02
RUMAH SAKIT TK.III DR. R. SOEHARSONO
TENTANG
Menetapkan :
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal di tetapkan dan
akan dilakukan perubahan sebagaimana mestinya apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.
MEMUTUSKAN:
Dikeluarkan di Banjarmasin
Pada tanggal 10 Februari 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah
Sakit.
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari system pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian mengharuskan adanya
perluasan dari paradikma baru yang berorientasi pada pasien (drug oriented ) dengan
filosofi Pelayanan Kefarmasian ( pharmaceutical care ).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradikma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi
pasien.Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat
memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk
tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di Negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan
Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat
manajerial maupun farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Infomasi
Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga
diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang
diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi
klinik secara intensif.
Untuk itu, dalam menjamin pelayanan farmasi di Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono yang bermutu dengan kontinuitas yang tinggi yang berdasarkan konsep
pharmaceutical Care, diperlukan suatu Pedoman Pelayanan Farmasi yang menjadi
acuan dalam pelaksanaan pelayanan farmasi di Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan farmasi dan kualitas
hidup pasien.
B. Tujuan Pedoman
1. Sebagai pedoman penyelengaraan pelayanan farmasi di rumah sakit.
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit.
3. Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian.
4. Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit.
5. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional
D. Batasan Operasional
1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
(sediaan
farmasi, sediaan farmasi & alat kesehatan, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan,
pendistribusian atau penyalurannya (PP 51 Tahun 2009).
2. Sediaan farmasi adalah semua bahan dana peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan (UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit).
3. Sediaan farmasi di Rumah Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono terdiri dari sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (UU
No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit)
5. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan/atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh (UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit).
6. SIstem Formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medis rumah
sakit yang bekerja melalui Tim Farmasi & Terapi (TFT), mengevaluasi, menilai
dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia yang
dianggap paling berguna dalam perawatan pasien serta evaluasi kepatuhan
terhadap Sistem Formularium.
7. Harga jual sediaan farmasi terdiri dari harga beli + margin
8. Margin adalah keuntungan yang besarannya ditentukan dengan kebijakan rumah
sakit, dihitung dari harga beli sediaan farmasi.
9. Jasa resep/jasa pelayanan adalah penghargaan terhadap jasa profesi farmasi
yang besarannya ditentukan dengan kebijakan rumah sakit.
10. Penyelarasan obat (medication reconciliation) adalah membandingkan antara
daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar
tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission atau
medication error lainnya).
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-undng Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Hukum
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889 tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselammatan Pasien rumah Sakit.
12. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, 2008, Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI bekerjasama dengan JIC.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit
BAB II
STANDAR KETENANGAN
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan di instalasi farmasi dipimpin oleh kepala instalasi farmasi
dan dikelola oleh tim pengelolaan perbekalan kesehatan, farmasi klinik terdiri atas
pelayanan resep dan PIO serta pelayanan mutu
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga SDM di Instalasi Farmasi terbagi menjadi :
1. Petugas Shift
Untuk petugas shift terbagi menjadi 3 shift sebagai berikut :
a. Dinas Pagi : 07.00 sd 15.00
b. Dinas sore : 14.30 sd 20.00
c. Dinas Malam : 20.00 sd 08.00
1 1 2 3 4 5 6
1 7 8
B. Standar Fasilitas
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing baik untuk sediaan non steril maupun cair, obat luar atau dalam.
