BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah
sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan
farmasi, mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama
(drug oriented) ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi
Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian
merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan
dengan kesehatan.
D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional Instalasi Farmasi meliputi:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. memilih sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai sesuai kebutuhan pelayanan RSGM Gusti Hasan Aman;
b. merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang efektif, efisien dan optimal;
c. mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku;
d. menerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;
e. menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
f. mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit;
g. melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
h. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai;
i. melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat
digunakan;
j. mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai;
k. melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai.
2. Pelayanan Kefarmasian
a. mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat;
b. melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat;
c. memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik
berdasarkan resep maupun obat non resep kepada pasien/ keluarga
pasien;
d. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai;
2
e. melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain;
f. memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
g. melaksanakan pemantauan terapi obat termasuk efek terapi obat
dan efek samping obat;
h. melaksanakan evaluasi penggunaan obat;
i. melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarga dan masyarakat;
j. melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
3. Pelayanan Informasi obat
a. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan RSGM Gusti Hasan Aman;
b. menyediakan bahan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan kefarmasian;
c. menjawab pertanyaan seputar obat;
d. menerbitkan media informasi obat (buletin/leaflet/poster);
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lainnya;
E. LANDASAN HUKUM
3
BAB II
STÁNDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
1. Instalasi farmasi di kepalai oleh seorang penanggungjawab yang
merupakan Apoteker yang telah memiliki Surat Ijin Praktik Apoteker.
2. Instalasi Farmasi terdiri atas 3 Bagian yaitu
a. Pengelolaan Perbekalan Kefarmasian
b. Pelayanan Kefarmasian
c. Pelayanan Informasi Obat
3. Setiap pengelolaan dan pelayanan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian
C. PENGATURAN JAGA
4
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Ruang konsultasi
Ruang Ruang racik dan
obat dan
penerimaan resep penyimpanan
pelayanan
dan penyerahan obat
informasi obat
obat
B. STANDAR FASILITAS
6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
e. Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian.
1) Tatacara penyimpanan perbekalan farmasi :
a) Pengelompokkan perbekalan farmasi berdasarkan jenis barang,
bentuk sediaan, sifat barang, suhu penyimpanan
b) Penyusunan dengan menerapkan prinsip First In First Out (FIFO)
dan/atau First Expired First Out (FEFO).
c) Penyimpanan obat yang penampilan dan penamaannya mirip
(LASA – Look a like, Sound a like) tidak ditempatkan berdekatan
dan diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya
kesalahan pengambilan obat.
d) Untuk obat High Alert diberi logo penanda high alert
e) Untuk obat-obat emergensi disimpan dalam kotak emergensi di
setiap unit pelayanan yang membutuhkan dan dilakukan
monitoring secara berkala
f) Pencatatan dilakukan setiap transaksi (pemasukan dan
pengeluaran) pada kartu stok dan dilakukan juga pada komputer
g) Setiap terjadi mutasi dilakukan pencatatan di kartu stock
h) Peletakkan kartu stock yang masih berlaku di samping barang
dan dilakukan pengarsipan kartu stok yang sudah tidak terpakai.
i) Pelaksanakan stock opname setiap 1 bulan sekali
j) Pemantauan kondisi suhu penyimpanan dilakukan secara
periodik
k) Penyimpanan perbekalan farmasi yang bersifat khusus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku untuk
masing-masing, diantaranya narkotika dan psikotropika,
prekursor dan high alert.
