Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini biaya pengobatan di sarana pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit
semakin mahal. Salah satu penyebab mahalnya, biaya pengobatan obat yang tidak
rasional. Dalam konteks pengobatan rasional berarti tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat
dosis, tepat waktu pemberian dan juga tepat harga obatnya. Pilihan ini mencakup jenis
obat dan ketepatan kondisi pasien, dosis, waktu pemberian, rute pemberian, kombinasi
obat, dan lamanya pengobatan. Pada kenyatannya pasien sering kali menerima obat
yang kurang sesuai dengan keadaan pasien itu sendiri sehingga pengobatan menjadi
tidak efektif dan membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhannya. Semakin
lama pasien dirawat di rumah sakit maka semakin besar pula biaya yang harus
dikeluarkan. Banyak juga kasus pasien yang mendapat pengobatan yang tidak perlu atau
penderita medapat obat nama dagang yang sangat mahal. Ketidakrasionalan dalam
pengobatan dapat disebabkan antara lain karena kesalahan pemilihan obat.
Keragaman obat yang tersedia mengharuskan dikembangkan suatu program
penggunaan obat yang rasional di rumah sakit, guna memastikan bahwa penderita
menerima perawatan yang terbaik. Rumah sakit harus mempunyai sistem formularium
yang meliputi kegiatan evaluasi, penilaian, dan pemilihan.
Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan yang menyerap 40-
60% dari anggaran pelayanan kesehatan. Semakin meningkatnya kebutuhan berbanding
lurus dengan meningkatnya jumlah obat yang digunakan.
Pemantauan farmasi dan terapi pada suatu rumah sakit berfungsi sebagai
pengembangan kebijakan dan prosedur mengenai seleksi, distribusi, penanganan,
penggunaan, pemberian/ konsumsi obat dan bahan uji diagnosa. Selain itu juga
berfungsi sebagai pengembangan dan pemeliharaan formularium obat.

B. Tujuan Pedoman
Umum
Sebagai pedoman kerja Tim Farmasi dan Terapi
Khusus
1. Pedoman pemilihan obat di rumah sakit
2. Memperbaiki pengelolaan obat di rumah sakit
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
4. Meningkatkan pengamanan obat secara rasional
5. Meningkatkan komunikasi antar profesi kesehatan.

1
C. Ruang Lingkup Komite Farmasi dan Terapi
Ruang lingkup Komite Farmasi dan Terapi :
1. Memberikan nasehat bagi staf medik & pimpinan rumah sakit berkaitan
dengan penggunaan obat termasuk obat yang sedang diteliti.
2. Mengembangkan formularium obat untuk digunakan di rumah sakit serta
melakukan revisi terhadap isinya. Pemilihan jenis obat dalam formularium
harus berdasarkan evaluasi yang obyektif terhadap kemanfaatan, keamanan, dan
harga serta harus meminimalkan adanya pengadaan obat.
3. Mengadakan program dan prosedur yang membantu menjamin manfaat -
biaya terapi obat.
4. Mengadakan/ merencanakan program pendidikan yang sesuai bagi staf
profesional rumah sakit berkaitan dengan penggunaan obat.
5. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu berkaitan dengan distribusi,
pemberian, dan penggunaan obat.
6. Mengevaluasi reaksi obat yang merugikan di rumah sakit.
7. Memulai atau mengarahkan program evaluasi penggunaan obat dan
kegiatan penelitian berkaitan dengan obat serta mengkaji hasil-hasil dari
kegiatan tersebut.
8. Memberikan nasehat kepada instalasi farmasi rumah sakit dalam
penerapan distribusi obat dan prosedur pengendaliannya yang efektif.
9. Membuat rekomendasi berkaitan dengan obat yang disimpan di ruang
penderita di rumah sakit.

D. Batasan Operasional
1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya.
Pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada
evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan
juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama.
2. Komite Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyutujui atau
menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit.
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit
sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.

E. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/XII/1988 tentang
Rumah Sakit

2
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 436/Menkes/SK/VI/1993 tentang
berlakunya Standar Pelayanan Rumah sakit dan Standar Pelayanan Medis di
Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1009/Menkes/SK/X/1995 tentang
Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439 tahun 2002 tentang Penggunaan
Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standart
Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit.

