MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
PENDAHULUAN
Sekolah Menengah 7
3 Administrasi Sarjana dan Diploma 2
Sekolah Menengah 8
Jumlah 60
Tenaga Teknis 10
Kefarmasian
Administrasi 1
5 Depo farmasi Kamar Apoteker 1
Bedah
Tenaga Teknis 2
Kefarmasian
Administrasi 1
6 Depo farmasi Hemodialisa Tenaga Teknis 1
Kefarmasian
7 Gudang Farmasi Apoteker 3
Tenaga Teknis 4
Kefarmasian
Administrasi 8
Jumlah 60
BAB III
STANDAR FASILITAS
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan
perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu
dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk
penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung kepada pasien,
peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan
limbah. Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus
dilakukan kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian
kesehatan dan/atau institusi yang berwenang. Peralatan harus dilakukan
pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
penyelenggaraan pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung
oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-
undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan
sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk
penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsungkepada pasien,
peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan
limbah
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
4.1.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai ini berdasarkan:
1. Formularium dan standar pengobatan
2. Pola penyakit
3. Efektifitas dan keamanan
4. Pengobatan berbasis bukti
5. Mutu
6. Harga
7. Ketersediaan di pasaran
Pemilihan obat di Rumah Sakit Tk. II 03.05.01 Dustira
Cimahi melibatkan Tim Farmasi dan Terapi yang tertuang dalam
formularium obat Rumah Sakit Tk. II 03.05.01 Dustira Cimahi.
Formularium obat Rumah Sakit Tk. II 03.05.01 Dustira
Cimahi ditinjau dan dinilai kembali secara terus-menerus minimal
dua tahun sekali oleh Tim Farmasi dan Terapi untuk disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kedokteran dan farmasi.
Proses revisi formularium melalui tahapan sebagai berikut:
1. Evaluasi penggunaan obat berdasarkan data morbiditas,
konsumtif, dan pertimbangan staf medis
2. Evaluasi peresepan dan persediaan obat
3. TFT membuat angket usulan obat baru.
4. Dokter mengisi angket obat yang diusulkan untuk ada di
formularium berdasarkan standar terapi
5. Angket dikumpulkan dan obat dikelompokkan berdasarkan
kelas terapi
6. Membahas usulan dalam rapat TFT, jika diperlukan, dapat
meminta masukan dari pakar
7. Rancangan hasil TFT dikembalikan ke masing-masing kepala
departemen untuk mendapat umpan balik
8. Membahas hasil umpan balik dari Staf Medis Fungsional
9. Menetapkan daftar obat yang masuk formularium
10. Penyusunan dan pencetakan buku formularium
11. Penyusunan dan pencetakan buku formularium
12. Menyusun kebijakan atau pedoman untuk implementasi
13. Melakukan sosialisasi mengenai formularium kepada staf
medik dan melakukan monitoring penggunaan obat
berdasarkan formularium rumah sakit.
Formularium rumah sakit disusun mengacu kepada
formularium nasional. Formularium rumah sakit harus tersedia
untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di
rumah sakit. Evaluasi dan revisi terhadap formularium rumah sakit
harus dilakukan secara rutin sesuai kebijakan dan kebutuhan.
Penyusunan dan revisi formularium rumah sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan
obat agar dihasilkan formularium rumah sakit yang selalu mutakhir
dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Obat baru yang dimasukkan dalam formularium memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Mengutamakan penggunaan obat generik.
2. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas.
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan
dengan tenaga, sarana dan fasilitas kesehatan.
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien
7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan, dengan harga yang terjangkau
9. Jika terdapat lebih dari satu pilihan yang emmiliki efek terapi
yang serupa, pilihan dijatuhkan kepada:
a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data
ilmiah
b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling
menguntungkan
c. Obat yang stabilitasnya lebih baik
d. Mudah diperoleh
e. Obat yang telah dikenal
10. Obat jadi kombinasi tetap memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk
kombinasi tetap
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan
yang lebih tinggi daripada masing-masing komponen
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan
perbandingan yang tepat untuk sebagian besar penderita
yang memerlukan kombinasi tersebut
d. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya
e. Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya resisten dan efek merugikan lainnya.
Obat lama yang akan dikeluarkan dari formularium
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving) akan
dievaluasi.
2. Obat-obat yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu 3
(tiga) bulan maka akan diingatkan kepada dokter-dokter terkait
yang menggunakan obat tersebut. Apabila pada 3 (tiga) bulan
berikutnya tetap tidak/kurang digunakan, maka obat tersebut
dikeluarkan dari buku formularium. Bila obat yang jarang
digunakan tersebut tidak terdapat substitusi farmakologinya,
maka obat tersebut akan dipertimbangkan untuk kembali masuk
formularium.
3. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh
Pemerintah/BPOM atau dari pabrikan.
Obat yang baru masuk ke dalam formularium dilakukan
pemantauan efeknya sesuai prosedur Rumah Sakit.
Obat pasien rawat inap saat malam hari atau ketika depo
farmasi rawat inap tutup dilakukan di depo farmasi Instalasi Gawat
Darurat (IGD) sesuai prosedur Rumah Sakit.
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan
dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1. Anggaran yang tersedia;
2. Penetapan prioritas;
3. Sisa persediaan;
4. Data pemakaian periode yang lalu;
5. Waktu tunggu pemesanan; dan
6. Rencana pengembangan.
4.1.2 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses
pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi
harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain:
1. Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa;
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS);
3. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
harus mempunyai Nomor Izin Edar; dan
4. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit
dan mendapatkan obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
1. Pembelian
Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan
ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a. Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat;
b. Persyaratan pemasok;
c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; dan
d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
3. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan
pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sumbangan/dropping/
hibah. Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi
yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan
pasien di rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan
rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.
Pengadaan obat di Rumah Sakit Tk. II 03.05.01 Dustira
Cimahi dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan dengan mengikuti
proses pengadaan barang yang berlaku di Rumah Sakit dan sesuai
peraturan yang ada. Pengadaan obat dapat melalui pelelangan dan
pengadaan langsung (pembelian langsung, pembelian e-catalogue,
atau penunjukan langsung) sesuai ketentuan Rumah Sakit.
Persyaratan pengadaan obat di Rumah Sakit Tk. II 03.05.01
Dustira Cimahi sesuai dengan standar mutu pengadaan barang
yang dikeluarkan oleh Unit Layanan Pengadaan, meliputi:
a. Obat berasal dari institusi resmi yang memiliki izin usaha di
bidang kefarmasian / PBF (Pedagang Besar Farmasi)
b. Memiliki nomor izin edar
c. Untuk bahan berbahaya dan beracun melapirkan lembar data
keamanan bahan (MSDS/Material Safety Data Sheet)
d. Waktu kedaluwarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk produk
tertentu (vaksin, reagensia, dll)
e. Spesifikasi sesuai yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan
Obat diterima oleh panitia penerima dengan memperhatikan
standar mutu tersebut dan membuat dokumen penerimaan. (Untuk
penerimaan produk vaksin harus memperhatikan rantai dingin/cold
chain dengan memantau suhu penyimpanan selama pengiriman
mulai dari penyedia barang sampai barang diterima oleh panitia
penerima dan disimpan di gudang.
4.1.3 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
Obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus.
2. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan
pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang
jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan
dapat diidentifikasi.
5. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa obat
disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
1. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya.
2. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis
gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari
tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas
medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First
Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
Terdapat beberapa ketentuan dalam penyimpanan obat di
Rumah Sakit Tk. II 03.05.01 Dustira Cimahi sebagai berikut:
1. Obat disimpan pada tempat yang bersih (tidak bercampur
dengan makanan dan minuman) dalam kondisi stabilitasnya
sesuai prosedur penyimpanan di RS.
2. Tempat penyimpanan obat dilakukan pengecekan suhu yang
teratur dan berkesinambungan.
3. Tempat penyimpanan obat harus terlindung dari kehilangan /
pencurian.
4. Penempatan obat berdasarkan alfabetis dan atau farmakologis
dan pengeluarannya menggunakan prinsip first expired first out
(FEFO).
5. Ada label yang jelas untuk isi, tanggal kedaluwarsa dan
peringatan pada setiap obat yang disimpan.
6. Terdapat penyimpanan khusus yang dipisahkan dari obat lainnya
sesuai prosedur Rumah Sakit untuk produk di bawah ini:
a. Pengelolaan Obat narkotika atau psikotropika
1) Disimpan dalam lemari berkunci ganda dan setiap kunci
dipegang oleh penanggungjawab kunci yang berbeda
pada tempat penyimpanan masing-masing
2) Penerimaan dan penggunaan dilaporkan sesuai
ketentuan Undang-Undang yaitu ke Dinas Kesehatan
Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, BPOM dan Kesdam
III/Siliwangi
b. Pengelolaan Obat dengan kewaspadaan tinggi
1) Disimpan dalam tempat terpisah dari obat lainnya,
tempat tersebut diberi tanda berwarna merah di
sekelilingnya, dan setiap obat juga diberi label berwarna
merah sesuai prosedur Rumah Sakit.
2) Obat LASA (Look Alike Sound Alike) atau NORUM
(Nama Obat, Rupa, Ucapan Mirip) diberi penandaan
“LASA” dan tidak disimpan berdekatan
c. Pengelolaan Obat Emergency
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi
penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah
diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin:
1) Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat
emergensi yang telah ditetapkan;
2) Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk
kebutuhan lain;
3) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera
diganti;
4) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
5) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
d. Pengelolaan Bahan berbahaya dan beracun
1) Disimpan dalam tempat terpisah dari obat lainnya yang
menjamin keamanan bahan tersebut selama
penyimpanan dan disertai MSDS pada tempat
penyimpanannya.
2) Semua bahan bebahaya dan beracun harus diberikan
label yang benar agar tidak terjadi pencampuran dan
pemberian bahan yang tidak sesuai.
3) Dilarang merokok diseluruh bagian penyompanan bahan
baku berbahaya.
4.1.4 Pendistribusian
Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan/ menyerahkan logistik farmasi dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan dan/ atau pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan
waktu.
Distribusi obat mencakup beberapa kegiatan yaitu:
1. Pengendalian stok, menjaga stok aman, reorder supply
2. Monitoring ketersediaan obat melalui analisi laporan penggunaan
obat
3. Pengelolaan transport/ pengelolaan pengiriman obat
4. Pengiriman obat dari Gudang ke unit pelayanan
Sistem Distribusi Berdasarkan Pelayanan:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock).
b. Sistem Resep Perorangan
c. Sistem One Day Distribusion
d. Sistem Kombinasi
4.1.6. Pengendalian
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
d. Kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan
kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis HabiPakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan
(smoving);
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan
dalamwaktu tiga bulan berturut-turut (death stock);
3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
4.1.7. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu.
4.2.7 Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,
dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat,
memantau kemungkinan munculnya efek samping obat dan
reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang
rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien,
serta profesional kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa
pengobatan berlangsung sesuai dengan perencanaan terapi
dan menjamin keselamatan pasien.
Visite Farmasi pada Pasien Covid-19 dilakukan dengan
melalui whatsapp Grup Covid-19. Apabila ada kejadian DRP's
(Drug Related Problem) pada pengobatan pasien. Apoteker akan
melakukan koordinasi dengan DPJP dan perawat ruangan terkait
solusi DRP's (Drug Related Problem) pasien. Hasil
koordinasi dicatat di buku konfirmasi khusus pasien Covid-19.
4.2.9 Konseling
Konseling obat adalah suatu proses pemberian informasi
segala hal terkait obat yang bertujuan membnatu pasien dalam
mengatasi masalah penggunaan obat, sehingga pengobatan
,menjadi lebih rasional, aman efektif dan efisien
Tujuan konseling :
1. Sebagai pedoman dalam tenaga kesehatan di rumah sakit,
khususnya tenaga kefarmasian saat memberikan informasi obat
kepada pasien.
2. Meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan risiko efek samping, meningkatkan cost
effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam
menjalankan terapi
Kriteria pasien konseling :
1. Pasien B20 Yang Baru Menerima Terapi ARV,
2. Pasien TBC Yang Baru Menerima Terapi OAT
3. Pasien Baru Dengan Penggunaan Insulin
Langkah-langkah Konseling :
1. Resep dipilih berdasarkan kriteria pasien konseling
2. Lakukan pengisian dan penyiapan resep obat pasien yang
akan di konseling.
3. Lakukan pemanggilan pasien ke ruang konseling.
4. Lakukan pengisian data terkait informasi pasien pada form
konseling
5. Lakukan konseling dengan metode Three prime questions
meliputi:
a. Apakah dokter telah menjelaskan tentang obat yang
diberikan
b. Bagaimana cara penggunaan obat yang diberikan?
c. Apa yang dikatakan dokter setelah menggunakan obat ini?
d. Lakukan pengkajian terkait penggunaan obat pasien.
e. Minta pasien mengulangi apa yang sudah dijelaskan oleh
pemberi konseling terutama dalm hal aturan dan cara
penggunaan obat.