8
Penyimpanan untuk reagen tertentu mempunyai
persyaratan khusus, misalnya:
Larutan berwarna disimpan dalam botol kaca
berwarna coklat
Larutan yang tidak mengalami reaksi fotokimia di
simpan dalam botol plastik putih
Cairan dan larutan organic disimpan dalam botol
kaca berwarna coklat
Di simpan pada suhu ruangan atau suhu dingin
(2-8◦ C) atau harus beku disesuaikan dengan
ketentuannya
Harus dilakukan uji stabilitas dan uji homogenitas
Diberi label nama reagen, tanggal pembuatan, nomor
register, expired date
3. Dehidrated Media
Media yang didehidrasi tidak dapat disimpan untuk
waktu yang tak terbatas terutama bila penutup wadah
telah dibuka
Jumlah keseluruhan harus dikemas dalam wadah yang
akan habis digunakan dalam 1-2 bulan
Saat diterima, semua wadah tertutup rapat
Tanggal penerimaan harus dicatat pada setiap wadah
Semua media dehdrasi harus disimpan di tempat gelap,
sejuk (suhu < 25 ͦ C) rak-rak penyimpanan tidak boleh
ditempatkan di dekat autoklaf atau tempat pencucian
karena kelembaban dan suhu yang tinggi
Tanggal membuka wadah harus dicatat pada wadah
tersebut.
9
dalam kantong plastic tertutup dan disimpan di dalam
lemari es
Harus diperhatikan batas lama penyimpanannya, yaitu :
Tabung dengan sumbat kapas : 1 minggu
Tabung dengan sumbat longgar : 1 minggu
Cawan petri (dalam bungkus plastic) : 3 minggu
Botol dengan tutup ulir (screwcap) : 3 bulan
f. Distribusi
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di poliklinik
disiapkan oleh instalasi farmasi.
2) Pendistribusian sediaan farmasi berdasarkan resep perorangan
melalui instalasi farmasi
g. Penghapusan dan pemusnahan
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai
standar yang ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan
Pemusnahan sediaan farmasi yang tidak dapat/boleh digunakan
dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur pemusnahan obat
dibuat yang mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan
mencegah jatuhnya obat tersebut di kalangan orang yang tidak
berwenang. Sediaan farmasi yang akan dimusnahkan disimpan terpisah
dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas produk.
Penghapusan dan pemusnahan obat dilakukan sendiri maupun
oleh pihak lain serta didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10
j. Monitoring dan Evaluasi
Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, dapat diukur dengan indikator kepuasan dan keselamatan
pasien/pelanggan pemangku kepentingan (stakeholders), dimensi
waktu (time delivery), Standar Prosedur Operasional serta
keberhasilan pengendalian perbekalan kesehatan dan sediaan farmasi
11
lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang
berlaku.
Unsur-unsur resep:
1. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah
dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon
dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko
resep.
2. Nama kota
(sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio
Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah
dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan
obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah
obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan Bentuk Sediaan Obat (BSO) dan jumlahnya.
Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam
formula resep yang digunakan.
Contoh:
- m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
- m.f.l.a. sol
- m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
6. Signatura
12
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu
meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro
dan umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga
mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek
dapat akurat.
LANGKAH PRESKRIPSI
13
merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi,
sediaan generik) atau bahan jadi/paten.
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam
buku Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan
pabrik). Pengguna jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan
bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung di dalamnya agar
pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di
apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal,
parenteral, topical, dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara
pemberian obat:
- Tujuan terapi
- Kondisi pasien
- Sifat fisika-kimia obat
- Bioaviabilitas obat
14
- Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal
ini mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat
individualistis. Penentuan dosis perlu mempertimbangkan:
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan
saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur
signatura.
FREKUENSI
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
LAMA PEMBERIAN
15
Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau
menggunakan pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam
pustaka/RS. Misalkan pemberian antibiotika dalam waktu tertentu
(2 hari setelah gejala hilang untuk menghindari resistensi
kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom muncul
(p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM)
diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup
(ITER!)
16
2. Persentase obat generik yang diresepkan
Tujuannya untuk mengukur kecenderungan peresepan obat
generik
3. Persentase antibiotik yang diresepkan
Digunakan untuk mengukur penggunaan antibiotik secara
berlebihan karena penggunaan antibiotik secara berlebihan
merupakan salah satu bentuk ketidakrasionalan peresepan.
4. Persentase injeksi yang diresepkan
Tujuannya untuk mengukur penggunaan injeksi yang berlebihan.