BAB II

GAMBARAN UMUM RSU MITRA SEHAT

A. Deskripsi
RSU Mitra Sehat terletak di Jl. Wates KM 9, Ngaran, Balecatur, Gamping, Sleman,
Yogyakarta. Lokasinya yang terletak di pinggir jalan lintas propinsi dan sangat strategis,
membuatnya sangat mudah dijangkau dengan kendaraan umum maupun pribadi. Lokasi
yang jauh dari pusat kota Yogyakarta dan terletak di perbatasan kabupaten Sleman
dengan kabupaten Bantul dan Kulon Progo, menyebabkan masyarakat di wilayah
3
sekitarnya banyak memanfaatkan pelayanan kesehatannya karena rumah sakit yang
besar, yaitu RSUD Sleman, RSUD Panembahan Senopati, dan RSUD Wates lokasinya
terasa sangat jauh dari tempat tinggal mereka.
RSU Mitra Sehat dimiliki oleh PT Empat Mitra yang berkedudukan di Jl Wates KM
9, Yogyakarta. RSU Mitra Sehat merupakan pengembangan dari Balai Pengobatan dan
Rumah Bersalin Mitra Sehat yang didirikan sejak tanggal 1 Oktober 2002. Karena
terletak pada lokasi yang sangat strategis, BP-RB Mitra Sehat berkembang sangat pesat.
Sehingga pada tahun 2011 berkembang menjadi Rumah Sakit Umum Mitra Sehat yang
dibangun secara bertahap sehingga kapasitas tempat tidur menjadi 50 buah. Melalui SK
no 503/0322/DKS/2012 Rumah Sakit Umum Mitra Sehat ditetapkan menjadi Rumah
Sakit Umum tipe D.
Perkembangan ini juga didukung oleh sering terjadinya kecelakaan lalu lintas di
jalur Yogyakarta-Purworejo yang membutuhkan penanganan medis, serta semakin
banyaknya perumahan baru di sekitar RSU Mitra Sehat yang menunjukkan adanya
segmen penduduk dengan sosial ekonomi yang lebih mantap. Penduduk yang tinggal di
perumahan mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di
rumah sakit dibandingkan Puskesmas.
Fungsi RSU Mitra Sehat adalah menyelenggarakan pelayanan medis dan non
medis, asuhan keperawatan, rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, serta menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

F. Jenis Pelayanan di Rumah Sakit Mitra Sehat


1. IGD
2. Poliklinik terdiri dari :
a. Poli Umum
b. Poli Gigi
c. Poli Spesialis Penyakit Dalam,
d. Poli Spesialis Bedah Umum
e. Poli Spesialis Obsgyn
f. Poli Spesialis Anak
g. Poli Spesialis Syaraf
h. Poli Spesialis THT
3. Rekam Medik
4. Rawat Inap KELAS I, II, III
5. HCU
6. Kamar Bersalin
7. Kamar Operasi
8. Farmasi Rawat Jalan dan Rawat Inap
9. Radiologi : Radiologi konvensional, CT Scan, dan USG
10. Laboratorium
11. Gizi
12. Linen dan Tata Graha
4
13. Akutannsi, Keuangan, dan SDM

BAB III

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Anggota KFT harus memiliki wawasan yang luas dan mendalam mengenai
farmakologi dan farmakologi klinik, memiliki ilmu manejerial yang cukup dalam,
mampu menetapkan/memutuskan terkait terapi obat yang rasional, serta mampu
menjadi komunikator yang baik karena KFT merupakan penghubung komunikasi
organisasional antara staf medik dan instalasi farmasi rumah sakit dalam penggunaan
obat di rumah sakit.

G. Distribusi Ketenagaan

Keanggotaan KFT terdiri dari dokter, farmasi, dan perawat. Ketua KFT dipilih dari
dokter yang ada dalam kepanitiaan dan mempunyai ahli farmakologi klinik dan
sekretaris adalah Ka IFRS atau apoteker yang ditunjuk.
DOKTER : ketua dan anggota
APOTEKER : sekretaris (dari instalasi Farmasi)
PERAWAT : anggota (dari bidang Perawatan)
5
BAB IV

