (49%), diikuti tahap transcribing (11%),
tahap pemberian/administering (26%) dan pharmacy management (14%). Hal
serupa juga terjadi di Rumah Sakit Fastabiq Sehat PKU Muhammadiyah dimana
jenis medical error paling sering terjadi adalah kesalahan pemberian obat.
Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan kefarmasian,
maka kelomopok utama yang paling berisiko mengancam keselamatan pasien
adalah :
1. Kejadian obat yang merugikan (adverse drug event)
2. Kesalahan pemberian obat (medication errors)
3. Reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction)

Hal ini mengandung konsekuensi bahwa diperlukan pendekatan sistemik


dalam bentuk asuhan pelayanan obat/farmasi yang lebih aktif, rutin, komprehe
nsif dan multi disiplin dalam pencegahan risikonya.
A. Tipe Insiden
Istilah Definisi
Kondisi Potensial Cid Suatu situasi/kondisi yan Contoh :
era (KPC) / Repotabl g sangat berpotensi untuk kotak emergensi ya
e menimbulkan cidera, teta ng ditemukan tidak
Circumstance pi belum terjadi insiden lengkap sesuai dafta
r yang ditetapkan
Kejadian Nyaris Cidera Terjadinya insiden yang b Contoh :
(KNC) / Near Miss elum sampai terpapar /ter Kesalahan penulisa
kena pasien n label aturan pakai
yang dideteksi oleh
petugas lain sebelu
m diberikan.
Kejadian Tidak Cidera Suatu insiden yang sudah Contoh :
(KTC) / No harm incident terpapar ke pasien teapi ti pasien terima suatu
dak timbul cidera obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul r
eaksi obat
Kejadian yang Tidak Insiden yang mengakibat Contoh :
Diharapkan (KTD) / kan cidera pada pasien Pemberian dosis ya
Adverse event ng melebihi dosis l
azim sehingga mun
cul efek toksik.
Kejadian Sentinel Suatu KTD yang mengaki Contoh :
(Sentinel Event) batkan Kesalahan pemberia
kematian atau cidera yang n obat High Alert s
serius, biasanya dipakai u ehingga pasien men
ntuk kejadian yang sangat gelami depresi pern
tidak diharapkan atau tida afasan.
k dapat diterima

B. KATEGORI ERROR

Tipe Medication Errors Keterangan


Unauthorized drug Obat yang diserahkan kepada
pasien padahal diresepkan ole
h bukan dokter yang berwena
ng
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah o
bat yang tidak sesuai dengan
yang dimaksud dalam resep (k
ecuali berkaitan dengan perat
uran di rumah sakit dan telah
diinformasikan kepada dokter
yang menuliskan resep)
Wrong dose preparation method Penyiapan/formulasi atau pen
campuran
Wrong dose form
obat yang tidak sesuai Obat ya
ng diserahkan dalam dosis da
n bentuk sediaan yang tidak s
esuai dengan yang diperintahk
an di dalam resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberika
n pada pasien yang keliru yan
g tidak sesuai dengan yang ter
tera di resep, termasuk keliru
dalam memberikan identitas d
alam resep.
Omission error Gagal dalam memberikan dosi
s sesuai permintaan, mengaba
ikan penolakan pasien atau ke
putusan klinik yang mengisya
ratkan untuk tidak diberikan o
bat yang bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat p
ada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru
atau perintah diberikan secara
lisan sehingga menimbulkan i
nterpretasi yang keliru dari pe
nerima instruksi, termasuk tul
isan dokter yang tidak dapat t
erbaca.
Wrong administration technique Menggunakan cara pemberian
yang keliru /tidak sesuai litera
tur/tidak sesuai intruksi dokte
r, termasuk misalnya menyiap
kan obat dengan teknik yang t
idak dibenarkan (misalkan ob
at im diberikan iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai de
ngan jadwal pemberian atau d
iluar jadwal yang ditetapkan

