Anda di halaman 1dari 14

PEMERINTAH KABUPATEN TAKALAR

Jl. H. Ince Husain Dg. Parani No.1 Telp. 0418-21065 – 21066 Pos 92211
Pattallassang Kab. Takalar

KEPUTUSAN
DIREKTUR BLUD RSUD H.PADJONGA DAENG NGALLE
Nomor : 5.a/ 445/RSUD-TKL/VIII/2018

TENTANG
KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PELAYANAN FARMASI
RSUD HAJI PADJONGA DAENG NGALLE

DIREKTUR RSUD HAJI PADJONGA DAENG NGALLE,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Instalasi


Farmasi RSUD Haji Padjonga Daeng Ngalle agar tercapai
pelayanan yang optimal, terarah dan terpadu perlu disusun
Kebijakan Pengelolaan Dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Haji Padjonga Daeng Ngalle;
b. bahwa Kebijakan Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Haji Padjonga Daeng Ngalle tersebut
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Haji Padjonga
Daeng Ngalle;
c. bahwa kebijakan Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Haji Padjonga Daeng Ngalle perlu
ditetapkan dengan Surat Keputusan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah
Sakit.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : PERATURAN DIREKTUR RSUD HAJI PADJONGA DAENG NGALLE
TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PELAYANAN FARMASI DI
RSUD HAJI PADJONGA DAENG NGALLE
KEDUA : Memberlakukan Kebijakan Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi di RSUD
Haji Padjonga Daeng Ngalle sebagaimana terlampir dalam peraturan ini.
KETIGA : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila terdapat
kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan Di : Takalar
Pada Tanggal : .4 Agustus 2018
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD HAJI
PADJONGA DAENG NGALLE
NOMOR : 5.a/445/RSUD-TKL/VIII/2018
TENTANG :

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT


KESEHATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI DI RSUD HAJI PADJONGA
DAENG NGALLE

I. Komite Farmasi dan Terapi


1. Keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan
pengusulan dari kepala KSM/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur ..
Keanggotaannya diperbaharui maksimal setiap 3 tahun sekali.
2. Anggota tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi
manapun
3. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota KFT ditetapkan sebagai pengurus harian
4. KFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium
5. Tugas KFT mencakup :
a. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif, terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang
sama
b. Komite Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota
staf medis
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di Rumah Sakit
d. Membantu instalasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-
kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah
sakit sesuai peraturan yang berlaku secara local maupun nasional
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnose dan
terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus-
menerus penggunaan obat secara nasional
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf
medis dan perawat
6. Dalam mengemban tugas tersebut diatas, KFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang kurangnya 2 kali setahun guna membicarakan implementasi
dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan dan
penggunaan perbekalan farmasi.
7. Setiap anggota KFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari
kepentingan pribadi atau kelompok dan semata-mata adalah untuk kepentingan
pasien.

II. Pemilihan
1. Pemilihan terhadap sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang digunakan di
RSUD H Padjonga Daeng Ngalle harus dilakukan secara cermat dengan
mempertimbangkan azas cost effectiveness
2. Komite Farmasi dan Terapi harus memilih produk obat yang menunjukkan
keunggulan dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat,
keamanan, ketersediaannya dipasaran, harga dan biaya pengobatan yang
paling murah. Proses pemilihan obat mengikuti Standar Prosedur Operasional
Penyusunan Formularium.
3. Penyediaan jenis sediaan farmasi, alkes dan BMHP harus dibatasi untuk
mengefisienkan pengelolaannnya dan menjaga kualitas pelayanan.
4. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh direktur RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle untuk digunakan dalam pelayanan kesehatandi
RSUD H Padjonga Daeng Ngalle tertuang dalam buku formularium .
5. Proses penyusunan dan revisi formularium (sistem formularium) harus
dirancang agar dihasilkan formularium yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Revisi formularium dilakukan
setiap tahun.
6. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai
salah satu peraturan yang arus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf
medik.
7. KSM mengajukan usulan obat formularium ke Komite Farmasi dan Terapi
berdasarkan fakta bahwa obat tersebut tercantum di dalam pedoman
praktek klinik yang diterbitkan oleh Kelompok Satuan Medik. Oleh karena
itu setiap penggantian obat atau rejimen terapi di dalam pedoman praktek
klinik harus diberitahukan kepada Komite Farmasi dan Terapi.