5. Persentase obat yang diresepkan dari formularium
Tujuannya untuk mengukur derajat kesesuaian praktek dengan
kebijakan obat nasional yang diindikasikan dengan peresepan dari
formularium. Tiap rumah sakit harus mempunyai formularium
sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan resep serta
dibutuhkan suatu prosedur untuk menentukan apakah suatu
merk produk tertentu ekuivalen dengan bentuk generik yang ada
pada daftar obat atau formularium.
17
C. ALUR PELAYANAN RESEP
PASIEN
Skrining Resep
FARMASETIS
ADMINISTRASI KLINIS
Dibeli
Separuh Ya
Hitung
Harga
Tidak
Penomoran Resep
Penyiapan Obat
Pengecekan Ulang
Penyerahan Obat
D. DISPENSING
18
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai
system dokumentasi.
Tujuan:
Mendapatkan dosis yang tepat dan aman
Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan secara oral atau emperal
Menyediakan obat kanker secara efektif, efisien dan bermutu.
Menurunkan total biaya obat
19
Standar akreditasi 2012 bab MPO / JCI chapter MMU memberi perhatian
khusus pada proses penggunaan obat. Perhatian khusus itu berupa:
1) Review / tinjauan sebelum penyiapan obat (MMU.5.1).
2) Verifikasi sebelum pemberian obat (MMU.6.1).
Kedua hal itu sangat penting untuk menjamin obat sampai ke pasien
dengan benar.
Untuk mempermudah penerapannya, sebaiknya kita menggunakan alat
bantu berupa check list pada proses review dan verifikasi. Check list itu
harus selalu digunakan setiap melakukan penyiapan atau pemberian
obat.
Sebagai catatan, prosedur ini tidak berlaku pada:
1) Kondisi darurat,
2) Dokter pemesan hadir pada saat pemesanan, pemberian, dan
pemantauan pasien; atau
3) Jika obat merupakan bagian dari prosedur (misal untuk radiologi
diagnostik dan intervensi).
20
NO JENIS PENGECEKAN YA TIDAK
1 Kesesuaian Obat dengan Resep
2 Kesesuaian Jumlah dan Dosis dengan Resep
3 Kesesuaian Waktu dan Frekuensi Pemberian
4 Kesesuaian Rute Pemberian Obat dengan Resep
5 Kesesuian identitas pasien
Tujuan :
Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah
dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.
Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat.
Kegiatan :
Dokter, dokter gigi, perawat, serta farmasis melaporkan kepada
farmasis bila ada kelainan kondisi pasien atau keluhan dari pasien
yang kemungkinan terkait dengan pengobatan pasien/kejadian yang
tidak diharapkan (KTD)
Informasi adanya efek obat/kejadian yang tidak diharapkan yang
berkaitan dengan obat dapat berasal dari pasien / dokter / farmasis /
paramedis. Informasi dapat berupa : Riwayat minum obat, Hasil
pemeriksaan laboratorium serta Keluhan pasien.
Farmasis merespon laporan dengan melengkapi data yang berkaitan
dengan efek obat yang tidak diharapkan tersebut.
Membandingkan keluhan pasien dengan deskripsi di literatur untuk
memastikan hubungan obat dengan respon obat/kejadian yang tidak
diharapkan dari obat tersebut dan mempertimbangkan kemungkinan
adanya penyebab lain selain obat.
Mencatat efek samping obat yang terjadi ke dalam form yang sudah
disediakan
Melaporkan hasil MESO kepada Pusat MESO Nasional dan tembusan
kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Tujuan :
Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan dilingkungan rumah sakit.
Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
Meningkatkan profesionalisme apoteker.
Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan :
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
aktif dan pasif.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
Membuat buletin, leaflet, label obat.
Menyediakan informasi bagi Komite Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
J. KONSELING
Tujuan :
Memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek
samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan
penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan :
Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question
Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
Bagaimana cara pemakaian
Efek yang diharapkan dari obat tersebut.
Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
Verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
K. RONDE/VISITE
23
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya
Tujuan :
Pemilihan obat
Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik
Menilai kemajuan pasien
Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan :
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan tersebut kepada pasien.
Untuk pasien baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar.
Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk
pemberian obat.
Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan oleh
setiap Apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk menghindari
pengulangan kunjungan.
Tujuan :
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan
kesehatan/dokter satu dengan yang lain.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik
Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
M. INTERAKSI OBAT
24
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian
obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan
senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua
atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting.
Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat
menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena
meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan
dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan
khasiat obat namun bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya
interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa
makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada
berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan
darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada
interaksi obat dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut
presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh
presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya
bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic
margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit).
Contoh : digoksin, gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik,
kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik
atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya.
Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengakibatkan
inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat
mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi /
metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah
aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya.
Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu
obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi
reseptornya.
25
samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas
dan mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis:
memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5)
antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang
berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan
obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat
yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih
penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
27
Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah
pemberian bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme
dimana obat dapat berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan
secara farmakokinetik (absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi),
farmakodinamik, atau toksisitas kombinasi.
Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat
yang diberikan sering bermanfaat secara klinik, karena mekanisme
dapat mempengaruhi baik waktu pemberian obat maupun metode
interaksi. Beberapa interaksi obat yang penting timbul akibat dua
mekanisme atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan :
a) Sumasi (adiktif).
b) Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk
mensintesa dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat
reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila
diberikan bersama-sama akan memiliki efek sinergistik yang kuat
sebagai obat anti bakteri.
c) Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker)
mengurangi efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol
yang merupakan agonis beta reseptor.
d) Potensiasi, contoh :
1) Banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium plasma, dan
yang akan memperkuat efek glikosid jantung yang
mempermudah timbulnya toksisitas glikosid.
2) Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah
noradrenalin di ujung syaraf adrenergik dan karena itu
memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan tiramin yang
bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
28
R. GUNA INTERAKSI OBAT
29
penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam
nyawa dengan cepat dan tepat. Di rumah sakit Gigi Mulut Unsoed obat-
obat emergensi di simpan di tiap unit seperti IGD, Unit Pelayanan Umum,
Unit Integrasi, seringkali perawat memberikan injeksi obat-obatan
emergency kepada pasien dengan keadaan tertentu atas perintah dokter.
Perhatian !
Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di bidangnya
(dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat)
Mengingat banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, maka pemberian
obat yang disebutkan di bawah ini untuk mengatasi kegawatdaruratan
secara umum sedangkan dalam menghadapi pasien, harus melihat
kasus per kasus.
30
BAB V
LOGISTIK
31
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
33
B. TUJUAN
34
3) Permasalahan etiket : Etiket tertukar, salah menulis etiket,
etiket belum lengkap, etiket belum ada
4) Lain-lain : Salah membuat copy resep, tidak menulis copy
resep, Salah pasien/ memberikan obat kepada pasien lain,
Salah memberikan nomor tunggu, Kemasan obat sobek
36
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-
obat sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman efektif dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor
resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
• Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,
sound-alike medication names) secara terpisah.
• Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus. Misalnya :
o menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin,
warfarin, insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular
blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.
o kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat
lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
• Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
• Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep,
• Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan
resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
• Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
o Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
o Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-
tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
37
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-
obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).
• Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
• Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-
prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
• Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan
kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah
mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
• Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
• Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali :
pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari
wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
• Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
• Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian
resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal
yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
• Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat,
lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
• Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
• Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan
obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
• Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR
tersebut
• Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat
yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling
38
kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan
potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat
inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja
sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
• Tepat pasien
• Tepat indikasi
• Tepat waktu pemberian
• Tepat obat
• Tepat dosis
• Tepat label obat (aturan pakai)
• Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek
terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien.
Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat
didalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan
harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.
39
untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu
disiapkan dalam nampan terpisah.
• Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi
interupsi baik langsung maupun melalui telepon.
• Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi
stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan.
• Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam
menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran
penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.
42
d. Apoteker penanggung jawab memeriksa laporan dan melakukan
grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisis yang
akan dilakukan :
• Grade biru : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 1 minggu
• Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Apoteker penanggung
jawab, waktu maksimal 2 minggu
• Grade kuning : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
• Grade merah : Investigasi komprehensif/Root Cause Analysis
(RCA) oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
g. Tim KP di RS akan menganalis kembali hasil investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi
lanjutan Root Cause Analysis (RCA) dengan melakukan Regrading
h. Untuk Grade kuning/merah, Tim KP di RS akan melakukan Root
Cause Analysis (RCA)
i. Setelah melakukan Root Cause Analysis (RCA), Tim KP di RS akan
membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta
“pembelajaran” berupa : Petunjuk / Safety alert untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali
j. Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana kerja
dilaporkan kepada Direksi
k. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan
balik kepada instalasi farmasi.
l. Apoteker penanggung jawab akan membuat analisis dan tren kejadian
di satuan kerjanya
m. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
43
• Kontraindikasi
• Obat kadaluwarsa
• Bentuk sediaan yang salah
• Frekuensi pemberian yang salah
• Label obat salah / tidak ada / tidak jelas
• Informasi obat kepada pasien yang salah / tidak jelas
• Obat diberikan pada pasien yang salah
• Cara menyiapkan (meracik) obat yang salah
• Jumlah obat yang tidak sesuai
• ADR ( jika digunakan berulang )
• Rute pemberian yang salah
• Cara penyimpanan yang salah
• Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah
44
Hambatan dalam pencatatan dan pelaporan :
- Pandangan bahwa kesalahan adalah suatu kegagalan dan kesalahan
dibebankan pada satu orang saja.
- Takut disalahkan karena dengan melaporkan KTD, KNC, dan Kejadian
sentinel akan membeberkan keburukan dari personal atau tim yang ada
dalam rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan lain.
- Terkena risiko tuntutan hukum terhadap kesalahan yang dibuat.
- Laporan disebarluaskan untuk tujuan yang merugikan
- Pelaporan tidak memberi manfaat langsung kepada pelapor
- Kurangnya sumber daya
- Kurang jelas batasan apa dan kapan pelaporan harus dibuat
- Sulitnya membuat laporan dan menghabiskan waktu
Dokumentasi
46
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. PENGERTIAN
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terlaksananya kesehatan dan keselamatan kerja di instalasi farmasi agar
tercapai pelayanan kefarmasian dan produktivitas kerja yang optimal.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi, pasien dan
pengunjung
b. Mencegah kecelakaan kerja, paparan / pajanan bahan berbahay,
kebakaran dan pencemaran lingkungan,
c. Mengamankan peralatan kerja, sedian farmasi,
d. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar.
C. TATA LAKSANA
47
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
A. PENGERTIAN
B. TUJUAN
C. TATA LAKSANA
Instalasi farmasi rumah sakit menjaga dan mengendalikan mutu obat dan
Alkes dilakukan dengan cara :
48
b. Daftar obat tersebut diinformasikan dan disitribusikan kepada
dokter, SMF dan Depo farmasi untuk dikeluarkan, digunakan,
diresepkan terlebih dahulu.
5. Dibuat persetujuan (MOU) dengan PBF pemasok untuk dapat
menukarkan obat yang akan kadaluarsa dengan obat yang
kadaluarsanya lebih panjang
49
BAB IX
PENUTUP
Direktur
50
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya maka Pedoman Pelayanan Insatalasi Farmasi ini dapat
diselesaikan. Pedoman pelayanan instalasi farmasi berisi semua petunjuk
mengenai prosedur yang dilakukan di Instalasi Farmasi. Oleh karenanya,
pedoman ini dibuat sebagai landasan bagi para petugas instalasi farmasi
dalam menjalankan pekerjaannya.
Kami menyadari bahwa dalam proses penyusunan pedoman ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
masukan, saran, dan kritik selama proses penyusunan naskah panduan ini.
Akhir kata kami berharap semoga pedoman ini dapat mendukung
peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di RSGM Gusti Hasan
Aman. Masukan, saran, dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
penyempurnaan pedoman ini.
Banjarmasin,
Tim Penyusun
Instalasi Farmasi
RSGM Gusti Hasan Aman
51
DAFTAR ISI
52