C. Strategi Peningkatan Keselamatan Pasien


1. Manajemen risiko adalah suatu strategi yang tepat dalam upaya
mencegah terjadinya medication error dan mencapai keselamatan
pasien khusunya pada pengunaan obat di rumah sakit.
2. Adapun manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama
medication error, meliputi kegiatan :
a. Koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin
b. Dokumentasi medication error
c. Pelaporan ke tim keselamatan pasien dalam bentuk formulir IKP
segera setelah insiden terjadi
d. Supervisi setelah terjadinya laporan medication error
e. Pemantauan dan pelaporan medication error secara periodik
f. Tindakan preventif
3. Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a. Melakukan identifikasi pasien setiap menerima resep dan sebelum
menyerahkan obat kepada pasien.
b. Melakukan komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain
dalam transfer informasi maupun kepada pasien dalam
melakukan KIE (Komunikasi, Edukasi, dan Informasi) obat.
c. Mengelola obat High Alert dengan lebih waspada, baik dari
penyimpanan, penyiapan, pelabelan, hingga pemberian obat
kepada pasien.
d. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
e. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang
aman
f. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi
g. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko
yang berorientasi kepada pasien, misal alur pelayanan resep
dengan petugas yang berbeda pada tiap tahap.
4. Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus
terlibat di dalam program keselamatan pasien khususnya medication
safety dan harus secara terus-menerus mengidentifikasi masalah dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan
pasien.
5. Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara
lain :
a. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan sumber utama
terjadinya kesalahan. Institusi pelayanan kesehatan harus
menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas kesehatan
dan membuat SPO bagaimana resep/permintaan obat dan
informasi obat lainnya dikomunikasikan. Komunikasi baik antar
apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu
dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau
ketidaklengkapan informasi dengan berbicara secara jelas. Rumah
sakit membuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang tidak
diperbolehkan karena berisiko menimbulkan kesalahan untuk
diwaspadai.
b. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi ling
kungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai d
engan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaa
n yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja
harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Ob
at untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam wadah terpisah.
c. Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimal mungkin dengan mengurangi
interupsi baik langsung maupun melalui telepon. Penggunan telep
on seluler untuk kepentingan pribadi sebaiknya diminimalkan kar
ena merupakan interupsi yang paling sering terjadi.
d. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk me
ngurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menuru
nkan kesalahan.

e. Edukasi Staf
Edukasi staf sebaiknya diberikan sebagai upaya untuk meningkata
n pengetahuan staf terkait keselamatan pasien sehingga dapat me
ngoptimalkan perannya dalam menurunkan insiden/kesalahan.

D. Medication Safety
1) Tujuan Medication Safety
Medication safety mempunyai tujuan agar tercapainya keselamatan pasie
n atau Patient safety. Patient safety adalah identifikasi, penilaian, analisi
s, dan manajemen risiko agar pelayanan pasien lebih aman dan memini
malkan harm pada pasien.
2) Strategi Untuk Meningkatkan Medication Safety
a) Sistem yang memastikan adanya distribusi obat yang lebih baik;
b) Sistem yang memastikan adanya pengecekan yang memadai;
c) Sistem yang memperbaiki pemberian obat;
d) Sistem yang memastikan adanya diseminasi pengetahuan tentang
obat yang lebih baik;
e) Sistem yang memperbaiki transfer informasi;
f) Sistem yang mendukung perawatan multidisiplin;
g) Sistem yang mendukung pelaporan insiden terkait obat dan efek
samping obat;
h) Pendekatan berbasis sistem untuk memahami dan mencegah
medication error.
3) Peran Petugas Kesehatan Dalam Mewujudkan Keselamatan Pengobatan
(Medication Safety):
a) Membuat laporan medication error;
b) Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk
menjamin medication safety;
c) Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan
praktek pengobatan;
d) Berpartisipasi dalam komite/tim yang berhubungan dengan
medication safety;
e) Terlibat dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan
obat;
f) Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan
pasien yang ada;
g) Membuat laporan indikator mutu, memberikan analisa dan masukan
peningkatan mutu;
h) Peningkatan kualitas pelayanan high alert medication dengan
melakukan prosedur pengecekan berganda pada tiap tahap
pelayanan.
i) Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi:
(1) Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error da
pat diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan pengg
unaan obat-obat sesuai formularium.
(2) Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif
dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari
distributor resmi.
(3) Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk men
urunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
(a) obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look alike,
sound-alike medication names) diberi jarak satu obat
(b) Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang
dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan
pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :
 menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj,
heparin, warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat,
neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan
agonis adrenergik.
 kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur
dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan
secara terpisah
(c) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
(4) Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya me
dication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
(a) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya
nama dan nomor rekam medik/nomor resep,
 Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat
melakukan interpretasi resep dokter. Untuk
mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
 Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk
penting dalam pengambilan keputusan pemberian obat,
seperti :
 Data demografi umur, berat badan, jenis kelamin) dan
data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).
Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat
badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks
terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
 Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil
laboratorium, tanda-tanda vital dan parameter lainnya).
Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat
yang memerlukan penyesuaian dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
 Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan
pasien.
 Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat
dilakukan dengan penggunaan otomatisasi (automatic
stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan
pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
 Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani
dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan
konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta
benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut.
Petugas yang menerima permintaan harus menulis
dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.
(5) Dispensing
(a) Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
(b) Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum
tiga kali: pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat
mengambil obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat
ke rak.
(c) Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan
etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap
obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
(6) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
(a) Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan
mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan
pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan
dan bagaimana menggunakan obat dengan benar,
harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan,
kapan harus kembali ke dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial,
interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus
dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug
Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien,
pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana
cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
(b) Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk
mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.
(c) Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker
mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi
kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses
sebelumnya.
(7) Penggunaan Obat
Apoteker berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien ra
wat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainny
a, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu d
iperhatikan adalah:
(a) Tepat pasien
(b) Tepat indikasi
(c) Tepat waktu pemberian
(d) Tepat obat
(e) Tepat dosis
(f) Tepat label obat (aturan pakai)
(g) Tepat rute pemberian
(8) Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk meng
etahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan
kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasi
kan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan menc
egah pengulangan kesalahan.
(a) Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) terkait kesalahan
penggunaan obat
(b) Merupakan kegiatan pelaporan untuk setiap kejadian yang
tidak disengaja dan tidak diharapkan yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi terjadi cidera pada pasien
akibat medication error.
(c) Insiden keselamatan pasien terdiri dari:
 Kejadian Potensi Cidera (KPC), bila ditemukan kondisi
dimana berpotensi menimbulkan medication error.
 Kejadian Nyaris Cidera (KNC), bila terjadi medication
error namun obat belum sampai diberikan kepada
pasien.
 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), bila terjadi
medication error dan obat sudah diberikan kepada
pasien atau telah digunakan oleh pasien.
 Kejadian sentinel (kejadian berat), yaitu bila terjadi
medication error dan menimbulkan dampak yang berat
bagi pasien.
 Apabila terjadi IKP berkaitan penggunaan obat, petugas
yang bersangkutan atau orang lain yang mengetahui
adanya IKP segera melaporkan kepada Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dalam
format laporan IKP dalam waktu maksimal 2x24 jam
sejak insiden terjadi.
 Apoteker jaga menindaklanjuti adanya IKP secara
kolaborasi dengan DPJP dan unit terkait.
 Kejadian kesalahan obat dibahas dalam Komite Mutu
dan Keselamatan Pasien sesuai jenis grading risk- nya
dan dibuat Laporan kepada Direktur dan TFT.
 TFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat
untuk memperbaiki proses penggunaan obat termasuk
mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.

BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

(d) Berbagai penyakit yang berhubungan dengan pencemaran/kontaminasi


lingkungan dan penyakit-penyakit yang dapat ditularkan di tempat kerja
diperkirakan akan meningkat kejadiannya. Kondisi ini terlebih juga terjadi
di rumah sakit sebagai daerah kerja dengan risiko tinggi akan paparan
infeksi dan penyakit akibat kerja lainnya. Untuk itu diperlukan
perencanaan dan pengembangan sarana pelayanan kesehatan yang
mempunyai kemampuan dan mutu pelayanan dalam kerangan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3).
(e) Tujuan K3
K3 bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja melalui pe
ncegahan serta pengurangan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat ker
ja yang di dalamnya termasuk:
a. Menjamin para petugas dan orang lain yang ada di sekitar tempat kerja
selalau dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Menjaga agar sumber-sumber pelayanan digunakan secara aman dan
efisien
c. Menjamin kelancaran proses pelayanan yang merupakan faktor
penting dalam meningkatkan produktivitas.
d. Potensi bahaya yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan
kerja di rumah sakit, khususnya yang terkait dengan pelayanan
farmasi antara lain :
1. Ancaman Bahaya Biologi
Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang dia
kibatkan oleh mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, riketsi
a, parasit dan jamur. Yang termasuk ancaman biologi di rumah sa
kit :
a) Infeksi nosokomial
b) Tuberkulosis
c) Hepatitis B dan C
d) AIDS, Dll
2. Ancaman Bahaya Kimia
Adanya bahan kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya ba
gi penderita maupun bagi para petugas. Kecelakaan akibat bahan-
bahan kimia dapat menyebabkan keracunan kronik. Bahan kimia t
ersebut antara lain gas anestesik (halothan, nitro oksid,dll), formal
dehid, etilen oksida, merkuri dan debu.

i) Ancaman Bahaya Fisika


Faktor-faktor fisika yang dapat mempengaruhi keselamatan dan ke
sehatan kerja antara lain: bising, panas, getaran, radiasi, cahaya da
n listrik. Untuk pelayanan farmasi dampak negatif dari ancaman b
ahaya fisika ini termasuk minimal.
j) Ergonomi
a) Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Hal ini
bertujuan agar dilakukan penyesuaian antara kondisi tubuh
manusia dengan kondisi pekerjaan. Penyesuaian tersebut bisa
berupa: penyesuaian ukuran tempat kerja dengan dimensi
tubuh, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban yang sesuai
dengan kebutuhan manusia.
b) Pekerjaan di bidang pelayanan farmasi banyak berkaitan
dengan perbekalan farmasi yang membutuhkan pemindahan
barang dari satu tempat ke tempat lain membutuhkan desain
alat kerja yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Di
samping itu beberapa kegiatan pelayanan yang sibuk di ruang
pelayanan resep membutuhkan desain ruangan yang tidak
cepat menimbulkan kelelahan bagi petugas.
k) Ancaman Bahaya Psikososial
Faktor psikososial yang dapat menimbulkan kebahagiaan atau kes
engsaraaan dalam pekerjaan. Beberapa faktor psikososial tersebut
di antaranya: upah yang kurang, pekerjaan yang tidak sesuai deng
an minat, bakat dan bekal pengetahuan, serta tekanan dalam peker
jaan. Dalam konteks pelayanan farmasi, stress kerja dapat timbul
dari tekanan dari customer untuk memberikan pelayanan yang cep
at, tepat dan ramah padahal volume pelayanan yang makin menin
gkat. Stress kerja terkait dengan pelayanan farmasi klinik seringka
li ditimbulkan dari hubungan antar profesi yang kadang tidak har
monis, kesulitan mengubah perilaku petugas kesehatan dalam pen
gelolaan obat pasien dan lain-lain.
e. Upaya-upaya untuk peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam pelayanan farmasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
(d) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, khususnya bagi petugas
yang menangani penyiapan sitostatika.
(e) Upaya-upaya yang dilakukan sehubungan dengan kapasitas dan
beban kerja, yang terdiri dari: pengaturan kerja bergilir yang
menyesuaikan dengan kemampuan kerja individual, penempatan
petugas pada jabatannya, pendidikan dan pelatihan petugas
farmasi tentang K3.
(f) Pencegahan bahaya potensial dengan menggunakan alat pelindung
diri. Alat pelindung diri dipakai khusunya bagi petugas
sitostatika, petugas dispensing dan petugas yang terkait dengan
pengelolaan bahan berbahaya. Untuk alat pelindung diri juga
diperlukan bagi apoteker farmasi klinik yang kontak langsung
dengan pasien. Alat pelindung diri antara lain :
1. Pelindung pernapasan : masker
2. Pelindung mata : google
3. Pelindung pendengaran: tutup telinga
4. Pakaian kerja khusus : jas praktek, jas lab, gown
5. Sarung tangan : handscoon
6. Pelindung kepala : topi
7. Pelindung kaki : sepatu karet
f. Implementasi cara pelaksanaan kerja yang baik (CPKB)
g. Pengorganisasian dan pembagian tugas yang jelas.
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

