TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di : Uwg
Tanggal : 05 Januari ..
KEPALA UPT PUSKESMAS UWG,
Q = SK + SP (WT x D) – SS
Agar tidak terjadi kekosongan obat dalam persediaan, maka hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Mencantumkan jumlah stok rata- rata pada LPLPO
2. Melaporkan kepada GFK Dinas Kesehatan Kabupaten apabila terdapat pemakaian yang
melebihi rencana.
3. Membuat laporan secara sederhana dan berkala kepada Kepala Puskesmas tentang
pemakaian obat tertentu yang banyak dan obat lainnya masih mempunyai persediaan
banyak.
C. Kebijakan tentang yang mengatur jam buka pelayanan
1. Pelayanan farmasi dibuka sesuai jam buka pelayanan yang ditetapkan
2. Pelayanan obat 24 jam dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pasien pada Unit
Gawat Darurat 24 Jam, unit rawat inap, dan unit VK-Bersalin agar kebutuhan
masyarakat/pasien dapat terlayani secara optimal selama 24 jam.
D. Kebijakan tentang yang mengatur siapa saja petugas yang boleh meresepkan
1. Semua kegiatan pengobatan dan penulisan resep di UPT Puskesmas Uwg dilaksanakan
oleh dokter/dokter gigi sesuai kompetensinya dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki Surat Tanda Registrasi
b. Memiliki surat lulus kompentensi.yang masih berlaku
c. Memiliki Surat Ijin Praktik Dokter / Dokter gigi di UPT Puskesmas Uwg yang masih
berlaku.
2.Apabila dokter/dokter gigi tidak dapat menjalankan tugasnya di bidang pengobatan
karena sesuatu hal, maka tugas diagnosa dan pemberian resep didelegasikan kepada
petugas pelayanan kesehatan yang memiliki surat lulus kompentensi dan surat ijin
praktek yang masih berlaku pengetahuan dan pengalaman tentang farmasi, yaitu
perawat/perawat gigi/bidan yang bertugas pada hari itu, kecuali peresepan psikotropika
dan narkotika.
E. Kebijakan tentang yang mengatur petugas yang berhak menyediakan obat
1. Petugas yang berhak menyediakan obat adalah petugas yang sesuai dengan standart
kompetensi yaitu apoteker, asisten apoteker dan perawat/bidan yang mendapat delegasi
kewenanagan.
2. memiliki surat lulus kompentensi dan surat ijin yang masih berlaku
3. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang farmasi atau mendapat delegasi
kewenangan dari kepala puskesmas.
F. Kebijakan tentang yang mengatur petugas yang berhak menyediakan obat jika
petugas yang memenuhi persyaratan tidak ada
Apabila tenaga Apoteker tidak ada maka petugas yang berhak menyediakan obat
dipersyaratkan sebagai berikut:
a. Asisten Apoteker sesuai kompetensinya dengan syarat memiliki surat lulus kompentensi
dan surat ijin yang masih berlaku.
b. Petugas kesehatan lain yang sesuai kompetensinya memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang farmasi atau mendapat delegasi kewenangan dari kepala
puskesmas.
G. Kebijakan tentang yang mengatur tentang peresepan, pemesanan dan pengelolaan
obat
a. Peresepan
1. Peresepan adalah proses pesanan atau permintaan obat tertulis dari dokter, dokter gigi,
dan bidan/perawat yang lulus kompentensi dan memiliki ijin yang masih berlaku, dan
petugas kesehatan yang mendapat delegasi kewenangan kepada petugas pelayanan
obat di ruang farmasi UPTD Puskesmas Uwg untuk meracik obat sesuai resep dan
menyerahkannya kepada pasien.
2. Penulisan resep yang baik harus lengkap dan jelas. Dalam resep harus tercantum
Tanggal penulisan resep, nama pasien, umur pasien, alamat pasien, tanda R/ pada
bagian kiri setiap penulisan obat, nama obat, jumlah dan dosis obat yang diberikan,
serta aturan dan cara pemakaian, nama terang petugas penulis resep.
b. Pemesanan
1. Sumber penyediaan obat di Puskesmas Uwg berasal dari GFK Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang dan usulan pengadaan obat dari dana kapitasi JKN.
2. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas Uwg adalah obat-obat yang
tercantum dalam formularium puskesmas yang mengacu pada peraturan pemerintah
yang lebih tinggi.
3. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di UPTD Puskesmas Uwg diajukan
kepada GFK Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dengan menggunakan LPLPO,
sedangkan permintaan dari sub unit ke gudang obat puskesmas menggunakan LPLPO
sub unit.
c. Pengelolaan obat
1. Obat dan perbekalan kesehatan hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin
tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian,
tepat penggunaan dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan kesehatan.
2. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan: perencanaan dan
permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan serta
evaluasi pengelolaan obat.
H. Kebijakan tentang yang mengatur tentang larangan memberikan obat kadaluarsa dan
upaya untuk meminimalkan risiko adanya obat kadaluarsa dengan sistem FIFO dan
FEFO
1. Penanganan obat rusak adalah untuk melindungi pasien dari efek samping penggunaan
obat rusak/kadaluwarsa.
2. Dalam menangani obat rusak/kadaluwarsa, maka langkah – langkah yang harus
dilakukan adalah:
a. Petugas mengidentifikasi semua obat yang kadaluwarsa / rusak di ruang kamar obat
b. Petugas di setiap sub unit internal maupun eksternal mengidentifikasi obat-obat yang
sudah kadaluwarsa dan mengembalikan obat tersebut ke unit farmasi puskesmas
c. Petugas mencatat jumlah, nama obat dan tanggal kadaluarsa obat-obat yang ada di
kamar obat, subunit internal dan subunit eksternal puskesmas
d. Petugas memisahkan obat kadaluarsa / rusak dari penyimpanan obat lainnya
e. Setiap 1 tahun sekali Petugas membuat Laporan dan berita acara obat kadaluwarsa /
rusak
f. Laporan dan berita acara obat kadaluwarsa / rusak dengan lampiran jenis dan jumlah
obat yang kadaluarsa / rusak diserahkan ke Gudang Farmasi Kabupaten/Kota.
G. Kebijakan tentang yang mengatur tentang yang berhak meresepkan narkotika dan
psikotropika
1. Peresepan obat psikotropika narkotika hanya boleh ditulis oleh dokter / dokter gigi /
dokter spesialis
2. Resep merupakan resep asli dan ditandatangani langsung oleh dokter pemeriksa /
pemberi resep
3. Resep yang ditulis harus jelas, baik jenisnya, jumlahnya dan cara penggunaannya
4. Resep ditulis nama pasien dan alamat pasien yang lengkap
5. Resep yang berisi obat psikotropika narkotika diberi tanda dan disimpan dalam lemari
obat , menjadi satu dengan obat psikotropika
H. Kebijakan tentang yang mengatur penggunaan obat yang dibawa sendiri oleh pasien
atau keluarga (rekonsiliasi obat)
1. Penggunaan obat yang dibawa sendiri oleh pasien atau keluarga harus atas seijin dokter
yang memeriksa
2. Obat yang dibawa oleh pasien atau keluarga di serahkan ke petugas untuk di awasi
dosis pemberian dan jadwal minumnya
3. Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pasien/pengobatan sendiri, baik yang
dibawa ke puskesmas atau yang diresepkan atau dipesan di puskesmas, diketahui dan
dicatat dalam status pasien
I. Kebijakan tentang yang mengatur persyaratan penyimpanan obat adalah sebagai
berikut:
a. Petugas farmasi yang bertugas skrining dan meracik obat yang diresepkan harus
memperhatikan: nama obat, jenis dan bentuk sediaan obat, nama dan umur pasien, dosis,
cara pemakaian dan aturan pemberian.
b. Menanyakan kepada penulis resep apabila tulisan tidak jelas
c. Konsultasi alternatif obat kepada penulis resep apabila obat yang dimaksud tidak
tersedia
d. Penggunaan sendok atau spatula pada saat mengambil obat dari tempatnya
e. Pemasangan etiket / label obat pada kemasan obat
J. Kebijakan tentang yang mengatur pencatatan, pemantauan dan pelaporan efek
samping obat
1. Pencatatan, pemantauan, pelaporan efek samping obat dan KTD adalah kegiatan
pencatatan, pemantauan, dan pelaporan setiap respon tubuh terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi terapi obat.
2. Kejadian tidak diinginkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien
akibat melakukan tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang seharusnya
diambil dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
3. Pada saat terjadi KTD, KPC, KNC, petugas yang mengetahi kejadian mengisi form
pelaporan insiden yang ada dan disediakan di seluruh unit pelayanan maupun wilayah
(pustu maupun polindes) dan melaporkan kepada tim keselamatan pasien puskesmas
(KPP) dalam waktu 2 kali 24 jam.
4. Penanganan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Potensial Cedera (KPC) dan
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dilakukan oleh tim keselamatan pasien puskesmas (KPP)
dan dilaporkan kepada tim manajemen mutu setiap tribulanan.
K. Adanya kebijakan tentang yang mengatur penyimpanan obat-obat emergensi di
unit kerja
1. Penyimpanan obat-obat emergensi harus dilakukan pada setiap sub unit pelayanan yang
melakukan tindakan antara lain UGD, poli VK-Bersalin, Poli Gigi, dan poli KIA-KB.
2. Petugas di unit pelayanan bertanggung jawab akan ketersediaan obat-obat emergensi,
baik dalam hal pemesanan, kemudahan akses, dan keamanan dalam penyimpanannya.
3. Obat-obat emergensi disimpan dalam kotak khusus dan disimpan di dalam lemari kaca
yang terkunci.
4. penyimpanan obat-obatan emergensi di unit kerja dilakukan di unit-unit masing-masing
dan dievaluasi pelaksana farmasi