Anda di halaman 1dari 8

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH LAUT

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TANAH LAUT


PUSKESMAS TAJAU PECAH
Jl. H.M. Sarbini RT.15 Desa Batu Ampar Kec. Batu Ampar Kec. Batu Ampar
Kode Pos 70882

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TAJAU PECAH


NOMOR : / SK/III/2022
TENTANG
PELAYANAN KEFARMASIAN
DI LINGKUNGAN PUSKESMAS TAJAU PECAH
KABUPATEN TANAH LAUT

KEPALA PUSKESMAS TAJAU PECAH ,

Menimbang : a. a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu


pelayanan kefarmasian dapat berjalan secara
efektif,efesien dan menjamin keselamatan pasien
maka diperlukan tata kelola penyelenggaraan
Farmasi yang baik:
b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut di
atas, perlu ditetapkan pemberlakuan keputusan
kepala UPT Puskesmas Tajau Pecah tentang
Pelayanan Kefarmasian;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 (Lembaran Negara)
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 46 tahun 2015, tentang Akreditasi Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
3. Nomor 3 Tahun 2015, tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi ;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
4. Nomor 13 Tahun 2015, tentang Penyelenggaran
Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas ;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 39 tahun 2016 tentang Pedoman
5. Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
6. Nomor 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
7. Nomor 44 tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no
8. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017
9. tentang Keselamatan Pasien;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
10. Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 tahun 2019, tentang Puskesmas;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2020 sebagai perubahan atas
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
13. nomor 23 tahun 2020 tentang Penetapan dan
Perubahan Penggolongan Psikotropika;
Peraturan menteri kesehatan nomer
14. HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang kewajiban
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah
Keputusan Menteri Kesehatan no
15. 189/MENKES/SK/III/2006 Tentang kebijakan obat
nasional
Keputusan Menteri Kesehatan no
16. HK.01.07/MENKES/176/2019 Tentang komite
penyusunan formularium nasional
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS TAJAU
PECAH
KESATU : Kebijakan penunjang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas Tajau Pecah dijelaskan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari surat keputusan ini.
KEDUA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan akan diadakan perbaikan/perubahan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Tajau Pecah

KEPALA UPT PUSAT KESEHATAN


MASYARAKAT TAJAU PECAH

drg. August Romdhony


LAMPIRAN I
KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS NOMOR
188/02G
TENTANG KEBIJAKAN PENUNJANG PELAYANAN
KLINIS PUSKESMAS TAJAU

PELAYANAN UNIT FARMASI

1. Pelaksanaan pelayanan obat


Senin s/d Kamis : 08.00 WITA sd 13.00 WITA
Jumat : 08.00 WITA sd 11.30 WITA
Sabtu : 08.00 WITA sd 12.00 WITA
2. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tajau Pecah terdiri dari
pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
dan pelayanan farmasi klinis.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas Tajau Pecah
dari perencanaan; permintaan (pemesanan) yang dilakukan oleh
pengelola obat yang disetujui oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten mengunakan format LPLPO; penerimaan;
penyimpanan; pendistribusian; pengendalian; pencatatan, pelaporan
dan pengarsipan; pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
4. Pelayanan farmasi klinis di Puskesmas Tajau Pecah terdiri dari
pengkajian resep dan penyerahan obat; pemberian informasi obat
(PIO), konseling, dan rekonsiliasi obat.
5. Sediaan farmasi dan BMHP harus tersedia di Puskesmas Tajau Pecah
sesuai dengan Formularium Puskesmas. Formularium merupakan
daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia, yang
disusun sebagai acuan dalam pemberian pelayanan kepada pasien,
mengacu pada Formularium Nasional (Fornas) dengan
mempertimbangkan kebutuhan pasien, keamanan, dan efisiensi.
6. Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi dan paramedis
yang diberi pendelegasian wewenang oleh dokter/dokter gigi.
7. Yang berhak menyiapkan obat adalah petugas farmasi yang meliputi
apoteker, tenaga teknis kefarmasia, dan paramedis yang sudah
mendapatkan pelatihan internal pemberian obat.
8. Dalam pelayanan resep, petugas farmasi wajib melakukan
pengkajian, telaah resep yang meliputi pemenuhan persyaratan
administratif, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klini sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
9. Ketersediaan obat harus dipantau dan dievaluasi setiap bulan agar
tidak terjadi kekosongan atau kekurangan obat.
10. Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka perlu dikelola
kebersihan dan keamanan obat disetiap proses pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pasien
serta penatalaksanaan obat kadaluwarsa dan/atau rusak, serta
penandaan yang jelas untuk obat-obat yang perlu diwaspadai.
11. Untuk menghindari pemberian obat kadaluwarsa dan/atau rusak
kepada pasien maka dilakukan identifikasi nama obat dan waktu
kadaluwarsa dalam kartu stok dan penyimpanan obat menggunakan
sistem first expired first out (FEFO) dan first in first out (FIFO).
12. Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat yang
mengandung risiko berbahaya jika salah menggunakan dan dapat
menimbulkan kerugian besar pada pasien.
13. Obat – obat high alert terdiri atas:
a. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian, kecacatan atau kondisi lain yang
berbahaya pada pasien, seperti insulin, heparin, atau obat
kemoterapetik.
b. Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik terlihat
sama (look alike), bunyi ucapan terdengan sama (sound alike);
sering disingkat menjadi LASA atau NORUM (nama obat rupa
ucapan mirip).
14. Puskesmas menetapkan prosedur dalam penyampaian obat keada
pasien agar pasien (dan keluarga pasien) memahami indikasi, dosis,
cara penggunaan dan efek samping obat yang mungkin terjadi.
15. Penyimpanan dan pengolaan obat Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lemari penyimpanan menggunakan pintu kunci ganda yang disimpan
oleh Apoteker dan petugas farmasi. Pengelolaan obat narkotika,
psikotropika dan prekursor dilakukan terpisah dari sediaan farmasi
dan BMHP lainnya.
16. Peresepan obat narkotika, psikotropika dan prekursor hanya boleh
dilakukan oleh dokter.
17. Dalam penyerahan obat kepada pasien, harus dilakukan pengkajian
dengan benar terlebh dahulu yaitu meliputi: ketepatan identitas
pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan rute pemberian
dan ketepatan waktu pemberian.
18. Dalam pemberian obat harus memerhatikan riwayat alergi, interaksi
obat, dan efek samping obat. Efek samping obat harus dilaporkan
ditindak lanjuti, serta di catat dalam rekam medis.
19. Pasien, dokter, perawat dan petugas kesehatan lain bekerja Bersama
untuk memantau pasien yang mendapat obat untuk mengevaluasi
efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakit serta evaluasi
kejadian efek samping.
20. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respin terapi yang
diantisipasi maupun reaksi alergi dan interaksi obat yang tidak
diantisipasi. Kemudian hasil observasi didokumentasikan jika
terdapat kejadian salah pengobatan (medication error).
21. Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, obat emergensi harus dapat
diakses dengan cepat. Perlu diperhatika letak penyimpanan di tempat
pelayanan, dan pengelolaannya dilakukan oleh petugas farmasi.
22. Pengelolaan obat emergensi di tempat pelayanan meliputi tempat
penyimpanan, pemantauan tanggal kadaluwarsa dan kondisi obat
serta kecukupan jumlah obat.
23. Jika pasien membawa obat atau memiliki obat di rumah maka obat
harus diidentifikasi dan ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi doker
(proses rekonsiliasi obat).
24. Rekonsiliasi obat merupakan proses membadingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pelayanan obat
(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi obat.
25. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi oabt adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan
pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
26. Tahapan proses rekonsiliasi adalah: Pengumpulan data, mencatat dan
memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan oleh pasien;
Komparasi atau membandingkan data obat yang pernah, sedang dan
akan digunakan; Melakukan konfirmasi kepada dokter jika
menemukan ketidaksesuaian dokumentasi; dan Komunikasi, dengan
pasien dan/atau keluarga pasien dan perawat mengenai perubahan
terapi yang terjadi.

Ditetapkan di Tajau Pecah,

KEPALA UPT PUSAT KESEHATAN


MASYARAKAT TAJAU PECAH

drg. August Romdhony

Anda mungkin juga menyukai