Anda di halaman 1dari 21

MODUL 1

ASUHAN
KEFARMASIAN KLINIS
3SKS/3X50 MENIT

MATERI 1
- PENDAHULUAN
- PH CARE PROCESS

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SEMESTER GENAP 2022/2023
MODUL 1
( PENDAHULUAN, PH CARE
PROCESS )

MODUL 2 (INTERPRETASI DATA


KLINIK

MODUL 3
( FARMAKOVIGILAN)
2

PERTEMUAN 1
PHARMACEUTICAL CARE PROCESS
PROSES ASUHAN KEFARMASIAN

CAPAIAN PEMBELAJARAN LULUSAN :


1. Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat
berdasar pedoman terapi dan pendekatan berbasis bukti untuk
optimalisasi terapi.
2. Mampu menyediakan informasi yang akurat dan terkini serta
memberikan pelayanan informasi dan edukasi terkait obat dan
pengobatan.

CAPAIAN PEMBELAJARAN :
Mampu memberi pertimbangan pemilihan penggunaan obat dan menerapkan PH
care process dalam menyelesaikan masalah penggunaan obat pasien
WAKTU : 50 Menit X 3

BAGIAN 1. PENDAHULUAN
Sejarah, Ruang Lingkup Farmasi Klinik
Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang dipraktikkan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, mengoptimalkan outcome terapi termasuk
didalamnya adalah promosi kesehatan, edukasi penggunaan obat dan
pencegahan suatu penyakit. Pelayanan ini lebih berorientasi kepada pasien
daripada kepada produk, dalam artian bahwa produk yang digunakan harus bisa
diterima pasien (usable) dan memenuhi prinsip rasionalisme dalam pengobatan.
Dalam praktiknya pelayanan farmasi klinik dilakukan bersama dengan tim
kesehatan seperti dokter, perawat, petugas laboratorium dan lain sebagainya.
Fokus utama pelayanan ini adalah berorientasi kepada pasien, lalu dimanakah
pelayanan ini dilaksanakan ? Tempat pelayanan farmasi klinis menurut peraturan
pemerintah dapat dilaksanakan di Rumah Sakit, Puskesmas, maupun di Apotek,
namun pada umumnya praktik ini dikembangkan di Rumah Sakit dan
Puskesmas.
Sebelum melihat lebih jauh mengenai peran farmasis di RS dan puskesmas,
perlu kita definisikan terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan Rumah
Sakit dan apa perbedaannya dengan puskesmas. Puskesmas merupakan
sarana kesehatan milik pemerintah tingkat pertama (primer) dengan kasus medis
yang dapat diselesaikan secara tuntas sebagai berikut :
1. Kasus medis butuh penanganan awal
2. Kasus medis rujuk balik
3. Kesehatan gigi tk pertama
4. KIA oleh bidan dan dokter
5. Rehab medik dasar

2
3

6. Ranap yang diselesaikan di puskesmas


7. Persalinan normal tanpa penyulit

Rumah Sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan
yang ada di RS adalah sebagai berikut :
1. pelayanan medik,
2. pelayanan penunjang medik,
3. kefarmasian,
4. pelayanan perawatan,
5. pelayanan rehabilitasi,
6. pencegahan dan peningkatan kesehatan,
7. sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik,
8. sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi
kesehatan

Dari berbagai jenis pelayanan baik di puskesmas maupun RS, terdapat


pelayanan kefarmasian sebagai tugas dari apoteker, lalu apa saja jenis tugas
tersebut ? Peraturan yang memuat tugas pelayanan apoteker di RS dan
Pusksemas adalah peraturan pemerintah (permenkes) No. 72 tahun 2016 utuk
RS, dan No. 74 tahun 2016 untuk puskesmas. Di dalam peraturan tersebut
dijelaskan ada dua aspek tugas utama layanan kefarmasian yaitu tugas
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
Tugas pengelolaan sediaan farmasi (obat, alat medis habis pakai dan tak habis
pakai ) baik di RS maupun puskesmas terdiri dari :
1. pemilihan
2. perencanaan
3. pengadaan / pembelian
4. penerimaan
5. penyimpanan
6. distribusi
7. pemusnahan
8. pengendalian
9. dokumentasi/pelaporan/administrasi

sedangkan tugas farmasi klinik di RS menurut permenkes No. 72 tahun 2016, terdiri
dari :
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
3. Rekonsiliasi Obat
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
5. Konseling
6. Visite
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
8. Monitoring Efek Samping Obat
9. Evaluasi Penggunaan Obat
10.Dispensing Sediaan Steril
11.Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
3
4

