KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH NYI AGENG SERANG
NOMOR : 188/1 / Akre – MPO – D / IX / 2017
TENTANG
KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI
Menimbang : a. bahwa RSUD Nyi Ageng Serang sebagai institusi yang bergerak di
bidang pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu untuk mewujudkan derajad kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya sesuai dengan visi dan misi yang
telah ditetapkan;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan misi rumah sakit
memberikanpelayanankesehatan secara profesional, berkualitas, dan
terpercaya dengan prinsip continuous improvement, harus memiliki
instalasi farmasi yang mempunyai pedoman pelaksanaan
kefarmasian di rumah sakit;
c. bahwa adanya perubahan paradigma pelayanan Farmasi yang
berorientasi pada obat menjadi pelayanan farmasi yang berorientasi
pada pasien;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
a,b,dan c perlu ditetapkan kebijakan dengan Keputusan Direktur
RSUD Nyi Ageng Serang.
Mengingat : 1. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit ;
2. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan ;
3. Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika ;
4. Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika ;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian;
1
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1691 tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah sakit.
8. Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2015 Tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Nyi Ageng Serang
9. Surat Keputusn Bupati Kulon Progo Nomor: Pem D / 103 / 820 / D.4
Tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Direktur RSUD Nyi Ageng
Serang Kabupaten Kulon Progo
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSUD NYI AGENG SERANG
TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN DAN PENGELOLAAN
PERBEKALAN FARMASI;
KEDUA : Kebijakan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi RSUD Nyi Ageng
Serang sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini;
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan dan pengelolaan
perbekalan farmasi RSUD Nyi Ageng Serang dilaksanakan oleh Kepala
Seksi Pelayanan Farmasi Penunjang Klinis dan Non Klinis RSUD Nyi
Ageng Serang;
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Tembusan :
1. Kepala Seksi Pelayanan Farmasi Penunjang Klinis dan Non Klinis
2. Arsip
2
Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Nyi AgengSerang tentang
Kebijakan Instalasi Farmasi
Nomor : 188 / 1 / Akre – MPO - D / IX / 2017
1. Pelayanan Kefarmasian di RSUD Nyi Ageng Serang meliputi dua kegiatan yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan perbekalan farmasi serta
kegiatan pelayanan farmasi klinik
2. Pelayanan kefarmasian berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, aman dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
3. Instalasi farmasi melakukan pelayanan 24 jam setiap hari, bagi pasien rawat jalan,
pasien rawat inap, pasien gawat darurat dan unit-unit lain di RSUD Nyi Ageng Serang.
4. Pelayanan farmasi di RSUD Nyi Ageng Serang di selenggarakan dibawah tanggung
jawab seorang Apoteker yang disebut Kepala Instalasi Farmasi, berijazah sarjana
farmasi, yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah/janji
jabatan Apoteker, sudah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) serta Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Kulon Progo.
5. Dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian, kepala instalasi farmasi sebagai
penanggungjawab dapat dibantu oleh:
a. Apoteker yang teregistrasi di Kementerian Kesehatan, Asosiasi Profesi Apoteker
serta memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
b. Tenaga Teknik Kefarmasian (Asisten Apoteker) meliputi : Ahli Madya Farmasi
(DIII Farmasi) dan Tenaga Menengah Farmasi (SMF / SMK Farmasi), yang
sudah teregistrasi di Kementerian Kesehatan, Asosiasi Profesi, dan memiliki Surat
Izin Praktek (SIPTTK).
6. Kepala Instalasi RSUD Nyi Ageng Serang bertanggung jawab terhadap
terselenggaranya pelayanan farmasi yang sesuai dengan aspek perundang-undangan
yang berlaku dan peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun
administrasi perbekalan farmasi.
7. Pengelolaan perbekalan farmasi menggunakan sistem manajemen satu pintu, yaitu
instalasi farmasi bertanggungjawab terhadap perbekalan farmasi yang beredar di
lingkungan RSUD Nyi Ageng Serang.
8. Pelayanan farmasi diselenggarakan sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan bagan
organisasi RSUD Nyi Ageng Serang yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
3
9. Pelayanan farmasi meliputi pengelolaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika), alat kesehatan, bahan habis pakai, reagen laboratorium, gas
medis serta kegiatan pelayanan farmasi klinik.