TATA LAKSANA

A. Konsep Kegiatan KFT Secara Umum


Komite Farmasi dan Terapi (KFT) adalah suatu kelompok penasehat staf medik
yang bertugas memberi saran dan juga bertindak sebagai garis penghubung komunikasi
organisasional antara staf medik dan instalasi farmasi rumah sakit dalam penggunaan
obat di rumah sakit, sehingga diperoleh suatu terapi obat yang optimal melalui
penggunaan obat yang aman dan rasional. Dalam pelaksanaannya Komite Farmasi dan
Terapi memantau pemakaian obat yang ada di rumah sakit. Dengan kata lain Panitia
Farmasi dan terapi adalah sebagai:
1. Pengembang kebijakan dengan merekomendasikan, mengadopsi dan membantu
merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan evaluasi, pemilihan dan
penggunaan obat-obatan dalam terapi obat-obatan yang digunakan di rumah sakit;
2. Dan dalam pendidikan dengan merekomendasikan dan membantu merumuskan
program-program pendidikan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan staf
profesional, yaitu dokter, perawat, apoteker dan praktisi kesehatan lain tentang
pengetahuan mutakhir yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya.

6
H. Prosedur Kegiatan KFT
1. Kegiatan KFT meliputi :
a. Rapat koordinasi setiap dua bulan sekali.
b. Melakukan monitoring obat dan pembahasan mengenai
monitoring pemakaian obat baru. Terdapat formulir obat non formularium
apabila dokter menuliskan resep yang berisi obat di luar formularium,
disetujui oleh ketua KFT.
c. Review formularium setiap satu tahun sakali berdasarkan
informasi tentang safety dan efektifitas.
2. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit :
a. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik
di unit Rumah Sakit di lingkungan PT. Empat Mitra
b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat KFT
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan KFT ke masing-
masing SMF untuk mendapatkan umpan balik
e. KFT membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF dan
dimintakan persetujuan Kepala Rumah Sakit
f. KFT unit Rumah Sakit Mitra Sehat mengirimkan usulan tersebut kepada
Direksi PT. Empat Mitra
g. Direksi PT. Empat Mitra menetapkan Formularium Rumah Sakit
di bawah naungan PT. Empat Mitra
h. Direksi PT. Empat Mitra membuat surat pemberlakukan
Formularium dan dikirimkan ke Rumah Sakit Mitra Sehat.
i. KFT Rumah Sakit Mitra Sehat menyusun kebijakan dan pedoman untuk
implementasi
j. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring
3. Kriteria pemilihan kebutuhan obat dalam formularium rumah sakit
meliputi:
a. Memiliki rasio manfaat – resiko ( benefit risk ratio ) yang paling
menguntungkan pasien
b. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailibilitas
c. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
d. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
e. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien

7
f. Obat lain yang yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan,
dengan harga yang terjangkau
Selain kriteria untuk memilih obat untuk masuk formularium, ditentukan pula
kriteria untuk penghapusan obat dari formularium, antara lain sebagai berikut :
a. Obat – obat yang jarang digunakan dalam waktu tiga bulan (slow
moving) akan dievaluasi
b. Obat – obat yang tidak digunakan (death stock) dalam waktu 6
bulan maka akan diingatkan pada dokter-dokter terkait yang akan
menggunakan obat tersebut. Apabila pada bulan berikutnya tetap tidak
digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari formularium.
c. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah /BPOM
atau dari pabrikan.

4. Tiga kategori umum dalam teknik pengelolaan sistem formularium :


 Evaluasi penggunaan obat (EPO)
 Pemeliharaan formularium, dan
 Seleksi produk obat .
a. Evaluasi penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat merupakan suatu proses yang terus menerus,
legal dan terstruktur secara organisasi, ditujukan untuk memastikan bahwa
obat digunakan secara tepat, aman, dan bermanfaat. Program EPO didesain
untuk menerapkan metode perbaikan mutu terhadap proses penggunaan
obat. EPO adalah suatu kegiatan quality control, tetapi dapat juga
dianggap sebagai suatu teknik pengelolaan sistem formularium. EPO yang
efektif dimulai dengan penetapan kriteria penggunaan obat atau pedoman
pengobatan yang disetujui oleh KFT atas nama staf medik. Berdasarkan
informasi komparatif ini, dapat dilakukan proses revisi terhadap kriteria
pedoman formularium, mendorong kepatuhan penggunaan formularium,
melaksanakan program edukasi, atau membuat perubahan terhadap sistem
formularium. Program EPO harus mencakup ketentuan untuk mengkaji
ulang semua komponen sistem formularium secara berkala.
Untuk meningkatkan ketepatan penggunaan obat, KFT dapat menentukan
kriteria penggunaan obat untuk masuk dalam formularium, apakah obat
tersebut memiliki masalah pada efisiensi, toksisitas atau masalah
penggunaan yang mungkin terjadi di Rumah Sakit. Jika diperlukan,
kriteria penggunaan obat dapat diupdate selama formularium tersebut