Permenkes No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Puskesmas juga menyebutkan adanya peran /
tugas farmasi klinik yang meliputi :
1. Pengkajian Obat, penyerahan dan pemberian informasi
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Ronde / visite
5. Pelaporan dan pemantauan efek samping
6. Pemantauan terapi obat
7. Evaluasi penggunaan obat
Pendalaman Materi :
Bacalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 dan 74 tahun 2016,
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di RS dan di Puskesmas
Bacalah petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit.
1. Jelaskan apa perbedaan pelayananan farmasi klinik di RS dan
Puskesmas berdasar permenkes No. 72 dan 74
2. Jelaskan definisi setiap tugas dan pelayanan farmasi klinik di RS

4
5

BAGIAN 2.
Peran dan Tanggung Jawab
Apoteker dalam
Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat

Pekerjaan Kefarmasian menurut PP no 51 tahun 2009 pasal 1 tentang


pekerjaan kefarmasian merupakan pekerjaan meliputi, pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional. Berdasar ketentuan tersebut, apoteker harus menjamin
bahwa keamanan obat yang diterima oleh pasien merupakan hal yang menjadi
hak seorang pasien, oleh karenanya diperlukan suatu tugas untuk melakukan
pemantauan setelah obat digunakan. Salah satu pekerjaan pemantauan tersebut
dilaksanakan oleh pelayanan farmasi bangsal atau farmasi klinik dengan
falsafahnya pharmaceutical care.
Dalam peraturan menteri kesehatan telah diatur bahwa pelayanan farmasi
klinik dijalankan oleh apoteker baik di RS dan puskesmas, di luar peraturan
tersebut sebenarnya falsafah pharmaceutical care dapat diterapkan di apotek
maupun masyarakat, pada prinsipnya PH Care menuntut tanggung jawab,
responsibilitas dan keterlibatan secara langsung seorang apoteker terhadap
pasien. Didalam praktik, tidak jarang farmasis dihadapkan pada suatu
permasalahan yaitu ketika menemukan ketidak rasionalan resep dan farmasis
merasa perlu mengganti obat, lalu bagaimana hal ini perlu disikapi ? didalam PP
51 telah disebutkan kewenangan apoteker boleh mengganti sediaan obat paten
dengan generik tanpa mengurangi kemaknaan klinis obat tersebut, namun
tentunya dengan mengedepankan komunikasi yang baik terhadap penulis resep
(dokter).
Apoteker perlu berkomunikasi secara dua arah untuk menyampaikan
tujuan mengganti obat tersebut dan mendapatkan persetujuan dari penulis resep
dan atau pasien yang dirawat. Dalam lingkup lebih luas pekerjaan kefarmasian
akan sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama bersama profesi kesehatan
yang lain, (interprofessional collaboration )

Pendalaman materi : bacalah PP 51 tahun 2009, tulislah peran tenaga


kefarmasian dalam pelayanan kesehatan.

BAGIAN 3.
Kegiatan dalam Pharmaceutical Care Process
(penilaian, asesmen, care plan, intervensi, tindak lanjut)

Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami


masalah terkait obat. Banyaknya penyakit, obat yang digunakan dan respons
individu pasien yang berbeda tentu memicu timbulnya masalah terkait obat. PTO
dalam praktek profesi diperlukan untuk mengoptimalkan efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Hasil meta-analisis yang dilakukan di
Amerika Serikat pada pasien rawat inap didapatkan hasil angka kejadian ROTD
yang serius sebanyak 6,7% dan ROTD yang fatal sebanyak 0,32%. Sementara
penelitian yang dilakukan di rumah sakit di Perancis menunjukkan : masalah
terkait obat yang sering muncul antara lain: pemberian obat yang kontraindikasi
dengan kondisi pasien (21,3%), cara pemberian yang tidak tepat (20,6%),
pemberian
5
6

dosis yang sub terapeutik (19,2%), dan interaksi obat (12,6%).1


Data dari penelitian yang dilakukan di satu rumah sakit di
Indonesia menunjukkan 78,2% pasien geriatri selama
menjalani rawat inap mengalami masalah terkait obat (depkes RI,2009).
Pemantauan Terapi Obat ( PTO) merupakan proses yang komprehensif
mulai dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi masalah
terkait obat, rekomendasi terapi, rencana pemantauan sampai dengan tindak
lanjut. Proses tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan sampai
tujuan terapi tercapai. Lalu apa keterkaitan antara PH care dengan PTO
PH care adalah falsafah pelayanan farmasi yang bertujuan untuk memberi
asuhan kefarmasian yang benar kepada pasien terkait dengan penggunaan
obat, sehingga dapat dicapai kesembuhan yang berkualitas, sering disebut
dengan kualitas hidup yang baik (good quality of life). Proses PH care dapat
dikerjakan melalui serangkaian kegiatan yang disebut pemantauan terapi obat
(PTO), adapun pelaksanaan PTO menurut pedoman yang ada di Indonesia
dilakukan beberapa tahapan yaitu :

Seleksi 1. Seleksi Pasien Lanjut


pasien Pengumpulan data pasien Identifikasi Masalah

Tindak Rencana
Pemantauan

PTO sebenarnya merupakan hak setiap pasien, namun jumlah apoteker


yang belum memadai membuat kita perlu melakukan seleksi (prioritas).
Siapa sajakah pasien yang dapat diprioritaskan untuk mendapatkan
PTO ? :

1) Berdasar kondisi pasien


a) Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga
menerima polifarmasi. b) Pasien kanker yang menerima terapi
sitostatika.
c) Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
d) Pasien geriatri dan pediatri.
e) Pasien hamil dan menyusui.
f) Pasien dengan perawatan intensif
2) Berdasar Obat :
a) Jenis obat
1) obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin,fenitoin),
2) obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan
hepatotoksik (contoh: OAT),
3) sitostatika (contoh: metotreksat), iv. antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),

6
7

4) obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh:


metoklopramid, AINS),
5) obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin).

b) Kompleksitas regimen
1) Polifarmasi
2) Variasi rute pemberian
3) Variasi aturan pakai
4) Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)

2. Pengumpulan Data Pasien


Pengumpulan data pasien dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu :
identifikasi data dari rekam medis, identifikasi dari pencatatan
penggunaan obat, dan dari wawancara kepada pasien/keluarga.
3. Identifikasi Masalah
Setelah melakukan pencatatan data subyketif/obyektif dan terapi obat ,
maka akan dilakukan asesmen/analisis untuk mendeteksi apakah ada
permasalahan dalam pengobatan pasien. Daftar permasalahan
pengobatan (Drug Related Problems (DRP) atau kadang disebut Drug
Therapy Problem (DTP) adalah sebagai berikut :
1. Ada indikasi tetapi tidak ada terapi
2. Pemberian Obat tanpa Indikasi
3. Pemilihan obat yang tidak tepat
4. Dosis terlalu tinggi
5. Dosis terlalu rendah
6. ADR
7. Interaksi Obat
8. Masalah Kepatuhan

Jenis-jenis DRP tersebut dikemukakan oleh Chipolle et al, 1998.


Selain DRP tersebut, klasifikasi DRP di beberapa rumah sakit juga
mengacu pada PCNE ( Pharmaceutical Care Network Europe
Association ) dengan klasifikasi sebagai berikut :

7
8

Gambar 2. Diagram DRP menurut PCNE , 2020

Apabila masalah pengobatan telah terdeteksi maka diperlukan


rekomendasi terapi. Misalnya apabila temuan masalahnya adalah terapi
yang belum diberikan maka rekomendasi yang diberikan adalah
merekomendasikan suatu pengobatan. Hal ini tentu tidak mudah, karena
kita harus memahami farmakoterapi obat, karakter individu, data klinis
pasien, subyektif dan obyektif data. Beberapa tujuan pengobatan harus
kita pahami terlebih dahulu yaitu :
Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi) Menghilangkan atau mengurangi
gejala klinis pasien (contoh: nyeri) Menghambat progresivitas penyakit (contoh:
gangguan fungsi ginjal) Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi antara lain:
derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau kronis).
Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan berdasarkan: efikasi,
keamanan, biaya, regimen yang mudah dipatuhi.

Langkah-langkah yang dapat diambil pada proses rekomendasi adalah :


A. Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran
normal atau yang disesuaikan dengan pedoman terapi.
Apabila menentukan sasaran terapi yang diinginkan,
apoteker harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

8
9

a. Faktor khusus pasien seperti umur dan


penyakit yang bersamaan diderita pasien
(contoh: perbedaan kadar teofilin pada
pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis/PPOK dan asma)
b. Karakteristik obat Bentuk sediaan, rute pemberian, dan cara
pemberian akan mempengaruhi sasaran terapi yang diinginkan
(contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah pada
pemberian insulin dan anti diabetes oral).

c. Efikasi dan toksisitas

B. Menetapkan frekuensi pemantauan didasarkan pada tingkat


keparahan dan kompleksitas pengobatan. Contoh, pasien yang
mendapt obat dengan indek terapetik sempit seperti antikoagulan
warfarin harus dipantau lebih sering daripada yang mendaptkan
antiplatelet asetosal. Pasien yang mendapatkan terapi analgetik
opioid untuk kanker harus dipantau lebih sering daripada yang
mendapatkan NSID , pasien dengan usia lanjut harus mendapat
pantauan terapi lebih sering daripada yang tidak berusia lanjut.
Contoh lain yang mempengaruhi frekuensi pemantauan : pasien
gangguan fungsi ginjal yang mendapatkan obat nefrotoksik, pasien
dengan hambatan biaya dan berproblem kepatuhan, atau karena
permintaan profesi kesehatan lain, misal dokter, perawat, petugas
laboratorium.

4. Rencana Pemantauan
Apabila permasalah terkait obat telah teridentifikasi, maka akan dibuat
rencana /planning atau rekomendasi dan dilakukan pemantauan.
Rencana tersebut tentu berbeda-beda tergantung apa rekomendasi yang
dibuat. Misalnya adalah :

contoh kasus :
Bila temuan DRP = luka ulkus diabetikum belum membaik karena kadar
glukosa belum normal Rekomendasi = memberikan obat untuk luka ulkus
diabetikum, sarankan obat antiseptik, sarankan pemberian antidiabetes
yang sesuai dengan kondisi klinis
Rencana pemantauan (monitoring ) = kadar glukosa darah turun, luka
sembuh

5. Tindak lanjut
Tindak lanjut merupakan suatu proses untuk menilai apakah rencana
pemantauan/planning sudah memberikan tujuan yang diinginkan.
Tindakan ini biasanya dengan melihat apakah parameter keberhasilan
terapi sudah tercapai.

9
10

Hubungan antara PTO dengan PH Care Process


Untuk memperjelas keterkaitan antara pemantauan terapi
obat dengan aktifitas PH care kita dapat mempelajari alur PH
care dalam gambar berikut ini :

Gambar 1. PH Care Process

Tahap 1
Collect (Pengumpulan)
Merupakan tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi data-data yang
dibutuhkan dari pasien untuk mempelajari riwayat pengobatan maupun
kesehatan pasien
Tahap 2
Asses (Asesmen/analisis)
Tahapan yang dilakukan untuk membahas, menganalisis hasil perolehan
data pasien kemudian dikaitkan dengan terapi yang digunakan. Dalam hal
ini analisis harus dilakukan dalam konteks luas untuk melihat tujuan terapi
pasien.
Plan
Pada tahap ini farmasis mengembangkan asuhan kefarmasian kepada
setiap pasien secara individu, asuhan kefarmasian dikerjakan secara
kolaborasi bersama profesi kesehatan yang lain dan bersama pasien atau
yang merawat pasien. Berdasarkan temuan masalah hasil asesmen maka
farmasis dapat merancang / merencanakan (plan) tindakan / rekomendasi
terkait obat / pengobatan
10
11

Implement
Pada tahap implementasi, farmasis melaksanakan
rencana kerja/ memberikan rekomendasi sesuai plan
yang telah disusun, dalam pelaksanaan juga tetap mengedepankan prinsip
kolaborasi dengan professional lain dalam tim perawatan pasien.
Follow up
Tahap follow up adalah melakukan monitoring terhadap rekomendasi / plan
yang telah disusun, baik rekomendasi tersebut telah diimplementasikan
atau belum, semuanya memerlukan proses follow up (tindak lanjut).
Apabila pasien membaik sesuai tujuan pengobatan dan memiliki kualitas
hidup yang baik maka PH care dapat diselesaikan, namun apabila ada
temuan lain, atau pasien belum sembuh, atau mungkin sembuh dengan
problem yang kemudian muncul maka siklus PH care dapat diulang
kembali.

Asuhan kefarmasian merupakan suatu kegiatan yang terdokumentasi


dengan baik, kegiatan yang dilakaukan dalam rangka PH care untuk pasien
di bangsal salah satunya disebut Pemantauan Terapi Obat (PTO). Alat dan
bahan yang digunakan untuk melaksanakan PTO adalah rekam medis, form
pemantauan terapi obat (form PTO) , form Catatan Perkembangan Pasien
Terintergrasi (CPPT) seperti gambar berikut ini :

Form Pemantauan Terapi Obat


(diisi oleh apoteker)
Nama Diagnosa :
umur Dokter yang merawat :

Jenis kelamin

No RM

Riwayat Penyakit
Terdahulu (RPD)

Riwayat Penyakit
Sekarang (RPS)

Keluhan utama

11
12

Riwayat keluarga/sosial

Riwayat penggunaan obat

Hasil Pemeriksaan Fisik


parameter Angka tanggal tanggal tanggal tanggal tanggal
Normal

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


parameter Angka tanggal tanggal tanggal tanggal tanggal
Normal

Hasil pemeriksaan Diagnostic


tanggal Hasil pemeriksaan

Hasil pemeriksaan mikrobiologi


tanggal Hasil pemeriksaan

Diagnosis
tanggal diagnosis

Pengobatan
Nama obat regimen indikasi

12
13
S,O,A,P
Tanggal Subyektif Obyektif Assesmen Plan

Form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi


(diisi oleh banyak profesi )

contoh :
Tanggal S,O,A,P Terintegrasi Instruksi

Ttd S = batuk, pilek, sesak nafas, Evaluasi penggunaan N


petugas diare setelah minum obat acetylsistein
O = RR 18 x/menit, TD 115/75
mmHg
Ttd T = 37,8 C
DPJP
Obat = N acetylsistein 200
mg 2x1, paracetamol 500 mg
3x1

A = diare setiap setelah


minum N acetylsistein,
kemungkinan ADR

Ttd S = batuk, pilek, sesak Penambahan


petugas nafas bronkodilator
O = RR 25 x/menit, TD 115/75
mmHg
Ttd T = 37,8 C
DPJP
Obat = ambroksol 30 mg 3x1,
paracetamkol 500 mg 3x1

A = pasien masih sesak nafas,


RR meningkat, terapi tidak
efektif (adekuat)

13
14

Pendalaman Materi :
Baca kasus dibawah ini, isilah pada form S,O,A,P

KASUS 1
Seorang pasien laki-laki berusia 56 tahun dengan riwayat hipertensi
dan stroke iskemik menjalani pengobatan menggunakan antiplatelet
Clopidogrel 50 mg 1x sehari, kaptopril 25 mg 1x1, dan furosemide 40
mg tablet 1x1. Pasien juga membeli obat di apotek untuk mengatasi
pegal linu di sendi kaki, dan mendapat obat ibuprofen tablet 400 mg
3x1. Satu minggu setelah pasien mengkonsumsi obat tersebut, pasien
mengalami pendarahan melalui hidung
S=

O=

A=

P=

KASUS 2
14

15
15
16

KASUS 3

Nama Pasien : Ny A BB/TB : 80/160

Umur : 25 thn
Alamat : Jln Bungur 120
Sex : perempuan
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Pasien MasukRumahSakit


Pasien demam tinggi sejak 5 hari yll, sudah minum
paracetamol tablet 500 mg 3x1 tetapi belum sembuh,
muntah, mual, sakit bila berkemih, perut bawah pada
kandung kemih terasa terbakar, Saat ini sedang hamil
P2G1A0 usia kandungan 17 minggu. Kondisi lemas dan lemah
karena kesakitan dan demam, 2 hari yang lalu mengalami
sedikit pendarahan.

Riwayat Penyakit Terdahulu (RPD)


Pasien rutin kontrol kandungan ke bidan desa. Obat
yang didapat folavit, parasetamol tablet bila panas
pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 9 gr/dL 11,7-15,5


Leukosit 12.000/mikroliter 4.500-10.000

Hematokrit 30,5 % 35,0-49,0

Trombosit 188 ribu/mmk 150-450

UJI KEPEKAAN BAKTERI


Bahan yang dikirim : sekret/usapan vagina
Pemeriksaan : kultur umum dan sensitivitas test
ANTIBIOTIKA Jenis kuman : Jenis kuman
Beta Streptococcuc N gonorrhoeae

Amikasin S S

Ampicilin S R

Cefepime S R

Cefoperazon+sulbactam S S

Cefoxitin/ methicilin R S

Ceftazidim S S

Ceftriazon R S

Chlorampenicol S S

16
17

Ciprofloxacin S R

Erytromicyn S S

Gentamicyn S R

Kanamicyn R R

DIAGNOSA : infeksi GO, Beta streptokokus, herpes genitalis

CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT


Tanggal/jam Pengobatan, diet dan Catatan
tindakan

2 /10/13 Infus RL 20 tpm Demam, kesakitan untuk


METOKLOPRAMID 1x1 ac BAK, keluar flek (bercak
darah dari vagina)
Muntah ++

3/10/13 Infus RL 20 tpm Demam, kesakitan untuk


Paracetamol 500 mg tablet BAK, keluar flek (bercak
3x1 darah dari vagina)
Domperidon 1x1 Muntah +
Demam 39C
Hasil kultur sudah ada.

17

18
18

Anda mungkin juga menyukai