8. Setiap obat baru yang dihasilkan untuk masuk dalam formularium harus
dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk
sedian dan kekuatan, bioavaibilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek
samping dan efek toksik, perhatian khusus, kelebihan obat baru
dibandingkan dengan obat lama yang sudah tercantum didalam formularium,
uji klinik atau kajian epidemiologi yang mendukung keunggulannya,
perbandingan hargadan biaya pengobatan dengan obat atau cara
pengobatan terdahulu kecuali y ang memiliki data bioekivalensi (BE) dan / atau
rekomendasi tingkat evidence based medicine (EBM).
9. Obat yang terpilih dalam formularium adalah obat yang memperlihatkan
tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan keamanannya. Bila dari
segolongan obat yang sama indikasinya memperlihatkan tingkatan bukti
ilmiah khasiat dan keamanan yang sama tinggi pertimbangan selanjutnya
adalah dalam hal ketersediaannnya dipasaran, harga dan biaya pengobatan
yang paling murah.
10. Suatu obat harus dihapuskan dari formularium jika obat tersebut sudah
tidak beredar lagi di pasaran, tidak ada lagi yang meresepkan atau sudah ada
obat lain yang lebih cost effectiveness.
11. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam
formularium, maka dokter dapat mengajukan permintaan khusus dengan
mengisi Formulir Usulan Pencantuman Nama Obat dalam Formularium
yang diajukan kepada KFT selanjutnya KFT akan memutuskan apakah
penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau tidak. Jika dapat disetujui, maka
Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaannya. Proses
permintaan obat non formularium mengikuti Standar Prosedur Operasional
Permintaan Obat Non Formularium.
12. Pada keadaan dimana obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi
Farmasi akan menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep
dan menyarankan obat pengganti jika ada.
13. Sosialisasi Formularium dilakukan oleh KFT melalui presentasi dihadapan
staf medis.
14. Buku Formularium yang sedang berlaku wajib tersedia disetiap lokasi
pelayanan di ruang rawat, poliklinik, gawat darurat, ruang dokter dan depo
farmasi. Setiap dokter harus memiliki buku formularium yang menjadi acuan
selama melakukan praktek di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle.
15. Pengawasan kepatuhan pemkaian obat sesuai formularium dilakukan
secara berjenjang dimulai dari bagian, secara berkala dan berdasarkan data
penggunaan obat dari Instalasi Farmasi.

III. Perencanaan dan Pengadaan


1. Perencanaan mengacu kepada formularium serta daftar Alkes dan BMHP
yang telah disepakati oleh pengguna dan ditetapkan oleh direktur RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle.

2. Pengadaan obat, alat kesehatan dan BMHP dilakukan berdasarkan


perencanaan yang diajukan oleh pengguna.
3. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium serta alat
kesehatan dan BMHP yang tidak tercantum dalam daftar alat kesehatan dan
BMHP hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari KFT dan
disetujui oleh direktur.
4. Pengadaan obat, alat kesehatan dan BMHP untuk seluruh kebutuhan
RSUD H Padjonga Daeng Ngalle dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang
berlaku di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle
5. Pengadaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai berupa Pembelian
dilakukan oleh Bagian Pengadaan di Instalasi Farmasi berdasarkan usulan
kebutuhan yang disampaikan oleh bagian Gudang perbekalan farmasi instalasi
farmasi.

IV. Penerimaan
1. Penerimaan barang dan jasa di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle dilakukan
oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan yang ditunjuk oleh Direktur . RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle.
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diterima harus sesuai dengan Kontrak/SPK/Surat Pesanan. Jika Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tersebut tidak
sesuai dengan Kontrak/SPK/Surat Pesanan, maka tidak dapat diterima/ditolak.