Fasilitas peralatan harus memenuhi peralatan dasar di instalasi farmasi. Peralatan minimal
yang harus tersedia adalah :
1. Peralatan untuk penyimpanan dan peracikan non steril
2. Peralatan kantor untuk kantor dan arsip
3. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
4. Lemari pendingin dan AC untuk obat termolabil
5. Penerangan, sarana air, ventilasi dan system pembuangan limbah yang baik
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN FARMASI
A. Pemilihan
Pemilihan merupakan proses menetapkan sediaan farmasi yang tepat untuk
peresepan atau permintaan untuk disediakan di Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono. Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah sediaan farmasi
benar – benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit
di rumah sakit. Kriteria pemilihan obat yang baik yaitu meliputi :
1. Mengutamakan penggunaan obat generik
2. Memilih rasio pemanfaatan resiko yang paling menguntungkan penderita
3. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7. Memiliki rasio manfaat biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan
tidak langsung
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
C. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima sediaan farmasi yang telah diadakan
sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung dan sumbangan /
Hibah / Droping
Penerimaan sediaan farmasi dilakukan oleh Panitia Penerima Barang & Jasa
bersama Petugas Gudang. Tujuan penerimaan adalah menjamin sediaan farmasi
yang diterima sesuai dengan Surat Pesanan, Surat Pengiriman Barang (Faktur) dan
sesuai dengan spesifikasi mutu seperti expired date, fisik barang (tidak rusak atau
masih bersegel), jumlah maupun waktu kedatangan.
Penerimaan obat high alert diberikan stiker pada box/dus nya agar langsung
melakukan penandaan
D. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dan memelihara dengan cara menempatkan
sediaan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
1. Tujuan Penyimpanan sediaan farmasi :
a. Memelihara mutu sediaan farmasi.
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga ketersediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
e. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggunaan obat dengan peringatan
khusus.
2. Metode penyimpanan sediaan farmasi
a. Menyimpan obat high alert pada area khusus yang diberi batas dengan
isolasi/lakban berwarna merah dan diberi stiker ‘High Alert’.
b. Memasang label warna merah pada kemasan obat – obatan high alert
yang
datang sebelum diatur di tempat penyimpanannya.
c. Menyimpan Golongan Opioid dan Narkotik dalam lemari khusus obat
narkotik /
psikotropik dengan pintu ganda terkunci.
d. Memisahkan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip dengan
member
jarak dan diberi stiker LASA (Look Alike Sound Alike) pada rak
penyimpanan
bersama obat lain.
e. Menyimpan obat/alkes menurut bentuk sediaan & alfabetis untuk
mempermudah pencarian obat.
f. Menerapkan sistem FEFO & FIFO, dengan cara obat yang datang lebih
dahulu / expired lebih dekat ditempatkan pada posisi paling depan jika
disusun secara horizontal atau paling atas jika disusun secara vertikal.
g. Obat yang tidak stabil pada suhu ruangan dengan suhu yang terkendali ( 2
-
8C atau dibawah 0C ).
h. Pencatatan suhu ruangan dengan kulkas serta kelembaban dilakukan
setiap
pagi dan sore pada formulir yang tersedia. Apabila ditemukan ketidak
sesuaian, petugas harus melaporkan kepada Kepala Instalasi Farmasi.
i. Memberi jarak antara rak obat dengan lantai.
j. Memberi pallet untuk penyimpanan infus & member ruang sirkulasi udara
antara tumpukan dus yang satu dengan dus yang lain.
k. Obat yang tidak dalam kemasan utuh (sisa racikan) disimpan
menggunakan
wadah / etiket dengan diberi nama obat, jumlah, dan expired date.
l. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan dalam rak khusus atau
lemari terkunci yang diberi penandaan khusus.
C. Peresepan
Proses dispensing obat meliputi :
1. Pemesanan / order resep.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
Apoteker , untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan yang berlaku. Dokter yang berhak menulis resep adalah dokter yang
memiliki Surat Izin Praktek di Rumah Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono dan
ditetapkan oleh SK Kepala Rumah Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono sebagai dokter
yang berhak menuliskan resep, yang terdiri dari Staf medis purnawaktu dan
Dokter Tamu.
Dokter menulis resep sesuai dengan standar obat/alkes atau formularium Rumah
Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono atau sesuai dengan Formularium Nasional untuk
pasien BPJS. Semua resep jalan dan rawat inap dilayani oleh Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi tidak diperbolehkan menerima resep dari luar rumah sakit
kecuali rumah sakit tersebut sudah menjalin kerjasama dengan Rumah Sakit
Tk.III Dr. R. Soeharsono. Dokter penulis resep harus melakukan penyelarasan
obat (medication reconciliation) sebelum menulis resep dan harus
memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi obat dan riwayat
alergi obat. Setiap obat yang diresepkan harus dicatat di rekam medis pasien
dalam Formulir Instruksi Pengobatan Pasien, Formulir Pemesanan Obat/alkes
dan Catatan Perkembangan Terintegrasi Pasien.
Selain itu semua informasi obat pasien ditulis dalam rekam medis pasien atau
jika lembar terpisah harus diselipkan dalam rekam medis pasien saat
dipulangkan atau dipindahkan. Kelanjutan terapi yang sempat dihentikan karena
operasi atau sebab lain harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi
pengobatan terbaru. Tulisan dokter pada resep harus jelas dan dapat dibaca.
Dokter harus menggunakan istilah dan singkatan yang lazim dan ditetapkan
rumah sakit sehingga tidak disalahartikan. Jika resep atau permintaan dokter
tidak terbaca, Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengkonfirmasi
dokter penulis resep hingga diperoleh kejelasan.
Khusus untuk peresepan obat high alert, dokter harus menuliskan resep dengan
huruf jelas dan terbaca. Jika resep tidak terbaca maka dokter harus menuliskan
kembali resep obat high alert dan tidak diperbolehkan untuk mencoret-coret
resep. Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar
indikasi yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus
berdasarkan panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Kepala Rumah
Sakit Tk.III Dr. R. Soeharsono.
4. Ronde / Visite
Ronde / Visite merupakan kegiatan pemantauan perawatan menyeluruh
terhadap penderita yang terdiri atas berbagai disiplin ilmu secara terpadu,
antara lain : Dokter, Apoteker, Perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang
masing – masing memberikan kontribusi sesuai dengan keahliannya untuk
peningkatan kualitas hidup pasien.
Dokter, perawat, apoteker bersama praktisi perawatan kesehatan lainnya
bekerja sama untuk memantau efek pengobatan pasien yang sedang menjalani
terapi melalui Visite / Ronde Bersama.
Kegiatan yang dilakukan ;
a. Pemantauan kondisi dan riwayat pengobatan pasien secara mandiri di ruang
Perawatan
b. Pemantauan kondisi dan riwayat pengobatan pasien bersama
Dokter,Perawat,
dan tenaga kesehatan lainnya.
5. Pemantauan dan Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau yang tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Kegiatan ini berdasarkan
Formulir Monitoring Efek Samping Obat yang diedarkan oleh Panitia Efek
Samping Obat Nasional, kemudian formulir disebar luaskan ke ruang perawatan.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilaksanakan secara rutin oleh Instalasi
farmasi bekerja sama dengan perawat diruangan.
F. Pemantauan
Pemantauan obat dirumah sakit adalah tanggung jawab semua pihak yang terlibat
dalam siklus pengelolaan sediaan farmasi sampai obat diterima oleh pasien.
Salah satu bentuk pengendalian obat dirumah sakit adalah Pemeliharaan
Formularium / Buku Standar Obat, melaksanakan stok opname / inspeksi berkala
disemua tempat penyimpanan obat, dan pemantauan penyimpanan obat diseluruh
rumah sakit.
Pemantauan sediaan farmasi dilaksanakan untuk menjamin keamanan sediaan,
untuk menjaga dari kehilangan dan untuk menghindari kerugian karena expired /
rusak, death stock, dsb. Pemantauan sediaan farmasi dilakukan di unit yang
menyimpan dan mendistribusikan sediaan farmasi, yaitu :, Gudang Farmasi,
Pelayanan farmasi, dan Ruang Perawatan.
Hal – hal yang dilakukan dalam kegiatan pemantauan dan pengendalian obat di
rumah sakit :
1. Masing – masing pihak yang terlibat dalam pelayanan agar mematuhi &
memelihara Formularium / Buku Obat Standar yang ada di Rumah Sakit Tk.III Dr.
R. Soeharsono.
2. Melaksanakan kegiatan stock opname sediaan farmasi secara berkala.
3. Melaksanakan kegiatan pemantauan sediaan farmasi secara berkala diseluruh
unit penyimpanan sediaan farmasi.