8
masih berlaku. Terdapat 3 jenis kriteria umum, yaitu kriteria diagnosis,
kriteria penulis resep, dan kriteria spesifik obat. Protokol (jika ada) untuk
membatasi penggunaan suatu obat formularium hanya untuk diagnosis
atau kondisi medik tertentu harus di tetapkan oleh KFT.
b. Pemeliharaan formularium
Untuk melaksanakan pemeliharaan formularium, ada 3 teknik yang dapat
dilaksanakan, antara lain :
a) Pengkajian golongan terapi obat
b) Proses penambahan obat keformularium atau penghapusan dari
formularium,
c) Penggunaan obat non formularium dalam situasi penderita
tertentu

c. Seleksi Produk Obat


Apoteker dan dokter penulis resep wajib mengerti tentang konsep
kesetaraan terapi agar dapat menerapkan secara tepat asas substitusi
generik dan pertukaran terapi. Apoteker harus melakukan peranan
kepemimpinan dalam menseleksi produk obat dengan mengusulkan
kesempatan untuk seleksi produk, termasuk evaluasi dan asesmen data
yang bioekivalen; karakteristik penyimpanan, dispensing, dan konsumsi
(pemberian), harga, dan pemberian informasi produk yang relevan. Selain
tanggung jawab diatas, apoteker juga bertugas mengadakan produk dengan
mutu yang memadai serta mampu menjamin bahwa suatu produk obat
yang di dispensing dan yang ditulis dilayani berdasarkan asas substitusi
generik dan asas pertukaran terapi yang telah disepakati.
a) Substitusi generik
Sustitusi generik definisinya adalah mendispensing suatu produk obat
yang setara generik dengan obat yang ditulis dengan zat aktif yang
sama, dan secara kimiawi identik, dengan bentuk sediaan yang sama
dan identik dalam bentuk kekuatan, konsentrasi dan rute pemberian.
Disebut juga setara farmasetik atau setara generik.
b) Substitusi terapi
Substitusi terapi merupakan suatu prosedur yang telah disetujui oleh
staf medik yang membolehkan dispensing otomatis suatu zat aktif atau
produk obat tertentu sebagai pengganti suatu zat aktif atau produk

9
obat yang ditulis, yang mirip secara terapi, tetapi berbeda secara
kimiawi, kecuali dokter penulis meminta lain secara tegas. Substitusi
terapi didefinisikan sebagai pertukaran suatu sediaan obat dengan
yang lain, yang berbeda dalam komposisi, tetapi dianggap memiliki
kerja farmakologis dan terapi yang mirip.
d. Monitoring efek samping obat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
Yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek Samping Obat (ESO) adalah respon
terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan dan yang terjadi
pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan,
diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fungsi fisiologik.
Proses pengisian form MESO dilakukan oleh petugas kesehatan yang
pertama kali menerima laporan. Selanjutnya, KFT akan melakukan kajian
dalam rapat rutin KFT.

10
BAB V

LOGISTIK

NO PERSEDIAAN BARANG ATK JUMLAH BARANG


1 Buku ekspedisi 12
2 Bolpoin standart hitam 12
3 Bolpoin standart merah 12
4 Isi staples (K) 6
5 Kertas F.C 70 gr 8
6 Klip besar 6
7 Klip kecil 6
8
Spidol board marker hitam 2
9 Spidol marker hitam 2
10 Spidol kecil hitam 2

11
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Definisi
Suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien yang lebih aman yang
meliputi asesmen risiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Adapun beberapa hal
yang terkait keselamatan pasien dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Insiden Keselamatan Pasien
Setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Terdiri dari:
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
b. Kejadian Nyaris Cedera
Adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
c. Kejadian Tidak Cedera.
Adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera.
d. Kondisi Potensial Cedera
Adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.
e. Kejadian sentinel
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
2. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien

12
Merupakan suatu sistem untuk mendokumentasikan insiden keselamatan pasien,
analisis, dan solusi untuk pembelajaran.
a. Pencatatan dan Pelaporan Insiden Internal RS
1) Apabila terjadi suatu insiden di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang
tidak diharapkan.
2)
Setelah ditindaklanjuti, segera dibuat laporan insiden oleh petugas yang
pertama mengetahui insiden dan atau oleh petugas yang terlibat dalam
insiden, dengan mengisi formulir Lporan Insiden pada akhir jam kerja/shift
dan diserahkan kepada atasan langsung, dalam waktu 2x24 jam.
3)
Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung
pelapor. Yang dimaksud dengan atasan langsung pelapor adalah Kepala
Unit dimana pelapor bekerja.
4)
Atasan langsung akan memeriksa laporan, memperjelas duduk masalah
insiden, berkoordinasi dengan Kepala Unit lain yang terkait, dan
melakukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan. Tabel
penilaian dampak klinis/konsekuensi/severity, table penilaian
porbabilitas/frekuensi, dan table matriks grading risiko terlampir.
5)
Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang akan
dilakukan sebagai berikut :
Grading biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu
maksimal 1 minggu.
Grading hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu
maksimal 2 minggu.
Grading kuning : Investigasi komprehensif analisis akar, masalah RCA
oleh tim RCA yang terdiri dari tim KMKP dan staff lain yang diperlukan.
Waktu maksimal 45 hari.
Grading merah : Investigasi komprehensif investigasi masalah RCA oleh
tim RCA yang terdiri dari tim KMKP dan staff lain yang diperlukan waktu
maksimal 45 hari.
6) Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
Investigasi, Solusi, Tindaklanjut, dan Evaluasi (laporan ISTE) dilaporkan
kepada KMKP.

13
7) KMKP akan menganalisis kembali hasil ISTE untuk menentukan
apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan dan melakukan regarding
apabila diperlukan.
8) Untuk grading kuning dan merah, dibentuk tim RCA yang terdiri
dari tim KMKP dan staff lain yang diperlukan, maksimal 45 hari.
9) Setelah melakukan RCA, tim RCA akan membuat laporan dan
rekomendasi utnuk perbaikan serta pembelajaran berupa petunjuk/safety
alert untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10) Hasil RCA rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Mitra
Sehat
11) Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan sebag
ai umpan balik kepada unit kerja terkait.
12) Unit kerja terkait dan Komite PMKP membuat analisis dan trend
kejadian yang sama.
13) Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Komite KMKP.
b. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien ke Tim KKPRS Nasional.
Laporan insiden grading merah yang telah dilengkapi dengan laporan RCA
yang terjadi pada pasien dilaporkan oleh KMKP internal/Pimpinan
RS dengan mengisi formulir laporan insiden Keselamatan Pasien.
Dikirim ke KKPRS Nasional melalui pos atau kurir ke Sekertariat KMKP
dengan alamat Kantor PERSI Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 No.28,
Kelapa Gading, Jakarta Utara 14240.
c. Dokumentasi
Panduan Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien dalam
pelaksanaannya didokumentasikan dalam bentuk :
1) Kumpulan Laporan Insiden Keselamatan Pasien.
2) Rekapitulasi Insiden Keselamatan Pasien.
3) Daftar tindak lanjut Insiden Keselamatan Pasien.
4) Tabel Manajemen Resiko RSU Mitra Sehat

14
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam pelayanan di Komite
Farmasi dan Terapi. Di rumah sakit terdapat ratusan jenis obat yang apabila tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan KTD.

B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien


Peran Komite Farmasi dan Terapi meliputi :
1. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
a. Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan
medication error
b. Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
c. Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan
insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
2. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek
pengobatan yang aman
a. Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan
medication safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
3. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication
safety
15
a. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Dan komite terkait lainnya
4. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan
obat
5. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien
yang ada

Pencatatan Dan Pelaporan Insiden Internal RS :


1. Apabila terjadi suatu insiden di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti
(dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera dibuat laporan insiden oleh petugas yang
pertama mengetahui insiden dan atau oleh petugas yang terlibat dalam insiden,
dengan mengisi formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift dan
diserahkan kepada atasan langsung, dalam waktu 2x24 jam
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung
pelapor. Yang dimaksud dengan atasan langsung pelapor adalah Kepala Sub
Divisi dimana pelapor bekerja.
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan, memperjelas duduk masalah
insiden, berkoordinasi dengan kepala unit lain yang terkait, dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan. Tabel penilaian dampak
klinis/konsekuensi/severity, tabel penilaian porbabilitas/frekuensi, dan tabel
matriks grading risiko terlampir.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang
akan dilakukan sebagai berikut:
a. Grading biru : Investigasi sederhana oleh atasan langsung,
waktu maksimal 1 minggu
b. Grading hijau : Investigasi sederhana oleh atasan langsung,
waktu maksimal 2 minggu
c. Grading kuning : Investigasi komprehensif/analisis akar
masalah/RCA oleh tim RCA yang terdiri dari Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien(KMKP) dan staf lain yang diperlukan, waktu
maksimal 45 hari
d. Grading merah : Investigasi komprehensif/analisis akar
masalah/RCA oleh tim RCA yang terdiri dari KMKP dan staf lain yang
diperlukan, waktu maksimal 45 hari
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
Investigasi, Solusi, Tindaklanjut, dan Evaluasi dilaporkan oleh Kasubdiv
kepada KMKP

16
7. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien akan menganalisis kembali hasil
investigasi untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan dan
melakukan regarding apabila diperlukan.
8. Untuk grading kuning dan merah, dibentuk tim RCA yang terdiri dari
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien serta staf lain yang diperlukan,
maksimal 45 hari.
9. Setelah melakukan RCA, tim RCA akan membuat laporan dan
rekomendasi untuk perbaikan serta pembelajaran berupa petunjuk/safety alert
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Kepala
Rumah Sakit RSU Mitra Sehat
11. Rekomendasi untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan sebagai
umpan balik kepada unit kerja terkait.
12. Unit kerja terkait dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien membuat
analisis dan trend kejadian yang sama.
13. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Komite Mutu dan Keselamatan
Pasien.

17
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :

A. Definisi Indikator

Ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator


merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik. Kriteria adalah spesifikasi dari
indikator.

I. Standar

1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang


yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
a. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
1) Keprofesian
2) Efisiensi
3) Keamanan pasien
4) Kepuasan pasien
5) Sarana
6) dan lingkungan fisik
b. Indikator yang dipilih
1) Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input
dan proses
2) Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan.

18
3) Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar
Rumah Sakit
4) Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang
dipilih untuk dimonitor
5) Didasarkan pada data yang ada.
c. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan
mutu tidak baik.
d. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
1) Acuan dari berbagai sumber
2) Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
3) Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

C. Indikator Pengendalian mutu Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit


Mitra Sehat adalah sebagai berikut :
1. Penulisan resep sesuai formularium
Judul Penulisan resep sesuai formularium
Dimensi mutu Efisiensi
Tergambarnya efisiensi pelayanan obat kepada
Tujuan
pasien
Formularium obat adalah daftar obat yang
Definisi operasional
digunakan di rumahsakit
Frekuensi pengumpulan
1 bulan
data
Periode analisis 3 bulan
Jumlah resep yang diambil sebagai sampel yang
Numerator
sesuai formularium dalam satu bulan
Jumlah seluruh resep yang diambil sebagai
Denominator
sapel dalam satu bulan (n minimal 50)
Sumber data Survei
Standar 80 %
Penanggung jawab Kepala Sub Divisi Farmasi

2. Ketersediaan formularium di setiap unit pelyanan rawat inap dan rawat


jalan
Judul Ketepatan waktu review formularium
Dimensi Mutu Ketersediaan formularium di unit pelayanan
rawat inap dan rawat jalan.
Tujuan Tergambarnya kemampuan KFT dalam

19
menyediakan sumber informasi obat-obat yang
tersedia di rumah sakit.
Definisi Operasional Pelaporan dilakukan oleh Komite Farmasi dan
Terapi dengan melakukan survey di setiap
bulannya
Periode Pengumpulan 1 bulan sekali
Data
Periode Analisa 3 bulan sekali
Numerator Formularium yang tersedia
Denominator Jumlah unit pelayanan rawat inap dan rawat
jalan
Sumber data Survei
Standar 100%
Penanggung jawab Ketua KFT

BAB IX

PENUTUP

KFT adalah unit yang merupakan wujud kolaboratif tenaga kesehatan di rumah
sakit yang memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan, monitoring penggunaan obat
dan tata kelola yang berkaitan formularium.

20
Pedoman ini dibuat sebagai sebuah acuan untuk menyampaikan dan mengarahkan
kegiatan KFT di setiap unit di RS, baik ranah pelaksana hingga ranah manajerial.

21

Anda mungkin juga menyukai