10. Obat yang dikelola oleh Instalasi Farmasi adalah obat yang tercantum dalam
Formularium Nasional dan daftar Formularium RSUD Nyi Ageng Serang, obat
program pemerintah serta obat lain yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit
11. Pelayanan farmasi terutama bertanggung jawab terhadap kegiatan manajemen dan
penggunaan obat yang berkesinambungan, meliputi :
a. Seleksi
b. Pengadaan
c. Penerimaan
d. Penyimpanan
e. Penyaluran ( Distribution& Dispensing)
f. Penarikan dan pemusnahan
g. Pencatatan dan pelaporan
12. Pelayanan obat yang dilakukan di instalasi farmasi RSUD Nyi Ageng Serang
memberikan proses pelayanan obat yang mendukung hak pasien dan keluarganya
selama dalam perawatan.
13. Formularium Rumah Sakit
a. Formularium Rumah Sakit memuat daftar obat dengan nama generik yang
disepakati dan disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit dan dievaluasi
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.
b. Formularium disusun dan dievaluasi sebagai salah satu upaya seleksi dalam
pengadaan perbekalan farmasi Rumah Sakit.
c. Pelayanan obat untuk semua pasien RSUD Nyi Ageng Serang mengacu pada
Formularium Rumah Sakit.
d. Kriteria obat yang masuk formularium Rumah Sakit:
1) Diutamakan obat yang masuk Formularium Nasional
2) Diutamakan obat yang masuk E-Katalog
3) Diutamakan Obat Generik Berlogo (OGB)
4) Memiliki rasio manfaat dan resiko yang paling menguntungkan pasien
5) Mutu terjamin, termasuk dalam hal stabilitas dan bioavailabilitas
6) Praktis dalam penyimpanan dan distribusi
7) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan pemakaian obat pasien
8) Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi
e. Obat-obatan yang otomatis dapat dimasukkan formularium:
1) Obat-obat yang masuk dalam Formularium Nasional
2) Obat Program Pemerintah
4
3) Pengganti obat karena perubahan teknologi
4) Pengganti obat bermasalah
f. Obat-obatan yang otomatis keluar dari formularium
1) Ditarik dari peredaran
2) Keputusan dari Tim Farmasi Terapi
g. Semua obat baru yang masuk formularium rumah sakit harus dilakukan
pemantauan, evaluasi efektifitas dan efek samping.
h. Obat-obat yang digunakan dalam kasus emergency di luar kriteria di atas dapat
disediakan dalam jumlah terbatas.
14. Perencanaan
a. Perencanaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) tahunan dibuat oleh
kepala Instalasi Farmasi berdasarkan Formularium dan kebutuhan BMHP Rumah
Sakit dengan mempertimbangkan pola konsumsi, pola penyakit, perbekalan
farmasi yang masih tersedia serta dana yang disetujui yang tercantum dalam
Rencana Bisnis Anggaran (RBA).
b. Perencanaan yang terkait dengan Instalasi atau unit lain berkoordinasi dengan unit
yang bersangkutan
15. Pengadaan
a. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian, produksi maupun sumbangan/
droping /hibah
b. Pengadaan melalui pembelian dilakukan oleh panitia pengadaan dan harus sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku serta harus melalui jalur yang resmi
atau legal.
c. Pengadaan melalui produksi sediaan farmasi harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit.
d. Pengadaan obat droping/ program pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit dan harus disertai dengan dokumen administrasi yang lengkap dan
jelas.
e. Pengadaan obat narkotika melalui PT. Kimia Farma dengan surat khusus rangkap 4
(empat) dan ditulis per lembar untuk tiap macam obatnya. Surat pesanan harus
ditandatangani oleh Apoteker dan mencantumkan nomor SIPA.
f. Prioritas pertama pengadaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah yang masuk
dalam daftar e-katalog. Apabila obat atau BMHP yang dimaksud tidak/belum
tersedia maka dicari alternatif dari obat atau BMHPsejenis yang tidak masuk
daftare-katalog dengan mempertimbangkan kualitas, harga, dan ketersediaan.
g. Dalam keadaan mendesak, stok kosong atau menipis maka dapat dilakukan
pengadaan langsung di luar perencanaan.
16. Penerimaan
5
a. Penerimaan Perbekalan Farmasi dilakukan oleh Panitia Penerima Barang/Jasa
RSUD Nyi Ageng Serang atau petugas Instalasi Farmasi yang diberi tanggung
jawab oleh Kepala Instalasi Farmasi.
b. Petugas menerima perbekalan farmasi beserta fakturnya, melakukan pengecekan
ulang terhadap perbekalan farmasi tersebut dan melakukan pencatatan.
c. Penerimaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) harus disertai dengan MSDS
(Material Safety Data Sheet) dari distributor.
17. Penyimpanan
a. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan perbekalan farmasi
sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
b. Penyimpanan barang menggunakan metode First Expired First Out (FEFO) dan
First In First Out (FIFO).
c. Untuk perbekalan farmasi yang termolabil disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu antara 2-8 C
d. Untuk perbekalan farmasi yang termostabil disimpan dalam suhu ruang (≤ 25 C)
e. Untuk perbekalan farmasi yang termasuk golongan bahan berbahaya danberacun
(B3) disimpan dalam area khusus penyimpanan B3 yang diberi tanda “Bahan
Berbahaya”.
f. Untuk sediaan nutrisi parenteral penyimpanan di area tersendiri dan diberi tanda
produk nutrisi.
g. Obat-obatan hasil produksi atau pengemasan kembali diberi label yang berisi
informasi tentang nama sediaan, komposisi, dan tanggal pembuatan atau
pengemasan.
h. Obat-obatan narkotika disimpan dalam lemari khusus narkotik dengan spesifikasi:
1) Terbuat dari bahan yang kuat.
2) Ukuran almari minimal 40 x 80 x 100 cm apabila ukuran almari kurang dari
yang tersebut di atas maka almari harus dibuat pada tembok atau lantai.
3) Almari dengan 2 (dua) pintu, masing-masing dengan kunci tersendiri:
4) Almari khusus tidak digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika.
i. Psikotropika (OKT) disimpan tersendiri dalam ruang tersendiri.
j. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan tertib administrasi
6
c. Kunci gudang perbekalan farmasi dipegang oleh penanggung jawab gudang dan
dapat dilimpahkan kepada staf pelaksana dengan bukti serah terima.
d. Selain petugas yang diberi kewenangan di Instalasi Farmasi dilarang masuk ke
dalam seluruh area penyimpanan perbekalan farmasi.
e. Setiap pengambilan perbekalan farmasi di gudang dan setiap pengambilan obat
narkotika, psikotropika di unit pelayanan farmasiharus menulis di kartu stok.
19. Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (High Alert Medication)
a. Untuk obat yang termasuk high alert dengan konsentrat tinggi, penyimpanannya
terpisah dan diberi tanda High Alertdenganstiker merah.
b. Obat high alert disimpan di gudang dan ruang pelayanan farmasi dan instalasi
pelayanan lain yang membutuhkan secara klinis.
c. Elektrolit konsentrat yang disimpan di instalasi pelayanan pasien diberi label yang
jelas dan disimpan terpisah.
d. Untuk obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yang mirip atau Look Alike
Sound Alike (LASA) tidak diletakkan berdekatan satu sama lainatau diberi jarak
dan diberi label LASA dengan stiker hijau.
e. Penyiapan dan pemberian obat high alert dilakukan dengan double check
(pengecekan ganda)
f. Penyiapan high alert medication dengan konsentrat tinggi dilakukan oleh perawat
dengan panduan dari Instalasi Farmasi.
20. Stok Emergensi
a. Obat emergensi disimpan dalam troli/kit emergensi yang dilengkapi dengan segel
b. Isi troli/ kit emergensi sesuai dengan standar yang telah disepakati oleh instalasi
pelayanan dan dipantau secara berkala untuk memastikan kesesuaian perbekalan
farmasi dengan daftar ketepatan penyimpanan, tanggal kadaluarsa/ expired date
dan atau rusak.
c. Troli/kit emergensi disimpan di tempat yang aman namun harus dapat diakses
secara cepat untuk tindakan emergensi.
d. Setelah pemakaian stok emergensi perawat harus segera melapor ke instalasi
farmasi untuk segera dicatat dan diinput ke dalam SIM, agar dapat segera
dilakukan penggantian dengan kit emergensi yang masih utuh dan tersegel.
e. Monitoring Troli/kit emergensi dilakukan oleh tenaga kefarmasian setiap 2 (dua)
bulan sekali guna memastikan kesesuaian perbekalan farmasi dengan daftar,
ketepatan penyimpanan, kadaluwarsa atau rusak
7
a. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) bertanggungjawab terhadap
pengelolaan gas medis
b. Pengelolaan gas medis dapat dibantu petugas instalasi lain dengan sepengetahuan
direktur Rumah Sakit
22. Distribusi Perbekalan Farmasi
a. Distribusi perbekalan farmasi dari gudang berdasarkan permintaan tiap instalasi
pelayanan.
b. Pendistribusian dilakukan setiap hari kerja.
c. Untuk pendistribusian Bahan Medis Habis Pakai untuk kebutuhan poliklinik,
instalasi rawat inap dan instalasi lain RS dilayani setiap hari kerja.
d. Sistem distribusi yang berlaku diantaranya:
1) Sistem resep perorangan sesuai kebutuhan kondisi pasien (Individual
prescription) untuk pasien rawat jalandari poliklinik dan IGD, pasien rawat
inap dan ruang bersalin.
2) Sistem One Daily Dose Dispensingatau penyiapan obat satu hari untuk pasien
rawat inap yang dilayani oleh instalasi farmasi yang buka 24 jam.
e. Semua perbekalan farmasi yang sudah didistribusikan ke bangsal, instalasi lain di
rumah sakit apabila tidak jadi digunakan harus dikembalikan atau diretur ke
instalasi farmasi dalam kondisi baik, rusak atau kadaluwarsa.
23. Penghapusan dan Pemusnahan
a. Setiap instalasi melaporkan ke petugas gudang tentang obat yang akan kadaluarsa
untuk enam bulan yang akan datang. Petugas gudang akan menginformasikan
perbekalan farmasi tersebut kepada dokter penulis resep untuk diresepkan terlebih
dahulu.
b. Jika distributor memungkinkan proses retur untuk obat-obat hampir ED/ expired
date maka dilakukan retur ke distributor.
c. Perbekalan farmasi yang kadaluarsa dan atau rusak di semua unit rumah sakit
dicatat kemudian dilaporkan dan diserahkan ke gudang instalasi farmasi.
d. Semua perbekalan farmasi yang kadaluarsa dan atau rusak direkap dan
ditempatkan terpisah dengan diberi tanda “TIDAK UNTUK DIGUNAKAN”
kemudian diusulkan untuk penghapusan dan pemusnahan.
e. Penghapusan dan pemusnahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dibuat berita acara pemusnahan
f. Pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga dan harus dapat menjamin pencegahan
pencemaran lingkungan, mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang
tidak berwenang.
10
dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien terjamin.
2) Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik meliputi:Pengkajian dan Pelayanan Resep
(Dispensing), Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat, Rekonsiliasi Obat,
Pelayanan Informasi Obat, Konseling, Visite Apoteker, Monitoring Efek
Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) dan Dispensing
sediaan steril.
30. Telaah Resep
a. Setiap resep dilakukan telaah ketepatannya sebelum obat disalurkan dan
diberikan, meliputi persyaratan administratif, persyaratan farmasi dan persyaratan
klinis
b. Petugas farmasi yang diijinkan untuk melakukan telaah resep ditetapkan oleh
rumah sakit
c. Jika terdapat hal yang harus dikonfirmasi berkaitan dengan telaah resep mengenai
kelengkapan resep, resep tidak terbaca, interaksi obat dan hal lainnya petugas
farmasi menghubungi penulis resep untuk mendapatkan solusi
d. Sebelum dilakukan penyiapan obat harus dilakukan telaah resep terlebih dahulu
kecuali untuk pasien di kamar operasi dan tempat lain yang penggunaan obatnya
langsung diawasi oleh dokter.
e. Telaah interaksi obat dapat menggunakan sumber informasi online.
31. Dispensing sediaan farmasi
a. Dispensing/ penyiapan obat dilakukan di Instalasi Farmasi oleh tenaga yang
kompeten di area yang bersih, aman dan pencahayaan yang cukup.
b. Dalam menyiapkan obat apabila ada permintaan/ resep yang obatnya tidak
tersedia atau stok kosong di Instalasi Farmasi maka Kepala Instalasi Farmasi
diperbolehkan untuk mengganti obat tersebut dengan obat yang isi atau
kandungannya sama.
c. Obat yang telah disiapkan dikemas dan diberi etiket yang memuat identitas pasien,
tanggal penyiapan, nama obat, dosis obat, aturan pemakaian atau penggunaan,
frekuensi/ durasi, dan keterangan lain apabila diperlukan.
32. Dispensing sediaan steril
a. Dispensing sediaan steril dilakukan dengan teknik aseptik untuk menjamin
sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat yang
berbahaya serta menghindari kesalahan pemberian obat.
b. Cairan konsentrat yang telah diencerkan diberi label yang berisi informasi tentang
nama sediaan, komposisi, tanggal pembuatan atau pengenceran
c. Kegiatan dispensing sediaan steril bisa didelegasikan kepada bidan atau perawat
yang memenuhi syarat perundang-undangan.
11
33. Rekonsiliasi obat
a. Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien.
b. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication
error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat.
c. Setiap obat yang dibawa pasien dari luar atau tempat asal ke dalam rumah sakit
harus diidentifikasi oleh Apoteker
d. Rekomendasi penggunaan obat yang dibawa pasien dilakukan oleh dokter
e. Penggunaan obat yang dibawa pasien diperbolehkan apabila:
1) Disetujui oleh dokter yang merawat pasien tersebut di rumah sakit
2) Obat tidak mengandung zat aktif yang serupa atau sama dengan obat yang
diresepkan dokter di rumah sakit
3) Obat tidak mempengaruhi efektifitas obat yang diresepkan dokter di rumah
sakit
4) Obat tersebut tidak tersedia di rumah sakit dan efektif untuk pasien
f. Obat yang dibawa pasien dari luar rumah sakit dan telah disetujui
penggunaannyaoleh dokter rumah sakit dapat dilanjutkan dengan meresepkan di
form permintaan obat.
g. Obat yang dibawa pasien dari luar rumah sakit disimpanperawat kemudian
dikembalikan kepada pasien/keluarga pasien pada saat pulang.
34. Pemberian Obat
a. Pemberian obat parenteral dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan
memenuhi syarat perundangan untuk memberikan obat
b. Untuk semua pemberian obat parenteral dilakukan pengecekan ganda
c. Sebelum obat diserahkan pada pasien dilakukan pemeriksaan akhir dengan
menggunakan prinsip 7 benar: Benar identitas pasien
1) Benar obat
2) Benar dosis dan jumlah
3) Benar rute pemberian
4) Benar waktu pemberian
5) Benar informassi
6) Benar dokumentasi
d. Informasi yang diberikan pada saat pemberian obat sekurang-kurangnya cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari
e. Jadwal pemberian obat oral untuk pasien rawat inap:
1x1 (pagi) : 07.00 (06-07)
1x1 (siang) : 15.00 (14-15)
12
1x1 (malam) : 22.00 (22-23)
2x1 : 07.00 (06-07) dan 18.00 (18-19)
3x1 : 07.00 (06-07); 15.00 (14-15); dan 22 (22-23)
4x1 : 08.00 (08-09);15.00 (14-15);21.00 (21-22); dan 02.00 (03-04)
5x1 : 06.00 (06-07);10.00 (10-11);15.00 (14-15);20.00 (20-21); dan 24.00 (24-01).
f. Pemberian obat harus dicatat dan didokumentasikan di form rekam pemberian
obat yang terdapat dalam rekam medik pasien, sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan.
35. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/ sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medis/ pencatatan penggunaan obat pasien.
Informasi yang harus didapatdalam penelusuran riwayat penggunaan obat adalah:
a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan.
b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.
c. Kepatuhan terhadap rejimen penggunaan obat (jumlah yang tersisa).
36. Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
a. Pelayanan informasi dapat dilakukan secara pasif maupun aktif
b. Costumer atau tenaga medis, dan petugas lain di Rumah Sakit yang membutuhkan
informasi mengenai obat dapat langsung memberikan pertanyaan di bagian PIO
Instalasi Farmasi atau melalui telepon (on call) setiap hari
c. Apoteker menjawab pertanyaan secara jelas berdasarkan sumber informasi yang
dapat dipercaya.
d. Setiap pertanyaan yang masuk dan jawaban atau informasi yang diberikan harus
dicatat di lembar PIO yang tersedia sebagai dokumen pelaksanaan PIO
37. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya yang bertujuan
untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
a. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap dapat dilakukan atas
inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
13
b. Konseling biasanya diperlukan untuk pasien dengan kondisi khusus, pasien yang
mendapatkan obat dalam jumlah banyak dan jangka waktu pengobatan yang lama
atau pasien yang mendapatkan obat dengan pengaturan minum obat yang rumit
38. Pemantauan Terapi Obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memantau terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien dengan tujuan untuk
meningkatkan efektifitas terapi dan meminimalisir reaksi obat yang tidak dikehendaki
(ROTD)
a. Pemantauan terapi obat minimal dilakukan pada pasien yang mendapatkan Obat
Antituberkulosis (OAT) dan Antiretroviral (ARV)
b. Hasil pemantauan terapi obat dikomunikasikan kepada dokter/ tenaga kesehatan
lain dalam bentuk SOAP pada dokumen Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT)
c. Komunikasi dalam bentuk SBAR disertai dengan verifikasi
39. Monitoring Efek Samping Obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi.
a. Temuan reaksi obat tidak diharapkan (ROTD) dilakukan manajemen efek
samping obat oleh tim MESO atau TFT RS.
b. Monitoring Efek Samping Obat di RS dilaksanakan untuk pasien rawat inap dan
pasien dengan obat program.
c. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Tim Farmasi
dan Terapi Rumah Sakit
d. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter,
perawat dan apoteker
e. Laporan Efek Samping Obat dikirimkan ke Tim Farmasi dan Terapi untuk
dievaluasi
f. Tim Farmasi dan Terapi melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek samping
obat kepada Bidang Pelayanan dan menyebarluaskannya ke seluruh Kelompok
Staf Medis Fungsional /Instalasi/Unit Pelayanan di rumah sakit sebagai umpan
balik/edukasi
g. Hasil evaluasi laporan efek samping obat dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengeluarkan obat dari formularium
40. Dispensing Sediaan Steril
a. Dispensing sediaan steril dilakukan dengan teknik aseptis di ruangan
khusus/ruang bersih.
b. Dispensing sediaan steril berupa pencampuran sediaan intravena ke dalam cairan
infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang
14
sesuai dilakukan oleh perawat atau bidan yang memenuhi syarat perundang -
undangan
41. Insiden Keselamatan Pasien
a. Setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan ke Tim Keselamatan Pasien RS.
b. Kejadian Nyaris Cidera, Kejadian Tidak Cidera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel dalam waktu kurang dari 2 x 24 jam dilaporkan ke Tim
Keselamatan Pasien RS.
c. Kejadian Potensial Cidera segera dilaporkan ke koordinator unit pelayanan untuk
segera dilakukan penyelesaian dan dilaporkan secara periodik setiap bulan ke Tim
keselamatan Pasien RS.
42. Sumber informasi obat yang digunakan di RSUD Nyi Ageng Serang adalah MIMS
43. Pengaturan Obat Program
a. Obat Program merupakan obat hibah dari Kementrian Kesehatan
b. Obat Program digunakan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap
c. Obat Program dapat digantikan dengan obat non program dengan pertimbangan
resistensi/ kontraindikasi/ efek samping atau pertimbangan tertentu.
d. Obat Program dilaporkan ke bidang yang terkait.
15
h. Ruang khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan
dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai hukum, aturan,
persyaratan dan teknik manajemen yang baik.
2. Peralatan
Peralatan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan
dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun sediaan cair untuk obat luar
dan dalam.
Fasilitas peralatan dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan,
peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.
Peralatan minimal yang harus tersedia:
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril
maupun aseptik.
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.
c. Perangkat komputer untuk menjalankan sistem informasi manajemen untuk
kepentingan pengelolaan perbekalan farmasi, pengelolaan data pengobatan pasien
dan informasi obat.
d. Perangkat digital dan kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat.
e. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika
f. Lemari pendingin dan AC untuk perbekalan farmasi yang termolabil.
g. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik.
h. Pemadam Kebakaran (APAR)
16