4. Menarik sediaan farmasi di seluruh unit penyimpanan di rumah sakit apabila ada
obat / alkes yang ditarik dari peredaran yang dikeluarkan secara resmi dari
Badan POM atau Distibutor / Pabrik Obat.
5. Mengatur pemusnahan dan penghapusan sediaan farmasi, dan dokumen yang
sudah lebih dari 3 (tiga) tahun tidak terpakai karena kadaluarsa rusak, mutu tidak
memenuhi standar atau ketinggalan zaman, dengan cara membuat usulan
penghapusan kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Selain itu pemantauan terapi obat setelah diterima pasien dilakukan berdasarkan
konsep Pharmaceutical Care yang dimulai dari :
1. Visite / Ronde bersama antara Dokter, Perawat, Apoteker bersama praktisi
kesehatan lainnya untuk memantau efek pengobatan pasien yang sedang
menjalani terapi.
2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilaksanakan secara rutin oleh Instalasi
farmasi bekerja sama dengan perawat di ruangan.
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya
serta implementasi solusi untuk minimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
A. Latar Belakang
Dalam UU No.23/1992 pasal 23 tentang Kesehatan Kerja, pada ayat 1
menerangkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekitar agar
dapat diperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja. Pada dasar hukum yang sama pada ayat 2 juga
diterangkan bahwa Usaha Kesehatan Kerja (UKK) merupakan penyerasian antara
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja dan pelayanan kesehatan kerja
mencakup upaya meningkatkan kesehatan seperti pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit dan pemulihan penyakit. Kesehatan kerja mempunyai syarat
fisik dan psikis sesuai dengan jenis pekerjaannya, persyaratan baku, peralatan,
proses kerja serta persyaratan tempat atau lingkungan kerja.
Masalah kesehatan kerja dapat terjadi apabila ada ketidakserasian antara
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Dampak kesehatan kronis maupun
akut akan dirasakan oleh pegawai yang mengalami hal tersebut.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja bagi pegawai Rumah Sakit Tk.III Dr.
R. Soeharsono.
2. Tujuan Khusus
a. Setiap pegawai yang diterima bekerja pada Rumkit Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono memiliki kondisi fisik yang sehat dan sesuai untuk pekerjaan
yang akan dilakukan.
b. Mempertahankan derajat kesehatan pegawai selama berada dalam
pekerjaannya dan mencegah terhadap kemungkinan adanya penyakit akibat
kerja.
c. Menilai adanya pengaruh kesehatan akibat pekerjaan tertentu terhadap
pegawai yang memiliki resiko tinggi.
C. Tata Laksana
1. Kegiatan Pokok
Memberikan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pegawai melalui pemakaian
alat pelindung diri dan pemeriksaan kesehatan pegawai Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono.
2. Rincian Kegiatan
a. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada unit kerja tertentu.
b. Pemeriksaan kesehatan pegawai pra-pekerjaan (sebelum kerja).
c. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh pegawai.
d. Pemeriksaan kesehatan khusus untuk pegawai pada unit kerja yang
memiliki resiko tinggi, seperti Laboratorium dan Radiologi.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
1. Ketentuan dan kebijakan yang diatur dalam Keputusan Pedoman Pelayanan Farmasi
ini hanya bersifat garis besar sedangkan rincian kegiatan diuraikan dalam bentuk
Standar Operasional Prosedur (SOP).
2. Setiap perubahan atas ketentuan-ketentuan Pedoman Pelayanan Farmasi (sesuai
surat keputusan ini), harus mengacu kepada kebijakan Rumah Sakit Tk.III Dr. R.
Soeharsono secara keseluruhan serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Setiap perubahan tersebut harus ditetapkan dengan keputusan Kepala Rumah Sakit
Tk.III Dr. R. Soeharsono
4. Dengan berlakunya keputusan ini, maka segala ketentuan kebijakan terkait yang
bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
5. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan catatan apabila terdapat
kekurangan ataupun kekeliruan dalam penetapannya akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Dikeluarkan di Banjarmasin
Pada tanggal 10 Februari 2020