a) Pengertian Pengendalian Mutu


Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian ter
hadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga d
apat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan meka
nisme tindakan yang diambil.
b) Tujuan Pengendalian Mutu
Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan m
utu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.
c) Pelaksanaan Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat d
ilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiat
an ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesu
ai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengenda
lian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan program pengend
alian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara berk
esinambungan.
d) Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a) Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b) Pelaksanaan, yaitu:
a. monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja);
b. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c) Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
a. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang
ditetapkan;
b. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahapan program pengendalian mutu:
1) Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang
diinginkan dalam bentuk kriteria;
2) Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan;
3) Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan;
4) Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
5) Up date kriteria.
e) Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi:
a) memilih subyek dari program;
b) menentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
prioritas;
c) mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan;
d) mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki;
e) dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya;
f) melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria;
g) apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut;
h) merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan;
i) mengimplementasikan formula yang telah direncanakan;
j) reevaluasi dari mutu pelayanan.
F. Indikator Pengendalian Mutu
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikat
or, suatu alat/tolak ukur yang hasilnya menunjuk pada ukuran kepatuhan terh
adap standar yang telah ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi:
1. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
2. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan
yang diselenggarakan.
3. Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:
a. sesuai dengan tujuan;
b. informasinya mudah didapat;
c. singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi;
d. rasional.
G. Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan
melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh
Instalasi Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal. Monitoring
dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara terencana,
sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus
dilaksanakan terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai ketentuan yang berlaku.
H. Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
program evaluasi, yaitu:
1. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan,
contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman.
2. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan
Resep oleh Asisten Apoteker.
3. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi
barang, audit internal.
I. Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala.
Kualitas pelayanan meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata
cara/standar prosedur operasional, waktu tunggu untuk mendapatkan
pelayanan.
Metode evaluasi yang digunakan, terdiri dari:
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar.
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, pen
ulisan Resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawanc
ara langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyera
han Obat

BAB X
PENUTUP
Setiap kegiatan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pada dasa
rnya seluruh kegiatan pelaksanaan pelayanan farmasi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Mardhatillah mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nom
or 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Dala
m menjalankan fungsinya, Instalasi Farmasi juga berlandaskan pada falsafah d
an tujuan yang sesuai dengan visi, misi dan kebijakan mutu yang ditetapka
n rumah sakit untuk menunjang tercapainya pelayanan kesehatan yang bermu
tu serta mengacu pada Rencana Strategik rumah sakit lima tahun kedepan.
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah ini merupakan sebagai pedoman atau acuan bagi semua pihak ya
ng ada kaitannya dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah
Mardhatillah tata cara pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan farmasi.
Pedoman pelayanan ini masih banyak kekurangan dan akan terus diperbah
arui sesuai dengan perkembangan pelayanan farmasi rumah sakit dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Semua yang dilakukan dalam pelayanan far
masi harus selalu berorientasi pada pasien dengan mengutamakan keselamatan p
asien.

Ditetapkan :
Pada Tanggal : xxxxxx 1443 H
xxxxxx 2022 M

Direktur
RS Muhammadiyah Mardhatillah

Dr. Aviv Aziz Triono, MMR


NIK. 018.01.0716

Anda mungkin juga menyukai