V. Penyimpanan
1. Area penyimpanan sediaan farmasi, alkes dan BMHP tidak boleh dimasuki
oleh petugas selain petugas farmasi.
2. Penyimpanan sediaan farmasi, alkes dan BMHP harus dilakukan sesuai
persyaratan dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan
keamanannya serta memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat
pelayanan.
3. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar,
eksplosif, radioaktif, oksidator/reduktor, racun, kerosif, karsinogenik,
eratogenik, mutagenik, iritasi dan berbahaya lainnya harus disimpan
terpisah dan disertai tanda bahan bahayanya.
4. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah dengan pintu terkunci.
Untuk penyimpanan narkotika digudang dan depo farmasi, pintu berkunci
ganda
5. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan
kandungan, tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.
6. Obat high alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus
disimpan ditempat terpisah dan diberi label khusus mengikuti Standar
Prosedur Operasional Penyimpanan Obat High Alert.
7. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar obat high alert tidak boleh berada
diruang rawat, kecuali di kamar operasi dan Unit Perawatan Intensive (ICU).
Penyimpanan ditempat terpisah dengan akses terbatas dan harus diberi
label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang tidak disengaja.
8. Obat dengan tampilan mirip atau bunyi mirip (look alike sound alike/LASA)
disimpan tidak berdekatan dan diberi label LASA.
9. Sediaan farmasi, alkes dan BMHP dan tempat penyimpanannya harus
diperiksa secara berkala.
10. Pasien tidak diperbolehkan membawa sediaan farmasi, alkes dan BMHP dari
luar RSUD H Padjonga Daeng Ngalle untuk digunakan selama perawatan di
RSUD H Padjonga Daeng Ngalle.
11. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai
dengan aturan penyimpanan yang ditetapkan produsen.
12. Obat yang bersifat radioaktif disimpan sesuai persyaratan penyimpanannya.

13. Obat penelitian disimpan terpisah dari obat lain dan dikelola tersendiri.
14. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/kit/lemari emergensi
terkunci, diperiksa, dipastikan selalu tersedia dan harus diganti segera
jika jenis dan jumlahnya sudah tidak sesuai lagi dengan daftar.
15. Di Unit pelayanan yang tidak memiliki depo farmasi 24 jam maka
pelayanan farmasi di alihkan depo farmasi IGD.
16. Sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang tidak digunakan, rusak atau
kadaluarsa harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi sesuai Standar
Prosedur Operasional Pengembalian Perbekalan Farmasi.
17. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintahatau pabrik pebuatnya
harus segera dikembalikan ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur
Operasional Penarikan Kembali Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP.
VI. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dokter tamu dan
dokter PPDS yang bertugas dan mempunyai surat izin praktek di RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle.
2. Yang berhak menulis resep/kartu instruksi obat narkotika adalah dokter
yang memiliki nomor SIP (surat Izin Praktek) atau SIPK (Surat Izin Praktek
Kolektif).
3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation)
sebelum menulis resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara
daftar obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan
agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission).
4. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi,
interaksi obat dan reaksi alergi.
5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, rejimen berubah atau obat dihentikan. Untuk terapi obat
lanjutan pada rekam medik dituliskan “terapi lanjutkan” dan pada kardeks
(catatan pemberian obat) tetap dicantumkan nama obat dan rejimennya.
6. Resep ditulis secara manual pada blangko lembar resep/kartu instruksi obat.
7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan
yang lazim sehingga tidak disalahartikan.
8. Dokter harus mengenali obat obat yang masuk dalam daftar look alike
sound alike (LASA) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi untuk menghindari
kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RSUD H Padjonga
Daeng Ngalle.
10. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum
dalam Daftar Alat Kesehatan RSUD H Padjonga Daeng Ngalle.

11. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : Resep pertama pasien masuk, resep
reguler, resep cito, resep pengganti emergensi.
12. Penulisan resep harus dilengkapi / memenuhi hal-hal sebagai berikut :
- Nama pasien
- Berat badan pasien (untuk pasien anak)
- Nomor rekam medik
- Nama dokter
- Tanggal penulisan resep
- Nama ruang pelayanan
- Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom
riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep
- Tanda R/ pada setiap sediaan
- Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat
kombinasi ditulis sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan
bentuk sedian obat (seperti injeksi, tablet, kapsul, salep) serta
kekuatannya (seperti 500 mg, 1 gram).
- Jumlah sediaan
- Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis//bahan obat dan
jumlah bahan obat (untuk bahan padat mikrogram, miligram, gram dan
untuk cairan tetes, mililiter, liter).
- Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan
efektif.
- Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya diluar
indikasi yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI)
harus berdasarkan panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh
Kelompok Satuan Medik.
- Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika
perlu atau prn atau “pro re nata” harus dituliskan dosis maksimal dalam
sehari.
13. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin
terjadi akibat pengggunaan obat.
14. Perubahan terhadap resep yang telah diterima oleh apoteker/ asisten
apoteker harus diganti dengan resep baru.
15. Resep yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan tidak akan
dilayani oleh farmasi.
16. Jika resep tidak dapat dibaca atau tidak jelas maka perawat/ apoteker/ asisten
apoteker yang menerima resep tersebut harus menghubungi dokter penulis
resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Penanganan Resep yang
Tidak Jelas.

17. Instruksi lisan (verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat
high alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan
tidak dibolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi
lisan mengikuti Standar Prosedur Operasional Instruksi Lisan.
18. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
rekam medik.
VII. Penyiapan
1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mulai dari Resep
diterima oleh Apoteker/Asisten Apoteker sampai dengan obat diterima oleh
perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap, atau
sampai dengan obat diterima oleh pasien/keluarga pasien rawat jalan dengan
jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk
juga dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu,
penyiapan obat sitostatika dan nutrisi parenteral.
2. Sebelum obat disiapkan, Apoteker/Asisten Apoteker harus melakukan
kajian/telaah terhadap Resep/Kartu Instruksi Obat yang meliputi:
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b. Duplikasi terapeutik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan
menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau
ketidaksesuaian. Kajian/telaah tidak perlu dilakukan pada keadaan
emergensi, di ruang operasi dan tindakan intervensi diagnostik.

3. Apoteker/Asisten Apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan


untuk melakukan kajian/telaah resep.

4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi duberlakukan substitusi


generic, artinya farmasi diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan
yang zat aktifnya sama dan tersedia di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle
dengan terlebih dahulu memberitahu dokter.
5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya
tetapi berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekivalen, dapat dilakukan oleh
petugas farmasi dengan terlebih dahulu minta persetujuan dokter penulis
resep/konsulen. Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan
secara lisan atau melalui telepon.Petugas farmasi menuliskan obat
pengganti, tanggal, jam komunikasi dan nama dokter yang memberikan
persetujuan, dicatat pada lembar resep.
6. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai
aturan dan standar praktik kefarmasian.
7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain
petugas farmasi.

8. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan Teknik


Aseptik.
9. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan
sistem dosis unit dan pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep
individual. Sistem dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk
satu kali pemakaian. Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang
dikemas sesuai permintaan jumlah yang tercantum di resep.
10. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label sesuai Instruksi Kerja
Pembuatan Etiket
11. Penyiapan obat harus dipastikan akurat mengikuti Instruksi Kerja Penyiapan
Obat Sistem Dosis Unit, Instruksi Kerja Sistem Resep Individual, dan
Instruksi Kerja Peracikan Obat di Depo Farmasi.

VIII. Pemberian
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau
perawat yang sudah memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin
praktik di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle.
2. Pemberian obat kepada pasien harus sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional Pemberian Obat.
3. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat ditempelkan pada
botol infus atau syringe pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu,
maka label nama obat ditempelkan pada setiap syringe pump dan di setiap
ujung jalur selang.
4. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di
bawah supervisi Instruktur Klinik, kecuali obat-obat khusus dan High Alert.

5. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh


perawat atau dokter mengenai kesesuaiannya dengan resep meliputi
nama obat, waktu dan frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan
identitas pasien.
6. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan
mutunya baik dengan diperiksa secara visual.
7. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontra indikasi
dengan obat yang akan diberikan.
8. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa kembali oleh perawat
kedua sebelum diberikan kepada pasien.
9. Pemberian obat harus dicatat di lembar pemberian obat sesuai Standar
Prosedur Pemberian Obat.
10. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan
edukasi terlebih dahulu dan dipantau oleh perawat.
11. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, termasuk kehilangan, maka
konsekuensi financial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.

IX. Pemantauan
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus
dilakukan pada setiap pasien.
2. Komite Farmasi dan Terapi ditingkat Kelompok Satuan Medik (KSM)
bertugas memantau efek samping obat.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru
yang masuk Formularium RSUD H Padjonga Daeng Ngalle dan obat yang
terbukti dalam literature menimbulkan efek samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik.

5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Komite Farmasi dan Terapi adalah
yang berat, fatal, meninggalkan gejala sisa sesuai Standar Prosedur
Operasional Pemantauan Efek Samping Obat.
6. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Komite
Farmasi dan Terapi RSUD H Padjonga Daeng Ngalle
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah
dokter, perawat, apoteker di ruang rawat atau poliklinik.
8. Komite Farmasi dan Terapi RSUD H Padjonga daeng Ngalle melaporkan hasil
evaluasi pemantauan ESO kepada Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Non
Medik dan menyebarluaskannya ke seluruh Kelompok Satuan
Medik/Instalasi/Unit pelayanan di RSUD H Padjonga Daeng Ngalle sebagai
umpan balik.

X. Kesalahan Obat
1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan
resep, penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek
merugikan ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
melaporkan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan
langsungnya.
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan Insiden
ke Tim Keselamatan Pasien RSUD H Padjonga Daeng Ngalle.
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2 x 24 jam setelah d itemukannya
insiden.
5. Tipe kesalahan yang dilaporkan:
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC): terjadinya insiden yang belum terpapar
ke pasien
b. Kejadian Tidak Cedera (KTC): suatu kejadian insiden yang sudah terpapar
ke pasien tetapi tidak menimbulkan cedera.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): suatu kejadian insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
6. Kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti mengikuti Standar Prosedur
Operasional Pelaporan Insiden dan Standar Prosedur Operasional
Pelaporan Kesalahan Obat.
7. Komite Mutu bertanggung jawab untuk menindaklanjuti laporan kesalahan obat.

XI. Kajian Penggunaan Obat (Drug Utilisation Review)


1. Kajian penggunaan obat merupakan pengkajian sistematik terhadap
seluruh aspek penggunaan obat yang bertujuan untuk menjamin penggunaan
obat yang aman dan cost effective serta meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Program ini mengevaluasi, menganalisis dan menginterpretasikan
pola penggunaan obat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil
pengkajian selanjutnya menjadi dasar dalam mengidentifikasi kekurangan
dan mneyusun strategi untuk perbaikan.

2. Obat-obat yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi obat yang diduga


banyak digunakan secara tidak rasional, obat mahal dan obat yang sedang
dievaluasi apakah akan dimasukkan, dikeluarkan atau dipertahankan sebagai
obat formularium.

3. Dalam setiap kali rapat Komite Farmasi dan Terapi, statistik perencanaan
dan pemakaian obat harus disajikan dan didiskusikan untuk mengetahui
permasalahan pengadaan dan penggunaan obat yang sedang terjadi.

4. Dari data statistic obat dapat dilakukan analisis Pareto (analisis ABC).
Pemecahan masalah dimasukkan pada kelompok obat yang menyerap
biaya tinggi (Kelompok A) dengan sasaran penekanan biaya secara bermakna.
5. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan penentuan
strategi/intervensi yang bertujuan untuk memecahkan masalah obat.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk memajukan penggunaan obat yang
rasional yaitu: edukasi (seminar, diskusi kelompok, bimbingan perorangan,
pelayanan informasi obat), tata laksana (audit, umpan balik), dan
pembatasan (penghentian otomatis, pembagian lini penggunaan obat).

Ditetapkan Di : Takalar

Pada Tanggal : .4 Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai