TINDAK LANJUT
KAJIAN PELAYANAN KEFARMASIAN
INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT PERTAMINA CILACAP
TAHUN 2018
B. RUANG LINGKUP
C. BATASAN OPERASIONAL
Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) meriputi empat aktivitas utama, yaitu:
1. Aktivitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
pencapaian tujuan kesehatan, dengan kegiatan :
D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 573/MenKes/SK/VI/2008 tentang Standar
Profesi Asisten Apoteker.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. 679/MenKes/SK/V/03 tentang Registrasi dan
Ijin Kerja Asisten Apoteker.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/MenKes/Per/V Tahun 2011 tentang
Registrasi, Ijin Praktik, dan Ijin Kerja Tenaga Kefarmasian.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1796/MenKes/Per/VIII/2011 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 84/Menkes/Per/II/1990 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 068/MenKes/SK II/2006 mengenai
Peraturan Pencantuman Nama Generik pada Label dan Bungkus Obat.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 924/MenKes/Per/X/1993 tentang Daftar
Obat Wajib Apotek No. 2.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176/MenKes/SK/X/1999 tentang Daftar
Obat Wajib Apotik No.3.
15. Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
16. Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MenKes/Per/I tahun 1978 tentang
Penyimpanan Narkotika.
18. Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
19. Peraturan Pemerintah RI No. 44 thn 2010 tentang Prekursor.
20. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK. 03.01/MenKes/146/I/2010 tentang
Harga Obat Generik.
21. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK. 03.01/MenKes/159/I/2010 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
22. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit oleh Dirjen Binfar
dan Alkes DepKes RI.
23. Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi-Jabaran Kode Etik tahun 2009
oleh Ikatan Apoteker Indonesia.
24. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan oleh Dirjen
Binfar Komunitas dan Klinik-Dirjen Binfar dan Alkes tahun 2007.
25. Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/Per/X tahun 1993 tentang Kriteria
Obat yang Dapat Diserahkan tanpa Resep.
26. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2396/A/SK/VIII tahun 1986 tentang Tanda
Khusus Obat Keras Daftar G dan Keputusan Menteri Kesehatan No.
2380/A/SK/VI tahun 1983 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Bebas
Terbatas.
27. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1157/MENKES/SK/XII/2008 tentang
Daftar Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat Bagi Pelayanan Program
Kesehatan Bagi Pemerintah
28. Peraturan Menteri Kesehatan 755/MenKes/Per/IV tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
29. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK. 02. 02/MenKes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah.
30. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1045/MenKes/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan
31. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1747/MenKes/SK/XII/2000 tentang Pedoman
Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota.
BAB II
KAJIAN PELAYANAN KEFARMASIAN
Plan :
Meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, menentukan kriteria pemilihan
dengan memprioritaskan obat esensial dan standarisasi, sampai pemilihan bentuk sediaan
dan kekuatan sediaan. Seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite
Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas, serta jaminan purna
transaksi pembelian.
Do :
a. Instalasi Farmasi berkoordinasi dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) untuk
menetapkan obat yang digunakan di RS berdasarkan formularium Pertamina dan
Pertamedika.
b. Ketua KFT mengadakan rapat untuk pembahasan usulan obat dan ketentuan-
ketentuan berkaitan formularium
Study :
Formularium yang digunakan selama ini mengacu pada Daftar Obat Standar Pertamedika
IHC ditahun sebelumnya dan dilakukan rencana evaluasi dan penerbitan Formularium
Rumah Sakit Pertamina Cilacap Tahun 2019.
Action :
Tersosialisasinya Formularium Rumah Sakit Pertamina Cilacap Tahun 2018 diseluruh
unit yang membutuhkan.
2. PERENCANAAN
Plan :
Melakukan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan, dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi, serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman Perencanaan : Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), Formularium RSPCl,
Panduan Praktik Klinik RSPCl
Do :
Sistem perencanaan pengadaan setiap item perbekalan farmasi dilakukan secara periodic
review system (pengecekan stok dan pemakaian perbekalan farmasi).
Study :
Perencanaan yang terkait dengan Instalasi/unit lain berkoordinasi dengan unit yang
bersangkutan, sebagai berikut :
Action :
3. PENGADAAN
Plan :
Do :
Study :
Pembuatan laporan pengadaan bersamaan dengan laporan perencanaan setelah dilakukan
stok opnam di RSPCl
Action :
Plan :
Do :
1. Jika obat yang terlihat mirip atau memiliki nama yg mirip (LASA – Look a like,
Sound a like) letaknya dipisah dan diberi logo lasa. Obat High Alert penyimpanan
terlokalisir dan diberi logo penanda high alert
2. Pencatatan dilakukan setiap transaksi (pemasukan dan pengeluaran) pada kartu
stok dan dilakukan juga pada sistem komputer. Setiap terjadi mutasi dilakukan
pencatatan di kartu stock. Peletakkan kartu stock yang masih berlaku di samping
barang.
3. Pelaksanakan stock opname setiap 1 bulan sekali
4. Pemantauan kondisi suhu dan kelembaban penyimpanan dilakukan secara
periodik
5. Penyimpanan perbekalan farmasi yang bersifat khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku untuk masing-masing, diantaranya narkotika
dan psikotropika, serta B3.
Action :
a. Kondisi ruang penyimpanan dalam ruang kamar (di bawah suhu 25°C) dengan
kelembaban ruang harus kering, dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruang (AC / air
condition) serta alat thermohigrometer (alat monitor suhu dan kelembaban ruang).
b. Obat yang stabil pada suhu 2- 8°C disimpan dalam refrigerator/almari es dengan suhu
yang dimonitor ketat 2 kali dalam sehari.
c. Bahan beracun dan berbahaya (B-3) disimpan terpisah, mengikuti Protap
Penyimpanan B-3.
d. Perbekalan farmasi yang rusak, sudah kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat
disimpan terpisah.
5. PERESEPAN
Plan :
Do :
1. Untuk pasien rawat inap, penelaahan resep dilakukan oleh apoteker berlisensi
terhadap :
1) Ketepatan obat, dosis, frekuensi, dan rute pemberian.
2) Kemungkinan duplikasi terapi.
3) Alergi / reaksi sensitivitas baik yang potensial maupun aktual.
4) Interaksi obat-obat atau obat-makanan baik yang potensial maupun aktual.
5) Berat badan pasien dan informasi fisiologis lain.
6) Kontraindikasi yang lain.
2. Untuk pasien rawat jalan, telaah dilakukan pada seluruh resep oleh apoteker berlisensi
dan dititikberatkan terhadap :
1) Ketepatan obat (tepat pasien, dosis, dan rute pemberian).
2) Kemungkinan duplikasi terapi.
3. Pengkajian tidak perlu dilakukan pada keadaan darurat atau pada tindakan atau
pemeriksaan penunjang diagnostik dimana obat merupakan bagian dari prosedur.
4. Jika pengkajian resep tidak dapat dilakukan seketika oleh Apoteker, maka pengkajian
resep sederhana meliputi persyaratan administrasi dan teknis farmasi dilakukan oleh
tenaga teknis kefarmasian (TTK). Sementara pengkajian terhadap persyaratan klinis
dilakukan saat Apoteker hadir, dan maksimal dilakukan 24 jam sejak pengerjaan
resep.
5. Jika hasil pengkajian resep tidak memenuhi persyaratan, maka harus segera
diklarifikasi kepada dokter penulis resep sesuai SPO yang berlaku.
Study :
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya di konsultasikan kepada dokter penulis
resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu meminta
persetujuan setelah pemberitahuan. Pengkajian persyaratan administratif dilakukan oleh
tenaga teknis kefarmasian, sementara persyaratan farmasetis dan klinis dikaji oleh
apoteker.
Action :
1. Telaah Resep
a. Telaah resep dilakukan ketika resep diterima di farmasi.
b. Telaah resep dilakukan oleh tenaga farmasi yang memiliki kompetensi/
profesional. Resep ditelaah terhadap aspek administratif, aspek farmasetis dan
aspek klinis.
b. Penelaah resep memiliki kompetensi untuk melakukannya baik atas dasar
pendidikan dan latihan sesuai dengan kewenangan.
c. Penelaahan resep tidak diperlukan pada saat keadaan darurat atau ketika dokter
hadir dalam peresepan, pemberian dan monitoring pasien atau dalam tindakan
radiologi.
d. Permasalahan yang timbul terhadap resep, maka petugas penelaah menghubungi
dokter untuk mengkonfirmasi kebenarannya, bila mana mungkin juga dapat
dikonsultasikan dengan petugas pengendali jaminan.
2. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi,
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian
informasi obat yang memadai dengan sistem dokumentasi dan evaluasi yang baik.
Tujuan :
3. Pelabelan
Ketentuan pelabelan:
1. Semua perbekalan farmasi yang disiapkan instalasi farmasi harus diberi label atau
etiket yang berisi identitas pasien, aturan minum atau aturan penggunaan, dan nama
perbekalan farmasi, kecuali alat kesehatan yang dapat diberikan lebih dari satu hanya
dengan menempelkan satu etiket.
2. Label perbekalan farmasi yang disiapkan di Layanan Farmasi menggunakan kertas
berwarna putih (obat yang diminum / oral) atau biru (rute pemberian non oral dan alat
kesehatan) serta berisi informasi sebagai berikut :
1) No. etiket.
2) Tanggal etiket (tanggal penerimaan resep).
3) Nama pasien.
4) Tanggal Lahir pasien.
5) Signa (cara pakai), peringatan, dan waktu penggunaan.
6) Nama perbekalan farmasi.
7) Tanggal kadaluarsa atau Beyond Use Date / BUD (khusus untuk sediaan
racikan).
8) Subtitusi obat (bila ada).
3. Nama obat dan tanggal kedaluwarsa obat yang ada di layanan harus jelas. Jika dalam
keadaan terpaksa terdapat blister obat tanpa identitas (misal karena tergunting), harus
diberikan label yang berisi nama obat dan atau tanggal kadaluwarsa atau keduanya.
4. Semua bahan baku produksi, hasil produksi, atau kemas ulang harus diberi
label/etiket yang berisi: tanggal produksi, nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, cara
penyimpanan, tanggal kadaluwarsa/tanggal buka pertama kali/beyond use date.
5. Obat injeksi yang telah disiapkan atau dilarutkan / dicampur tetapi belum akan
diberikan harus diberi label yang berisi: Identitas pasien (nama lengkap dan tanggal
lahir), identitas obat (nama dan kekuatan), tanggal dan jam penyiapan/pencampuran,
pelarut, dan beyond use date.
6. Etiket dicetak menggunakan perangkat elektronik, kecuali terdapat gangguan pada
Sistem Informasi Manajemen (SIM) sedangkan obat dibutuhkan segera, maka etiket
dapat ditulis manual oleh TTK atau Apoteker.
7. Label perbekalan farmasi yang ditarik Layanan Farmasi / Ruang Rawat harus
mencantumkan informasi sebagai berikut :
1) Tanggal penarikan.
2) Layanan Farmasi / Lantai Rawat asal penarikan perbekalan farmasi.
3) Tujuan penarikan (penukaran / pemusnahan / ditarik dari peredaran)
4) Informasi perbekalan farmasi yang ditarik.
8. Obat dengan kategori High Alert Medication diberi label “HIGH ALERT” (khusus
KCl 7,46; MgSO4; Dekstrose 40%; dan NaCl 3%) berwarna merah pada kemasan
luar obat atau stiker "LASA" berwarna hijau pada kotak obat.
9. Obat injeksi atau infus yang telah disiapkan atau dilarutkan / dicampur namun belum
akan diberikan harus diberi label yang berisi identitas pasien (nama dan tanggal lahir
pasien, nama dan kekuatan obat, tanggal dan jam penyiapan / pencampuran obat,
nama dan jumlah pelarut, dan waktu kedaluwarsa stabilitas atau Beyond Use Date
(BUD).
10. Label perbekalan farmasi sediaan multidosis harus mencantumkan tanggal membuka
kemasan obat dan BUD.
11. Pelabelan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus jelas terbaca, melekat pada
kemasan bahan dan dinding lokasi penyimpanan, dan dilengkapi dengan Material
Safety Data Sheet (MSDS).
12. Obat bawaan pasien selama perawatan di Rawat Inap RSPCl diberi barcode / identitas
pasien; label "Obat Bawaan Pasien" untuk obat-obat yang diteruskan penggunaannya;
atau label "STOP" untuk obat yang dihentikan pemakaiannya dan di serahkan
kembali kepada keluarga pasien saat di Rawat Inap RSPCl.
6.
PENDISTRIBUSIAN
Plan :
Sistem floor stock (alkes dan bahan penunjang pelayanan medis, obat high alert
tertentu).
Sistem UDD (Unit Dose Dispensing) dengan pemberian untuk 24 jam.
Sistem resep perorangan (untuk pasien rawat jalan dan pasien pulang rawat).
Study :
Untuk perbekalan farmasi yang berupa reagensia, gas medis, bahan radioaktif, dan
beberapa alat kesehatan untuk kebutuhan kamar bedah, dilakukan distribusi langsung ke
bagian terkait setelah barang diterima. Perbekalan farmasi yang telah diserahterimakan
ke bagian lain (di luar Instalasi Farmasi) di bawah tanggung jawab bagian tersebut
dengan dilakukan supervisi secara periodik oleh petugas farmasi.
Action :
a. Layanan farmasi yang mempunyai waktu operasional 24 jam yaitu Farmasi Rawat
Inap .
b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi (emergency trolley).
6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi yang Dibawa / Dibeli Pasien dari Luar RSPCl
Plan :
Melakukan penyerahan perbekalan farmasi dari pihak farmasi kepada pasien (di Farmasi
Rawat Jalan) atau perawat (di Farmasi Rawat Inap).
Do :
Study :
Action :
Penerima perbekalan farmasi membubuhkan paraf pada lembar resep saat serah terima.
8. PEMANTAUAN
a. Pemantauan Efek Terapi
Plan :
Do :
Pasien dan keluarganya diedukasi untuk dapat memantau efek obat sesuai dengan jenis
obat yang digunakan. Obat yang digunakan untuk pertama kalinya harus dipantau
efeknya.
Study :
Respon pasien terhadap obat-obatan (baik respon yang diharapkan maupun yang
tidak diharapkan) harus dicatat dalam rekam medis.
Efek obat yang tidak diharapkan yang dialami pasien segera dilaporkan oleh
petugas ke DPJP/dokter jaga. Pelaporan didokumentasikan di rekam medis.
Action :
Petugas melaporkan efek samping obat sesuai dengan SPO Pelaporan Efek
Samping Obat kepada Komite Farmasi dan Terapi RSPCl.
Hasil pemantauan efek obat digunakan sebagai pertimbangan untuk melakukan
modifikasi terapi.
Plan :
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (reaksi obat yang merugikan dan tidak
dikehendaki) adalah kegiatan pemantauan dan pelaporan setiap respon terhadap obat
yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Do :
1. Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO), dikoordinasi oleh Komite
Farmasi dan Terapi (KFT) RSPCl sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2. Setiap petugas kesehatan (dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, apoteker,
perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain) yang mengetahui adanya ESO, wajib
melaporkan pada KFT.
Study :
Reaksi yang dilaporkan adalah reaksi yang sifatnya berat, tidak dikenal, atau
frekuensinya jarang, yang terjadi pada pasien rawat inap dan rawat jalan, baik belum
diketahui hubungan kausalnya, maupun yang sudah pasti reaksi obat yang merugikan
dan tidak dikehendaki.
Efek Samping Obat yang perlu dilaporkan adalah:
a. Setiap reaksi yang dicurigai akibat obat terutama reaksi yang selama ini tidak
pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang bersangkutan.
b. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.
c. Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :
1. Reaksi anafilaktik
2. Diskrasia darah
3. Perforasi usus
4. Aritmia jantung
5. Seluruh jenis efek fatal
6. Kelainan congenital
7. Perdarahan lambung
8. Efek toksik pada hati
9. Efek karsinogenik
10. Kegagalan ginjal
11. Edema laring
12. Efek samping berbahaya seperti sindroma Steven Johnson
13. Serangan epilepsi dan neuropati
d. Pelaporan Efek Samping Obat menggunakan lembaran Formulir Pelaporan Efek
Samping Obat yang ditentukan oleh Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional dan
diserahkan kepada KFT
e. KFT mendokumentasikan pelaporan monitoring Efek Samping Obat dan
mengirim ke Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional.
Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang
masuk dalam formularium dan obat yang terbukti dalam literatur menimbulkan efek
samping serius
Action :
a. Dokter, perawat, bidan, nakes lain serta farmasis di bangsal melaporkan kepada
farmasis bila ada kelainan kondisi pasien atau keluhan dari pasien yang kemungkinan
terkait dengan pengobatan pasien/kejadian yang tidak diharapkan (KTD)
b. Informasi adanya efek obat/kejadian yang tidak diharapkan yang berkaitan dengan
obat dapat berasal dari pasien / dokter / farmasis / paramedis. Informasi dapat berupa
: riwayat minum obat, hasil pemeriksaan laboratorium serta keluhan pasien.
c. Farmasis merespon laporan dengan melengkapi data yang berkaitan dengan efek
obat yang tidak diharapkan tersebut.
d. Membandingkan keluhan pasien dengan deskripsi di literatur untuk memastikan
hubungan obat dengan respon obat/kejadian yang tidak diharapkan dari obat tersebut
dan mempertimbangkan kemungkinan adanya penyebab lain selain obat.
e. Mencatat efek samping obat yang terjadi ke dalam form yang sudah disediakan
f. Melaporkan hasil MESO kepada Pusat MESO Nasional dan tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Plan :
Melakukan kegiatan pelayanan informasi yang diberikan oleh Instalasi Farmasi RSPCl
untuk memberikan informasi mengenai perbekalan farmasi secara akurat, tidak bias, dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Do :
Study :
1. Sumber informasi obat (informasi produk seperti MIMS, e-book, akses internet)
2. Tenaga (Apoteker/Apoteker Farmasi Klinis)
3. Sarana dan Prasarana (komputer, printer)
Action :
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat,
atau tatap muka.
3. Membuat leaflet informasi obat, mengisi materi di media RSPC.
4. Berperan untuk membantu apoteker dalam interpretasi data terkait terapi pasien.
5. Menyediakan informasi bagi Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan formularium rumah sakit (review obat baru, evaluasi efek samping, dan
efek terapi dalam penggunaan obat) dan penyusunan panduan terapi.
6. Mendokumentasi MESO.
7. Menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
8. Menetapkan dan mengedarkan sumber informasi yang berlaku bagi seluruh ruang
rawat dan poliklinik, yaitu Formularium dan MIMS.
d. Konseling
Plan :
Do :
Study :
Kriteria pasien :
1. Pasien dengan penyakit kronis
2. Pasien yang mendapat obat dengan indeks terapetik sempit dan polifarmasi
(menerima lebih dari 5 item obat)
3. Pasien geriatrik
4. Pasien pediatrik
5. Pasien pulang rawat sesuai dengan kriteria diatas
Action :
Plan :
Do :
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat di RSPCl.
Merupakan bagian dari teknik pemeliharaan formularium, untuk menetapkan obat
terpilih berdasarkan efektivitas, toksisitas, dan perbedaan harga dari golongan obat
yang sama.
Action :
Plan :
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar yang
ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan Pemusnahan sediaan farmasi
yang tidak dapat/boleh digunakan dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur pemusnahan
obat dibuat yang mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan
mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang tidak berwenang.
Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan disimpan terpisah dan dibuat daftar yang
mencakup jumlah dan identitas produk. Penghapusan dan pemusnahan obat
dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain serta didokumentasikan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Do :
Study :
Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen atau
instruksi instansi Pemerintah yang berwenang. Tindakan penarikan kembali
dilakukan segera setelah diterima permintaan atau instruksi untuk penarikan
kembali. Penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar terhadap
kesehatan, hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen
Action :
a. Petugas farmasi di semua unit dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali melakukan
cek barang yang kemungkinan rusak atau kadaluwarsa untuk dikembalikan ke
farmasi.
b. Petugas gudang farmasi melokalisir, menyimpan barang yang tidak memenuhi
standar tersebut di tempat terpisah.
c. Petugas farmasi membuat laporan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi
standar (rusak dan melewati tanggal kadaluarsa) dengan persetujuan Pws
Instalasi Farmasi membuat usulan kepada direktur rumah sakit untuk dilakukan
penghapusan atau pemusnahan perbekalan farmasi.
a. Secara manual dicatat pada buku, kartu stock atau pada lembar / form-form
tertentu.
b. Secara komputer dengan menggunakan aplikasi program / SIMRS
Do :
Evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dapat diukur
dengan indikator kepuasan pasien pemangku kepentingan (stakeholders), dimensi
waktu (time delivery), SPO serta keberhasilan pengendalian perbekalan farmasi.
Study :
Action :
PENUTU
1. Waktu tunggu
pelayanan obat non
racikan & racikan
tidak melebihi &
bahkan jauh di
bawah standar
maksimal
2. Kewaspadaan
terhadap obat LASA
& HAM meningkat
sehingga zerro
mistake
5. Pembuatan Paket untuk Feb Belum 100% Belum tercapai
Tindakan tercapai dikarenakan
koordinasi
antara pihak
terkait yang
kurang optimal
6. Komputerisasi Stok Mar 75% 100% Sudah ada stok
Minimum minimum di
komputerisasi,
namun masih
saja petugas
bolak-balik
meminta obat
ke gudang
farmasi
7. Pelaksanaan UDD Jan 100% 100% Sudah
terlaksana