f. Dokumentasikan pada Form Konseling
Sarana dan Prasarana :
1. Ruangan khusus
2. Kartu pasien/catatan konseling
BAB V
LOGISTIK
5.1 Perbekalan Farmasi
Perbekalah farmasi yang dibutuhkan terdiri dari:
1. Obat
2. Bahan medik habis pakai
5.2 Kebutuhan Peralatan Lainnya
Peralatan minimal yang harus tersedia :
1. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat
baik nonsteril maupun aseptik
2. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
3. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat
4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
5. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
6. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan
limbah yang baik
Macam-macam Peralatan:
1. Peralatan Kantor
a. Furnitur ( meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan
lain-lain )
b. Komputer
c. Alat tulis kantor
d. Telpon
e. Disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit
2. Peralatan Produksi
a. Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan
pembuatan obat, baik nonsteril maupun steril/aseptik
b. Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan
cara pembuatan obat yang baik
3. Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum
a. Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban
dan cahaya yang berlebihan
b. Lantai dilengkapi dengan palet
4. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus :
a. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil
b. Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi
secara berkala
c. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat
psikotropika
d. Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan
pembuangan limbah dan obat berbahaya harus dibuat
secara khusus untuk menjamin keamanan petugas, pasien
dan pengunjung
5. Peralatan Pendistribusian/Pelayanan
a. Pelayanan rawat jalan (Apotik)
b. Pelayanan rawat inap (satelit farmasi)
c. Kebutuhan ruang perawatan/unit lain
6. Peralatan Konsultasi
a. Buku kepustakaan, bahan-bahan leaflet, brosur dan lain-lain
b. Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan,
c. Lemari untuk menyimpan berkas administrasi dan arsip
d. Komputer
e. Form Konseling
7. Peralatan Ruang Informasi Obat
a. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat
b. Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak
c. Telpon
d. Lemari arsip
8. Peralatan Administrasi
a. Arsip Resep dan Kartu Kontrol Obat
b. Lemari Arsip
BAB VI
STANDAR KESELAMATAN PASIEN FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan
kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Kriteria :
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar
unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.
Standar :
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses
baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden,
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.
Kriteria :
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan
fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan
data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi
intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan
evaluasi satu proses kasus risiko tinggi
4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data
dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan serta meningkatkan keselamatan pasien
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien.
Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
3. Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD). Selain Insiden diatas, terdapat KTD yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang
temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan,
baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit
atau keadaan pasien yang dikenal dengan kejadian sentinel. Contoh
Kejadian sentinel antara lain Tindakan invasif/pembedahan pada pasien
yang salah, Tindakan invasif/ pembedahan pada bagian tubuh yang
keliru, Ketinggalan instrumen/alat/ benda-benda lain di dalam tubuh
pasien sesudah tindakan pembedahan, Bunuh diri pada pasien rawat
inap, Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan
kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi darah akibat
inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi “Full-
Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar, Perkosaan
/tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun pengunjung.
Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang
berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah
terlanjur di “ blow up” oleh media, Kejadian yang menyangkut pejabat,
selebriti dan publik figure lainnya, Kejadian yang melibatkan berbagai
institusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain, Kejadian yang sama
yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun waktu
yang relatif bersamaan, Kejadian yang menyangkut moral, misalnya :
perkosaan atau tindakan kekerasaan.
4. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi
dalam program keselamatan pasien.
5. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
6. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near
miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien
mulai dilaksanakan.
7. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan
proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk
mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
8. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan dengan pendekatan antar disiplin.
9. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
10. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan
kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Kriteria:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-
service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Kriteria:
1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal- hal
terkait dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Latar Belakang
Dalam UU No.23/1992 pasal 23 tentang Kesehatan Kerja, pada
ayat1 menerangkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekitar agar dapat diperoleh produktivitas kerja yang optimal
sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Pada dasar hukum
yang sama pada ayat 2 juga diterangkan bahwa Usaha Kesehatan Kerja
(UKK) merupakan penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja dan pelayananan kesehatan kerja mencangkup upaya
meningkatkan kesehatan seperti pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit dan pemulihan penyakit. Kesehatan kerja mempunyai syarat fisik
dan psikis sesuai dengan jelas pekerjaannya, persyaratan baku,
peralatan, proses kerja serta serta persyaratan tempat atau lingkungan
kerja.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja bagi pegawai Rumkit
Tk. II Dustira
2. Tujuan Khusus
a.Setiap pegawai yang diterima kerja bagi pegawai Rumkit Tk.II Dustira
memiliki kondisi fisik yang sehat dan sesuai untuk pekerjaan yang akan
dilakukan.
b. Mempertahankan derajat kesehatan pegawai selama berada dalam
pekerjaannya dan mencegah terhadap kemungkinan adanya penyakit
akibat kerja.
c. Menilai adanya pengaruh kesehatan akibat pekerjaan tertentu
terhadap pegawai yang memiliki resiko tinggi
C. Tata Laksana
1. Kegiatan Pokok
Memberikan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pegawai melalui
pemakaian alat pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan pegawai
Rumkit Tk. II Dustira.
2. Rincian Kegiatan
a. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada unit kerja tertentu
b. Pemeriksaan kesehatan pegawai pra-pekerjaan (sebelum kerja)
c. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk selururh pegawai.
d. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh pegawai.
e. Pemeriksaan kesehatan khusus untuk pegawai pada unit kerja yang
memiliki resiko tinggi, seperti Laboratorium dan Radiologi.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU